HUKUM DAN REGULASI PERLINDUNGAN DATA KARTU KREDIT PADA TRANSAKSI E-COMMERCE Dwi Hatmojo Priyo Hutomo
Magister Teknik Elektro, Universitas Mercu Buana, Jakarta [email protected]
Dosen : DR Ir Iwan Krisnadi MBA
Abstrak
Kemudahan berbelanja online dengan kartu kredit membuat semakin berkembangnya e-commerce. Kartu kredit saat ini merupakan suatu kebutuhan masyarakat modern untuk menggunakannya sebagai alat pembayaran tunai. Dengan kartu plastik tersebut nasabah dapat melakukan berbagai macam transaksi dan mereka tidak perlu datang dan antri di kantor atau bank pemberi jasa. Kecanggihan transaksi yang menggunakan sarana kartu kredit tidak dapat terlepas dari kemajuan teknologi. Teknologi telah banyak merubah aspek bisnis dan pasar. Dalam bisnis perdagangan misalnya, kemajuan teknologi telah melahirkan metode bertransaksi yang dikenal dengan istilah E- Commerce ( Electronic Commerce . E- Commerce merupakan kegiatan – kegiatan bisnis yang menyangkut konsumen, manufakur, services providers dan pedagang perantara dengan menggunakan jaringan komputer ( computer network ), yaitu internet. Penggunaan sarana internet merupakan suatu kemajuan teknologi yang dapat dikatakan menunjang secara keseluruhan spectrum kegiatan komersial. Oleh sebab itu keamanan data pada kartu kredit menjadi topik yang sangat dipertanyakan dikarenakan semakin banyaknya kejahatan cyber dengan menggunakan kartu kredit. Perlindungan hukum terhadap konsumen diatur dengan Undang – undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.Undang – undang ini diharapkan dapat menjamin kepastian hukum terhadap konsumen dalam bertransaksi e-commerce.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Di jaman modern ini banyak sekali metode untuk melakukan pembayaran, mulai dari cara yang paling tradisional, sampai dengan cara yang paling modern sekalipun. Sejalan dengan perkembangan jaman ditemukan cara yang paling efisien dan efektif untuk melakukan transaksi pembayaran yaitu dengan menggunakan kartu plastik atau lebih dikenal dengan kartu kredit yang mampu menggantikan fungsi uang sebagai alat pembayaran. Kartu kredit ini dapat pula digunakan untuk berbagai keperluan yang berfungsi sebagai alat pembayaran tunai. Penggunaan kartu kredit dirasakan lebih aman dan praktis untuk segala keperluan pembayaran langsung maupun online atau yang biasa di sebut e-commerce. Terdapat dampak dari Kemajuan teknologi tersebut yaitu dampak positif dan negative di dalam kehidupan. Dampak positif dapat dilihat dari berkembangnya pembangunan seperti tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakatan. Dampak negatif dari perkembangan teknologi tersebut dapat dilihat dari kemudahan mengakses informasi dan bertransaksi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di dunia cyber yang secara umum disebut sebagai cyber crime. Kejahatan ini dapat digolongkan sebagai kejahatan baru yang diakibatkan karena berkembangnya teknologi informasi. Salah satu kejahatan yang merugikan pengguna dunia cyber karena dampak dari kemudahan mengakses informasi yaitu adalah tindak pidana pencurian informasi pribadi[4]. Informasi pribadi dapat berupa data dari kartu kredit. Bentuk perlindungan hukum yang seharusnya bisa di dapatkan oleh para korban tindak pidana ini belum ada pengaturan di Indonesia bila ditinjau dari Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik[1].
1.2 Tujuan Penulisan
II. ISI MAKALAH
2.1 TINJAUAN UMUM MENGENAI KARTU KREDIT, E-COMMERCE, DAN CYBER CRIME
Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan menggunakan kartu kredit (merchant)[3]. Kartu kredit juga dapat diartikan sebagai salah satu fasilitas dari perbankan yang memudahkan transaksi nasabah. Dimana cara penggunaannya hanya dengan menggesek credit card pada mesin edc dan kita tinggal membayarnya saat tagihan tiba. Baik tagihan lembaran fisik yang dikirmkan ke rumah ataupun e-statement yang dikirimkan via email.
E-commerce adalah suatu bentuk bisnis modern melalui sarana internet, karenanya e-commerce dapat dikatakan sebagai perdagangan di internet[5]. Dewasa ini, tampaknya di Negara-negara maju (developed countries), masalah e-commerce ini sudah sangat lumrah dan sudah memiliki perangkat pengaturan hukumnya. Adapun di Indonesia e- commerce masih relatif baru dan belum menyentuh keseluruh lapisan masyarakat, melainkan hanya pada golongan atau kelompok terbatas. Lebih dari itu, di Indonesia belum memiliki perangkat hukum khusus, bahkan belum memiliki visi dan strategi nasional.
cybercrime adalah computer crime yang ditujukan terhadap sistem atau jaringan komputer, sedangkan dalam arti luas, cybercrime mencakup seluruh bentuk baru kejahatan yang ditujukan kepada komputer,jaringan komputer dan penggunanya serta bentuk-bentuk kejahatan tradisional yang sekarang dilakukan dengan menggunakan atau dengan bantuan peralatan komputer (computer related crime)[2]. Secara garis besar kejahatan-kejahatan yang terjadi terhadap suatu sistem atau jariungan komputer dan yang menggunakan komputer sebagai instrumenta dilecti, nutatis mutandis juga dapat terjadi didunia perbankan. Kegiatan yang potensial yang menjadi target cybercrime dalam kegiatan perbankan antara lain adalah :
2.3 PERLINDUNGAN HUKUM PADA TRANSAKSI ONLINE DITINJAU DARI UU ITE
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik, yang berbunyi "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik"[1]. Dengan melihat pasal tersebut pelaku pencurian informasi telah memenuhi unsur-unsur pasal 30 ayat(2) UU ITE, cara apa pun yang dimaksud disini adalah dengan menyusup sistem keamanan komputer baik dengan menggunakan software tertentu ataupun tidak yang bertujuan untuk mencuri data atau informasi seseorang. Sesuai dengan ketentuan Pasal 46 ayat (2) pelaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 7(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
Dengan adanya Undang – undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik[1], maka seharusnya dalam melakukan transaksi elektronik sudah tidak perlu khawatir akan pencurian data informasi pribadi, karena pelaku dapat di jerat dengan hukum, namun apa bila sudah terkena pencurian data, perlindungan hukum kepada korban dalam Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik[1]. Pelaku tindak pidana pencurian melalui dunia cyber ini seharusnya berkewajiban untuk memberikan restitusi kepada korbannya sebagai bentuk pertanggungjawabannya, besar dan jenis bentuk restitusi yang diterima korban dapat ditentukan oleh Hakim dalam amar putusannya[6]. Bentuk restitusi dapat berupa pengembalian harta kekayaan (materi). Perlunya dibuat suatu kebijakan pidana dalam rangka pembaharuan Undang-Undang ITE yang menyangkut bentuk perlindungan korban, khususnya perlindungan korban pencurian informasi pribadi melalui media dunia cyber.
III. KESIMPULAN
IV. Referensi
[1] Ke e ku ha , U da g-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Republik Indonesia te ta g I for asi da Tra saksi Elektro ik, 2008, no. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik, 2008.
[2] T. Nazarudi , Urge si Cy erla Di I do esia Dala Ra gka Pe a ga a Cy er ri e Disektor Per a ka , J. SASi, vol. 17, no. 4, pp. 20–27, 2011.
[3] Ris a “ulistya aty, PERILAKU KON“UMEN DALAMPENGGUNAAN KARTU KREDIT DI WILAYAH DKI JAKARTA, o. 144, pp. 1–10.
[4] U. N. O. Tahu a d T. I for asi, I for asi Pri adi Melalui Du ia Cy er Diti jau Dari Da Tra saksi Elektro ik Uu Ite , o. , pp. –5, 2008.
[5] E. Hariya to, E-COMMERCE DI INDONE“IA A stra t :, 9.