PREVALENSI KATARAK KONGENITAL POLI MATA
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2011
TESIS
OLEH:
FITHRIA ALDY
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PREVALENSI KATARAK KONGENITAL POLI MATA
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
TAHUN 2011
T E S I S
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran
dalam Bidang Ilmu Kesehatan Mata
Oleh:
FITHRIA ALDY
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : Prevalensi Katarak Kongenital Poli Mata RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2011
Nama Mahasiswa : Dr. Fithria Aldy, SpM NIM : 117041110
Program Studi : Magister Kedokteran Klinik
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. H. Aslim D. Sihotang, Sp.M(KVR))
Ketua Anggota
(Prof. H. Aznan Lelo, PhD, SpFK(K))
Ketua Program Studi, Dekan,
(Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,SpA(K)) (Prof. dr. Gontar A Siregar, SpPD-KGEH))
KATAPENGANTAR DENGAN NAMA ALLAH
YANG MAHA PENGASIH LAGI MAHA PENYAYANG
Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat karuniaNya serta memberikan bimbingan, petunjuk dan kekuatan lahir dan bathin saya dapat merampungkan penelitian dan tesis ini. Shalawat dan salam ke haribaan junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW.
Penulisan tesis ini merupakan tahap lanjutan untuk memperoleh gelar magister kedokteran klinik di ilmu kesehatan mata di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan yang berbahagia ini perkenankanlah saya menyampaikan terima kasih yang scbesar-besarnya kepada:
1. Yang terhormat Bapak Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Yang Terhormat Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah menerima saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinik.
3. Yang Terhormat Bapak Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah menerima saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinik.
4. Yang Terhormat Bapak Ketua Departemen dan Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mata yang telah memberi kesempatan kepada saya untuk mengikuti program Magister Kedokteran Klinik di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. Yang Terhormat Bapak Direktur RS H Adam Malik yang telah memberikan kesempatan kepada saya dalam melakukan penelitian ini. 6. Yang terhormat Prof. Dr. H. Aslim. D. Sihotang, SpM (KVR) dan
petunjuk dan bimbingan dalam proses pendidikan magister kedokteran klinik. Untuk kesemuanya ini saya sekeluarga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya dan mendoakan semoga Allah SWT menerimanya sebagai amalan.
7. Yang sangat saya hormati kedua orang tua yang telah melahirkan, mendidik dan membesarkan saya dengan seluruh cinta dan kasih sayangnya yang tak terhingga, ayahanda tercinta dr. H. Dachrul Aldy, Sp.AK, dan ibunda tercinta dr. Hj. Hafiza. Tiada kata yang terucap untuk semua yang telah kalian berikan kepada ananda selama ini karena berkat dorongan semangat yang telah ayahanda dan ibunda berikanlah saya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkahNya kepada ayahanda dan ibunda.
8. Yang sangat saya hormati ayah dan ibu mertua saya dr. H. Martua Lubis, MSc dan Ibu Alm. H. Halimatussa’diah yang telah memberikan pengertian dan semangat selama saya menjalani pendidikan ini.
9. Yang tercinta dan kusayangi suamiku dr. Muara P Lubis, Sp.OG, serta kedua buah hati kami Gandisyah Khalisa Mahira Lubis dan Gandira Alisha Hanifa Lubis. Banyak hal yang kita korbankan selama masa pendidikan ini, tak cukup kata yang dapat kupersembahkan sebagai rasa terima kasihku bagi kalian orang-orang tercintaku atas begitu banyak pengorbanan yang telah kalian lakukan selama ini. Semoga apa yang telah Mama capai menjadi pemicu semangat untuk terus maju menuntut ilmu bagi kedua buah hatiku.
10. Yang terkasih kakak dan abang tercinta Sri Andika B Aldy, SH, CN, dr. Omar S Aldy, SpA, Pedia Aldy, ST, MSc, Boy S Aldy, SE.Ak serta kakak dan adik ipar dr. Bugis M. Lubis, SpA, Linda Fitria KS Lubis, dr. Wika Hanida, Sp.PD, Douris Emma Lubis, SE.Ak, dr. Flora M Lubis, SpKK dan juga tidak lupa kepada keluarga besar yang telah banyak membantu dan mendorong keberhasilan pendidikan saya ini.
11. Yang saya hormati para teman sejawat dan residen Ilmu Kesehatan Mata atas segala bantuan dan kerjasama yang baik selama ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati saya menyadari bahwa walaupun saya telah berusaha semaksimal mungkin tetapi bak kata pepatah "Tak ada gading yang tak retak", tentunya tulisan ini mempunyai kekurangan-kekurangan yang memerlukan sumbangsih pemikiran dari kita semua. Kepada Allah SWT saya berserah diri mohon perlindungannya. Semoga kita semua selalu ditunjuki dan dituntut ke jalan yang diridhonya serta diberi ilmu yang bermanfaat bagi ummat.
Medan, Juli 2012 Penulis
DAFTAR ISI
BAB III. KERANGKA KONSEPSIONAL, DEFENISI OPERASIONAL 16 III. 1 Kerangka konsepsional ... 16
III. 2. Defenisi operasional ... 17
BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Kata Katarak berasal dari bahasa Latin, cataracta, atau dalam bahasa
Yunani, kataraktes, yang artinya terjun seperti air. Istilah ini dipakai orang Arab sebab orang – orang dengan kelainan ini mempunyai penglihatan yang seolah – olah terhalang oleh air terjun.
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir, dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak yang sering
dijumpai. ˡ
1
Menurut organisasi Kesehatan sedunia ( WHO ), 1,5 juta anak di dunia mengalami kebutaan dan 1 juta di antaranya terdapat di Asia dan sekitar
10% - 40% kebutaan itu disebabkan oleh katarak kongenital. ²’³
Hasil penelitian Haider dkk tahun 2008, 60% pasien yang dijumpai
dengan leukokoria adalah katarak kongenital ( 18% unilateral dan 42% bilateral ), penyebab lainnya seperti retinoblastoma ( 11% unilateral dan 74% bilateral ), retinal detachment (2,8% unilateral dan 1,4% bilateral),
Persistent Hyperplasia Primary Vitreous ( PHPV ) bilateral 4,2%. ²
Hasil penelitian Darmawan M. Sophian dkk, didapatkan dari 214 mata
dari 164 pasien dari RS. Dr. Sardjito dan RS. Mata YAP, Yogyakarta dalam kurun waktu Januari 2003 hingga Desember 2004. Kasus katarak anak di RS. Dr. Sardjito lebih didominasi oleh jenis kelamin anak perempuan, yaitu
kongenital di RS Mata Yap lebih banyak ditemukan pada kedua mata (
bilateral ) sebanyak 53 orang (67,94%) kasus dibandingkan dengan sebelah mata sebanyak 25 orang (32,067%) berbeda dengan RS. Dr. Sardjito baik
unilateral dan bilateral hampir sama banyaknya (51 – 48%).
Tingginya prevalensi ini mendorong berkembangnya berbagai penelitian untuk menelusuri bebagai penyebab, memperdalam pemahaman
mengenai patogenesis timbulnya katarak kongenital serta menemukan dan mengembangkan metode dan teknik-teknik baru dalam pemeriksaan untuk
keperluan penegakan diagnosis dan penanganan katarak kongenital. Bahkan saat ini para ahli berusaha menyamakan klasifikasi dan nomenklatur katarak kongenital agar dapat lebih mudah dipahami dan dengan demikian
akan meningkatkan kepedulian dan usaha untuk menekan serendah mungkin kejadian katarak kongenital dan kebutaan pada anak.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berapa jumlah penderita katarak kongenital yang berobat ke poli
mata RSUP H. Adam Malik Medan Januari – Desember 2011
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum
• Untuk mendapatkan prevalensi katarak kongenital di RSUP. H.
Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui terjadinya katarak kongenital berdasarkan
usia di RSUP. H. Adama Malik Medan periode Januari –
Desember 2011
• Untuk mengetahui kejadian katarak kongenital berdasarkan
jenis kelamin di RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari – Desember 2011
• Untuk mengetahui kejadian katarak kongenital berdasarkan
lateralitas (unilateral/bilateral) di RSUP H. Adam Malik Medan
periode Januari – Desember 2011
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1. Dengan penelitian ini dapat di buat pemetaan tentang katarak kongenital di RSUP. H. Adam Malik Mean dan diharapkan
dapat sebagai data untuk penelitian selanjutnya.
2. Dengan penelitian ini diharapkan dapat dilakukan deteksi dini dan penanganan yang tepat terhadap penederita katarak
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. KERANGKA TEORI
A. DEFENISI
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir pada tahun pertama kehidupan dan merupakan salah satu penyebab
kebutaan pada anak yang sering di jumpai. Jika katarak tetap tak terdeteksi, kehilangan penglihatan yang permanen dapat terjadi. Turunnya penglihatan akibat katarak tergantung pada posisi kekeruhan lensa, jika kekeruhan
lentikular timbul pada sumbu penglihatan maka akan terjadi gangguan visus secara signifikan dan dapat berlanjut menjadi kebutaan. Jika kataraknya
sedikit, dibagian depan atau perifer lensa, gangguan penglihatan hanya sedikit. ˡ
B. EMBRIOLOGI DAN ANATOMI LENSA
Pembentukan lensa manusia di mulai kira – kira hari ke 25
kehamilan yang disebut vesikel optic yang menonjol dari otak bagian depan atau di encephalon. Karena vesikal optic bertambah besar, maka vesikel optic makin mendekati permukaan ectoderm, suatu lapisan tunggal dari sel –
sel kuboid. ˡ
Sel – sel ectoderm akan menekan vesikel optic menjadi kolumnar
fisik langsung antara permukaan ectoderm tidak diperlukan dalam
peristiwa induksi lensa ini. Lens pit atau fovea lentis muncul pada hari ke 29 kehamilan sebagai indentasi kecil dari inferior lens plate. Lens pit makin
dalam melalui proses invaginasi dan multiplikasi selular.
Karena lens pit terus berinvaginasi, pangkal sel-sel yang berhubungan dengan permukaan ectoderm mengerut bahkan menghilang.
Hasil berupa suatu lapisan sel-sel kuboid yang terkurung dalam sebuah membrane ( the lens capsule ) yang disebut vesikel lensa. Pada hari ke 33
kehamilan, vesikel lensa ini diameternya mencapai 0,2 mm. ˡ
Karena vesikel lensa terbentuk melalui proses invaginasi permukaan ectoderm, apeks dari lapisan tunggal sel-sel berada di depan
lumen vesikel lensa, dengan dasar sel sepanjang vesikel lensa pada waktu bersamaan dengan terbentuknya vesikel lensa, berlangsung pula pembentukan vesikel optic melalui proses invaginasi yang dimulai dengan
pembentukan dua lapis optic cup.
Sel-sel posterior vesikel lensa menjadi lebih kolumnar dan mulai
berelongasi. Karena berelongasi, sel-sel ini menghilang ke dalam lumen vesikel lensa. Pada hari ke 40 kehamilan, lumen vesikel lensa hilang sama sekali. Sel-sel yang berelongasi disebut serat-serat lensa primer. Inti dari
serat lensa primer ini bergerak mendekati lamina basal posterior ke posisi lebih anterior. Serat-serat lensa kemudian menjadi piknotik karena
organel-organel intraseluler menjadi tak teratur. Serat-serat lensa primer berubah menjadi nucleus embriotik yang akan menempati daerah sentral lensa.
Walaupun sel-sel lapisan posterior dari vesikel optic berdifferensiasi
Lapisan sel-sel kuboid ini akan menjadi epitel lensa kemudian
berdifferensiasi dan pertumbuhan materi - materi lensa dari epitel lensa. Kapsul lensa berkembang dari perpaduan membrane basement, epitel lensa
anterior dan serat lensa posterior. ˡ
Kira-kira minggu ke 7 kehamilan, sel-sel epitel lensa di daerah ekuator membelah cepat dan berelongasi membentuk serat lensa sekunder.
Bagian anterior dari masing-masing serat lensa ini berkenbang ke pole anterior lensa, meresap ke bawah epitel lensa. Dengan demukian serat
lensa baru terbentuk menjadi fetal nucleus.
Karena serat-serat lensa berkembang anterior dan posterior, pola ini berbentuk pertemuan serat-serat antara bagian anterior dan posterior
lensa. Pola ini dikenal sebagai suture. Bentuk Y suture dikenal pada kehamilan 8 minggu dengan bentuk Y suture anterior dan Y suture terbalik anterior.
Hanya selama kehamilan Y suture terbentuk. Jika serat-serat lensa terus menerus terbentuk dan lensa terus bertambah, maka pole suture lensa
berkembang kompleks.
Lensa berkembnag bikonveks, avaskuler, bening dengan sebagian besar struktur transparan. Bagian-bagian lensa berupa nucleus, korteks,
C. ETIOLOGI DAN MORFOLOGI
Diperkirakan 50% penyebab katarak kongenital idiopatik, 30% herediter ( 20% diantarnya autosomal dominan ), selebihnya oleh karena
sebab lain. Wanita sebagai pembawa sifat ( carrier ) menunjukkan kekeruhan pada Y suture lensa tapi tidak terlihat jelas.
Menurut Friedman 50% katarak kongenital adalah mutasi baru,
yang mana 8,3 - 23 bersifat familial. Sementara itu pewarisan secara autosomal dominan, autosomal resesif dan X-linked jarang ditemukan.
Secara skematik penyebab terjadinya katarak kongenital dapat di bagi atas :
1. Idiopatik
2. Pewarisan Mendel
a) Autosomal Dominan
b) Autosomal Resesif
c) X-linked
3. Infeksi intrauterine a) Rubella
b) Chicken pox/ Herpes zoster
c) Herpes Simpleks
d) Cytomegalovirus
4. Prematuritas
5. Gangguan Metabolic
a) Galaktosemia
b) Sindrom Lowe
6. Gangguan Kromosom
a) Trisomy- 21 ( Sindrom Down )
b) Trisomy- 13 ( Sindrom Patau )
c) Trisomy- 18 ( Sindrom Edwar )
7. Abnormalitas Okuler a) Mikroptalmia
b) Aniridia
c) Persisten Hiperplasia Primary Vitreous ( PHPV )
Morfologi :
1) Polar yaitu lensa bagian korteks subkapsular, kapsul anterior dan
kapsul posterior
a. Katarak polaris anterior : biasanya kecil, bilateral, sistemik, non progresif dan tidak terlalu mengganggu penglihatan. Merupakan
herediter dengan pola autosomal dominan.
b. Katarak polaris posterior : umumnya mengganggu penglihatan,
bertendensi menjadi lebih besar, unilateral dan kapsul kaku. Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan.
2) Sutural (stellate) : kekeruhan pada Y – suture dari nukleus, biasanya
tidak mengganggu penglihatan, bercabang-cabang, bilateral, sistemik. Merupakan herediter dengan pola autosomal dominan.
3) Koronary : kekeruhan pada korteks kecil-kecil dan berkelompok tersusun di sekitar equator lensa berbentuk seperti mahkota (corona). Kekeruhan tidak dapat dilihat tanpa dilatasi pupil. Tidak
pola autosomal dominan. Katarak dengan bentuk ini telah
dideskripsikan pada Down Syndrome dan Myotonic dystrophy.
4) Cerulean ( blue-dot cataract ) : kekeruhan kecil kebiru-biruan sekitar
korteks, non progesif dan tidak mengganggu penglihatan.
5) Nuklear : kekeruhan yang terjadi pada nukleus lensa embrional dan atau nukelus fetal. Biasanya bilateral dan jika luas gejalanya berat
dan kekeruhan dapat total mengenai nukleus. Mata dengan katarak nuclear congenital cenderung Mikrophthalmia.
6) Kapsular : kekeruhan kecil pada epitel lensa dan kapsul anterior. Merupakan differensial dari katarak polaris anterior. Umumnya tidak mengganggu penglihatan.
7) Lamellar (zonular) : merupakan bentuk katarak kongenital terbanyak, bilateral dan sistemik. Efek terhadap penglihatan bervariasi tergantung pada ukuran dan densitas kekeruhan lensa. Pada
beberapa kasus katarak lamellar adalah transisi dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa fetus. Katarak Lamellar adalah transisi
dari pengaruh toksik selama perkembangan lensa fetus. Katarak lamellar juga diwariskan secara autosomal dominan. Katarak lamellar adalah kekeruhan zona atau lapisan spesifik lensa. Secara klinis
katarak dapat dilihat sebagai lapisan keruh dengan sentral jernih. Kekeruhan yang berbentuk tapal kuda disebut riders.
8) Komplit atau total adalah katarak dengan morfologi semua serat lensa keruh. Refleks fundus tidak ada, dan retina tidak dapat dilihat dengan ophthalmoscopy direct maupun indirect. Beberapa katarak bisa sub
Katarak bisa unilateral dan bilateral yang menimbulkan gangguan
penglihatan berat.
D. GAMBARAN KLINIS
Gejala yang paling sering dan mudah dikenali adalah leukokoria. Gejala ini kadang-kadang tidak terlihat jelas pada bayi yang baru lahir,
karena pupil miosis. Bila katarak binokuler, penglihatan kedua mata buruk sehingga orangtua biasanya membawa anak dengan keluhan anak kurang
melihat, tidak dapat fokus atau kurang bereaksi terhadap sekitarnya. Gejala lain yang dapat di jumpai antar lain fotofobia, strabismus, nistagmus. Adanya riwayat keluarga perlu ditelusuri karena kira-kira sepertiga katarak kongenital
merupakan herediter. Riwayat kelahiran yang berkaitan dengan prematuritas, infeksi maternal, pemakaian obat-obatan dan radiasi selama kehamilan perlu ditanyakan.
Katarak kongenital sering hadir bersamaan dengan kelainan okuler atau sistemik lain. Hal ini didapatkan pada pasien-pasien dengan kelainan
kromosom dan gangguan metabolik. Kelainan okuler yang dapat ditemukan antara lain mikroptalmus, megalokornea, aniridia, koloboma, pigmentasi retina, atrofi retina, dan lain-lain. Sedangkan kelainan non okuler yang di
E. PENALAKSANAAN
Semua anak baru alhir berhak mendapat pemeriksaan mata,
termasuk evaluasi dengan ophthalmoscopy. Pemeriksaan dari refleks fundus dapat menyatakan keadaan sedikit keruh. Evaluasi lengkap dari refleks merah yang simetris secara normal mudah dikerjakan di dalam
ruangan gelap dengan cahaya yang terang dari ophthalmoscopy direct kedalam kedua mata secara simultan. Pemeriksaan kini disebut tes
iluminasi, tes refleks fundus atau tes Bruckner, dengan mudah dapat digunakan secara rutin untuk skrining bola mata oleh perawat, dokter anak dan praktisi. Retinoskopi pada anak dengan pupil tidak dilatasi membantu
untuk penilaian penglihatan potensial pada mata katarak. Kekeruhan sentral atau dikelilingi distorsi kortikal lebih dari 3 mm dapat dilihat secara signifikan. EVALUASI
• Anamnesa
Memperhatikan anamnesa lengkap, onset dan tanda serta gejala dari status okuli dari pemeriksaan mata sebelumnya dapat membantu prognosis
penglihatan setelah terapi. Selain itu, dalam anamnesa juga harus diperoleh informasi mengenai tumbuh kembang anak, kebiasaan makan, kelainan
tumbuh kembang lainnya, lesi kulit dan riwayat keluarga. • Fungsi penglihatan
Perkembangan fungsi penglihatan dapat dibantu dari anamnesa, observasi dari fiksasi dan refleks, pemeriksaan tingkah laku, dan pemeriksaan elektrofisiologi. Anak dengan katarak kongenital bilateral
Strabismus juga dapat di jumpai, khususnya pada anak dengan katarak
unilateral. Nistagmus terjadi karena kehilangan penglihatan awal dan sebagai tanda bahwa penglihatan bisa menjadi turun setelah terapi.
• Pemeriksaan segmen anterior
Pemeriksaan dengan slit-lamp dapat menjelaskan morfologi dari katarak dan dapat membantu menentukan penyebab dan prognosis. Hal
yang berhubungan dengan kornea abnormal, iris dan pupil dapat dicatat. Slit lamp yang mudah dibawa secara khusus membantu pemeriksaan
bayi dan anak. Glaukoma bisa dikesampingkan karena katarak dan glaukoma dihubungkan dengan rubella congenital dan Lowe Syndrome.
• Pemeriksaan funduskopi
Suatu pemeriksaan untuk melihat keadaan retina dan optic disc untuk memperkirakan penglihatan potensial dari mata. Ketika katarak sudah
komplit dan menghambat aksis penglihatan. B-ultrasonografi dapat digunakan untuk menyingkirkan retina dan vitreous patologis. Secara
khusus penting dilakukan pada pasien dengan katarak bilateral yang tebal untuk melihat adanya retinoblastoma.
PEMBEDAHAN
Pada anak-anak pemasangan lensa kontak ataupun kacamata ditujukan untuk koreksi afakia. Lensektomi dilakukan melalui insisi kecil di limbus atau pars plana menggunakan alat pemotong vitreous atau alat
secara umum bersifat lunak sehingga fakoemulsifikasi tidak diperlukan.
Kapsulektomi anterior dilakukan sebelum atau setelah pengangkatan seluruh korteks.
Karena kekruhan kapsul posterior cepat terjadi pada anak-anak, penanganan kapsulotomi moderat dan vitrektomi anterior sebaiknya dilaksanakan pada saat pembedahan, terutama pada bayi. Sisa kapsul
lensa posterior bagian perifer sebaiknya ditinggalkan untuk memfasilitasi penanaman IOL sekunder di kemudian hari.
Ketika IOL digunakan secara luas pada tahun 1980 maka tehnik
yang digunakan para ahli adalah tehnik ekstra kapsular katarak dan menggantikan tehnik intrakapsular. Walaupun ECCE memerlukan insisi limbus yang relatif besar ( 8-10 mm ) tapi hal ini relatif sederhana dan
memudahkan untuk belajar tanpa membutuhkan peralatan yang mahal. Setelah can opener capsulotomy dilakukan dengan jarum halus atau
cystitome sehingga nukleus lensa terdorong. Material korteks di aspirasi dan diangkat dari kapsul posterior yang intak. Dimana sebagai tempat insersi IOL di dalam kantung kapsular. Insisi kemudian di jahit,
kadang-kadang hal ini menimbulkan astigmatisma kornea. Perbaikan visual secara lambat biasanya 3 bulan post operasi dan astigmatisma dapat hilang dalam
beberapa waktu kemudian.
Rehabilitasi optik post operasi
Pilihan koreksi optik untuk afakia tergantung pada berbagai faktor. Kacamata afakia adalah metode paling aman yang tersedia dan mudah
diganti untuk mengakomodasi perubahan refraksi yang timbul seiring pertumbuhan anak. Kacamata tidak praktis pada monokular afakia disebabkan adanya anisekonia. Sampai anak dapat memakai lensa bifokal,
pilihan kekuatan refraksi sebaiknya sedikit miopia. Lensa kontak adalah pilihan metode terpopuler yang sangat baik pada kasus monokular afakia.
Mengubah kekuatan lensa relatif mudah dilaksanakan dan beberapa lensa kontak dapat dipakai selama 24 jam. Sangat disayangkan lensa kontak mudah bergeser bila mata digosok-gosok dan harganya mahal. Sebagai
tambahan, koreksi kacamata diperlukan jika penglihatan yang jelas diinginkan untuk penglihatan dekat dan jauh. Tetapi lensa kontak juga memiliki resiko infeksi berulang dan terjadinya ulkus kornea.
Pemilihan kekuatan lensa intra okuler.
Karena mata anak-anak terus memanjang hingga usia 11 tahun, pilihan kekuatan lensa intra okuler yang tepat sangatlah rumit. Penelitian telah memperhatikan bahwa kelainan refraksi pada anak yang afakia
mengalami pergeseran miopia ( Myopic shift ) 7-8 D dari usia 1 hingga 10 tahun. Kemudian jika anak dibuat emetropia pada usia 1 tahun nilai
refraksinya pada usia 10 tahun menjadi sekitar -8D. Oleh karena itu implantasi lensa intra okuler memerlukan perhitungan yang mencakup usia anak dan target refraksi pada saat dilakukan pembedahan. Kebanyakan
dibutuhkan sampai usia dewasa dan membiarkan anak tumbuh dewasa
dengan pilihan kekuatan lensa intra okuler tersebut. Kemudian anak yang undercorrection dan memerlukan kacamata hipermetropia dengan
penurunan kekuatan refraksi bertahap hingga usia remaja. Ahli lainnya lebih menganjurkan emetropia pada saat implantasi lensa intraokuler, khususnya pada yang unilateral untuk menghindari anisometropia dan
memfasilitasi perkembangan fungsi binokuler. Pada anak-anak seperti ini berkembang progesif menjadi lebih miopia seiring waktu dan akhirnya
memerlukan prosedur sekunder untuk mengatasi peningkatan anisometropia.
F. KOMPLIKASI
Pada anak-anak komplikasi setelah pengangkatan lensa berbeda dengan dewasa. Retinal detachment, macula edema, dan abnormalitas
kornea jarang pada anak-anak. Insidensi infeksi setelah operasi dan perdarahan, sama pada dewasa dan anak-anak. Glaukoma berhubungan
BAB III
KERANGKA KONSEPSIONAL DAN
DEFENISI OPERASIONAL
3.1. KERANGKA KONSEPSIONAL
Kerangka konsepsional merupakan kerangka yang menggambarkan dan mengarahkan asumsi mengenai elemen-elemen yang
teliti. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan dalam latar belakang, tinjauan kepustakaan yang ada, maka kerangka konsep
digambarkan sebagai berikut :
KERANGKA KONSEP
UMUR
KATARAK KONGENITAL JENIS
OPERASI
JENIS KELAMIN
3.2. DEFENISI OPERASIONAL
Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir.
Umur adalah usia anak sampai diketahui adanya katarak
Jenis kelamin adalah laki-laki atau perempuan
Lateralitas adalah unilateral ( satu mata ) atau bilateral (kedua mata)
Jenis operasi adalah tindakan pembedahan yang dilakukan terhadap
penderita
Rekam medis adalah data dari penderita dan bukti tertulis
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini adalah suatu penelitian Cross Sectional yang bersifat deskriptif.
4.2. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di Poli Mata RSUP. H. Adam Malik Medan. Penelitin dilakukan selama periode Januari – Desember 2011
4.3. POPULASI DAN SAMPEL
A. Populasi
Populasi penelitian adalah semua pasien yang datang berobat ke poli
mata berdasarkan data rekam medis RSUP. H. Adam Malik Medan periode Januari-Desember 2011.
B. Sampel
Sampel penelitian adalah semua penderita katarak kongenital yang berobat ke poli mata berdasarkan data rekam medis RSUP. H. Adam
Malik Medan periode Januari-Desember 2011 yang memenuhi kriteria inklusi yang telah ditentukan dan di ambil berdasarkan concecutive
4.4. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
Kriteria inklusi :
• Semua penderita katarak kongenital
• Tidak dijumpai kelainan di segmen anterior dan posterior mata.
Kriteria eksklusi :
• Semua penderita katarak pada anak yang tidak dijumpai sejak
lahir.
• Dijumpai kelainan di segmen anterior dan posterior mata.
4.5. IDENTIFIKASI VARIABEL
Penelitian ini memiliki 2 variabel penelitian :
1. Katarak kongenital 2. Variabel bebas :
• Usia
• Jenis kelamin
• Lateralitas
4.6. CARA KERJA
Dilakukan penelitian retrospektif melalui data sekunder yaitu rekam medik khusus penderita katarak kongenital yang berobat ke
Poli MataRSUP. H. Adam Malik Medan selama 1 tahun ( Januari – Desember 2011 ). Data yang di kumpul meliputi umur, jenis kelamin, lateralitas dan jenis operasi.
POPULASI
SAMPEL KRITERIA
INKLUSI
REKAM MEDIS
KATARAK KONGENITAL
LATERALITAS
JENIS OPERASI
PREVALENSI
4.7. ANALISIS DATA
Analisis data di lakukan secara Deskriptif dan di sajikan dalam bentuk tabulasi data.
4.8. PERTIMBANGAN ETIKA
Usulan penelitian ini terlebih dahulu disetujui oleh rapat
Departemen Ilmu Kesehatan Mata FK-USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Penelitian telah mendapat persetujuan dari rapat komite etika PPKRM Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
4.9. BIAYA PENELITIAN
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Desember 2011 di RSUP. Haji Adam Malik Medan dengan jumlah pasien
pada tahun 2011 sebanyak 7614 orang.
Jumlah pasien anak yang di catat berdasarkan rekam medis sebanyak 1095 orang. Ditemukan sampel katarak kongenital sebanyak 19
orang di Rumah Sakit Haji Adam Malik Medan.
A. PESERTA PENELITIAN
1. Karakteristik Peserta Penelitian
a. Usia
Tabel 5.1. Sebaran Katarak kongenital berdasarkan usia.
Usia
Total
n %
< 1 tahun 9 47,4
1-3 tahun 3 15,8
4-6 tahun 4 21
> 6 tahun 3 15,8
Jumlah 19 100
Dari tabel di atas tampak bahwa kelompok usia < 1 tahun merupakan penderita Katarak kongenital terbanyak yakni sebanyak 9 orang
b. Jenis Kelamin
Tabel 5.2. Sebaran katarak kongenital berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Total
n %
Laki - laki 11 57,9
Perempuan 8 42,1
Jumlah 19 100
Dari tabel diatas tampak bahwa katarak kongenital banyak diderita
c. Lateralitas
Tabel 5.3. Sebaran katarak kongenital berdasarkan lateralitas
Lateralitas
Total
n %
Unilateral - -
Bilateral 19 100
Jumlah 19 100
d. Jenis Operasi
Tabel 5.4. Sebaran katarak kongenital berdasarkan jenis operasi
Jenis Operasi
Total
N %
Belum Operasi 3 21,1
Lensektomi 12 63,2
ECCE + IOL 4 15,8
Jumlah 19 100
Dari tabel diatas tampak bahwa penderita katarak kongenital menggunakan jenis operasi dengan lensektomi sebanyak 12 orang atau sebesar 63,2 %.
e. Tabel Estimasi Prevalensi akibat Katarak kongenital di poli mata
RSUP. H. Adam Malik Medan
_____________________________________________________________
RSUP. H. Adam Malik Medan ESTIMASI PADA CI 95 % ( Batas bawah, Batas atas ) _____________________________________________________________
Prevalensi Katarak Kongenital
PEMBAHASAN
Dari table 5.1 sampai table 5.4 tampak gambaran karakteristik
pasien katarak kongenital yang datang berobat ke RSUP. H. Adam Malik Medan dalam kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2011.
Dari table 5.1 terlihat katarak kongenital berdasarkan umur adalah
paling tinggi pada umur < 1 tahun dan sesuai dengan defenisi dari katarak kongenital yaitu kekeruhan lensa yang timbul sejak lahir dan merupakan
salah satu penyebab kebutaan pada anak yang sering dijumpai. Dan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Inggris didapatkan bahwa insidensi dari katarak kongenital dan infantile tertinggi pada tahun pertama
kehidupan.
Tabel 5.2 terlihat distribusi jenis kelamin menunjukkan lebih banyak pada laki - laki sekitar 57,4 % pasien di bandingkan perempuan. Hal ini
sesuai karena insidensi katarak kongenital tidak di bedakan berdasarkan jenis kelamin.
Dari table 5.3. berdasarkan lateralitas dari katarak kongenital di jumpai 100 % terjadi secara bilateral. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian di Inggris dimana insidensi katarak kongenital bilateral lebih tinggi. Dari
penelitian di rumah sakit Yap lebih banyak ditemukan pada kedua mata ( bilateral ), yaitu sebanyak 67,94% kasus dibandingkan dengan sebelah
mata ( unilateral ) / mata kiri atau mata kanan saja yaitu sebanyak 32,067%. Dari table 5.4. berdasarkan jenis operasi terlihat sebagian besar tindakan yang dilakukan pada pasien dengan katarak kongenital adalah
pembedahan, baik berupa lensektomi dan ekstraksi katarak ekstra kapsular
baik dengan maupun tanpa lensa tanam. Dari penelitian di India dijumpai dari 24 anak dengan penglihatan kurang dari atau 3/60 sebelum operasi dan
setelah operasi penglihatan dapat membaik 6/18 atau lebih baik pada 21 anak dan 3 anak dengan penglihatan buruk yaitu 3/60 atau kurang.
Prevalensi katarak kongenital di RSUP. Haji Adam Malik Medan
Dari jumlah sampel pasien anak 1095 orang, didapatkan 19 orang
adalah katarak kongenital. Prevalensi didapatkan dengan rumus jumlah penderita / jumlah populasi dikali 100%, sehingga prevalensi katarak kongenital di RSUP. Haji Adam Malik Medan adalah 1,74 %. Estimasi untuk
penderita Katarak kongenital yang mendapat pelayanan Rumah Sakit sesungguhnya ada pada interval 0,86 % sampai dengan 2,24 % pada
VI. 2 SARAN
1. Upaya untuk mencegah terjadinya gangguan atau penurunan tajam penglihatan karena katarak kongenital, tindakan pembedahan
sebaiknya dilakukan secepat mungkin sehingga perlu adanya deteksi secara dini, pada saat perawatan paska persalinan oleh dokter anak ataupun tenaga medis. Sehingga diperlukan
keterlibatan dari berbagai pihak.
2. Menempatkan sumber daya manusia khususnya dokter spesialis
DAFTAR PUSTAKA
1. American Academy Ophtalmology, Lens and Cataract. Basic and clinical Science Course, Section 11, Sanfransisco 2005 – 2006,p 21-32,96-37,153-154.
2. Gerontis CC. Catarac Congenital. Available At :
3. Sing AR,et al, Phenotypic and Genotypic Classification of Congenital
cataract. Available at :
4. Sophian DM, Chandra DW. Gunawan W. Katarak congenital di RS. Dr.
Sardjito dan RS Mata Yap. Ophtalmologica Indonesia, Vol 32 no.3,p 261-4, 2005
5. American Academy Ophtalmology, Intenational Ophtalmolog, Basic and Clinical Science Course, Section 13, The foundation of AAO.
Sanfransisco 2003-2004, p 77,106
6. Nema HV, Nema Nitin, Textbook of Ophtalmology, Chapter 16, 4 Edition, Jaypee Brother, New Delhi 2002, p 219-237
7. Wright KW et al Pediatric Ophtalmology and strabismus. Mosby. St Louis 1995, chapter 26,p 367-384.
8. American Academy Ophtalmology, Peditric and Strabismus, Basic and
Clinical Science Course, section 6, the foundation of the AAO. Sanfransisco 2003-2004,p 21-32,96-37,153-154
10. Wilkins & William L. Duane’s Foundation of Clinical Ophtalmology, Chap
57, Hagerstown-Maryland, 2004,p13-14
11. Khurana AK, Comprehensif Ophtalmology, Cataract Congenital, 4 Edition Reprint, India, 2002,p 170-224.