BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Katarak Senilis
2.1.1. Definisi
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat kedua-duanya (Ilyas, 2010). Lima puluh satu persen (51%) kebutaan
diakibatkan oleh katarak(WHO,2012). Katarak senilis merupakan jenis katarak yang paling sering ditemukan. Katarak senilis adalah setiap kekeruhan pada lensa yang terjadi pada usia lanjut, yaitu di atas usia 50 tahun.
2.1.2. Faktor Resiko
Katarak adalah penyakit degeneratif yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik internal maupun eksternal. Faktor internal yang berpengaruh antara lain adalah umur dan jenis kelamin sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh adalah pekerjaan dan pendidikan yang berdampak langsung pada status sosial ekonomi dan status kesehatan seseorang, serta faktor lingkungan, yang dalam hubungannya dalam paparan sinat Ultraviolet yang berasal dari sinar matahari (Sirlan F, 2000).
2.1.2.1 Usia
2.1.2.2 Jenis Kelamin
Usia harapan hidup wanita lebih lama dibandingkan oleh laki-laki, ini diindikasikan sebagai faktor resiko katarak dimana perempuan penderita katarak lebih banyak dibandingkan laki-laki (WHO, 2012)
2.1.2.3 Riwayat Penyakit
Diabetes Melitus (DM) dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi, dan kemampuan akomodasi. Meningkatnya kadar gula darah, juga akan meningkatkan kadar gula di aqueous humor. Glukosa dari aqueous akan masuk ke lensa melalui difusi dimana sebagian dari glukosa ini diubah menjadi sorbitol oleh
enzim aldose reduktase melalui jalur poliol, yang tidak dimetabolisme dan tetap tinggal di lensa. Telah terbukti bahwa akumulasi intraselular sorbitol menyebabkan perubahan osmotic sehingga air masuk ke lensa, yang akan mengakibatkan pembengkakkan serabut lensa. Penelitian pada hewan telah
menunjukkan bahwa akumulasi poliol intraseluler menyebabkan kolaps dan likuifaksi(pencairan) serabut lensa, yang akhirnya terjadi pembentukan kekeruhan pada lensa (Pollreisz dan Schmidt, 2010).
2.1.3. Patogenesis
Katarak senilis adalah penyebab utama gangguan penglihatan pada orang tua. Patogenesis katarak senilis bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun sel lensa terus bertumbuh sepanjang hidup, tidak ada sel-sel yang dibuang. Seiring dengan bertambahnya usia, lensa bertambah berat dan tebal sehingga kemampuan akomodasinya menurun. Saat lapisan baru dari serabut korteks terbentuk secara konsentris, sel-sel tua menumpuk ke ararh tengah sehingga nukleus lensa mengalami penekanan dan pengerasan (sklerosis nuklear).
Crystallin (protein lensa) mengalami modifikasi dan agregasi kimia menjadi
high-molecular-weight-protein. Agregasi protein ini menyebabkan fluktuasi
bercorak kuning kecoklatan sehingga lensa yang seharusnya jernih tidak bisa menghantarkan dan memfokuskan cahaya ke retina. Selain itu, terjadi penurunan konsentrasi Glutathione dan Kalium diikuti meningkatnya konsentrasi Natrium dan Kalsium.
2.1.4 Tipe Katarak Senilis 2.1.4.1 Katarak Nuklear
Dalam tingkatan tertentu sklerosis dan penguningan nuklear dianggap
normal setelah usia pertengahan. Pada umumnya, kondisi ini hanya sedikit mengganggu fungsi penglihatan. Jumlah sklerosis dan penguningan yang berlebihan disebut katarak nuklear, yang menyebabkan opasitas sentral. Tingkat sklerosis, penguningan dan opasifikasi dinilai dengan menggunakan biomikroskop slit-lamp dan pemeriksaan reflex merah dengan pupil dilatasi.
Katarak nuklear cenderung berkembang dengan lambat. Sebagian besar
katarak nuklear adalah bilateral, tetapi bisa asimetrik. Cirri khas dari katarak nuklear adalah membaiknya penglihatan dekat tanpa kacamata, keadaan inilah yang disebut sebagai “penglihatan kedua”. Ini merupakan akibat meningkatnya kekuatan focus lensa bagian sentral, menyebabkan refraksi bergeser ke myopia (penglihatan dekat). Kadang-kadang, perubahan mendadak indeks refraksi antara nukleus sklerotik dan korteks lensa dapat menyebabkan monocular diplopia . Penguningan lensa yang progresif menyebabkan diskriminasi warna yang buruk. Pada kasus yang sudah lanjut, nukleusnlensa menjadi opak dan coklat dan disebut katarak nuklear brunescent.
Secara histopatologi, karakteristik katarak nuklearis adalah homogenitas nukleus lensa dengan hilangnya lapisan tipis seluler.
2.1.4.2 Katarak Kortikal
terbentuk osifikasi kortikal, yang ditunjukkan pada diabetes dan galaktosemia (Fong, 2008). Perubahan hidrasi serat lensa menyebabkan terbentuknya celah-celah dalam pola radial disekeliling daerah ekuator. Katarak ini cenderung bilateral, tetapi sering asimetrik. Derajat gangguan fungsi penglihatan bervariasi, tergantung seberapa dekat kekeruhan lensa dengan sumbu penglihatan (Harper et al,2010). Gejala yang sering ditemukan adalah penderita merasa silau pada saat
mencoba memfokuskan pandangan pada suatu sumber cahaya di malam hari (Rosenfeld et al, 2007).
Pemeriksaan menggunakan biomikroskop slitlamp akan mendapatkan gambaran vakuola, degenerasi hiropik serabut lensa, serta pemisahan lamella
kortek anterior atau posterior oleh air. Kekeruhan putih seperti baji terlihat di perifer lensa dengan ujungnya mengarah ke sentral, kekeruhan ini tampak gelap apabila dilihat menggunakan retroiluminasi. Secara histopatologi, karakteristik dari katarak kortikal adalah adanya pembengkakan hidrofik serabut lensa. Globula Morgagni (globules-globulus material eosinofilik) dapat diamati di dalam celah antara serabut lensa (Rosenfeld et al, 2007).
2.1.4.3 Katarak Subkapsularis Posterior
Katarak subkapsularis posterior terdapat pada korteks di dekat kapsul posterior bagian sentral (Harper et al,2010). Katarak ini biasanya didapatkan pada penderita dengan usia yang lebih muda dibanding kedua jenis katarak yang lain. Gejalanya antara lain adalah fotofobia dan penglihatan yang buruk saat mata berakomodasi atau diberikan miotikum. Ini dikarenakan ketika pupil konstriksi saat berakomodasi, cahaya yang masuk ke mata menjadi terfokus ke sentral, dimana terdapat katarak subkapsularis posterior, menyebabkan cahay menyebar dan mengganggu kemampuan mata untuk memfokuskan pada makula (Rosenfeld et al, 2007).
pelangi yang halus pada lapisan korteks posterior. Sedangkan pada tahap akhir terbentuk kekeruhan granular dan kekeruhan seperti plak di kortek subkapsular posterior (Rosenfeld et al, 2007). Kekeruhan lensa di sini dapat timbul akibat trauma, penggunaan kortikosteroid (topical atau sistemik), peradangan atau pajanan radiasi pengion (Harper et al, 2010).
Gambar 2. Tipe Katarak Senilis. A(katarak nuklear), B(katarak kortikal), C(katarak
subkapsularis posterior)
2.1.5 Stadium Katarak Senilis 2.1.5.1 Katarak Insipien
Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut :
1. Katarak kortikal : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji
menuju korteks anterior dan posterior. Vakuol mulai terlihat di dalam korteks.
2. Katarak subkapsular posterior : kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan korteks berisi jaringan degenerative (benda Morgagni)
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang lama (Ilyas, 2010).
2.1.5.2 Katarak Imatur
lensa akibat meningktnya tekanan osmotic bahan lensa yang degenerative. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder.
2.1.5.3 Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh massa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif (Ilyas, 2010).
2.1.5.4 Katarak Hipermatur
Katarak hipermatur, katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan kapsul lensa. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak Morgagni.
2.1.6 Penatalaksanaan Katarak Senilis
Operasi katarak merupakan operasi mata yang sering dilakukan diseluruh dunia, karena merupakan modalitas utama terapi katarak. Tujuan dilakukan operasi katarak adalah perbaikan tajam penglihatan sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien (Purnaningrum, 2014).
berdasarkan tingkat gangguan visual terhadap aktivitas sehari-hari (Rosenfeld, 2007). Misalnya jika katarak masih imatur dengan visus 6/24 namun pasien adalah seorang polisi dan sangat terganggu maka bisa dilakukan operasi. Jika katarak sudah matur namun pasien tidak merasa tidak terganggu berarti tidak perlu dilakukan bedah. Namun jika katarak mencapai hipermatur dapat meningkatkan resiko terjadinya glaukoma dan uveitis. Indikasi medis untuk bedah katarak adalah galukoma fakolitik, glaucoma fakomorfik, uveitis fakoantigenik, dan dislokasi lensa ke bilik anterior (Rosenfeld, 2007).
Bedah katarak telah mengalami perubahan dramatis selama 30 tahun terakhir ini. Perbaikan terus berlanjut dengan peralatan otomatis dan berbagai