Adelia Febry Gatari
Tarjamah
Akuntabilitas dan Ekuitas Penerimaan Mahasiswa
Setelah melewati masa-masa sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas kita pasti memiliki keinginan untuk menjadi bagian dari mahasiswa di suatu PTN dan mengejar cita-cita yang kita rangkai sedari dini. Namun sangat disayangkan, hal ini hanya berlaku untuk kalangan kalangan tertentu saja di zaman yang serba uang ini. Akuntabilitas seleksi yang rendah dan tidak memberikan kesempatan yang adil, terutama bagi kelompok terpinggirkan (ekuitas rendah) lah yang membentuk kalangan kalangan tertentu tadi.
Maka dari itu Ruth A Childs et al (2011) menyebutkan ada tiga pola mobilitas sosial yang digunakan untuk seleksi penerimaan mahasiswa baru. Pertama adalah contest mobility dimana ada yang namanya SNMPTN yang melihat semuanya sama dan hanya yang terbaiklah yang yang bisa diterima. Terlihat adil namun pada kenyataannya tidak. Masyarakat yang sehari harinya membantu orang tuanya mencari nafkah akan berbeda dengan masyarakat yang bergizi baik dan mengikuti berbagai pelajaran tambahan dari suatu lembaga yang bisa memperkirakan soal yang akan diuji nanti. Yang lebih tragis lagi adalah melewati jalur undangan yang mempertandingkan seberapa besar nilai uang yang akan disumbang. Pola kedua adalah sponsored mobility. Perguruan tinggi memberikan dukungan untuk golongan miskin. Salah satunya adalah mencanangkan bidik misi. Namun hal ini kembali disalah gunakan. Pemalsuan dokumen sehingga anak orang kaya bisa masuk melewati jalur ini. Bahkan ada beberapa oknum dosen yang memasukkan anak mereka melalui jalur ini. Kemudian pola yang terahir adalah sructured mobility yang mana pemegang kebijaksanaan dunia ikut memikirkan kesenjangan kesejahteraan yang ada di negara kita.
Pada intinya, pola pertama menonjolkan sisi akuntabilitas sedangkan pola kedua menonjolkan ekuitas serta pola ketiga menonjolkan unsur ekuitas namun tidak melupakan unsur akuntabilitas.