TINJAUAN PUSTAKA
Kerang Darah (Anadara granosa)
Hewan air jenis kerang-kerangan (bivalvia) atau jenis binatang lunak
(moluska), baik jenis klam (kerang besar) atau oister (kerang kecil), pergerakannya
sangat lambat di dalam air. Mereka biasanya hidup menetap di suatu lokasi tertentu
di dasar air. Jenis kerang baik yang hidup di air tawar maupun di air laut banyak
digunakan sebagai indikator pencemaran logam. Hal ini disebabkan karena habitat
hidupnya yang menetap atau sifat bioakumulatifnya terhadap logam berat. Karena
kerang banyak dikonsumsi oleh manusia maka sifat bioakumulatif inilah yang
menyebabkan kerang harus diwaspadai bila dikonsumsi terus-menerus (Darmono,
2001).
Kerang Anadara terdapat di pantai laut pada substrat lumpur berpasir
dengan kedalaman 10-30 meter. Kerang Anadara termasuk kedalam subkelas
Lamellibranchia, dimana filament insang memanjang dan melipat, seperti huruf W,
antar filamen dihubungkan oleh cilia (filiaranchia) atau jaringan
(eulamellibranchia). Anadara juga merupakan ordo Toxodonta, dimana gigi pada
hinge banyak dan sama, kedua otot aduktor berukuran kurang lebih sama,
pertautan antar filament insang tidak ada (Oemarjati dan Wisnu, 1990).
Kerang darah (Anadara granosa) merupakan salah satu komoditas yang
banyak dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan antara lain sebagai bahan
makanan sumber protein (Dharma, 1988). Kerang dapat mengakumulasi logam
lebih besar daripada hewan air lainnya karena sifatnya yang menetap dan
dari pengaruh polusi. Oleh karena itu, jenis kerang merupakan indikator yang
sangat baik untuk memonitor suatu pencemaran logam dalam lingkungan perairan
(Darmono, 2001).
Kerang merupakan sumber bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh
masyarakat, karena mengandung protein dan mineral. Kerang hidup di daerah
perairan dan bisa bertahan hidup di tempat berlumpur. Kerang memiliki mobilitas
yang rendah, sehingga dapat mengakumulasi logam berat yang ada di
lingkungannya. Oleh sebab itu, adanya logam berat dalam tubuhnya dipandang
dapat mewakili keberadaan logam berat yang ada dihabitatnya (Darmono, 1995).
Logam Berat
Logam merupakan bahan pertama yang dikenal oleh manusia dan
digunakan sebagai alat-alat yang berperan penting dalam sejarah peradaban
manusia. Logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria-kriteria
yang sama dengan logam lain. Perbedaannya terletak dari pengaruh yang dihasilkan
bila logam berat ini berikatan dan atau masuk ke dalam organisme hidup. Berbeda
dengan logam biasa, logam berat biasanya menimbulkan efek-efek khusus pada
mahluk hidup (Palar, 2008).
Menurut Connell dan Miller (1995), logam berat adalah suatu logam dengan
berat jenis lebih besar. Logam ini memiliki karakter seperti berkilau, lunak atau
dapat ditempa, mempunyai daya hantar panas dan listrik yang tinggi dan bersifat
kimiawi, yaitu sebagai dasar pembentukan reaksi dengan asam. Selain itu logam
berat adalah unsur yang mempunyai densitas lebih besar dari 5 gr/cm3, mempunyai
Timbal (Pb)
Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam,
dalam bahasa ilmiahnya dinamakan plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan
Pb. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada
Tabel Periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau
berat atom (BA) 207,2 (Palar, 1994). Logam Pb digunakan dalam industri baterai,
kabel, penyepuhan, pestisida, sebagai zat anti letup pada bensin, zat penyusun patri
atau solder, sebagai formulasi penyambung pipa sehingga memungkinkan
terjadinya kontak antara air rumah tangga dengan Pb. Timbal sebagai salah satu zat
yang dicampurkan ke dalam bahan bakar (premium dan premix), yaitu (C2H5)4 Pb
atau TEL (Tetra Ethyl Lead) yang digunakan sebagai bahan aditif, yang berfungsi
meningkatkan angka oktan sehingga penggunanya akan menghindarkan mesin dari
gejala “ngelitik” yang berfungsi sebagai pelumas bagi kerja antar katup mesin
(intake dan exhaust valve) dengan dudukan katup valve seat serta valve guide.
Keberadaan Octane booster dibutuhkan dalam bensin agar mesin bisa bekerja
dengan baik (Widowati ., 2008).
Walaupun pengaruh toksisitas akut agak jarang dijumpai, tetapi pengaruh
toksisitas kronis paling sering ditemukan. Pengaruh toksisitas kronis ini sering
dijumpai pada pekerja di pertambangaan dan pabrik pewarnaan khusus, pabrik
mobil (proses pengejutan), penyimpan baterai, percetakan, pelapis logam dan
pengecatan sistem semprot. Konsentrasi Pb dalam produk cat sudah sangat
menurun sampai batas maksimum 0,06%, tetapi waalaupun begitu bangunan tua
yang masih ada sisa cat lamanya, kandungan Pb nya masih tinggi (Darmono,
Pb memiliki titik lebur rendah, mudah di bentuk, memiliki sifat kimia yang
aktif, sehingga bisa digunakan untuk melapisi logam agar tidak timbul perkaratan.
Apabila dicampur dengan logam lain maka akan terbentuk logam campuran yang
lebih bagus daripada logam murninya. Pb adalah logam lunak berwarna abu-abu
kebiruan mengkilat serta mudah dimurnikan dari pertambangan. Timbal meleleh
pada suhu 328 oC (662 oF), titik didih 1740 oC (3164oF), dan memiliki gravitasi
11,34 dengan berat atom 207,20 (Widiowati, dkk., 2008).
Kadar Pb dalam tanah sekitar 5-25 ppm, dalam air tanah 1-60 ppm dan lebih
rendah lagi dari permukaan air. Air minum bisa tercemari oleh Pb karena
penggunaan pipa berlapis Pb, peralatan makan keramik berglasur, dan solder yang
mengandung Pb. Pengemasan makanan menggunakan kertas koran bekas
memungkinkan terjadinya migrasi logam berat (terutama Pb) dari tinta koran
menuju makanan. Berdasarkan hasil penelitian, makanan/minuman sebesar 0,171 ±
0,02 ppm, dengan kecepatan reaksi pelepasan Pb 5,56 x 10-5 bpj/jam (Widiowati,
dkk., 2008).
Kandungan Logam Berat dalam Kerang Darah (Anadara granosa)
Kerang darah (Anadara granosa) merupakan biota laut yang tergolong
molusca dari kelas pelecypoda. Kerang merupakan sumber bahan makanan yang
banyak dikonsumsi oleh masyarakat, karena mengandung protein dan mineral.
Kerang hidup didaerah perairan dan bisa bertahan hidup ditempat berlumpur.
Kerang memiliki mobilitas yang rendah, sehingga dapat mengakumulasi logam
berat yang ada dilingkungannya. Oleh sebab itu, adanya logam berat dalam
tubuhnya dipandang dapat mewakili keberadaan logam berat yang ada dihabitatnya.
waktu karena sifatnya yang bioakumulatif, sehingga biota air sangat baik digunakan
sebagai indikator pencemaran logam dalam lingkungan perairan (Darmono, 1995).
Logam berat dapat menjadi bahan racun yang akan meracuni tubuh mahluk
hidup, tetapi beberapa jenis logam masih dibutuhkan oleh mahluk hidup walaupun
dalam jumlah yang sedikit. Daya toksisitas logam berat terhadap makhluk hidup
sangat bergantung pada spesies, lokasi, umur (fase siklus hidup), daya tahan
(detoksikasi) dan kemampuan individu untuk menghindarkan diri dari pengaruh
polusi. Toksisitas pada spesies biota dibedakan menurut kriteria sebagai berikut:
biota air, biota darat, dan biota laboratorium. Sedangkan toksisitas menurut lokasi
dibagi menurut kondisi tempat mereka hidup, yaitu daerah pencemaran berat,
sedang, dan daerah nonpolusi. Umur biota juga sangat berpengaruh terhadap daya
toksisitas logam, dalam hal ini yang umurnya muda lebih peka. Daya tahan
makhluk hidup terhadap toksisitas logam juga bergantung pada daya detoksikasi
individu yang bersangkutan, dan faktor kesehatan sangat mempengaruhi (Palar,
1994).
Kandungan Logam Berat dalam Air
Logam berat adalah istilah yang digunakan secara umum untuk kelompok
logam dan metaloid dengan densitas lebih besar dari 5 g/cm3, terutama pada unsur
seperti Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan Zn. Unsur-unsur ini biasanya erat kaitannya
dengan masalah pencemaran dan toksisitas. Logam berat secara alami ditemukan
pada batu-batuan dan mineral lainnya, maka dari itu logam berat secara normal
merupakan unsur dari tanah, sedimen, air dan organisme hidup serta akan
konsentrasi relatif logam dalam media adalah hal yang paling penting (Alloway
dan Ayres, 1993).
Pencemaran logam berat terhadap lingkungan perairan terjadi karena adanya
suatu proses yang erat hubungannya dengan penggunaan logam tersebut dalam
kegiatan manusia, dan secara sengaja maupun tidak sengaja membuang berbagai
jenis limbah beracun termasuk di dalamnya terkandung logam berat ke dalam
lingkungan perairan. Sumber utama pemasukan logam berat berasal dari kegiatan
pertambangan, cairan limbah rumah tangga, limbah dan buangan industri, limbah
pertanian (Wittmann, 1979 in Connell dan Miller, 1995).
Logam berat termasuk sebagai zat pencemar karena sifatnya yang tidak
dapat diuraikan secara biologis dan stabil, sehingga dapat tersebar jauh dari
tempatnya semula (Dewi, 1996). Selanjutnya dikatakan bahwa ada dua hal yang
menyebabkan logam berat digolongkan sebagai pencemar yang berbahaya, yaitu (1)
tidak dihancurkan oleh mikroorganisme yang hidup di lingkungan dan (2)
terakumulasi dalam komponen-komponen lingkungan, terutama air dengan
membentuk senyawa kompleks bersama bahan organik dan anorganik secara
adsorpsi dan kombinasi.
Secara alamiah, unsur logam berat terdapat di seluruh alam, namun dalam
kadar yang sangat rendah (Hutagalung,1984). Kadar logam dapat meningkat bila
limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian yang banyak
mengandung logam berat masuk ke dalam perairan alami melalui saluran
pembuangan. Logam berat yang sangat beracun ini tahan lama dan sangat banyak
terdapat di lingkungan. Logam berat tersebut adalah raksa (Hg), timah hitam (Pb),
Timbal masuk keperairan melalui pengendapan jatuhan debu yang
mengandung Pb yaitu dari hasil pembakaran bensin yang mengandung tetra etil,
erosi dan limbah industri. Pada hewan dan manusia timbal dapat masuk ke dalam
tubuh melalui makanan dan minuman yang di konsumsi serta melalui pernafasan
dan penetrasi pada kulit. Di dalam tubuh manusia, di dalam tubuh manusia, dapat
menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan haemoglobin yang
dapat menyebabkan anemia. Gejala yang di akibatkan dari keracunan logam timbal
adalah kurangnya nafsu makan, kejang-kejang, muntah dan pusing-pusing. Timbal
dapat juga menyerang susunan saraf dan mengganggu sistem reproduksi, kelainan
ginjal dan kelainan jiwa (Palar, 2008).
Kandungan Logam Berat dalam Sedimen
Sedimen berasal dari kerak bumi yang diangkut melalui proses hidrologi
dari suatu tempat ke tempat lain, baik secara vertikal ataupun horizontal (Friedman
dan Sanders, 1978). Sedimen terdiri dari beberapa komponen dan banyak sedimen
merupakan pencampuran dari komponen-komponen tersebut. Komponen tersebut
bervariasi, tergantung dari lokasi, kedalaman dan geologi dasar (Forstner dan
Wittman, 1983). Sedimen terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik yang
berpengaruh negatif terhadap kualitas air. Bahan organik berasal dari biota atau
tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan bercampur dengan lumpur.
Bahan anorganik umumnya berasal dari pelapukan batuan. Sedimen hasil
pelapukan batuan terbagi atas kerikil, pasir, lumpur dan liat. Butiran kasar banyak
dijumpai dekat pantai, sedangkan butiran halus banyak di perairan dalam atau
Sedimen merupakan tempat tinggal tumbuhan dan tempat tinggal tumbuhan
dan hewan yang ada di dasar perairan. Dalam lingkungan perairan ada 3 media
yang dapat dipakai sebagai indikator pencemaran logam berat yaitu air, sedimen
dan organisme hidup. Secara teoritis sedimen merupakan salah satu indikator
penting dalam pemantauan pencemaran, khususnya logam berat (Fitriati 2004
diacu oleh Apriadi, 2005).
Bahan partikel yang tidak terlarut seperti pasir, lumpur, tanah dan bahan
kimia anorganik dan organik menjadi bahan yang tersuspensi di dalam air,
sehingga bahan tersebut menjadi penyebab pencemaran tertinggi dalam air.
Keberadaan sedimen pada badan air mengakibatkan peningkatan kekeruhan
perairan yang selanjutnya menghambat penetrasi cahaya yang dapat menghambat
daya lihat (visibilitas) organisme air, sehingga mengurangi kemampuan ikan dan
organisme air lainnya untuk memperoleh makanan, pakan ikan menjadi tertutup
oleh lumpur. Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya kerja
organ pernapasan seperti insang pada organisme air dan akan mengakumulasi
bahan beracun seperti pestisida dan senyawa logam. Pada sedimen terdapat
hubungan antara ukuran partikel sedimen dengan kandungan bahan organik. Pada
sedimen yang halus, presentase bahan organik lebih tinggi dari pada sedimen yang
kasar. Hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan yang tenang, sehingga
memungkinkan pengendapan sedimen lumpur yang diikuti oleh akumulasi bahan
organik ke dasar perairan. Sedangkan pada sedimen yang kasar, kandungan bahan
organiknya lebih rendah karena partikel yang lebih halus tidak mengendap.
Demikian pula dengan bahan pencemar, kandungan bahan pencemar yang tinggi
daya tarik elektrokimia antara partikel sedimen dengan partikel mineral (Boehm,
1987 diacu oleh Apriadi, 2005).
Dampak Negatif Logam Berat Bagi Manusia
Masing-masing logam berat memiliki dampak negatif terhadap manusia jika
dikonsumsi dalam jumlah yang besar dan waktu yang lama. Dampak tersebut antar
lain Timbal (Pb) bila terdapat dalam peredaran darah dan otak dapat menyebabkan
gangguan sintesis hemoglobin darah, gangguan neurologi (susunan syaraf),
gangguan pada ginjal, sistem reproduksi, penyakit akut atau kronik sistem syaraf,
dan gangguan fungsi paru-paru. Keluhan sakit kepala, gelisah, gugup, lemas dan
mudah tersinggung, beberapa tanda yang mendahului efek keracunan sebelum
terjadinya koma, kemudian kematian (Palar, 2008)
Faktor Fisika Kimia Air
Dalam studi ekologi, pengukuran faktor lingkungan abiotik penting
dilakukan. Dengan dilakukannya pengukuran faktor lingkungan abiotik, maka akan
dapat diketahui faktor yang besar pengaruhnya terhadap keberadaan dan kepadatan
populasi. Faktor lingkungan abiotik secara garis besarnya dapat dibagi atas faktor
iklim, fisika dan kimia (Suin, 2002).
Faktor fisik air yang sering merupakan faktor pembatas bagi organisme air
adalah suhu, cahaya, konduktivitas, dan kecepatan arus, sehingga faktor fisik
tersebut selalu diukur di dalam studi ekologi perairan (Suin, 2002). Beberapa faktor
fisik yang mungkin ikut menentukan kualitas air adalah kekeruhan (turbiditas),
Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
metabolisme organisme di perairan. Perubahan suhu yang mendadak atau kejadian
suhu yang ekstrim akan mengganggu kehidupan organisme bahkan dapat
menyebabkan kematian. Suhu perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan
musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat
terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. Suhu air
mempunyai peranan dalam mengatur kehidupan biota perairan, terutama dalam
proses metabolisme. Kenaikan suhu menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi
oksigen, namun di lain pihak juga mengakibatkan turunnya kelarutan oksigen
dalam air (Effendi, 2003).
Kekeruhan Air
Kekeruhan yang terjadi pada perairan tergenang seperti danau lebih banyak
disebabkan oleh bahan tersuspensi berupa koloid dan parikel-partikel halus.
Kekeruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi
seperti pernafasan dan daya lihat organisme akuatik serta dapat menghambat
penetrasi cahaya ke dalam air. Menurut Koesbiono (1989), pengaruh kekeruhan
yang utama adalah penurunan penetrasi cahaya secara mencolok, sehingga aktivitas
fotosintesis fitoplankton dan alga menurun, akibatnya produktivitas perairan
menjadi turun. Di samping itu Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai
kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas
pH Air (Derajat Keasaman)
Derajat keasaman air biasanya dimanfaatkan untuk menentukan indeks
pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan. Nilai pH yang ideal
bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya terdapat antara 7 – 8,5. Kondisi
perairan yang bersifat sangat asam atau sangat basa akan membahayakan
kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan
metabolisme dan respirasi (Barus, 2004).
Salinitas
Salinitas merupakan nilai yang menunjukkan jumlah garam-garam terlarut
dalam satuan volum air biasanya dinyatakan dalam satuan per mil ‰. Berdasarkan
nilai salinitas air diklasifikasikan sebagai berikut: air tawar <0,5 ‰, air payau (0,5
– 30‰) laut (30 – 40 ‰) dan hiperhialin (>40 ‰) (Barus, 2004). Selanjutnya
komponen fauna di estuaria berdasarkan salinitasnya dikelompokkan menjadi 3
(tiga) yakni fauna air tawar, payau dan laut (Dahuri, 2003).
Dissolved oxygen (DO)
Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar
oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas,
turbulensi air dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian serta
semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Semakin
tinggi suatu tempat dari permukaan air laut, tekanan atmosfer semakin rendah.
Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung
pada percampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan
oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis oleh
tumbuhan air dan fitoplankton. Difusi oksigen kedalam air dapat terjadi secara
langsung pada kondisi air diam (stagnant) (Effendi, 2003).
Analisis Regresi Linear
Analisis regresi dipergunakan untuk menggambarkan garis yang
menunjukan arah hubungan antar variabel, serta dipergunakan untuk melakukan
prediksi. Analisa ini dipergunakan untuk menelaah hubungan antara dua variabel
atau lebih, terutama untuk menelusuri pola hubungan yang modelnya belum
diketahui dengan sempurna. Regresi yang terdiri dari satu variabel bebas
(predictor) dan satu variabel terikat (Response/Criterion) disebut regresi linier
sederhana (bivariate regression), sedangkan regresi yang variabel bebasnya lebih
dari satu disebut regresi berganda (Multiple regression/multivariate regression),
yang dapat terdiri dari dua prediktor (regresi ganda) maupun lebih. Adapun bentuk
persamaan umumnya adalah:
Y= a + bX
Dimana :
Y : Variabel terikat
A : Parameter intersep (garis potong kurva terhadap sumbu Y) B : Koefisien regresi (kemiringan atau slop kurva linear) X : Variabel bebas
Tanda positif pada nilai b atau koefisien regresi menunjukkan bahwa antara
variabel bebas dengan variabel terikat berjalan satu arah, di mana setiap penurunan
atau peningkatan variabel bebas akan diikuti dengan peningkatan atau penurunan
variabel terikatnya. Sementara tanda negatif pada nilai b menunjukkan bahwa
peningkatan variabel bebas akan diikuti dengan penurunan variabel terikatnya, dan