• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Relasi Politik Dalam Pandangan Elite (Studi Deskriptif Persepi Elite Muhammadiyah Sumatera Utara terhadap Fenomena Relasi Partai Amanat Nasional Dan Partai Damai Sejahtera Dalam Bingkai Komunikasi Politik)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Relasi Politik Dalam Pandangan Elite (Studi Deskriptif Persepi Elite Muhammadiyah Sumatera Utara terhadap Fenomena Relasi Partai Amanat Nasional Dan Partai Damai Sejahtera Dalam Bingkai Komunikasi Politik)"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah resmi menetapkan 12 partai nasional untuk mengikuti pemilihan umum 2014. Ketetapan ini secara langsung membawa dampak pada sejumlah partai politik (parpol) dalam rangka berbenah mempersiapkan strategi mempromosikan diri pada masyarakat agar dapat memenangkan pesta politik tahun depan. Hal ini memang satu keniscayaan politik jika kita merujuk pada pengertian partai politik itu sendiri. Bahwa partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelakupolitik yang aktif dalam masyarakat yaitu mereka yang memusatkanperhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan yang beraksi untukmemperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain lain yangmempunyai pandangan berbeda. Namun

tentu, dalam rangka menguasai kekuasaan itu tidaklah mudah bagi partai politik manapun. Termasuk Partai Amanat Nasional (PAN) yang telah menargetkan perolehan suara pada Pemilihan Umum 2014 di angka 10 persen.

Strategi dan langkah politik pun mulai disusun dan dijalankan PAN untuk mencapai target tersebut. Antara lain dengan menerima bergabungnya beberapa

partai politik yang dinyatakan tidak lolos verifikasi pemilu 2014 oleh KPU. Salah satu dari partai politik tersebut ialah Partai Damai Sejahtera (PDS). Partai Damai Sejahtera secara resmi dinyatakan tidak lolos seleksi verifikasi Pemilu 2014 pada hari kamis tanggal 2 Mei yang lalu, yang ditandai dengan ditolaknya gugatan PDS oleh Mahkamah Agung.

Meskipun telah gagal mengikuti ajang kontestasi pemilu 2014 tahun depan, sebagai partai politik yang masih memiliki basis konstituen yang cukup besar, PDS tetap berkomitmen ingin memberikan kontribusi pada pemilu legislatif yang akan digelar 9 April 2014. Maka dari itu, untuk tetap bisa menyalurkan aspirasi politiknya, partai ini kemudian bergabung dengan PAN. Penggabungan ini sendiri secara resmi dilakukan pada hari Jum’at tanggal 3 Mei 2013 yang lalu.

(2)

besar Indonesia seperti seperti Republika, Tempo, Okezone, Tribun, dan lain-lain ramai memberitakannya kepada publik. Sebagai suatu bentuk berita politik yang memiliki arti penting bagi masyarakat, khususnya konstituen masing-masing partai.

Jajaran pimpinan dari kedua partai juga tak kalah gencar memberikan statement kepada masyarakat melalui media-media tersebut. Sebagai bentuk komunikasi politik untuk mempromosikan sekaligus meningkatkan citra kedua partai ini secara bersamaan di mata masyarakat. Hal ini sejalan dengan pengertian komunikasi politik itu sendiri yang dapat dirumuskan sebagai suatu proses pengoperan lambang-lambang atau simbol-simbol komunikasi yang berisi pesan-pesan politik dari seseorang atau kelompok kepada orang lain, dengan tujuan untuk membuka wawasan atau cara berpikir, serta mempengaruhi sikap dan tingkah laku khalayak yang menjadi target politik. Yang mana isi pesan dalam proses komunikasi, yang sarat dengan muatan nilai-nilai politik ini memberi andil besar dalam menentukan arah dari beragam tujuan komunikasi politik itu sendiri. Mulai dari sekadar penyampaian informasi politik, pembentukan citra politik, hingga pembentukan opini publik.

Hatta Rajasa misalnya, dalam satu sesi ia memberikan pernyataan politik bahwa sejak

didirikan di masa-masa reformasi, PAN sesungguhnya telah menyatakan diri sebagai partai yang terbuka (inklusif) dan bukan milik golongan, kelompok, atau agama tertentu.Itulah mengapa saat ini banyak tokoh PAN yang duduk di kursi legislatif yang berasal dari berbagai latar belakang dan profesi. Mulai dari pegiat LSM, akademisi, ekonom, ulama, dan lain-lain. Selain itu ia juga kerap menyatakan bahwa PAN dan PDS memiliki pandangan yang sama terkait garis perjuangan, yakni menjadikan partai untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sementara di lain pihak kubu PDS melalui Ketua Umumnya Denny Tewu juga turut berkomentar mengenai bergabungnya partai yang dipimpinnya ini ke dalam barisan PAN. Ia berpendapat bahwa sikap resmi partainya menyalurkan aspirasi politik ke PAN dan mendukung Hatta Rajasa sebagai capres dipastikan setelah keluarnya putusan bahwa PDS tidak dapat menjadi peserta Pemilu 2014. Dan PDS juga melihat Hatta Rajasa adalah sosok pemimpin yang memiliki kapabilitas dan mampu membawa Indonesia lebih baik ke depan.

(3)

Bergabungnya PDS kedalam PAN ini, tentu mengundang perhatian berbagai kalangan masyarakat. Termasuk kalangan umat Kristen dan Islam di Indonesia, khususnya warga Muhammadiyah. Hal ini didasari perbedaan identitas yang dimiliki kedua partai tersebut. PAN selama ini merupakan sebuah partai nasionalis moral yang cukup besar di Indonesia, dengan basis konstituen pemilih mayoritas dari kalangan muslim Muhammadyah. Bahkan PAN kerapkali dianggap masyarakat sebagai Partai Islam. Sementara di sisi lain, PDS adalah partai dengan mayoritas pemilih kalangan krisitiani yang meski berideologi Pancasila, namun selama ini identik sebagai Partai Kristen di mata masyarakat.

Pernyataan-pernyataan klarifikasi pun ramai meluncur dari kubu PAN dalam menanggapi hal ini. Melalui kader-kadernya, seperti Viva Yoga Mauladi juga Bima Arya kerapkali menyatakan pada media bahwa PAN merupakan partai inklusif yang menghargai pluralitas dengan tidak membedakan agama, suku, etnis, budaya, maupun jenis kelamin sebagaimana tercantum dalam platform PAN. Namun, jika menilik kembali sejarah pembentukan dan perjalanan PAN hingga saat ini, sulit untuk melepaskan keberadaan partai ini dengan Islam khususnya Organisasi Muhammadiyah.

Sejak pertama kali dideklarasikan pada tanggal 23 Agustus 1998 di Jakarta, Partai Amanat Nasional (PAN) yang dipimpin oleh Prof. Dr. H. Amien Rais ini segera mendapat banyak sambutan dan dukungan dari berbagai pihak, terutama dari kalangan warga Muhammadiyah. Bahkan lebih dari sekedar dukungan moral, berdirinya PAN dalam pentas perpolitikan nasional seketika menarik banyak anggota Muhammadiyah untuk turut serta bergabung. Pada umumnya, warga dan elit Muhammadiyah di seluruh tingkatan mendukung dan terlibat dalam kepengurusan PAN. Hingga sulit untuk menghindari penilaian akan adanya penghimpitan atau malah pengindetikan yang kelewat jauh antara Muhammadiyah dan PAN. Seolah PAN menjadi semacam “Partai (-nya warga) Muhammadiyah”.

(4)

Partisipasi politik warga dan elit Muhammadiyah yang demikian tinggi itu diakui memang merupakan hal penting dalam dinamika politik saat itu, karena reformasi menuntut konsolidasi demokrasi yang konkret melalui perlibatan diri dalam kegiatan politik ketimbang melakukan uzlah politik. Tetapi disadari pula, bahwa fenomena PAN menjadi batu ujian bagi Muhammadiyah, yakni antara tuntutan untuk tetap menjaga netralitas dengan kehendak memberi dukungan kepada partai pimpinan Amien Rais itu.

Dalam sejarahnya, sejak didirikan pada tanggal 18 November 1912 oleh K.H Ahmad Dahlan, Muhammadiyah memang secara tegas telah mengikrarkan dirinya sebagai organisasi kemasyarakatan dengan orientasi pergerakan pada bidang sosial keagamaan, dan bukan didesain untuk berpolitik (praktis) ria. Dan K.H Ahmad Dahlan sendiri memang dikenal tidak memiliki ketertarikan untuk menjadi aktivis politik. Meski sangat akrab dengan tokoh-tokoh politik pada zamannya, seperti pemimpin Syarikat Islam H.O.S Cokroaminoto dan para pimpinan tinggi Boedi Oetomo, ia tidak pernah merumuskan “ideologi politik” Muhammadiyah.

Adalah K.H Mas Mansur yang dapat dikatakan pertama kali memperkenalkan

semacam “ideologi politik” Muhammadiyah yang sebelumnya tidak pernah terumuskan secara tegas dan eksplisit. Melalui kongres ke-18 tahun 1930-an di Solo, Mas Mansur, Ketua PP Muhammadiyah waktu itu, merumuskan suatu pandangan yang kemudian dapat disebut sebagai “ideologi politik” Muhammadiyah. Yakni bahwa Muhammadiyah berpendirian tidak mengutamakan salah satu partai politik di atas partai politik yang lain. Muhammadiyah memberi hormat terhadap partai-partai yang ada, utamanya partai-partai Islam dengan kehormatan yang sepadan.

Dalam Mukaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah yang disahkan Sidang Tanwir 1950 rumusan tersebut lebih diperjelas lagi secara tegas bahwa Muhammadiyah memilih dan menempatkan dirinya berjuang dalam bidang kemasyarakatan dengan tiga fungsi utama, yakni dakwah ila’l khair (mengajak kepada kebaikan), amar ma’ruf (menjalankan kebaikan), dan nahi munkar (mencegah dan menjauhi keburukan). Strategi politik (kenegaraan) penting, dan karena itu harus dipentingkan, tetapi tidak dilakukan dan atau melalui Muhammadiyah. Perjuangan politik harus dilakukan dengan alat perjuangan yang lain dan yang sama sekali berada “di luar” Muhammadiyah. Dan perjuangan ini-meski tidak berhubungan secara organisasional dengan Muhammadiyah- tetap harus berjalan berdampingan dengan sikap saling pengertian (Thohari, 2005:190-191).

(5)

kekaryaan politik. Sikap ini bukan disebabkan oleh pandangan dan negatif dan atau pesimis terhadap perjuangan politik, apalagi anti-politik atau apolitik, melainkan semata-mata karena teori dan strategi perjuangan yang dipilih Muhammadiyah adalah gerakan dakwah dan sosial kemasyarakatan yang tidak kalah mulianya dibanding dengan perjuangan dalam bidang politik.

Lepas dari peredabatan internal itu, satu hal yang tampaknya tidak dapat dihapuskan dari kenyataan sosiologis bahwa kendati PAN tidak lahir langsung dari rahim organisasi Muhammadiyah, namun keduanya memiliki keterikatan moral-politik dan historis satu sama lain. Yang mana hal itu terkait langsung dengan hasil keputusan Sidang Tanwir Muhammadiyah yang memberikan amanat kepada pimpinan pusat Muhammadiyah untuk melakukan dua hal; pertama, melakukan ijtihad politik guna mencapai kemaslahatan umat dan bangsa secara maksimal, yang senantiasa dilandasi semangat Islam amar ma’ruf nahi munkar. Kedua, menyusun agenda reformasi (konsep dan strategi reformasi Muhammadiyah) di berbagai bidang kehidupan berbangsa dan bernegara menuju makin cepat terwujudnya masyarakat utama yang sejahtera.

Muhammadiyah sendiri cukup taktis dengan tetap berpijak pada Khittah Ujung Pandang 1971 yang menjaga jarak yang sama dengan organisasi politik manapun, sehingga tidak mensubordinasikan diri dengan PAN dan relatif bebas dari kontaminasi politik yang keras dalam proses politik nasional. Secara de jure, tidak adanya hubungan organisasional antara Muhammadiyah dan PAN memang telah diperkuat melalui Sidang Pleno PP Muhammadiyah tanggal 22 Agustus dan 27 September 1998 yang memutuskan bahwa;pertama, antara keduanya tidak ada hubungan organisasional. Kedua, sesuai dengan ART Pasal 15, pimpinan Muhammadiyah di semua tingkatan yang akan merangkap jabatan sebagai pimpinan partai politik, diharuskan mengajukan izin kepada pimpinan pusat. Dan ketiga, dilarang menggunkan gedung dan fasilitas persyarikatan untuk kegiatan partai politik mana pun. Akan tetapi, secara de facto, sulit untuk menyembunyikan fakta bahwa mayoritas elit pimpinan Muhammadiyah baik di tingkat pusat maupun di berbagai wilayah, daerah, cabang, organisasi-organisasi otonom, dan pimpinan amal-amal usaha, ikut terjun menjadi pengurus PAN.

(6)

reformasi ini. Seluruh proses komunikasi politik yang dilakukan melibatkan berbagai aspek elemen penting yang menjadi ruang lingkupnya. Mulai dari relasi sosok elite kedua lembaga yang berperan sebagai komunikator politik, lambang dan bahasa sebagai pesan politik untuk membentuk opini publik, persuasi dan propaganda politik untuk menarik simpati, pemanfaatan media secara luas, hingga khalayak luas yang diharapkan akan menjadi simpatisan dan konstituen politik.

Sebagai partai yang memiliki keterikatan moral-politik dan historis dengan Muhammadiyah, tentu PAN berharap agar warga Muhammadiyah menjadi basis konstituen utamanya. Demi mencapai hal itu, PAN perlu mendesain konsep janji politik mereka, agar sesuai dengan harapan mayoritas warga Muhammadiyah. Konsep yang sejalan dengan ajaran dan gerakan tajdid Muhammadiyah di berbagai bidang sosial kemasyarakatan seperti pendidikan, ekonomi, dan juga politik.

Untuk mendukung hal tersebut, keberadaan, posisi, dan sikap elite Muhammadiyah terhadap janji politik menjadi penting dalam hal ini untuk membentuk opini publik (warga Muhammadiyah) dan citra yang positif bagi PAN. Bahkan elite Muhammadiyah sebagai

tokoh sentral dan panutan dapat menggiring warga Muhammadiyah agar mendukung PAN sebagai konstituennya. Sebab elite sebagaimana yang diungkapkan Keller, adalah sekelompok kecil orang dalam masyarakat yang memegang posisi dan peranan penting. Mereka menempati posisi di dalam masyarakat yang berada di puncak kekuasaan, untuk mempengaruhi proses politik dan memformulasikan kepentingannya. Bahkan menurut Robert Michels yang sering juga menyebut elite sebagai pemimpin, bahwa terdapat kecenderungan kuat pemimpin (elite) memiliki banyak sumber daya (seperti pengetahuan, pengalaman, financial,dll) yang sangat bermanfaat sehingga sulit tertandingi oleh anggota yang berusaha ikut ambil bagian mengambil kebijaksanaan. Hal ini didukung pula oleh realitas bahwa dalam setiap kelompok kehadiran elite (pemimpin) merupakan sebuah kebutuhan yang mendesak kelompoknya karena setiap warga masyarakat membutuhkan pemimpin yang menjadi panutan bagi mereka dalam proses penciptaan keteraturan dan pola interaksi dalam kelompoknya. Karena itu, tentu saja dukungan para elite ini sangat diharapkan oleh PAN sebagai partai yang ingin masuk dalam jajaran partai besar di Indonesia.

(7)

memberi pengaruh yang besar terhadap PAN. Yakni dalam proses membangun dukungan warga Muhammadiyah terhadap partai berlogo matahari ini. Sebab jika persepsi elite cenderung positif yang mendukung, maka opini publik yang dibentuknya kepada warga Muhammadiyah juga akan cenderung positif dalam meningkatkan elektabilitas PAN. Dan sebaliknya, kemungkinan opini publik warga Muhammadiyah justru akan dibangun untuk cenderung menjatuhkan elektabilitas PAN jika persepsi elitenya menolak fenomena ini.

Jika melihat hasil dari tiga kali pemilu yang telah diikutinya, pencapaian elektabilitas PAN belum dapat dikatakan memuaskan. Dimana pada pemilu 1999 hanya meraih posisi 5 dengan 7,12% (7.528.956) suara dengan jatah 34 kursi di DPR. Kemudian pada pemilu 2004 bertengger di peringkat 7 dengan 6,4% (7.303.324) suara dengan 53 kursi DPR. Hingga di pemilu 2009 lalu PAN kembali ke posisi 5 dengan 6,01% (6.254.580) suara dengan jatah 46 kursi di DPR. Data ini membuktikan pada kita bahwa meski peringkat yang dicapainya fluktuatif (naik-turun), namun kenyataannya perolehan suara yang diraihnya cenderung turun dalam tiap pemilunya. Bertolak dari hal ini, menarik untuk mempertanyakan apakah strategi politik PAN yang menjalin koalisi dengan PDS akan meningkatkan jumlah perolehan

suaranya di pemilu 2014 mendatang? Termasuk bagaimana pula perolehan suaranya di Sumatera Utara?

Partai Amanat Nasional juga tentu mengharapkan warga Muhammadiyah Sumatera Utara akan menjadi konstituennya, seperti halnya di daerah lain. Muhammadiyah Sumatera Utara dengan jumlah anggota resmi (yang mendapat kartu anggota) mencapai 17.910 orang, merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat Sumatera Utara yang sangat majemuk. Jumlah ini belum lagi termasuk warga Muhammadiyah Sumatera Utara seluruhnya yang tidak menjadi pengurus organisasi secara resmi. Dan dengan jumlah cabang yang mencapai 129 dan 604 ranting kepengurusan, Muhammadiyah Sumatera Utara menjadi sebuah kekuatan sosial yang harus diperhitungkan turut andilnya dalam gerak kehidupan masyarakat. Jumlah ini tentu diperhitungkan pula oleh elit PAN Sumatera Utara dalam proses meraih suara mereka dalam pemilu.

(8)

relasi politik yang dijalin PAN dan PDS. Kedua, terjadinya fenomena relasi politik yang dijalin PAN dan PDS menarik perhatian peneliti secara pribadi. Peneliti melihat fenomena ini sebagai suatu dinamika politik Indonesia yang unik sekaligus menantang untuk digali lebih dalam. Karena secara tidak langsung melibatkan pemeluk dari dua agama besar di Indonesia. Terlebih apabila fenomena ini ditelusuri dari perspektif para elite Muhammadiyah yang memiliki hubungan historis dengan PAN itu sendiri.

Sementara pemilihan daerah dan masalah penelitian yang ditetapkan peneliti, juga dilakukan berdasarkan faktor pertimbangan kedekatan geografis peneliti dengan objek dan narasumber yang terkait, sehingga materi penelitian dapat digali lebih mendalam selain juga membantu memudahkan peneliti. Di sisi lain penetapan masalah penelitian, yakni deskripsi persepsi elite ini Muhammadiyah terhadap fenomena relasi PAN dan PDS yang dijalin pada tahun 2013 ini, dirasa tepat oleh peneliti untuk melihat dan mengetahui pandangan serta citra PAN dimata para elite ini menanggapi fenomena unik tersebut. Terutama menjelang pesta politik 2014 mendatang, persepsi para elite ini kemungkinan besar akan memberi pengaruh pada perolehan suara PAN. Strategi ini akan membentuk image apakah PAN merupakan

partai politik yang sesuai dengan kepribadian warga Muhammadiyah.

Peneliti menyadarai bahwa telah ada beberapa penelitian yang dilakukan terhadap Muhammadiyah dalam konteks gerakan politiknya. Antara lain oleh Alfian Muhammadiyah (The Political Behavior of a Muslim Modernist Organization Under Dutch Colonialism, 1989) yang menekankan studinya pada aktivitas politik dan respons Muhammadiyah pada zaman penjajahan Belanda. Syaifullah (Gerak Politik Muhammadiyah dalam Masyumi, 1997) yang membahas perilaku politik Muhammadiyah dalam Masyumi. Haedar Nashir (Perilaku Politik Elite Muhammadiyah di Pekajangan, 1998) yang memfokuskan analisanya pada perkembangan Muhammadiyah di Pekajangan. Serta Syarifuddin Jurdi (Elite Muhammadiyah dan Kekuasaan Politik) yang memaparkan tingkah laku politik elite Muhammadiyah pasca orde baru di Bima (Jurdi, 2004:6).

Kajian-kajian mengenai Muhammadiyah tersebut lebih banyak menggambarkan persoalan politik yang dihadapi oleh Muhammadiyah secara pribadi pada saat tertentu. Namun, untuk penelitian dalam konteks politik Muhammadiyah yang langsung dan khusus dikaitkan dengan satu partai politik tertentu- dalam hal ini PAN- belum ada, setidaknya dalam lingkup Sumatera Utara. Karena itulah studi ini penting diteliti agar fenomena relasi elit yang terjalin antara Muhammadiyah dan PAN dapat dijelaskan melalui persepsi poitik elite tersebut dalam memandang strategi politik yang dijalankan PAN. Sehingga masyarakat

(9)

pergerakan organisasi tempat bernaungnya secara utuh demi pembentukan dan peneguhan

sikap, pandangan, dan perilaku politik yang sesuai idealisme pikiran dan hati nurani.

1.2 Fokus Masalah

Berdasarkan konteks masalah yang telah diuraikan di atas, yang dijadikan titik tolak sekaligus pokok awal kajian dalam penelitian ini, ditarik fokus masalah yang akan berusaha dijawab seiring berjalannya proses penelitian ini. Fokus masalah tersebut dirumuskan dalam pertanyaan pokok berikut :

 Bagaimana persepsi elite MuhammadiyahSumatera Utara terhadap fenomena relasi

politik yang dijalin Partai Amanat Nasional dan Partai Damai Sejahtera pada tahun 2013 ini dalam konteks komunikasi politik?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk menjelaskan pandangan dan sikap elite Muhammadiyah Sumatera Utara terhadap fenomena relasi yang terjalin antara Partai Amanat Nasional dan Partai Damai Sejahtera di tahun 2013 ini dalam konteks komunikasi politik.

2. Untuk mengetahui akseptabilitas elite Muhammadiyah Sumatera Utara terhadap Partai Damai Sejahtera yang menjalin relasi politik dengan Partai Amanat Nasional di tahun 2013 ini.

3. Untuk memaparkanpandangan dan sikap elite MuhammadiyahSumatera Utara

terhadap konsep inklusifitas Partai Amanat Nasional.

4. Untuk mengetahui relasi historis dan emosional antara Muhammadiyah dan Partai

Amanat Nasional.

1.4 Manfaat Penelitian

Sementara manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi sebagai

berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini akan memberi sumbangan bagi kekayaan khasanah

keilmuan dalam bidang komunikasi politik terkait relasi antara organisasi massa

dengan partai politik yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan masyarakat

(10)

2. Secara praktis, hasil studi ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan

pengetahuan masyarakat pembaca secara umum, khususnya jama’ah atau warga Muhammadiyah juga kader, simpatisan, serta konstituen Partai Amanat Nasional dan Partai Damai Sejahtera, demi pembentukan dan peneguhan sikap, pandangan, dan perilaku politik yang sesuai idealisme pikiran dan hati nurani.

3. Secara akademis, penelitian ini dapat disumbangkan kepada DepartemenIlmu Komunikasi FISIP USU, guna memperkaya bahan penelitian dan sebagai sumber bacaan, khususnya dalam bidang kajian komunikasi politik.

Referensi

Dokumen terkait

Pada masa sekarang ini sedang gencar-gencarnya pembinaan agar guru menjadi tenaga yang professional, pemerintah melalui undang- undangnya menetapkan undang-undang

Pengujian hipotesis untuk membuktikan bahwa persepsi tentang penyakit berpengaruh tidak langsung terhadap perilaku pencegahan kanker serviks melalui motivasi sehat dengan

sebagai pencengkaman atau dominasi sesuatu pihak ke atas pihak lain yang secara relatif lebih lemah, dari segi ekonomi, politik, dan sosial..  Merujuk kepada

Hasil analisis sensitivitas ini selaras dengan Ariningsih (2012) yang menyatakan bahwa usahatani salak pondoh di Desa Sukodono Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang,

Hasil penelitian berdasarkan teori penegakan hukum dari Lawrence Friedman menunjukkan bahwa penegakan hukum perdagangan Harimau Sumatera di Indonesia belum dapat

Menyatakan bahwa tesis yang berjudul “Peran Kepemimpinan Kyai dan Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) dalam Pembentukan Jiwa Kemandirian dan Entrepreneurship Santri di Pondok

Padahal pelaksanaan kegiatan tambang permukaan telah diatur dalam Kepmen Pertambangan dan Energi No : 1211.K/008/M.PE/1995 tentang : Pencegahan dan Penanggulangan Perusakan

SisBASIC bekerja dengan kode program BASIC yang dibuat pemakai pada PC dengan memakai perangkat lunak yang berfungsi memvalidasi masukan kode program dan