• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADOLESCENCE Hubungan Remaja dengan Orang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ADOLESCENCE Hubungan Remaja dengan Orang"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan masa perkembangan yang paling banyak disoroti oleh para psikolog. Ini karena masa remaja merupakan masa yang di dalamnya individu berusaha menemukan jati dirinya untuk kelangsungan hidupnya di masa yang akan datang.

Dalam menemukan jati dirinya, seorang remaja dihadapkan pada perilaku positif dan perilaku menyimpang. Perilaku remaja, baik yang positif maupun menyimpang, sangat erat hubungannya dengan orang tua, dan teman sebaya.

Berangkat dari hal ini lah, makalah yang berjudul “Adolescence: Perilaku Positif dan Perilaku Bermasalah, Resiliensi, Serta Hubungan Remaja Dengan Orang Tua dan Teman Sebaya” ini, disusun.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perilaku yang positif dan perilaku yang bermasalah pada remaja?

2. Apa yang dimaksud dengan resiliensi pada masa remaja? 3. Apa hakikat dari hubungan remaja dengan orang tua? 4. Apa hakikat dari hubungan remaja dengan teman sebaya C. Tujuan Penyusunan

1. Mengetahui dan memahami perilaku positif dan perilaku bermasalah pada remaja.

2. Mengetahui dan memahami resiliensi pada masa remaja.

(2)

BAB II PEMBAHASAN

A. Perilaku Positif dan Perilaku Bermasalah Pada Masa Remaja

E.B. Hurlock (1986) mengemukakan bahwa penyesuaian yang sehat atau kepribadian yang sehat (healthy adjustment) ditandai dengan karakteristik sebagai berikut.

1. Mampu menilai diri secara realistik. Individu yang berkepribadian sehat mampu menilai dirinya sebagaimana apa adanya, baik kelebihan maupun kekurangan/ kelemahannya, yang menyangkut fisik (postur tubuh, wajah, keutuhan, dan kesehatan) dan kemampuan.

2. Mampu menilai sesuatu secara realistik. Individu dapat menghadapi situasi atau kondisi kehidupan yang dihadapi secara realistik dan mau menerimanya secara wajar. Dia tidak mengharapkan kondisi kehidupan itu sebagai sesuatu yang harus sempurna.

3. Mampu menilai prestasi yang diperoleh secara realistik. Individu dapat menilai prestasinya (keberhasilan yang diperolehnya) secara realistik dan mereaksinya secara rasional. Dia tidak menjadi sombong, angkuh, atau mengalami “superiority complex”, apabila memperoleh prestasi yang tinggi, atau kesuksesan dalam hidupnya. Apabila mengalami kegagalan, dia tidak mereaksinya dengan frustasi, tetapi dengan sikap optimistik (penuh harapan). 4. Menerima tanggung jawab. Individu yang sehat adalah individu yang

bertanggung jawab. Dia mempunyai keyakinan terhadap kemampuannya untuk mengatasi masalah-masalah kehidupan yang dihadapinya. 1

5. Kemandirian (autonomi). Individu memiliki sikap mandiri dalam cara berpikir dan bertindak, mampu mengambil keputusan, mengarahkan dan mengembangkan diri serta menyesuaikan diri secara konstruktif dengan norma yang berlaku di lingkungannya.

(3)

6. Dapat mengontrol emosi. Individu merasa nyaman dengan emosinya. Dia dapat menghadapi situasi frustasi, depresi, atau stres secara positif atau konstruktif, tidak destruktif (merusak).

7. Berorientasi tujuan. Setiap orang mempunyai tujuan yang ingin dicapainya. Namun, dalam merumuskan tujuan itu ada yang realistik dan ada yang tidak realistik. Individu yang sehat kepribadiannya dapat merumuskan tujuannya berdasarkan pertimbangan secara matang (rasional), tidak atas dasar paksaan dari luar. Dia berupaya untuk mencapai tujuan tersebut dengan cara mengembangkan kepribadian (wawasan) dan keterampilan.

8. Berorientasi keluar. Individu yang sehat mempunyai orientasi keluar (ekstrovert). Dia bersikap respek, empati terhadap orang lain dan mempunyai kepribadian terhadap situasi, atau masalah-masalah lingkungannya dan bersikap fleksibel dalam berpikirnya. Barrett Leonard mengemukakan sifat-sifat individu yang berorientasi keluar, yaitu (a) menghargai dan menilai orang lain seperti dirinya sendiri; (b) merasa nyaman dan terbuka terhadap orang lain; (c) tidak membiarkan dirinya dimanfaatkan untuk menjadi korban orang lain dan tidak mengorbankan orang lain karena kekecewaan dirinya.

9. Penerimaan sosial. Individu dinilai positif oleh orang lain, mau berpartisipasi aktif dalam kegiatan sosial, dan memiliki sikap bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain.

10. Memiliki filsafat hidup. Dia mengarahkan hidupnya berdasarkan filsafat hidup yang berakar dari keyakinan agama.

11. Berbahagia. Individu yang sehat, situasi kehidupannya diwarnai kebahagiaan. Kebahagiaan ini didukung oleh faktor-faktor achievement (pencapaian prestasi), acceptance (penerimaan dari orang lain), dan affection (perasaan dicintai dan disayangi oleh orang lain).

Adapun kepribadian yang tidak sehat itu ditandai dengan katakteristik seperti berikut.

(4)

3. Sering merasa tertekan (stres atau depresi).

4. Bersikap kejam atau senang menganggu orang lain yang usianya lebih muda atau terhadap binatang (hewan).

5. Ketidakmampuan untuk menghindar dari perilaku menyimpang meskipun sudah diperingati atau dihukum.

6. Mempunyai kebiasaan berbohong. 7. Hiperaktif.

8. Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas. 9. Senang mengkritik/mencemooh orang lain. 10. Sulit tidur.

11. Kurang memiliki rasa tanggung jawab.

12. Sering mengalami pusing kepala (meskipun penyebabnya bukan bersifat organis)

13. Kurang memiliki kesadaran untuk menaati ajaran agama. 14. Bersikap pesimis dalam menghadapi kehidupan.

15. Kurang bergairah (bermuram durja) dalam menjalani kehidupan.

Kelainan tingkah laku diatas berkembang, apabila anak hidup dalam lingkungan yang tidak kondusif dalam perkembangannya. Seperti lingkungan keluarga yang tidak berfungsi (dysfunction family) yang bercirikan: “broken home”, hubungan antar anggota keluarga kurang harmonis, kurang memperhatikan nilai-nilai agama dan orang tua bersikap keras atau kurang memberikan curahan kasih sayang kepada anak.

Oleh karena kelainan kepribadian itu berkembang pada umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan yang kurang baik, maka sebagai upaya pencegahan (preventif), seyogyanya pihak keluarga (orangtua), sekolah (guru dan staf sekolah lainnya) dan pemerintah perlu senantiasa berkerja sama untuk menciptakan iklim lingkungan yang memfasilitasi atau memberi kemudahan kepada anak untuk mengembangkan potensi atau tugas-tugas perkembangan secara optimal.2

(5)

B. Resiliensi Pada Masa Remaja

1. Pengertian resiliensi

Menurut Emmy E. Werner (2008), sejumlah ahli tingkah laku menggunakan istilah resiliensi untuk menggambarkan tiga fenomena:

a. Perkembangan positif yang dihasilkan oleh anak yang hidup dalam konteks “berisiko tinggi (high-risk), seperti: anak yang hidup dalam kemiskinan kronis atau perlakuan kasar orang tua.

b. Kompetensi yang dimungkinkan muncul dibawah tekanan yarng berkepanjangan, seperti: peristiwa- peristiwa di sekitar orang tua mereka yang bercerai.

c. Kesembuhan dari trauma, seperti: ketakutan dari peristiwa perang saudara.

Resiliensi (daya lentur) adalah kemampuan atau kapasitas insani yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkannya untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan dan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan atau bahkan mengubah kondisi kehidupan yang menyengsarakan menjadi hal yang wajar.

(6)

memiliki minat-minat khusus, tujuan-tujuan yang terarah, dan motivasi untuk berprestasi di sekolah dan di dalam kehidupan (Henderson & Milstein, 2008).

Menurut Grotberg (1991) kualitas resiliensi tidak sama pada setiap orang, sebab kualitas resiliensi seseorang sangat ditentukan oleh tingkat usia, taraf perkembangan, intensitas seseorang dalam menghadapi sesuatu yang tidak menyenangkan, serta seberapa besar dukungan sosial dalam pembentukan resiliensi seseorang tersebut.

2. Sumber Pembentukan Resiliensi

Upaya mengatasi kondisi-kondisi adversity dan mengembangkan

resiliency remaja, sangat tergantung pada pemberdayaan tiga faktor dalam diri remaja, yang oleh Gritberg (1994) disebut sebagai tiga sumber dari resiliensi (three source of resiliency), yaitu I have (aku punya), I am (aku ini), I can (aku dapat).

I have (aku punya) merupakan sumber resiliensi yang berhubungan dengan pemaknaan remaja terhadap besarnya dukungan yang diberikan oleh lingkungan sosial terhadap dirinya. Sumber I have memiliki beberapa kualitas yang memberikan sumbangan bagi pementukan resiliensi, yaitu:

1) Hubungan yang dilandasi oleh kepercayaan penuh; 2) Struktus dan peraturan di rumah;

3) Model-model peran;

4) Dorangan untuk mandiri (otonomi);

5) Akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan keamanan dan kesejahteraan.

I am (aku ini) merupakan sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan pribadi yang dimiliki remaja, yang terdiri dari perasaan, sikap dan keyakinan pribadi. Beberapa kualitas pribadi yang mempengaruhi I am adalah:

1) Disayang dan disukai oleh banyak orang

(7)

3) Bangga dengan dirinya sendiri

4) Bertanggung jawab terhadap perilaku sendiri dan menerima konsekuensinya 5) Percaya diri, optimistik, dan penuh harap.

I can (Aku dapat) sumber resiliensi yang berkaitan dengan apa saja yang dapat dilakukan oleh remaja sehubungan dengan keteramppilan-keterampilan sosial dan interpersonal.

Keterampilan-keterampilan ini meliputi:

1) Berkomunikasi 2) Memecahkan masalah

3) Mengelola perasaan dan impuls-impuls 4) Mengukur temperamen sendiri dan orang lain

5) Menjalin hubungan-hubungan yang saling mempercayai.

3. Interaksi antara Faktor I have, I am, dan I Can

Resiliensi merupakan hasil kombinasi dari faktor-faktor I have, I am dan I can. Untuk menjadi seorang yang resilien, tidak cukup hanya memiliki satu faktor saja, melainkan harus di tompang oleh faktor-faktor lain. Ketiga faktor tersebut harus saling berinteraksi satu sama lain. Interaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh kualitas lingkungan sosial dimana remaja hidup.

Terdapat lima faktor yang sangat menentukan kualitas interaksi dari I have, I am dan I can (Grotberg, 1999), yaitu:

1) Kepercayaan (trust)

(8)

menjadi dasar bagi remaja ketika ia berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya secara bebeas (I Can).

2) Otonomi (autonomy)

Faktor yang berkaitan dengan seberapa jauh remaja menyadari bahwa dirinya terpisah dan berbeda dari lingkungan sekitar sebagai kesatuan diri pribadi.pemahaman bahwa dirinya merupakan sosok mandiri yang terpisah dan berbeda dari lingkungan sekitar, akan membentuk kekuatan-kekuatan tertentu pada remaja. Kekuatan tersebut sangat menentukan tindakan remaja ketika menghadapi masalah.

Oleh sebab itu, apabila remaja berada di lingkungan yang memberikan kesempatan padanya untuk menumbuhkan otonomi dirinya (I have), maka ia akan memiliki pemahaman bahwa dirinya adalah seorang mandiri, independen (I am).

3) Inisiatif (initiative)

Berperan dalam penumbuhan minat remaja melakukan sesuatu yang baru. Inisiatif juga berperan dalam mempengaruhi remaja mengikuti berbagai macam aktivitas atau menjadi bagian bagi suatu kelompok. Dengan inisiatif, remaja menghadapi kenyataan bahwa dunia adalah lingkungan dari berbagai macam aktivitas, di mana ia dapat mengambil bagian untuk berperan aktif dari setiap aktivitas yang ada.

4) Industri (industry)

Yakni faktor resiliensi yang berhubungan dengan pengembangan keterampilan-keterampilan berkaitan dengan akitvitas rumah, sekolah dan sosialisasi. Melalui penguasaan keterampilan-keterampilan tersebut remaja akan mampu mencapai prestasi, baik dirumah sekolah, maupun dilingkungan sosial.

5) Identitas (identity)

(9)

remaja mendefinisikan dirinya dan mempengaruhi self-image-nya. Identitas ini diperkuat melalui hubungan dengan faktor-faktor resiliensi lainnya. Apabila remaja memiliki lingkungan yang memberikan umpan balik berdasarkan kasih sayang, penghargaan atas prestasi dan kemempuan yang dimilikinya (I have), maka remaja akan menerima keadaan diri dan orang lain (I am). Kondisi demikian akan menumbuhkan perasaan mampu untuk mengendalikan, mengarahkan dan mengatur diri, serta menjadi dasar untuk menerima kritikan dari orang lain (I Can).

C. Hubungan Remaja Dengan Orang Tua

(10)

Berapa peneliti tentang perkembangan anak remaja menyatakan bahwa pencapaian otonomi psikologis merupakan salah satu tugas perkembangan yang penting dari masa remaja. Akan tetapi terdapat peredaan mengenai tipe lingkungan keluarga yang lebih kondusif bagi perkembangan otonomi ini. Sejumlah teoritis dan peneliti kontemporer menyatakan bahwa otonomi yang baik berkembang dari hubungan orang tua yang positif dan supportif. Menurut mereka hubungan orang tua yang supportif memungkinkan untuk mengungkapkan perasaan positif dan negative, yang membantu perkembangan kompetensi social dan otonomi yang berrtanggung jawab. Hasil penelitian Lamborn dan Steinberg (1993) misalnya, menunjukkan bahwa perjuangan remaja untuk meraih otonomi tampaknya berhasil dengan sangat baik dalam lingkungan keluarga serta simultan yang memberikan dorongan dan kesempatan bagi remaja untuk memperoleh kebebasan emosional. Sebaliknya, remaja yang tetap tergantung secara emosional kepada orang tuanya mungkin dirinya selalu merasa enak, mereka terlihat kurang kompeten, kurang percaya diri, kurang berhasil dalam belajar dan bekerja dibanding dengan remaja yang mencapai kebebasan emosional (Dacey & 1997) Belakangan, para ahli perkembangan mulai menjelajahi peran keterkaitan yang aman (secure attachment) dengan orang tua terhadap perkembangan remaja. Mereka yakin bahwa keterkaitan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu kompetensi social dan kesejahteraan sosialnya, seperti tercermin dalam cirri-ciri harga diri, penyesuaian emosional, dan kesehatan fisik. Misalnya, remaja yang memiliki hubungan yang nyaman dan harmonis dengan orang tua mereka, memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik. Sebaliknya, ketidakdekatan emosional dengan orang tua berhubungan dengan perasaan-perasaan akan penolakan oleh orang tua yang lebih besar serta perasaan-perasaan lebih rendahnya daya tarik social dan romantic yang dimiliki diri sendiri ( Santrock, 1995).

(11)

dengan orang tua akan meningkatkan relasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten dan hubungan yang erat yang positif di lingkungan keluarga. Keterikatan dengan orang tua yang kokoh juga dapat menyangga remaja dari kecemasan dan perasaan-perasaan depresi sebagai akibat dari masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa.

Begitu pentingnya faktor keterikatan yang kuat antara orang tua dan remaja dalam menentukan arah perkembangan remaja, maka senantiasa harus menjaga dan mempertahankan keterikartan ini. untuk mempertahankan keterikatan atau kedekatan antara orang tua dengan anak remaja mereka, orang tua harus membiarkan mereka bebas untuk berkembang. Hanya dengan cara melepaskan mereka suatu kehidupan yang koeksistensi yang penuh kedamaian dan makna antara orang tua dan ramaja dapat dicapai. Dengan perkataan lain, bahwa ketika remaja menuntut otonomi, maka orang tua yang bijaksana harus melepaskan kendali dalam bidang-bidang dimana ramaja dapat mengambil keputusan-keputusan yang masuk akal, disamping terus memberikan bimbingan untuk mengambil keputusan-keputusan yang masuk akal di mana pengetahuan anak remajanya masih terbatas.

D. Hubungan Remaja Dengan Teman Sebaya 1. Hakikat Dasar Hubungan Teman Sebaya

a. Pengertian teman sebaya

Teman sebaya adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama.3

b. Fungsi Kelompok Teman Sebaya

(12)

Pengaruh teman sebaya dapat positif maupun negatif. Jadi, hubungan teman sebaya yang baik diperlukan untuk perkembangan social yang normal pada masa remaja.

c. Hubungan Keluarga Dengan Teman Sebaya pada Masa Remaja

Remaja tinggal di dunia orang tua dan teman sebaya yang berhubungan, bukannya di dunia yang terpisah. Maka ikatan orang tua yang aman berhubungan dengan hubungan teman sebaya yang positif, dan sebaliknya.

d. Konformitas Teman Sebaya

Konformitas (conformity) muncul ketika individu meniru sikap atau tingkah laku orang lain dikarenakan tekanan yang nyata maupun yang dibayangkan oleh mereka.4 Tekanan ini berasal dari teman sebaya

dan ukuran lingkungan sosial. Selain remaja konformis ada juga remaja Nonkonformis dan Anti-konformis. Nonkonformitas muncul ketika individu mengetahui apa yang diharapkan oleh orang-orang di sekitarnya, tapi mereka tidak menggunakan harapan tersebut untuk mengarahkan tingkah laku mereka.5 Remaja ini sangat mandiri.

Sedangkan Anti-konformitas muncul ketika individu bereaksi menolak terhadap harapan kelompok dan kemudian dengan sengaja menjauh dari tindakan atau kepercayaan yang dianut oleh kelompok.6 Anti-konformis

masa kini antara lain “punks”.

Kekuatan tekanan sebaya terhadap remaja dapat diamati melalui hampir tiap sisi kehidupan mereka, seperti gaya berpakaian, bahasa, dan sebagainya. Orang tua, guru dan orang dewasa lainnya dapat membantu remaja untuk menghadapi tekanan teman sebaya.

e. Popularitas, Pengabaian dan Penolakan Teman Sebaya

(13)

antusias dan perhatian kepada orang lain, dan percaya diri tapi tidak sombong. Berlainan dengan remaja yang populer, remaja yang diabaikan menerima perhatian yang sedikit dari teman sebaya mereka, sementara mereka yang ditolak tidak begitu disukai oleh teman sebaya mereka. Risiko remaja yang diabaikan tidak jelas. Sementara remaja yang ditolak berisiko terhadap masalah perkembangan. Oleh karena itu, program pelatihan hendaknya diadakan dengan tujuan untuk meningkatkan hubungan antar teman sebaya dari remaja yang diabaikan dan ditolak. f. Pengetahuan sosial dan pemrosesan informasi.

Pengetahuan sosial dan pemrosesan informasi sosial berhubungan dengan hubungan teman sebaya yang meningkat. Kenneth Dodge (1983) menyatakan bahwa remaja melewati 5 tahap pemrosesan informasi sosial: 1) menerima isyarat sosial, 2) menginterpretasikan, 3) mencari respon, 4) memilih respon yang optimal, dan 5) menghasilkan tindakan.

g. Strategi yang tepat untuk mencari teman di sekolah

- Menciptakan interaksi

- Bersikap menyenangkan

- Tingkah laku prososial

- Menghargai diri sendiri dan orang lain

- Menyediakan dukungan sosial

Dan hindarilah agresi psikologi, sikap diri yang negatif dan tingkah laku antisosial.

2. Persahabatan

a. Fungsi persahabatan

- Kebersamaan dalam berbagai aktivitas.

- Stimulasi, seperti informasi menarik, kegembiraan, dan menarik.

- Dukungan fisik, seperti pertolongan.

- Dukungan ego, seperti harapan dan feed back.

- Perbandingan sosial.

(14)

Berkaitan dengan hal di atas, Sullivan berpendapat bahwa dalam hal perkembangan remaja, sahabat menjadi salah satu hal yang sangat diandalkan untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan sosial dasar (seperti kasih sayang, dan penerimaan) pada masa remaja, dan segala pengalaman keberhasilan dan kegagalan dengan sahabat meningkatkan kondisi kesejahteraan remaja.

b. Keakraban dan kesamaan

Ada dua karakteristik dari persahabatan yang umum. Pertama, keakraban dalam persahabatan, yang secara sempit diartikan sebagai pengungkapan diri atau membagi pikiran-pikiran pribadi. Keakraban merupakan bagian penting dari persahabatan. Kedua, kesamaan, diartikan sebagai kesamaan dalam umur, jenis kelamin, etnis, tujuan hidup, lingkungan, dan faktor lainnya. Kesamaan juga penting untuk persahabatan.

c. Persahabatan beda usia

Remaja yang menjadi teman dekat individu yang lebih tua lebih terlibat dalam tingkah laku yang menyimpang dibandingkan remaja yang berteman dengan mereka yang berusia sama. Anak perempuan yang lebih matang lebih awal bila dibandingkan dengan rekannya yang matang lebih lambat, lebih memilih teman yang berusia lebih tua yang mendorong dilakukannya tingkah laku menyimpang.

3. Kelompok remaja.

a. Fungsi Dari Kelompok

- Memenuhi kebutuhan pribadi remaja

- Memberi penghargaan kapada remaja

- Memberikan informasi

- Menaikkan harga diri

- Memberikan mereka identitas b. Pembentukan kelompok

(15)

(Norm), merupakan aturan yang berlaku pada seluruh anggota kelompok.7

Misal, tim futsal Muntasir mengharuskan anggotanya berlatih setiap malam Minggu. Kedua, Peran (Role), yaitu posisi tertentu dalam kelompok yang disusun oleh aturan-aturan dan harapan-harapan.8 Peran

menentukan bagaimana remaja harus bertingkah laku dalam posisi tersebut.

c. Kelompok anak-anak dan Kelompok Remaja

Kelompok anak-anak merupakan kelompok yang tidak begitu formal, tidak terlalu heterogen dan kurang heteroseksual dibandingkan dengan kelompok remaja.

d. Perbedaan etnis dan Budaya

Agresi lebih besar diarahkan kepada anak yang berstatus rendah pada kelompok kelas bawah. Pada hampir semua sekolah, kelompok teman sebaya merupakan kelompok yang terpisah berdasarkan kelompok etnis dan kelas sosial. Akan tetapi, hubungan antar teman sebaya berlangsung pada situasi yang berbeda-beda. Remaja dari etnis minoritas memiliki 2 bentuk teman sebaya, satu di sekolah dan satu lagi di lingkungan masyarakat. Perhatian khusus diberikan kepada dukungan teman sebaya terhadap orientasi keberhasilan dari remaja etnis minoritas. Remaja etnis minoritas, khususnya imigran, lebih mengandalkan kelompok teman sebaya daripada remaja kulit putih. Pada beberapa budaya, anak-anak ditempatkan pada kelompok teman sebaya yang lebih lama dan pada waktu yang lebih awal.

e. Klik

(16)

sebuah aktivitas.9 Klik (Cliques) merupakan kelompok dengan jumlah

yang lebih besar dalam anggota dan lebih kohesif daripada kerumunan. Namun klik memiliki ukuran yang lebih besar dan tingkat keakraban yang lebih rendah daripada persahabatan.10 Keanggotaan pada klik tertentu

dihubungkan dengan meningkatnya harga diri. f. Organisasi Kepemudaan.

Organisasi kepemudaan dapat memberikan pengaruh yang penting ke dalam perkembangan remaja.

4. Kencan dan Hubungan Romantis a. Fungsi kencan

Kencan memiliki beberapa fungsi, di antaranya sebagai bentuk rekreasi, sumber status sosial dan keberhasilan, sebagai bagian dari proses sosialisasi, melibatkan proses belajar tentang keakraban, menyediakan situasi untuk kontak seksual, menyediakan kebersamaan, memberikan sumbangan untuk perkembangan identitas dan menjadi sarana untuk memilih dan menyeleksi pasangan.

b. Usia awal kencan dan alasan kencan

Kebanyakan remaja perempuan berkencan pertama kali, rata-rata, pada usia 14 tahun dan para remaja laki-laki antara usia 14 dan 15. Berpacaran menjadi hal yang lebih serius pada masa akhir remaja. Kesamaan dan daya tarik merupakan alasan yang penting mengapa remaja mau mengajak kencan seseorang. Validasi Konsensual menjelaskan bahwa sikap dan tingkah laku dari remaja, didukung atau divalidasi ketika sikap dan tingkah laku orang lain mirip dengan yang mereka miliki.11 Hipotesa kecocokan menyatakan bahwa walaupun individu lebih memilih seseorang yang terlihat lebih menarik, pada akhirnya mereka akan memilih seseorang yang dekat dengan tingkat kemenarikan mereka.12

c. Pola dan aturan kencan

(17)

Wanita memunculkan minat yang kuat dalam pengungkapan kepribadian dan diri sendiri, sementara para pria menunjukkan minat yang kuat pada seksualitas. Aturan kencan pria bersifat proaktif, sedangkan wanita reaktif.

d. Macam Cinta

Ada dua macam cinta, yaitu cinta romantis dan cinta kasih sayang. Cinta romantis juga disebut cinta penuh nafsu atau eros; memiliki dorongan seksual yang kuat dan komponen “tergila-gila”, dan ini lebih sering awal berkembang pada bagian awal dari hubungan percintaan.13

Cinta kasih sayang disebut cinta kebersamaan yang muncul saat adanya keinginan individu untuk memiliki orang lain secara dekat dan mendalam, dan memberikan kasih sayang untuk orang tersebut.14 Cinta romantis lebih

kuat pada masa remaja dan kuliah, sedangkan cinta kasih sayang pada masa pertengahan dan akhir dewasa dan lebih mengarakteristikkan tahap yang lebih lanjut dari cinta.

(18)

PENUTUPAN A. Kesimpulan

Dari pemaparan dalam BAB II, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Baik perilaku menyimpang maupun perilaku bermasalah, rentan dilakukan oleh para remaja;

2. Resiliensi sangat diperlukan setiap remaja, agar eksistensinya diakui; 3. Hubungan remaja dengan orang tua dan teman sebaya sangat menentukan

perilakunya, maka hubungan yang baik sangat diperlukan adanya. B. Saran

1. Kepada pembaca untuk lebih banyak membaca dari buku atau artikel lainnya mengenai tema makalah ini, karena makalah ini hanya mengambil referensi dari 3 sumber.

2. Kepada pembaca dan dosen pengampu untuk memberikan feed back.

(19)

Desmita. 2008. Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Eirlangga: Jakarta.

Referensi

Dokumen terkait

Memiliki Kemampuan Dasar (KD) sebesar sekurang-kurangnya sama dengan nilai total HPS;Memiliki kemampuan dasar pada bidang pekerjaan yang sejenis dan kompleksitas yang setara (KD =

Dari Gambar 7 terlihat bahwa penurunan kadar hemoglobin pada semua pelakuan pemaparan insektisida malathion sampai pada pengukuran hari ke-30, dimana makin tinggi

Siswa tidak akan mudah mengantuk, lesu dan lemas jika memiliki kesegaran jasmani yang baik (tinggi) serta siswa tidak mudah lelah dalam melakukan aktivitas.. Kenyataannya

Kriptografi merupakan teknik untuk menyamarkan teks dalam proses penyandian, sehingga kriptografi digunakan sebagai teknik untuk pengamanan data.. Masalah muncul

Berdasarkan laju penyerapan nitrogen dan fosfor serta biomassa panen dari kedua spesies rumput laut yang diteliti dan luasan area budidaya, maka dapat dilakukan estimasi

Jakarta. Untuk mengetahui pihak-pihak yang terlibat dalam kegiatan lifting pada PT. Trada Maritime, Tbk Jakarta. Manfaat Penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan

[r]

Symptom Reflected in Aronofsky’s Black Swan Movie (2010): A. Psychoanalytic Approach” is