• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TEORI DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI DAN PENDEKATAN

PENDIDIKAN MULTIKULTURAL

Unit 2

(2)

Teori Pendidikan

Multikultural

Para pakar memiliki pandangan yang berbeda tentang konsep dan teori multikultural.

1. Horace Kallen

Jika budaya suatu bangsa memiliki banyak segi, nilai-nilai dll.; budaya itu dapat disebut

pluralisme budaya (cultural pluralism).

Pluralisme budaya secara operasional

(3)

Kallen: masing-masing kelompok etnis

dan budaya itu penting dalam

memberikan kontribusi unik untuk menambah variasi dan kekayaan budaya Amerika Serikat.

Di antara budaya yang bervariasi itu

terdapat budaya yang dominan.

Tanya: Adakah budaya yang nampak

dominan di negeri ini? Jawa, Bali,

Tionghoa atau yang lainnya? Dasarnya apa?

(4)

Penghargaan atau pengakuan

terhadap budaya yang dominan dari Horace Kallen oleh kelompok yang lain dipandang bukan merupakan bagian dari teori multikultural.

Lihat pembahasan teori dari Banks

mengenai kelompok Afrosentris yang antipati terhadap keberadaan

kelompok dominan ini.

(5)

2. James A. Banks

• Kalau Horace Kallen perintis teori

multikultur, maka James A. Banks dikenal sebagai perintis Pendidikan Multikultur.

Pendidikan lebih mengarah pada mengajari

bagaimana berpikir daripada apa yang dipikirkan.

Siswa perlu diajar untuk memiliki

interpretasi sendiri tentang peristiwa masa lalu, yang mungkin penafsirannya berbeda dan bertentangan dengan penafsiran

orang lain.

(6)

Misalnya, mengapa sampai terjadi perang Diponegoro pada tahun 1825 – 1830?

Apakah karena Belanda yang membangun jalan melintasi makam Tegalrejo, Yogya yang disakralkan?

Atau oleh Belanda dianggap sebagai suatu pemberontakan politik?

Atau kita pandang sebagai perjuangan seorang putra daerah untuk

(7)

Di dalam The Canon Debate, Knowledge

Construction, and Multicultural

Education, Banks mengidentifkasi tiga kelompok cendekiawan yang berbeda dalam menyoroti keberadaan kelompok-kelompok budaya di Amerika Serikat:

1. Tradisionalis Barat, kelompok

pluralisme budaya dari Horace Kallen, meyakini bahwa budaya yang dominan dari peradaban Barat yaitu kelompok White, Anglo Saxon dan Protestan.

(8)

Mereka berada dalam posisi

terancam karena mengesampingkan kelompok feminis, minoritas dan

reformasi multikultural.

Tradisionalis Barat masih sedikit

memberi perhatian pada pengajaran tentang keanekaragaman atau

multikulturalisme.

Jika peradaban Barat hanya

mengajarkan sejarah dan budaya kelompok dominan, apakah tidak akan mengecilkan pentingnya

kelompok budaya lain yang turut

(9)

Bagaimanakah kondisi di Indonesia

dengan adanya transmigrasi dari Jawa ke pulau-pulau lain?

2. Kelompok Afrosentris, yaitu mereka yang menolak kebudayaan Barat

secara berlebihan.

Mereka meyakini bahwa sejarah dan

budaya orang Afrika seharusnya menjadi sentral dalam kurikulum untuk memotivasi siswa Afrika

Amerika dalam belajar.

(10)

Tanya: Bagaimana dengan kelompok orang Spanyol yang juga yakin bahwa

sejarah dan budaya Spanyol seharusnya menjadi sentral dari kurikulum, atau

kelompok Perancis yang ada di daerah Lousiana?

3. Kelompok Multikulturalis, yang percaya bahwa pendidikan harus memperhatikan pengalaman orang kulit berwarna dan

(11)

Kelompok ini sekarang sedang

memperjuangkan posisinya di tengah dominasi kelompok yang sudah

mapan. (http://www.cwrl.utexas.edu/ ~daniel/hyper-writingrguments/mosk al/ thesolu.html)

3. Bill Martin

Dalam bukunya Multiculturalism:

Consumerist or Transformational?,

(12)

Jika multikulturalisme menjadi

tempat bernaung berbagai kelompok yang berbeda, maka harus menjadi 'pertemuan' dari berbagai kelompok (Martin, 1998: 128).

Martin menganggap multikultural

(13)

4. Martin J. Beck Matustik

Semua segi dalam pembicaraan

budaya saat ini mengarah pada

pemikiran kembali norma Barat (the western canon) yang mengakui

bahwa dunia multikultural adalah benar-benar nyata adanya "

(Matustík, 1998).

(14)

Teori multikulturalisme mengarah

kepada liberalisasi pendidikan dan politik Plato.

Ia yakin bahwa kita harus menciptakan

pencerahan multikultural baru (a new multicultural enlightenment), yaitu

"multikulturalisme lokal yang saling

(15)

5. Judith M. Green

Multikulturalisme bukan hanya ada di

AS, negara lain pun harus

mengakomodasi berbagai kelompok kecil dari budaya yang berbeda.

Kelompok-kelompok ini biasanya

bersikap toleran terhadap

keistimewaan budaya dominan.

(16)

Amerika memberi tempat

perlindungan bagi minoritas dan

memungkinkan mereka melakukan kebudayaannya.

Melalui kerjasama, kelompok

memperoleh kekuatan dan

kekuasaan, membawa perubahan seperti peningkatan upah dan

(17)

Pendidikan dipandang sebagai agen

perubahan yang efektif, baik secara personal maupun sosial, sehingga

Amerika meraih kesuksesan terbesar dalam transformasi.

Amerika sejak kelahirannya memiliki

masyarakat multikultural di mana

berbagai budaya telah bersatu lewat perjuangan, interaksi, dan kerjasama (Green, 1998).

(18)

Pendekatan terhadap

Pendidikan Multikultural

Perintis Pendidikan Multikultural

berasal dari Amerika Serikat yang sudah lama mendalami dan

mengembangkannya.

(19)

Amerika Serikat terbentuk dari berbagai kelompok ras, etnis, agama, dan budaya yang berbeda.

Sebagian besar kurikulum sekolah, buku teks, lebih berfokus pada kelompok White

Anglo-Saxon Protestants (Banks, 1993: 195). • Kurikulum berfokus pada aliran utama

(budaya dominan) Amerika dan

mengabaikan pengalaman, budaya dan

sejarah dari kelompok etnis, ras, budaya dan agama yang lain.

(20)

James A. Banks berpendapat bahwa

kurikulum yang berpusat pada aliran utama (mainstream-centric

curriculum) ini dapat menjadi sarana yang memperkuat rasisme dan

etnosentrisme, yang diabadikan di sebagian besar sekolah dan

(21)

Kurikulum berpusat pada aliran utama

memiliki konsekuensi negatif terhadap siswa dari aliran utama, karena dapat memperkokoh rasa superioritas yang keliru (false sense of superiority),

memberi konsepsi yang salah tentang kelompok ras dan etnis lainnya, dan tidak memberi kesempatan untuk

memperoleh pengetahuan, perspektif, dan kerangka pikir melalui pengalaman budaya dari kelompok lain.

(22)

Kurikulum yang berpusat pada aliran

utama juga mengabaikan

kesempatan siswa Amerika aliran utama untuk melihat kebudayaan mereka dari sudut pandang budaya lain.

Kurikulum berpusat aliran utama

berpengaruh secara negatif terhadap siswa kulit berwarna, seperti orang

(23)

Asia-• Beberapa siswa kulit berwarna diasingkan

di sekolah tempat dia belajar karena

mereka mengalami konfik budaya dan diskontinuitas yang disebabkan

perbedaan budaya antara sekolah dengan masyarakat mereka.

Sekolah dapat membantu untuk menjadi

penengah antara budaya rumah dan

sekolah dari siswa kulit berwarna melalui kurikulum yang menggambarkan budaya dari kelompok dan komunitas etnis

mereka.

(24)

Sesudah melihat perspektif bangsa

(25)

Upaya Menyusun Kurikulum Multikultural

Sejak gerakan hak-hak sipil tahun

1960-an, para pendidik sedang mencoba mengintegrasikan

kurikulum sekolah dengan materi

etnis dan mengubah kurikulum yang berpusat pada aliran utama (main

stream).

Sulit merumuskan tujuan sekolah

karena adanya berbagai

pertimbangan yang kompleks, terutama dari ideologi Kaum Asimilasionis.

(26)

Perlawanan ideologis (ideological

resistance) merupakan faktor utama yang memperlambat perkembangan multikultural, termasuk perlawanan politis (political resistance) terhadap kurikulum multikultural. Mengapa?

Mereka berpandangan bahwa

(27)

Kurikulum yang berpusat pada aliran

utama berusaha mempertahankan status quo, sedangkan

multikulturalisme dianggap akan

membenarkan dan mempromosikan perubahan sosial dan rekonstruksi sosial.

Jadi ada tiga posisi utama yang

dapat diidentifkasi dalam

perdebatan ini, yaitu Tradisionalis Barat, Afrosentris, dan

(28)

Faktor lain yang memperlambat

pelembagaan kurikulum multikultural mencakup rendahnya tingkat

pengetahuan tentang budaya etnis dari sebagian besar pendidik, dan beratnya beban pelajaran.

Tahap-tahap Integrasi Materi

Multikultural ke dalam Kurikulum Ada empat pendekatan yang

(29)

1. Pendekatan kontribusi (the contributions approach).

o Paling luas dipakai dalam fase

pertama dari gerakan kebangkitan etnis (ethnic revival movement). o Juga sering digunakan jika sekolah

mencoba mengintegrasikan materi etnis dan multikultural ke dalam

kurikulum aliran utama.

(30)

Ciri pendekatan kontribusi:

memasukkan pahlawan etnis dan benda-benda budaya yang khas ke

dalam kurikulum, yang dipilih dengan menggunakan kriteria budaya aliaran utama.

Elemen budaya yang khas seperti

makanan, tari, musik dan benda kelompok etnis dipelajari, namun hanya sedikit memberi perhatian

(31)

Karakteristik penting dari Pendekatan Kontribusi:

a. kurikulum aliran utama dalam struktur dasar, tujuan, dan karakteristiknya tidak berubah.

b. hanya mencakup pengetahuan dasar mengenai masyarakat AS, dan

c. pengetahuan tentang pahlawan etnis (aliran utama), peranan, dan

kontribusinya terhadap masyarakat dan budaya AS.

(32)

Pendekatan kepahlawanan dan hari libur nasional adalah varian dari pendekatan kontribusi, misalnya Cinco de Mayo, HUT Martin Luther King, dan Minggu Sejarah Afrika

(33)

2. Pendekatan Aditif (Additive Approach)

Pendekatan ini mengintegrasikan materi

etnis dalam kurikulum dengan penambahan materi, konsep, tema dan perspektif tanpa mengubah struktur, tujuan dan karateristik dasarnya.

Penambahannya bisa berupa buku, unit, atau bidang dalam kurikulum tanpa

mengubah isinya, misalnya The Color

Purple tentang abad duapuluh, Miss Jane Patman tentang era 1960an, atau Perang Dunia II di kelas sejarah Amerika Serikat.

(34)

Pendekatan aditif dilakukan dengan

memasukkan materi etnis ke dalam kurikulum tanpa restrukturisasi, dan dapat menjadi fase awal dalam

upaya reformasi untuk menyusun kurikulum baru.

Kelemahannya terletak pada

(35)

Pendekatan aditif gagal membantu

siswa melihat masyarakat dari

perspektif budaya dan etnis yang berbeda dan memahami hubungan sejarah dan budaya dari kelompok etnis, ras, budaya, dan religi yang berbeda.

Menambahkan materi etnis ke dalam

kurikulum secara sporadis dapat

menyebabkan masalah pedagogis, kesulitan bagi guru, kebingungan siswa, dan kontroversi dalam

(36)

3. Pendekatan Transformasi (transformation approach)

Tidak seperti pada pendekatan

pertama dan kedua, dalam

pendekatan transformasi ada

perubahan dalam tujuan, struktur, dan asumsi dasar dari kurikulum.

Kurikulum ini menumbuhkan

kompetensi siswa dalam melihat

(37)

Kurikulum esensial yang terdapat

dalam reformasi kurikulum

multikultural meliputi berbagai

perspektif, kerangka pikir, dan materi dari berbagai kelompok yang dapat

memperluas pemahaman siswa akan sifat, perkembangan, dan

kompleksitas masyarakat AS.

(38)

Jika mempelajari sejarah, bahasa, musik, seni, sains, dan matematika, penekanan seharusnya bukan pada cara-cara di

mana berbagai kelompok etnis dan

budaya itu telah berkontribusi pada aliran utama budaya dan masyarakat AS, tetapi bagaimana budaya dan masyarakat AS

muncul dari sintesis dan interaksi

(39)

Konsepsi akulturasi ganda (multiple

acculturation conception) dari masyarakat dan budaya AS

mengarah pada perspektif bahwa peristiwa etnis, sastra, musik, dan seni menjadi bagian integral yang membentuk budaya AS secara

umum.

(40)

4. Pendekatan Aksi Sosial (Social Action approach)

Mencakup semua elemen dari

pendekatan transformasi, dengan menambahkan komponen yang

(41)

Tujuan utama dari pendekatan ini

adalah mendidik siswa untuk

memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, melakukan kritik dan perubahan

sosial, serta ketrampilan dalam membuat keputusan untuk

mengadakan aksi sosial .

Dalam pendekatan ini, pengajar

menjadi agen perubahan sosial (agents of social change) yang

meningkatkan nilai-nilai demokratis

(42)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh bangsa Indonesia yang beragam antara ras, suku, budaya dan agama akan tetapi masih ada konflik antar beda agama atau beda

Sebagai bagian penting dari agama Islam, akulturasi yang terjadi antara Islam dan budaya Jawa pada akhirnya juga berakibat pada akulturasi antara nilai-nilai pendidikan

Sebagai bagian penting dari agama Islam, akulturasi yang terjadi antara Islam dan budaya Jawa pada akhirnya juga berakibat pada akulturasi antara nilai-nilai pendidikan

Abstrak: Indonesia adalah bangsa yang memiliki tingkat keberagaman yang sangat tinggi baik itu dalam hal suku, ras, etnis atau pun agama. Sehingga tidaklah berlebihan

Terakhir sistem budaya akan memelihara pola-pola budaya dan menjalankan sistem-sistem yang sudah terstrukur yang akhirnya membentuk sebuah aturan atau

Dalam masyarakat yang majemuk (yang terdiri dari suku, ras, agama, bahasa, dan budaya yang berbeda), kita sering menggunakan berbagai istilah yaitu : pluralitas (plurality),

membentuk sikap toleransi tidak hanya sebatas ragam budaya, melainkan ragam pada berbagai aspek terutama berkaitan dengan pendidikan yang dikembangkan oleh dosen

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh bangsa Indonesia yang beragam antara ras, suku, budaya dan agama akan tetapi masih ada konflik antar beda agama atau beda