IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEGIATAN STORYTELLING
(Studi Kasus di TK Armia Bandung Kelompok B Tahun Pelajaran 2013-2014)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Oleh
KARTIKA 0904093
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PEDAGOGIK
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
LEMBAR PENGESAHAN
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
DALAM KEGIATAN STORYTELLING
(Studi kasus di TK Armia Bandung Kelompok B Tahun Pelajaran 2013-2014)
Oleh
Kartika
0904093
Disetujui dan disarankan oleh
Pembimbing I
Euis Kurniati, M.Pd.
NIP.19770611 200112 2 002
Pembimbing II
Rita Mariyana, M.Pd.
NIP.19780308 201112 2 001
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini
Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia
Dr. Ocih Setiasih, M.Pd.
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul “Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Kegiatan Storytelling“ ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri, dan tidak melakukan penjiplakan
atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung risiko/sanksi yang dijatuhkan
kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika
keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini”
Bandung, Januari 2014
Yang membuat pernyataan,
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KEGIATAN STORYTELLING
KARTIKA 0904093
Tujuan dari penelitian ini berguna untuk mengetahui bagaimana strategi dalam menerapkan nilai karakter yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung dan untuk mengetahui nilai karakter apa saja yang terkandung di dalamnya melalui kegiatan storytelling yang diterapkan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung dengan model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter anak usia dini (PBBK). Objek dalam penelitian ini adalah kelompok B Taman Kanak-kanak Armia Bandung. Desain penelitian yang dilakukan adalah studi kasus dimana peneliti melakukan analisis program, kejadian, aktivitas dan proses sehingga peneliti harus mengumpulkan informasi yang detail dengan menggunakan beragam prosedur pengumpulan data selama periode waktu tertentu. Perolehan hasil pengamatan dengan model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter (PBBK) menunjukan bahwa strategi guru bercerita, figur yang baik, kekompakan orang tua-guru dan menciptakan suatu suasana atau komunitas yang positif atau bermoral di dalam kelas. Hal ini dapat menunjukan perubahan perilaku pada anak yaitu anak mampu mengucapkan terima kasih, memaafkan, menyapa, saling berbagi, dan bermain bersama. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter anak (PBBK) diharapkan mampu memberikan suatu pembelajaran yang benar-benar efektif dan efisien namun seluruh aspek perkembangannya tercapai secara keseluruhan.
Kata Kunci: Pendidikan Karakter dan Storytelling
DAFTAR ISI
4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 7
5. Bab V Simpulan dan Rekomendasi... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 8
A. Konsep Karakter... 8
B. Tujuan Pendidikan Karakter ... 9
C. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter ... 11
D. Nilai-nilai Pendidikan Karakter ... 12
7. Nilai Moral ... 14
8. Nilai Kemanusiaan ... 15
E. Tahap Pendidikan Karakter ... 15
1. Tahap Penanaman Adab (Umur 5-6 tahun) ... 15
2. Tahap Penanaman Tanggung jawab (Umur 7-8 Tahun) ... 15
3. Tahap Penanaman Kepedulian (Umur 9-10 Tahun) ... 15
F. Konsep Moral ... 16
G. Nilai Karakter ... 17
H. Storytelling ... 22
I. Sejarah dan Perkembangan Storytelling... 23
J. Jenis-jenis storytelling ... 25
1. Storitelling Pendidikan ... 25
2. Fabel ... 25
K. Manfaat storytelling ... 25
L. Fungsi storytelling ... 27
M. Tujuan Storytelling ... 27
N. Bentuk-bentuk Storytelling ... 28
O. Tahapan Storytelling ... 28
1. Persiapan sebelum storytelling ... 28
2. Saat storytelling berlangsung ... 29
3. Sesudah kegiatan storytelling selesai ... 31
4. Storytelling di Taman Kanak-kanak ... 32
P. Penelitian Terdahulu ... 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35
A.Metode Penelitian ... 35
B. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 36
C.Teknik pengumpulan data ... 36
1. Observasi ... 36
2. Studi dokumentasi ... 38
3. Wawancara atau Interview ... 38
D. Langkah-langkah Penelitian ... 38
1. Tahap pra lapangan ... 38
2. Tahap pekerjaan lapangan ... 39
3. Tahap analisis data ... 39
E. Analisis dan Interpretasi data ... 39
F. Reliabilitas dan Validitas Kualitatif ... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Hasil Penelitian ... 44
1. Profil Sekolah ... 44
2. Model Pembelajaran di Taman Kanak-kanak Armia Bandung ... 47
3. Kegiatan Storytelling di Taman Kanak-kanak Armia Bandung ... 55
B. Pembahasan ... 67
1. Proses Pendidikan dan Nilai Karakter yang Terkandung dalam Pendidikan Karakter di Taman Kanak-kanak Armia Bandung ... 67
2. Implementasi Nilai Karakter Melalui Kegiatan Storytelling di Taman Kanak-kanak Armia Bandung ... 70
3. Indikator Nilai Karakter yang Dikembangkan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung …………... 73
4. Alasan Memilih Indikator Nilai Karakter yang Dikembangkan ... 75
5. Mengapa Memilih Indikator Nilai Karakter Indonesia Heritage Foundation (IHF) ... 76
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 78
A. Simpulan ... 78
B. Rekomendasi ... 80
DAFTAR PUSTAKA ... 83
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Amri (2011:4) mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi
komponen pengetahuan kesadaran atau kemauan dan tindakan untuk
melaksanakan nilai tersebut.
Musfiroh (UNY, 2008) mengatakan bahwa karakter mengacu kepada
serangkaian sikap (attitude), perilaku (behavior), motivasi (motivation) dan
keterampilan (skill). Pentingnya membangun karakter adalah suatu pondasi
yang amat penting hal ini dikemukakan oleh Megawangi (2004:1) bahwa
nilai-nilai moral yang ditanamkan akan membentuk karakter (akhlak mulia)
yang merupakan fondasi penting bagi terbentuknya sebuah tatanan masyarakat
yang beradab dan sejahtera.
Renstra (rencana strategi) yang saat ini mulai dikembangkan di Negara
Indonesia adalah mengembangkan karakter di setiap kurikulumnya dari mulai
kurikulum TK hingga perguruan tinggi. Hal ini membuktikan bahwa
pentingnya menerapkan nilai karakter sedini mungkin kepada anak usia dini.
Menurut Lickona (1994:55) mengatakan bahwa seorang anak adalah
satu-satunya bahan bangunan yang diketahui dapat membentuk seorang dewasa
yang bertanggung jawab.
Seiring dengan pentingnya menerapkan karakter dari sejak dini, para
pakar telah membuktikan bahwa anak usia dini sangat tepat untuk diajarkan
kebiasaan baik atau ditanamkan nilai-nilai kebaikan. Menurut Suyadi (2009:8) bahwa “hal ini karena anak usia dini menunjukan seluruh potensi dan kecerdasan serta dasar-dasar perilaku seseorang telah mulai terbentuk dalam
masa ini sehingga sedemikian pentingnya masa ini disebut dengan masa
Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 (tentang sisdiknas) yang
menyebutkan bahwa:
“Pendidikan anak usia dini (paud) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut”.
Dalam penjelasan tersebut menguatkan bahwa pendidikan diberikan
kepada anak di mulai sejak lahir sampai usia 6 tahun untuk anak usia dini dan
dalam periode masa ini anak sangat diwajibkan untuk diberikan kebiasaan
berperilaku baik agar memiliki nilai-nilai karakter yang diharapkan.
Selain itu Megawangi (2004:23) mengatakan bahwa anak usia dini
merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Selain itu hal
yang sama diungkapkan oleh Lickona (1994:56) “walaupun jumlah anak-anak
hanya 25% dari total jumlah penduduk, tetapi menentukan 100% masa depan”.
Oleh karena itu menanamkan moral melalui pendidikan karakter sedini
mungkin kepada anak-anak adalah kunci keberhasilan untuk membangun
bangsa. Terdapat tokoh pendidik yang memiliki andil dalam membangun
karakter bangsa yakni Ki Hadjar Dewantara (Tridhonanto, 2012:3) beliau
mengatakan bahwa:
“Proses tumbuh kembangnya anak bergantung pada tripusat
pendidikan seperti 1) pendidikan di lingungan keluarga, 2) pendidikan di lingkungan perguruan dan 3) pendidikan di lingkungan kemasyarakatan atau alam pemuda. Ketiga hal itu sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter seorang anak”.
Dalam jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus, volume 1, No. 1
tahun 2010 mengupas bahwa banyak anak-anak menjadi terlantar karena
pelanggaran hak asasi manusia, kekerasan serta ketidakpedulian sudah
dirasakan oleh anak usia dini. Hal ini menandakan bahwa moral bangsa masih
belum sejahtera dan fakta ini membuktikan bahwa dengan menanmkan nilai
Terdapat beberapa fakta contoh kasus keberhasilan memberikan
pendidikan karakter pada anak-anak usia pra-sekolah yakni dikemukakan oleh
Indonesia Heritage Foundation (IHF) (Megawangi 2004:31) sejak pertengahan
tahun 2001 telah menjalankan sebuah model pendidikan karakter secara
komprehensif pada anak-anak usia pra-sekolah melalui program Semih Benih
Bangsa (SBB) dan Taman Kanak-kanak karakter isi rekaman tersebut yaitu:
Fadli melihat seorang ibu (orang tua murid) mengambil daun jeruk dan langsung berkata, “ibu kok mengambil daun jeruk, memangnya sudah bilang? Itu kan bukan punya ibu, tapi punya orang lain, kan harus bilang dulu. Hal ini
memang sudah biasa didengar oleh orang dewasa namun ketika anak berusia 4
sampai 5 tahun yang mengucapkan terdengar begitu menakjubkan karena di
usianya yang masih belia sudah memahami hal yang benar dalam berperilaku
sehingga memberikan pendidikan karakter sangat memungkinkan dan efektif
untuk dilakukan.
Mengembangkan nilai karakter dalam diri anak sangat mudah jika
dilakukan dengan cara bercerita hal ini dikemukakan oleh Solehuddin
(2000:90) bahwa:
“Bagi anak aktivitas bercerita bisa memiliki nilai yang banyak bagi proses belajar dan perkembangan anak. Di samping dapat menciptakan suasana menyenangkan bercerita dapat mengundang dan merangsang
proses kognisi, khususnya aktivitas berimajinasi; dapat
mengembangkan kesiapan dasar bagi perkembangan bahasa dan literacy, dapat menjadi sarana belajar, serta dapat berfungsi untuk membangun hubungan yang akrab”.
Jika anak sering dibacakan buku cerita maka manfaat yang akan
didapatkan selain mengembangkan kemampuan membaca yaitu
menumbuhkan dan memelihara minat baca anak.
Menurut Solehuddin (2000:10) bahwa seorang anak yang memiliki
kegemaran membaca akan mengulang dan terus mengulang aktifitas
membacanya secara terus-menerus karena membaca merupakan suatu
Hal ini diungkapkan oleh Graves (Solehuddin, 2000:91) bahwa “membaca bukan sekedar merupakan suatu keterampilan (skill) melainkan merupakan suatu petualangan besar (a grant adventure)”.
Selain itu storytelling atau bercerita sangat penting karena memiliki
fungsi yang cukup berpengaruh bagi perkembangan dan pertumbuhan bagi
aspek bahasanya, menurut Solehuddin (2000:91) mengatakan bahwa bercerita
dapat juga berfungsi sebagai alat untuk mendukung proses pembelajaran
berbagai ilmu pengetahuan dan nilai pada anak.
Di Taman Kanak-kanak Armia Bandung Kegiatan storytelling atau
bercerita ini sudah diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar dan
sudah memprogram kegiatan storytelling tersebut ke dalam bentuk Satuan
Kegiatan Harian (RKH), Satuan Kegiatan Mingguan (RKM) juga program
tahunan. Selain itu di Taman Kanak-kanak Armia Bandung saat ini sedang
diuji cobakan sebuah model pembelajaran berbasis bermain untuk
mengembangkan karakter anak usia dini (PBBK) yang dimana model tersebut
dikembangkan oleh salah satu Dosen Pendidikan Guru Pendidikan anak Usia
Dini (PG-PAUD) yaitu Ibu Euis Kurniati, M.Pd. Dalam uji cobanya beliau
membuat suatu model pembelajaran yang lain dari pada yang lain yaitu
penerapan pendidikan karakter melalui pembelajaran berbasis bermain, dan di
dalam model yang beliau kembangkan ini salah satunya terdapat kegiatan
bercerita atau storytelling yang beliau kembangkan untuk menerapkan
pendidikan karakter tersebut. Sehingga mengapa observer memilih melakukan
pengamatan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung karena selain daripada di
Taman Kanak-kanak tersebut sudah menerapkan kegiatan storytelling alasan
lainnya adalah di Taman Kanak-kanak Armia Bandung sedang diuji cobakan
model yang dikembangkan oleh salah satu Dosen Pendidikan Guru
Pendidikan anak Usia Dini (PG-PAUD) yang di dalam penerapannya terdapat
kegiatan storytelling yang menjadi salah satu program beliau.
Apakah observer akan melihat nilai karakter tersebut tampak dalam
dari anak setelah diterapkannya model pembelajaran berbasis bermain untuk
bahasan seputar kegiatan storytelling ini melalui pengamatan studi kasus,
sehingga mengupas tuntas seluruh kejadian dan informasi sesuai dengan
kenyataan di lapangan.
Dengan demikian pembahasan yang akan di kupas tuntas ini berjudul: “Implementasi Pendidikan Karakter dalam Kegiatan Storytelling”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat
dirumuskan beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Nilai karakter yang terkandung dalam pendidikan karakter yang
dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.
2. Bagaimana implementasi nilai karakter melalui kegiatan storytelling
yang dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.
3. Indikator nilai karakter yang dikembangkan di Taman Kanak-kanak
Armia Bandung.
4. Alasan memilih indikator nilai karakter yang dikembangkan di Taman
Kanak-kanak Armia Bandung.
5. Mengapa memilih indikator nilai karakter yang dikembangkan di
Taman Kanak-kanak Armia Bandung.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran
mengenai:
1. Dengan cara seperti apa nilai karakter dilaksanakan di Taman
Kanak-kanak Armia Bandung
2. Nilai karakter apa saja yang terkandung dalam kegiatan storytelling
D. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
tentang:
a. Proses pendidikan karakter yang dilaksanakan di Taman
Kanak-kanak Armia Bandung.
b. Nilai identifikasi yang terkandung dalam kegiatan storytelling yang
dilaksanakan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.
2. Secara Praktis:
a. Bagi Peneliti memberikan pengalaman yang berarti, dapat
menambah wawasan, mendapatkan pemahaman pribadi dalam
mengembangkan dan merancang aktivitas pembelajaran khususnya
dalam implementasi storytelling terhadap pendidikan karakter anak
usia Taman Kanak-kanak.
b. Bagi Guru dapat memiliki wawasan dan penguasaan ilmu yang
memadai tentang storytelling terutama terhadap pendidikan
karakter anak Taman Kanak-kanak.
c. Bagi Sekolah dapat dijadikan masukan dalam menyediakan media
untuk proses pembelajaran yang dapat merangsang anak untuk
memiliki karakter yang baik di sekolah.
E. Sistematika Penulisan 1. Bab I Pendahuluan
Dalam penelitian ini Bab I berisi uraian tentang pendahuluan dan
merupakan bagian awal dari penelitian ini. Pendahuluan berisi latar
belakang penelitian, identifikasi masalah, tujuan penelitian dan manfaat
penelitian.
Dalam isi dari Bab II ini adalah Kajian Pustaka yang mempunyai
peran penting. Melalui Kajian Pustaka ditujukan “the state of the art” dari
teori yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang
ilmu yang diteliti. Kajian Pustaka berfungsi sebagai landasan teoritik
dalam menyusun pertanyaan penelitian.
3. Bab III Metode Penelitian
Dalam Bab III ini berisikan Metode Penelitian yang dimana
peneliti menjabarkan beberapa komponen seperti: (1) lokasi dan subjek
populasi atau sampel penelitian, (2) desain penelitian dan justifikasi dari
pemilihan desain penelitian itu, (3) metode penelitian dari justifikasi
penggunaan metode penelitian tersebut, (4) definisi operasional, (5)
instrumen penelitian, (6) proses pengembangan instrumen; pengujian
validitas, reliabilitas, dll., (7) teknik pengumpulan data dan (8) analisis
data.
4. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Dalam Bab IV ini membahas tentang Hasil Penelitian dan
Pembahasan teori untuk menghasilkan temuan berkaitan dengan masalah
penelitian, pertanyaan penelitian, hipotesis, tujuan penelitian dan
pembahasan atau analisis terhadap temuan.
5. Bab V Simpulan dan Rekomendasi
Berisi tentang Simpulan dan Rekomendasi menyajikan penafsiran
35 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian yang digunakan untuk penelitian ini adalah kualitatif.
Tujuan dari penelitian kualitatif ini ditujukan untuk mendeskripsikan atau
menggambarkan fenomena-fenomena yang ada di lapangan yaitu mengkaji
bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan dan
perbedaan fenomena sehingga dalam penelitian ini tidak dilakukan manipulasi
hanya menggambarkan sesuai kenyataan atau suatu kondisi apa adanya.
Sedangkan menurut Sugiyono (2010:15) mengatakan bahwa:
“Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada
kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data
dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan
tringgulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi”.
Selain itu Moleong (Arikunto 2010: 22) mengemukakan bahwa:
“Penelitian kualitatif adalah tampilan yang berupa kata-kata lisan atau tertulis
yang dicermati oleh peneliti, dan benda-benda yang diamati sampai detailnya
agar dapat ditangkap makna yang tersirat dalam dokumen atau bendanya”.
Terdapat karakteristik penelitian kualitatif menurut Bogdan dan Biklen
(Sugiono 2010:21) yaitu:
1. Dilakukan pada kondisi yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen),
langsung ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci.
2. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif. Data yang terkumpul
berbentuk kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada
36 3. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk
atau outcome.
4. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif.
5. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna (data dibalik yang
teramati)
Pendekatan kualitatif ini menggunakan tipe kualitatif yaitu studi kasus.
Menurut Menurut Creswell (2010:343) mengatakan bahwa:
“Studi kasus adalah strategi kualitatif dimana peneliti mengkaji sebuah
program, kejadian, aktivitas, proses, atau satu atau lebih individu dan aktivitas, sehingga peneliti harus mengumpulkan informasi yang detail dengan menggunakan beragam prosedur pengumpulan data selama periode waktu
tertentu”.
Selain itu pendapat Donald Ary et al. (2006:458) bahwa studi kasus
mungkin memakai beberapa cara koleksi data dan tidak memakai pada ilmu
pengetahuan tentang teknik tunggal. Test, wawancara, observasi, ulasan dari
dokumen, artefak dan cara lain mungkin dipergunakan.
Sehingga penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran dan
menyingkap kejadian dengan lebih mendalam dan menggunakan beragam
prosedur pengumpulan data selama periode waktu tertentu yaitu mengenai
profil nilai karakter melalui kegiatan storytelling di Taman Kanak-kanak
Armia Bandung.
B. Lokasi dan Subjek Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Taman Kanak-kanak Armia Bandung
yang beralamat di Jalan Sarimadu Barat No. 125 Bandung
Adapun subjek dari penelitian ini adalah anak-anak Taman
Kanak-kanak kelas B Armia Bandung Tahun Ajaran 2013-2014.
37 Menurut Arikunto (2010:265) mengatakan bahwa observasi adalah
suatu usaha sadar untuk mengumpulkan data yang dilakukan secara
sistematis, dengan prosedur terstandar. Sedangkan Nasution (Sugiono
2010:313) terdapat manfaat observasi yaitu:
a. Dengan observasi di lapangan peneliti akan lebih mampu
memahami konteks data dalam keseluruhan situasi sosial sehingga
akan dapat diperoleh pandangan yang holistik atau menyeluruh.
b. Dengan observasi maka akan diperoleh pengalaman langsung
sehingga memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif
sehingga tidak dipengaruhi oleh konsep atau pandangan
sebelumnya. Pendekatan induktif membuka kemungkinan
melakukan penemuan atau discovery.
c. Dengan observasi peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau
tidak diamati orang lain, khusunya orang yang berada dalam
lingkungan itu karena telah dianggap “biasa” dan karena itu tidak
akan terungkapkan dalam wawancara.
d. Dengan observasi peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya
tidak akan terungkapkan oleh responden dalam wawancara karena
bersifat sensitif atau ingin ditutupi karena dapat merugikan mana
lembaga.
e. Dengan observasi peneliti dapat menemukan hal-hal yang di luar
persepsi responden sehingga peneliti memperoleh gambaran yang
lebih komprehensif
f. Melalui pengamatan di lapangan, peneliti tidak hanya
mengumpulkan daya yang kaya tetapi juga memperoleh
kesan-kesan pribadi dan merasakan suasana situasi sosial yang diteliti
Dalam observasi ini hal yang diamati adalah:
a. Profil karakter anak Taman Kanak-kanak Armia Bandung
38 c. Pelaksanaan proses storytelling di Taman Kanak-kanak Armia
Bandung
d. Program pendidikan karakter di Taman Kanak-kanak Armia
Bandung
e. Proses penerapan karakter di Taman Kanak-kanak Armia Bandung
2. Studi dokumentasi
Menurut Arikunto (2010:274) dokumentasi yaitu mencari data
mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat
kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.
Dalam hal ini yang dilakukan oleh penulis adalah memotret
keadaan di lapangan Taman Kanak-kanak kelas B Armia Bandung dan
mencatat seluruh kejadian mulai dari awal hingga akhir.
3. Wawancara atau interview
Secara garis besar ada dua macam pedoman wawancara Arikunto
(2010:270) adalah:
a. Pedoman wawancara tidak terstruktur, yaitu pedoman wawancara
yang hanya memuat garis besar yang akan ditanyakan.
b. Pedoman wawancara terstruktur, yaitu pedoman wawancara yang
disusun secara terperinci sehingga menyerupai check-list.
Menurut Sugiono (2010:328) terdapat alat wawancara yaitu:
a. Buku catatan: berfungsi untuk mencatat percakapan dengan sumber
data.
b. Tape recorder: berfungsi untuk merekam semua percakapan atau
pembicaraan.
c. Kamera: berfungsi untuk memotret jika peneliti sedang melakukan
pembicaraan dengan informasi atau sumber data.
39 a. Studi kepustakaan sebagai bahan rujukan yang dijadikan dasar
dalam menentukan fokus penelitian
b. Mempersiapkan surat ijin dari lembaga terkait untuk pelaksanaan
penelitian
c. Penentuan lapangan penelitian dengan jalan mempertimbangkan
teori subtansif dan dengan mempelajari serta mendalami fokus
serta rumusan masalah
d. Peneliti melakukan studi pendahuluan ke Taman Kanak-kanak
Armia Bandung untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai
fokus permasalahan
e. Peneliti mengadakan observasi ke Taman Kanak-kanak Armia
Bandung
2. Tahap pekerjaan lapangan
Menggali lebih dalam seperti apa profil karakter melalui kegiatan
storytelling di Taman Kanak-kanak Armia Bandung yang mencakup
proses pembelajaran bercerita, pelaksanaan proses storytelling, program
pendidikan karakter dan dengan cara seperti apa pendidikan karakter
diterapkan.
Tahap ini dibagi menjadi 3 bagian, yaitu: (a) memahami latar
belakang penelitian dan melakukan persiapan diri, (b) tahap memasuki
lapangan dan (c) tahap pengumpulan data. Pada tahap pengumpulan data
peneliti mengumpulkan data langsung di lapangan melalui proses
observasi, wawancara dan studi dokumentasi. Wawancara dilakukan
kepada kepala atau wali kepala sekolah dan guru Taman Kanak-kanak
Armia Bandung dalam upaya mencari data yang sesuai dengan fokus dan
tujuan penelitian.
3. Tahap analisis data
Setelah data-data terkumpul maka data tersebut di analisis untuk
40 mana keberhasilan dalam mencari data yang sesuai dengan fokus
penelitian di Taman Kanak-kanak Armia Bandung.
E. Analisis dan interpretasi data
Menurut Bogdan (Sugiono 2010:334) mengatakan bahwa:
“Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan lain sehingga dapat mudah difahami dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain”.
Dalam penelitian ini teknis analisis data dilakukan secara deskriptif
dengan pendekatan data kualitatif, dalam buku karangan Creswell yang
berjudul research design pendekatan kualitatif, kuantitatif dan mixed tahap
analisis data yang dilakukan adalah:
Langkah 1. Mengolah dan mempersiapkan data untuk dianalisis.
Langkah ini melibatkan transkripsi wawancara, men-scanning materi,
mengetik data lapangan, atau memilah-milah dan menyusun data tersebut ke
dalam jenis-jenis yang berbeda tergantung pada sumber informasi.
Langkah 2. Membaca keseluruhan data. Langkah pertama adalah
membangun general sense atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan
maknanya secara keseluruhan. Gagasan umum apa yang terkandung dalam
perkataan partisipan? Bagaimana kesan dari kedalaman, kredibilitas, dan
penuturan informasi itu? Pada tahap ini, para peneliti kualitatif terkadang
menulis catatan-catatan khusus atau gagasan-gagasan umum tentang data yang
diperoleh.
Langkah 3. Menganalilis lebih detail dengan meng-coding data.
Coding merupakan proses mengolah materi/informasi menjadi
segmen-segmen tulisan sebelum memaknainya. Langkah ini melibatkan beberapa
tahap: mengambil data tulisan atau gambar yang telah dikumpulkan selama
proses pengumpulan, mensegmentasi kalimat-kalimat (atau paragraf-paragraf)
41 kategori-kategori ini dengan istilah-istilah khusus yang sering kali didasarkan
pada istilah/bahasa yang benar-benar berasal dari partisipan.
Langkah 4. Terapkan proses coding untuk mendeskripsikan setting,
orang-orang, kategori-kategori dan tema-tema yang akan dianalisis. Deskripsi
ini melibatkan usaha penyampaian informasi secara detail mengenai
orang-orang, lokasi-lokasi, atau peristiwa-peristiwa dalam setting tertentu. Peneliti
dapat membuat kode-kode untuk mendeskripsikan semua informasi ini, lalu
menganalisisnya untuk proyek studi kasus, etnografi, atau penelitian naratif.
Setelah itu, tetapkanlah proses coding untuk membuat sejumlah kecil tema
atau kategori, bias lima hingga tujuh kategori.
Langkah 5. Tunjukan bagaimana deskripsi dan tema-tema ini akan
disajikan kembali dalam narasi/laporan kualitatif. Pendekatan yang paling
populer adalah dengan menerapkan pendekatan naratif dalam menyampaikan
hasil analisis. Pendekatan ini bias meliputi pembahasan tentang kronologi
peristiwa, peristiwa tertentu, atau tentang keterhubungan antartema. Para
peneliti kualitatif juga dapat menggunakan visual-visual, gambar-gambar, atau
tabel-tabel untuk membantu menyajikan pembahasan ini.
Langkah 6. Langkah terakhir dalam analisis data adalah
menginterpretasi atau memaknai data. Mengajukan pertanyaan seperti
“pelajaran apa yang bisa diambil dari semua ini?” akan membantu
mengungkap esensi dari suatu gagasan.
F. Reliabilitas dan Validitas Kualitatif Creswell (2006:285) mengatakan bahwa:
“Validitas kualitatif merupakan upaya pemekriksaan terhadap akurasi hasil penelitian dengan menerapkan prosedur-prosedur tertentu, sementara reliabilitas kualitatif mengindikasikan bahwa pendekatan yang digunakan peneliti konsisten jika diterapkan oleh peneliti-peneliti lain (dan) untuk proyek-proyek yang berbeda”.
42
“agar pendekatan konsisten dan reliabel para peneliti kualitatif harus
mendokumentasikan prosedur-prosedur studi kasus mereka dan
mendokumentasikan sebanyak mungkin langkah-langkah prosedur tersebut”.
Gibs (2007) Dalam Creswell (2006:285) merinci sejumlah reliabilitas
sebagai berikut:
1. Ceklah hasil transkripsi untuk memastikan tidak adanya kesalahan
yang dibuat selama proses transkripsi.
2. Pastikan tidak ada definisi dan makna yang mengambang mengenai
kode-kode selama proses coding. Hal ini dapat dilakukan dengan terus
membandingkan data dengan kode-kode atau dengan menulis catatan
tentang kode-kode dan definisi-definisinya.
3. Untuk penelitian yang berbentuk tim, diskusikanlah kode-kode
bersama partner satu tim dalam pertemuan-pertemuan rutin atau
sharing analisis.
4. Lakukan cross-check dan bandingkan kode-kode yang dibuat oleh
peneliti lain dengan kode-kode yang telah anda buat sendiri.
Creswell dan Miller (2006:286) mengatakan bahwa validitas
didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut
pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum.
Selain itu Creswell (2006:286-287) mengemukakan untuk
merekomendasikan mengidentifikasi dan membahas satu atau lebih strategi
yang ada untuk memeriksa akurasi hasil penelitian. Berikut delapan strategi
validitas:
1. Mentriangulasi (triangulate) sumber-sumber data yang berbeda dengan
memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber-sumber tersebut dan
43 koheren. Tema-tema yang dibangun berdasarkan sejumlah sumber data
atau perspektif dari partisipan akan menambah validitas penelitian.
2. Menerapakan member checking untuk mengetahui akurasi hasil
penelitian. member checking ini dapat dilakukan dengan membawa
kembali laporan akhir atau deskripsi-deskripsi atau tema-tema spesifik
ke hadapan partisipan untuk mengecek apakah mereka merasa bahwa
laporan/deskripsi/tema tersebut sudah akurat.
3. Membuat deskripsi yang kaya dan padat (rich and thick description)
tentang hasil penelitian. Deskripsi ini setidaknya harus berhasil
menggambarkan setting penelitian dan membahas salah satu elemen
dari pengalaman-pengalaman partisipan.
4. Mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti ke dalam
penelitian. Dengan melakukan refleksi diri terhadap kemungkinan
munculnya bias dalam penelitian, peneliti akan mampu membuat
narasi yang terbuka dan jujur yang akan dirasakan oleh pembaca.
5. Menyajikan informasi “yang berbeda” atau “negatif” (negative or
discrepant information) yang dapat memberikan perlawanan pada
tema-tema tertentu.
6. Memanfaatkan waktu yang relative lama (prolonged time) di lapangan
atau lokasi penelitian. Dalam hal ini peneliti diharapkan dapat
memahami lebih dalam fenomena yang diteliti dan dapat
menyampaikan secara detail mengenai lokasi dan orang-orang yang
turut membangun kredibilitas hasil naratif penelitian.
7. Melakukan Tanya-jawab dengan sesame rekan peneliti (peer
debriefing) untuk meningkatkan keakuratan hasil penelitian. Proses ini
mengharuskan peneliti mencari seorang rekan (a peer debriefer) yang
44 sehingga hasil penelitiannya dapat dirasakan oleh orang lain, selain
oleh peneliti sendiri.
8. Mengajak seorang auditor (external auditor) untuk meriview
keseluruhan proyek penelitian. Berbeda dengan peer debriefer, auditor
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Setelah dilaksanakannya Penelitian yang dilakukan observer terhadap
proses kegiatan bercerita di Kelompok B Taman Kanak-kanak Armia
Bandung, dengan menerapkan model pembelajaran berbasis bemain untuk
mengembangkan pendidikan karakter (PBBK), melalui tiga pertemuan,
peneliti menyimpulkan bahwa:
1. Proses belajar mengajar merupakan inti dari kegiatan pendidikan di
sekolah, agar tujuan pendidikan dan pengajaran berjalan dengan baik,
maka perlu adanya suatu perencanaan pembelajaran yang dibuat sebaik
mungkin.
Berdasarkan hasil observasi maupun wawancara, Guru sudah membuat
profil sekolah dan profil nilai karakter anak di Kelompok B Taman
Kanak-kanak Armia Bandung yang sudah dinarasikan diantaranya
anak sudah dapat mengucapkan kata maaf ketika melakukan
kesalahan, mengajak bermain bersama dengan teman yang lain dan
mengucapkan terima kasih bila diberi sesuatu atau ditolong oleh
teman.
2. Implementasi untuk meningkatkan nilai karakter anak melalui kegiatan
storytelling dapat terlihat dari pelaksanaan penelitian. Setelah
melaksanakan pertemuan pertama, secara keseluruhan proses kegiatan
pada pelaksanaan pertemuan pertama, kedua dan ketiga dapat terlihat
perilaku yang menunjukan anak memiliki nilai karakter yang baik.
Dengan kegiatan storytelling secara keseluruhan cukup berhasil
menumbuhkan aktivitas, kreativitas dan motivasi peserta didik, dalam
menerapkan nilai karakter anak terbukti dapat menumbuhkan aktivitas,
kreativitas, dan motivasi belajar bagi peserta didik dengan hasil baik.
Aktivitas, kreativitas dan motivasi ini tumbuh terutama dengan
tertanamnya nilai-nilai karakter dari kegiatan storytelling yaitu
konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan,
refleksi dan penilaian nyata. Salah satunya karena peserta didik
diberikan kesempatan untuk mencari sendiri seputar buku cerita berseri
yang akan dibacakan dan mengaitkan materi tersebut dengan
kehidupan nyata di lingkungan sekitar dan kepada temannya, sehingga
memacu peserta didik untuk memunculkan nilai budi pekerti atau
kebaikan dan mengembangkan diri menjadi pribadi yang baik, juga
memotivasi peserta didik untuk mengajukan berbagai pertanyaan
seputar cerita yang sudah dibacakan. Dengan demikian materi yang
diterima peserta didik lebih bermakna dan bermanfaat bagi kehidupan
sehari-hari peserta didik. Apabila peserta didik sudah merasa bahwa
mempelajari nilai karakter anak sesuai dengan kebutuhan mereka,
maka peserta didik akan lebih menyenangi untuk kebutuhan mereka,
maka peserta didik akan lebih menyenangi untuk mempelajari materi
dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
3. Secara keseluruhan indikator yang dilaksanakan di Taman
Kanak-kanak Armia Bandung sudah mencakup keseluruhan aspek yang
diperlukan. Guru senantiasa selalu meningkatkan wawasan
profesionalisme, sehingga dapat mengelola kelas dengan baik dan
maksimal, yang pada akhirnya menghasilkan peserta didik atau anak
yang aktif, kreatif, berkualitas dan termotivasi yang sesuai dengan apa
yang diharapkan. Keadaan itu tidak terlepas dari pada peran serta guru
itu sendiri dalam pelaksanaan proses kegiatan belajar mengajar di
kelas.
4. Alasan sekolah atau Taman Kanak-kanak memilih indikator yang
beberapa Taman Kanak-kanak Kecamatan Sukasari sudah menerapkan
nilai karakter yang sarankan oleh Indonesia Heritage Foundation
(IHF).
5. Kesimpulan dari alasan mengapa di Taman Kanak-kanak Armia
Bandung ini memakai nilai karakter yang disarankan oleh Indonesia
Heritage Foundation (IHF) karena cakupan nilai karakter atau aspek
nilai karakter yang diharapkan sudah ada secara keseluruhan dan
cakupan nilai karakter tersebut lebih detail dan mudah dipahami ketika
akan dibentuk dalam sebuah program kurikulum yang akan di rinci
mulai dari Satuan Kegiatan Harian (SKH), Satuan Kegiatan Mingguan
(SKM) serta program tahunan.
Dengan demikian, hasil penelitian sudah dilakukan dan dijelaskan
sesuai dengan kenyataan yang terjadi di lapangan secara alami dengan hasil
yang cukup membuktikan bahwa kegiatan storytelling dapat menumbuhkan
aktivitas, kreativitas dan motivasi belajar peserta didik untuk menerapkan nilai
karakter anak.
B. Rekomendasi
Berdasarkan kasimpulan dalam penelitian ini, dapat disampaikan
saran-saran bagi pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan untuk perbaikan
kegiatan storytelling, antara lain:
1. Nilai karakter anak hendaknya ditanamkan sejak mereka lahir dan
mulai berkembang dalam keluarga lalu lebih berkembang lagi ketika
mereka masuk sekolah, khususnya mulai dari Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD) atau Taman Kanak-kanak (TK), sebelum mereka
memasuki sekolah-sekolah yang lebih tinggi lagi tingkatnya.
2. Penerapan nilai karakter melalui kegiatan storytelling ini terlihat
menunjukan perubahan cukup signifikan, sesuai dengan yang sudah
menerapkan nilai karakter melalui kegiatan bercerita ini mampu
memberikan dampak positif bagi Anak Usia Taman Kanak-kanak dan
pesan yang disampaikan melalui kegiatan bercerita ini mudah
dimengerti oleh anak-anak sehingga prilaku anak mulai tercermin
dalam kesehariannya setelah guru membiasakan membacakan cerita
berseri budi pekerti kepada anak.
3. Dengan diterapkannya model pembelajaran berbasis bermain untuk
mengembangkan karakter anak (PBBK) kegiatan bermain bebas dan
bermain terpimpin jika meungkinkan bisa lebih dipersingkat waktu
bermain anak karena mengingat kondisi halaman sekolah yang
terbatas.
4. Model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan karakter
anak (PBBK) terlihat sedikit kurang efektif mengingat keterbatasan
media dan ruang kelas yang terbatas yang tidak sesuai dengan jumlah
anak di Taman Kanak-kanak Armia Bandung, sebaiknnya pada
kegiatan choice time hanya menggunakan dua kegiatan agar secara
keseluruhan anak dapat teramati oleh ibu guru kelas.
5. Model pembelajaran berbasis bermain untuk mengembangkan
karakter anak (PBBK) pada kegiatan storytelling anak-anak hendaknya
duduk di kursinya masing-masing saja karena jika di karpet anak-anak
terlihat berdesak-desakan mengingat tempat yang tersedia terbatas di
kelompok B tersebut.
6. Sekolah hendaknya memfasilitasi kelengkapan sarana prasarana
sebagai penunjang proses pembelajaran, kelengkapan dan
ketersediaannya fasilitas sarana prasarana, buku-buku sumber lainnya
yang tersedia dan juga tidak lepas dari Guru dan peserta didik itu
sendiri yang sangat mendukung demi proses kegiatan storytelling yang
berjalan dengan baik. Selain itu juga Guru yang dengan metode
harus terkuasai, sehingga mampu memberikan motivasi terhadap
peserta didiknya, selain itu juga peserta didik yang ketika proses
kegiatan pembelajaran berlangsung, harus terlibat lebih aktif dan
kreatif serta termotivasi untuk meningkatkan hasil belajarnya.
7. Peneliti selanjutnya sebaiknya jika ingin meneliti lebih dalam
mengenai penerapan nilai karakter di Taman Kanak-kanak peneliti
selanjutnya dapat mencoba melakukan tujuan penelitian dalam studi
kasus dan dapat lebih diperdalam juga disempurnakan untuk
mendapatkan data yang lebih memuaskan peneliti yang tentunya akan
sangat bermanfaat bagi peneliti, guru, sekolah dan lembaga
Ahyani, Latifah Nur. 2010. Metode Dongeng Dalam Meningkatkan Perkembangan Kecerdasan Moral Anak Usia Dini. Jurnal Psikologi, Volume 1, No. 1 Desember 2010. Kudus: Fakultas Psikologi UMK.
Amri, S., Jauhari, A. dan Elisah, T. (2011). Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.
Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan: Metode dan Paradigma Baru. Bandung: remaja rosdakarya.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Asfandiyar, A Y. (2007). Cara Pintar Mendongeng. Jakarta: mizan
Asmani, M A. (2013). Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter Di Sekolah. Jogjakarta: Diva Press.
Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa, oleh Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010
Boltman, A. (2001). Childrens storytelling technologies: Differences in elaboration and recall [Online]. Tersedia: http://1stitiseer.1psu.edo 1563253.html [18 Agustus 2013].
Buananta, M. (2009). Buku, Dongeng dan Minat Baca. Jakarta: Murti Bunanta Foundation.
Creswell, J W. (2010). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kesuma, D., Triatna, C. dan Permana, J. (2011). Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Koesoema, A D. (2007). Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: PT. Grasindo.
Laela, B. (2012). Meningkatkan Kreativitas Menggambar Anak Taman Kanak-Kanak Melalui Metode Cerita. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Lickona, T. (2013). Educating For Character. Jakarta: Bumi Aksara.
Macdonald, M R. (1995). The Parents Guide Storytelling: How to Make-up New Stories and Retend Old Favourites. USA: Herper Collins Publisher.
Majid, A A. (2001). Mendidik dengan
c
erita. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Malika, A. (2008). Memilih Buku untuk Mendongeng. [online]. Tersedia: http://www.kompas.com. [10 januari 2009].
Megawangi, R. (2004). Pendidikan Karakter. Jakarta: BP Migas dan Energy.
Moeslichatoen. (2004). Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Jakarta: Asdi mahasatya.
Musfiroh, Tadkiroatun. (2008). Memilih, Menyusun, dan Menyajikan Cerita untuk Anak Usia Dini. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Karmini. (2011). Meningkatkan Kemampuan Memahami Moral Melalui Penerapan Metode Bercerita Di Taman Kanak-Kanak. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Sanjaya, W. (2013). Penelitian Pendidikan. Jakarta: Kharisma Putra Utama.
Visimedia.
Solehuddin, M. (2000). Konsep dasar pendidikan prasekolah. Bandung: universitas pendidikan Indonesia.
Sugiono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suyadi. (2010). Psikologi belajar PAUD. Yogyakarta: PT. Pustaka Insan Madani.
Terrina, R A. (2011). Penerapan metode bercerita dengan gambar untuk meningkatkan kemampuan menyimak. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Tridhonanto, A., Agency, B. (2012). Membangun Karakter Sejak Dini. Jakarta: PT. Gramedia.
Tim Penyusun Naskah Guru TK PGTK UPI. (2008). Pengembangan Profesi Guru TK. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.