1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah Salah satu hal yang penting bagi suatu bangsa, karena
pendidikan menjadi tolak ukur kemajuan bangsa.
Trianto (2010:1) menyatakan bahwa.
Pendidikan juga menjadi salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan sarat perkembangan. Oleh karena itu, perubahan atau perkembangan pendidikan adalah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.
Ngalimun (2013:1) menyatakan bahwa “Dalam proses pembelajaran,
anak kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir, mereka
umumnya diarahkan kepada kemampuan menghafal informasi, otaknya
dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi tanpa dituntut
untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk menghubungkannya
dengan kehidupan sehari-hari”.
PERMENDIKBUD (2016:4) Nomor 22 menyatakan bahwa.
PERMENDIKBUD Tahun 2016 Nomor 22 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menjelaskan bahwa untuk memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar mata pelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning). Karakteristik pembelajaran yang berlangsung diharapkan mencakup pengembangan ketiga ranah tersebut secara utuh yang satu tidak bisa dipisahkan dengan ranah lainnya.
Kurikulum 2013 mengharapkan kepada guru untuk menggunakan model
aktif dalam pembelajaran tidak hanya dalam ranah kognitif namun dalam
ranah afektif dan psikomotor.
Jufri (2013:101) menyatakan bahwa”Pendekatan pembelajaran IPA
hendaknya tidak lagi terlalu berpusat pada pendidik (teacher centered)
melainkan harus lebih berorientasi pada peserta didik (student centered)”.
Mata pelajaran IPA, terutama fisika salah satu pelajaran yang dianggap sulit
oleh sebagian peserta didik, hal tersebut menyebabkan kurangnya minat atau
ketertarikan peserta didik dalam pelajaran ini. Mata pelajaran ipa terutama
fisika tidak hanya harus memiliki ilmu pengetahuan atau teorinya saja tetapi
harus memiliki keterampilan (psikomotorik). Toharudin dkk (2011:6)
menyatakan bahwa “Pada dasarnya pendidikan sains bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi peserta didik untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dalam berbagai situasi”. Pada zaman sekarang pembelajaran tidak
hanya menuntut pada pengetahuan saja tetapi keterampilan juga sangat
diperlukan. MenurutWena (2010:52) “Pada dasarnya tujuan akhir
pembelajaran adalah menghasilkan peserta didik yang memiliki pengetahuan
dan keterampilan dalam memecahkan masalah yang dihadapi kelak di
masyarakat”.
Jufri (2013:101) menyatakan bahwa.
Model pembelajaran Inquiry menurut Straits dan Wilke adalah model pembelajaran yang berperan penting dalam membangun paradigma pembelajaran konstruktivistik yang menekankan pada keaktifan belajar peserta didik. Model pembelajaran inquiry ditunjukkan untuk menumbuhkan kemampuan peserta didik dalam menggunakan keterampilan proses dengan merumuskan pertanyaan yang mengarahkan kegiatan investigasi, merumuskan hipotesis, melaksanakan percobaan,
mengkomunikasikan hasil temuannya dalam masyarakat belajar.Inquiry terbagi dari beberapa macam yang termasuk didalamnya adalah guided inquiry (inkuiri terbimbing).
Suparno (2007:102) berpendapat bahwa.
Metode POE adalah singkatan dari Prediction, Observation, and Explaination. Pembelajaran dengan metode POE menggunakan tigalangkah utama dari metode ilmiah, yaitu (1) prediction atau membuat prediksi, (2) observation yaitu melakukan pengamatan mengenai apa yang terjadi, (3) explaination yaitu memberikan penjelasan. Penjelasan tentang kesesuaian dugaan (prediksi) denganfakta (hasil observasi). Jadi, metode POE adalah metode yang menuntut siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran.
Trianto (2010:144) menyatakan bahwa “Keterampilan proses adalah
keseluruhan keterampilan ilmiah yang terarah (baik kognitif maupun
psikomotor) yang dapat digunakan untuk menemukan suatu konsep dan
mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya”. Menurut Bahri
(2000:88) “Keterampilan proses bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
anak didik menyadari, memahami dan menguasai rangkaian bentuk kegiatan
yang berhubungan dengan hasil belajar yang telah dicapai anak didik”. Peserta
didik menjadi berperan aktif pada saat proses belajar mengajar dengan
melakukan berbagai macam keterampilan pada saat melakukan percobaan.
Sehingga diharapkan hasil belajar peserta didik pada pelajaran fisika dapat
meningkat. Pemilihan model pembelajaranguided inquiry adalah salah satu
alternatif solusi agar peserta didik yang mempelajari fisika mempunyai
keterampilan proses sains.
Guru Fisika (17 Januari 2017 )
pembelajaran kooperatif, sedangkan untuk model pembelajaran Guided Inquiry belum pernah dilakukan. Saat ini kelas X menggunakan kurikulum 2013 dengan pendekatan saintifik, hasil belajar kognitif peserta didik penilaian diambil dari soal fisika pilihan ganda, untuk soal fisika bentuk essay jarang digunakan, karena peserta didik lebih menyukai soal pilihan ganda, pengetahuan peserta didik hanya dari hafalan bukan dari pengalaman dan Untuk melihat keterampilan proses sains peserta didik dalam pembelajaran fisika belum pernah dilakukan baik secara praktikum maupun tes berupa soal-soal yang berkaitan dengan keterampilan proses sains peserta didik. Hal ini akan berpengaruh terhadap hasil belajar peserta didik
Hal tersebut dapat dilihat dari nilai yang didapatkan ketika memberikan
soal keterampilan proses sains kepada kelas yang ingin diteliti. Dengan
menerapkan model pembelajaran aktif yang diperkirakan akan mampu
menumbuh kembangkan keterampilan proses sains. Melalui model
pembelajaran Guided Inquiry dengan MetodePrediction, Observation and
Explanaition(POE). Pemilihan model pembelajaran Guided Inquiry dengan
MetodePrediction, Observation and Explanaition(POE) akan melatih
pengembangan berpikir peserta didik dan keterampilan peserta didik,
sehingga peserta didik mampu mengetahui fenomena yang ada disekitar dan
mudah memahami konsep pembelajaran fisika dengan mudah.
Materi pelajaran fisika yang dipilih pada kelas X di SMAN 4 adalah
Suhu dan Kalor.Sub materi pada suhu dan kalor adalah suhu dan pemuaian,
kalor dan perubahan wujud dan perpindahan kalor.Materi suhu dan kalor
sangat berkaitan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga memudahkan peserta
didik memahami materi tersebut dengan melakukan praktikum atau dapat
menggunakan konsep-konsep fisika tentang suhu dan kalor. Model
Explanaition(POE) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
berpikir secara kreatif dan terampil dalam melakukan kegiatan. Serta dapat
menumbuhkan pengetahuan yang ada pada diri sendiri dan melatih
pengembangan keterampilan.
Berdasarkan uraian diatas penelitian ini akan mengangkat judul
mengenai “Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquirydengan Metode Prediction, Observation and Explanaition(POE) dan Model Pembelajaran Guided Inquiry Terhadap Hasil Belajar Peserta didik dan Keterampilan Proses Sains”.
B. Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah yang dikemukakan pada penelitian ini yaitu :
1. Apakah terdapat peningkatan yang signifikan hasil belajar kognitif
peserta didik yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model
Guided Inquirydengan MetodePrediction, Observation and
Explanaition(POE) dan model pembelajaranGuided Inquirypada materi
pokok suhu dan kalor kelas X semester II SMAN 4 Palangka Raya tahun
ajaran 2016/2017?
2. Apakah terdapat peningkatan yang signifikan Keterampilan Proses Sains
peserta didik yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model
Guided Inquiry dengan MetodePrediction, Observation and
Explanaition(POE) dan model pembelajaranGuided Inquirypada materi
pokok suhu dan kalor kelas X semester II SMAN 4 Palangka Raya tahun
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan hasil belajar kognitif peserta
didik yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model Guided
Inquirydengan MetodePrediction, Observation and Explanaition(POE)
dan model pembelajaranGuided Inquirypada materi pokok suhu dan
kalor kelas X semester II SMAN 4 Palangka Raya tahun ajaran
2016/2017?
4. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan Keterampilan Proses Sains
peserta didik yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model
Guided Inquiry dengan MetodePrediction, Observation and
Explanaition(POE) dan model pembelajaranGuided Inquirypada materi
pokok suhu dan kalor kelas X semester II SMAN 4 Palangka Raya tahun
ajaran 2016/2017?
5. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara hasil belajar peserta
didik terhadap keterampilan proses sains yang mendapatkan
pembelajaran menggunakan model guided inquiry dengan metode
Prediction, Observation and Explanaition(POE) dan model guided
inquirypada materi pokok suhu dan kalor di kelas X semester II SMAN 4
Palangka Raya tahun ajaran 2016/2017?
6. Bagaimanakah pengelolaan pembelajaran fisika dengan mendapatkan
pembelajaran menggunakan model pembelajaran Guided Inquiry dengan
Metode Prediction, Observation and Explanaition(POE) dan model
pembelajaranGuided Inquirypada materi pokok suhu dan kalor kelas X
7. Bagaimana aktivitas peserta didik saat pembelajaran menggunakan
model pembelajaran Guided Inquiry dengan Metode Prediction,
Observation and Explanaition(POE) dan model pembelajaranGuided
Inquirypada materi pokok suhu dan kalor kelas X semester II SMAN 4
Palangka Raya tahun ajaran 2016/2017?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1. Terdapat tidaknya peningkatan yang signifikan hasil belajar peserta
didik yang mendapatkan pembelajaran menggunakan model Guided
Inquirydengan MetodePrediction, Observation and Explanaition(POE)
dan model pembelajaranGuided Inquirypada materi pokok suhu dan
kalor kelas X semester II SMAN 4 Palangka Raya tahun ajaran
2016/2017.
2. Terdapat tidaknya peningkatan yang signifikan Keterampilan Proses
Sains peserta didik yang mendapatkan pembelajaran menggunakan
model Guided Inquiry dengan MetodePrediction, Observation and
Explanaition(POE) dan model pembelajaranGuided Inquirypada
materi pokok suhu dan kalor kelas X semester II SMAN 4 Palangka
Raya tahun ajaran 2016/2017.
3. Terdapat tidaknya perbedaan yang signifikan hasil belajar peserta
pembelajaran Guided Inquiry dengan Metode Prediction, Observation
and Explanaition(POE) dan model pembelajaran Guided Inquirypada
materi pokok suhu dan kalor kelas X semester II SMAN 4 Palangka
Raya tahun ajaran 2016/2017.
4. Terdapat tidaknya perbedaan yang signifikan Keterampilan Proses
Sains peserta didik yang mendapatkan pembelajaran menggunakan
model pembelajaran Guided Inquiry dengan Metode Prediction,
Observation and Explanaition(POE) dan model Guided Inquirypada
materi pokok suhu dan kalor kelas X semester II SMAN 4 Palangka
Raya tahun ajaran 2016/2017.
5. Terdapat tidaknya hubungan yang signifikan antara hasil belajar
peserta didik terhadap keterampilan proses sains yang mendapatkan
pembelajaran menggunakan model guided inquiry dengan metode
Prediction, Observation and Explanaition(POE) dan model guided
inquirypada materi pokok suhu dan kalor di kelas X semester II SMAN
4 Palangka Raya tahun ajaran 2016/2017
6. Pengelolaan pembelajaran fisika dengan menggunakan model
pembelajaran Guided Inquiry dengan Metode Prediction, Observation
and Explanaition(POE) dan model Guided Inquirypada materi pokok
suhu dan kalor kelas X SMAN 4 Palangka Raya tahun ajaran
2016/2017.
7. Aktivitas peserta didik saat pembelajaran menggunakan model
and Explanaition(POE) dan model Guided Inquirypada materi pokok
suhu dan kalor kelas X SMAN 4 Palangka Raya tahun ajaran
2016/2017.
D. Batasan Masalah
Ruang lingkup dalam pembahasan harus jelas, maka perlu dilakukan
pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Model pembelajaran yang digunakan dalam pembelajaran adalah
Guided Inquiry
2. Metode yang digunakan adalah Prediction, Observation and
Explanaition(POE)
3. Hasil belajar peserta didik yang diukur hanya pada ranah kognitif.
4. Keterampilan proses sains yang digunakan adalah keterampilan proses
sains tingkat dasar yang terdiri dari tujuh keterampilan, yakni:
mengklasifikasi, merancang percobaan, merumuskan hipotesis,
pengukuran, menafsirkan/interpretasi, dan mengkomunikasikan.
5. Materi pelajaran fisika kelas X semester II hanya pada materi Suhu
dan Kalor.
6. Peneliti sebagai guru.
7. Sampel penelitian adalah peserta didik kelas X semester II SMAN 4
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Untuk Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan penulis
tentang model Guided Inquirydengan Metode Prediction, Observation
and Explanaition(POE)yang dapat digunakan nantinya dalam mengajar.
2. Untuk mengetahui hasil belajar kognitif peserta didik dan keterampilan
proses sains peserta didik setelah menggunakan model pembelajaran
Guided Inquirydengan Metode Prediction, Observation and
Explanaition(POE).
3. Sebagai masukan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian lebih
lanjut.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari kerancuan dan mempermudah pembahasan tentang
beberapa definisi konsep dalam penelitian ini, maka perlu adanya penjelasan
sebagai berikut:
1. Model pembelajaran Guided Inquiry
Model pembelajaran Guided Inquiryadalah pembelajaran yang
menuntut peserta didik untuk berperan aktif, yang dimana guru
mengawali dengan memberikan suatu pertanyaan yang melacak, yang
bertujuan untuk mengarahkan peserta didik untuk menemukan sebuah
konsep, yang dimana untuk menemukan sebuah konsep tersebut peserta
didikkesimpulan yang diharapkan. Model pembelajaran Guided Inquiry
menuntut kepada peserta didik untuk melakukan penyelidikan tentang
pertanyaan yang diberikan oleh guru.
2. Metode Prediction, Observation and Explanaition (POE)
POE adalah singkatan dari Prediction, Observation, and
Explaination. Pembelajaran dengan metode POE menggunakan
tigalangkah, yaitu (1) prediction yaitu membuat prediksi pertanyaan
yang diberikan oleh guru, (2) observation yaitu melakukan sebuah
pengamatan mengenai apa yang terjadi, (3) explaination yaitu
memberikan penjelasan tentang apa yang didapatkan oleh peserta didik
setelah melakukan pengamatan dan memastikan apakah penjelasan
tersebut sesuai dengan dugaan (prediksi) denganfakta (hasil observasi)
yang telah dilakukan.
3. Hasilbelajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki peserta
didik setelah menerima dan memahami pengalaman belajarnya.
4. Keterampilan Proses Sains
Keterampilan proses adalah sebuahketerampilan ilmiah yang terarah
(baik kognitif maupun psikomotor) yang bertujuan untuk menemukan
suatu konsep dan mengembangkan konsep yang telah ada sebelumnya.
5. Suhu dan Kalor merupakan materi pembelajaran pada mata pelajaran
fisika di kelas X berdasarkan kurikulum terbaru yang digunakan.Materi
pokok suhu dan kalor meliputi suhu dan pemuaian, kalor dan perubahan
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini dibagi menjadi 5 bagian:
1. Bab pertama berisi pendahuluan yang berisi latar belakang
penelitian,rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah,
manfaat penelitian, definisi operaional dan sistematika penulisan.
2. Bab kedua berisi kajian pustaka yang berisi penelitian sebelumya,
deskripsi teoritik, model pembelajaran, dan pokok bahasan.
3. Bab ketiga berisi metode penelitian yang berisi pendekatan dan jenis
penelitian serta wilayah atau tempat penelitian ini dilaksanakan. Selain
itu di bab tiga ini juga dipaparkan mengenai tahap-tahap penelitian,
teknik pengumpulan data, analisis data dan keabsahan data.
4. Bab empat berisi deskripsi awal data penelitian, hasil penelitian dan
pembahasan berupa dari data-data dalam penelitian dan pembahasan
dari data-data yang diperoleh.
5. Bab kelima berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan berisi tentang
masalah dan saran berisi tentang pelaksanaan penelitian selanjutnya.
13 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian yang relevan
Adapun beberapa penelitian yang menjadi acuan penelitian ini, antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan Lutfi Eko Wahyudi dan Z.A. Imam Supardi
dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan Model
pembelajaran inkuiri terbimbing pada pokok Bahasan kalor untuk
melatihkan keterampilan proses sains Terhadap hasil belajar di sman 1
sumenep Tahun Pelajaran 2012/2013 dapat meningkatkan hasil belajar di
kelas X-6 SMAN 1 Sumenep. Kesamaan penelitian relevan dengan
penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama menerapkan model
pembelajaran inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) serta sama-sama
menggunakan variabel terikat hasil belajara peserta didik (kognitif).
Perbedaanya adalah pada penelitian ini tidak mengukur variabel terikat
keterampilan proses sains serta yang dilakukan peneliti adalah tidak
hanya menerapkan model inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) saja
namun peneliti menerapkan model inkuiri terbimbing (Guided Inquiry)
dengan metode Prediction Observation and Explanaition (POE).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Nurlia dkk dengan hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
belajar dan keterampilan proses sains pada kelas eksperimen (model
langsung).Kesamaan penelitian relevan ini dengan penelitian yang
dilakukan peneliti adalah sama-sama menggunakan pembelajaran inkuiri
terbimbing. Variabel terikat yang diukur pun sama yaitu hasil belajar dan
keterampilan proses sains peserta didik. Perbedaannya peneliti adalah
tidak hanya menerapkan model inkuiri terbimbing (Guided Inquiry) saja
namun peneliti menerapkan model inkuiri terbimbing (Guided Inquiry)
dengan metode Prediction Observation and Explanaition (POE)
Sedangkan penelitian relevan tidak melakukan hal tersebut.
3. Penelitian yang dilakukan Favakun Muchlis dengan hasil penelitian
menunjukkan pembelajaran model kontekstual (CTL) dengan metode
POE pada pokok bahasan mekanika fluida dapat meningkatan berpikir
tingkat tinggi (Muchlis, 2014). Kesamaan penelitian relevan ini dengan
penelitian yang dilakukan peneliti adalah sama-sama menggunakan
metode POE. Perbedaannya peneliti pada penelitian ini adalah peneliti
menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing sedangkan
penelitian relevan tidak melakukan hal tersebut. Selain itu penelitian
relevan bertujuan mengukur berpikir tingkat tinggi peserta didik,
B. Diskripsi Teoritik 1. Pengertian Belajar
Slameto (2003:2) menyatakan bahwa “Belajar adalah suatu proses
usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya
sendiri maupun interaksi dengan lingkungannya”. Pengetahuan yang
dimiliki seseorang terkait erat dengan pengalamannya. Tanpa
pengalaman seseorang tidak dapat membentuk pengetahuannya, sehingga
dalam pembelajaran amatlah penting memberikan peserta didik
pengalaman tentang suatu teori hingga peserta didik dapat membentuk
sendiri pengetahuan.
sebagaimana dijelaskan dalam ayat Al-Qur’an surah Al-Mujaadilah
ayat 11 sebagai berikut:
Artinya :” Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S Mujaadilah: 11) ( Qur’an In Word Versi 2.2 oleh Mohammad Taufiq, Q.S Mujaadilah [58]:11)
Dalam ayat ini membahas tentang pengertian belajar, dimana
tidak hanya dengan membaca namun dengan berkumpul, pergi ke majelis
atau berdiskusi, serta keistimewaan seorang muslim yang berilmu adalah
Allah akan melebihkan orang beriman yang diberi ilmu atas
orang-orang beriman yang tidak diberi ilmu.
Ahmad Isawi (2009: 981) menyatakan bahwa “Ketika Ibnu Mas’ud
RA. membaca ayat ini, diapun berkata: wahai kalian semua pahamilah
ayat ini dan hendaklah ayat ini memotivasi kalian untuk menuntut ilmu”.
Eveline Siregar dan Hartini Nara (2002: 4) menyatakan bahwa
Morgan dalam buku Introduction to Psychology mengemukakan ”Belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau pengalaman”. H.C.Whitherington menjelaskan belajar adalah sebagai suatu perubahan didalam kepribadian yang menyatakan diri sebagai suatu pola baru dari reaksi berupa kecakapan, sikap, kebiasaan kepribadian. Gage Berlinger mendefinisikan belajar sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman.
Hudojo (2003:23) menyatakan bahwa “Dienes mengemukakan
mengenai belajar bahwa pembelajaran akan berhasil jika dilakukan
dalam berbagai jenis permainan”. Sedangkan menurut Jean Piaget
mengemukakan bahwa pembelajaran harus melibatkan aktivitas
pengalaman (experience).
Dari beberapa pernyataan diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar
merupakan suatu proses seseorang yang melakukan tindakan perubahan
atau pengalaman baru yang dapat dilakukan dengan cara latihan-latihan
maupun tindakan.
2. Apek-Aspek yang Mendukung Proses Belajar
Hudojo (2003:25) berpendapat bahwa “Belajar tidak terlepas dari
aspek-aspek yang mendukung proses belajar. Adapun aspek-aspek dalam
belajar, yaitu bertambahnya jumlah pengetahuan, adanya kemampuan
mengingat dan mereproduksi, ada penerapan pengetahuan,
menyimpulkan makna, menafsirkan dan mengaitkannya dengan realitas,
adanya perubahan pada pribadi”.
Selain memiliki aspek-aspek belajar yang mendukung proses belajar,
dalam prosesnya belajar juga memilik ciri-ciri yang dapat dilihat dari
pelaksanaanya. Adapun ciri-ciri belajar sebagai berikut:
a) Ada kemampuan baru atau perubahan yang bersifat kognitif,
psikomotor, dan afektif.
b) Perubahan tidak berlangsung sesaat, tetapi menetap atau dapat
disimpan.
c) Perubahan terjadi dengan usaha akibat dari interaksi dengan
lingkungan. Perubahan tidak semata-mata disebabkan oleh
perubahan fisik atau kedewasaan, tidak karena kelelahan , penyakit
atau pengaruh obat-obatan.
3. Model Pembelajaran Guided Inquiry
Hamalik (2001:118) mendefinisikan
Model pembelajaran guided inquiry (inkuiri terbimbing) melibatkan peserta didik dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan guru. Siswa melakukan penyelidikan, sedangkan guru membimbing mereka kearah yang tepat/ benar. Dalam model pembelajaran ini, guru perlu memiliki keterampilan memberikan bimbingan, yakni mendiagnosis kesulitan peserta didik dan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran Guided Inquiry
Adapun tahapan Model Pembelajaran Guided Inquiry seperti pada
tabel 2.1
Tabel 2.1 Tahap model Pembelajaran Guided Inquiry
Fase Perilaku Guru
1. Menyajikan
pertanyaan atau masalah
Guru membimbing peserta didik mengidentifikasi masalah dan dituliskan di papan tulis.
Guru membagi peserta didik dalam kelompok.
2. Membuat hipotesis Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk curah pendapat dalam membentuk hipotesis. Guru membimbing peserta didik dalam menentukan hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis mana yang menjadi prioritas penyelidikan.
3. Merancang percobaan Guru memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing peserta didik mengurutkan langkah-langkah percobaan.
4. Melakukan percobaan untuk memperoleh informasi
Guru membimbing peserta didik mendapatkan informasi melalui percobaan
5. Mengumpulkan dan menganalisis data.
Guru memberi kesempatan pada tiap kelompok untuk mengumpulkan hasil pengolahan data.
6. Membuat kesimpulan Guru membimbing peserta didik dalam membuat kesimpulan.
c. Keuggulan dan kelemahan model Pembelajaran Guided Inquiry
1) Keunggulan model Pembelajaran Guided Inquiry
Sanjaya (2011:208) berpendapat “Guided Inquiry merupakan
model pembelajaran yang banyak dianjurkan oleh karena model
ini memiliki beberapa keunggulan, diantaranya” :
a) Guided Inquiry merupakan model pembelajaran yang
menekankan kepada pengembangan aspek kognitif, afektif,
dan psikomotor secara seimbang, sehingga pembelajaran
melalui model ini dianggap lebih bermakna.
b) Guided Inquiry dapat memberikan ruang kepada peserta didik
untuk belajar sesuai dengan gaya belajar mereka.
c) Guided Inquiry merupakan model yang dianggap sesuai
dengan perkembangan psikologi belajar modern yang
menganggap belajar adalah proses perubahan tingkah laku
berkat adanya pengalaman.
d) Keuntungan lain adalah model pembelajaran ini dapat
melayani kebutuhan peserta didik yang memiliki kemampuan
diatas rata-rata. Artinya, peserta didik yang memiliki
kemampuan belajar bagus tidak akan terhambat oleh peserta
2) Kelemahan model Pembelajaran Guided Inquiry
Majid (2013:227) berpendapat bahwa “model
Pembelajaran Guided Inquiry tidak hanya memiliki
keunggulan, namun juga mempunyai kelemahan, di antaranya
sebagai berikut” :
a) Jika model Guided Inquiry ini digunakan, akan sulit
mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik.
b) model Guided Inquiry sulit dalam merencanakan
pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan peserta
didik dalam belajar.
c) Kadang-kadang dalam mengimplementasikannya,
memerlukan waktu yang panjang sehingga guru sulit
mennyesuaikannya dengan waktu yang telah ditentukan.
d) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh
kemampuan peserta didik menguasai materi pelajaran, model
ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.
4. Metode Pembelajaran Prediction Observation and Explanaition (POE)
a. Pengertian Metode Prediction, Observation, and Explainaition (POE)
Warsono dan Hariyanto (2013:93) mendefinisikan
POE adalah metode pembelajaran yang paling banyak dikembangkan dalam pendidikan sains, termasuk kimia. Metode ini akan berhasil dengan baik jika para peserta didik diberi kesempatan untuk mengamati demonstrasi yang dilakukan oleh guru atau oleh temannya sendiri yang ditunjuk oleh guru.
observasi dan menerangkan sesuatu hasil pengamatan, maka struktur kognitifnya akan terbentuk dengan baik. Anggapan yang lain adalah bahwa pemahaman peserta didik saat ini dapat ditingkatkan melalui interaksinya dengan guru atau dengan rekan sebayanya dalam kelas.
Metode ini menuntut peserta didik agar berperan aktif dalam
melakukan praktikum.
Suparno (2007:102) berpendapat
POE singkatan dari Prediction, Observation, and Explainaition. Pembelajaran dengan metode POE menggunakan tigalangkah utama dari metode ilmiah, yaitu (1) prediction atau membuat prediksi, (2) observation yaitu melakukan pengamatan mengenai apa yang terjadi, (3) explaination yaitu memberikan penjelasan. Penjelasan tentang kesesuaian dugaan (prediksi) denganfakta (hasil observasi).
1) Prediksi (Prediction)
Membuat prediksi/dugaan merupakan langkah pertama dalam
pembelajaran POE. Guru memberikan sebuah persoalan fisika
kepada peserta didik, kemudian peserta didik merumuskan
dugaan berdasarkan persoalan tersebut. Peserta didik diberi
kebebasan seluas-luasnya dalam memberikan prediksi. Mereka
juga harus mempersiapkan alasan atas prediksi yang mereka
berikan berdasarkan konsep sains yang telah dikuasai
sebelumnya. Dalam langkah ini guru dapat mengetahui seberapa
besar pemahaman peserta didik tentang konsep sains yang sedang
diajarkan.
2) Observasi (Observation)
Langkah kedua dalam pembelajaran POE adalah melakukan
atau melakukan pengukuran. Tujuan utama dilakukannya
observasi adalah mencari tahu jawaban dari prediksi yang
diberikan peserta didik. Dalam langkah ini guru dapat mengetahui
kemampuan peserta didik dalam mempersiapkan alat dan bahan,
dan menggunakan sesuai dengan langkah-langkah percobaan
yang seharusnya.
3) Penjelasan (Explainaition)
Langkah terakhir membuat penjelasan, peserta didik diberi
kesempatan untuk menjelaskan hasil observasi dan kesesuaiannya
dengan prediksi awal. Apabila prediksi benar, maka peserta didik
akan yakin dengan konsepnya. Namun, apabila prediksi peserta
didik tidak benar maka guru akan membantu peserta didik dalam
mencari penjelasan. Dengan demikian peserta didik akan
menemukan konsep sebenarnya dari persoalan fisika yang sedang
dipelajari.
b. Langkah-langkah Metode Pembelajaran Prediction Observation and Explanaition (POE)
Warsono dan Hariyanto (2013:93) berpendapat “Langkah –langkah
pembelajaran metode ini umumnya adalah sebagai berikut” :
1) Peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok kecil berkisar
antara 3-8 orang bergantung pada jumlah peserta didik dalam
kelas serta tingkat kesukaran materi ajar. Semakin sukar,
kelompok tersebut agar diperoleh buah pikiran yang lebih
variatif.
2) Siapkan demonstrasi yang terkait dengan topik yang akan
dipelajari. Upayakan agar kegiatan ini dapat membangkitkan
minat peserta didik, sehingga mereka akan berupaya melakukan
observasi dengan cermat.
3) Jelaskan kepada peserta didik yang sedang anda lakukan.
Langkah 1 : melakukan prediksi (Predict)
a) Mintalah kepada para peserta didik secara perorangan
menuliskan prediksinya tentang apa yang akan terjadi
b) Tanyakanlah kepada mereka tentang apa yang mereka
pikirkan terkait apa yang akan mereka lihat dan mengapa
mereka berpikir seperti itu.
4) Langkah 2 : melakukan observasi (observation)
a) Laksanakan sebuah demonstrasi
b) Sediakan waktu yang cukup agar mereka dapat fokus pada
observasinya.
c) Mintalah para peserta didik menuliskan apa yang mereka
amati.
5) Langkah 3 : menjelaskan (Explanaition)
a) Mintalah peserta didik memperbaiki atau menambahkan
b) Setelah setiap peserta didik siap dengan hasil penjelasan,
mintalah peserta didik menyampaikan hasil penjelasan.
c. Manfaat yang dapat diperoleh dari implementasi metode pembelajaran ini antara lain :
1) Dapat digunakan untuk mengungkap gagasan awal peserta didik;
2) Memberikan informasi kepada guru tentang pemikiran peserta
didik
3) Membangkitkan diskusi;
4) Memotivasi peserta didik agar berkeinginan untuk melakukan
eksplorasi konsep;
5) Membangkitkan keinginan untuk menyelidiki.
5. Langkah-langkah model pembelajaran Guided Inquiry dengan metode Prediction Observation and Explanaition (POE)
Adapun tahapan Model Pembelajaran Guided Inquiry dengan metode
Prediction Observation and Explanaition (POE) seperti pada tabel 2.2
Tabel 2.2 Langkah-langkah model pembelajaran Guided Inquiry dengan metode Prediction Observation and Explanaition
(POE)
membimbing peserta didik mengidentifikasi masalah 2. Membuat
hipotesis
Prediksi (Prediction)
1. Guru meminta pada peserta didik secara perorangan
untuk menuliskan
Fase model
kesempatan pada peserta didik untuk curah pendapat
dalam membentuk
hipotesis. Guru
membimbing peserta didik
dalam menentukan
hipotesis yang relevan dengan permasalahan dan memprioritaskan hipotesis
mana yang menjadi
prioritas penyelidikan. 3. Guru menanyakan pada
peserta didik tentang apa yang mereka pikirkan terkait apa yang akan
kesempatan pada peserta didik untuk menentukan langkah-langkah yang sesuai dengan hipotesis yang akan dilakukan. Guru membimbing peserta didik mengurutkan
langkah-1. Guru menyediakan waktu yang cukup untuk peserta didik agar dapat fokus pada observasinya.
2. Guru membimbing peserta
didik mendapatkan
Fase model
data. mengumpulkan hasil
pengolahan data.
2. Mintalah peserta didik
memperbaiki atau
menambahkan penjelasan kepada hasil observasinya 3. Setelah setiap peserta didik
siap dengan hasil
Guru membimbing peserta
didik dalam membuat
kesimpulan.
6. Hasil Belajar
Suprijono (2009:6) mendefinisikan “Hasil belajar adalah pola-pola
perbuatan, nilai-nilai pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan”.Dimyati dan Mudjiono (2006:20) berpendapat bahwa “Hasil
belajar juga disebut sebagai suatu puncak proses belajar. Hasil belajar
tersebut terjadi terutama berkat evaluasi guru. Hasil belajar dapat berupa
dampak pengiring. Kedua dampak tersebut bermanfaat bagi guru dan
peserta didik”. Jadi, hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh
peserta didik setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Suprijono (2009:6)
kognitif, afektif, dan psikomotrik”. Namun disini peneliti hanya mengukur
pada ranah kognitif.
a. Ranah kognitif
Sudjana (2012:22) menyatakan bahwa “Berkenaan dengan hasil
belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau
ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Kedua
aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek
berikutnya termasuk kognitif tingakat tinggi”. penilaian kompetensi
pengetahuan melalui tes tertulis, tes lisan dan penugasan. Instrumen
uraian dilengkapi pedoman penskoran. Berikut perincian tingkatan
tersebut pada tabel 2.3.
Tabel 2.3 Taksonomi Bloom di Revisi Oleh Anderson dan Krathwohl
Tingkatan Taksonomi Bloom (1956)
Anderson dan Krathwohl
C1 Pengetahuan Mengingat
C2 Pemahaman Memahami
C3 Aplikasi Menerapkan
C4 Analisis Menganalisis
C5 Sintesis Mengevaluasi
C6 Evaluasi Mencipta
7. Keterampilan Proses Sains
a. Pengertian keterampilan proses Sains
Toharudi dkk (2011:35) dalam bukunya Membangun Literasi Sains mendefinisikan
ilmuwan. Keterampilan proses sains dapat digunakan untuk memahami fenomena apa saja yang telah terjadi. Keterampilan proses ini diperlukan untuk memperoleh, mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep prinsip hukum dan teori-teori sains.
Dimyati dan Mujiono (2002:140) berpendapat pengertian
Keterampilan proses adalah keterampilan peserta didik untuk mengelola hasil (perolehan) yang didapatkan dalam KBM yang memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengamati, menggolongkan, menafsirkan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian dan mengkomunikasikan hasil percobaan tersebut.
Keterampilan proses menekankan kepada peserta didik untuk
menumbuhkan kemampuan menggunakan pikiran, nalar dan
perbuatan.
Semiawan (1986:14) menyatakan bahwa”Ada beberapa alasan
yang melandasi perlunya diterapkan pendekatan keterampilan proses
dalam kegiatan belajar sehari-hari, yaitu”:
1) Perkembangan ilmu pengetahuan berlangsung semakin pesat
sehingga takmungkin lagi guru mengajarkan semua fakta dan
konsep kepada siswa.
2) Ahli psikologi umumnya sependapat bahwa siswa mudah
memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai
dengan contoh-contoh kongkret.
3) Penemuan ilmu pengetahuan tidak bersifat mutlak seratus persen,
4) Dalam proses belajar mengajar, pengembangan konsep tidak
dapat dilepaskan dari pengembangan sikap dan nilai dalam diri
siswa.
Semiawan (1986:16) berpendapat
Berdasarkan keempat alasan diatas perlu dicari cara mengajar-belajar yang sebaik-baiknya. Berdasarkan penilaian terhadap kenyataan belajar-mengajar yang kurang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk mengembangkan diri sesuai dengan taraf kemampuannya maka diadakan uji coba dengan pendekatan yang baru. Pendekatan itu tak lain daripada anutan cara belajar siswa aktif.
b. Bentuk-Bentuk Keterampilan Proses Sains
Ahar (2011:18) berpendapat“ keterampilan proses akan diwujudkan
dengan strategi pengaturan murid secara klasikal, kelompok kecil
maupun individual maka kegiatan yang menjurus kearah
pembangkitan kemampuan dan keterampilan mendasar, adalah
merupakan fokus perhatian guru”. Keterampilan proses sains yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain :
1) Pengklasifikasian
Semiawan (1986:19) berpendapat “Keterampilan
mengklasifikasikan atau menggolong-golongkan adalah salah satu
kemampuan yang penting dalam kerja ilmiah. Dalam membuat
klasifikasi perlu diperhatikan dasar klasifikasi, misalnya menurut
suatu ciri khusus, tujuan, atau kepentingan tertentu”. Toharudi dkk
(2011:36) “Keterampilan untuk mengidentifikasi persamaan dan
sifat-sifat khususnya sehingga akan diperoleh golongan atau
sekelompok sejenis dari objek yang dimaksud”. 2) Kegiatan Merencanakan penelitian/eksperimen
Semiawan (1986:25) mendefinisikan“Kegiatan eksperimen
adalah usaha pengujian atau pengetesan melalui penyelidikam
praktis. Kebiasaan melakukan eksperimen dengan coba dan ralat
(trial and error) biasa digemari anak-anak”.
3) Kegiatan Merumuskan hipotesis
Semiawan (1986:25) mendefinisikan
Kemampuan membuat hipotesis adalah salah satu ktrampilan yang sangat mendasar dalam kerja ilmiah. Hipotesis adalah suatu pemikiran yang berasalan untuk menerangkan suatu kejadian atau pengamatan tertentu. Dalam kerja ilmiah, seorang ilmuwan biasanya membuat hipotesis yang kemudian diuji melalui eksperimen.
4) Pengukuran
Toharudi dkk (2011:37) mendefinisikan pengertian
“Mengukur diartikan sebagai cara membandingkan sesuatu yang
diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan
sebelumnya. Keterampilan menggunakan alat untuk memperoleh
sebuah data disebut pengukuran”.
5) Keterampilan Interpretasi data
Ahar (1993:24) menyimpulkan “Kemampuan
mengintrerpretasi atau menafsirkan data, penting artinya dalam
menghitung, mengukur, meneliti, bereksperimen; dicatat lalu
disajiikan dalam berbagai bentuk bahan informasi”.
6) Mengkomunikasikan perolehan
Ahar (1993:143) medefinisikan “Keterampilan
Mengkomunikasikan adalah suatu kemampuan
mengkomunikasikan sesuatu secara jelas, tepat dan tidak
samar-samar kepada pihak lain melalui tulisan maupun lisan”.
c. Indikator-Indikator Keterampilan Proses Sains
Rustaman dkk (2005:86) berpendapat bahwa.
Kategori keterampilan proses sains yang telah dikemukakan oleh Harlen, selanjutnya disusun dan dikembangkan indikator keterampilan proses sains oleh Rustaman seperti yang disajikan pada Tabel 2.4 berikut ini:
Tabel 2.4
Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya
No Aspek KPS Indikator
a. Menentukan alat/bahan yang digunakan b. Menentukan variabel/faktor penentu kemungkinan penjelasan dari satu kejadian b. Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji
kebenarannya dengan memperoleh bukti
4
Pengukuran a. pengukuran panjang, volume, massa, temperatur, dan waktu dalam satuan yang b. Menemukan pola dalam satu seri pengamatan c. Menyimpulkan
6 Mengkomu
ni-kasikan
a. Mengubah bentuk penyajian
No Aspek KPS Indikator perolehan dengan tabel/grafik/diagram
c. Menjelaskan hasil percobaan
Sumber : Nuryani Y. Rustaman dkk. Strategi belajar mengajar biologi, Malang : IKP Malang,, 2005, h.. 86
8. Materi Suhu dan Kalor
Konsep suhu dan kalor terdapat dalam surah An-Naba ayat 13 sebagai
berikut :
* ٗ<*ﱠھَو * ٗ<اَ2ِD *َ%ۡ َ7َ<َو ١٣
Artinya “Dan Kami jadikan pelita yang amat terang (matahari) (Q.S. An-Naba [78]:13) (Qur’an In word Versi 2.2 oleh Mohamad Taufiq, Q.S. An-Naba [78]:13)
Menurut Shihab (2009:11)
Dalam tafsirnya, ayat diatas menyatakan bahwa: berkaitan dengan matahari, penemuan ilmiah telah membuktikan bahwa panas permukaan matahari mencapai enam ribu derajat. Sedangkan panas pusat matahari mencapai tiga puluh juta derajat disebabkan oleh materi-materi bertekanan tinggi yang ada pada matahari. Sinar matahari 45%. Karena itulah ayat suci diatas menamai matahari sebagai (* ٗ<اَ2ِD) sirajan/ pelita karena mengandung cahaya dan panas secara bersamaan.
Ayat diatas menjelaskan tentang matahari sebagai sumber energi/
kalor terbesar di bumi yang merupakan salah satu ciptaan Allah SWT
yang penuh hikmah, salah satunya termasuk dalam sub bab perpindahan
kalor secara radiasi. Segala fenomena yang terjadi di matahari
merupakan sunnatullah yang sebagai bahan dasar ilmu pengetahuan
modern.
Wardhana (2004:102) juga berpendapat bahwa
alam semesta oleh Allah SWT yang merupakan tanda-tanda akan kekuasaanNya bagi orang-orang yang mau menggunakan akalnya. Matahari sebagai pelita, berarti di permukaan matahari terdapat sumber energi yang dapat dibakar (dinyalakan) sehingga energinya dapat dikirim sampai ke bumi. Energi matahari dikirim ke bumi dalam bentuk radiasi gelombang elektromagnetis yang sampai di bumi dalam bentuk panas. Energi matahari sejak lama digunakan untuk menjemur pakaian, mengeringkan padi sebelum ditumbuk, mengawetkan bahan makanan dan lain sebagainya.
Penjelasan-penjelasan tersebut mengungkapkan makna dari ayat-ayat
Al-Qur’an yang memuat pembahasan energi di kehidupan manusia.
Salah satunya adalah energi matahari yang sangat bermanfaat bagi
manusia. Hubungan antara fenomena alam dan ayat Al-Qur’an tersebut
dapat memperkuat keyakinan bahwa sesungguhnya Al-Qur’an
merupakan sumber informasi dan petunjuk. Dalam surat An-Naba [78]:
13 menjelaskan fenomena alam yang terjadi. Hal tersebut juga berkaitan
dengan materi pelajaran fisika dalam bab suhu dan kalor.
a. Suhu
Young dan Freedman (2000:427) mendefinisikan “Suhu
(temperature) adalah ide kualitatif panas dan dingin yang berdasarkan
pada indera sentuhan”. Paul A. Tipler (1998:560) berpendapat bahwa
“Suhu merupakan ukuran panas atau dinginnya suatu benda. Lebih
tepatnya, suhu merupakan ukuran energi kinetik molekuler internal
rata-rata sebuah benda”. Sebagai contoh, oven yang panas dikatakan
Jika sebuah benda dipanaskan atau didinginkan, sebagian dari sifat
fisisnya berubah. Sifat fisis benda tersebut antara lain volume zat cair,
panjang logam, hambatan listrik, tekanan gas pada pada volume tetap,
volume gas pada tekanan tetap, dan warna nyala zat. Sifat fisis yang
berubah dengan suhu dinamakan sifat termometrik zat.
Jadi dapat disimpulkan bahwa suhu merupakan indikator atau tanda
bahwa energi panas itu naik atau turun pada suatu zat.
b. Termometer dan Skala Suhu
1) Termometer
Tipler (1998:560) mengatakan “Alat-alat yang dirancang
untuk mengukur suhu disebut termometer. Ada banyak jenis
termometer, termometer raksa, termometer alkohol, termometer
klinis, termometer gas, termometer bimetal, termometer oven,
termokopel, termometer hambatan, pirometer, dan termistor.
Semua jenis termometer cara kerjanya tergantung pada sifat
termometrik zat”.
Sebuah benda apabila dipanaskan atau didinginkan, sebagian
dari sifat fisisnya berubah. Jika sebuah konduktor listrik
dipanaskan, resistansi listriknya berubah. Sifat fisis yang berubah
dengan suhu dinamakan sifat termometrik. Perubahan sifat
Gambar 2.1 Keadaan Kontak Termal
Gambar 2.1 menunjukkan sebatang tembaga didekatkan
hingga bersentuhan dengan batang besi dingin. Batang tembaga
akan sedikit menyusut, yang menyatakan bahwa bidang itu
mengalami pendinginan, sedangkan batang besi sedikit memuai,
yang menyatakan bahwa batang besi itu mengalami pemanasan.
Kedua batang dikatakan berada dalam keadaan kontak termal.
Pada akhirnya proses ini berhenti artinya tak satu batang pun yang
berubah lagi panjangnya. Bila itu terjadi, kedua batang itu
dikatakan saling berada dalam kesetimbangan termal, dan tidak
ada energi yang mengalir dari satu benda ke benda yang lainnya,
dan suhu mereka tidak berubah.
Gambar 2.2 Hukum ke Nol Termodinamika. (a) sistem A dan B masing-masing berada pada kesetimbangan termal dengan sistem C, maka (b) sistem A dan B juga mengalami kesetimbangan termal terhadap satu sama lain. Prinsip kerja termometer dapat dijelaskan dengan sifat
kesetimbagan termal seperti yang ditunjukkan Gambar 2.2 Tiga Besi
Tembaga
C
B
(a)
A B
sistem A, B, dan C yang pada awalnya tidak berada pada
kesetimbangan termal. Sistem A dan B dalam keadaan terpisah,
tapi sistem C dibiarkan berinteraksi dengan A maupun B.
Interaksi ini ditunjukkan pada Gambar 2.2 (a), sehingga sistem C
dan A berada dalam kesetimbangan termal dan C dan B berada
dalam kesetimbangan termal. Jika A dan B masing-masing
seimbang termal dengan C, maka kedua sistem berada dalam
kesetimbangan termal, yang dapat diperiksa dengan saling
menyentuhkan kedua sistem seperti pada gambar 2.2 (b).
Tipler (1998:562) mengatakan bahwa
Dari percobaan ini menunjukkan “bahwa jika dua sistem berada dalam kesetimbangan termal dengan sistem ketiga, maka ketiga sistem itu berada dalam kesetimbangan termal satu sama lain”. Pernyataan ini sering dinamakan hukum ke-nol termodinamika. Hukum ke nol termodinamika ini memungkinkan untuk mendefinisikan skala suhu.
2) Skala Suhu
Suhu dapat diukur secara kuantitatif yaitu dengan
mendefinisikan semacam skala numerik. Skala yang paling
banyak dipakai sekarang adalah skala Celsius. Skala Fahrenheit
yang umum digunakan di Amerika Serikat. Skala yang digunakan
dalam sains adalah skala absolut, atau biasa disebut skala Kelvin.
a) Skala Celsius
Skala Celsius sebelumnya dinamakan skala centigrade. Skala Celsius mendefinisikan suhu titik tetap dari air, yaitu titik beku dan titik didih air yang keduanya diambil pada tekanan atmosfir. Pada skala Celsius memiliki titik beku 0oC dan titik didih 100oC. Untuk skala Celsius, jarak antara kedua tanda dibagi menjadi seratus selang yang sama yang dipisahkan oleh tanda-tanda kecil yang menyatakan setiap derajat antara 0oC dan 100oC (itulah sebabnya diberi nama skala “centigrade” yang berarti “seratus langkah”).
Gambar 2.3 Hubungan panjang kolom raksa X dan suhu dalam skala Celsius
Gambar 2.3 menunjukkan suhu benda yang diukur
dengan menempatkan termometer air raksa agar berada
dalam kontak termal dengannya, menunggu sampai
kesetimbangan termal tercapai, dan mencatat posisi kolom air
raksa. Maka dapat dinyatakan persamaan sebagai berikut
o
o
C oF
b) Skala Fahrenheit
Tipler (1998:563) mengatakan bahwa
Skala Fahrenheit mendefinisikan suhu titik beku air 32oF dan titik didih air 212oF. Skala Fahrenheit memiliki jarak antara kedua tanda dibagi menjadi 180 selang yang sama. Skala Fahrenheit biasa digunakan di Amerika Serikat dan skala Celsius digunakan dalam pekerjaan ilmiah dan di seluruh negara lainnya di dunia, maka perlu mengubah suhu antara kedua skala ini.
Gambar 2.4 Perbandingan Skala Celsius dan Fahrenheit Gambar 2.4 menunjukkan skala Celsius memiliki 100
derajat dan skala Fahrenheit memiliki 180 derajat antara titik
beku dan titik didihnya. Oleh karena itu, perubahan suhu
sebesar satu derajat Fahrenheit lebih kecil dari pada
perubahan satu derajat Celsius sama dengan perubahan 9/5
derajat Fahrenheit. Hubungan umum antara suhu Fahrenheit
dan suhu Celsius adalah:
Young dan Freedman (2000:459) mengatakn bahwa
“Untuk mengubah Fahrenheit ke Celsius, dengan
menurunkan persamaan 2.2 maka diperoleh”
= . − 32° (2.3)
Persamaan 2.3 menunjukkan dengan mengurangi 32o
untuk memperoleh derajat Fahrenheit (tF) di atas titik beku,
lalu kalikan 5/9 untuk mendapatkan besar derajat Celsius (tC)
di atas titik beku, yaitu suhu Celsius.
c) Skala Reamur
Ishaq (2008:189) berpendapat bahwa
Termometer dengan skala Reamur masih digunkakan untuk beberapa keperluan meskipun tidak banyak. Prinsip penentuan skala pada termometer Reamur tidak berbeda dengan kedua skala sebelumya. Pada skala termometer Reamur, titik tetap bawah di beri nilai 0oR sedangkan titik tetap atas diberi nilai 80oR. Setelah diperoleh dua titik skala, yaitu 0oR dan 80oR, selanjutnya di antara kedua titik tetap tersebut dibagi kembali dengan jarak skala yang sama sehingga menjadi 100 skala.
Young dan Freedman (2000:460) mengatakan bahwa
“Perbedaan termometer Reamur dengan termometer Celcius
adalah titik didih air pada tekanan udara normal yang diberi
nilai 80”. Hubungan perbandingan termometer Reamur
dengan termometer Celcius dapat dituliskan seperti
persamaan berikut.
Untuk mengubah Reamur ke Celsius, dengan
menurunkan persamaan 2.4 maka diperoleh
= . (2.5)
Pada persamaan 2.4 dan dan 2.5 menunjukkan
perbandingan skala termometer Reamur dan termometer
Celcius dengan perbandingan : = 5 : 4, sehingga untuk
memperoleh derajat Reamur dengan mengalikan 4/5 dari
derajat Celcius, begitu juga sebaliknya.
d) Skala Kelvin
Skala suhu yang didefinisikan dengan mencocok sistem
cairan dalam tabung dan termometer tahanan selalu
tergantung pada suatu sifat khusus dari bahan yang
digunakan. Secara ideal dapat didefinisikan skala suhu yang
tidak bergantung terhadap sifat bahan tertentu. Untuk
menentukan skala yang benar-benar tidak bergantung
terhadap bahan, digunakan prinsip termodinamika yang
mendiskusikan tentang sebuah termometer yang mendekati
ideal, yaitu temometer gas.
Prinsip termometer gas adalah bahwa tekanan gas pada
volume konstan akan bertambah seiring dengan peubahan
suhu. Jumlah gas yang ditempatkan dalam wadah bervolume
konstan, dan tekanannya diukur dengan salah satu alat ukur.
volume-o
C oK
konstan, dengan mengukur tekanan pada dua suhu. Dari hasil
ektrapolasi ditemukan ada suatu suhu hipotesis, yaitu –
273,15oC, dengan tekanan mutlak gas menjadi nol. Skala
suhu Kelvin disebut sebagai dasar skala suhu pada tekanan
nol.
Gambar 2.5 Perbandingan Skala Celsius dan Skala Kelvin
Gambar 2.5 menunjukkan perbandingan skala Celsius
dan skala Kelvin. Skala Celsius memiliki 100 derajat dan
skala Kelvin memiliki 100 derajat antara titik beku dan titik
didihnya. Satu skala pada Kelvin sama dengan satu kali skala
Celsius. Skala Kelvin memiliki satuan yang sama besar
dengan skala Celsius, tetapi harga nol digeser sehingga 0 K =
- 0oC dan 273,15 K = 0oC, atau dituliskan dengan persamaan:
= + 273,15 (2.6)
Pada satuan SI, “derajat” tidak digunakan pada skala
Kelvin”, bukan “derajat Kelvin”. Kelvin dituliskan dengan
huruf kapital dan ditetapkan satuan untuk suhu adalah kelvin.
3) Pemuaian
Young dan Freedman (2000:462)
Zat sebagian besar ketika dipanaskan akan mengalami ekspansi atau biasa disebut memuai dan zatakan menyusut ketika didinginkan. Besarnya pemuaian dan penyusutan bervariasi, bergantung pada materi itu sendiri. Pemuaian termal adalah peristiwa pertambahan ukuran benda karena perubahan suhu. Perubahan benda bisa berupa perubahan panjang, luas atau volume. Hampir seluruh benda atau zat mengalami pemuaian termal, yaitu zat padat, cair, maupun gas.
a) Pemuaian Panjang
Sebuah batang berpenampang kecil, dengan panjang L0
pada suhu T0. Saat batang dipanaskan suhu berubah sebesar
∆ . Batang tersebut akan memuai atau bertambah panjang
sebesar ∆ . Percobaan menunjukkan bahawa jika ∆ tidak
terlalu besar, ∆ akan berbanding lurus dengan ∆ .
Sebagaimana yang diharapkan, perubahan panjang juga
sebanding dengan panjang awal L0. Seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 P emuaian panjang
∆L T0
T
L0
Gambar 2.6 menunjukkan batang mengalami perubahan suhu
yang sama, tetapi yang satu lebih panjang dua kali dari pada yang
lainnya, maka perubahan panjangnya juga akan dua kali lipat.
Dengan demikian∆ juga harus berbading dengan L0. Dengan
konstanta (yang berbeda untuk bahan yang berlainan), dapat
dinyatakan hubungannya dalam persamaan:
∆ = ∆ (2.7)
Pada persamaan (2.7) menunjukkan ∆ adalah pertambahan
panjang dalam satuan (m), sebagai koefisien muai panjang yang
satuanya (Co)-1 , adalah panjang mula-mula, dan ∆ adalah
selisih suhu (T – T0) dalam satuan oC.
Jika sebuah benda memiliki panjang pada suhu T0, maka
panjang L pada suhu T = T0+ ∆ adalah
= + ∆ = + ∆ = 1 + ∆ (2.8)
Konstanta menjelaskan sifat ekspansi termal dari bahan
tertentu, disebut koefisien ekspansi linier (coefficient of linier
exspansion). Satuan adalah K-1atau (oC)-1. Adapun koefisien
pemuaian untuk berbagai jenis zat dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Giancoli (2001:455)
Tabel 2.5 Koefisien Pemuaian pada Berbagai Jenis Zat Zat Koefisien Muai
Panjang (oC)-1
Koefisien Muai Panjang (oC)-1 Padat
Aluminium 25 × 10-6 75 × 10-6
Kuningan 19 × 10-6 56 × 10-6
Zat Koefisien Muai
Pemuaian luas terjadi pada benda dua dimensi yang jika
dipanaskan maka benda tersebut akan mengalami pemuaian
dalam arah melebar dan memanjang. Oleh karena itu, benda
tersebut dikatakan mengalami pemuaian luas yang ditunjukkan
Gambar 2.7 Pemuaian Luas
Gambar 2.7 menunjukkan pertambahan luas yang
dialami benda saat memuai.pertambahan luas. Persamaan
untuk pertambahan luas yang dialami benda dapat dituliskan:
∆# = $ # ∆ (2.9)
Persamaan (2.9) menunjukkan ∆# adalah pertambahan
luas dalam satuan m2, $ adalah koefisien muai luas dalam
satuan Co-1, # adalah panjang mula-mula dalam satuan m2,
dan ∆ adalah selisih suhu (T – T0) dalam satuan oC.
c) Pemuaian Volume
Young dan Freedman (2000:463) berpendapat bahwa
Pemuaian volume terjadi pada benda tiga dimensi yang diakibatkan oleh peningkatan suhu. Pemuaian volume ini berlaku pada bahan padat maupun cair dan gas. Pemuaian yang terjadi dalam arah panjang lebar, dan tinggi pada benda tersebut. Oleh karena itu, benda tersebut dikatakan mengalami pemuaian volume.
Gambar 2.8 Pemuaian Volume
Gambar 2.8 menunjukkan bahwa jika perubahan suhu ∆T
terlalu besar (kurang dari 100 Co, atau di sekitarnya), kenaikan
volume ∆V dapat dianggap berbanding lurus dengan perubahan
suhu dan volume awal. Maka dapat dituliskan persamaannya:
∆% = $ % ∆ (2.10)
Persamaan (2.10) menunjukkan ∆% adalah pertambahan
volume dalam satuan m3, $ adalah koefisien muai volume
(Co)-1, % adalah panjang mula-mula (m3), ∆ adalah selisih
suhu (T – T0) (oC).
Konstanta $ menggambarkan sifat pemuaian volume
pada bahan tertentu disebut sebagai koefisien ekspansi volume
(coefficient o volume exspansion). Pada pemuaian volume
koefisien ekspansi volume berubah terhadap suhu, sehingga
sejumlah bahan yang mengalami perubahan suhu yang kecil
atau rendah membuat harga $ menurun. Beberapa nilai $ pada
suhu ruang dijabarkan pada Tabel 2.5.
Terdapat hubungan koefisien muai volume dan muai
kubus dengan bahan tertentu dengan panjang rusuk L dan
volume V= L3. Pada suhu ruang, kubus tersebut adalah L0 dan
V0. Saat suhu bertambah sebanyak dT, panjang rusuk
bertambah dL dan volume bertambah dV sebanyak:
&% ='(')& = 3 * & (2.11)
Kemudian gantikan L dan V dengan nilai awal L0 dan V0.
Dari persamaan 2.7, ∆L adalah:
& = & (2.12)
Karena V0 = L03, artinya ∆V juga dapat dituliskan sebagai:
&% = 3 * & = 3 % & (2.13)
Hal ini sesuai dengan bentuk persamaan 2.8, dV=$V0dT,
sehingga didapatkan:
$ = 3 (2.14)
Suatu benda akan bertambah tiap bagiannya pada saat
terjadi perubahan suhu tertentu yang sebanding dengan ukuran
mula-mula bagian benda itu. Jadi, jika penggaris baja
dinaikkan suhunya, maka pengaruhnya akan serupa dengan
pembesaran fotografis.
d) Pemuaian Gas
Giancoli (2001:459) menyatakan bahwa
V. Ketiga besaran tersebut saling berhubungan, sehingga jika tekanan berubah, maka suhu akan berubah, dan jika volume berubah, maka tekanan dan suhu bisa berubah. Hubungan seperti ini disebut persamaan keadaan.
Dengan melakukan eksperimen untuk jumlah gas
tertentu melalui beberapa pendekatan maka diperoleh hokum
gas ideal.
1) Hukum Gas Ideal
Hukum-hukum gas dari Boyle, Charles dan
Gay-Lussac didapat dengan bantuan teknik yang sangat
berguna di sains, yaitu menjaga satu atau lebih variabel
tetap konstan untuk melihat akibat dari perubahan satu
variabel saja. Hukum-hukum dapat digabungkan menjadi
satu hubungan yang lebih umum antara tekanan, volume,
dan suhu dari gas dengan jumlah tertentu.
PV = CT (2.15)
Tipler (1998:572) mengatakan bahwa
Persamaan (2.15) menunjukkan nilai C adalah konstanta kesebandingan yang sesuai dengan suatu macam gas tertentu. Misalkan, dua wadah yang masing-masing berisi jumlah gas yang sama dari gas yang sama pada suhu yang sama. Jika kedua wadah digabungkan, maka akan didapatkan dua kali volume gas pada tekanan yang sama dan suhu yang sama. Dengan kata lain, C sebanding dengan jumlah gas, yang dapat dituliskan.
C = kN (2.16)
Dengan demikian, persamaan 2.16 dapat diubah menjadi:
Konstanta k dinamakan konstanta Boltzmann.
Secara eksperimen ditemukan bahwa konstanta ini
mempunyia nilai yang sama untuk tiap jenis atau jumlah
gas. Dalam sitem SI nilainya adalah k = 1, 381 x 10-23 J/K.
Menurut Giancoli (2001:463) “Satu mol sebuah zat
adalah jumlah zat tersebut yang mengandung atom-atom atau
molekul-molekul sejumlah bilangan Avogadro”. Bilangan
Avogadro NA di definisikan sebagai jumlah atom carbon
dalam 12 gram 12C. nilai bilangan Avogadro adalah NA =
6,022 x 1023 molekul/mol.
Gas ideal didefinisikan sebagai gas yang PV/nT
konstan untuk seluruh tekanan. Untuk gas ideal, tekanan,
volume dan suhu dihubungkan oleh.
PV = nRT (2.17)
Persamaan (2.17) disebut hukum gas ideal, atau
persamaan keadaan untuk gas ideal. Kontanta pembanding
R yang biasa disebut konstanta gas universal karena
nilainya secara eksperimen ternyata sama untuk semua gas.
Nilai R, pada beberapa set satuan (hanya yang pertama yang
merupakan satuan SI yang benar), adalah
R = 8,315 J/(mol.K) (Satuan SI)
= 0,0821 (L.atm)/(mol.K)
4) Kalor
Young dan Freedman (2000:467) berpendapat bahwa “Kalor
mengalir dari suatu benda yang suhurnya lebih tinggi ke suhu
yang rendah. Kalor berhubungan dengan kerja dan energi. Energi
yang berpindah dari interaksi antar sistem menyebabkan
perubahan suhu disebut panas (heat)”.
Giancoli (2001:489) berpendapat bahwa
Satuan yang umum untuk kalor, yang digunakan sekarang, dinamakan kalori. Satuan ini disebut kalori (kal) dan didefinisikan sebagai“kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 gram air sebesar 1 derajat Celsius”.Kalori yang lebih sering digunakan adalah kilokalori(kkal), yang besarnya 1000 kalori. Dengan demikian, “1 kkal adalah kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur 1 kg air sebesar 1 Co”.
Kalor adalah energi yang berpindah, maka ada hubungan
pasti antara satuan kuantitas panas dan satuan energikinetik,
misalnya joule, seperti dibawah ini.
1 kal = 4,186 J
1 kkal = 1000 kal = 4186 J
1 Btu = 778 ft ; 1b = 252 kal= 1055 J
Satuan joule adalah sebagai satuan dasar energi dalam semua
bentuk, termasuk kalor. Sehingga dapat disimpulkan kalor bukan
sebagai zat, dan bahkan bukan sebagai bentuk energi. Melainkan,
kalor merupakan “transfer energi”ketika kalor mengalir dari
benda panas ke yang lebih dingin, energilah yang ditransfer dari
“energi yang ditransfer dari satu benda ke yang lainnya karena
adanya perbedaan temperatur”.
a) Kalor Jenis
Giancoli (2001:455) menyatakan “Kalor jenis c dari zat
didefinisikan sebagai energi (atau kalor) yang dibutuhkan
untuk merubah suhumassa satuan zat sebesar 1 derajat.
Dalam bentuk persamaan dapar dituliskan”
+ = ,- ∆ (2.18)
Persamaan (2.18) menunjukkan Q adalah kalor yang
diserap atau dikeluarkan(J), ∆ adalah penambahan atau
pengurangan suhu (K), dan m adalah massa zat (kg).
Tabel 2.6 Kalor Jenis untuk Berbagai Jenis Zat (pada tekanan konstan 1 atm dan 20oC)
b) Kalorimetri
Tipler (1998:601) mendefinisikan
Kalorimetri berarti mengukur panas.Ketika bagian-bagian yang berbeda dari sistem yang terisolasi berada pada suhu yang berbeda, kalor akan mengalir dari bagian dengan suhu yang lebih tinggi ke bagian suhu yang lebih rendah. Jika seluruh sistem terisolasi dari sekitarnya, maka kalor yang keluar dari benda sama dengan kalor yang masuk ke air dan wadahnya. Prosedur ini dinamakan kalorimetri.Wadah tempat pencampuran antara dua zat yang terisolasi dinamakan calorimeter, perhatikan Gambar 2.9.
Gambar 2.9 Kalorimeter
Gambar 2.9 menunjukkan sebuah alat yang digunakan
untuk mengukur kalor jenis suatu zat. Kalorimeter ini terdiri
dari termometer, pengaduk, dan sebuah bejana logam yang
kalor jenisnya diketahui. Bejana ini biasanya ditempatkan di
dalam bejana lainyang agak lebih besar. Kedua bejana
dipisahkan oleh bahan penyekat, seperti gabus atau wol.
Kegunaan bejana luar adalah sebagai isolator agar pertukaran
kalor dengan sekitar calorimeter dapat dikurangai.