• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata pemerintahan yang baik dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Tata pemerintahan yang baik dan "

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Istilah Clean and Good Governance (pengelolaan atau tata pemerintahan yang bersih dan baik) merupakan wacana yang mengiringi gerakan reformasi.wacana clean dan good governance sering kali dikaitkan dengan tuntunan akan pengelolaan pemerintah yang professional, akuntabel, dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Terjadinya krisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tata cara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk.

Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi.

Penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha (bisnis).

(2)

atau lambat harus mengalami pergeseran peran dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya mengurangi otoritas negara yang dinilai cenderung menghambat perluasan aktivitas bisnis, harus mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries), harus mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku.

Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. 1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang ingin kami sampaikan: a. Apa pengertian Good Governance?

b. Bagaimana prinsip-prinsip Good Governance?

c. Bagaimana cara mengembangkan struktur organisasi dan manajemen perubahan?

d. Bagaimana hubungan antara good governance dengan otonomi daerah?

e. Bagaimana optimalisasi pelaksanaan otonomi daerah melalui Good Governance?

f. Bagaimana tata kelola kepemerintahan yang bersih dan gerakan anti KKN?

g. Apa asal usul korupsi dinegara berkembang? h. Apa itu dampak korupsi?

i. Bagaimna Strategi Penataan Aparatur dalam Pelaksanaan Good Governance Menuju Pemerintahan Yang Bersih ?

(3)

Adapun tujuan penulisan yang ingin kami sampaikan sebagai berikut: a. Mengetahui pengertian Good Governance

b. Mengetahui prinsip-prinsip Good Governance

c. Mengetahui cara mengembangkan struktur organisasi dan manajemen perubahan

d. Mengetahui hubungan antara good governance dengan otonomi daerah

e. Mengetahui optimalisasi pelaksanaan otonomi daerah melalui Good Governance

f. Menjelaskan tata kelola kepemerintahan yang bersih dan gerakan anti KKN

g. Mengetahui asal usul korupsi dinegara berkembang h. Mengetahui pengertian dampak korupsi

i. Mengetahui Strategi Penataan Aparatur dalam Pelaksanaan Good Governance Menuju Pemerintahan Yang Bersih

1.4. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah yang ingin kami sampaikan sebagai berikut: a. Makalah ini hanya membahas mengenai tata pemerintahan yang baik b. Makalah ini tidak membahas tata pemerintahan yang baik kepada

(4)

BAB II

(5)

BAB III

PEMBAHASAN

2.1.

Pengertian Tata Pemerintahan yang Baik

Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance) adalah tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian. Indikator pemerintahan yang baik adalah jika produktif dan memperlihatkan hasil dengan indikator kemampuan ekonomi rakyat meningkat dalam aspek produktifitas maupun dalam daya belinya, kesejahteraan spiritualitasnya terus meningkat dengan indikator rasa aman, tenang dan bahagia serta sense of nationality yang baik.

Dan dalam arti yang lebih luas, good governance dapat diartikan “suatu kesepakatan menyangkut pengaturan Negara yang diciptakan bersama pemerintah, masyarakat madani (civil society) dan sektor swasta. Kesepakatan tersebut mencakup keseluruhan bentuk mekanisme, proses dan lembaga-lembaga dimana warga dan kelompok masyarakat mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan diantara mereka. ”Good and Clean Governance” memiliki pengertian akan segala hal yang terkait dengan atau tingkahlaku yang bersifat mengarahkan,mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

(6)

Pemerintahan dikatakan baik jika pembangunan dapat dilakukan dengan biaya yang sangat minimal namun dengan hasil yang maksimal. Good and Clean Governance dapat terwujud maksimal jika ditopang oleh 2 unsur yang saling terkait negara dan masyarakat madani yang di dalamnya terdapat sektor swasta.

2.2. Pendapat Ahli Mengenai Tata Pemerintahan yang Baik

2.2.1.Menurut Taylor, good governance adalah pemerintahaan yang demokratis seperti yang dipraktikan dalam Negara-negara demokrasi maju di Eropa Barat dan Amerika misalnya (Saiful Mujani, 2001)

2.2.2.Andi Faisal Fakti, good governance dapat diartikan sebagai :mengejawatkan nilai nilai luhur dalam mngarahkan warga negara kepada masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud pemerintahan yang suci dan damai.

2.2.3.Bakti Santoso mengatakan bahwa good governance adalah pelaksanaan politik.

2.3.

Prinsip-prinsip Good Governance

Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip didalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip-prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan semua unsur prinsip-prinsip good governance. Prinsip-prinsip itu diantaranya adalah:

2.3.1.Partisipasi

Partisipasi (Participation) adalah semua warga berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat serta kapasitas untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2.3.2.Penegakan Hukum

(7)

sebuah hukum dan penegakkannya yang kuat, partisipasi akan berubah menjadi proses politik yang anarkis.

Karakter dalam menegakkan rule of law:

 Supremasi hukum (the supremacy of law);  Kepastian hukum (legal certainty);

 Hukum yang responsif;

 Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminasi;

 Independensi peradilan. 2.3.3.Transparansi

Salah satu yang menjadi persoalan bangsa di akhir masa orde baru adalah merebaknya kasus-kasus korupsi yang berkembang sejak awal masa rejim kekuasaannya. Salah satu yang dapat menimbulkan dan memberi ruang gerak kegiatan korupsi adalah manajemen pemerintahan yang tidak transparan. Aspek mekanisme pengelolaan negara yang harus dilakukan secara transparan.

Setidaknya ada 8 aspek yaitu:

 Penetapan posisi, jabatan atau kedudukan

 Kekayaan pejabat publik

 Pemberian penghargaan

 Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan

 Kesehatan

 Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik

 Keamanan dan ketertiban

 Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat 2.3.4.Responsif (Responsiveness)

(8)

diberikan oleh sektor publik, secara periodik perlu dilakukan survei untuk mengetahui tingkat kepuasan konsumen (customer satisfaction).

2.3.5.Orientasi Kesepakatan (Consencus Orientation)

Pengambilan putusan melalui proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasar kesepakatan bersama. Kegiatan bernegara, berpemerintahan, dan bermasyarakat pada dasarnya merupakan aktivitas politik, yang berisi dua hal utama, yaitu konflik dan konsensus. Dalam good governance, pengambilan keputusan ataupun pemecahan masalah bersama lebih diutamakan berdasarkan konsensus, yang dilanjutkan dengan kesediaan untuk konsisten melaksanakan konsensus yang telah diputuskan bersama. Konsensus bagi bangsa indonesia sebenarnya bukanlah hal yang baru, karena nilai dasar kita dalam memecahkan persoalan bangsa adalah melalui musyawarah untuk mufakat.

2.3.6.Keadilan (Equity)

Melalui prinsip good governance, setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan. Akan tetapi, karena kemampuan masing-masing warga negara berbeda-beda, sektor publik harus memainkan peranan agar kesejahteraan dan keadilan dapat berjalan seiring sejalan.

2.3.7.Efektifitas (Effectiveness) dan Efisiensi (Efficiency)

Agar pemerintahan efektif dan efisisen, maka para pejabat perancang dan pelaksana tugas-tugas pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dari masyarakat, secara rasional dan terukur.

2.3.8.Akuntabilitas (Accountability)

(9)

2.3.9.Visi Strategis (Syrategic Vision)

Pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam kerangka perwujudan good governance, karena perubahan dunia dengan kemajuan teknologinya yang begitu cepat. Dalam era yang berubah secara dinamis, setiap domain dalam good governance harus memiliki visi yang strategis. Tanpa visi semacam itu, suatu bangsa dan negara akan mengalami ketertinggalan. Visi itu, dapat dibedakan antara visi jangka panjangm (long time vision) antara 20 sampai 25 tahun serta visi jangka pendek (short time vision) sekitar 5 tahun.

Prinsip-prinsip good governance pada dasarnya mengandung nilai yang bersifat objektif dan universal yang menjadi acuan dalam menentukan tolak ukur atau indikator dan ciri-ciri/karakteritik penyelenggaraan pemrintahan negara yang baik. Prinsip-prinsip good governance dalam praktik penyelenggaraan negara dituangkan dalam tujuh asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Berih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Prinsip atau asas umum dalam penyelenggaraan negara yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 meliputi sebagai berikut:

Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara

hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan enyelenggaraan negara.

Asas tertib penyelenggaraan negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian dan

keseimbangan dalam pengendalian

(10)

Asas kepentingan umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif.

Asas keterbukaan adalah asas yang membuka diri

terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif, tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.

 Asas proporsionalitas adalah asas yang

mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.

 Asas profersionalitas adalah asas yang

mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 Asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan

penyelenggaraan negara harus dapat

dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Disamping itu, juga terdapat pilar-pilar good governance diantaranya:

1) Negara atau pemerintahan (state), berfungsi dalam hal:

a. Menciptakan kondisi politik, ekonomi dan sosial yang stabil

(11)

c. Menyediakan public service yang efektif dan accountable

d. Menegakkan HAM

e. Melindungi lingkungan hidup

f. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik.

2) Sektor swasta atau dunia usaha (private sector), berfungsi dalam hal:

a. Menjalankan industri

b. Menciptakan lapangan kerja

c. Menyediakan insentif bagi karyawan d. Meningkatkan standar hidup masyarakat e. Memelihara lingkungan hidup

f. Menaati peraturan

g. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kepada masyarakat

h. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM 3) Masyarakat (society), berfungsi dalam hal:

a. Menjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi b. Mempengaruhi kebijakan public

c. Sebagai sarana cheks and balances pemerintah

d. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan

sosial pemerintah

e. Mengembangkan SDM

f. Sarana berkomunikasi antar anggota

masyarakat

(12)

sebagai promotor pembangunan. Pada saatnya apabila sektor swasta dan sektor masyarakat semakin maju karena pembangunan, peranan sektor pemerintah secara bertahap mulai berkurang. Tarik-menarik peranan antara sektor pemerintah dan sektor swasta dan sektor masyarakat apabila tidak dikelola secara bijak akan dapat menimbulkan berbagai ketegangan sosial. Dalam hal ini diperlukan pimpinan nasional yang memiliki dukungan legitimasi politik yang kuat, memiliki kharisma, serta kemampuan mnajerial untuk mengendalikan perubahan.

2.4.

Cara Mengembangkan Struktur Organisasi Dan Manageman Perubahan

Menurut Lukman Hakim Saifuddin, (2004) good governance di Indonesia adalah penyelenggaraan peerintahan yang baik yang dapat diartikan sebagai suatu mekanisme pengelolaan sumber daya dengan substansi dan implementasi yang diarahkan untuk mencapai pembangunan yang efisien dan efektif secara adil. Oleh karena itu, good governance akan tercipta di antara unsur-unsur negara dan institusi kemasyarakatan (ormas, LSM, pers, lembaga profesi, lembaga usaha swasta, dan lain-lain) memiliki keseimbangan dalam proses checks and balances dan tidak boleh satu pun di antara mereka yang memiliki kontrol absolute.

Pengembangan publil good governance di Indonesia akan menunjuk pada sekumpulan nilai (cluster of values), yang notabane sudah lama hidup dan berkembang di masyarakat Indonesia. Sekumpulan nilai yang dimaksud tersebut adalah 11 (sebelas) nilai good governance yakni (1) check and balances, decentralization, effectiveness, efficiency, equity, human rights protection, integrity, participation, pluralism, predictability, rule of law, dan transparency.

(13)

Hakim, ada tiga faktor determinan pencapaian good governance, yakni lembaga atau pranata (institutions/system), sumber daya manusia (human factor), dan budaya (cultures).

Terkait dengan tiga faktor determinan tersebut, pada subbab ini akan dibahas tentang lembaga atau pranata, budaya dan sumber daya manusia dalam dua bagian, yaitu struktur organisasi dalam good governance dan manajemen perubahan yang diperlukan oleh organisasi.

1. Struktur Organisasi dalam Good Governance

Globalisasi dan perkambangan informasi akan mempercepat perubahan organisasi. Menurut Tulis (2000), perubahan terhadap sumber daya manusia sebesar 10 persen saja dapat mengubah struktur organisasi, selain perubahan ang disebabkan faktor teknologi, ekonomi, politik, dan sosial. Praktik manajemen yang lama baik menyangkut struktur organisasi, personel, dan tugas pokok, akan menyebabkan resistensi terhadap perubahan dan menyebabkan sulitnya melakukan restrukturisasi organisasi dalam rangka mencapai efisiensi.

Dalam rangka menghadapi perubahan yang begitu cepat, maka beberapa hal yang penting dilakukan adalah :

a. Memelihara kesadaran yang tinggi akan urgensi

(14)

menjamin kecermatan dan kejelian data, sehingga data yang digunakan untuk pengambilan keputusan yang valid.

b. Penyusunan pranata organisasi

Misi dan tujuan setiap organisasi sektor publik adalah memuaskan para pihak yang berkepentingan dengan pelayanan publik serta melestarikan tingkat kepuasan masyarakat. Tanangan untuk mencapai kepuasan adalah melalui mutu pelayanan yang prima atas pelayanan dan kepercayaan publik. Permasalahan dalam peningkatan mutu ini pada birokrasi terkendala dengan sumber informasi yang terbatas, tingkat pengetahuan aparat yang tidak memadai, budaya birokrasi, dan pengambilan keputusan yang tidak efektif karena delegasi wewenang yang tidak optimal serta tidak adanya insentif dan berkorelasi dengan sistem penggajian.

Permasalahan dalam penyusunan pranata organisasi adalah masalah keagenan, yaitu kebijaksanaan yang salah dan berjalan terus-menrus, program yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat, serta pekerjaan yang tidak berkonstruksi terhadap pencapaian tujuan organisasi. Singkatnya, tantangan utama dalam mendesain dan pengembangan pranata organisasi pemerintah dan sistem nasional adalah mengoptimalkan informasi pengambilan keputusan serta menciptakan sistem penggajian yang sepadan dengan kinerja. Perbaikan sistem informasi dan sistem penggajian berbasis kinerja ini akan meningkatkan mutu layanan dan kepercayaan publik.

c. Perubahan Struktur Organisasi

(15)

sistem evaluasi indikator atau pengukuran kinerja untuk individu dan unit organisasi. Masalah utama dalam perubahan struktur organisasi adalah meyakinkan diri bahwa pengambilan keputusan dan akuntabilitas semua pihak yang berkepentingan terhadap organisasi mempunyai informasi dan pengetahuan yang relevan mengambil keputusan yang baik dan benar serta adanya insentif sepadan yang menggunakan informasi secara produktif dan terpercaya. Perubahan lingkungan yang berpengaruh terhadap perubahan struktur organisasi, biaya, dan manfaat langsung maupun tidak langsung harus dianalisis secara cermat dan hati-hati.

Dalam rangka pelaksanaan GG, makia organisasi modern dapat melakukan :

1. Kesadaran yang tinggi terhadap tingkat urgensi

2. Kerja sama tim yang baik dalam tatanan staf dan manajemen 3. Bisa menciptakan dan mengomunikasikan visi, misi, dan program dengan baik

4. Pemberdayaan semua karyawan dengan memerhatikan minat dan bakat

5. Memberikan delegasi wewenang dengan efektif 6. Mengurangi ketergantungan yang tidak perlu, dan

7. Mengembangkan budaya organisasi yang adaptif dan penggunaan analisis kinerja

2. Manajemen Perubahan

Sesuai dengan pertimbangan TAP MPR RI Nomor II/MPR/1999, masalah krisis multidimensi yang melanda negara Indonesia merupakan penghambat perwujudan cita-cita dan tujuan nasional. Reformasi di segala bidang, diharapkan dapat menjadi suatu langkah penyelamatan, pemulihan, pemantapan dan pengembangan pembangunan serta penguatan kepercayaan diri

(16)

waktu perubahan tersebut diperlukan, khususnya dalam langkah penyelamatan, pemulihan, dan pengembangan. Ada dua hal yang perlu ditekankan dalam manajemen perubahan, yaitu mengapa ada perubahan yang berhasil dan ada yang gagal?

Perubahan yang gagal disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : a. Terlalu cepat puas

b. Team work yang gagal

c. Merumuskan visi, misi, dan program dengan kurang tepat d. Gagal menciptakan harapan sukses kepada seluruh anggota organisasi

e. Menganggap perubahan sudah selesai dan hanya sekali memerlukan perubahan, dan

f. Tidak bisa mengubah symbol, nilai, sikap dan norma organisasi dari yang lama menjadi budaya yang baru dalam organisasi.

Untuk mengurangi kegagalan dalam perubahan budaya organisasi, maka harus dihilangkan atau dikurangi dampak negatif dari perubahan seperti bubarnya organisasi, kehilangan pasar dan kepuasaan pelanggan, penurunan gaji dan harus dikikis dengan menjelaskan mengapa organisasi perlu mengadakan perubahan, bagaimana tahap perubahan, bagaimana hasil akhir dari perubahan, dan bagaimana peran serta dari setiap anggota organisasi dalam perubahan. Untuk mencapai keberhasilan dalam perubahan, ada beberapa hal yang diperlukan, yaitu: 1. Menetapkan strategi, pentingnya, dan tahapan perubahan

2. Mengembangkan semangat kerja sama tim yang tinggi

3. Mengembangkan strategi komunikasi untuk menyampaikan visi, misi, program perubahan, sehingga anggota dapat termotivasi, dan 4. Memberdayakan setiap anggota organisasi sesuai dengan

kompetensi minat, dan bakat.

2.5.

Hubungan Antara Good Governance Dengan Otonomi Daerah

(17)

pemerintah untuk melaksanakan tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Hal ini dapat dilihat dari indikator upaya penegakan hukum, transparansi dan penciptaan partisipasi. Dalam hal penegakan hukum, UU No. 32 Tahun 2004 telah mengatur secara tegas upaya hukum bagi para penyelenggara pemerintahan daerah yang diindikasikan melakukan penyimpangan.

Dari sistem penyelenggaraan pemerintahan sekurang-kurangnya terdapat 7 elemen penyelenggaraan pemerintahan yang saling mendukung tergantung dari bersinergi satu sama lainnya, yaitu :

1. Urusan Pemerintahan 2. Kelembagaan

3 Personil 4. Keuangan 5. Perwakilan

6. Pelayanan Publik 7. Pengawasan.

(18)

mengidentifikasi gap yang ada antara target yang ingin dicapai dibandingkan kondisi rill yang ada saat ini.

Meskipun dalam pencapaian Good Governance rakyat sangat berperan, dalam pembentukan peraturan rakyat mempunyai hak untuk menyampaikan aspirasi, namun peran negara sebagai organisasi yang bertujuan mensejahterakan rakyat tetap menjadi prioritas. Untuk menghindari kesenjangan didalam masyarakat pemerinah mempunyai peran yang sangat penting. Kebijakan publik banyak dibuat dengan menafikan faktor rakyat yang menjadi dasar absahnya sebuahnegara. UU no 32 tahun 2004 yang memberikan hak otonami kepada daerah juga menjadi salah satu bentuk bahwa rakyat diberi kewenangan untuk mengatur dan menentukan arah perkembangan daerahnya sendiri. Dari pemilihan kepala daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah (UU no 25 tahun 1999). Peraturan daerah pun telah masuk dalam Tata urutan peraturan perundang - undangan nasional (UU no 10 tahun 2004), Pengawasan oleh masyarakat.

Sementara itu dalam upaya mewujudkan transparansi dalam penyelenggaran pemerintahan diatur dalam Pasa127 ayat (2), yang menegaskan bahwa sistem akuntabilitas dilaksanakan dengan kewajiban Kepala Daerah untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintahan, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.

(19)

dalam UU No. 22 Tahun 1999 dimana penilaian terhadap laporan pertanggungjawaban kepala daerah oleh DPRD seringkali tidak berdasarkan pada indikator-indikator yang tidak jelas. Karena akuntabilitas didasarkan pada indikator kinerja yang terukur,maka laporan keterangan

penyelenggaraan pemerintahan daerah tidak

mempunyaidampak politis ditolak atau diterima. Dengan demikian maka stabilitas penyelenggaraanpemerintahan daerah dapat lebih terjaga.

Masyarakat memiliki hak untuk melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pelaksanaan pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh masyarakat sebagai perorangan, kelompok maupun organisasi dengan cara: Pemberian informasi adanya indikasi terjadinya korupsi, kolusi atau nepotisme di lingkungan pemerintah daerah maupun DPRD. Penyampaian pendapat dan saran mengenai perbaikan, penyempurnaan baik preventif maupun represif atas masalah.

Informasi dan pendapat tersebut disampaikan kepada pejabat yang berwenang dan atau instansi yang terkait. Menurut Pasal 16 Keppres No. 74 Tahun 2001, masyarakat berhak memperoleh informasi perkembangan penyelesaian masalah yang diadukan kepada pejabat yang berwenang. Pasal tersebut berusaha untuk memberikan kekuatan kepada masyarakat dalam menjalankan pengawasan. Dengan demikian, jelas bahwa Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dipersiapkan untuk menjadi instrumen yang diharapkan dapat menjadi ujung tombak pelaksanaan

konsep good governance dalam penyelenggaraan

(20)

2.6.

Optimalitas Pelaksanaan Otonomi Daerah Melalui Good Governance

Good governance dapat ditinjau sebagai bentuk pergeseran paradigma konsep goverment (pemerintah)

menjadi governance (kepemerintahan). Secara

epistemologis, perubahan paradigma goverment berwujud pada pergeseran mindset dan orientasi birokrasi sebagai unit pelaksana dan penyedia layanan bagi masyarakat, yang semula birokrat melayani kepentingan kekuasaan menjadi birokrat yang berorientasi pada pelayanan publik.

Salah satu bentuk layanan tersebut adalah penertiban regulasi yang dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi masyarakat. Akan tetapi, sebelum lebih jauh kita menelaah kiat-kiat dalam menciptakan regulasi yang kondusif, tidak ada salahnya apabila kita memulainya dengan memahami terlebih dahulu beberapa konsep dasar dalam kebijakan publik.

Dalam kacamata awam, pemerintahan yang baik identik dengan pemerintahan yang mampu memberikan pendidikan gratis, membuka banyak lapangan kerja, mengayomi fakir miskin, menyediakan sembako murah, memberikan iklik investasi yang kondusif dan bermacam kebaikan lainnya. Dengan kata lain, pemerintah dianggap baik apabila ia mampu melindungi dan melayani masyarakatnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa pelayanan umum yang berkualitas merupakan ukuran untuk menilai sebuah pemerintahan yang baik, sedangkan pelayanan umum yang buruk lebih mencerminkan pemerintahan yang miskin inovasi dan tidak memiliki keinginan untuk menyejahterakan masyarakatnya (bad governance).

(21)

pemerintahan dalam membangun kemitraan dengan stake holder (pemangku kepentingan). Oleh karena itu, good governance menjadi sebuah kerangka konseptual tentang cara memperkuat hubungan antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat dalam nuansa kesetaraan. Hubungan yang harmonis dalam nuansa kesetaraan merupakan prasyarat yang harus ada. Sebab, hubungan yang tidak harmonis antara ketiga pilar tersebut dapat menghambat kelancaran proses pembangunan.

2.7. Tata Kelola Kepemerintahan Yang Bersih Dan Gerakan Anti KKN

Korupsi adalah suatu permasalah besar yang merusak keberhasilan pembanguna nasional,korupsi menjadikan ekonomi menjadi berbiaya tinggi,politik yang tidak sehat dan moralitas yang terus menerus merosot.

Makna korupsi

Menurut kartini kartono korupsi adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mngeduk keuntungan pribadi merugikan kepentingan umum dan negara.badan pengawas keuangan dan pembangunan mendefenisikan korupsi sebagai tindakan yang merugikan kepentingan umum dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi dan kelompok tertentu.

2.8.

Asal Usul Korupsi Dinegara Berkembang

Beberapa hal yang menjadi akar masalah terjadinya korupsi antara lain:

1. Kemiskinan

2. Kekuasaan

(22)

4. Ketidaktahuan

5. Rendahnya kualitas moral suatu masyarakat

6. Lemahnya kelembagaan politik dari suatu negara

7. Karna penyakit bersama

2.9.

Impak Korupsi

Jika di atas kita mngakui bahwa salah satu penyebab korupsi adalah kemiskinan maka korupsi pun menyebabkan kemiskinan di negara berkembang,kemiskinan tersebut di sebabkan para elit negara berkembang mengambil kekayaan negerinya untuk kepentingan sendiri atau kelompoknya.

Beberapa hal yang di sebabkan oleh prilaku korupsi adalah : 1. Tindak korupsi mencerminkan kegagalan mencapai

tujuan tujuan yang di tetapkan pemerintah.

2. Korupsi akan segera menular ke sektor swasta dalam

situasi yang sulit diramalkan,atau melemahkan investasi dalam negri,dan mnyisihkan pendatang baru,dengan demikian mngurangi partisipasi dan pertumbuhan sektor swasta.

3. Korupsi mencerminkan kenaikan harga

administrasi(pembayar pajak harus ikut mnyuap karna membayar beberapa kali lipat untuk pelayan yang sama. 4. Jika korupsi merupakan bentuk pembayaran yang tidak

sah,hal ini akan mngurangi jumlah dana yang di sediakan untuk publik.

5. Korupsi merusak mental aparat

pemerintah,melunturkan keberanian yang di perlukan untuk mematuhi standar etika yang tinggi.

6. Korupsi dalam pemerintahan menurunkan rasa hormat

pada kekuasaan yang akhirnya menurunkan legilitimasi pemerintah.

7. Jika elit berpolitik dan penjabat tinggi pemerintah

(23)

tidak ada alasan bagi publik untuk tidak boleh korupsi juga.

8. Seorang penjabat yang korupsi adalah pribadi yang

hanya memikirkan diri sendiri tidak mau berkorban demi kemakmuran bersama untuk masa yang akan datang. 9. Korupsi menimbulkan kerugian yang sangat besar dari

sisi produktivitas,karna waktu dan energi habis untuk menjalin hubungan guna untuk menghindari atau mengalahkan sistem,untuk mengkatkan kepercayaan dan memberikan alasan yang objektiv mengenai permintaan layanan yang di perlukan.

10.Korupsi karna merupakan ketidakadilan yang di lembagakan ,mau tidak mau akan menimbulkan perkara yang harus di bawa ke pengadilan dan tuduhan tuduhan palsu yang di gunakan pada penjabat yang jujur untuk tujuan pemerasan.

11. Bentuk korupsi yang paling menonjol di beberapa

negara uang pelicin atau uang rokok menyebabkan keputusan di timbang berdasarkan uang bukan berdasarkan kebutuhan manusia.

2.10. Strategi Penataan Aparatur dalam Pelaksanaan Good Governance Menuju Pemerintahan Yang Bersih

(24)

memahami esensi birokrasi itu sendiri dikaitkan dengan penciptaan good governance yang dimaksud.

Dalam konteks ini David Obsorn dan Gaebler (1992) menyampaikan 10 konsep birokrasi sebagai berikut :

1. Catalytic Government : Steering rather than rowing. Aparatur dan birokrasi berperan sebagai katalisator, yang tidak harus melaksanakan sendiri pembangunan tapi cukup mengendalikan sumber-sumber yang ada di masyarakat. Dengan demikian aparatur dan birokrasi harus mampu mengoptimalkan penggunaan dana dan daya sesuai dengan kepentingan publik.

2. Community-owned government : empower communities to solve their own problems, rather than marely deliver service. Aparatur dan birokrasi harus memberdayakan masyarakat dalam pemberian dalam pelayanannya. Organisasi-organisasi kemasyarakatan sepeti koperasi, LSM dan sebagainya, perlu diajak untuk memecahkan permasalahannya sendiri, seperti masalah keamanan, kebersihan, kebutuhan sekolah, pemukiman murah dan lain-lain.

3. Competitive government : promote and encourrage competition, rather than monopolies”. Aparatur dan birokrasi harus menciptakan persaingan dalam setiap pelayanan. Dengan adanya persaingan maka sektor usaha swasta dan pemerintah bersaing dan terpaksa bekerja secara lebih profesional dan efisien.

(25)

menekankan pada peraturan-peraturan. Setiap organisasi diberi kelonggaran untuk menghasilkan sesuatu sesuai dengan misinya. 5. Result-oriented government : result oriented by funding outcomes

rather than inputs. Aparatur dan birokrasihendaknya berorientasi kepada kinerja yang baik. Instansi yang demikian harus diberi kesempatan yang lebih besar dibanding instansi yang kinerjanya kurang.

6. Cuntomer-driver government : meet the needs of the customer rather than the bureaucracy. Aparatur dan birokrasi harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan mayarakat bukan kebutuhan dirinya sendiri. 7. “ente prising government : concretrate on earning money rather than

just speding it. Aparatur birokrasi harus memiliki aparat yang tahu cara yang tepat dengan menghasilkan uang untuk organisainya, disamping pandai menghemat biaya. Dengan demikian para pegawai akan terbiasa hidup hemat.

8. Anticipatory government : invest in preventing problems rather than curing crises. Aparatur dan birokrasi yang antisipasif. Lebih baik mencegah dari pada memadamkan kebakaran. Lebih baik mencegah epidemi daripada mengobati penyakit. Dengan demikian akan terjadi “mental swich” dalam aparat daerah.

(26)

kerjasama tim. Dengan demikian organisasi bawahan akan lebih leluasa untuk berkreasi dan mengambil inisiatif yang diperlukan.

10.Market-oriented government : solve problemby influencing market forces rather than by treating public programs. Aparatur dan birokrasi harus memperhatikan kekuatan pasar. Pasokan didasarkan pada kebutuhan atau permintaan pasar dan bukan sebaliknya. Untuk itu kebijakan harus berdasarkan pada kebutuhan pasar.

Melengkapi konsep diatas, Obsorn dan Peter Plastrik (1996) menyampaikan lima (5) strategi untuk pengembangan konsep Reinventing Government yang dikenal dengan istilah “The Five C’S”, sebagai berikut :

a. Strategi inti (Core Strategi) yaitu strategi merumuskan kembali tujuan-tujuan penyelenggaraan pemerintahan, termasuk otonomi daerah melalui penetapan visi, misi, tujuan, dan sasaran, arah kebijakan serta peran-peran kelembagaan serta individu aparatur penyelenggara pemerintahan.

b. Strategi konsekuensi (consekquency strategi), dalam hal ini perlu dirumuskan dan ditata kembali pola-pola insensif kelembagaan maupun individual, baik melalui pendekatan manajemen kompetitif, manajemen bisnis (komporatisasi dan privatisasi), atau manajemen kinerja(performance management).

(27)

(pemakai jasa publik), peningkatan kualitas layanan, serta kompetisi pasar yang sehat.

d. Strategi pengendalian ( control strategy), yaitu adanya perumusan kembali dalam upaya pengendalian organisasi, mulai dari :

 Pengendalian Strategi yang merupakan proses perumusan dan

penetapan organisasi.

 Pengendalian mamajemen, yang merupakan pengendalian dalam

menjaga agar pelaksanaan telah ditetapkan.

 Pengendalian tugas sebagai pengendalian yang sifatnya pelaksana

(operasional).

Ketiga pengendalian ini bisa dikembangkan melalui pengembangan struktur organisasi kelembagaan yang bertumpu pada kekuatan aparatur seperti gugus kendali mutu ( total quality control).

e. Strategi budaya / kultur (cultur Strategi), yaitu adanya upaya reorientasi perilaku dan budaya aparatur serta birokrasi yang lebih terbuka dan mampu merevitalisasi dan mengadopsi nilai-nilai budaya (baik budaya lama maupun baru), yang lebih menyentuh nilai-nilai keadilan dan hati nurani.

Agar lembaga pemerintah lebih mampu melaksanakan fungsi kepemerintahan yang baik (good governance), perlu diciptakan suatu sistem borikrasi dengan ciri-ciri sebagai berikut :

(28)

b. Mengembangkan hubungan kemitraan ( partnership) antara pemerintah dan setiap unsur dalam masyarakat yang bersangkutan (tidak sekedar kemitraan internal diantara sesama jajaran instansi pemerintahan saja). c. Memahami dan komit akan manfaat dan arti pentingnya tanggung

jawab bersama dan kerjasama dalam suatu keterpaduan serta sinergisme dalam pencapaian tujuan.

d. Adanya dukungan dan sistem imbalan yang memadai utuk mendorong terciptanya motivasi, kemampuan dan keberanian menanggung resiko (risk taking) berinisiatif, partisipatif, yang telah diperhitungkan secara realistik dan rasional.

e. Adanya kepatuhan dan ketaatan terhadap nilai-nilai internal (kode etik) administrasi publik, juga terhadap nilai-nilai etika dan moralitas yang diakui dengan junjungan tinggi secara sama dengan masyarakat yang dilayabi.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

1. Pada hakikatnya Good Governance bagaimana adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat.

2. Tata Pemerintahan yang baik (Good Governance) adalah tindakan atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian. 3. Prinsip-prinsip Good Governance yaitu :

1) Partisipasi

(29)

4) Responsif (Responsiveness)

5) Orientasi Kesepakatan (Consencus Orientation) 6) Keadilan (Equity)

7) Efektifitas (Effectiveness) dan Efisiensi (Efficiency) 8) Akuntabilitas (Accountability)

9) Visi Strategis (Syrategic Vision)

4. Beberapa hal yang menjadi akar masalah terjadinya korupsi antara lain:

1. Kemiskinan

2. Kekuasaan

3. Budaya

4. Ketidaktahuan

5. Rendahnya kualitas moral suatu masyarakat

6. Lemahnya kelembagaan politik dari suatu negara

7. Karna penyakit bersama

3.2. Saran

Mudah-mudahan kedepan pelayanan yang di berikan melalui konsep good governance akan menjadikan kehidupan bernagari lebih mudah dalam memperoleh pelayanan dan memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat yang ada di pemerintahan nagari serta tidak membutuhkan biaya yang besar untuk memperoleh sebuah pelayan. Sebagai pel atau obat terhadap penyakit pelayan yang terjadi selama ini adalah konsep good governance, dapat di terapkan kepada petugas pelayan publik yang ada di nagari . Dengan cara memberikan pelatihan pelayanan publik kepada petugas yang ada di nagari. Sekali lagi kita berharap pelayan publik yang efesiean efektif dan akuntabilitas dapat di wujudkan di nagari.

(30)

paradigma baru didalam menyelenggarakan kepemerintahan yang digunakan secara universal.

Pemerintahan yang baik tidak di lihat dari sistem yang berbuat atau rancangan undang-undang yang di rumuskan, melainkan suatu sikap yang pasti dalam menangani suatu permasalahn tanpa memandang siapa serta mengapa hal tersebut harus di lakukan. Pada sisi lain, pemerintah pusat memiliki kewajiban untuk menyebarluaskan konsep good governance kepada seluruh jajaran pemerintahan karena konsep tersebut menjadi salah satu ukuran keberhasilan birokrasi pemerintahan.

DAFTAR PUSTAKA

1.

https://rochem.wordpress.com/2012/01/07/good-governance-tata-pemerintahan-yang-baik/

( Waktu akses 10/11/2016 19: 00 WIB )

2.

http://www.tammangalle.com/2013/02/10-prinsip-tata-pemerintahan-yang-baik.html

( Waktu akses 10/11/2016 19: 10 WIB ) 3.

http://celotehlestarius.blogspot.co.id/2015/03/pengertian-dan-konsep-good-governance.html

( Waktu akses 10/11/2016 19: 25 WIB ) 4.

http://higheststartiika.blogspot.co.id/2013/04/tata-kelola-pemerintahan-yang-baik-dan.html.

(31)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui berapa rata-rata setiap karyawan dapat menghasilkan produk dalam setiap bulannya dan apakah memiliki pengaruh terhadap motivasi yang diberikan

Berdasarkan hasil analisis variabel Dosis Radiasi dan beban kerja yang mempunyai nilai signifikansi masing-masing p 0,025 dan 0,000 (< 0,05) artinya ada korelasi

Pasien di wilayah Kabupaten semarang jika ingin berobat dengan fasilitas lengkap tidak perlu pergi jauh, begitupun pihak rumah sakit akan untung jika banyak pasien yang

Ini berarti makin ke atas ukuran molekul makin kecil, maka gaya tarik- menarik antar-molekul (gaya Van der Waals) akan makin kecil. Perhatikan juga titik didih dan titik

[r]

PEMERINTAH PROVINSI BALI RUMAH SAKIT JIWA. PENANGANAN

To sum up the above explanation, the application of text to self-connection technique accomplished the research purposes as follows: firstly, the use of text to

membaca buku pelajaran geografi, sebanyak 47 siswa atau 81.03% sebagian besar menyatakan sering siswa setelah proses pembelajaran dikelas selasai selalu membaca