BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan
2.1.1 Pengertian
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan terjadi melalui
penginderaan manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga,
pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang.(Notoadmodjo, 2002).
2.1.2 Tingkat Pengetahuan
1. Tahu (Know)
Tahu artinya sebagai mengingat sesuatu materi yang dipelajari sebelumnya
yakni mengingat kembali secara spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau yang
dirangsang yang telah diterimanya.Oleh karena sebab itu, tahu merupakan tingkatan
pengetahuan yang paling rendah.Misalnya dapat menyebutkan, mendefinisikan,
menyatakan dan lain sebagainya.
2. Pemahaman (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar. Misalnya dapat menyimpulkan, meramalkan, menjelaskan dan lain sebagainya
3. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, maksudnya dapat menggunakan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi
yang lain, misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil
penelitian dan lain-lain.
4. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisir tersebut
dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Misalnya dapat menggambarkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
5. Sintetis (Synthesis)
Sintetis menunjukan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat
meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau
rumusan-rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap
suatu materi atau objek.Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang
ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.Misalnya dapat
membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi,
dapat mengenali terjadinya wabah diare disuatu tempat, dapat menafsirkan
2.1.3 Cara memperoleh pengetahuan
1. Cara tradisional
Meliputi cara coba-coba (Trial and Error), berdasarkan kekuasaan atau otoritas, melalui pengalaman pribadi, melalui jalan pikiran.
2. Cara modern
Pengetahuan yang diperoleh dengan cara metode penelitian ilmiah, yang
bersifat sistematis, logis dan ilmiah.
2.2 Sikap
2.2.1 Pengertian
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap stimulus
atau objek.Manisfestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat
ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.Sikap secara nyata menunjukan
konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Suatu sikap belum
otomatis terwujud dalam perilaku karena dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
mendukung yaitu latar belakang, pengalaman individu, motivasi, status kepribadian
dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003)
Menurut G. W. Allport 1935 sikap adalah keadaan mental dan saraf dari
kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh
dinamik/terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang
berkaitan dengannya.
Menurut Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau
belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku.
2.2.2 Komponen sikap
Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok,
yaitu :
1. Kepercayaan (Keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak (Tend to behive)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (Total attitude). Dalam sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi
memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003)
2.2.3 Tingkatan Sikap
Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan (objek).
2. Merespons (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau
mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau
3. Menghargai (valving).
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah
adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung Jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih nya dengan segala
resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
2.2.4 Pengukuran Sikap
Sikap tidak bisa diukur dengan melihat secara langsung.Hanya dapat dilihat
dengan open - ended question (pengukurann sikap secara verbal) yaitu menanyakan langsung kepada seseorang untuk mengetahui sikapnya (Azwar, 1997).
Berikut ini adalah uraian mengenai beberapa diantara banyak metode pengungkapan
sikap yang secara historic telah dilakukan orang yaitu :
a. Observasi Perilaku
Sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku yang nampak. Dengan kata lain untuk
mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan
perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator individu
b. Penanyaan langsung
Wajar kalau banyak yang beranggapan bahwa sikap seseorang dapat
diketahui dengan menanyakan langsung pada yang bersangkutan.
c. Pengungkapan langsung
Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung
secara tertulis yang dapat dilakukan dengan aitem tunggal maupun aitem
sangat sederhana.Responden diminta menjawab langsung suatu pertanyaan
sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju.Dengan
menggunakan aitem ganda adalah teknik diferensi sematic dirancang untuk mengungkapkan efek atau perasaan yang berkaitan dengan sutau objek sikap
(Azwar, 1991).
2.2.5 Skala Sikap
Sikap dapat diukur dengan mempergunakan Skala Likert, yaitu : merupakan
metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi responden sebagai
dasar penentuan nilai skalanya. Kelompok uji coba ini hendaknya memiliki
karakteristik yang semirip mungkin dengan karakteristik individu yang hendak
diungkapkan sikapnya.Skala Likert dipergunakan untuk mengukur sikap yang terdiri
dari komponen sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju.(Arikunto,
1997).
2.2.6 Teori perubahan sikap
1. Teori keseimbangan
Keadaan keseimbangan atau ketidakseimbangan selalu melibatkan tiga
unsur yaitu : individu, orang lain, dan objek sikap. Teori keseimbangan
menunjukan kepada suatu situasi dimana hubungan antara unsur-unsur yang
ada berjalan harmonis sehingga tidak terdapat tekanan untuk mengubah
keadaan.
2. Teori kesesuaian
Merupakan pernyataan hubungan penilaian yang bersifat menolak atau tidak
3. Teori konsisten
Orang akan membuat sesuatu dengan sikapnya, sedangkan berbagai
tindakannyapun akan bersesuaian dengan yang lain (Azwar, 2007).
2.3 Remaja
2.3.1 Pengertian
Remaja menurut WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih
bersifat konseptual.Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis,
psikologis dan sosial ekonomi.Maka secara lengkap definisi tersebut berbunyi
sebagai berikut.Remaja adalah suatumasa ketika.
1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda tanda
seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.
2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari
kanak-kanak menjadi dewasa.
3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh
kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2006).Menurut
WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14
tahun dan remaja akhir 15-20 tahun, Perserikatan Bangsa Bangsa
(PBB) menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda(youth). Sedangkan di Indonesia batasan remaja hal ini dikemukakan dalam
sensus penduduk 1980 tentang pemuda adalah kurun usia 12-24tahun.
Remaja ditinjau dari sudut perkembangan fisik, dalam ilmu kedokteran dan
suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai
kematangannya. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan
tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna dan secara faali
alat-alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Pada akhir dari peran
perkembangan fisik ini akan terjadi seorang pria yang berotot dan
berkumis/berjanggut yang mampu menghasilkan beberapa ratus juta sel mani
(spermatozoa) setiap kali ia berejakulasi (memancarkan air mani), atau seorang
wanita setiap bulannya mengeluarkan sebuah sel telur dari indung telurnya.
Remaja ditinjau dari sudut pandang masyarakat Indonesia, mendefenisikan
remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan defenisi
remaja secara umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai
macam suku, adat, dan tingkatan social-ekonomi maupun pendidikan. Kita biasa
menjumpai masyarakat golongan atas yang sangat terdidik dan menyerupai
masyarakat di negara-negara Barat dan kita bisa menjumpai masyarakat semacam
masyarakat di Samoa. Dengan kata lain, tidak ada profil remaja Indonesia yang
seragam dan berlaku secara nasional.
2.3.2 Ciri-ciri usia remaja
Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa.
Tubuhnya kelihatan sudah dewasa, akan tetapi bila di perlukan seperti orang dewasa
ia gagal menunjukkan kedewasaannya. Berikut ciri-ciri usia remaja :
1. Masa pra pubertas usia 12-13 tahun :
Ciri-ciri nya :
- Tidak suka diperlakukan sebagai anak kecil lagi.
- Mulai bersifat kritis
2. Masa pubertas usia 14-16 tahun :
Masa remaja awal.
Ciri-ciri nya :
- Mulai cemas dan bingung dengan tentang perubahan fisiknya.
- Memperhatikan penampilan
- Sikapnya tidak menentu/plin plan
- Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib
3. Masa akhir pubertas, usia 17-18 tahun :Peralihan pada masa pubertas
kemasa adolence
Ciri-ciri nya :
- Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan
psikologis nya belum tercapai.
- Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari
remaja putra.
4. Periode remaja adolence usia 19-21 tahun :
Merupakan masa akhir remaja, beberapa sifat pada masa ini :
- Perhatiannya tertutup pada hal-hal realitas
- Mulai menyadari akan realitas
- Sikapnya mulai jelas tentang hidup
Dalam proses penyesuaian diri menuju ke dewasaan, ada 3 tahap
perkembangan remaja :
1. Remaja awal (early adolescence)
Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan
perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan
dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka
mengembangkan fikiran-fikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis
dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang saja bahunya
oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebihan
ini ditambahkan dengan berkurangnya kendali terhadap ego yang
menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang
dewasa.
2. Remaja madya (middle adolescence)
Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan.ia
senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan
"narcistic", yaitu mencintai diri sendiri dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada
dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang
mana : peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau
pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya. Remaja pria harus
membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu
sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan
3. Remaja akhir (late adolescence)
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan
ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu:
a. Minat yang makin mantab terhadap fungsi-fungsi intelek.
b. Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain
dan dalam pengalaman-pengalaman baru.
c. Terbentuknya identitas seksual yang tidak berunah lagi.
d. Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)
diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan
orang lain.
e. Tumbuh "dinding" yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum.
2.3.3 Karakteristik Remaja
Hurlock (2006) berpendapat, bahwa semua periode yang penting selama masa
kehidupan mem[punyai karakteristik senditri. Begitupun masa remaja mempunyai
cirri-ciri tertentu yang membedakannya denagn periode masa kanak-kanak dan
dewasa. Ciri-ciri tersebut antara lain :
1. Masa remaja sebagai periode masa penting
Masa remaja dipandang sebagai periode yang penting daripada periode lain
karena akibat yang langsung terhadap sikap dan perilaku, serta akibat-akibat
2. Masa remaja sebagai periode peralihan
Artinya, apa yang sudah terjadi pada masa sebelumnya akan
menimbulkan bekasnya pada apa yang terjadi pada masa sekarang dan apa
yang akan terjadi di masa yang akan datang.
3. Masa remaja sebagai periode perubahan
Aada 4 perubahan besar yang terjadi pada remaaja, yaitu perubahan
emosi peran, minat pola perilaku dan sikap menjadi ambivalen.
4. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah
Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi.Hal ini karena
remaja tidak bisa menyelesaikan masalahnya tanpa meminta bantuan
oranglain sehingga terkadang penyelesaian masalah tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
5. Masa remaja adalah masa mencari identitas
Identitas diri yang dicari remaja berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran
mereka di tengah masyarakat.
6. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan
Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak
dapat dipercaya, cenderung perilaku merusak sehingga menyebabkan orang
dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.
7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik
Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik
dalam melihatdirinya maupun orang lain.
Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang
dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia akan
memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang
dewasa, misalnyadalam berpakaian dan bertindak
2.3.4 Perubahan universal pada remaja
Secara umum remaja memiliki empat perubahan :
1. Meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkatperubahan
fisik dan psikologis yang terjadi. Karena perubahan emosibiasanya terjadi
lebih cepat selama masa awal remaja.
2. Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompoksosial,
menimbulkan masalah baru bagi remaja muda. Masalah yangtimbul lebih
banyak dan sulit diselesaikan dibandingkan denganmasalah yang dihadapi
sebelumnya.
3. Dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka nilai-nilai jugaberubah.
Apa yang terjadi pada masa kanak-kanak dianggap penting,sekarang setelah
hampir dewasa tidak penting lagi.
4. Sebagian besar remaja bersikap ambivalence terhadap setiapperubahan.
Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapimereka sering takut
untuk bertanggung jawab akan akibatnya danmeragukan kemampuan
mereka untuk dapat mengatasi tanggungjawab tersebut. (Hurlock, 1980).
Dan adapun pengalamannya mengenai alam dewasa masih belum banyak
1. Kegelisahan : keadaan yang tidak tenang menguasai diri si remaja. Mereka
mempunyai banyak macam keinginan yang tidak selalu dapat dipenuhi. Di
satu pihak ingin mencari pengalaman, karena di perlukan untuk menambah
pengetahuan dan keluwesan dalam tingkah laku. Di pihak lain mereka
merasa diri belum mampu melakukan berbagai hal.
2. Pertentangan : pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam diri mereka
juga menimbulkan kebingungan baik bagi diri mereka sendiri maupun
orang lain. Pada umumnya timbul perselisihan dan pertentangan pendapat
dan pandangan antara si remaja dan orang tua.
3. Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya. Mereka
ingin mengetahui macam-macam hal melalui usaha-usaha yang dilakukan
dalam berbagai bidang.
4. Keinginan mencoba sering pula diarahkan pada diri sendiri maupun
terhadap orang lain. Keinginan mencoba ini tidak hanya dalam bidang
penggunaan obat-obatan akan tetapi meliputi segala hal yang berhubungan
dengan fungsi-fungsi ketubuhan. Akhirnya penjelajahan ketubuhan bias
menyebabkan pengalaman dengan akibat yang tidak selalu menyenangkan
misalnya kehamilan, yang menghentikan karier, prestasi sekolah yang
justru diidamkankan pemuda-pemudi.
5. Keinginan menjelajah kea lam sekitar pada remaja lebih luas. Bukan hanya
lingkungan dekatnya saja yang ingin diselidiki, bahkan lingkungan yang
6. Menghayal dan berfantasi, keinginan menjelajah lingkungan tidak selalu
mudah disalurkan. Pada umumnya keinginan menjelajah mengalami
pembatasan khususnya dari segi keuangan.
7. Aktifitas berkelompok : anatara keinginan yang satu dengan keinginan
yang lain sering timbul tantangan, baik dari keinginan untuk berdiri sendiri
tetapi kenyataannya belum mampu hidup terlepas dari keluarga, maupunb
dari keinginan menjelajah alam, menggali misteri yang ada dalam
lingkungan alam tetapi terbatasnya biaya, materi serta kesanggupan remaja.
(Ny.Singgih D. dan Gunarsa, Singgih D.2003)
2.4 Perilaku Seksual Remaja
2.4.1 Pengertian
Perilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan fisik anggota badan
antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang
biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri.(Budi Rajab, 2007)
Sedangkan menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono perilaku seksual
adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baikdengan lawan
jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa
bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan,
bercumbu dan bersenggama. Objek seksual nya bisa berupa orang lain, orang dalam
hayalan atau diri sendiri, sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak
apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya.
seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis yang terpaksa
menggugurkan kandungan nya.
Permasalahan seksualitas yang umum dihadapi remaja adalah masalah
dorongan seksual. Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik
yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan
berbagai dalih sebagai pembenaran diri. Perkembangan organ seksual mempunyai
pengaruh yang kuat dalam minatremaja terhadap lawan jenis. Ketertarikan antar
lawan jenis ini kemudian berkembang kepada kencan yang lebih serius. Akhirnya,
rasa ingin tahuyang sangat kuat mengalahkan pemahaman tentang norma, kontrol diri
dan pemikiran rasional sehingga tampil dalam bentuk perilaku coba-coba
berhubungan seks yang akhirnya malah bikin ketagihan.(Budi Rajab, 2007)
Perilaku seksual harus dibedakan dengan hubungan seksual karenaselama ini
sering kali ada kesalahan pengertian dalam memaknai keduanya. Perilaku seksual itu
tidak semuanya negatif, tapi malah mengandung hal-hal yang positif. Perilaku seksual
merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Perilaku
seksual inisangat luas sifatnya, misalnya : berdandan, melirik, merayu, menggoda dan
sebagainya. Perilaku seksual, merupakan hasil interaksi kepribadian dengan
lingkungan sekitarnya.
2.4.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual
Astuti dalam Lilia, 2004 memberi gambaran secara rinci bentuk-bentuk
perilaku seksual pranikah dapat diuraikan sebagai berikut:
2. Memeluk, misalnya memeluk bahu serta tubuh pasangan lebih didekatkan
memeluk pinggang tubuh pasangan lebih dirapatkan.
3. Berciuman, misalnya cium pipi dan dahi, cium bibir secara singkat, cium
bibir secara intens dan lama.
4. Saling meraba, misalnya meraba atau diraba payudara baik diluar maupun
didalam pakaian, saling menempelkan alat kelamin baik menggunakan
pembatas pakaian maupun tidak menggunakan pembatas pakaian,
menggesek-gesekkan alat kelamin.
5. Bersenggama yaitu masuknya penis kedalam vagina yang kemudian
memberikan rangsangan hingga keduanya mencapai orgasme.
2.4.3 Hal yang mendasari perilaku seks pada remaja
1. Harapan untuk kawin dalam usia yang relatif muda (20 tahun).
2. Semakin derasnya arus informasi yang didapat menimbulkan rangsangan
seksual remaja terutama remaja di daerah perkotaan, yangmendorong
remaja untuk melakukan hubungan seks dimana akhirnya memberikan
dampak terjadinya penyakit hubungan seks dan kehamilan diluar
perkawinan pada remaja. (Manuaba, 1998).
2.4.4 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seksual
Perilaku seksual terjadi karena beberapa faktor yaitu :
1. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya.
Lingkungan yang telah dimasuki oleh seorang remaja dapat juga
berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan
begitu besar, sehingga dapat mengalahkan semua nilaiyang didapat, baik
dari orang tua maupun dari sekolahnya.
2. Adanya tekanan dari pacarnya.
Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai,
seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa
memikirkan resiko yang nanti dihadapinya.
3. Adanya kebutuhan badaniah
Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Jadi, wajar saja jika semua
orang, tidak terkecuali remaja menginginkan hubungan seks ini, sekalipun
akibat dari perbuatannya tersebut tidak sepadan dibandingkan dengan
resiko yang akan mereka dihadapi.
4. Rasa penasaran
Pada usia remaja, rasa keingintahuannya begitu besar terhadap
seks.Apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat,
ditambah lagi adanya segala informasi yang tidak terbatas masuknya.Maka,
rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebihjauh lagi
melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya.
5. Pelampiasan diri
Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri.Misalnya, karena
terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat bahwa
pikirannya tersebut, ia akan merasa putus asa lalu mencari pelampiasan
yang akan semakin menjerumuskannya ke dalam pergaulan bebas.
6. Lingkungan keluarga
Bagi seorang remaja, mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua
orangtuanya tidak berdasarkan kepentingan kedua belah pihak (orangtua
dan anak). Akibatnya remaja tersebut merasa tertekan, sehingga ingin
membebaskan diri dengan menunjukan sikap sebagai pemberontak, yang
salah satunya dalam masalah seks.
Menurut Sarwono, dapat disimpulkan masalah seksualitas pada remaja timbul
karena faktor-faktor berikut :
1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual
(libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini
membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.
2. Akan tetapi penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya
penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya
undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia
menikah (sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria),
maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut
persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain).
3. Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku
dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum
tingkah-tingkah laku yang lain seperti berciuman dan masturbasi. Untuk remaja
yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecendrungan untuk
melanggar saja larangan-larangan tersebut.
4. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya
penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa
yang dengan adanya teknologi canggih (video casette, foto copy, satelit
palapa, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang
sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa
yang dilihat atau didengarnya dari media massa, khusunya karena
mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual
secara lengkap dari orang tuanya.
5. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya mampu karena
sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan
anak jadi tidak terbuka terhadap anak, malah cenderung membuat jarak
dengan anak dalam masalah yang satu ini.
6. Di pihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan
yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai
akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga
2.4.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja
1. Pengalaman Seksual
Makin banyak pengalaman mendengar, melihat dan mengalami hubungan
seksual, maka makin kuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku
seksual.Misalnya :
- Media massa (film, internet, gambar atau majalah porno).
- Obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seks.
- Melihat orang-orang yang tengah berpacaran atau melakukan hubungan
seksual.
2. Faktor kepribadian
Seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, kemampuan membuat keputusan
dan nilai-nilai yang dimiliki. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara
objektif ("self objectivication") yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri ("self insight") dan kemampuan untuk menangkap humor ("sense of humor") termasuk yang menjadikan dirinya sendiri
sebagai sasaran. Ia tidak marah jika dikritik dan di saat-saat yang diperlukan ia
bisa melepaskan diri dari dirinya sendiri sebagai orang luar.
3. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan
Orang yang memiliki penghayatan yang kuat tenang nilai-nilai
keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku
seksual yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari
4. Berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol, penanaman nilai moral
dan keterbukaan komunikasi.
5. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.
Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsionaltentang
kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilakuserta alternatif cara
yang dapat digunakan untuk menyalurkandorongan seksual secara sehat dan
bertanggung jawab.
2.5 Kerangka Konsep.
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka konsepdiatas dijelaskan bahwa karakteristik (umur,
jenis kelamin, tempat tinggal dan uang saku) serta sumber informasi (media massa,
keluarga, guru) akan mempengaruhi pengetahuan, pengetahuan akan mempengaruhi
sikap yang akan diambil dan sikap akan mempengaruhi perilaku seksual remaja. Karakteristik
- Umur
- Jenis kelamin - Tempat tinggal - Uang saku
Sumber informasi
- Media massa (cetak, elektronik)
- Keluarga - Guru