BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Endometriosis
Endometriosis merupakan salah satu penyakit jinak ginekologi yang paling banyak mendapat perhatian para ahli. Dinegara-negara maju maupun negara berkembang, telah banyak penelitian yang dilakukan terhadap endometriosis, namun hingga kini penyebab dan patogenesisnya masih belum diketahui secara pasti.
2.1.1 Definisi
1
Kata endometriosis berasal dari kata endometrium. Arti endometriosis sendiri secara klinis adalah jaringan mirip endometrium yang terdapat diluar kavum uteri seperti organ genitalia interna, vesica urinaria, usus, perotoneum, paru, umbilikus bahkan dapat dijumpai di mata dan otak. Di tempat yang salah ini lesi-lesi endometriosis tetap saja dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron, sehingga pada sebagian besar wanita akan dirasakan nyeri yang hebat karena darah haid tersebut tidak dapat keluar melalui jalan semestinya yaitu kanalis servikalis dan dan vagina.
2.1.2 Epidemiologi
1,17,18,19,20
umumnya tidak dilakukan pada wanita tanpa gejala atau temuan fisik yang secara kuat mengarah pada kemungkinan tersebut, perkiraannya bervariasi dengan diagnosis. Prevalensi endometriosis asimptomatik yaitu sekitar 4% pada wanita yang menjalani bedah untuk sterilisasi elektif. Sebagian besar perkiraan prevalensi endometriosis berkisar antara 5%-20% diantara wanita dengan nyeri pelvis dan antara 20%-40% di antara wanita infertil; prevalensi umum berkisar antara 3%-10% pada wanita usia reproduktif.21
Usia rata-rata saat diagnosis endometriosis bervariasi antara 25-30 tahun. Endometriosis jarang pada perempuan pramenarche tetapi dapat diidentifikasi pada 50% atau lebih remaja dan wanita muda yang lebih muda dari 20 tahun dengan keluhan nyeri pelvis kronis atau dispareuni. Sebagian besar kasus pada wanita muda yang kurang dari usia 17 tahun berkaitan dengan anomali duktus Mullerian dan obstruksi serviks atau vagina. Kurang dari 5% wanita yang memerlukan bedah endometriosis yang merupakan wanita pasca menopause dan sebagian besar wanita tersebut telah menerima terapi estrogen. Prevalensi endometriosis asimptomatik dapat agak lebih rendah pada wanita kulit hitam dan lebih tinggi pada wanita Asia dibandingkan pada wanita kulit putih.
Diperkirakan prevalensi endometriosis akan terus meningkat dari tahun ketahun. Ditemukannya endometriosis pada usia pascamenopasue menunjukkan bahwa selain estrogen, steroid jenis lain seperti androgen atau kortikosteroid juga ikut berperan terhadap
pertumbuhan endometriosis. Oleh karena itu setiap nyeri haid yang terjadi pada usia remaja, maupun pada usia menopause perlu dipikirkan adanya endometriosis.1
2.1.3 Patogenesis Endometriosis
Endometriosis merupakan suatu penyakit multifaktorial dengan etiopatogenesis yang belum jelas dimana endometriosis mempengaruhi 5-15% wanita pada usia reproduksi.22 Endometriosis berkaitan dengan respon dimana terjadinya penyimpangan dari pembersihan cavum peritoneum dari sel-sel endometrium ektopik.23,24 Gangguan imunitas dan faktor yang terlibat dalam adhesi, invasi, dan angiogenesis, begitu juga dengan proliferasi, dan gangguan apoptosis adalah penting dalam pembentukan lesi. Metabolisme estrogen yang menyimpang mencetuskan pertumbuhan sel endometrotik. Inflamasi kronis memiliki peran penting dalam regulasi beberapa mekanisme patofisiologi mis, angiogenesis, metabolisme estrogen dan stress oksidatif . Selain itu, faktor genetik, epigenetik, dan lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan penyakit. Mekanisme ini lebih lanjut didiskusikan dalam paragraf berikut
Endometriosis berhubungan dengan aktifasi dari sistem imunitas dan penyimpangan dari sitokin pada cairan peritoneum yang menciptakan terjaadinya keadaan inflamasi.
.21
2..1.3.1 Asal Seluler
Sampai saat ini masih belum terdapat konsesus yang menjelaskan secara pasti tentang asal histopatologis dari jaringan endometriosis.2 Terdapat beberapa teori untuk etiologi endometriosis: Teori implantasi menjelaskan bahwa selama periode menstruasi, jaringan endometrium mengalami aliran balik melalui saluran tuba menuju ke cavum abdomen dimana jaringan endometrium tersebut dapat berimplantasi.24 Endometrium pada wanita dengan endometriosis dipercaya merupakan jaringan endometrium abnormal, yang menjadi faktor predisposisi terhadap teradinya penyakit ektopik.3
Teori dari metaplasia coelomic diperkanalkan oleh mayer. Diketahui bahwa peritoneum pelvis, epitel germinal dari ovarium, dan saluran mullerian berasal dari epitel coelemic. Berdasarkan dari hipotesis meyer, terjadi transformasi dari dari sel-sel peritoneum menjadi sel epitel saluran mullerian. Meyer kemudian menjelaskan bahwa, infeksi atau rangsangan induktif lainnya dapat menyebabkan terjadinya metaplasia yang menyebabkan terjadinya endometriosis ektopik pada pelvis. Tipe dari transformasi ini dapat menyebabkan endometriosis pada permukaan ovarium.
Teori induksi merupakan kelanjutan dari teori metaplasia coelomic dan menyebutkan bahwa faktor imunologi dan biokimia dapat menginduksi diferensiasi sel menjadi jaringan endometrium. Teori ini berdasarkan pada teori yang dikemukakan oleh lavender dan Norman.
27
Penyebaran secara hematogen dari jaringan endometrium ke jaringan lain seperti pleura, ruang retroperitoneal dan umbilicus merupakan salah satu kemungkinan lain sebagai bagian dari etiopategenisis dari endometriosis.
Teori yang dikemukakan oleh Dmowski mengenai penurunan imunitas selular menjelaskan bahwa wanita dengan endometriosis mempunyai gangguan dalam status imunitas dimana dijumpai penurunan dari Sel T Limfosit sitotoksik.
27
24
2.1.3.2 Adhesi, Invasi, dan Angiogenesis
dari sel endometriosis bertanggung jawab terjadap barisan sel kandung kemih metastatik. Ketahanan lesi endometriosis tergantung pada angiogenesis. Peningkatan kadar faktor angiogenik seperti
vascular endothelial growth factor (VEGF) dijumpai dalam cairan peritoneum dari pasien endometriosis, dimana mereka dapat berasal dari makrofag peritoneum, sel endometrium menstruasi secara retrograd atau lesi endometriosis sendiri. Oleh karena itu, lingkungan peritoneum mendukung vaskularisasi dari lesi yang baru terbentuk.
2.1.3.3 Proliferasi dan Apoptosis
21
peritoneum dengan menstruasi retrograde. Peningkatan ekspresi faktor anti-apoptotik dan penurunan faktor pro-apoptotik diamati dalam endometriosis yang mendukung fenotip anti-apoptotik.
2.1.3.4 Respon Inflamasi dan Imun
11,21
dalam tubuh, berkurang dalam endometrium dari pasien endometriosis. Hal tersebut dapat meningkatkan ketahanan sel endometriosis dalam rongga peritoneal. Endometriosis juga disarankan dapat menjadi penyakit autoimun karena autoantibodi yang mengenali antigen endometrium dihasilkan oleh pasien
Activated receptor (PPAR) γ agonists, akan berguna dalam terapi endometriosis. Selain itu, adanya autoantibodi endometrium dan peningkatan konsentrasi molekul inflamasi dalam cairan peritoneum dan darah perifer wanita dengan endometriosis telah disarankan sebagai biomarker potensial untuk endometriosis.11,21
2.1.3.5 Stress Oksidatif
Sehingga, stress oksidatif dapat menjadi salah satu dari beberapa faktor yang terlibat dalam endometriosis dan gejala terkait.
2.1.4 Klasifikasi Endometriosis
11
Berdasarkan sistem skoring endometriosis menurut ASRM yang telah direvisi, penilaian terhadap lesi endometriosis pada peritoneum dan tuba menggunakan nilai yang berhubungan dengan ukuran lesi. Penilaian ini juga didasarkan pada perlengketan pada ovarium dan tuba fallopi. Dan juga terdapat penilaian untuk lesi yang dijumpai pada daerah cul de sac posterior. Sistem skoring endometriosis diklasifikasikan sebagai berikut1
• Stadium 1 (Minimal) : 1-5
:
• Stadium 2 (Mild) : 6-15 • Stadium 3 (Moderate) : 16-40 • Stadium IV (Severe) : > 40
2.1.5 Diagnosis Endometriosis
pertiga wanita dengan endometriosis dan nyeri mengalami nyeri intermenstrual. Dispareunia akibat endometriosis biasanya baru dalam onset, sering intens dengan penetrasi yang dalam segera sebelum menstruasi, dan terkait dengan penyakit yang melibatkan cul-de-sac dan septum rektovagina.
Hubungan paradoks yang sering antara tingkat dan keparahan nyeri dan stadium dan lokasi endometriosis diketahui dengan baik; wanita dengan penyakit lanjut dapat mengalami sedikit atau tanpa ketidaknyamanan sama sekali dan mereka dengan penyakit minimal atau ringan dapat mengalami nyeri yang melumpuhkan. Keparahan nyeri pada wanita dengan endometriosis yang berinfiltrasi dalam berkorelasi dengan baik dengan kedalaman dan volume infiltrasi. Dispareunia lebih sering pada wanita dengan penyakit yang melibatkan septum rektovagina. Endometriosis ekstrapelvis dapat menyebabkan berbagai gejala siklis yang mencerminkan organ yang terlibat: scar abdomen, traktus gastrointestinal dan urinarius, diafragma, pleura, dan saraf perifer.
21
Pemeriksaan fisik dari genitalia eksterna biasanya normal. kadang, pemeriksaan spekulum dapat mengungkapkan implan berwarna biru tipikal atau lesi proliferatif merah yang berdarah saat tersentuh, keduanya biasanya di forniks posterior. Sementara penyakit pada wanita dengan endometriosis infiltrasi dalam melibatkan septum rektovagina sering dapat dipalpasi, ia kurang sering terlihat, dan kebanyakan tidak memiliki temuan yang
bermakna. Uterus sering retroversi dan dapat menunjukkan penurunan mobilitas atau fiksasi. Wanita dengan endometrioma ovarium dapat memiliki massa adneksa terfiksir. Tenderness fokal dan nodularitas dari ligamentum uterosakralis sangat kuat mengarah pada penyakit dan sering merupakan satu-satunya temuan fisik.Pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas diagnostik terbesarnya ketika dilakukan selama menstruasi tetapi bahkan kemudian pemeriksaan yang normal tidak dapat mengeksklusikan diagnosis. Secara keseluruhan, dibandingkan dengan diagnosis bedah baku emas dari endometriosis, pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesivisitas, dan nilai prediktif yang relatif buruk.
2.1.5.1 PENCITRAAN
21,28
menambah sedikit untuk membedakan endometrioma dari kista hemoragik, teratoma kistik jinak, dan neoplasma kistik yang dapat memiliki tampilan yang sama. Jika tidak dilakukan lebih dini untuk indikasi lain selama evaluasi infertilitas, ultrasonografi transvaginal sebaiknya dilakukan sebelum setiap terapi empiris untuk memulai asumsi infertilitas yang tidak dapat dijelaskan, khususnya jika laparoskopi diagnostik tidak direncanakan: sebalinya, penyakit lanjut yang dapat menghalangi kesuksesan dapat berlanjut tanpa diketahui. Ultrasonografi transrektal dapat membantu dalam evaluasi wanita yang dicurigai memiliki penyakit infiltrasi dalam pada septum rektovagina atau melibatkan ligamentum uterosakral.21
Seperti ultrasonografi transvaginal, magnetic resonance
imaging (MRI) dapat membantu untuk deteksi dan differensiasi
endometrioma ovarium dari massa ovarium kistik lainnya tetapi tidak dapat secara anda menggambarkan lesi peritoneum kecil. Untuk deteksi implan peritoneal, MRI lebih superior dibandingkan dengan ultrasonografi transvaginal tetapi masih mengidentifikasi 30-40% lesi yang diamati saat bedah. Untuk deteksi penyakit yang didokumentasikan melalui histopatologi, MRI sekitar 70% sensitif dan 75% spesifik. Keuntungan utama MRI dibandingkan dengan ultrasonografi yaitu kemampuannya untuk lebih andal membedakan antara produk perdarahan akut dan darah yang berdegenerasi. Sementara endometrioma biasanya menunjukkan intensitas sinyal tinggi relatif homogen pada T1-weighted images dan sinyal hipointens pada T2- weighted images, perdarahan akut umumnya memiliki intensitas sinyal yang rendah pada T1 dan T2-weighted
images. Kontras gadolinium tidak menawaran nilai diagnostik
Gambar 3. Gambaran MRI dari Endometrioma
2.1.5.2 Diagnosis Operatif
21
Laparoskopi dengan pemeriksaan histologi dari lesi yang dieksisi merupakan baku emas untuk diagnosis endometriosis. Kewaspadaan yang lebih besar pada tampilan yang bervariasi dari lesi endometriosis telah melipatgandakan frekuensi endometriosis didiagnosis dengan laparoskopi ketika pemeriksaan yang cermat dan sistematis dilakukan.
Implan peritoneum klasik merupakan lesi biru kehitaman (powder burn) (mengandung deposit hemosiderin dari darah yang terperangkap) dengan berbagai jumlah fibrosis disekitarnya, tetapi mayoritas implan (atipikal) muncul dengan lesi putih dan opak, merah dan seperti api, atau vesikular. Pada kasus yang kurang umum, penyakit dapat ditemukan pada adhesi ovarium, bercak kuning kecoklatan, atau pada defek peritoneum. Lesi merah sangat tinggi dengan vaskular dan proliferatif dan mewakili stadium penyakit dini. Lesi berpigmen mewakili penyakit yang lebih lanjut.
Keduanya secara metabolik aktif dan lebih sering menyebabkan gejala. Lesi putih kurang vaskular dan aktif, dan kurang sering simptomatik. Pemeriksaan laparoskopik serial mengungkapkan bahwa terdapat progresi alami dalam tampilan lesi endometriosis dari waktu ke waktu dan bahwa variasi lesi dapat diamati pada setiap waktu dan pada setiap pasien.21,29
Gambar 4. Lesi endometriosis pada peritoneum pelvis
Kriteria histologi yang ketat akan mengkonfirmasi diagnosis bedah endometriosis pada hanya sekitar setengah kasus. Bukti mikroskopik endometriosis pada peritoneum yang tampak normal sering pada wanita infertil asimptomatik dengan dan tanpa penyakit jelas lainnya tetapi ini memiliki signifikansi klinis yang tidak pasti karena dapat muncul pada sebagian besar wanita tetapi mengalami progresi hanya pada beberapa wanita.
1
Endometrioma biasanya muncul sebagai kista halus dan berwarna gelap, biasanya terkait dengan adhesi dan mengandung cairan coklat padat seperti coklat. Endometrioma yang lebih besar sering multilokuler. Inspeksi visual yang cermat dari ovarium umumnya sangat andal untuk deteksi endometrioma, tetapi, ketika penyakit sangat dicurigai dan tidak tampak, eksplorasi dengan pungsi dan aspirasi ovarium dapat membantu. Endometrioma ovarium biasanya disertai dengan sejumlah lesi peritoneum yang dapat dilihat. Selain itu, endometriosis infiltrasi dalam sering retroperitoneum, sering tidak tampak, dan sering terisolasi; ia bahkan dapat mewakili kondisi yang berbeda yang muncul dari sisa Mullerian dalam septum rektovagina.
2.2 Imunologi Endometriosis
1,21
Sistem imunitas memainkan peranan dalam perkembangan dari endometriosis.30 Endometriosis berhubungan dengan aktivitas dari sel-sel imun dan banyaknya citokin pada cairan peritoneum yang menyebabkan terjadinya proses inflamasi. Hal ini menyerupai reaksi autoreaktif.
Menurut teori implantasi terjadinya endometriosis disebabkan oleh aliran balik atau reflux dari menstruasi sehingga dijumpai adanya reflux dari jaringan endometrium melalui tuba fallopi menuju ke rongga pelvis dimana sel endometrium tersebut kemudian berimplantasi.
31
Pada sebagian wanita, reflux dari sel endometrium tersebut tidak dimusnahkan, dimana hal ini disebabkan oleh wanita tersebut secara genetik terprogram untuk tidak berespon terhadap antigen endometrium atau diakibatkan karena reflux yang terjadi sangat banyak sehingga kemampuan eliminasi dari sel imunitas diperitoneum menjadi berkurang. Sel-sel yang mengalami reflux juga dapat dilindungi oleh perlengkatan yang abnormal dari mesothelium yang mengekspresikan molekul adhesi. Tidak hanya peritoneum yang melindungi sel-sel endometrium tersebut, tetapi juga sel-sel endometrium ini menghasilkan sejumlah kemotaktik dan citokin angiogenik (IL-8) yang abnormal. Makrofag memfasilitasi pertumbuhan melalui growth factor seperti
ketidakefektivan dari sistem imun. Dan juga, ketika siklus abnormal ini terbentuk, pertumbuhan dan angiogenesis dapat menginduksi teradinya metaplasia dari mesothelium yang telah teriritasi.30,31
Setelah terjadinya penyebaran dari sel endometrium selama menstruasi, perjalanan dari mekanisme endometriosis mengikuti beberapa tahapan yaitu reflux, adhesi, proteolysis, proliferasi dan angiogenesis. Lingkungan peritoneum dari kebanyakan wanita mampu untuk mereabsorbsi jaringan endometrium pada akhir dari periode menstruasi.
Pada beberapa wanita yang kemudian menderita endometriosis, proses pembersihan yang terjadi tidak efisien. Hal ini dapat disebabkan oleh jaringan endometrium itu sendiri ataupun dari satu atau beberapa kelainan dari faktor-faktor yang ada pada lingkungan peritoneum seperti sistem imunitas humoral dan selular, Sel NK, makrofag, peritoneum, dan konsentrasi hormon lokal.
30
Ketidakmampuan untuk membersihkan implan pada peritoneum ini dapat diperburuk dengan disposisi anatomis, yang sering dijumpai pada wanita dengan endometriosis dimana hal ini meningkatkan reflux menstrual. Hal ini termasuk hipertonia dari uteritubular junction, gelombang dari kontraksi retrograd, dan malformasi dari uterus. Menstruasi dari dari wanita dengan endometriosis sering lebih panjang dan lebih banyak dan siklusnya dapat menjadi lebih pendek.
22
Endometrium dari pasien dengan endometriosis dapat melepaskan antigen HLA-DR dan HLA A. Jaringan endometriosis dapat memanifestasi sintesis yang berbeda dan melepaskan beberapa sitokin yang termasuk dalam pertumbuhan selular dan reaksi inflamasi. Respon dari jaringan endometrium terhadap sitokin, terutama IL-1 dan TNF α dapat menjadi lebih terikat dengan dengan pelepasan dari MCP-1 (Monocyte chemotactic protein 1), sitokin terlibat dalam perekrutan dan aktivasi dari makrofag.
Sel stroma endometrium melepaskan intercellular adhesion
molecule - 1 dan bentuk terlarutnya (sICAM) selama fase
proliferasi. Stroma endometrium dari wanita dengan endometriosis mensekresikan lebih banyak molecul sICAM.
30
Adhesi dari endometrium yang mengalami reflux merupakan hal yang penting dari teori implantasi. Cell Adhesion Moloecul
termasuk cadherins, intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) berperan dalam proses adesi. α2β1 dan α3β1 integrin diekspresikan pada permukaan sel mesotelial dan dapat memediasi perlengketan antara endometrial dan mesothelial. Penelitian baru-baru ini menemukan bahwa asam hyaluronic dan CD44 memilki peran dalam interaksi antara mesothelium peritoneal dan sel endometrium.
30
Ekspresi dari asam hyaluronic dan CD44 pada sel dan permukaan jaringan kemungkinan memainkan peranan yang penting dalam inisiasi awal dalam proses adhesi.
ICAM-1 merupakan bagian dari imunoglobulin adhesion molecule. ICAM-1 dapat ditemukan pada beberapa jenis tipe sel termasuk pada endometrium ektopik dan implant endometrium. ICAM-1 dijumpai pada jaringan endometrium manusia dan kemungkinan berhubungan dengan disfungsi dari sel NK pada endometriosis. Hubungan antara pelepasan dari ICAM-1 pada stroma endometrium dengan penekanan dari aktivitas Sel NK kemungkinan menjadi alasan dari terlepasnya jaringan endometrium ektopik dari sistem imunitas.
24
Bentuk terlarut dari ICAM-1 (sICAM-1) merupakan hasil dari pelepasan molekul permukaan dan dipercaya berkaitan dengan sistem imunitas. Peneltian yang dilakukan untuk melihat hubungan antara konsentrasi sICAM-1 pada cairan peritoneum dan pertumbuhan dari lesi endometriosis dipermukaan peritoneum dan terjadinya lesi merah endometriosis yang dihubungkan dengan peningkatan konsentrasi dari sICAM-1 pada cairan peritoneal mengindikasikan pelepasan aktif molekul dari jaringan endometrium pada peritoneum.
33
Mekanisme yang mempengaruhi pengawasan dari sistem imunitas kemungkinan disebabkan sekresi dari protein yang mengganggu pengenalan implant dari jaringan endometrium. Salah
satu faktor yang telah teridentifikasi adalah sICAM-1. Reseptor ini berikatan dengan ligand leukosit dan menggangu kemampuan leukosit untuk berinteraksi dengan sel dan menyebabkan terganggunya sistem imunitas tubuh.
Paparan matriks eksraselular dari mesothelium dapat disebabkan oleh aktivitas enzimatik dari endometrium (protease) atau penyerangan dari jaringan peritoneum yang tipis dan rapuh. Banyak penyebab dari terjadinya lesi seperti, trauma operasi, sel inflamasi, toksin dan sitokin.
24
Kemampuan dari jaringan endometriosis ektopik untuk mengekspresikan integrin setelah terjadinya menstruasi retrograd dapat menjelaskan bagaimana terjadinya interaksi antara jaringan dan matriks dengan lingkungan peritoneum.
30
Laminin dan fibronectin merupakan dua jenis glikoprotein yang memainkan peranan yang penting dalam perlekatan sel epitel dengan membran sel basal dan perlekatan antara sel stromal dengan matriks interstisial. Mereka membantu interaksi dari sel epitel dan matriks ekstraselular dan menghasilkan substrat untuk adhesi dan migrasi.
30
Penelitian yang dilakukan menilai tentang lokalisasi dari
adhesive protein dan reseptornya pada endometrium wanita
dengan dan tanpa endometriosis. Selama siklus menstruasi, endometrium berkembang menjadi jaringan yang berdiferensiasi baik yang baik untuk implantasi dari embrio. Integrin pada
endometrium eutopic diregulasi secara hormonal dan integrin β3 dapat sebagai penanda dari resepsivitas endometrium. Endometriosis dapat mengekspresikan integrin secara mandiri. Ekspresi integrin pada jaringan endometrium ektopik lebih tinggi dibandingkan dengan endometrium normal.
Setelah terjadinya adhesi pada dinding peritoneum, sel endometrium kemudian berproliferasi. Walaupun jika endometriosis disebabkan oleh transformasi dari peritoneum menjadi epitel tipe mulerian (teori metaplasia), namun cukup jelas bahwa endometriosis merupakan suatu penyakit invasive.
30
30
Adhesi dari sel endometrium diikuti dengan invasi ke mesotelium dan sitolisis apoptosis dari jaringan endometrium ektopik oleh monosit dan makrofag peritoneum. Pada penelitian tentang autolog dari endometrium eutopik dan ektopik dijumpai adanya penurunan kapasitas dari dari monosit untuk memediasi proses sitolisis dari jaringan endometrium ektopik pada peritoneum dijumpai adanya peningkatan resistensi dari proses apoptosis sel.
Invasi jaringan dan penyebaran metastasis memerlukan destruksi dari matriks ekstraseluler. Destruksi proteolitik dari matriks ekstraselular yang mengikuti perlekatan awal dapat menjadi bagian yang penting dalam dalam implantasi dari jaringan endometrium ektopik. Dalam proses ini, protease yan disekresikan memainkan peranan yang penting dalam patogenesis endometriosis. Dua famili dari enzim proteolitik terlibat dalam hal
ini, yaitu serine protease dan matriks metaloproteinase (MMPs) Ekspresi dari enzim ini muncul pada jaringan endometrium ektopik dengan ditemukannya peningkatan pada stroma endometrium pada saat menstruasi.
MMP (matriks metaloproteinase) merupakan regulator fisiologis untuk remodeling dari matriks ekstraselular. MMP-1 merupakan elemen metaloprotease yang penting dalam fisiologi menstruasi. MMP-1 diekspresikan pada lapisan fungsional dari dari endometrium hanya pada saat menstruasi dan MMP-1 disupresi oleh konsentrasi fisiologis dari progesterone. Lesi endometriosis merah, menurut kriteria dari vaskularisasi dan vaskularisasi dan proliferasi mengekspresikan MMP-1.
35,36
MMP-2 disekresikan dari lesi endometriosis pada waktu yang tidak sesuai. Dari pemeriksaan immunofluorescense menunjukkan bahwa MMP-2 lebih banyak dijupai pada lesi endometriosis dibandingkan dengan endometrium normal.
30
30
Siklus endometrium pada wanita dengan menstruasi reguler terdiri dari 3 tahapan yaitu proliferasi, sekresi dan menstruasi. Apoptosis, atau kematian sel yang terprogram, memiliki peranan dalam homeostatis selular, mengeliminasi sel-sel dari lapisan fungsional dari endometrium pada akhir fase sekresi dan selama menstruasi. TNF-α diperkirakan merupakan signal lokal utama yang
menginisiasi dan memodulasi apoptosis selama menstruasi. Ketahanan dari endometrium yang mengalami reflux dapat
disebabkan oleh keadaan resistens terhadap apoptosis.27 Dijumpai adanya peningkatan ekspresi dari Bcl-2 dan BCL-XL protein pada sel stroma dari kista endometriosis.
Terdapat bukti bahwa angiogenesis memainkan peranan yang penting dalam patofisologi dari endometriosis. Dari gambaran laparoscopy terlihat bahwa kebanyakan lesi ndometriosis dikelilingi oleh pembuluh darah peritoneum. Αβ3 integrin diperkirakan sebagai
penanda faktor angiogenik. Diantara beberapa faktor angiogenik, VEGF merupakan faktor angiogenik yang paling banyak diteliti pada saat ini.VEFG ditemukan lebih banyak pada endometrium dari wanita dengan endometriosis dibandingkan dengan wanita tanpa endometriosis. Peningkatan ekspresi VEGF juga ditemukan meningkat pada lesi endometriosis merah dibandingkan dengan lesi endometriosis hitam. Pada lesi endometriosis merah, VEFG bukan hanya diekspresikan oleh makrofag, namun juga oleh beberapa sel. Korelasi dari konsentrasi yang tinggi dari VEGF dan keberadaan dari MMP-1 telah dilaporkan pada lesi endometriosis merah. VEGF, dalam hal sebagai faktor angiogenik, menyebabkan peningkatan permeabilitas dari pembuluh darah. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kebocoran dari produk fibrin ke ruang ekstraselular yang akan meningkatkan perekrutan dari makrofag. Sekresi dari TNF-α dan IL-6, yang disekresikan oleh makrofag ketika molekul besar seperti fibrin mengaktivasi mereka, meningkatkan aktivitas angiogenik dari makrofag.
37
Banyak penelitian yang dilakukan yang menunjukkan bahwa pada wanita dengan endometriosis dijumpai adanya peningkatan volume cairan peritoneum dan juga peningkatan konsentrasi dari prostaglandin, protease dan sitokin termasuk sitokin inflamasi seperti IL-1, IL-6, dan TNFα dan sitokin angiogenik seperti IL-8 dan
VEGF pada cairan peritoneum yang diproduksi oleh makrofag.
Faktor proangiogenik lainnya, seperti hepatocyte growth factor (HGF), erythropoietin, angiogenin, macrophage migration inhibitory factor dan neutrophil activating factor ditemukan meningkat pada cairan peritoneum wanita dengan endometriosis.
38,39,40,41
Dari beberapa penelitian juga menunjukkan peningkatan konsentrasi dari sitokin inflamasi pada serum dari wanita dengan endometriosis yang menggambarkan bahwa endometriosis menyebabkan inflamasi sistemik.
42,43,44,45,46
Makrofag merupakan 85% dari sel yang berada pada cairan peritoneum.
8
15
Makrofag dikenal sebagai komponen integral dari
Mononuclear phagocyte system (MPS). Makrofag berasal dari
IL-8 yang menarik monosit. Asal dari sitokin kemotaktik ini adalah dari sel T, makrofag, sel mesothelial, dan endometrium ektopik. Endometrium dari wanita dengan endometriosis mengekspresikan sejumlah kecil sitokin yang meregulasi aktivasi dari makrofag (IL-10 dan IL-13) dimana hal ini tidak dijumpai pada endometrium wanita tanpa endometriosis.
Defisiensi dari sistem fagositosis, makrofag pada wanita dengan endometriosis dapat memperparah ataupun menginisiasi endometriosis dengan beberapa jalan yaitu:
30
• Dengan mensekresikan fibronectin, dimana membuat sel endometrium dapat melekat pada peritoneum.
30
• Dengan mensekresikan growth factor yang menyebabkan terjadinya proliferasi endometrium (TGF-α, EGF, TNF-α, IL-1).
• Dengan melepaskan sitokin angiogenik (VEGF, TGF-β, TNF-α, IL-8).
• Dengan mensekresikan sitokin yang mengaktivasi penghasil antibodi sel B.
• Dengan mensekresi sitokin yang terlibat didalam fibrosis (TGF-β), yang menjelaskan terjadinya adhesi yang terjadi
pada penyakit ini.
• Dengan melepaskan sitokin yang menginhibisi mekanisme imunitas selular (IL-10) dimana IL-10 akan menghambat proliferasi dari sel T.
• Dengan memproduksi soluble ICAM-1 yang diketahui dapat menghambat sistem imunitas sel.
Gambar 5. Patogenesis Endometriosis
2.3 Inflamasi dan Endometriosis
47
Endometriosis dikaitkan dengan meningkatnya aktivitas inflamasi. Beberapa penelitian telah membuktikan terjadi peningkatan serum marker inflamasi yang berada di dalam cairan peritoneum. Nyeri panggul, yang merupakan keluhan yang paling sering terjadi pada endometriosis,dapat diatasi dengan obat-obatan antiinflamasi, hal mendukung hipotesa yang menyatakan terdapat kontribusi dari inflamasi kronis dalam patogenesa endometriosis.
Fasciani dkk menunjukkan bahwa sel-sel dari endometrium dapat berproliiferasi dan menginvasi matriks fibrin pada in vitro,
yang akan membentuk jaringan kelenjar baru, stroma dan pembuluh darah yang serupa dengan proses awal terbentuknya lesi endometriosis.16 Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa berkurangnya aktivitas sitotoksis dari sel T dan natural killer (NK) tampaknya memainkan peran penting dalam ketahanan, implantasi dan proliferasi sel-sel endometrium pada kavum peritoneum wanita yang menderita endometriosis.52,53 Keberadaan penyakit autoimun dengan endometriosis telah dilaporkan oleh beberapa peneliti.11,31,54 Peningkatan serum anti-endometrial antibody menunjukkan adanya hubungan antara endometriosis dengan infertilitas yang tidak diketahui penyebabnya.
Endometriosis sering dihubungkan dengan perlengketan di dalam panggul yang luas. Terdapat bukti pada percobaan binatang yang menunjukkan bahwa sistim fibrinolisis yang terganggu mungkin berkontribusi dalam pembentukan adesi, namun masih belum jelas apakah hal ini juga berlaku pada manusia.
11
plasminogen di dalam cairan peritoneum, dibandingkan dengan pasien dengan endometriosis yang tidak disertai adesi.56 Dalam hal ini, Mohamed dkk memberikan hipotesa bahwa matrix fibrin yang persisten di dalam kavum peritoneum akan meningkatkan kemungkinan fregmen endometrium terdeposit sebagai akibat dari hipofibrinolisis.
Kemampuan dari sel inflamasi untuk berespon terhadap patogen penting dalam mempertahankan kesehatan multiselular dari organisme. Pada mamalia, limfosit harus berpindah ke organ limphoid sekunder, seperti lymphnode,dimana ditemukan adanya antigen. Sistem imunitas kemudian menyebabkan limfosit untuk menemukan antigen tersebut. Setelah berikatan dengan antigen, pemindahan sitem imunitas ke lokasi inflamasi menyebabkan pengaturan sistem pertahanan host. Molekul adesi mengkontrol perpindahan dari leukosit ke lokasi inflamasi. Selectin, terutama L Selectin, memainkan peranan yang penting dalam perlekatan awal dari leukosit ke endothelium dan ke leukosit lainnya. L selectin bertanggung jawab terhadap perpindahan limfosit ke lymphnode dan peyer’s patches dan secara langsung limfosit dan neutrofil ke lokasi inflamasi. Penghambatan secara langsung dari L Selectin akan mempengaruhi proses inflamasi.
57
2.4 Selectin
14
dengan ligand fucosylated dan sialylated glikoprotein, yang ditemukan pada sel endotel, leukosit, dan trombosit.
Selektin terlibat dalam lalu lintas sel-sel sistim imunitas tubuh, limfosit T dan trombosit. Absennya selektin atau ligand selektin pada tikus percobaan dan manusia menyebabkan infeksi bakteri rekuren dan penyakit yang persisten.
58
59
tipe selektin ini mengikat struktur gula yang sama dan molekul tersebut bertanggung jawab untuk target yang berbeda-beda: P-selectin ke secretory granules, E-P-selectin ke membran plasma dan L-selectin ke ujung lipatan dari leukosit.58
Gambar 6. Struktur Selectin
Struktur selektin terdiri dari N terminal Lectin domain, epidermal growth factor domain (EGF), 2 L Selectin, 6 atau 9 P Selectin, transmembrane domain dan cytoplasmic domain.
58
2.4.1 L-selectin
58
interstisial.16,62 Transmigrasi melewati lapisan sel endotel memungkinkan leukosit untuk mendekati antigen target pada jaringan inflamasi. L Selectin secera eksklusif diekspresikan pada leukosit ( termasuk keseluruhan sel myeloid, Sel T naive dan beberapa Sel T yang telah teraktivasi ).14 Sel T naive mengekspresikan L Selectin yang tinggi pada bagian permukaan.14 L-selektin penting untuk pengikatan limfosit pada high endothel venules (HEV) dan invasi neutrofil ke dalam tempat inflamasi. Pada waktu aktivasi neutrofil, L-selektin dapat dipecah dengan enzim proteolitik dekat domain transmembran dan lepas dari permukaan. Konsentrasi yang tinggi dari L-selektin yang dilepaskan atau terlarut, dapat menghambat perlekatan leukosit ke endotel. Dari beberapa penilitian yang dilakukan didapat peningatan ekspresi L-selectin terkait dengan keadaan infeksi dan adanya multiple trauma pada organ dimana hal ini menggambarkan bahwa area pada jalur inflamasi dipengaruhi oleh L-selectin.63
2.4.2 Peran L-selectin dalam Inflamasi Jaringan
Untuk mencapai jaringan dan memulai proses inflamasi leukosit akan melalui beberapa tahapan yang saat ini diketahui yaitu leukocyte rolling, adesi, dan transmigrasi. Dengan ditemukannya integrin, selektin dan ligand-ligandnya, kemokin dan reseptornya maka saat ini dapat dijelaskan lebih mendalam tahapan yang dilalui lekosit untuk dapat sampai ke tempat inflamasi yang spesifik.
Rekruitmen leukosit dari kompartemen intravaskular ke tempat jaringan inflamasi membantu melindungi vertebrata dari mikroorganisme yang menginvasi dan gangguan lain. Rekrutmen leukosit mengikuti kaskade adesi multitingkat yang diregulasi secara ketat yaitu:
62
1. Leukocyte capture
62
Pada waktu pengenalan patogen dan aktivasi oleh patogen, makrofag yang menetap di jaringan yang mengalami inflamasi melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-1, TNF-α dan kemokin. IL-1 dan TNF-α menyebabkan endotel-endotel pembuluh darah yang dekat dengan tempat inflamasi mengekspresikan cellular adhesion molecule, termasuk selektin. Leukosit sirkulasi ditarik ke arah tempat inflamasi karena adanya kemokin.
Ligand karbohidrat pada leukosit sirkulasi mengikat molekul selektin pada dinding sisi dalam dari pembuluh darah dengan affinitas yang lemah. Ini menyebabkan leukosit bergerak lambat dan mulai berputar menggelinding (rolling)
sepanjang permukaan dalam dinding pembuluh darah. 3. Tight adhesion
Pada waktu yang sama, kemokin yang dilepaskan oleh makrofag mengaktifkan leukosit yang berputar dan menyebabkan molekul integrin permukaan berubah dari keadaan afinitas rendah ke keadaan affinitas tinggi. Ini dibantu oleh aktivasi bersamaan integrin oleh kemokin dan faktor terlarut yang dilepaskan oleh sel-sel endotel dengan affinitas tinggi. Ini menyebabkan imobilisasi leukosit, walaupun adanya shear forces dari aliran darah yang sedang berlangsung.
4. Transmigration
memungkinkan mereka keluar dari pembuluh darah-proses yang disebut diapedesis. Sewaktu leukosit sudah berada di cairan interstisial, leukosit bermigrasi sepanjang gradien kemotaksis menuju tempat inflamasi.
Gambar 8. Tahapan Kaskade Leukosit 63
Tahapan awal dari kaskade leukosit terdiri dari tiga langkah yaitu: • Rolling, yang diperantarai oleh selectins
• Activation, yang diperantarai oleh kemokin • Arrest, yang diperantarai oleh integrin
Selanjutnya, kemajuan dari proses ini juga meliputi proses capture, slow rolling, adhesion strengthening dan spreading, intravascular
crawling dan paracellular and transcellular transcellular
2.4.3 L-Selectin Inhibitor
Beberapa penelitian dan strategi telah dirancang untuk memodulasi interaksi dari L - Selectin. Beberapa titik penting untuk intervensi yang akan dilakukan telah didiskusikan dan diinvestigasi. Salah satu metode adalah dengan memblok secara langsung interaksi antara L Selectin dan ligandnya (sebagai contoh adalah dengan antibodi monoklonal, molekul kecil ataupun aptamers).
14,64
Gambar 9. L- Selectin Inhibitor
Empat kelas dari selectin inhibitor ditemukan dan dan diuji pada model preklinik dan beberapa penelitian klinis. Penemuan yang paling awal adalah Carbohydrate based selectin inhibitor yang dapat menginhibisi ketiga jenis selectin pada konsentrasi yang tinggi. Namun bagaimanapun, Farmakokinetiknya yang belum sepenuhnya dimengerti, afinitas yang rendah dan harga pruduksi
yang cenderung mahal membuat jenis ini kurang cocok untuk dikembangkan.
Yang kedua, antibodi untuk selektin telah ditemukan dan dikembangkan, termasuk antibodi yang dapat memblok ketiga jenis selectin tersebut. Sebagai contoh, Anti Selectin Antibodi (DREG-55), yang telah efektif pada model preklinis, namun kegunaan efikasi secara klinis masih belum didemonstrasikan.
58
Yang Ketiga, PSGL-1 imunoglobulin fusion protein menunjukkan manfaat sebagai selectin inhibitor, khusunya untuk P dan L Selectin. Namun untuk mempriduksi jenis ini memerlukan biaya yang sangat mahal sehingga percobaan klinis terhadap molekul ini kemudian dihentikan.
58
Yang keempat, Small molecul inhibitor dari Selektin, yang dikenal dengan glycomimetics, telah dikembangkan. Namun efek transien yang ditimbulkan oleh jenis ini dapat mensupresi sistem imunitas tubuh dan efek samping yang ditimbulkan tersebut masih belum diteliti lebih jauh.
58.65
2.5 Kerangka Teori
Berperan dalam langkah awal rekruitmen dari leukosit
Rolling leukosit Transmigrasi
2.6 Kerangka Konsep
Karakteristik Pasien
Variabel Bebas
Variabel tergantung
Faktor yang mempengaruhi
Proses inflamasi pada Endometriosis
Non-endometriosis
Ekspresi L-Selectin
Endometriosis
Usia
Derajat Endometriosis
2.7 Hipotesis Penelitian