• Tidak ada hasil yang ditemukan

Denaturasi Protein Pada Bahan Pangan Daging

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Denaturasi Protein Pada Bahan Pangan Daging"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

A. DENATURASI

Denaturasi protein merupakan suatu proses perubahan struktur molekul tanpa adanya pemutusan ikatan kovalen. Dalam proses ini, terjadi pemecahan ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbukanya lipatan molekul protein (Sumardjo, 2006). Ada dua macam denaturasi, yaitu pengembangan rantai peptida dan pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul ikatan. Ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi adalah:

a. Ikatan Hidrogen b. Ikatan Hidrofobik c. Ikatan Ionik

d. Ikatan Intramolekuler (Winarno, 2002)

Denaturasi protein mengakibatkan turunnya kelarutan, peningkatan viskositas, hilangnya aktifitas biologi dan protein mudah diserang enzim proteolitik (Oktavia, 2007). Peningkatan vikositas pada protein yang terdenaturasi akan berpengaruh pada penurunan kelarutan di dalam cairan yang menyebabkan protein menjdi mudah mengendap. Denaturasi juga meyebabkan protein kehilangan karakteristik struktural dan beberapa kandungan senyawa di dalamnya, namun struktur utama protein seperti C, H, O dan N tidak akan berubah. Namun hal tersebut hanya terjadi pada sebagian kecil jenis protein (Stoker, 2010)

Bila susunan ruang atau rantai

polipeptida suatu molekuk protein

berubah, maka dapat dikatakan

protein tersebut terdenaturasi.

Sebagian protein globular

mudah mengalami denaturasi.

Jika ikatan – ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan mengembang. Kadang – kadang perubahan ini memang dikehendaki dalam pengolahan makanan, tetapi sering pula dianggap merugikan sehingga perlu dicegah (Winarno, 2002) Sisi merugikan dari denaturasi:

(2)

- Protein kehilangan beberapa sifat fungsional Sisi menguntungkan dari denaturasi:

- Denaturasi panas pada inhibitor tripsin dalam legum dapat meningkatkan tingkat ketercernaan dan ketersediaan biologis protein legum

- Protein yang terdenaturasi sebagian lebih mudah dicerna, sifat pembentuk buih dan emulsi lebih baik daripada protein asli

- Denaturasi oleh panas merupakan prasyarat pembuatan gel protein yang dipicu panas

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan suatu protein mengalami denaturasi antara lain : 1. pH

2. Suhu Lingkungan 3. Alkohol

4. Aliran Listrik 5. Agen Pereduksi 6. Tekanan 7. Senyawa Kimia

B. MEKANISME DENATURASI a. Denaturasi karena asam basa

Denaturasi protein dengan penambahan asam basa ditandai dengan peningkatan kekeruhan hingga terbentuk gumpalan pada saat mencapai pH isoelektris. pH isoelektris adalah keadaan saat protein memiliki muatan positif dan negatif yang sama (Anna, P., 1994). Dengan adanya muatan ionik maka asam dan basa akan merusak jembatan garam didalam protein tersebut. Denaturasi akibat asam / basa terjadi ketika adanya penambahan kadar asam atau basa pada garam protein yang dapat memutus kandungan struktur dari protein tersebut karena terjadi subtitusi ion negatif dan positif pada garam dengan ion positif dan negatif pada asam atau basa (Vladimir, 2007). Reaksi ini terjadi di dalam sistem pencernaan, saat asam lambung mengkoagulasi susu yang dikonsumsi.

b. Denaturasi karena logam berat

(3)

berat atom yang besar. Reaksi yang terjadi antara garam logam berat akan mengakibatkan terbentuknya garam protein – logam yang tidak larut (Ophart, C.E., 2003). Protein akan mengalami presipitasi bila bereaksi dengan ion logam. Pengendapan oleh ion positif (logam) diperlukan pH larutan di atas pI karena protein bermuatan negatif, pengendapan oleh ion negatif diperlukan pH larutan di bawah pI karena protein bermuatan positif. Ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein adalah; Ag+, Ca++, Zn++, Hg++, Fe++, Cu++ dan Pb++,

sedangkan ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein adalah; ion salisilat, triklorasetat, piktrat, tanat dan sulfosalisilat. Denaturasi akibat campuran logam berat pada protein, hal ini terjadi karena ikatan sulfur pada protein tertarik oleh ikatan logam berat sehingga proses denaturasi terjadi dengan adanya perubahan struktur kandungan senyawa pada protein tersebut saat ion pada protein bereaksi dengan ion logam berat yang tercampur didalamnya (Vladimir. 2007)

c. Denaturasi karena Panas

Denaturasi akibat panas menyebabkan molekul – molekul yang menyusun protein bergerak dengan sangat cepat sehingga sifat protein yaitu hidrofobik menjadi terbuka. Akibatnya, semakin panas, molekul akan bergerak semakin cepat dan memutus ikatan hidrogen di dalamnya (Vladimir, 2007). Panas dapat digunakan untuk mengacaukan ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik non polar. Hal ini terjadi karena suhu tinggi dapat meningkatkan energi kinetik dan menyebabkan molekul penyusun protein bergerak atau bergetar sangat cepat sehingga mengacaukan ikatan molekul tersebut. Denaturasi dengan suhu panas yang dilakukan pada buah-buahan akan mengakibatkan berkurangnya kadar air dan bertambahnya viskositas atau kekentalan kadar protein yang tertanam pada buah yang mengalami denaturasi akibat suhu panas (Vladimir, 2007). Pemanasan akan membuat protein bahan terdenaturasi sehingga kemampuan mengikat airnya menurun. Hal ini terjadi karena energi panas akan mengakibatkan terputusnya interaksi non-kovalen yang ada pada struktur alami protein tapi tidak memutuskan ikatan kovalennya yang berupa ikatan peptida. Proses ini biasanya berlangsung pada kisaran suhu yang sempit.

d. Denatursi karena alkohol

(4)

protein di dalam sel. Sedangkan alkohol 95% mengkoagulasikan protein di luar dinding sel dan mencegah alkohol lain masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Sehingga yang digunakan sebagai disinfektan adalah alkohol 70%. Alkohol mendenaturasi protein dengan memutuskan ikatan hidrogen intramolekul pada rantai samping protein. Ikatan hidrogen yang baru dapat terbentuk antara alkohol dan rantai samping protein tersebut.

e. Agen pereduksi merusak ikatan disulfida

Ikatan disulfida terbentuk dengan adanya oksidasi gugus sulfhidril pada sistein. Antara rantai protein yang berbeda yang sama-sama memiliki gugus sulfhidril akan membentuk ikatan disulfida kovalen yang sangat kuat. Agen pereduksi dapat memutuskan ikatan disulfida, dimana penambahan atom hidrogen sehingga membentuk gugus tiol; -SH.

C. DENATURASI PROTEIN PADA DAGING

Protein daging terdiri dari protein sederhana dan protein terkonjugasi. Berdasarkan asalnya protein dapat dibedakan dalam 3 kelompok yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril, dan protein jaringan ikat. Protein sarkoplasma adalah protein larut air karena umumnya dapat diekstrak oleh air dan larutan garam encer. Protein miofibril terdiri atas aktin dan miosin, serta sejumlah kecil troponin dan aktinin. Protein jaringan ikat ini memiliki sifat larut dalam larutan garam. Protein jaringan ikat merupakan fraksi protein yang tidak larut, terdiri atas protein kolagen, elastin, dan retikulin (Muchtadi & Sugiono 1992). Secara umum, komposisi kimia daging terdiri atas 70% air, 20% protein, 9% lemak dan 1% abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan yang akan menurunkan persentase air dan protein serta meningkatkan persentase lemak (Romans et al. 1994).

Perubahan Sifat Kimia Protein pada Daging Selama Pengolahan

Pengolahan pada bahan makanan khususnya daging melibatkan proses pemanasan, pendinginan, pengeringan, serta penambahan bahan kimia. Ada pula yang melibatkan fermentasi, radiasi, dan perlakuan-perlakuan lainnya. Tetapi, proses pemanasan lah yang merupakan proses yang paling banyak diterapkan dan dipelajari di lingkungan sekitar kita ini.

(5)

yang diikuti dengan penyusutan dan penegangan jaringan ikat, sehingga daging menjadi liat. Peliatan terjadi saat protein mengalami denaturasi pada suhu 50-80ºC. Denaturasi pertama terjadi pada suhu 45ºC yaitu denaturasi miosin dengan adanya pemendekan pada otot. Denaturasi maksimal terjadi pada suhu 50-55ºC atau biasa disebut Aktomiosin dan protein sarkoplasma pada 55-65ºC (Davidek et al., 1990).

Dari nilai gizinya denaturasi parsial protein sering meningkatkan daya cerna dan ketersediaan biologisnya. Pemanasan yang moderat akan meningkatkan daya cerna protein tanpa menghasilkan senyawa toksik, juga dapat menginaktivasi beberapa enzim 9 protease, lipase, lipoksigenase, amilase, polifenoloksidase, enzim oksidatif dan hidrolitik lainnya. Jika gagal menginaktivasi enzim-enzim ini maka akan mengakibatkan off flavour, ketengikan, perubahan tekstur, dan perubahan warna bahan pangan selama penyimpanan. Oleh karena itu, sering dilakukan inaktivasi enzim dengan menggunakan pemanasan sebelum penghancuran. Perlakuan panas yang moderat juga berguna untuk menginaktivasi beberapa faktor antinutrisi seperti enzim antitripsin dan pektin (Fennema, 1996).

(6)

Lama pemasakan juga mempengaruhi nilai pH daging dan menyebabkan menyebabkan proses denaturasi protein daging. Penurunan pH akan mempengaruhi sifat fisik daging. Laju penurunan pH otot yang cepat akan mengakibatkan rendahnya kapasitas mengikat air, karena meningkatnya kontraksi aktomiosin yang terbentuk, dengan demikian akan memeras cairan keluar dari dalam daging. Suhu tinggi juga dapat mempercepat penurunan pH otot pascamortem dan menurunkan kapasitas mengikat air karena meningkatnya denaturasi protein otot dan meningkatnya perpindahan air ke ruang ekstraseluler (Lawrie, 1995).

E. DAFTAR PUSTAKA

Anna Poedjiadi. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press.

Bouton, P.E. & Harris, P.V. 1972. J. Food Sci. 37, 140.

Davidek, J., J. Vellisek dan J. Pokorny. 1990. Chemical Change during Food Proceessing. Departement of Food Chemistry and Analysis. New York: institut Chemical Techology.

Feiner, G. 2006. Meat Products Handbook: Practical Science and Technologi. Woodhead Publishing Limited. Cambridge.

Fennema, O.R. Editor. 1996. Food Chemistry, 3rd ed. Marcel Dekker. New York.

Lawrie, R. A., 1995. Ilmu Daging. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press, Jakarta.

Muchtadi, T.R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Oktavia. Devi. 2007. Kajian SNI 01-2886-2000 Makanan Ringan Ekstrudat. Jurnal Standarisasi Vol 9 No.1.

Ophart C. E. 2003. Virtual Chembook. Jakarta: Elmhurst College.

Purnomo, H. 1997. Studi tentang stabilitas protein daging dan dendeng selama proses penyimpanan. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Malang: Universitas Brawijaya.

Romans, J.R., W.J. Costello, C.w. Carlson, M.L. Greaser, K.W. Jones. 1994. The Meat We Eat 13th Ed. Interstate Publishers Inc. Danville. Illinois.

(7)

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan III. Gadjah Mada. University Press Yogyakarta.

Sumardjo Damin. 2006. Pengantar Kimia Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Uversky, Vladimir. N. 2007. Conformational Stability, Size, Shape and Surface of Protein Molecules . Nova Science : New York.

Winarno, F. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor : MBrio Press.

Referensi

Dokumen terkait

Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya

Bila terbukti terjadi ikatan antigen antibody dengan protein OMP berat molekul spesifik , maka berarti protein Outer Membrane Protein Brucella abortus S-19

Dengan adanya muatan positif dari logam berat akan terjadi reaksi netralisasi dari protein dan Pada semua sampel terbentuk endapan putih yang menunjukkan bahwa

Makin tinggi konsentrasi logam berat di perairan, bioakumulasinya dalam tubuh kerang ikut meningkat, karena beberapa jenis logam berat tidak dapat dimetabolisme oleh tubuh,

Dari hasil analisis logam berat (Pb, As, Cd dan Hg) pada tujuh sampel bahan makanan, dapat disimpulkan bahwa: telah terjadi pencemaran logam berat terutama timbal (Pb), arsen

Logam berat dapat dihilangkan dengan proses blanching karena pada umumnya logam berat mudah larut dalam air sehingga dalam proses tersebut. terjadi penurun kadar

Perbedaan kadar Pb, Cd akibat penambahan asam asetat secara terpisah dapat diketahui dengan uji Anova, sehingga diketahui logam berat apa yang kadarnya pada daging

Dalam proses pembuatan VCO metode cold pressing akan dihasilkan produk samping berupa ampas kelapa yang mengandung protein dan serat tinggi, sehingga sangat potensial untuk