30
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta : PT. RajaGrafindo, 1997, hal 10
BAB II
AKIBAT HUKUM YANG DITIMBULKAN DARI PEMBATALAN KERJASAMA CV.BINTANG MANDIRI IN7 WEDDING ORGANIZER&
DECORATION DENGAN PENGGUNA JASA BILA TERJADI
WANPRESTASI YANG DIKARENAKAN OLEH SALAH SATU
PIHAK
A.Sejarah Wedding Organizer
Perkembangan sektor ekonomi yang sangat pesat, di segala bidang membuat
hukum perjanjian turut berkembang pesat, dimana masyarakat semakin banyak
mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian dengan masyarakat lainnya, yang
kemudian menimbulkan berbagai perjanjian ( kontrak ) termasuk salah satunya
adalah perjanjian kerjasama yang dilakukan event organizer.
Event organizeratau biasa disebut dengan EO, dalam bahasa Inggris disebut
dengan “ Phrase “ yang artinya adalah penyelenggaraan acara, di Indonesia pola
kerja EO sudah ada lama dimulai dari pesta- pesta adat dimana panitia pesta
tersebut mulai membagi tugas masing- masing untuk mendukung suksesnya suatu
acara.
Sedangkan istilah event organizer di Indonesia mulai populer sekitar tahun
1990 yang semakin popular lagi pada tahun 1998 pasca era krisis dimana begitu
banyak tenaga kerja yang keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dengan
berbagai alasan dan mulailah mencari alternativ penghasilan lain yang salah
31
tanggal, 23 November 2012
Jasa event organizer sendiri adalah jasa penyelenggaraan sebuah acara atau
kegiatan yang terdiri dari serangkaian mekanisme yang sistematis dan
memerlukan ketekunan serta kesungguhan dan kekompakan tim.Salah satu
perkembangan event organizer adalah dengan hadirnya wedding organizer
sebagai salah satu kategori yang dapat memperluas ruang lingkup event organizer
tersebut.
Wedding organizer adalah suatu jasa khusus yang secara pribadi membantu
calon pengantin dan keluarga dalam perencanaan dan supervisi pelaksanaan
rangkaian pernikahan sesuai jadwal yang ditetapkan.32
Wedding organizer membidangi jasa penyelenggaraan acara pesta
perkawinan yang dalam hal ini bertanggung jawab atas segala kelancaran serta
keperluan dalam suatu pesta perkawinan.
Wedding organizer juga harus bisa memberikan pelayanan danrasa aman
serta nyaman terhadap calon pasangan pengantin yang sering kalimerasa sangat
tertekan, frustasi, dan gelisah dalam menghadapi hari besar disepanjang hidupnya.
Dengan banyaknya permintaan dari masyarakat untuk menangani kegiatan
perhelatan mereka saat ini mendorong munculnya beragam lembaga yang
bergerak dibidang wedding organizer.
Dengan demikian wedding organizer sangat dekatdan erat kaitannya dengan
konsumen. Karenasebuah wedding organizer harus mampu untuk dapat
menghadirkan setiap keinginandan impian calon pasangan pengantin pada pesta
pernikahan, meskipunharus tetap dalam koridor sebuah perjanjian (kontrak) yang
sudah disepakatibersama.
Dengan menghadirkan semua itu kedalam suatu perjanjian ( kontrak ) yang
akan disepakati bersama yang bertujuan untuk mengatur interaksi tersebut dengan
segala akibat hukum yang akan ditimbulkan dalam suatu perjanjian, maka
wedding organizer memiliki peranan penting dalam merencanakan dan mengatur
acara pernikahan selama proses berlangsung.
Karena wedding organizer secara sah ditunjuk oleh pengguna jasa guna
mengorganisasikan seluruh rangkaian acara guna mewujudkan tujuan yang
diharapkan oleh pengguna jasa yang semua itu tertuang dalam perjanjian antara
pengguna jasa dengan wedding organizer tersebut.
Wedding organizer sebagai pelaku usaha sering mendapati pasang surut,
sehingga tidak jarang juga melakukan tindakan yang terkadang dapat merugikan
pengguna jasa begitu juga sebaliknya ,dalam keadaan yang sulit itu maka perlu
mengadakan tindakan perikatan yang dalam hal ini disebut perjanjian.
Dengan tujuan demi melindungi kepentingan masing- masing pihak, maka
perlu adanya suatu kesepakatan yang bertujuan mengatur interaksi tersebut
dengan segala akibat hukum yang akan ditimbulkan oleh perjanjian tersebut,
karena mungkin saja masalah belumlah timbul dalam waktu dekat, akan tetapi
masalah akan timbul seiring berjalannya perjanjian di masa yang akan datang.
Apabila terjadi permasalahan dalam pelaksanaannya perjanjian
tersebut,dapat dengan seksama melindungi semua pihak yang terkait didalam
Dengan demikian perjanjian kerjasama yang dilakukan wedding organizer
dengan pengguna jasa dalam hal ini konsumen dapat memberikan batasan-
batasan hukum yang harus dipenuhi oleh masing- masing pihak.
B.Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah suatu peristiwa seseorang berjanji kepada seseorang lain
atau orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa itu
timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan.
Perikatan adalah suatu keadaan hukum yang mengikat satu atau lebih subjek
hukum dengan kewajiban- kewajiban yang berkaitan satu sama lain.33
Dalam hal ini perikatan diartikan sebagai isi dari sebuah perjanjian yang
memiliki sifat yang terbuka artinya isinya dapat ditentukan oleh para pihak.
Dengan beberapa syarat yaitu tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, dan undang- undang.
Dari perikatan yang terjadi itu, maka akan menimbulkan adanya suatu hak
dan kewajiban yang mengikat dan berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak
yang membuatnya, sebagaimana termasuk dalam
KitabUndang-undangHukumPerdata Pasal 1338 : 34
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan- alasan yang oleh undang- undang dinyatakan cukup untuk itu, dan perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”.
33
Hasanudin Rahman, Legal Drafting. Seri Keterampilan Mahasiswa Fakultas Hukum Dalam Merancang Kontrak Perorangan/ Bisnis , ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2000 ), hal 4
34
Dari keterangan diatas dapat dilanjutkan bahwa ada beberapa macam
perikatan yang bisa dipergunakan dalam sebuah perjanjian : 35
1. Perikatan bersyarat ( voorwaardelijk )
Adalah suatu perikatan yang digantungkan pada suatu kejadian di kemudian
hari, yang masih belum tentu akan terjadi.
2. Perikatan yang digantungkan pada ketetapan waktu ( tijdsbepaling )
Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu ialah yang
pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu terlaksana,
sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun
mungkin belum dapat ditentukan kapan datangnya.
3. Perikatan yang memperbolehkan memilih ( alternatief )
Suatu perikatan dimana terdapat dua atau lebih macam prestasi.
4. Perikatan tanggung- menanggung ( hoofdelijk atau solidair )
Adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama- sama sebagai
pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan.
5. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
Perikatan yang menentukan apakah sebuah perikatan itu dapat dibagi atau
tidak semua tergantung prestasi yang dibagi atau tidak.
6. Perikatan dengan penetapan hukuman ( strafbeding )
Dimana seseorang tidaklah boleh melalaikan kewajibannya, karena dalam
prakteknya banyak dipakai perjanjian dimana seseorang dikenakan suatu
hukuman akan tetapi tidak memenuhi kewajibannya.
35
Terkait dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perikatan sedikit
berbeda dari perjanjian yang bersifat terbuka dalam mengatur hak- hak dan
kewajiban para pihak.
Ketentuan yang mengatur mengenai masalah perjanjian diatur dalam Buku
III Kitab Undang- Undang Hukum Perdata ( KUHPerdata ) tentang Perikatan.
Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdatadijelaskan
bahwa :
“ Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satuorang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih” 36
Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah :37
“ Suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang yang lain atau
dimana dua orang itu saling berjanji untuk melepaskan sesuatu hal.
Jika diperhatikan, rumusan yang diberikan dalam Pasal 1313
KitabUndang-Undang Hukum Perdata tersebut ternyata menegaskan kembali bahwaperjanjian
mengakibatkan seseorang mengikatkan dirinya kepada orang lain,apabila kita
perhatikan perumusan dari perjanjian, dapat kita simpulkan unsur perjanjian
sebagai berikut:
a. Adanya pihak-pihak sedikitnya dua orang
Para pihak yang melakukan perjanjian ini disebut sebagai subjek perjanjian,
adapun subyek perjanjian tersebut dapat berupa manusiapribadi atau badan
hukum. Subyek hukum harus mampu untuk melakukanperbuatan hukum seperti
36
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2003, hal 91
37
yang ditetapkan dalam Undang-undang,kedudukannya pasif sebagai debitur atau
dalam kedudukannya yang aktifatau sebagai kreditur.38
b.Adanya pesetujuan antara pihak-pihak tersebut
Dalam perjanjian itu tentunya ada suatu persetujuan, persetujuan di
sinibersifat tetap, dalam arti bukan baru dalam taraf berunding. Perundinganitu
sendiri merupakan tidakan- tindakan yang dilakukan untuk menujukepadaadanya
persetujuan.Persetujuan itu sendiri dapat dicapai denganadanya penerimaan dari
salah satu pihak atas tawaran dari pihak lainnya,dan pada umumnya mengenai
syarat yang ada dalam perjanjian mengenaiobyek perjanjian itu, maka timbullah
persetujuan dan persetujuan inimerupakan salah satu syarat untuk sahnya
perjanjian.
c. Adanya tujuan yang akan dicapai
Guna memenuhi kebutuhan pihak-pihak perlu adanya tujuan di
dalammengadakan perjanjian, adapun tujuan dari perjanjian itu sendiri
haruslahmemenuhi syarat dari kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam
Pasal 1337 KUHPerdata, yaitu tidak boleh dilarang Undang-undang,
tidakbertentangan dengan kesusilaan dan tidak bertentangan dengan
kepentinganumum.
d. Adanya prestasi yang akan dicapai
Bila perjanjian tersebut telah ada suatu persetujuan, maka dengansendirinya
akan timbul suatu kewajiban untuk melaksanakannya,pelaksanaan di sini tentu
38
Suharnoko, Hukum Perjanjian, ( Jakarta : Kencana, 2004 ), hal 15
melakukan perjanjian, antara lainmeliputi untuk memberikan sesuatu, untuk
berbuat sesuatu, dan untuk tidakberbuat sesuatu.39
e.Adanya bentuk tertentu, baik lisan maupun tulisan
Dalam suatu perjanjian bentuk itu sangat penting , dengan adanya
bentuktertentu maka suatu perjanjian mempunyai kekuatan yang mengikat
dansebagai bukti, bentuk tertentu biasanya dalam bentuk akta sedangkanperjanjian
ada yang secara lisan biasanya dilakukan terhadap perikatanmurni.
f. Adanya Syarat tertentu
Isi dari perjanjian tersebut biasanya mengenai syarat tertentu, karenadengan
syarat-syarat itulah dapat diketahui adanya hak dan kewajiban daripihak-pihak,
biasanya syarat tersebut dapat kita bedakan ada syarat pokokdan syarat tambahan.
Hubungan kedua orang yang bersangkutan mengakibatkan timbulnya suatu
ikatan yang berupa hak dan kewajiban kedua belah pihak atas suatu prestasi atau
tindakan yang telah diperbuat kedua belah pihak.
Selanjutnya menurut KRMT Tirtadiningrat, perjanjian adalah :40
“suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara kedua orang atau
lebih untuk menimbulkan akibat- akibat hukum yang diperkenankan undang-
undang “.
39
40
Mulyadi Nur, 2008, Online,
Sementara menurut Mariam Darus Badrulzaman : 41
“ perjanjian tidak terikat kepada suatu bentuk tertentu yang dibuat secara
lisan dan andai kata dibuat secara tertulis maka ia bersifat sebagai alat pembuktian
apabila terjadi perselisihan “
Untuk beberapa perjanjian tertentu undang- undang menentukan suatu
bentuk tertentu, sehingga apabila bentuk itu tidak dituruti maka perjanjian itu
tidak sah. Pada bentuk tertulis itu tidaklah hanya semata- mata merupakan alat
pembuktian saja akan tetapi merupakan syarat untuk adanya perjanjian.
Sudikno Mertokusumo juga mengemukakan pendapat bahwa : 42
“ perjanjian adalah hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum “
Apabila dilihat dari bentuknya perjanjian dibedakan menjadi 2 ( dua )
macam, yaitu :
Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam
bentuk tulisan.
1) Perjanjian lisan adalah suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak
dalam wujud lisan yaitu berupa kesepakatan saja dari para pihak.
Dalam hal mengenai terbentuknya perjanjian Sri Soedewi Masjchun Sofwan
mengemukakan bahwa perjanjian apabila dilihat secara formal mempunyai 3 (
41
Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 2001 ), hal 65
42
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, ( Yogyakarta : Liberty, 1988 ), hal 70
43
Sri Soedewi Masjchun Sofwan, Hukum Perjanjian,( Yogyakarta : Gadjah Mada, 1980 ), hal 59
a) Contracts underseal, yaitu adalah perjanjian ini tertulis dan bercap (seal) yang dibutuhkan yang dibubuhkan diatas kertas.
b) Recognizance adalah perjanjian yang mencakup suatu janji di hadapan
pengadilan oleh pemberi janji ( promisor ) untuk pemenuhan suatu
pembayaran tertentu tanpa diperlukan ada tindakan khusus.
c) Negotiabe contracts adalah perjanjian yang menembus dan fundamental bagi bisnis.
Hukum perjanjian pada dasarnya memberikan kebebasan yang seluas-
luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang bersifat apa saja
selama perjanjian itu tidak melanggar ketertiban umum, kepatutan dan kesusilaan.
Dalam membuat suatu perjanjian banyak cara atau jenis yang diperlukan
dalam masyarakat, baik hal itu telah diatur dalam undang- undang maupun hanya
berupa kebiasaan yang dilakukan sehari- hari.
Salah satunya yang dikemukakan oleh Abdulkadir Muhammad yang
menyebutkan beberapa jenis perjanjian yaitu : 44
1. Perjanjian Timbal Balik dan Perjanjian Sepihak
a. Perjanjian Timbal Balik adalah perjanjian yang memberikan hak dan
kewajiban kepada kedua belah pihak.
b. Perjanjian Sepihak adalah perjanjian yang memberikan kewajiban
kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya.
2. Perjanjian Percuma dan Perjanjian Alas Hak yang Membuatnya
a. Perjanjian Percuma adalah perjanjian yang hanya
memberikankeuntungan kepada satu pihak saja
44
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1993, hal 50
didalamnya terdapat prestasi dari pihak satu selalu terdapat kontrak-
prestasi dari pihak lainnya, sedangkan antara kedua prestasi itu ada
hubungan menurut hukum.
3. Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama
a. Perjanjian Bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama
sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian- perjanjian khusus,
karena jumlahnya terbatas.
b. Perjanjian Tidak Bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai
nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas.
4. Perjanjian Kebendaan dan Perjanjian Obligatoir
a. Perjanjian Kebendaan adalah perjanjian untuk memindahkan hak
milik dalam jual- beli sebagai pelaksanaan perjanjian obligatoir.
b. Perjanjian Obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan
yang artinya sejak terjadi perjanjian timbullah hak dan kewajiban
pihak- pihak.
5. Perjanjian Konsensual dan Perjanjian Real
a. Perjanjian Konsensual adalah perjanjian yang timbul karena adanya
persetujuan kehendak antara pihak- pihak
b. Perjanjian Real adalah perjanjian disamping ada persetujuan
Berdasarkan jenis perjanjian yang dikemukakan diatas perjanjian
kerjasama biasanya memakai perjanjian sepihak karena memberikan kewajiban
pada seseorang sekaligus memberikan hak kepada seseorang lain untuk menerima
prestasi yang telah dibuat, atau bisa juga memakai perjanjian timbal balik karena
dalam perjanjian tersebut memberikan hak dan kewajiban kepada kedua belah
pihak.
Dengan demikian tujuan perjanjian adalah untuk memberikan perlindungan
hukum terhadap pihak- pihak yang melakukan perjanjian sehingga ketentuan yang
diatur didalam sebuah kontrak dapat terlaksana dengan baik dan mempunyai
batasan- batasan hak dan kewajiban bagi para pihak yang terlibat didalam
perjanjian suatu kontrak tersebut.
Karena setiap kontrak pasti dimulai dengan adanya penawaran ( offer ) dan
penerimaan ( acceptance ). Penawaran ( offer ) diartikan sebagai suatu perjanjian
untuk melakukan sesuatu secara khusus pada masa yang akan datang. Pada
prinsipnya, penawaran tetap terbuka sepanjang belum berakhirnya waktu atau
belum dicabut.
Suatu penawaran akan berakhir, apabila : 45
1. Penawaran dicabut, dalam hal ini pihak penawar harus memberitahukan
sebelum penawaran tersebut tidak dapat dicabut lagi sebelum waktunya berakhir.
2. Penerima tawaran tidak menerima tawaran, tetapi membuat suatu kontrak
penawaran.
Dengan demikian, unsur yang menentukan agar penawaran mempunyai
kekuatan hukum adalah dengan adanya kepastian penawaran dan keinginan untuk
45
Taryana Soenandar, Op.cit. hal 47
Sedangkan dalam Teori Penerimaan terjadi pada saat yang menawarkan
menerima langsung jawaban dari pihak lawan. Penerimaan adalah kesepakatan
dari pihak penerima dan penawar tawaran untuk menerima persyaratan
yangdiajukan penawar tawaran. Penerimaan yang belum disampaikan kepada
pemberi tawaran, belumlah berlaku sebagai penerimaan tawaran bilamana
memungkinkan, baik tawaran maupun penerimaan tawaran sebaiknya dinyatakan
secara tertulis dan jelas.
Untuk menunjukkan adanya penerimaan, pihak yang ditawari harus
menunjukkan adanya persetujuan atas penawaran. Semata- mata pemberitahuan
tentang didapatnya penawaran, atau pernyataan tertarik terhadapnya, tidaklah
cukup.
Persetujuan harus diberikan tanpa syarat, yakni persetujuan ini tidak boleh
digantungkan pada syarat- syarat yang harus dipenuhi baik oleh pihak yang
menawarkan atau oleh pihak yang ditawari. Dengan kata lain, isi penerimaan tidak
boleh memuat variasi atau jenis dan syarat dari penawaran atau mengubah secara
materil syarat tersebut.
Dengan disetujuinya penawaran oleh pihak penerima tawaran atau yang
disebut dengan penerimaan penawaran, maka persetujuan tersebut menjadi
Sehingga berlakulah Teori Pacta Sunt Servanda ( kekuatan mengikat ) 46, yaitu
semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi
mereka yang membuatnya.
46
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008 ), hal 33
Perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua
belah pihak, atau karena alasan- alasan yang oleh undang- undang dinyatakan
cukup untuk itu.
Sementara itu menurut Rahman Hasaudin, kontrak adalah :47
“ perjanjian yang dibuat secara tertulis.Sebagai perwujudan tertulis dari
perjanjian. Kontrak adalah salah satu dari dua dasar hukum yang ada selain
undang- undang ( Kitab Undang- Undang Hukum Perdata Pasal 1233 ) yang dapat
menimbulkan perikatan “.
Perjanjian tertulis yang dimaksud dalam hal ini adalah :
1. Perjanjian Standar yaitu, disebut juga perjanjian baku dimana
perjanjian ini berbentuk tertulis berupa formulir yang isinyatelah
distandarisasikan ( dibakukan ) terlebih dahulu secara sepihak oleh
produsen, serta bersifat masal tanpa mempertimbangkankondisi yang
dimiliki oleh konsumen.48
2. Perjanjian Formal yaitu, perjanjian yang telah ditetapkan dengan
formalitas tertentu.49Dengan demikian maka kesepakatan lisan saja
yang dihasilkan dari tercapainya perjanjian mengenai
pokokperjanjian, yang terwujud dalam bentuk penerimaan oleh salah
47
Budiono Kusumohamidjojo, Paduan Untuk Merancang Kontrak, Jakarta : Gramedia Widiasarana, 2001, hal 7
48
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, ( Edisi ke- 3, Yogyakarta : Liberty, 1988 ) , hal 116
49
Djaja S.Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, ( Bandung: Nuansa Aulia, 2008 ), hal 90
Menurut Sultan Remi Sjahdeini perjanjian standar, yaitu :50
“ perjanjian yang hampir seluruh klausula- klausulanya dibakukan oleh pemakainya dan para pihak lain pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Adapun yang dilakukan hanya beberapa hal, misalnya yang menyangkut jenis harga, jumlah, warna, tempat, waktu, dan beberapa hal yang spesifik dari objek yang dijanjikan “.
Oleh sebab itu dalam hal ini perjanjian yang banyak dipergunakan dalam
masyarakatadalah perjanjian standar( baku ) karena sifatnya membatasi asas
kebebasan berkontrak. Adanya kebebasan ini sangat berkaitan dengan
kepentingan umum agar perjanjian baku itu diatur dalam undang- undang dan
diawasi oleh pemerintah.
Latar belakang tumbuhnya perjanjian baku didalam masyarakat disebabkan
karena keadaan sosial ekonomi, perusahaan besar dan perusahaan pemerintah
yang mengadakan kerjasama dalam suatu organisasi dan untuk kepentingandan,
ditentukan syarat- syarat secara sepihak . Pemakaian perjanjian baku tersebut
sedikit banyaknya telah menunjukkan perkembangan yang sangat pesat untuk
kepentingan perjanjian yang dibuat didalam masyarakat.Itu berarti perjanjian atau
kontrak yang telah dilangsungkan dan telah mengikat dengan tercapainya kata
sepakat dan tidak dapat dibatalkan secarasepihak oleh pemberi jasa atau pengguna
50
Sultan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank diIndonesia ,(Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1995), hal 66
Karena itu tujuan dibuatnya perjanjian standar ( baku ) untuk memberikan
kemudahan ( kepraktisan ) bagi para pihak yang bersangkutan. Bertolak dari
tujuan itu, Mariam Darus Badruzzaman lalu mendifinisikan perjanjian standar
sebagai perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.51
Dari penjelasan yang telah dipaparkan diatas dapatlah diketahui bahwa
perjanjian kerjasama pada umumnya berlandaskan pada perjanjian standar ( baku)
karena memberikan kemudahan bagi para pihak. Dalam perjanjian standar
biasanya memakai perjanjian sepihak dan timbal balik.
C.Syarat Sahnya Suatu PerjanjiandanAsas Suatu Perjanjian
1. Syarat Sahnya Suatu Perjanjian
Perjanjian yang sah artinya, perjanjian yang memenuhi syarat yang telah
ditentukan oleh undang- undang sehingga perjanjian tersebut diakui oleh
hukum.Oleh karena tidak semua perjanjian yang dibuat oleh setiap orang sah
dalampandangan hukum. Untuk itu ketentuan Pasal 1320 Kitab
Undang-UndangHukum Perdata menentukan untuk sahnya perjanjiandiperlukan empat
syarat yaitu :
a. Sepakatnya Mereka Mengikatkan Dirinya
mereka yang mengikatkan dirinya dalam Pasal 1320 KUHPerdata adalah
mengenai hal-hal pokok yang diperjanjikan.Maksud sepakat yang terdapat dalam
Pasal 1320 KUHPerdatayaitu sepakat yang tidak pincang atau bebas, artinya tidak
boleh dilakukandengan kekhilafan ( dwaling ), paksaan ( dwang ) dan
51
Mariam Darus Badruzzaman, Perlindungan Terhadap Konsumen dilihat dari Perjanjian baku ( standar), ( Bandung : Bina Cipta,1986 ), hal 58
penipuan ( bedrog ),dalam Pasal 1321 KUHPerdata kalau perjanjian itu dilakukan
denganadanya kekhilafan, paksaan atau penipuan berarti persesuaian kehendak
itutidak bebas dan dianggap tidak sah, sehingga perjanjian dapat
dimintakanpembatalan.52
b. Kecakapan Untuk Membuat Suatu Perikatan
Di dalam Pasal 1329 KUHPerdata dinyatakan, bahwa setiap orang
adalah cakap untuk membuat perjanjian-perjanjian jika ia oleh Undang-Undang
tidak dinyatakan tak cakap. Dari pasal tersebut setidak-tidaknyadapat dirumuskan
bahwa mereka yang dinyatakan cakap :
1) Mereka yang telah dewasa
2) Sehat akal pikiran
3) Tidak dilarang atau dibatasi oleh undang-undang dalam melakukan
perbuatan hukum .
4) Meskipun belum memenuhi persyaratan umur kedewasaan tetapi
sudah kawin.
Karena dalam membuat suatu perjanjian seseorang haruslah cakap bertindak
dalam lalu lintas hukum. Karena dalam perjanjian itu seseorang terikat untuk
Mengenai kecakapan telah ditegaskan dalam Pasal 1339 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa :
“ bahwa setiap orang adalah cakap untuk mengadakan persetujuan, kecuali
orang- orang yang oleh undang- undang dinyatakan tidak cakap “
52
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan,( Bandung : Alumni, 1983 ), hal 64
Oleh karena itu subjek atau para pihak dalam suatu perjanjian harus cakap
bertindak menurut hukum. Kecakapan ini diperlukan karena subjek hukum terikat
dengan segala ketentuan yang telah disepakati bersama, maka ia harus mampu
bertanggung jawab terhadap perbuatannya. Orang yang tidak sehat pikirannya
ataupun belum dewasa tidak dapat menyelenggarakan kepentingannya dengan
baik dan memerlukan bantuan dari pihak lain untuk menyelenggarakan
kepentingannya.
Ketidakcakapan ini disebut tidak cakapuntuk mengadakan hubungan
hukum, hal ini dikarenakan tidak dapat menentukan mana yang baik dan mana
yang buruk.
Kriteria mereka yang tidak cakap membuat suatu perjanjian menurut Pasal
1330 KUHPerdata adalah :
1) Orang yang belum dewasa.
Untuk lebih jelasnya kriteria bagi mereka yang belum dewasa adalah mereka yang belum usia 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin, apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21 tahun, maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.
2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan.
Sementara itu Menurut Pasal 433 KUH Perdata menyatakan :
“ mereka yang ditaruh di bawah pengampuan adalah setiap orang yang telah dewasa yang selalu di dalam keadaan dungu, sakit otak atau mata gelap juga ditempatkan di bawah pengampuan, sekalipun ia kadang- kadang cakap menggunakan pikirannya “
dan pada umumnya semua orang melarang membuat perjanjian atau persetujuan tertentu.
Untuk lebih jelasnya kriteria bagi mereka yang belum dewasaadalah mereka
yang belum usia 21 tahun dan tidak lebih dahulu telahkawin, apabila perkawinan
itu dibubarkan sebelum umur mereka genap 21tahun, maka mereka tidak kembali
lagi dalam kedudukan belum dewasa.Menurut Pasal 433 KUH Perdata, mereka
yang ditaruh di bawahpengampuan adalah setiap orang yang telah dewasa yang
selalu di dalamkeadaan dungu, sakit otak atau mata gelap juga pemboros,
sehingga setiaptindakannya selalu lepas dari kontrolnya dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
Khusus untuk ketidakcakapan perempuan dalam melakukan perbuatan
hukum yang harus diwakili suaminya dipandang tidak adil, maka sejak adanya
Surat Edaran Mahkamah Agung nomor 3 Tahun 1963yang menyatakan, bahwa
kedudukan wanita sama dan sederajat dengankedudukan laki-laki, semua Warga
Negara Indonesia.
Di samping mereka yang Ketidakcakapan ( Onbekwaan) masih ada
lagikategori mereka yang tidak diperkenankan membuat perjanjian tertentu,yaitu
mereka yang Tidakwenang ( Onbevoegd ). Mereka yang tidakwenang ini
misalnya, seorang hakim tidak diperkenankan untukmelakukan jual beli terhadap
barang / benda yangdipersengketakan, karena ia berkedudukan sebagai hakim
yang mengadilipersengketaan tersebut.
c. Adanya Objek Perjanjian ( Suatu hal tertentu )
Suatu hal tertentu, adalah obyek dari perikatan yangmenjadi kewajiban dari
harus ada jenis dari prestasi itu sendiri yangselanjutnya dapat ditentukan berapa
jumlahnya.
Akibat syarat bahwa prestasi itu harus tertentu atau dapat ditentukan,
gunanya adalah untuk menetapkan hak dan kewajiban kedua belah pihak jika
timbul perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian. Jika prestasi itu kabur maka
perjanjian tidak dapat dilaksanakan dan dianggap batal.
Persyaratan yang demikian sejalan dengan ketentuan Pasal 1338
KUHPerdata yang menyatakan :
“ Hal- hal yang diperjanjikan dalam perjanjian haruslah tertentu barangnya
atau sekurang- kurangnya ditentukan jenisnya “
d. Suatu Sebab yang Halal( Legal Cause )
Didalam berbagai literatur disebutkan bahwa yang menjadi objek
perjanjian adalah prestasi ( pokok perjanjian ). Untuk sahnya suatu perjanjian juga
harus memenuhi syarat yang dinamakan sebab atau yang diperbolehkan. Menurut
Pasal 1320 KUHPerdata pengertian sebab di sini ialahtujuan dari pada perjanjian,
apa yang menjadi isi, kehendak dibuatnya suatu perjanjian.
Sedangkan yang dimaksud dengan “sebab” sebagaimana di dalam Pasal
1335 KUHPerdata bahwa suatu perjanjian tanpa sebab atauyang telah dibuat
karena suatu sebab yang palsu atau terlarang, tidakmempunyai kekuatan, jadi
jelaslah tidak ada suatu perjanjian yang sah, jikatidak mempunyai sebab.
Dengan demikian apabila dalam membuat perjanjian tidak terdapat suatu
karena itu perjanjian tersebut tidak dapat dilaksanakan karena tidak terang dan
jelas apa yang diperjanjikan. 53
53
Gunawan Widjaya, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2006, hal 263
Sedangkan suatu perjanjian yang isinya tidak ada sebab yang
diperbolehkan atau isinya tidak dapat dilaksanakan karena melanggar undang-
undang, ketertiban umum dan kesusilaan.
Keempat unsur tersebut selanjutnya, dalam doktrin ilmu hukum yang
berkembang , digolongkan ke dalam :
(1) Dua unsur pokok menyangkut subyek ( pihak ) yang mengadakan
perjanjian (Unsur Subyektif ) :
unsur subjektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari
para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak yang melaksanakan
perjanjian.54 adapun syarat subjektif sahnya perjanjian ada dua macam yaitu : 55
(a)Kesepakatan Bebas
Adalah terjadinya kesepakatan secara bebas diantara para pihak yang
mengadakan atau melangsungkan perjanjian. Kesepakatan bebas
diantara para pihak ini pada prinsipnya adalah dari asas konsesualitas.
(b)Kecakapan Pihak yang Melaksanakan
Adalah kecakapan pihak untuk bertindak melakukan perbuatan hukum.
(2) Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan
unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan
obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang dapat
54
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal 94
55
Ibid hal 95
56
Ibid, hal 255
disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuatu yang tidak dilarang atau
diperkenankan menurut hukum dan tidak terpenuhinya salah satu unsur
darikeempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan
perjanjiantersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan
( jikaterdapat pelanggaran terhadap unsur subjektif ), maupun batal dengan
pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat
dipaksakan pelaksanaannya.
Syarat objektif sahnya perjanjian dapat ditemukan dalam :
(a)Tentang Hal Tertentu Dalam Perjanjian
Pasal 1332 sampai Pasal 1334 KUHPerdata mengenai keharusan
adanya suatu hal tertentu dalam perjanjian. KUHPerdata menjelaskan maksud hal
tertentu, terdapat pada Pasal 1333 KUHPerdata yang berbunyi :
“ suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok perjanjian berupa suatu
kebendaan yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan
bahwa jumlah kebendaan tidak tentu, asal saja jumlah itu kemudian dapat
ditentukan atau dihitung ”.
(b)Tentang Sebab Yang Halal
Sebab yang halal diatur dalam Pasal 1335 hingga pasal 1337 KUHPerdata
“ suatu perjanjian tanpa sebab, atau telah dibuat karena suatu sebab yang
palsu atau terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan “.
Dengan demikian jelaslah bahwa perjanjian yang dilakukan oleh pihak yang
sama- sama mengikatkan dirinya pada pihak lain haruslah sesuai dengan syarat
sahnya suatu perjanjian.
Dari keterangan yang disampaikan diatas dapat kita simpulkan syarat
sahnya suatu perjanjian secara umum adalah dengan berpedoman pada Pasal 1320
KUHPerdata.
2. Asas Suatu Perjanjian
Sistem pengaturan hukum kontrak adalah sistem terbuka ( open system ),
artinya bagi bahwa setiap orang bebas untuk mengadakan perjanjian, baik yang
sudah diatur maupun yang belum diatur Undang- Undang. Bila dalam perjanjian
tidak sesuai dengan maksud para pihak, maka kita harus berpaling pada ketentuan
Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUHPerdata agar perjanjian yang patut dan pantas
sesuai dengan asas kepatutan yang membawa pada keadilan.
Karena pada hakekatnya perjanjian tidak terikat pada suatu bentuk tertentu
karena menurut Ridwan Khairandy ada tiga ( 3) asas yaitu :57
a. Asas Konsensualisme ( The Principles Of The Consensualism )
b. Asas Kekuatan mengikat Kontrak (The Principles Of The Binding Force
Of Contract )
c. Asas Kebebasan Berkontrak (The Principles Of The Freedom Of
Contract )
Sementara itu Indonesia menganut beberapa asas yang dalam hukum
57
Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak, ( Jakarta : Program Pascasarjana Universitas Indonesia , 2004 ), hal 38
58
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Tentang Hukum Perikatan dengan Penjelasan, (Bandung : Alumni, 1983 ), hal 108
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas ini bermakna bahwa setiap orang bebas membuat perjanjian dengan
siapapun, apapun isinya, apapun bentuknya sejauh tidak melanggar
undang-undang, dan ketertiban umum dan serta kesusilaan.Dalam perkembangannyahalini
tidak lagi bersifat muthlak tetapi relatif (kebebasan berkontrak yang
dapatbertanggung jawab).Asas inilah yang menyebabkan hukum perjanjian
bersistemterbuka. Pasal- pasal dalam hukum perjanjian sebagaian besar
dinamakan hukum pelengkap karena para pihak boleh membuat ketentuan-
ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal- pasal hukum perjanjian, namun
bila mereka tidak mengatur sendiri soal mereka ( para pihak ) mengenai soal itu
tunduk padaundang- undang dalam hal ini Buku III KUHPerdata. Jika dipahami
secaraseksama maka asas kebebasan berkontrakmemberikan kebebasan kepada
para pihak untuk Membuat atau tidak membuat perjanjian :
1) Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya
2) Menentukan bentuknya perjanjian yaitu secara tertulis atau lisan
Namun syarat tersebut boleh dilakukan dengan tidak melanggar undang-
undang ketertiban umum, dan kesusilaan.
b. Asas Konsensualisme
Perjanjian lahir atau terjadi dengan adanya kata sepakat ( Pasal 1320, Pasal
1338 KUHPerdata ) hal ini dimaksudkan untuk mewujudkan kemauan para pihak.
Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang- undang bagi yang
membuatnya ( Pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata).
d. Asas Iktikad Baik
Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik ( Pasal 1338 ayat 3
KUHPerdata).
Iktikad baik ada dua, yakni :
1) Bersifat objektif, artinya mengindahkan kepatutan dan kesusilaan.
2) Bersifat subjektif, artinya ditentukan sikap batin seseorang.
e. Asas Kepribadian ( Personalitas)
Asas ini diatur dan dapat kita temukan dalam ketentuan Pasal 1315 Kitab
Undang- Undang Hukum Perdata, yang berbunyi :
“ Pada umumnya tidak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama
sendiri atau meminta ditetapkannya suatu perjanjian kecuali untuk dirinya sendiri”
Pada Pasal 1315 menunjuk pada asas personalitas, namun lebih jauh dari
itu,ketentuan Pasal tersebut menunjukkan kewenangan bertindak dari seorang
yang membuat atau mengadakan perjanjian yang secara spesifik menunjuk pada
kewenangan bertindak sebagai individu pribadi sebagai subjek hukum pribadi
yang mandiri, yang memiliki kewenangan bertindak untuk dan atas nama dirinya
sendiri.
Pengecualian terdapat dalam Pasal 1317 KUHPerdata tentang janji untuk
pihak ketiga.
Namun, menurut Mariam Darus Badrulzaman ada 10 ( sepuluh ) asas
59
Mariam Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan , ( Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2001), hal 93
a. Kebebasan mengadakan perjanjian b. Konsensualisme
c. Kepercayaan d. Kekuatan mengikat e. Persamaan hukum f. Keseimbangan g. Kepastian hukum h. Moral
i. Kepatutan j. Kebiasaan
D.Berlakunya Perjanjian
Di dalam KUHPerdata membedakan tiga Golongan untuk
berlakunyaPerjanjian :60
1. Perjanjian berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian, pada asasnya
perjanjian yang dibuat hanya berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian itu
dan ini merupakan asas pribadi seperti apa yang tercantum Pasal 1315 jo Pasal
1340. Selanjutnya akan kita lihat lebih jelas pada Pasal 1340 ayat (1)
KUHPerdata,bahwa persetujuan-persetujuan akan berlaku antara pihak-pihak
yangmembuatnya. Oleh karena itu apa yang diperjanjikan oleh pihak-pihak
merupakan undang- undang bagi pihak tersebut, setiap perubahan, pembatalan
atau perbuatan-perbuatan hukum lainnya yang ada kaitannya dengan perjanjian itu
harus mendapat persetujuan bersama dan sama sekali tidak diperkenankan
2. Perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak, yaitu
perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak suatu saat kemungkinan dapat pula
diberlakukan pada ahli waris, dan juga berlaku pada mereka yang mendapat hak.
60
Ibid,hal 122
Berlakunya bagi ahli waris dengan asas hak umum dan sifatnya kuantitatif, artinya
semua ketentuan yang ada dalam perjanjian segala akibatnya akan jatuh kepada
ahli waris. Akibat tersebut bisa merupakan hak atau kewajiban.Berlakunya bagi
mereka yang memperoleh Hak dengan asas hak khusus dan sifatnya kualitatif,
artinya ketentuan dari perjanjian yang jatuh pada mereka yang memperoleh
hak-haknya perjanjian dengan kualitas tertentu atau khusus hak-hak saja.
3. Perjanjian berlaku bagi pihak ketiga, yaitu perjanjian berlakunya untuk
pihak ke tiga dalam arti adanya janji bagi kepentingan pihak ke tiga
(derdenbeding ).
Pada asasnya perjanjian berlaku bagi mereka yang membuat dan merupakan
asas pribadi. Namun bila kita lihat Pasal 1340 ayat (2)KUHPerdatadijelaskan
bahwa persetujuan tidak boleh menguntungkan dan merugikan pihak ke tiga,
kecualimengenai apa yang diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata, yaitu janji
kepentingan bagi kepentingan pihak ketigadalam hal:
a. Jika seorang memberi sesuatu pada orang lain
b. Jika seseorang membuat janji demi kepentingan diri sendiri
Dengan demikian dapat kita ketahui berlakunya perjanjian secara garis besar
bagi para ahli waris yang mendapatkan hak, serta perjanjian berlaku bagi pihak
ketiga.
E.Pembatalan dan Hapusnya Suatu Perjanjian
1. Pembatalan Suatu Perjanjian
Dalam pembahasan mengenai syarat- syarat sahnya suatu perjanjian telah
disebutkan sebelumnya dikatakan bahwa apabila suatu syarat objektif tidak
dipenuhi maka perjanjian batal demi hukum, sedangkan tentang syarat subyektif,
perjanjian baru dapat dibatalkan apabila diminta kepada hakim. Menurut
KUHPerdata pengertian pembatalan perjanjian digambarkan dalam dua bentuk
yaitu :61
a. Pembatalan Mutlak (absolute nietigheid )
Pembatalan mutlak (absolute nietigheid ) yang dimaksud adalah suatu perjanjian
harus dianggap batal, meskipun tidak diminta oleh salah satu pihak, dimana
perjanjian seperti ini dianggap tidak pernah ada sejak semula terhadap siapapun
juga. Misalnya, terhadap suatu perjanjian yang akan diadakan tidak mengindahkan
cara yang dikehendaki oleh Undang- Undang secara mutlak.61
Suatu perjanjian adalah batal mutlak apabila kausa bertentangan dengan
kesusilaan ( geode zeden ), bertentangan dengan ketertiban umum (openvareorde),
harus dengan akte notaries, perjanjian perdamaian harus dibuat secara tertulis,
konsekuensinya adalah terhadap perjanjian- perjanjian tersebut batal demi hukum.
61
R. Subekti, Hukum Perjanjian, ( Jakarta : Pembimbing Masa, 1980), hal 36
62
ibid hal 40
b. Pembatalan Relatif ( relatif nietigheid )
Pembatalan relatif ( relatif nietigheid ) adalah suatu perjanjian yang tidak
batal dengan sendirinya, tetapi perjanjian tersebut dapat dimintakan pembatalan
kepada hakim oleh pihak- pihak yang merasa dirugikan.
Pembatalan relatif ini dapat dibagi menjadi dua macam pembatalan, yaitu :
1) Pembatalan atas kekuatan sendiri, maka kapan hakim diminta supaya
menyatakan batal ( nieting verklaard ) misalnya dalam perjanjian
yang diadakan oleh seorang yang belum dewasa atau dibawah umur,
pengampuan atau yang berada dibawah pengawasan curatele.
2) Pembatalan belaka oleh hakim yang putusannya harus berbunyi ‘
membatalkan’ misalnya dalam hal perjanjian yang terbentuk secara
paksaan, kekeliruan ataupun penipuan.
Pasal 1446 ayat ( 1 ) KUHPerdata menyatakan :
“ semua perikatan yang dibuat oleh orang- orang yang belum dewasa atau
orang- orang di bawah pengampuan adalah batal demi hukum dan atas penuntutan
yang dimajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal, semata- mata
atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya “
“ perikatan- perikatan yang dibuat oleh orang- orang perempuan yang
bersuami dan oleh orang- orang belum dewasa yang telah mendapat suatu
pernyataan persamaan dengan dewasa, hanyalah batal demi hukum, sekedar
perikatan- perikatan tersebut melampaui kekuasaan mereka “
Jika pada waktu pembatalan ada kekurangan mengenai syarat subjektif,
maka sebagaimana diterangkan sebelumnya bahwa perjanjian itu bukanlah batal
demi hukum tetapi dapat diminta pembatalannya oleh salah satu pihak, pihak
mana adalah pihak yang tidak cakap menurut hukum. 63
Dengan demikian ketidakcakapan dan ketidakbebasan seseorang dalam
memberikan perizinan dalam suatu perjanjian memberikan hak kepada pihak yang
tidakcakap dan pihak yang tidak bebas dalam memberikan sepakat untuk meminta
pembatalan perjanjian, dengan pengertian bahwa pihak lawan dari orang- orang
tersebut tidak boleh meminta pembatalan itu, sebab hak meminta pembatalan
hanya ada pada satu pihak saja yaitu pihak yang oleh Undang- Undang diberi
perlindungan itu.
Adanya kekurangan tentang syarat subjektif adalah tidak dengan begitu
mudah dapat diketahui, jadi harus dimajukan oleh pihak- pihak yang
berkepentingan. Undang- Undang memberi kebebasan kepada pihak- pihak yang
berkepentingan, apakah ia mengkehendaki pembatalan perjanjian atau tidak.
Walaupun Undang- Undang telah memberikan hak untuk meminta
pembatalan kepada pihak- pihak yang merasa dirugikan, namun hal tersebut
akanhilang jika batas waktu yang ditentukan oleh Pasal 1456 KUHPerdata, tidak
dibatasi sampai suatu batas waktu tertentu yaitu 5 ( lima) tahun, waktu mana
mulai berlaku dalam hal ketidakcakapan suatu pihak sejak orang ini menjadi
cakap menurut hukum.
63
Ridwan Syahrani, Seluk Beluk Dan Asas- Asas Hukum Perdata, ( Bandung : Alumni, 1992 ), hal 58
2. Hapusnya Suatu Perjanjian
Dalam Pasal 1381 KUHPerdata disebutkan cara hapusnya perjanjian yaitu
sebagai berikut :
a. Pembayaran
Istilah pembayaran tidak selalu harus diartikan terbatas pada pelunasan
hutang semata- mata, karena bila ditinjau lebih jauh pembayaran tidak selamanya
harus terbentuk sejumlah uang atau barang tertentu. Pembayaran dapat juga
dilakukan dengan pemenuhan jasa atau pembayaran dalam bentuk yang tidak
berwujud, pembayaran prestasi dapat pula dilakukan dengan melakukan sesuatu.
Timbulnya alasan untuk melakukan pembayaran adalah adanya perjanjian
itu sendiri. Pembayaran harus didahului oleh tindakan hukum yang menimbulkan
hubungan hukum baik.
Hal ini didukung oleh pendapat yang mengatakan :
“ pembayaran tanpa hutang adalah merupakan sesuatu yang tidak dapat dipikirkan alasannya atau tidak beralasan sama sekali. Karena secara yuridis, setiap pembayaran didahului dengan penetapan hutang. Maka pembayaran pada dasarnya, adalah perwujudan dari hutang prestasi. Dengan pembayaran prestasi perjanjian hapus dengan sendirinya “
Pihak yang harus melakukan pembayaran adalah yang berkepentingan
sendiri yaitu debitur. Jika bertitik tolak dari pasal 1381 KUHPerdata, maka telah
1) Debitur sendiri sebagai orang yang berkepentingan
2) Penjamin ( borgtchter )
3) Orang ketiga yang bertidak atas nama debitur
b. Karena Penawaran PembayaranTunai, Diikuti dengan Penitipan
Hal ini ditentukan dalam Pasal 1381 KUHPerdata yaitu penawaran
pembayaran tunai diikuti dengan penitipan hanya mungkin terjadi dalam
perjanjian menyerahkan suatu benda bergerak. Oleh karena itu dalam perjanjian
yang objek prestasinya melakukan atau tidak melakukan sesuatu maupun dalam
penyerahan benda tidak bergerak, penawaran dan penitipan ini tidak mungkin
dilakukan.
c. Pembaharuan Hutang ( novasi )
Pembaharuan hutang ini lahir dari persetujuan para pihak, yaitu dengan
jalan menghapuskan perjanjian lama dan pada saat yang bersamaan dengan
penghapusan tadi, perjanjian tersebut diganti dengan perjanjian baru.
d. Perjumpaan Hutang ( Kompensasi )
Terjadi perjumpaan hutang ( kompensasi ) adalah akibat berjumpanya dua
pribadi yang sama- sama berkedudukan sebagai debitur antara satu dengan yang
lainnya mewajibkan mereka saling melunasi dan membebaskan diri dari
perhutangan.
e. Percampuran Hutang Terjadi Akibat Keadaan Bersatunya Kedudukan Debitur
Dan Kreditur Pada Diri Sendiri
Dengan bersatunya kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang
dan semua tagihan menjadi hapus seperti yang tersebut dalam Pasal 1436
KUHPerdata.
f. Penghapusan Hutang
Tindakan kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk memenuhi
pelaksanaan perjanjian. Tindakan pembebasan hutang ini harus dapat dibuktikan
dan tidak boleh diduga- duga. Hal yang sangan dibutuhkan dalam pembebasan
hutang ialah, adanya kehendak kreditur membebaskan kewajiban debitur untuk
melaksanakan pemenuhan perjanjian serta sekaligus menggugurkan perjanjian itu
sendiri.
g. Musnahnya Barang Yang Terhutang
Perjanjian hapus karena musnah atau lenyapnya barang tertentu yang
menjadi pokok prestasi yang diwajibkan kepada debitur untuk barang harus sesuai
dengan ketentuan lebih lanjut pada Pasal 1444 KUHPerdata.
h. Kebatalan atau Pembatalan
Perjanjian yang dibuat oleh orang- orang yang belum dewasa atau yang
ditaruh dibawah pengampunan adalah batal demi hukum dan atas penuntutan yang
diajukan oleh atau dari pihak mereka, harus dinyatakan batal semata- mata atas
dasar kebelum dewasaan atau pengampuannya itu. Undang- Undang juga
menentukan jangka waktu suatu tuntutan pembatalan ini dapat diajukan yaitu 5 (
lima ) tahun yang mulai berlaku :
b) Dalam hal pengampuan, sejak hari pencabutan pengampuan
c) Dalam hal adanya paksaan, sejak hari paksaan itu telah berhenti
d) Dalam hal adanya kekhilafan atau penipuan sejak hari diketahuinya
kekhilafan atau penipuan itu
e) Dalam hal kebatalan yang tersebut dalam Pasal 1341 KUHPerdata, sejak
hari diketahuinya bahwa kesadaran yang diperlukan untuk kesadaran itu
ada.
i. Lewatnya Waktu
Lewat waktunya akan membebaskan seseorang dari suatu kewajiban.
Dalam kaitan antara lampaunya waktu dengan perjanjian, maka dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1) Membebaskan seseorang dari kewajiban setelah lewat jangka waktu
tertentu sebagaimana yang telah ditetapkan Undang- Undang.
2) Memberikan kepada seseorang untuk memperbolehkan sesuatu hak
setelah lewat jangka waktu tertentu sesuai dengan yang ditetapkan
Undang- Undang.
Apabila dianalisis mengenai perjanjian kerjasama sebagai objek penelitian
ini dapat juga dilakukan pembatalan atau pemutusan perjanjian oleh para pihak
apabila salah satu pihak melanggar ketentuan yang diperjanjikan ataupun salah
satu pihak dinyatakan telah melakukan wanprestasi.
Batal demi hukum suatu perjanjian terjadi akibat tidak memenuhi syarat
obyektif dari sebuah kontrak atau perjanjian. Tiap- tiap pihak yang berjanji untuk
memenuhi prestasi kepada pihak lainnya harus pula memperoleh prestasi yang
dijanjikan oleh pihak lainnya prestasi dapat dirumuskan secara luas sebagai
sesuatu yang diberikan, dan dapat diperjanjikan, atau dilakukan secara timbal
balik.
Pada Pasal 1266 KUHPerdata secara khusus memberikan pengaturan
tentang syarat batal dalam perjanjian timbal balik. Undang- undang tersebut
menentukan bahwa “ syarat yang membatalkan perjanjian timbal balik adalah
kalau salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya “. Ketentuan undang-
undang ini, terutama Pasal 1266 KUHPerdata adalah merupakan suatu yang
menarik perhatian.
Karena pihak- pihak yang berjanji itu harus terikat secara sah. Terikat
secara sah adalah menimbulkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak.
Dalam perjanjian untuk melakukan jasa- jasa, suatu pihak menghendaki
dilakukannya suatu pekerjaan untuk mencapai sesuatu tujuan.
Undang- undang membagi perjanjian untuk melakukan pekerjaan dalam
berbagai macam, yaitu : 64
1. Perjanjian untuk melakukan jasa- jasa 2. Perjanjian kerja
3. Perjanjian pemborongan pekerjaan
4. Perusahaan yang melayani jasa untuk berprilaku dan bekerja
sesuai dengan ketentuan hukum perjanjian ( kontrak ) yang berlaku.
Dalam suatu perjanjian justru yang menarik adalah ketika suatu perjanjian
wanprestasi yang berujung pada pembatalan kerjasama antara kedua belah pihak.
Sehingga mengakibatkan kerugian oleh salah satu pihak.
64
Subekti, Aneka Perjanjian, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1995, hal 57
Bilamana seseorang melanggar suatu perjanjian betapapun ringannya
pelanggaran itu, pihak lainnya dapat menuntut ganti rugi karena ini adalah upaya
hukum yang utama bagi pelanggaran perjanjian.
Karena itu didalam pelaksanaan suatu perjanjian jika terjadi permasalahan
dimana salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban sesuai dengan yang
disepakatidalam perjanjian. Akibat hukum yang dialami karena tidak terpenuhinya
suatu perikatan adalah penggantian biaya, rugi dan bunga.
Tindakan wanprestasi membawa konsekuensi terhadap timbulnya hak pihak
yang dirugikan untuk menuntut pihak yang melakukan wanprestasi untuk
memberikan ganti rugi, sehingga oleh hukum diharapkan agar tidak ada satu pihak
yang dirugikan karena wanprestasi.
Tindakan wanprestasi dapat terjadi karena :
1. Kesengajaan
2. Kelalaian
3. Tanpa kesalahan ( tanpa kesengajaan atau kelalaian )
Wanprestasi atau tidak terpenuhinya janji dapat terjadi baik karena sengaja
maupun tidak sengaja. Wanprestasi dapat berupa :
1. Sama sekali tidak memenuhi prestasi
2. Prestasi yang dilakukan tidak sempurna
4. Melakukan apa yang dalam perjanjian dilarang untuk dilakukan
wanprestasi mengakibatkan salah satu pihak dirugikan, oleh karena pihak
lain dirugikan akibat wanprestasi tersebut, maka pihak yang melakukan
wanprestasi harus menanggung akibat dari tuntutan pihak lawan yang dapat
berupa tuntutan :
1. Pembatalan kontrak ( disertai atau tidak disertai ganti rugi )
2. Pemenuhan kontrak ( disertai atau tidak disertai ganti rugi )
Dengan demikian, kemungkinan pokok yang dapat dituntut oleh pihak
yang dirugikan adalah pembatalan dan pemenuhan kontrak. Namun jika kedua
kemungkinan pokok tersebut diuraikan lebih lanjut, kemungkinan tersebut dapat
dibagi menjadi empat ( 4 ), yaitu :65
1. pembatalan kontrak
2. pembatalan kontrak disertai tuntutan ganti rugi
3. pemenuhan kontrak saja
4. pemenuhan kontrak disertai ganti rugi
Hal lain adalah ketika dalam kerugian dapat dimintakan penggantian tidak
hanya berupa biaya- biaya yang sungguh- sungguh telah dikeluarkan, akan tetapi
juga yang berupa kehilangan keuntungan, yaitu keuntungan yang akan didapat
seandainya salah satu pihak tidak melakukan kelalaian atau wanprestasi.
Karena itu isi maupun bentuk perjanjian yang dibuat haruslah tidak
bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan, dan ketertiban umum serta
65
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak, ( Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada, 2008 ), hal 75
Wanprestasi merupakan suatu istilah yang menunjuk
padaketiadalaksanaan prestasi oleh debitur. Bentuk ketiadalaksanaan ini dapat
danterwujud dalam beberapa bentuk, yaitu:66
1. Debitur sama sekali tidak melaksanakan kewajibannya.
2. Debitur tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya/melaksanakan kewajibannya tetapi tidak sebagaimana mestinya
3. Debitur tidak melaksanakan kewajibannya pada waktunya. 4. Debitur melaksanakan sesuatu yang tidak diperbolehkan.
Di dalam ketentuan Pasal 1248 KUH Perdata dibuat dengan tujuanuntuk
membedakan akibat dari tindakan wanprestasi sebagai akibatkelalaian dalam
Pasal 1247 KUH Perdata dan wanprestasi sebagai akibatkesengajaan, yang
diwakili dengan “tipu daya “ dalam rumusan Pasal 1248 KUHPerdata. Sepanjang
mengenai kewajiban berupa penggantian biaya,kerugian dan bunga, maka
tetapberlakunya prinsip sebagai berikut:
1. Kerugian tersebut merupakan akibat cidera janji atau wanprestasi
debitur.
2. Kerugian tersebut haruslah sudah dapat diperkirakan sebelumnya.
3. Kerugian tersebut haruslah merupakan akibat langsung dari cedera janji
debitur.
Adapun bentuk-bentuk wanprestasi (cidera janji, ingkar janji) antaralain : 67
1. Debitur tidak tidak menenuhi prestasi sama sekali.
2. Debitur terlambat dalam memenuhi prestasi
66
Gunawan Widjaya, Memahami Prinsip Keterbukaan dalam Hukum Perdata, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, hal 357
67
Purwahid Patrik, Dasar-dasar Hukum Perikatan, ( Bandung : Mandar Maju, 1994 ), hal 11
Berdasarkan ketiga bentuk-bentuk wanprestasi tersebut di atas,
kadang-kadang menimbulkan keraguan pada waktu debitur tidak memenuhi prestasi,
apakah termasuk tidak memenuhi prestasi sama sekali atau terlambat dalam
memenuhi prestasi. Apabila debitur sudah tidak mampu memenuhi prestasinya,
maka ia termasuk bentuk yang pertama tetapi apabila debitur masih mampu
memenuhi prestasi ia dianggap sebagai terlambat dalam memenuhiprestasi.
Bentuk ketiga, debitur memenuhi prestasi tidak sebagaimanamestinya atau
keliru dalam memenuhi prestasinya, apabila prestasi masihdapat diharapkan untuk
diperbaiki, maka ia dianggap terlambat tetapiapabila tidak dapat diperbaiki lagi ia
sudah dianggap sama sekali tidakmemenuhi prestasi.
Karena seperti diketahui bahwa wanprestasi tidak terjadi dengan
sendirinya begitu saja pada waktu debitur tidak memenuhi prestasi. Baik bagi
perikatan yang ditentukan waktunya maupun yang tidak ditentukanwaktunya.
Sebab pada perikatan dengan ketentuan waktu, waktu yangditentukan tidak
merupakan jangka waktu yang menentukan.
Sedangkanpada perikatan yang tidak ditentukan waktunya, biasanya
dipakai asassebagaimana patutnya. Asas ini juga tidak memuaskan karena
ukuransebagaimana patutnya tidak sama bagi setiap orang.Oleh karena itu ada
upaya hukum lain yang lebih baik untukmenentukanadanya wanprestasi yaitu
68
Anggraeni E.K, Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian),(Semarang : Badan Penerbit UNDIP,2003), hal 22
Pernyataan lalai berarti pemberitahuan atau pernyataan dari krediturkepada
debitur yang berisi ketentuan yang menyatakan pada saat kapan
selambat-lambatnya kreditur minta pemenuhan prestasi yang harusdilakukan debitur.
Sedangkan fungsi dari pernyataan lalai, adalah merupakan upayahukum
untuk menentukan kapankah saat mulai terjadinya wanprestasi.Kemudian
mengenai sifat pernyataan lalai ada 2 (dua) yaitu :
1. Mempunyai Sifat Declaratif
Artinya bahwa pernyataan lalai dipergunakan untuk menyatakan
telahadanya wanprestasi. Jadi merupakan pernyataan bahwa wanprestasitelah
terjadi.
2. Mempunyai sifat Constitutif
Artinya bahwa pernyataan lalai dipergunakan untuk menyatakan
akanadanya wanprestasi. Jadi pernyataan lalai ini merupakan syarat
untukterjadinya wanprestasi.
Sebagai akibat terjadinya wanprestasi, maka debitur harus :
1. Mengganti kerugian
2. Benda yang dijadikan obyek dariperikatan sejak saat tidak
dipenuhinyakewajiban menjadi tanggung jawab daridebitur
3. Jika perikatan itu timbul dari perjanjian yang timbal balik, kreditur dapat
Di samping Perusahaan harus bertanggung gugat tentang hal-haltersebut di
atas, maka apa yang dapat dilakukan oleh kreditur menghadapidebitur yang
wanprestasi itu.
Pelanggan dapat menuntut salah satu dari 5(lima) kemungkinan sebagai
berikut :69
1. Dapat menuntut pembatalan atau pemutusan perjanjian
2. Dapat menuntut pemenuhan perjanjian
3. Dapat menuntut pengganti kerugian
4. Dapat menuntut pembatalan dan pengganti kerugian
5. Dapat menuntut pemenuhan dan pengganti kerugian
Sedangkan pernyataan lalai ada yang diperlukan dan ada yang
tidakdiperlukan mengingat adanya bentuk wanprestasi:
1. Apabila perusahaan tidak memenuhi prestasi sama sekali, maka
pernyataan lalai tidak diperlukan, pelanggan langsung minta ganti
kerugian.
2. Dalam hal perusahaan terlambat memenuhi prestasi, maka pernyataan
lalai diperlukan, karena debitur dianggap masih dapat berprestasi
3. Kalau perusahaan keliru dalam memenuhi prestasi, Hoge Raad
berpendapat pernyataan lalai perlu, tetapi Meijers berpendapat lain
apabila karena kekeliruan debitur kemudian terjadi pemutusan perjanjian
yang positif, pernyataan lalai tidak perlu.70
Pemutusan perjanjian yang positif adalah dengan prestasi debituryang keliru
Lain halnya pemutusan perjanjian yang negatif, kekeliruan prestasi
tidakmenimbulkan kerugian pada milik lain dari kreditur, maka pernyataan
lalaidiperlukan.
69
Salim H.S, Hukum Kontrak, ( Jakarta : Sinar Grafika,2003 ), hal 33
70
Ibid: hal 14
Bila dihubungkan dalam perjanjian yang dilakukan oleh CV. Bintang
Mandiri in7 Wedding Organizer& Decoration di medan dengan pengguna jasa
yang berkaitan dengan perjanjian akad dan resepsi suatu pernikahan. Maka saat
seorang calon pengguna jasa wedding organizer mengajukan untuk memakai jasa
yang telah disediakan mereka secara otomatis telah menyetujui syarat- syarat yang
ditentukan yang diberikan oleh wedding organizer itu tersebut.
Kesepakatan yang telah diambil sebagai perlindungan masing- masing
pihak apabila terjadi kelalaian dalam hubungan kerjasama tersebut telah
dandituangkan dan dijelaskan kedalam suatu kontrak perjanjian, yang bertujuan
untuk menjamin dan melindung kedua belah pihak.
Namun sering kali hambatan- hambatan yang ditemui pada proses
pelaksanaan perjanjian mengalami kendala, diantaranya adalah ketidaksesuaian
harapan pengguna jasa dengan apa yang dikerjakan oleh pihak wedding organizer
dalam hal yang diperjanjikan.
Contohnya pertama adalah ketika dalam hal yang diperjanjikan pengguna
jasa meminta segala hal sesuai dengan keinginannya dalam hal apapun itu
termasuk dalam penyewaan gedung yang diinginkan oleh pengguna jasa, akan
tersebut karena terdapat hambatan yang dialami oleh pihak wedding organizer.
Ketidaksesuaian antara kesepakatan yang sudah disetujui bersama dengan
kenyataan pada pelaksanaannya tidak berjalan dengan baik.Ketidaksesuaian itu
diluar perencanaan yang telah disetujui oleh pihak pengguna jasa, sehingga terjadi
kegelisahan terhadap pengguna jasa. Sehingga pihak pengguna jasa bisa saja
membatalkan perjanjian yang telah disepakati karena ketidaksesuai yang didapat
dalam perjanjian tersebut.
Dalam contoh ini akibat hukum yang ditimbulkan tidaklah begitu
berdampak karena tidak adanya kerugian yang didapat oleh pihak wedding
organizer maupun pengguna jasa karena tahap awal dari sebuah perjanjian sudah
gagal didapati oleh pihak wedding organizer tersebut sehingga akibat hukum yang
diperoleh hanya pembatalan kontrak dari perjanjian tersebut.
Contoh kedua adalah ketika segala yang diperjanjikan dalam perjanjian
telah sesuai dengan keinginan pengguna jasa akan tetapi terdapat halangan lain
yaitu pembatalan perjanjian atau kontrak yang dilakukan oleh pengguna jasa
kepada pihak wedding organizersecarasepihak yang tentunya dapat merugikan
pihak wedding organizer.
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan pembatalan adalah putusnya
hubungan antara calon pengantin sebelum terjadinya pelaksanaan pernikahan,
sehingga hal tersebut tentunya berdampak pada pihak wedding organizer yang
mengurus segala keperluan yang dilakukan untuk pernikahan tersebut, pembatalan
terjadi bukanlah atas kemauan kedua belah pihak akan tetapi karena telah terjadi
Akan tetapi karena pembatalan yang dilakukan itu berakibat hukum pada
pihak wedding organizer maka pengguna jasa haruslah mengganti kerugian yang
telah didapat oleh pihak wedding organizer tersebut.
Perbuatan itu telah termasuk dalam wanprestasi, maka pihak pengguna
jasa haruslah mengganti segala kerugian yang telah didapat oleh pihak wedding
organizer tersebut.
Karena pada surat perjanjian kerjasama yang telah disepakatioleh CV.
Bintang Mandiri in7 Wedding Organizer& Decoration dengan pengguna jasanya
dalam hal ini konsumen jelas disebutkan pada pasal 4 di surat perjanjian
kerjasama CV. Bintang Mandiri In7 Wedding Organizer & Decoration bahwa
jika terjadi pembatalan yang dilakukan oleh pihak pertama maka pihak kedua
berhak mendapatkan 50 % ( lima puluh persen ) dari biaya kegiatan yang telah
disepakati, namun apabila pihak kedua yang melakukan pembatalan, maka pihak
pertama berhak mendapat ganti rugi 50 % ( lima puluh persen )dari biaya kegiatan
yang telah disepakati.
Dengan demikian jelas adanya pergantian biaya yang harus ditanggung
oleh salah satu pihak yang melanggar atau lalai dalam perjanjian yang telah
disepakati bersama.
Hal lain adalah ketika segala sesuatu telah berjalan dengan semestinya dan
sudah direncanakan, pihak wedding organizer dalam hal ini tidak dapat memenuhi
perjanjian kontrak yang dimaksud, bukan karena ada faktor kelalaian melainkan
karena ada unsur keadaan memaksa didalamnya atau biasa disebut force majeure,
bencana alam yaitu, banjir, kebakaran, gempa bumi dan hal- hal lain yang
memaksa seseorang tidak dapat memenuhi prestasinya, ketentuan tersebut juga
telah dituangkan kedalam kontrak untuk memberikan batasan kepada pihak
wedding organizer dengan pengguna jasa untuk mengetahui batasan apa saja yang
menjadi ketentuan dalam force majeure dalam kontrak perjanjian kerjasama ini.
Contoh berikutnya adalah ketika suatu perjanjian telah dapat terlaksana
dengan baik akan tetapi pihak pengguna jasa belumlah menunaikan tugasnya
dalam hal pelunasan pembayaran jasa seperti yang ada pada kontrak perjanjian
tersebut. Karena pada dasarnya dalam setiap perjanjian kerjasama yang
dilaksanakan wedding organizer memberikan kelonggaran pada setiap pengguna
jasa untuk tidak secara langsung membayar biaya yang akan diperoleh melainkan
dibayar dengan tiga tahap, tahap pertama adalah pembayaran uang muka agar
terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak, sedangkan tahap kedua
pembayaran yang dilakukan guna memenuhi keperluan pernikahan sementara itu
tahap ketiga adalah pelunasan bagi pengguna jasa.
Semua pengaturan tahap- tahap tersebut dimasukkan kedalam surat
perjanjian kerjasama yang dibuat oleh pihak wedding organizer dengan pengguna
jasa agar masing- masing pihak tidak melanggar kesepakatan yang telah
ditentukan. Karena apabila pihak pengguna jasa tidak memenuhi kewajibannya
dalam membayar biaya yang telah disepakati maka akan menimbulkan kerugian
bagi pihak pemberi jasa dalam hal ini wedding organizer.
Sehingga akibat hukum yang diperoleh dari wanprestasi yang dilakukan
diselesaikan dengan cara itikad baik maka pihak pemberi jasa dalam hal ini
wedding organizer dapat memilih jalur di pengadilan untuk menyelesaikan secara
hukum.
Dengan alasan salah satu pihak tidak melaksanakan kewajibannya, maka
pihak lainnya dalam kontrak tersebut dapat membatalkan kontrak yang
bersangkutan, akan tetapi pembatalan tersebut tidak boleh dilakukan begitu saja
melainkan haruslah dilakukan lewat pengadilan.
Mengingat tidak adanya prosedur khusus untuk pembatalan suatu kontrak
oleh pengadilan, maka pembatalan tersebut harus ditempuh lewat prosedur
gugatan biasa, yang sangat panjang, berbelit dan melelahkan sehingga, campur
tangan pengadilan dalam hal memutuskan kontrak, yang semula ditunjukkan
untuk melindungi pihak yang lemah atau tidak berdosa dalam suatu kontrak,
akhirnya malah merugikan semua pihak.
Berdasarkan berbagai kekurangan itulah penyelesaian sengketa atau
masalah yang sedang dihadapi oleh pihak- pihak yang mengikatkan dirinya dalam
sebuah perjanjian lebih memilih menyelesaikan sengketa yang dihadapi di luar
pengadilan.
Dengan demikian banyak pihak yang dalam pembatalan suatu kontrak
mengambil jalur iktikad baik. Jika tidak didapati iktikad baik oleh salah satu pihak
yang melanggar kontrak barulah mengambil jalur pengadilan.
Karena salah satu prinsip mendasar pada ilmu hukum kontrak adalah prinsip
perlindungan kepada pihak yang dirugikan akibat adanya wanprestasi dari
71
Yahya Harahap, BeberapaTinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan Penyelesaian Sengketa, ( Bandung : Citra Aditya Bakti, 1997 ), hal 240- 247
Dalam hubungan ini, telah dipersoalkan, apakah perjanjian itu sudah
batalkarena kelalaian salah satu pihak atau terpaksa dibatalkan. Maksudnya
batalkarena kelalaian salah satu pihak adalah perjanjian yang dilakukan tidaklah
sesuaidengan yang diperjanjikan sedari awal. Sedangkan maksud dari terpaksa
dibatalkan adalah karena segala hal yang diperjanjikan tidak dapat dipenuhi
dandijalankan dengan baik oleh salah satu pihak. Karena itu pihak yang
bersangkutan lainnya dapat membatalkan perjanjian tersebut secara terpaksa.
Hapusnya perjanjian / perikatan juga diatur dalam Bab IV Buku IIIKitab
Undang-Undang Hukum Perdata mulai dari Pasal 1381, yang
merupakanketentuan yang bersifat memaksa karena ketentuan tersebut merupakan
suatuketentuan yang menentukan kapan suatu kewajiban dilahirkan, tidak
dariperjanjian melainkan juga oleh undang-undang menjadi berakhir.
Membicarakan akibat dari perjanjian kita tidak bisa lepas dari
ketentuanPasal 1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata, yang membawa arti penting
tentangmaksud para pihak, maka kita harus berpaling pada ketentuan Pasal1338
dan Pasal 1339 KUH Perdata.
Pasal 1339 menyebutkan :
“ persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di
dalamnya, melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan dituntut