BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Remunerasi
2.1.1 Pengertian Remunerasi
Berdasarkan Kamus Bahasa Indonesia (Alwi, dkk., 2007:946) pengertian
Remunerasi adalah pembelian hadiah (penghargaan atas jasa dsb); imbalan.
Menurut Mochammad Surya (2004:8) “remunerasi adalah sesuatu yang diterima
pegawai sebagai imbalan dari kontribusi yang telah diberikannya kepada
organisasi tempat bekerja”. Remunerasi mencakup semua imbalan, baik
berbentuk uang maupun barang, baik yang bersifat rutin maupun tidak rutin, dan
baik yang diberikan secara langsung maupun tidak langsung. Imbalan langsung
misalnya, gaji/upah, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, bonus, dan berbagai
jenis bantuan yang diberikan secara rutin. Imbalan tidak langsung terdiri dari
fasilitas, kesehatan, dana pensiun, santunan musibah.
Menurut Abdurrachman (1991:899) “remuneration, (pemberian hadiah)
adalah ganti kerugian, pembayaran, pemberian ganjaran atau hadiah, terutama
untuk jasa yang telah diberikan” Menurut Rosenberg (1983:428) “remunerations:
wages and other financial benefits received from employment” (remunerasi adalah
upah dan manfaat finansial lainnya yang diterima sebagai hasil dari pekerjaan)
Komaruddin (1983:423) mengemukakan “remuneration, balas jasa :
pemberian prestasi balasan atau hadiah, khususnya untuk jasa yang telah
dipergunakan.” Sistem remunerasi harus mempertimbangkan secara seimbang
bagaimana kompetensi ataupun kulaitas seseorang melakukan sesuatu pekerjaan
untuk dapat mencapai tujuan kinerja. Begitu juga dengan output, yaitu kesesuaian
hasil kerja dengan target kinerja yang harus dicapai oleh orang tersebut dalam
pekerjaannya, sehingga perlu diberikan imbalan apabila orang tersebut mampu
mencapainya.
Sistem remunerasi adalah masalah yang sensitif dan tidak mudah untuk
dilaksanakan. Kesalahan-kesalahan dalam menentukan kebijakan remunerasi
dapat menimbulkan gejolak pada anggota yang merasa dirugikan. Oleh karena itu,
untuk menentukan sistem remunerasi yang baik diperlukan analisis yang baik oleh
manajemen organisasi.
Terminologi lain dari remunerasi adalah kompensasi (dalam Sancoko,
2009:28). Sebagaimana menurut Flipo (1961: 6, 316)
this function (compensation) is defined as the adequate and equitable remuneration of personnel for their contributions to organization objectives. Employee compensation can be used for two basic purposes: (1) to attract and retain qualified personnel in the organisation, and (2) to motivate these personnel to higher levels of performance
(fungsi ini didefinisikan sebagai remunerasi yang memadai dan merata yang
diperoleh setiap pegawai atas kontribusi mereka terhadap tujuan organisasi”.
Pemberian kompensasi pegawai digunakan untuk dua tujuan dasar yaitu untuk
menarik dan mempertahankan pegawai yang berkualitas dalam organisasi, dan
untuk memotivasi pegawai tersebut ke tingkat kinerja yang lebih tinggi).
Menurut Rivai (2005:399) “pembentukan filosofi kompensasi harus
didasarkan pada keinginan untuk menghargai orang karena kinerjanya yang benar
dilakukan mendapatkan penghargaan”. Dengan harapan pemberian kompensasi
tersebut nantinya dapat meningkatkan kapasitas kinerja perusahaan. Sofyandi
(2008) menyatakan bahwa “kompensasi merupakan suatu bentuk biaya yang
harus dikeluarkan oleh perusahaan dengan harapan bahwa perusahaan akan
memperoleh imbalan dalam bentuk prestasi kerja dari karyawannya”. Dalam hal
ini, tentunya diharapkan prestasi kerja yang diberikan karyawan bernilai lebih
besar daripada kompensasi yang dikeluarkan perusahaan.
Sastrohadiwiryo (2002:181, 185) menyatakan “kompensasi adalah imbalan
atau balas jasa yang diberikan oleh perusahaan kepada para tenaga kerja, karena
tenaga kerja tersebut telah memberikan sumbangan tenaga dan pikiran demi
kemajuan perusahaan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan”. Selain itu,
pelaksanaan kompensasi diharapkan dapat menjadi dasar untuk menetapkkan
suatu keputusan dan tindakan kepada tenaga kerja yang terlibat dalam proses
administrasi tertentu.
Pengertian yang hampir sama diungkapkan oleh Keith Davis dan Werther
W.B (dalam Mangkuprawira, 2002:196) “ kompensasi merupakan sesuatu yang
diterima karyawan sebagai penukar dari kontribusi jasa mereka pada perusahaan”.
Apabila dikelola dengan baik, maka dapat membantu perusahaan dalam
memperoleh, memelihara dan menjaga karyawan dengan baik serta pencapaian
tujuan perusahaan.
Menurut Nitisemito (1982:149) “kompensasi adalah merupakan balas jasa
dengan uang dan mempunyai kecenderungan diberikan secara tetap”. Kompensasi
tidak sama dengan upah, namun upah merupakan bagian dari kompensasi.
Nawawi menyatakan (1997:315) “kompensasi bagi organisasi/perusahaan
berarti penghargaan/ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi
dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja”. Dalam hal
ini, terdapat dua pihak yang saling mempengaruhi, yaitu pegawai yang
berkewajiban untuk bekerja dan perusahaan yang berkewajiban memberikan
penghargaan atau ganjaran atas hasil pekerjaan dari pihak pertama.
Menurut Milkovich (1985) “compensation refers to all forms of financial
returns and tangible services and benefits employees receive as part of an
employment relationship” (kompensasi mengacu pada semua bentuk pemberian
dalam bentuk keuangan dan manfaat serta fasilitas yang nyata diterima karyawan
sebagai bagian dari hubungan kerja).
Pemberian remunerasi bagi pegawai merupakan salah satu pelaksanaan dari
fungsi manajemen sumber daya manusia yang berhubungan dengan pemberian
penghargaan terhadap pegawai dalam melakukan tugas keorganisasian. Dengan
demikian remunerasi diharapkan memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan
kerja pegawai , yaitu semakin tinggi remunerasi maka semakin tinggi tingkat
kepuasan kerja karyawan. Tingkat kepuasan yang semakin tinggi tersebut juga
diharapkan dapat meningkatkan motivasi karyawan untuk memberikan kinerja
yang lebih maksimal. Dengan demikian, apabila dikelola dengan benar, maka
remunerasi akan membantu perusahaan dalam memperoleh, memelihara, dan
2.1.2 Prinsip-Prinsip Sistem Remunerasi
Beberapa kebijakan yang menjadi dasar penerapan remunerasi sebagai
bagian dari pelaksanaan reformasi birokrasi diantaranya:
1. Konvensi ILO No.100, Diratifikasi pada tahun 1999, yang berbunyi ‘Equal
remuneration for men and women workers for work of equal value’
(Pemberian imbalan yang sama bagi pekerja Laki-laki dan Wanita untuk
pekerjaan yang sama nilai atau bobotnya).
2. UU No.43/1999 tentang perubahan atas UU No.8/1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian. Yang salah satu substansinya menyatakan bahwa setiap pegawai
negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban
pekerjaan dan tanggung jawabnya ( Pasal 7, UU No.43/1999)
3. UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari
KKN.
4. Peraturan Meneg PAN, Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman
Umum Reformasi Birokrasi
5. Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional
jangka panjang 2005-2025.
Mohamad (2004:8) menyatakan bahwa prinsip dasar dari sistem remunerasi
yang efektif antara lain :
1. Individual equity atau keadilan individual
Prinsip ini berarti apa yang diterima pegawai harus setara dengan apa yang diberikan oleh pegawai terhadap organisasi.
2. Internal Equity atau keadilan internal
Prinsip ini berarti adanya keadilan antara bobot pekerjaan dan imbalan yang diterima oleh pegawai.
Prinsip ini berarti adanya keadilan imbalan yang diterima pegawai dalam organisasinya dibandingkan dengan organisasi lain yang memiliki kesetaraan.
Menurut Cascio (dalam Mutiara, 2004:78) terdapat beberapa kriteria
pendukung keefektifan remunerasi, yaitu :
1. Memenuhi kebutuhan dasar
2. Mempertimbangkan adanya keadilan dengan pasar kerja eksternal
3. Mempertimbangkan adanya keadilan internal perusahaan. Pemberian Remunerasi dilakukan secara adil, dengan demikian pegawai yang memiliki nilai pekerjaan yang sama harus dibayar dengan jumlah yang sama, dan yang memberikan kontribusi yang lebih tinggi harus dibayar lebih tinggi pula 4. Pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan individu.
Selain keempat hal tersebut, sistem remunerasi juga seharusnya dapat
dihitung dan dapat dikendalikan (managable and controllable). Sistem
Remunerasi yang didesain dapat dikendalikan, harus ada rumus yang jelas untuk
menghitung kenaikan Remunerasi dan mengendalikannya dengan baik berpatokan
pada kondisi perusahaan/instansi saat ini sehingga nantinya tidak menyulitkan
perusahaan tersebut.
Terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam penerapan
remunerasi (menurut Nitisemito, 1982: 149-157) antara lain:
1. Kompensasi memiliki peraturan dan etika
2. Mampu memenuhi syarat kebutuhan inimal pegawai, memperhatikann besaran remunerasi dan kesesuaiannya dengan harga pasar
3. Mampu mengikat
4. Menjamin semangat dan kegairahan kerja 5. Kompensasi harus bersifat adil
6. Memperhatikan komposisi dari kompensasi yang diberikan 7. Dinamis, dalam hal ini kompensasi tidak boleh bersifat statis 8. Sesuai dengan kemampuan keuangan perusahaan
Sistem remunerasi harus menciptakan keseimbangan sehingga harus
dirancang dengan baik dan memperhatikan faktor faktor yang mempengaruhinya
1. Adanya permintaan dan penawaran tenaga kerja
Apabila lebih banyak permintaan kerja, maka remunerasi relatif lebih tinggi, sedangkan apabila lebih banyak penawaran kerja maka remunerasi realtif lebih rendah.
2. Kemampuan perusahaan dalam membayar
3. Produktivitas kerja/ prestasi kerja karyawan, yaitu tingkat produktivitas atau prestasi kerja pegawai dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan nilai remunerasi
4. Biaya kehidupan, tingkat biaya hidup di suatu daerah akan menentukan besaran remunerasi yang diberikan
5. Jabatan karyawan (hierarki dalam organisasi), yaitu remunerasi diberikan berdasarkan tingkat pekerjaan, dengan demikian semakin tinggi level seseorang maka komponen pembayaran variabel akan menjadi semakin besar. 6. Tingkat pendidikan dan pengalaman kerja pegawai.
7. Peraturan pemerintah, yaitu perusahaan harus mempertimbangkan keputusan pemerintah terkait dengan batasan penghasilan yang memungkinkan masyarakat untuk hidup layak sesuai dengan harkat martabatnya sebagai manusia.
8. Keberadaan serikat buruh atau organisasi karyawan, dalam hal ini karyawan memiliki wadah penyaluran aspirasi mereka terhadap besaran remunerasi yang diharapkan
Tujuan diadakannya sistem remunerasi yang efektif menurut Keith Davis
dan Werther W.B (dalam Mangkuprawira, 2002:198) adalah :
1. Memperoleh personil yang berkualifikasi.
2. Mempertahankan karyawan yang ada, yaitu karyawan yang produktif agar tidak pindah ke perusahaan lain
3. Menjamin keadilan internal dan eksternal terhadap SDM
4. Penghargaan terhadap perilaku yang diinginkan dan bertindak sebagai insentif untuk perbaikan
5. Mengendalikan biaya
6. Mengikuti aturan hukum dan menjamin pemenuhan kebutuhan karyawan 7. Meningkatkan efisiensi administrasi
Selain tujuan-tujuan diatas, pemberian Remunerasi juga bertujuan untuk
menciptakan disiplin kerja bagi pegawai, membentuk perilaku yang
berorientasi pada pelayanan, dan mengurangi KKN.
Riri Satria, 2011 (dalam http://ririsatria40.wordpress.com/2011/08/05/remune
ringkasan bahwa selama ini ada tiga konsep yang terkenal dalam sistem
remunerasi, yakni 3P : pay for position, pay for people, dan pay for performance.
1. Pay For Position
Konsep Pay For Position yaitu membayar seseorang sesuai posisi dan jabatannya. Dengan kata lain, tunjangan yang diberikan nilainya sama untuk setiap jabatan yang setingkat. Misalnya, seluruh kepala kantor mendapat remunerasi sebesar 10 juta rupiah. Artinya, bagus atau tidaknya pekerjaan seorang kepala kantor tetap akan mendapat remunerasi sebesar 10 juta rupiah. Kelemahan dari konsep ini adalah tidak adanya penghargaan yang lebih terhadap kepala kantor yang berprestasi dalam pekerjaannya. Kelebihan dari konsep ini adalah mudah dalam melakukan perhitungannya. Remunerasi ini biasa disebut dengan tunjangan jabatan.
2. Pay For People
Konsep pay for people, yaitu membayar sesuai dengan keunggulan yang dimiliki oleh karyawan. Karyawan dengan keahlian khusus mendapatkan tunjangan khusus atau dengan kata lain diberikan remunerasi kepada orang-orang yang memiliki keahlian/pendidikan khusus sesuai dengan pekerjaannya. Misalnya, terdapat perbedaan remunerasi antara kepala kantor yang berpendidikan S1 dengan kepala kantor yang berpendidikan S2, sehingga diberikan penghasilan yang berbeda walaupan pada jabatan yang sama. Kekurangan konsep ini adalah keahlian/pendidikan khusus tersebut tidak selalu menjamin Kepala Kantor tersebut memberikan nilai tambah (value added) bagi organisasi. Kelebihan konsep ini, dapat memotivasi agar memiliki keahlian/keterampilan khusus yang sesuai dengan pekerjaannya untuk mendapatkan remunerasi yang sama.
3. Pay For Performance
Konsep Pay For Performance adalah pemberian remunerasi yang diberikan kepada karyawan berdasarkan prestasi atau kualitas kinerja karyawan. Tunjangan hanya diberikan kepada karyawan yang memiliki kinerja tinggi sesuai harapan yang telah ditetapkan. Konsep ini memang lebih rumit dari dua konsep sebelumnya, tetapi memiliki tingkat keadilan yang cukup tinggi. Remumerasi ini biasa disebut dengan tunjangan prestasi.
Terdapat beberapa kriteria pendukung keefektifan kompensasi menurut
Paton dan ivancevich,1992 (dalam http://catatanku-prawiranegara.blogspot.com/,
2010), yaitu:
a. Layak, yakni setiap orang harus dibayar secara adil sesuai dengan usaha, kemampuan dan keahlian mereka.
c. Efektif berdasarkan pertimbangan biaya, dimana upah tidak boleh diberikan secara berlebihan melainkan sesuai dengan kesanggupan organisasi untuk membayarnya.
d. Seimbang, yakni upah, tunjangan dan penghargaan lain harus memberikan satu paket penghargaan total yang masuk akal.
e. Aman, upah harus cukup aman untuk membantu karyawan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
f. Menyediakan insentif, yang diharapkan dapat memunculkan motivasi kerja yang efektif dan produktif.
g. Dapat diterima, dimana karyawan harus mengetahui dan merasa sistem tersebut masuk akal baik bagi perusahaan maupun bagi dirinya sendiri.
Sebagaimana tercantum dalam Perbaikan Sistem Remunerasi Pegawai
Negeri oleh Kedeputian SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Apratur
Negara tahun (2010:8), terdapat beberapa kriteria kebijakan dan sistem
remunerasi yang efektif, yaitu:
1. Adil, yaitu pekerjaan yang menuntut pengetahuan, keterampilan serta tanggung jawab yang lebih tinggi, dibayar lebih tinggi, dan jabatan dengan beban tugas dan tanggung jawab pekerjaan dengan bobot yang sama dibayar sama (equal pay for equal work).
2. Mendorong Motivasi pegawai untuk berkontribusi lebih maksimal.
3. Kompetitif (bersaing), yaitu penghasilan pegawai tersebut setara apabila dibandingkan dengan penghasilan pegawai dengan kualifikasi yang sama di sektor lain.
4. Tepat, remunerasi diberikan setelah melalui pertimbangan dan dengan tujuan yang jelas.
5. Memenuhi ketentuan Undang-undang dan Peraturan yang berlaku
2.1.3 Kebijakan Remunerasi Kementerian Keuangan
Reformasi birokrasi adalah salah satu bentuk pelaksanaan manajemen
strategi sektor publik dengan melakukan suatu perubahan signifikan terhadap
elemen-elemen birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia,
ketatalaksanaan, akuntabilitas, pengawasan dan pelaksanaan pelayanan publik
dengan harapan dapat membantu organisasi sektor publik dalam mewujudkan
pemerintahan yang baik.
Perubahan-perubahan tersebut perlu dilakukan agar birokrasi pemerintahan
dapat melaksanakan peran dan fungsinya secara tepat, cepat dan konsisten guna
menghasilkan manfaat sesuai dengan yang diharapkan dan diamanatkan.
Perubahan birokrasi ke arah yang lebih baik merupakan suatu keharusan,
mengingat fakta bahwa saat ini peran birokrasi masih jauh dari harapan
masyarakat.
Birokrasi memiliki peranan penting dalam suatu negara dengan fungsi
utamanya sebagai pelayan masyarakat. Namun demikian pelaksanaan fungsi
tersebut masih belum sesuai dengan harapan masyarakat yang dapat dilihat dari
kenyataan bahwa masyarakat enggan untuk berhubungan dengan birokrasi
pemerintah atau dengan kata lain sedapat mungkin menghindar dari urusan yang
berkaitan dengan birokrasi pemerintah.
Sebagaiman tercantum dalam penjelasan Pedoman Umum Reformasi
Birokrasi (2008:10), reformasi birokrasi harus dilaksanakan untuk menghapus
penilaian pesimis masyarakat terhadap kinerja Pegawai Negeri Sipil, misalnya:
1. Praktek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) masih berlangsung hingga saat ini
2. Tingkat kualitas pelayanan publik yang belum mampu memenuhi harapan publik
3. Tingkat efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang belum optimal dari birokrasi pemerintahan.
4. Tingkat transparansi dan akuntabilitas birokrasi pemerintahan yang masih rendah.
Dalam reformasi birokrasi di lingkungan pemerintahan, upaya untuk menata
dan meningkatkan kesejahteraan PNS merupakan kebutuhan yang sangat
mendasar, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi pemerintah untuk
merubah budaya korup pada PNS. Reformasi birokrasi yang dilaksanakan dalam
rangka mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut, akan
sulit untuk dilaksanakan dengan baik tanpa didukung oleh kesejahteraan yang
layak dari pemerintah.
Dengan demikian, remunerasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari pelaksanaan kebijakan reformasi birokrasi dan merupakan bagian dari
komitmen pemerintah. Sehingga dengan struktur gaji yang baru, diharapkan
setiap pegawai akan mempunyai daya tangkal yang maksimal terhadap godaan
untuk melakukan tindak KKN guna mewujudkan pemerintahan yang bersih dan
baik.
Prinsip dasar kebijakan remunerasi bagi PNS adalah adil dan proporsional.
Dengan adanya kebijakan remunerasi, besar penghasilan yang diterima oleh
seorang PNS akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang
disandangnya.
Sesuai dengan, Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum
Reformasi Birokrasi, kebijakan remunerasi diperuntukan bagi seluruh Pegawai
Negeri Sipil di seluruh Lembaga/Pemerintahan. Namun, berdasarkan urgensinya
kebijakan remunerasi di Indonesia dikelompokan ke dalam tiga skala
prioritas/tahapan sebagaimana tercantum dalam penjelasan Pedoman Umum
1. Prioritas pertama : kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang tekait dengan Pengelola Keuangan Negara, Penegakan Hukum, Pemeriksaan dan Pengawasan Keuangan Negara, dan Penerbitan Aparatur Negara;
2. Prioritas kedua : Kementerian/Lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi, atau sumber penghasil penerimaan negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk pemerintah daerah;
3. Prioritas ketiga : seluruh Kementerian/Lembaga yang tidak termasuk dalam prioritas pertama dan kedua.
Reformasi Birokrasi Kementerian Keuangan merupakan sebuah pilot
project atau proyek rintisan yang akan dijadikan sebagai tolak ukur dalam
pelaksanaan reformasi birokrasi pelayanan publik bagi setiap kementerian negara.
Kementerian Keuangan dipilih sebagai proyek rintisan karena nilai strategisnya,
dimana lebih dari 70% penerimaan negara berasal dari wilayah kerja Kementerian
ini, yaitu melalui penerimaan sektor pajak serta mempertimbangkan beragamnya
domain kerja sektor publik yang ada di Kementerian Keuangan.
Gambar 2.1. Tiga Pilar Reformasi Kementerian Keuangan
Ada tiga tujuan pokok yang ingin dicapai dengan pelaksanaan reformasi
birokrasi Kementerian Keuangan, yaitu:
1. Mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance).
2. Meningkatkan mutu pelayanan publik.
3. Meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan negara.
Program reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan terdiri dari 3 pilar
utama, yaitu:
1. Penataan organisasi
Misalnya dilakukan dengan pembukaan kantor modern/percontohan yang
dilakukan pada Ditjen Bea Cukai (Kantor Pelayanan Utama), Ditjen Pajak
(KPP Khusus, KPP Madya, KPP Pratama), Ditjen Kekayaan Negara
(KPKNL) dan Ditjen Perbendaharaan (KPPN Percontohan/KPPN Prima)
2. Penyempurnaan proses bisnis
Beberapa langkah pembenahan proses bisnis yang telah dilakukan misalnya:
a. one stop service, yaitu pelayanan satu pintu hanya di front office agar
'main mata' antara petugas dan pengguna layanan dapat dihindari.
b. Paperless, yaitu mengurangi hal-hal yang bersifat hardcopy dan lebih
aktif memanfaatkan data softcopy dan teraplikasi.
c. Penyediaan SOP
3. Peningkatan disiplin dan manajemen SDM
Aspek-aspek yang harus diperbaiki dalam masalah SDM antara lain:
a. Sistem informasi manajemen kepegawaian
c. Assessment center
Penentuan pegawai untuk menduduki pos-pos tertentu harus melalui
proses seleksi terpusat untuk mendapatkan pegawai yang memiliki
kemampuan yang sesuai.
d. Rekruitmen pegawai
e. Kode etik
Melalui tiga pilar reformasi birokrasi tersebut dengan didukung pelaksanaan
remunerasi diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik, peningkatan
kualitas pelayanan publik, peningkatan kinerja dan penciptaan good governance
di lingkungan Kementerian Keuangan.
Dalam pelaksanaan remunerasi di lingkungan Kementerian Keuangan,
terlebih dahulu dilakukan analisis dan evaluasi jabatan yang meliputi beberapa
kegiatan, yakni penyusunan pedoman pelaksanaan analisis dan evaluasi jabatan
(job analyis andjob evaluation), penyusunan uraian jabatan (job description) dan
penyusunan spesifikasi jabatan (job specification), penyusunan peta jabatan (job
mapping), dan penyusunan 27 peringkat jabatan (job grade) sebagai salah satu
wujud transformasi penajaman tugas dan fungsi jabatan, yang dituangkan dalam
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 289/KMK.01/2007 tentang Peringkat
Jabatan Di Lingkungan Kementerian Keuangan yang kemudian diganti dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 376/KMK.01/2008 tentang Peringkat
Jabatan Di Lingkungan Departemen Keuangan.
Untuk mengatasi masalah penetapan pemangku jabatan Pelaksana, secara
dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.01/2008 tentang
Pedoman Penetapan, Evaluasi, Penilaian, Kenaikan dan Penurunan Jabatan dan
Peringkat Bagi Pemangku Jabatan Pelaksana Di Lingkungan Departemen
Keuangan, yang kemudian dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 246/PMK.01/2011 tentang Mekanisme Penetapan Jabatan Dan
Peringkat Bagi Pelaksana Di Lingkungan Kementerian Keuangan.
2.2 Teori Pelayanan
2.2.1 Pengertian Pelayanan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, dkk., 2007:646) pelayanan
merupakan perihal atau cara melayani, usaha melayani kebutuhan orang lain
dengan memperoleh imbalan (uang); jasa, kemudahan yang diberikan sehubungan
dengan jual beli barang atau jasa.
Kotler (dalam Napitupulu, 2007:163) menyatakan “a service is any act or
performance that one party can offer to another that is essentially intangible and
does not result in the ownership of anything. It’s production may or may not be
tied to physical product”.
Sebagaimana dirumuskan oleh American Marketing Association tahun 1981
(dalam Napitupulu, 2007:163)
penggunaan tersebut diperlukan, tidak ada pengalihan bentuk dari jasa menjadi barang yang berwujud).
Christopher Pass, dkk (1994:532) menyatakan bahwa “service (pelayanan),
aktifitas ekonomi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bisnis atau pribadi”.
Horngren, dkk (1983:458) menyatakan “service (noun) the useful work done by a
person or machine” (pekerjaan yang bermanfaat yang dilakukan oleh orang atau
mesin).
Norman (1988:8) menyatakan karakteristik pelayanan sebagai berikut :
a. The basic intangibility of services (pelayanan bersifat tidak dapat diraba). b. Most of services actually consist of acts, and interactions are typically social
events (pelayanan terdiri dari tindakan nyata dan merupakan pengaruh yang bersifat tindakan sosial).
c. The production and consumption of a service cannot always be clearly kept apart, since they generally occur simultaneously and at the same time
(kegiatan produksi dan konsumsi dalam pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada umumnya terjadi dalam waktu dan tempat yang bersamaan).
Menurut Komaruddin (1983:448) “service, jasa : 1. Alat pemuas kebutuhan
yang tidak berwujud. 2. Prestasi yang dilakukan atau dikorbankan untuk
memuaskan permintaan atau kebutuhan pihak lain. pemberian prestasi balasan
atau hadiah, khususnya untuk jasa yang telah dipergunakan.” Abdurrachman
(1991:977) mengungkapkan bahwa “service pada umumnya ialah suatu pekerjaan
atau prestasi yang dikorbankan atau dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan orang-orang lain, atau untuk memenuhi permintaan yang ada”.
Demikian juga Pasolong (2011:128) berpendapat bahwa pelayanan pada dasarnya
dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok, dan/atau organisasi
Rohman (2008:3) menyatakan bahwa “pelayanan publik (public service)
adalah suatu pelayanan atau pemberian terhadap masyarakat yang berupa
penggunaan fasilitas-fasilitas umum, baik jasa maupun non jasa, yang dilakukan
oleh organisasi publik dalam hal ini adalah suatu pemerintahan”. Menurut
Kurniawan (2005:4) “pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada
organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan”.
Dalam sudut pandang birokrasi, pelayanan publik merupakan salah satu
perwujudan dari fungsi aparatur negara baik sebagai abdi masyarakat maupun
abdi negara.
Dwiyanto (2005:141) mendefinisikan pelayanan publik sebagai
“serangkaian aktivitas yang dilakukan oleh birokrasi publik untuk memenuhi
kebutuhan warga pengguna”. Birokrasi sangat penting dalam pelayanan publik,
karena tidak hanya barang yang dihasilkan dalam pelaksanaan pelayanan publik,
tetapi juga jasa dalam memberikan pelayanan administrasi, sehingga birokrasi
selalu menjadi sorotan dan pusat perhatian masyarakat.
Pelayanan yang menjadi produk pemerintahaan adalah pelayanan publik.
Pelayanan tersebut diberikan untuk memenuhi hak masyarakat yang dilakukan
secara universal. Sesuai dengan pendapat Moenir (2010:41) yang menyatakan
bahwa “hak atas pelayanan itu sifatnya sudah universal, berlaku terhadap siapa
saja yang berkepentingan atas hak itu dan oleh organisasi apapun juga yang
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No
63/KEP/M.PAN7/2003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan
Publik, “pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
2.2.2 Prinsip-Prinsip Pelayanan
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
63 Tahun 2003 disebutkan bahwa penyelenggaraan pelayanan harus memenuhi
beberapa prinsip sebagai berikut :
1. Kesederhanaan.
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.
2. Kepastian waktu.
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan dan diinformasikan kepada masyarakat
3. Kejelasan.
Kejelasan ini, misalnya : persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik, unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik, rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran.
4. Akurasi.
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah sesuai dengan aturan yang berlaku dan dengan peruntukannya.
5. Keamanan.
Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum bagi para stakeholder.
6. Tanggungjawab.
Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasarana.
8. Kemudahan akses.
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai dan mudah dijangkau oleh masyarakat.
9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan.
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10.Kenyamanan.
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan tuang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat yang dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, misalnya tempat parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
Menurut Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63
Tahun 2003, standar pelayanan sekurang-kurangnya harus meliputi :
1. Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk prosedur pengaduan;
2. Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan pelayanan
3. Biaya pelayanan beserta rincian yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan
4. Produk pelayanan yaitu hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan
5. Sarana dan prasarana, yaitu penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggaraan pelayanan publik;
6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan yang telah ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.
Keberhasilan pelayanan publik ditentukan oleh kualitas pelayanan tersebut,
sehingga setiap negara akan berusaha untuk meningkatkan kualitas pelayanan
publiknya. Namun demikian tidak dapat dipungkiri, kenyataan dilapangan
menunjukan pelayanan publik di Indonesia saat ini masih berbelit-belit , rumit,
prosedural, boros, tidak efektif dan efisien, bahkan terkadang menyebalkan.
Beberapa hal yang menyebabkan kurang memadainya kualitas pelayanan yang
diberikan (dalam Moenir, 2010:40), antara lain :
2. Sistem, prosedur dan metode kerja yang ada tidak memadai, sehingga mekanisme kerja tidak berjalan sebagaimana mestinya.
3. Pengorganisasian tugas pelayanan yang belum serasi, sehingga terjadi simpang siur penanganan tugas, tumpang tindih, atau tercecernya tugas karena tidak ada yang menangani.
4. Pendapatan pegawai yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup.
5. Kemampuan pegawai yang tidak memadai untuk tugas yang dibebankan kepadanya.
6. Tidak tersedianya sarana pelayanan yang memadai.
Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional
(PROPENAS:96), sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik
perlu disusun indeks kepuasan masyarakat sebagai tolak ukur untuk menilai
tingkat kualitas pelayanan. Indeks kepuasan masyarakat dapat menjadi bahan
penilaian terhadap unsur pelayanan yang masih memerlukan perbaikan dan
menjadi pendorong setiap unit penyelenggara pelayanan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan.
Menurut Albrecht dan Zemke, 1990 (dalam Dwiyanto, 2005:145) kualitas
pelayanan publik merupakan hasil interaksi dari berbagai aspek , antara lain:
a. Sistem pelayanan
Sistem pelayanan yang baik akan menghasilkan kualitas pelayanan yang baik juga, dengan prosedur pelayanan telah terstandar dan adanya mekanisme kontrol di dalamnya, maka dapat memudahkan untuk mengetahui segala bentuk penyimpangan yang terjadi.
b. Sumber daya pemberi layanan.
Diharapkan adanya petugas pelayanan yang mampu memahami dan mengoperasikan sistem pelayanan yang baik
c. Sifat dan jenis pelanggan. Petugas pelayanan sebaiknya mengenal pelanggan dengan baik sebelum memberikan pelayanan, karena sifat pelanggan yang bervariasi membutuhkan strategi pelayanan yang berbeda juga.
Terdapat beberapa kelengkapan untuk menjamin kualitas pelayanan bagi
1. Adanya standar pelayanan pelanggan berupa standar kualitas
2. Customer Redress, yaitu pemberian kompensasi pada pelanggan apabila standar pelayanan tidak tercapai, biasanya dalam bentuk uang.
3. Quality Guaranties, yaitu komitmen organisasi untuk mengembalikan uang pelanggan atau memberikan pelayanan baru secara bebas apabila pelanggan tidak merasa puas dengan pelayanan yang diberikan.
4. Quality Inspector, yaitu suatu tim yang terdiri dari para profesional maupun tokoh masyarakat yang memberikan pelayanan publik dan memberikan rating terhadap kualitasnya.
5. Customer complain system, yaitu memeriksa dan menganalisis keluhan pelanggan, memberikan respon yang sesuai dan menciptakan metode dimana organisasi dapat belajar dari keluhan tersebut untuk meningkatkan pelayanan. 6. Ombudsman, yaitu membantu pelanggan meemecahkan perselisihan mereka
dengan penyedia jasa serta mendapatkan pelayanan atau informasi yang diperlukan apabila mereka tidak puas dengan respon organisasi terhadap keluhan-keluhan mereka.
Menurut Zeithaml, Parasuraman, dan Berry, 1990 (dalam Pasolong
2011:135) untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh
konsumen, ada indikator ukuran kepuasan konsumen yang terletak pada lima
dimensi kualitas pelayanan atau disebut dimensi SERVQUAL. Kelima dimensi
kualitas pelayanan yaitu:
1. Hal-hal yang berwujud/fasilitas fisik (tangibles)
Yaitu kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran, komputerisasi, administrasi, ruang tunggu, tempat informasi.
2. Reliabilitas/keandalan (reliability)
Yaitu kemampuan dan keandalan untuk menyediakan pelayanan yang terpercaya. Pelayanan yang berkualitas diharapkan mampu memberikan kualitas yang sama (konsisten) pada setiap waktu, untuk semua orang, secara tepat, dan akurat.
3. Ketanggapan (responsiveness)
Yaitu kesanggupan untuk membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat dan tepat, serta tanggap terhadap keinginan konsumen.
4. Kepastian (assurance).
Yaitu kemampuan pengetahuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen
5. Empati (Empathy)
Pada awalnya dimensi kualitas pelayanan tersebut terdiri dari 10 dimensi
yang terdiri dari tiga dimensi pertama ditambah dengan tujuh dimensi lainnya
yaitu competence, courtesy, credibility, security, access, communication, dan
understanding the customer. Ketujuh dimensi tersebut kemudian dilebur menjadi
dua dimensi terakhir yaitu assurance dan empathy.
a. Kompetensi (competency)
Yaitu memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam
melaksanakan pelayanan.
b. Tata Krama (courtesy)
Yaitu keramahan dan sikap bersahabat dari penyedia jasa
c. Kredibilitas (credibility)
Yaitu sikap kerja yang menimbulkan kepercayaan dan keyakinan bagi
pelanggan.
d. Keamanan (security)
Yaitu kebebasan dari rasa takut, resiko dan keragu-raguan atas pelayanan yang
diberikan meliputi aspek keamanan fisik, keamanan financial, dan
kerahasiaan.
e. Aksesibilitas (access)
Yaitu kemudahan untuk dihubungi atau ditemui oleh penerima pelayanan
untuk memperoleh pelayanan.
f. Komunikasi (communication)
Yaitu keinginan untuk mendengarkan keluhan pelanggan dan memberikan
g. Pemahaman atas konsumen (understanding the customer)
Yaitu usaha untuk mengenali pelanggan dan kebutuhan mereka, termasuk
memberikan perhatian yang bersifat personal atau pribadi kepada pelanggan.
2.2.3 Program Layanan Unggulan Kementerian Keuangan.
Reformasi birokrasi di Kementerian Keuangan dilaksanakan dengan tujuan
untuk memberikan peningkatan pelayanan publik. Upaya peningkatan pelayanan
dilakukan melalui perbaikan performa dari berbagai layanan prioritas, sehingga
diharapkan perbaikan pelayanan tersebut dapat diwujudkan dalam jangka
menengah dan jangka panjang, dengan tetap memperhatikan layanan yang lebih
baik dalam jangka pendek.
Dengan demikian, berbagai upaya perbaikan proses bisnis dilakukan dalam
reformasi birokrasi, yang difokuskan pada tujuan peningkatan pelayanan prima
yang secara langsung menyentuh kepentingan masyarakat umum.
Sasaran utama yang diharapkan dapat diperoleh dari layanan unggulan
Kementerian Keuangan adalah :
1. Meningkatkan transparansi sekaligus memotong jalur birokrasi yang tidak
perlu atas proses bisnis di lingkungan Kementerian Keuangan.
Di dalam layanan unggulan juga secara jelas dicantumkan janji layanan waktu,
dan biaya yang harus dikeluarkan yang diiringi oleh adanya SOP yang baku,
jelas, dan tertulis guna menjamin kepastian dalam memperoleh layanan.
Upaya meningkatkan transparansi juga dilakukan melalui pencantuman
masyarakat tidak terkendala oleh lambatnya layanan karena persyaratan yang
tak lengkap.
2. Menyederhanakan proses bisnis di lingkungan Kementerian Keuangan.
Di dalam layanan unggulan, proses layanan disederhanakan dengan
menghilangkan proses yang tidak perlu sehingga lebih efisien, dan waktu
penyelesaian menjadi lebih cepat. Namun, dalam beberapa jenis layanan
prosesnya telah diatur dengan tegas sesuai dengan aturan yang berlaku. Untuk
jenis layanan tersebut, tahapan proses layanan memang tetap harus
sebagaimana tercantum dalam aturan, namun janji layanan waktu yang
dipersingkat.
3. Layanan unggulan dirancang untuk menghindari sejauh mungkin
penyalahgunaan wewenang (a buse of power) dari aparat.
Dengan adanya SOP yang mencantumkan prosedur dan alur layanan, jangka
waktu layanan, persyaratan administrasi yang diperlukan, serta besarnya biaya
yang harus dikeluarkan masyarakat, maka pencari layanan akan mengerti
dengan jelas hak dan kewajibannya, sehingga dapat meminimalisir
penyalahgunaan wewenang oleh aparat.
4. Layanan Unggulan memberikan layanan yang didukung oleh aparat yang
semakin profesional dan kompeten.
Pada Kantor Pelayanan Kepabeanan telah dibentuk Kantor Pelayanan Utama.
Di bidang perpajakan, dibentuk Kantor Pelayanan Modern dalam bentuk
Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar (Large Taxpayer Office), Kantor
Pajak Pratama (Small Taxpayer Office) yang dilayani oleh petugas yang
profesional sesuai dengan kompetensi dan persyaratan terselenggaranya suatu
kantor modern.. Demikian juga dengan Kantor Pelayanan Perbendaharaan
Negara percontohan untuk layanan prima guna memperikan layanan
perbendaharaan yang semakin profesional. Selain petugas yang semakin
profesional, kantor-kantor modern tersebut juga telah dilengkapi dengan
teknologi yang mendukung proses bisnis yang lebih efisien. Dengan demikian
masyarakat mendapatkan layanan yang lebih baik dengan dukungan aparatur
yang profesional dan infrastruktur yang lebih baik.
5. Layanan unggulan dirancang untuk menghindari praktek korupsi, kolusi, dan
nepotisme (KKN).
Masyarakat dapat melaporkan setiap pelanggaran termasuk perbuatan yang
tidak terpuji yang dilakukan oleh pegawai kepada atasan pegawai atau kepala
kantor setempat, serta selanjutnya ditindaklanjuti dan diproses sesuai dengan
tingkat pelanggarannya. Sementara itu, apabila terjadi pelanggaran terhadap
ketentuan hukum perdata atau hukum pidana, akan diproses lebih lanjut sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Standar Prosedur Operasi (Standard Operating Procedure) layanan
unggulan Kementerian Keuangan adalah rangkaian kegiatan yang dibakukan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan eksternal dan/atau internal sesuai
dengan peraturan perundang-undangan untuk kepentingan masyarakat atas jasa
Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 187/KMK.01/2010
tentang SOP layanan unggulan Kementerian Keuangan, jenis SOP layanan
unggulan Kementerian Keuangan terdiri dari beberapa bidang pelayanan,
yaitu: perbendaharaan, pengelolaan utang, anggaran, perpajakan, kepabeanan dan
cukai, kekayaan negara dan lelang, perimbangan keuangan, pendidikan dan
pelatihan keuangan, dan kesekretariatan.
SOP layanan unggulan disusun oleh masing-masing unit Eselon I di
lingkungan Kementerian Keuangan guna memberikan kepastian pelayanan
terhadap proses, jangka waktu penyelesaian, biaya atas jasa pelayanan, dan
persyaratan administrasi yang disediakan masing-masing unit Eselon I. SOP
layanan unggulan digunakan sebagai acuan bagi seluruh unit Eselon I dalam
rangka pelaksanaan pelayanan publik.
Sebagai tindak lanjut atas pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
187/KMK.01/2010 tentang Layanan Unggulan Kementerian Keuangan maka
disusunlah SOP bidang perpajakan sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-79/PJ/2010 tentang SOP Layanan Unggulan Bidang Perpajakan,
sebagai berikut :
Tabel 2.1 SOP Layanan Unggulan Bidang Perpajakan
N o. Je n is La y a n a n Ja n gk a W a k t u Pe n y e le sa ia n
1 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Pendaft aran NPWP.
1 ( sat u) hari kerj a sej ak perm ohonan pendaft aran NPWP dit erim a secara lengkap at au 1( sat u) hari kerj a sej ak inform asi pendaft aran m elalui Sist em e- Regist rat ion dit erim a Kant or Pelayanan Paj ak ( KPP) , sepanj ang perm ohonan pendaft aran NPWP diisi secara lengkap.
2 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Pengukuhan PKP.
5 ( sat u) hari kerj a sej ak perm ohonan dit erim a lengkap.
3 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Pengem balian Kelebihan Pem bayaran Paj ak
Pert am bahan Nilai ( PPN) . Pat uh) sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 17C Undang-Undang Nom or 6 Tahun 1983 t ent ang Ket ent uan Um um dan Tat a Cara Perpaj akan sebagaim ana t elah beberapa kali diubah t erakhir dengan Undang- Undang Nom or 16 Tahun 2009 ( m elalui penelit ian) .
b. 1 ( sat u) bulan sej ak saat dit erim anya perm ohonan secara lengkap, dalam hal perm ohonan pengem balian diaj ukan oleh Waj ib Paj ak yang m em enuhi persyarat an t ert ent u sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 17D Undang- Undang Nom or 6 Tahun 1983 t ent ang Ket ent uan Um um dan Tat a Cara Perpaj akan sebagaim ana t elah beberapa kali diubah t erakhir dengan Undang- Undang Nom or 16 Tahun 2009 ( m elalui penelit ian) .
c. Perm ohonan pengem balian kelebihan pem bayaran paj ak selain perm ohonan pengem balian kelebihan pem bay aran paj ak dari Waj ib Paj ak t ert ent u sebagaim ana dim aksud dalam Pasal 17C at au Pasal 17D Undang- Undang Nom or 6 Tahun 1983 t ent ang Ket ent uan Um um dan Tat a Cara Perpaj akan sebagaim ana t elah beberapa kali diubah t erakhir dengan Undang- Undang Nom or 16 Tahun 2009 yang dilakukan dengan:
o Pem eriksaan Kant or paling lam a 6 ( enam ) bulan yang
dihit ung sej ak t anggal Waj ib Paj ak dat ang m em enuhi surat panggilan dalam rangka Pem eriksaan Kant or sam pai dengan t anggal Laporan Hasil Pem eriksaan;
o Pem eriksaan Lapangan paling lam a 8 ( delapan) bulan
yang dihit ung sej ak t anggal Surat Perint ah
Pem eriksaan sam pai dengan t anggal Laporan Hasil Pem eriksaan.
4 Pelayanan Penerbit an Surat
Perint ah Mem bayar Kelebihan Paj ak ( SPMKP) .
3 ( t iga) m inggu sej ak :
a. Perm ohonan Waj ib Paj ak dit erim a;
b. Surat Ket et apan Paj ak Lebih Bayar ( SKPLB) / Surat Keput usan Pengem balian Pendahuluan Kelebihan Paj ak ( SKPPKP) dit erbit kan;
c. Surat Keput usan ( SK) Keberat an, SK Pem bet ulan, SK Pengurangan Sanksi Adm inist rasi at au SK Penghapusan Sanksi Adm inist rasi, SK Pengurangan Ket et apan Paj ak at au SK Pem bat alan Ket et apan Paj ak, yang m enyebabkan t erj adinya kelebihan pem bayaran paj ak, dit erbit kan; d. Put usan Banding at au Put usan Peninj auan Kem bali, yang
m enyebabkan t erj adinya kelebihan pem bayaran paj ak, dit erim a kant or Direkt orat Jenderal Paj ak yang berwenang m elaksanakan Put usan Banding at au Put usan Peninj auan Kem bali.
5 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Keberat an Penet apan Paj ak Penghasilan ( PPh) , Paj ak Pert am bahan Nilai ( PPN) , dan Paj ak Penj ualan at as Barang Mewah ( PPnBM) .
9 ( sem bilan) bulan sej ak t anggal surat perm ohonan dit erim a.
6 Pelayanan Penyelesaian Surat
Ket erangan Bebas ( SKB)
I m por.
7 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Pengurangan Paj ak Bum i dan Bangunan ( PBB) .
a. KPP Prat am a dalam j angka wakt u paling lam a 2 ( dua) bulan sej ak perm ohonan pengurangan dit erim a,
b. Kant or Wilayah DJP dalam j angka wakt u paling lam a 3 ( t iga) bulan sej ak perm ohonan pengurangan dit erim a, c. Kant or Pusat DJP dalam j angka wakt u paling lam a 5 ( lim a)
bulan sej ak perm ohonan pengurangan dit erim a.
8 Pelayanan Pendaft aran Obyek
Paj ak Baru dengan Penelit ian Kant or.
3 ( t iga) hari kerj a sej ak surat perm ohonan dit erim a lengkap.
9 Pelayanan Penyelesaian Mut asi
Seluruhnya Obyek dan Subj ek Paj ak Bum i dan Bangunan ( PBB) .
5 ( lim a) hari kerj a sej ak surat perm ohonan dit erim a lengkap.
10 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Surat Ket erangan Bebas ( SKB) Pem ot ongan PPh Pasal 23.
1 ( sat u) bulan sej ak perm ohonan Waj ib Paj ak dit erim a secara lengkap.
11 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Surat Ket erangan Bebas ( SKB) Pem ot ongan PPh At as Bunga Deposit o dan Tabungan Sert a Diskont o SBI yang Dit erim a at au Diperoleh Dana Pensiun Yang Pendiriannya t elah Disahkan oleh Ment eri Keuangan.
7 ( t uj uh) hari ker j a set elah perm ohonan dit erim a secara lengkap.
12 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Surat Ket erangan Bebas ( SKB) PPh at as Penghasilan dari Pengalihan Hak at as Tanah dan/ at au Bangunan.
3 ( t iga) hari kerj a sej ak t anggal surat perm ohonan Surat Ket erangan Bebas Paj ak Penghasilan at as Penghasilan dari pengalihan hak at as t anah dan/ at au bangunan dit erim a secara lengkap.
13 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Surat Ket erangan Bebas ( SKB) Paj ak
14 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Keberat an Paj ak Bum i dan Bangunan ( PBB) .
9 ( sem bilan) bulan sej ak surat perm ohonan dit erim a.
15 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Pengurangan at au
Penghapusan Sanksi Adm inist rasi.
6 ( enam ) bulan sej ak t anggal dit erim anya berkas perm ohonan lengkap.
16 Pelayanan Penyelesaian
Perm ohonan Pengurangan at au Pem bat alan Ket et apan Paj ak yang Tidak Benar.
2.3 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Berdasarkan judul penelitian di atas yaitu pengaruh remunerasi terhadap
pelaksanaan layanan unggulan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota,
berikut ini adalah penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul penelitian
tersebut:
Tabel 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
No
Nama Peneliti dan
Tahun Penelitian
Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Penelitian
2.4 Kerangka Konseptual
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori, tinjauan penelitian yang
dijelaskan di atas, maka penulis membuat kerangka konseptual sebagai berikut :
Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 2.3. Rincian Kerangka Konseptual Penelitian
Uji Wilcoxon
Mengetahui pengaruh remunerasi terhadap pelaksanaan layanan unggulan sebelum dan
setelah adanya perlakuan remunerasi
Keterangan :
5 (Lima) Dimensi Pelayanan, yaitu:
1. Reliability (Ketepatan waktu janji layanan), 2. Tangibles (Fasilitas Fisik),
3. Responsiveness (Tanggung jawab pegawai),
4. Assurance Dimensi Pengukuran : Sebelum dan Setelah Perlakuan
Pelaksanaan Layanan Unggulan
Bidang Perpajakan
(Y)
Penelitian ini termasuk dalam kategori analisis dependen yaitu analisis yang dilakukan untuk menguji ada tidaknya hubungan diantara dua set variabel. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen berupa remunerasi (yang bersifat kategori atau skala nonmetrik) dengan variabel dependen yaitu pelaksanaan layanan unggulan bidang perpajakan. Variabel yang digunakan :
1. Remunerasi
Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel independen adalah
penerapan sistem remunerasi yang ada di Direktorat Jenderal Pajak. Prinsip
dasar dari kebijakan remunerasi adalah adil dan proporsional. Prinsip adil dan
proporsional tersebut dijabarkan sebagai kesesuaian imbalan yang diberikan
terhadap kualitas sumber daya manusia, masukan serta keluaran (output) yang
dihasilkan oleh SDM tersebut dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya
dalam pelayanan perpajakan.
Variabel remunerasi (independen) dalam penelitian ini bersifat kategori
atau skala nonmetrik yang terdiri dari kategori sebelum dan setelah remunerasi
diberikan bagi pegawai pajak. Kategori remunerasi tersebut berfungsi sebagai
penentu jawaban responden terhadap pelaksanaan layanan unggulan bidang
perpajakan sebelum dan setelah adanya perlakuan remunerasi. Dalam hal ini
sampel responden yang diambil adalah tetap sama, sehingga remunerasi
sifatnya adalah pemisahan kategori sebelum dan setelah perlakuan remunerasi
tersebut.
Pelaksanaan layanan unggulan bidang perpajakan diukur dari sikap
responden terhadap pelaksanaan layanan unggulan sebelum dan setelah adanya
pemberian remunerasi kepada pegawai pajak, yang diperoleh dari jawaban
responden atas kuesioner yang diberikan yang terdiri dari 11 (sebelas)
pertanyaan yang merupakan penjabaran dari 5 (lima) dimensi pelayanan
sebagaimana diutarakan oleh Zeithaml, dkk, yaitu : 1.Reliability (Ketepatan
waktu), 2.Tangibles (Fasilitas Fisik), 3.Responsiveness (tanggung jawab
pegawai), 4.Assurance, dan 5.Empathy.
2.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara yang harus diuji kebenarannya atas
suatu penelitian yang dilakukan agar dapat mempermudah dalam menganalisis.
Secara statistik, hipotesis merupakan pernyataan mengenai keadaan parameter
yang akan diuji melalui statistik sampel. Secara teknis, hipotesis dapat
didefenisikan sebagai pernyataan mengenai populasi yang akan diuji
kebenarannya berdasarkan data yang diperoleh dari sampel penelitian. Hipotesis
pada penelitian ini adalah H1: remunerasi berpengaruh positif terhadap