commit to user
i
PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA
DI SMP NEGERI 8 SURAKARTA
SKRIPSI
Oleh:
NUR TAUFIK SUSILO NUGROHO
NIM K1208110
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
iii
PEMBELAJARAN KETERAMPILAN BERBICARA
DI SMP NEGERI 8 SURAKARTA
Oleh:
NUR TAUFIK SUSILO NUGROHO
K1208110
SKRIPSI
Disusun dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan
Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
commit to user
commit to user
commit to user
vi
ABSTRAK
NUR TAUFIK SUSILO NUGROHO. K1208110. PEMBELAJARAN
KETERAMPILAN BERBICARA DI SMP NEGERI 8 SURAKARTA Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2012.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) perencanaan pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara; (2) pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara; (3) kendala-kendala yang dihadapi oleh guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara; dan (4) upaya-upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala-kendala yang ditemui dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta.
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan keadaan yang ada berdasarkan konsep, kategori, dan tidak berdasarkan angka. Sumber data yang digunakan adalah hasil wawancara, observasi, dan arsip tertulis. Informan terdiri dari guru dan siswa. Uji validitas data dilakukan dengan menggunakan triangulasi sumber, triangulasi metode, dan review informan. Analisis data dilakukan dengan model analisis interaktif.
Berdasarkan penelitian dapat ditarik kesimpulan: (1) perencanaan pembelajaran keterampilan berbicara menggunakan silabus dan RPP dari MGMP dan diimplementasikan dalam pembelajaran; (2) pembelajaran berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta dapat berlangsung dan berhasil dengan baik. Hal ini diindikatori oleh: (a) persiapan sebelum pembelajaran; (b) guru melaksanakan prosedur pembelajaran sesuai RPP; (c) guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pemimpin kelompok belajar; (d) guru menerapkan metode kooperatif dan inquiri; (e) guru menggunakan materi ajar dari modul, buku referensi berbicara, dan LKS; dan (f) penilaian terhadap unjuk kerja siswa; (3) kendala-kendala yang dihadapi dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta di antaranya: (a) kurangnya buku tentang keterampilan berbicara di perpustakaan; (b) siswa sulit diatur ketika berdiskusi; (c) waktu pembelajaran terbatas; (d) minimnya kosakata bahasa baku siswa; (e) siswa kurang percaya diri; (f) siswa kurang serius ketika praktik berbicara; dan (g) siswa kurang antusias mengikuti pelajaran; dan (4) usaha-usaha yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala pembelajaran berbicara di antaranya: (a) sekolah bekerjasama dengan komite untuk pengadaan buku perpustakaan; (b) guru terlebih dahulu menentukan kelompok untuk diskusi sebelum masuk kelas; (c) guru mengurangi waktu pembelajaran pada materi yang dianggap lebih mudah; (d) siswa mendapat tugas untuk membaca di perpustakaan sekolah; (e) guru memotivasi siswa dengan memberi pujian dan tepuk tangan dari siswa yang lain; (f) guru menegur siswa yang tidak serius; dan (g) menggunakan strategi pembelajaran yang menarik dengan memberikan materi yang siswa telah banyak mengerti.
commit to user
vii
MOTTO
maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan? (Q. S. Ar Rahman, 13)
-baiknya, bukan untuk
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Skripsi penulis persembahkan kepada:
1. Ibunda Sri Sumarni dan ayahanda Samino, tak terukur kasih sayang yang diberikan kepada
saya, dan semoga tak terhenti hingga akhir hayat.
Terima kasih ayah, terima kasih ibu.
2. Adikku, Nur Khoirul Anwar, semoga kita selalu
dalam lindungan Allah, dan tak kan lupa
mengucap syukur atas nikmat yang diberikan-Nya.
3. Rossy Youdhari, teman sekaligus penyemangat
selama kuliah. Ardhi Mardianto, Nur Arif
Hidayat Sutrisno, dan semua teman Kos Griya
Nuansa, serta teman-teman Prodi Pend. Bahasa
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah , atas rahmat-Nya dan
hidayah-Nya karena penulis mendapatkan kekuatan untuk dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan lancar. Skripsi ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret.
Penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan dari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti menyampaikan terima kasih dan
penghargaan yang tulus kepada semua pihak yang turut membantu, terutama
kepada:
1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M. Pd., selaku Dekan FKIP UNS yang
telah mengesahkan skripsi ini;
2. Dr. Muhammad Rohmadi, S. S., M. Hum., selaku Ketua Jurusan PBS FKIP
UNS yang telah memberikan kemudahan dalam perizinan penelitian;
3. Dr. Kundharu Saddhono, S.S., M. Hum., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia;
4. Dra. Sumarwati, M. Pd., selaku pembimbing Akademik yang telah
memberikan bimbingan, nasehat, dan dorongan motivasi selama peneliti
kuliah;
5. Dr. Andayani, M. Pd., dan Budi Waluyo, S. S. M. Pd. selaku Pembimbing
Skripsi yang telah sabar memberikan bimbingan, dukungan, dan motivasi
selama menyusun skripsi ini;
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Bahasa dan Sastra Indonesia yang secara tulus
memberikan ilmunya kepada peneliti;
7. SMP Negeri 8 Surakarta, Ibu Wahyu Prihatin Sayekti, S. Pd. dan Ibu Siti
Martabatul Aliyah, S. Pd. yang telah memberikan izin untuk melakukan
penelitian dan telah banyak membantu memberikan informasi kepada peneliti; 8. Kedua orang tua, yang tak henti-hentinya selalu memberikan doa dan
commit to user
x
9. Mahasiswa Bastind angkatan 2008, yang telah memberi semangat dan
motivasi dalam proses penelitian ini;
Semoga amal kebaikan semua pihak mendapatkan imbalan dari Allah
. Harapan penulis, semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca dan ilmu pengetahuan terutama dalam pembelajaran Bahasa
Indonesia.
Surakarta, Mei 2012
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
HALAMAN PENGAJUAN ... iii HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
A. Pembelajaran Keterampilan Berbicara ... 6
1. Hakikat Berbicara ... 6
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Pembelajaran Keterampilan Berbicara ... 14
3. Evaluasi Pembelajaran Keterampilan Berbahasa ... 19
commit to user
A. Deskripsi Latar Penelitian ... 35
B. Temuan Penelitian ... 36
1. Perencanaan Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta ... 36
2. Pelaksanaan Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta ... 39
3. Kendala dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta ... 43
4. Upaya Guru dan Sekolah untuk Mengatasi Kendala Pembelajaran Berbicara ... 46
C. Pembahasan 1. Orientasi Pembelajaran Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta .. 49
2. Perencanaan, Pelaksanaan, dan Penilaian Pembelajaran Berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta ... 51
3. Kelebihan dan Kelemahan Upaya Guru dalam Pembelajaran Keterampilan Berbicara di SMP Negeri 8 ... 60
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 61
commit to user
xiii
B. IMPLIKASI ... 62
C. SARAN ... 63
DAFTAR PUSTAKA
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Berfikir Penelitian ... 28
Gambar 2. Model Analisis Interaktif ... 34
Gambar 3. Buku referensi dan modul yang digunakan dalam
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan
berbicara di SMP/MTs (semester genap) ... 15 Tabel 2 : Rubrik Pengamatan Penilaian Kemampuan Berbicara ... 23
commit to user
xvi
DAFTAR SINGKATAN
CL : Catatan Lapangan
JA : Jovanka Addin P. A.
Nar. : Narasumber
NIM : Nomor Induk Mahasiswa
NIP : Nomor Induk Pegawai
NIS : Nomor Induk Siswa
Pen. : Peneliti
RPP : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
S. Pd. : Sarjana Pendidikan
SM : Siti Martabatul A., S. Pd.
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan aset paling berharga bagi bangsa. Kesadaran
tentang pentingnya pendidikan dapat memberikan harapan dan kemungkinan yang
lebih baik di masa mendatang. Sekarang, berbagai cara telah dilakukan oleh
pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, misalnya
pemerintah membuat perubahan-perubahan baru di dalam kebijakan, diantaranya
dengan menciptakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KTSP
menekankan pada kecakapan-kecakapan yang berguna untuk menghadapi
permasalahan dalam berbahasa yang meliputi (1) keterampilan menyimak; (2)
keterampilan berbicara; (3) keterampilan membaca; (4) keterampilan menulis.
Keempat aspek tersebut selalu berkaitan erat.
Dipandang dari segi bahasa, menyimak dan berbicara dikategorikan
sebagai keterampilan berbahasa lisan (Munawaroh, 2008: 36). Seseorang yang
memiliki keterampilan berbicara yang baik akan memiliki kemudahan dalam
pergaulan di masyarakat. Penguasaan keterampilan berbicara membantu
seseorang dalam menyampaikan pesan untuk dapat dicerna oleh lawan tutur
sehingga komunikasi dapat berjalan dengan lancar.
Dalam berkomunikasi antara guru dan siswa atau antarsiswa dalam proses
belajar mengajar, keterampilan berbicara dan menyimak merupakan unsur yang
penting. Melalui berbicara guru atau murid menyampaikan informasi melalui
suara dan bunyi bahasa, sedangkan dalam menyimak, siswa akan mendapatkan
informasi melaui tuturan yang diterima dari guru atau rekannya (Tarigan dan
Tarigan, 1986: 86). Kemampuan berbicara tidak hanya digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia akan tetapi pembelajaran yang lain juga
membutuhkan jenis keterampilan ini.
Menurut Hafizah (2008: 1), selama ini pengajaran keterampilan berbicara
commit to user
seperti yang diharapkan. Para siswa belum sepenuhnya mempunyai keterampilan
komunikatif. Mereka masih takut, malu, dan ragu ketika harus berbicara di depan
umum dan menyampaikan gagasan-gagasannya. Salah satu penyebabnya karena
metode yang digunakan oleh guru belum sepenuhnya disesuaikan dengan situasi
dan kondisi siswa serta kelas. Sebagaimana yang diungkapkan Sarono (2002: 2)
bahwa guru yang kurang memberi perhatian khusus pada pembelajaran bercerita
dapat dilihat dari materi dan metode pembelajaran yang kurang bermakna dan
menyentuh.
Keberhasilan pembelajaran berbicara salah satunya dapat dilihat dari cara
siswa tampil atau praktik berbicara di depan kelas. Sebagaimana yang disebutkan oleh Tarigan (1992: 143) bahwa ada sejumlah siswa yang masih takut berdiri di
hadapan teman sekelasnya. Bahkan tidak jarang terlihat beberapa siswa
berkeringat dingin, berdiri kaku, lupa yang akan dikatakan apabila berhadapan
dengan sejumlah siswa yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa pembelajaran
keterampilan berbicara belum memperoleh hasil yang maksimal.
Proses belajar dan hasil belajar para siswa bukan saja ditentukan oleh
sekolah, pola, struktur dan isi kurikulumnya, akan tetapi sebagian besar ditentukan
oleh guru yang mengajar dan membimbing para siswa. Guru yang berkompeten
akan lebih mampu menciptakan lingkungan belajar yang efektif, menyenangkan
dan akan lebih mampu mengelola kelasnya sehingga belajar para siswa berada
pada tingkat optimal (Hamalik, 2004: 36). Kurang adanya interaksi antara guru
dan murid juga menjadi salah satu penyebab gagalnya pembelajaran berbicara.
Padahal berbicara merupakan suatu aktivitas yang tidak dapat dilakukan secara
mandiri, artinya seseorang membutuhkan teman atau partner ketika akan
berbicara.
Lemahnya cara guru mengajar juga disebabkan sistem dan menejemen
pendidikan yang kurang tertata, sehingga membuat posisi guru sebagai pendidik
semakin tersisihkan. Mujiran (2002: 127) mengungkapkan bahwa sekarang ini
sistem pendidikan yang ada masih kaku, sentralis, serta dibelenggu oleh
kurikulum dan penyeragaman. Guru menjadi pasif dan tidak berpartisipasi penuh
commit to user
pegangan mengajar daripada mengembangkan potensi anak didik dengan lebih
dinamis dan kreatif.
Di lembaga pendidikan, tugas utama guru adalah mendidik dan mengajar.
Agar tugas utama tersebut dapat dilaksanakan dengan baik, guru perlu memiliki
kualifikasi tertentu, yaitu profesionalisme; memiliki kompetensi dalam ilmu
pengetahuan, kredibilitas moral, dedikasi dalam menjalankan tugas, kematangan
jiwa (kedewasaan), dan memiliki keterampilan teknis mengajar serta mampu
membangkitkan etos dan motivasi peserta didik dalam belajar dan meraih
kesuksesan (Marno dan Idris, 2008: 21). Dengan demikian peran guru benar-benar dapat dirasakan siswa.
Selain faktor pendidik, dukungan sarana dan prasarana juga menjadi salah
satu faktor penentu keberhasilan pembelajaran. Sekolah yang mempunyai sarana
dan prasarana yang baik akan memudahkan guru dan siswa dalam proses belajar
mengajar. Terbatasnya sarana dan prasarana dari sekolah pun tentunya akan
memberikan hambatan pengembangan kreativitas dan inovasi-inovasi dalam
pembelajaran. Namun demikian, hal ini bukan berarti dijadikan sebagai alasan
untuk tidak mengembangkan inovasi dan kreasi dalam pembelajaran. Pelaksanaan
pembelajaran di sekolah dapat disesuaikan dengan situasi yang ada.
Di sisi lain, pembelajaran bahasa Indonesia pada setiap satuan pendidikan
pasti mencakup empat aspek keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis. Tentunya keempat keterampilan berbahasa tersebut tidak
hanya dinilai secara kognitif karena pada hakikatnya bahasa merupakan ilmu
terapan. Kompetensi dari sisi afektif dan psikomotorik pun memiliki peran yang
sama pentingnya, khususnya dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP
yang lebih cenderung berupa praktik berbicara.
Pemilihan sekolah ini tentunya berdasarkan kriteria-kriteria tertentu,
khususnya prestasi. Penetapan SMP Negeri 8 surakarta sebagai tempat penelitian
didasarkan pada, SMP tersebut adalah salah satu SMP yang berkualitas baik di
Surakarta, terbukti dengan terakreditasi A dan termasuk sepuluh besar SMP
commit to user
kondisi sekolah cukup nyaman dan kondusif, karena sarana dan prasarana yang
dimiliki cukup menunjang untuk pembelajaran berbicara.
Berdasarkan dari uraian tersebut, peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai strategi pembelajaran keterampilan berbicara yang dilakukan oleh guru
di SMP Negeri 8 Surakarta. Penelitaian ini peneliti tuangkan dalam judul
DI SMP NEGERI 8
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimana perencanaan pembelajaran yang diterapkan guru dalam
pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta?
2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara yang dilakukan
oleh guru di SMP Negeri 8 Surakarta?
3. Apakah kendala-kendala yang dihadapi oleh guru bahasa Indonesia di SMP
Negeri 8 Surakarta dalam pembelajaran keterampilan berbicara?
4. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala-kendala
yang ditemui dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8
Surakarta?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan
hal-hal sebagai berikut.
1. Perencanaan pembelajaran yang diterapkan guru dalam pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta.
2. Pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara yang dilakukan oleh guru
commit to user
3. Kendala-kendala yang dihadapi oleh guru SMP Negeri 8 Surakarta dalam
pembelajaran keterampilan berbicara.
4. Upaya-upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi kendala-kendala yang ditemui dalam pembelajaran keterampilan berbicara SMP Negeri 8
Surakarta.
D. Manfaat dan Hasil Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Menambah pustaka keilmuan dan pengetahuan mengenai pelaksanaan
pembelajaran keterampilan berbicara, khususnya di Sekolah Menengah
Pertama.
2. Manfaat Prtaktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi sekolah, khususnya SMP Negeri 8 Surakarta dalam peningkatan
kualitas pembelajaran berbicara.
b. Bagi guru hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi
peningkatan kualitas proses dan hasil dalam pelaksanaan pembelajaran
keterampilan berbicara.
c. Bagi siswa hasil penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan
motivasi untuk berprestasi terkait hal-hal yang didukung dengan
commit to user
Nurgiyantoro (2001: 276) mengungkapkan pengertian berbicara adalah
aktivitas kedua yang dilakukan manusia dalam kehidupan berbahasa, yaitu setelah
mendengarkan. Berdasarkan bunyi-bunyi (bahasa) yang didengarnya itulah
kemudian manusia belajar mengucapkan bunyi dan akhirnya mampu untuk berbicara. Jika ingin berbicara dalam suatu bahasa secara baik, pembicara harus
menguasai lafal, struktur, dan kosakata yang bersangkutan.
Suwandi dan Setiawan (2003: 7) menjelaskan bahwa berbicara adalah
kemampuan untuk mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk
mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan. Sebagai perluasan dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa berbicara
merupakan suatu sistem tanda-tanda yang dapat didengar (audible) dan kelihatan
(visible) yang memanfaatkan sejumlah otot dan jaringan tubuh manusia demi
maksud dan tujuan gagasan-gagasan atau ide-ide yang dikomunikasikan. Selain
itu Sarwiji Suwandi dan Budhi Setiawan (2003: 8) juga mengungkapkan
kemahiran berbicara mempunyai prasyarat-prasyarat tertentu. Prasyarat tersebut,
misalnya; keberanian, ketenangan sikap di depan orang banyak, mampu memberi
reaksi yang cepat dan tepat, sanggup melontarkan pikiran-pikiran atau
gagasan-gagasan secara lancar dan teratur, dan memperlihatkan suatu sikap dan
gerak-gerik yang tidak canggung dan kaku. Selain itu perlu diperlihatkan ekspresi fisik,
ucapan (lafalisasi), dan lagu. Ekspresi fisik berupa sikap dan mimik akan sangat
mampu menegaskan maksud pembicara.
Berbicara juga dapat diartikan sebuah ujaran sebagai suatu cara
berkomunikasi mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan, perasaan, dan
keinginan dengan bantuan lambang-lambang yang disebut kata-kata (Tarigan,
commit to user
berbicara sebagai suatu aktivitas kehidupan manusia normal yang sangat penting,
karena dengan berbicara kita dapat berkomunikasi antara sesama manusia,
menyatakan pendapat, menyampaikan maksud dan pesan, mengungkapkan
perasaan dalam segala kondisi emosional dan lain sebagainya. Suharyanti dan
Suryanto (1996: 28) juga berpendapat bahwa berbicara adalah suatu peristiwa
penyampaian maksud (ide, pikiran, isi hati) seseorang kepada orang lain dengan
menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang
lain.
Ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan,
bahasa dapat dibedakan dalam dua ragam bahasa, yaitu (1) bahasa lisan dan (2) bahasa tulis. Bahasa yang dihasilkan dengan menggunakan alat ucap (organ of
speech) dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan,
sedangkan bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf
sebagai unsur dasarnya dinamakan bahasa tulis. Menulis dan membaca
merupakan ragam bahasa yang berkaitan erat dengan bahasa tulis, sedangkan
berbicara dan mendengarkan (menyimak) merupakan ragam bahasa lisan.
Tidaklah sama antara bahasa tulis dan bahasa lisan. Dalam bahasa tulis
seorang penulis diikat oleh susunan dan kaidah-kaidah penulisan dan lain
sebagainya. Dalam bahasa lisan, seorang bembicara juga diikat oleh
kaidah-kaidah seperti pelafalan, jeda, intonasi, dan sebagainya. Adakalanya seorang
pembaca tidak memahami tulisan apabila belum dilafalkan. Bahasa tulis dapat
menimbulkan multi tafsir atau makna ganda. Beberapa kalimat dalam kalimat
mungkin ambigu akan tetapi jika kalimat tersebut terlepas dari susunan kalimat
menjadi tidak ambigu. Hal itu sesuai dengan pendapat Susumo Kuno, dkk. (2001:
142).
commit to user
Berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan.
Dipandang dari segi bahasa, menyimak dan berbicara dikategorikan sebagai
keterampilan berbahasa lisan. Ditinjau dari segi komunikasi, menyimak dan
berbicara diklasifikasikan sebagai komunikasi lisan. (Munawaroh, 2008: 2)
Berdasarkan pendapat para ahli di atas maka berbicara dapat didefinisikan
sebagai suatu perbuatan mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dengan alat bicara
untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan
perasaan dalam kegiatan berkomunikasi dengan orang lain sehingga maksud kita
dapat diterima oleh mitra bicara dan dapat menjalin hubungan, den berinteraksi
dengan mitra bicara kita.
b. Konsep Dasar Berbicara
Pemahaman konsep berbicara sangatlah penting dibutuhkan oleh seorang
guru dalam mengajar keterampilan berbicara. Menurut Iskandarwassid dan
Sunendar (2008: 286) Konsep dasar berbicara sebagai sarana berkomunikasi
mencakup tujuh hal, yaitu sebagai berikut.
1) Berbicara dan menyimak adalah dua kegiatan resiprokal
Berbicara dn menyimak adalah dua kegiatan yang berbeda namun
berkaitan erat dan tak terpisahkan. Kegiatan menyimak pasti didahului
oleh kegiatan berbicara. Dalam komunikasi lisan, pembicara dan penyimak
berpadu dalam sutu kegiatan yang resiprokal berganti peran secara
spontan, mudah, dan lancer dari pembicara menjadi penyimak, dari
penyimak menjadi pendengar.
2) Berbicara adalah proses individu berkomunikasi
Ada kalanya berbicara digunakan sebagai alat komunikasi dengan
lingkungannya. Bila hal ini dikaitkan dengan fungsi bahasa maka berbicara
digunakan sebagai sarana memperoleh pengetahuan mengadaptasi,
mempelajari, dan mengontrol lingkungannya. Berbicara adalah salah satu
alat komunikasi terpenting bagi manusia untuk dapat menyatakan diri
commit to user
3) Berbicara adalah ekpresi kreatif
Melalui berbicara, manusia tidak hanya menyatakan suatu ide
tetapi juga memanifestasikan kepribadiannya. Tingkat intelektual manusia
dapat dilihat dari cara seseorang berbicara. Berbicara adalah alat utama
untuk menciptakan dan memformulasikan ide dan kreativitas baru.
4) Berbicara adalah tingkah laku
Melalui berbicara, pada dasarnya pembicara menyatakan gambaran
dirinya. Berbicara merupakan simbolisasi kepribadian pembiraca. Dalam
kepribadian seseorang terselip tingkah lakunya, karena itu dapat dikatakan
bahwa berbicara adalah tingkah laku.
5) Berbicara dipengaruhi kekayaan pengalaman
Seorang pembicara yang memiliki banyak pengetahuan dan
pengalaman akan berbicara dengan baik dan lancar. Begitu pula
sebaliknya, pembicara yang kurang memiliki pengalaman akan mengalami
hambatan dalam penyampaian ide dan gagasannya.
6) Berbicara merupakan sarana memperluas cakrawala
Selain untuk mengekspresikan ide, perasaan, dan imajinasi,
berbicara juga dapat digunakan untuk menambah pengetahuan dan
memperluas cakrawala pengalaman. Melalui berbicara wawasan seseorang
akan bertambah karena ia akan mendapat umpan balik dari orang lain.
7) berbicara adalah pancaran pribadi
Gambaran pribadi seseorang dapat diidentifikasikan dengan
berbagai cara, salah satunya dari cara seseorang berbicara. Berbicara pada
hakikatnya melukiskan apa yang ada dihati, misalnya pikiran, perasaan,
keinginan, ide, dan lain-lain. Kualitas suara, tinggi suara, nada, kecepatan
suara dalam berbicara merupakan indikator keadaan emosi seseorang.
Hamalik (2003: 173) mengungkapkan bahwa untuk mempelajari
keterampilan tersebut tidak cukup hanya menggunakan kondisi-kondisi eksternal,
tetapi juga diperlukan kondisi internal yang telah dimiliki oleh siswa.
Menurutnya, pengembangan suatu keterampilan hanya mungkin terjadi jika siswa
commit to user
dalam mengajarkan keterampilan berbicara yang diungkapkan oleh Hamalik
(2003/176-178), dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut; (1) Guru
melakukan tahap telaah keterampilan; (2) Guru menilai tingkah laku dasar siswa
sebagai tahap persiapan untuk melaksanakan pengajaran pengembangan
keterampilan berbicara; (3) Guru mengembangkan latihan dalam komponen unit
keterampilan pada siswa; (4) Guru menentukan dan mendemonstrasikan
keterampilan pada siswa; dan (5) Guru menyediakan kondisi belajar bagi siswa
untuk mengadakan praktik memberikan balikan.
c. Faktor-faktor yang Menunjang Keterampilan Berbicara
Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Di samping tujuan utama berkomunikasi, Keraf (2001: 320-321) menyatakan tujuan berbicara, antara
lain: (1) mendorong, yaitu pembicara berusaha memberi semangat serta
menunjukkan rasa hormat dan pengabdian; (2) meyakinkan, yaitu pembicara ingin
meyakinkan sikap, mental, dan intelektual kepada para pendengarnya; (3)
bertindak, berbuat, menggerakkan, yaitu pembicara menghendaki adanya tindakan
atau reaksi fisik dari pendengar; dan (4) menyenangkan atau menghibur.
Dari berbagai macam tujuan berbicara di atas, dapat disimpulkan bahwa
berbicara merupakan kegiatan menyampaikan ide atau gagasan secara lisan. Oleh
sebab itu, agar ide atau gagasan pembicara dapat diterima oleh pendengar, maka
pembicara harus mampu menyampaikan isi secara baik dan efektif.
Maidar G. Arsjad, Mukti U. S (1991: 17-19) menjelaskan faktor-faktor
kebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara antara lain; (1) ketepatan
ucapan seorang pembicara dalam mengucapkan bunyi-bunyi bahasa harus tetap
karena pengucapan bunyi-bunyi yang tidak tepat dapat mengalihkan perhatian
pendengar; (2) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi harus sesuai; (3)
pilihan kata yang tepat; (4) ketepatan sasaran pembicara. Hal itu sesuai dengan
pendepat Joanna Jaworrow:
commit to user
berbicara mencoba untuk menjelaskan bagaimana pembicara menggunakan
bahasa yang diharapkan akan menyempurnakan tindakan-tindakan dan pendapat
yang berbentuk arti apa yang diucapkan. Meskipun pelajaran berbicara sekarang
mempertimbangkan subdisiplin persilangan budaya pragmatik, mereka biasanya
mengambil sumber asal-usul filsafat bahasa.
Lebih lanjut Iskandarwassid dan Sunendar (2008: 23) menjelaskan empat
hal yang mendukung keterampilan berbicara:
1) Penyimak
Keberhasilan berbicara, dapat dilihat pertama kali pada penyimak atau pendengar. Cara yang digunakan adalah dengan menganalisis situasi dan
kebutuhan tingkat pendidikan pendengar. Dengan cara ini akan
menghindarkan dari kesalahan-kesalahan dalam berbicara.
2) Pembicaraan
Sebelum pembicaraan berlangsung, maka pembicara harus mempersiapkan
apa yang akan dibicarakan, diantaranya sebagai berikut: (1) menentukan
materi; (2) menguasai materi; (3) memahami khalayak; (4) memahami
situasi; dan (5) merumuskan tujuan yang jelas.
3) Media dan Sarana
Pembicaraan dapat disampaikan dengan lebih menarik jika didukung
dengan memberikan ilustrasi yang tepat, dan menggunakan alat bantu yang
tepat. Misalnya menggunakan kaset, komputer, dan gambar.
4) Pembicara
Pembicara adalah unsur penting yang menentukan efektivitas retorik.
Syarat pembicara yang baik, diantaranya: (1) memiliki pengetahuan yang
luas; (2) kepercayaan diri yang cukup; (3) berpenampilan yang sesuai; (3)
memiliki artikulasi yang jelas; (4) jujur, ikhlas, kreatif, dan bersemangat,
dan (5) tenggang rasa dan sopan santun.
Sementara itu Nur (2008: 2) menjelaskan bahwa setidaknya ada empat
faktor yang harus dimiliki oleh seorang pembicara jika ingin berhasil dalam
commit to user
dan (4) kelancaran komunikasi. Lebih lanjut, Midar G. Arsjad dan Mukti U. S.
(1991: 87) menjelaskan bahwa keefektifan berbicara ditunjang oleh dua faktor,
yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi: (1)
ketepatan suara; (2) penempatan tekanan nada, sendi, dan durasi yang sesuai; (3)
pilihan kata (diksi); dan (4) ketepatan sasaran pembicaraan. Adapun faktor
nonkebahasaan meliputi: (1) sikap yang wajar, tenang, dan tidak kaku; (2) mimik,
gerak badan, dan pandangan; (3) penampilan; (4) menghargai pendapat orang lain;
(5) kenyaringan suara; (6) kelancaran; (7) penalaran; dan (8) penguasaan topik.
d. Merencanakan Pembicaraan
Keterampilan berbicara di depan khalayak, atau yang dikenal dengan istilah public speaking tidak akan muncul begitu saja pada diri seseorang.
Keterampilan itu diperoleh setelah melalui berbagai latihan dan praktik
penggunaannya. Berkaca dari masalah itulah para ahli menaruh perhatian terhadap
upaya membina dan mengembangkan keterampilan berbicara.
arus
dilalui dalam mempersiapkan suatu pembicaraan, yaitu (1) menyeleksi dan
memusatkan pokok pembicaraan, (2) menentukan tujuan khusus pembicaraan, (3)
menganalisis pendengar dan situasi, (4) mengumpulkan materi, (5) menyusun
ragangan kerangka dasar (outline), (6) mengembangkan ragangan/kerangka dasar,
dan (7) menyajikan pembicaraan.
e. Tujuan Berbicara
Menurut Suwandi dan Setiawan (2003: 12) yang dimaksud dengan tujuan
berbicara bergantung dengan apa yang dikehendakinya. Suatu maksud akan
menimbulkan reaksi-reaksi tertentu pula. Pada umumnya tujuan berbicara sebagai
berikut: (1) pembicara dikatakan mendorong apabila berusaha memberi semangat,
membangkitkan keinginan atau menekankan perasaan yang kurang baik, serta
menunjukkan rasa hormat dan pengabdian. Setelah pembicara itu berakhir,
pendengar diharapkan menunjukkan reaksi yang berupa tergugah perasaan mereka
terhadap hal yang disampaikan oleh pembicara; (2) pembicara berusaha
mempengaruhi keyakinan pendengar. Setelah pembicara selesai, diharapkan akan
commit to user
pembicara; (3) berbuat dan bertindak. Seorang pembicara mempunyai tujuan
menghendaki adanya tindakan atau reaksi fisik dari pendengar. Dasar tindakan
tersebut adanya keyakinan yang sudah dalam atau terbakar suatu emosi; (3)
memberitahu, berbicara yang bertujuan memberitahukan, biasanya pembicara
akan memberitahukan atau menyampaikan sesuatu kepada pendengarnya agar
mereka benar-benar mengerti; dan (4) menyenangkan, pembicaraan dilakukan
dengan tujuan untuk menggembirakan dalam suatu pertemuan.
Suharyanti dan Suryanto (1996: 4) menyatakan bahwa tujuan utama dari
berbicara adalah untuk berkomunikasi. Pembicara dapat menyampaikan
pembicaraan dengan efektif, jika memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan; dia harus mampu mengevaluasi efek komunikasikanya terhadap
pendengarnya; dan dia harus mendasari prinsip-prinsip yang mendasari segala
situasi pembicaraan, baik secara umum maupun perorangan. Selanjutnya, Henry
Tarigan (2008: 16) juga menjelaskan tujuan utama dari berbicara yaitu untuk
berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara harus
dapat memahami samua pembicaraan makna yang ingin dikomunikasikan.
Dari beberapa teori di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara
adalah menyampaikan pesan dan berkomunikasi untuk orang lain dengan
prinsip-prinsip tertentu agar pembicara dan pendengar saling mengerti. Berbicara
mempunyai maksud-maksud tertentu, misalnya mengajak, menghibur, dan
meyakinkan. Berbicara berarti menuangkan ide serta gagasannya ke dalam sebuah
commit to user
2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Pembelajaran
Keterampilan Berbicara
a. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 pasal 1 ayat (15)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diartikan sebagai kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan (Safawi dalam Adi, 2011: 17). KTSP dikembangkan oleh setiap
kelompok/satuan pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi
dan supervisi dinas pendidikan/kantor Depag kabupaten/kota untuk pendidikan
dasar, dan dinas pendidikan/kantor Depag provinsi untuk pendidikan menengah
dan pendidikan khusus.
Beberapa prinsip pengembangan KTSP diantaranya: (1) berpusat pada
potensi, perkembangan, kebuutuhan, dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya; (2) beragam dan terpadu; (3) tanggap terhadap perkembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; (4) relevan dengan kebutuhan kehidupan;
(5) menyeluruh dan berkesinambungan; (6) belajar sepanjang hayat; dan (7)
seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Struktur dan prosedur kurikulum yang baik harus bisa membangun rencana kerja yang baik dan
untuk menyempurnakannya tidak membutuhkan waktu yang lama.
Dengan adanya standar kompetensi mata pelajaran bahas Indonesia ini
diharapkan: (1) peserta didik dapat mengembangkan kompetensinya sesuai
dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya, serta dapat menumbuhkan
penghargaan terhadap hasil kesastraan dan hasil intelektual bangsa sendiri; (2) guru dapat memusatkan perhatian kepada pengambangan kompetensi bahasa
peserta didik dengan menyediakan berbagai kegiatan berbahasa dan sumber
belajar; (3) guru lebih mandiri dan leluasa dalam menentukan bahan ajar
kebahasaan dan kesastraan sesuai dengan kondisi lingkungan sekolah dan
kemampuan peserta didiknya; (4) orang tua dan masyarakat dapat secara aktif
commit to user
sesuai dengan keadaan peserta didik dan sumber belajar yang tersedia; (6) daerah
dapat menentukan bahan dan sumber belajar kebahasaan dan kesastraan sesuai
dengan kondisi dan kekhasan daerah dengan tetap memperhatikan kepentingan
nasional.
Mata pelajaran bahasa Indonesia diberikan agar peserta didik mampu: (1)
berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik
secara lisan maupun tulis; (2) menghargai dan bangga menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional; (3) memahami bahasa
Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan;
(4) menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial; (5) menikmati dan memanfaatkan karya sastra
untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa; dan (6) menghargai dan membanggakan
sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Ruang lingkup mata pelajaran bahasa Indonesia mencakup komponen
kemampuan berbahasa dan kemampuan bersastra yang meliputi aspek-aspek
sebagai berikut: (1) mendengarkan; (2) berbicara; (3) membaca; dan (4) menulis.
Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar di SMP untuk
keterampilan berbicara pada semester genap dapat dilihat dari table berikut:
Standar Kompetensi Kompetensi dasar
10.2 Bertelepon dengan kalimat yang efektif dan bahasa yang santun penolakan pendapat dalam diskusi disertai dengan bukti atau alasan
commit to user
Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Keterampilan berbicara SMP/MTs (semester genap)
b. Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Suwandi dan Setiawan (2003: 38) menjelaskan bahwa sesuai dengan
pengajaran Bahasa Indonesia dapat dikemukakan tujuan pembelajaran
keterampilan berbicara agar para siswa mampu memilih dan menata gagasan
dengan penalaran yang logis dan sistematis. Selain itu, siswa diharapkan mampu
menuangkan idenya ke dalam bentuk-bentuk tuturan dalam bahasa Indonesia
sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, mampu mengucapkannya dengan jelas dan lancar, serta mampu memilih ragam bahasa Indonesia sesuai dengan konteks
komunikasi.
Secara garis besar, tujuan utama pengajaran Bahasa Indonesia yaitu agar
anak-anak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan benarsesuai dengan kaidah
bahasa. Sehingga dapat disimpulkan, tujuan pengajaran Bahasa Indonesia yaitu
agar anak-anak mampu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dengan baik
menggunakan bahasa Indoenasia.
Keterampilan berbicara seseorang sangat dipengaruhi oleh dua faktor
penunjang utama yaitu internal dan eksternal. Faktor internal adalah segala
sesuatu potensi yang ada di dalam diri orang tersebut, baik fisik maupun nonfisik.
Faktor fisik adalah menyangkut dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang
digunakan di dalam berbicara misalnya, pita suara, lidah, gigi, dan bibir.
Sedangkan faktor nonfisik diantaranya adalah: kepribadian (kharisma), karakter,
temparamen, bakat (talenta), cara berfikir, dan tingkat kecerdasan. Sedangkan
faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan
pergaulan (Agung, 2008: 1).
Namun demikian, kemampuan atau keterampilan berbicara tidaklah secara
otomatis dapat diperoleh atau dimiliki oleh seseorang, walaupun ia sudah
memiliki faktor penunjang utama, baik internal maupun eksternal. Kadang-kadang
topik yang disampaikan cukup menarik, tetapi karena kurang mampu
menyajikannya maka hasil yang diperoleh kurang memuaskan. Sebaliknya,
commit to user
yang berbeda maka dapat menimbulkan atensi atraktif dan dapat menarik para
pendengar. Keterampilan berbicara yang baik dapat dimiliki dengan jalan
mengasah, mengolah, serta melatih seluruh potensi yang ada.
Ellis (dalam Adi, 2011: 15) mengemukaan adanya tiga cara untuk
mengembangkan kemampuan berbicara secara vertikal. Ketiga cara tersebut,
yaitu: (1) menirukan pembicaraan orang lain (khususnya guru); (2)
mengembangkan bentuk-bentuk ujaran yang telah dikuasai; dan (3) mendekatkan
atau menyejajarkan dua bentuk ujaran, yaitu bentuk ujaran sendiri yang belum
benar dan ujaran orang dewasa (terutama guru) yang sudah benar. Tujuan lainnya
adalah agar anak-anak mampu mengungkapkan pikiran dan perasaan mereka secara lisan. Rangsangan untuk meningkatkan keterampilan berbicara adalah
dengan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak, bermain puzzle, angka, halma,
congklak, kartu, monopoli, ataupun komputer.
Iskandarwassid dan Sunendar (2008: 286-287) menjelaskan bahwa
pembelajaran keterampilan berbicara memiliki beberapa tujuan, bergantung pada
tingkatannya masing-masing. Dalam hal ini ada tiga tingkatan yang digunakan,
yaitu tingkat pemula, menengah, dan tingkat tinggi. Pembelajaran keterampilan
berbicara pada tingkat pemula bertujuan agar peserta didik dapat : (1) melafalkan
bunyi-bunyi bahasa; (2) menyampaikan informasi; (3) menyatakan setuju atau
tidak setuju; (4) menjelaskan identitas diri; (5) menjelaskan kembali hasil simakan
atau bacaan; (6) menyatakan ungkapan rasa hormat; dan (7) bermain peran. Untuk
tingkat menengah tujuan keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta
didik dapat: (1) menyampaikan informasi; (2) berpartisipasi dalam percakapan;
(3) menjelaskan identitas diri (4); menjelaskan kembali hasil simakan atau bacaan;
(5) melakukan wawancara; (6) bermain peran; dan (7) menyampaikan gagasan
dalam diskusi atau pidato. Adapun untuk tingkat yang paling tinggi, yaitu tingkat
lanjut, tujuan keterampilan berbicara dapat dirumuskan bahwa peserta didik dapat:
(1) menyampaikan informasi; (2) berpartisipasi dalam percakapan; (3)
menjelaskan identitas diri (4); menjelaskan kembali hasil simakan atau bacaan; (5)
berpartisipasi dalam wawancara; (6) bermain peran; dan (7) menyampaikan
commit to user
Simpulan teori kemampuan berbicara adalah bahwa kemampuan berbicara
diajarkan kepada siswa sebagai bahan ajar untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berbicara siswa. Kemampuan berbicara merupakan
keterampilan yang berguna bagi siswa ketika terjun ke dalam kehidupan
bermasyarakat. Alasan tersebut menjadikan keterampilan berbicara sangat penting
diajarkan mulai usia dini.
c. Bentuk-bentuk Pembelajaran Berbicara
Suwandi dan Setiawan (2003: 40) mengungkapkan bahwa terdapat
berbagai bentuk kegiatan berbicara yang dapat diajarkan kepada siswa.
Pengajaran kemampuan berbicara yang penting untuk diajarkan adalah bertanya, bercerita, berdialog (wawancara), ceramah, pidato, diskusi kelompok, dan
sebagainya. Siswa diharapkan dapat menguasai berbagai bentuk pembelajaran
tersebut agar terampil berbicara baik dalam bentuk formal maupun nonformal.
Nurgiyantoro (2001: 278-291) mengungkapkan bahwa terdapat berbagai
bentuk tugas kemampuan berbicara. Bentuk-bentuk tugas kemampuan berbicara
tersebut, antara lain: (1) pembicaraan berdasarkan gambar; (2) wawancara; (3)
bercerita; (4) berpidato; (5) diskusi. Beberapa bentuk berbicara tersebut akan
berguna bagi siswa sampai pada kehidupan sosial di lingkungan tempat tinggalnya
ketika mereka terjun di masyarakat nanti.
Simpulan dari teori tersebut bahwa bentuk-bentuk berbicara yang dapat
dilakukan oleh siswa adalah bertanya, bercerita, memberi tanggapan, wawancara,
dan pidato. Berbagai bentuk tugas berbicara yang diajarkan tersebut akan
menunjang kemampuan berbicara seseorang agar lebih terampil.
3. Evaluasi Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Keberhasilan sebuah pengajaran dapat diketahui hasilnya melalui evaluasi
pembelajaran yang berfungsi untuk mengukur kemampuan siswa setelah
dilaksanakannya proses pembelajaran itu. Terkait dengan hal tersebut,
Nurgiyantoro (2001: 5) menyatakan bahwa penilaian di dalam pendidikan adalah
suatu proses karena pendidikan dan pengajaran itu sendiri merupakan proses
commit to user
Nurgiyantoro (2001: 276) menyebutkan bahwa tes kemampuan berbicara
perlu mempertimbangkan unsur ekstralinguistik, yaitu sesuatu yang disampaikan
di dalam bahasa. Penilaian unsur ekstralinguistik diperlukan agar guru dapat
mengetahui sejauh makan tingkat kemampuan berbahasa siswa. Dengan
demikian, dalam penilaian kemampuan berbicara siswa diperlukan seperangkat
instrumen yang harus dipersiapkan dengan baik. Selanjutnya, Nurgiyantoro
(2001: 291) juga menjelaskan bahwa cara penilaian berbicara dapat menggunakan
skala: 0-10 atau 1-10 dengan mengemukakan aspek-aspek yang menurut kita
belum terungkap. Aspek-aspek yang dapat dinilai misalnya: (1) ketepatan
struktur; (2) ketepatan kosakata; (3) kelancaran; (4) kualitas gagasan yang dikemukakan; (5) banyaknya gagasan yang dikemukakan siswa; (6)
kemampuan/kekritisan menanggapi gagasan; dan (7) kemampuan untuk
mempertahankan pendapat.
Menurut Suwandi dan Setiawan (2003: 33-34) bahwa aspek penilaian
berbicara yang akan dinilai dalam tes kemampuan berbicara meliputi: aspek
kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan tersebut antara lain: (1)
pengucapan vokal; (2) pengucapan konsonan; (3) penempatan tekanan; (4)
penempatan persendian; (5) penggunaan nada/irama; (6) pilihan kata; (7) pilihan
ungkapan; (8) variasi kata; (9) tata bentukan; (10) struktur kalimat; (11) ragam
kalimat. Sedangkan aspek nonkebahasaan meliputi: (1) keberanian dan semangat
yang diperlihatkan siswa; (2) kelancaran; (3) penyaringan suara; (4) pandangan
mata; (5) gerak-gerik dan mimik; (6) keterbukaan; (7) penalaran; (8) penguasaan
topik.
ucational evaluation is the estimation of the growth and progress of (evaluasi pendidikan adalah penarikan/penilaian terhadap pertumbuhan dan kemajuan murid-murid kea rah tujuan-tujuan atau nilai-nilai yang telah ditetapkan dalam kurikulum). (Ngalim Purwanto, 1988: 3)
Kaitannya dengan proses pembelajaran, Gronlund (dalam Ngalim
Purwanto, 2006: 8) merumuskan evaluasi sebagai proses yang sistematis untuk
menentukan atau membuat keputusan sampai sejauh mana tujuan-tujuan yang
commit to user
Berdasarkan penilaian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP),
maka evaluasi di setiap aspek pembelajaran harus memuat tiga aspek, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor. Aspek kognitif diarahkan pada hasil
pembelajaran, sedangkan afektif dan psikomotorik ditujukan pada proses selama
pembelajaran berlangsung. Ketiga kawasan tersebut diuraikan secara berkaitan
menurut Benjamin S. Bloom (dalam Herman J. Waluyo, 2006: 167-174), yakni:
1) Kawasan kognitif, yaitu berhubungan dengan hal kognisi pembelajaran
(kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan atau usaha mengenali sesuatu
melalui pengalaman pembelajaran sendiri). Kawasan kognitif meliputi enam
tingkatan, yaitu:
a)Pengetahuan, yang meliputi; pengetahuan akan hal khusus (definisi,
membedakan, mengingat, mengenal kembali, pengetahuan akan kejadian
khusus, pengetahuan tentang cara dan alat, pengetahuan akan urutan,
penggolongan dan kategori, pengetahuan akan kriteria, pengetahuan akan
metodologi, serta pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi).
b)Pemahaman, yang meliputi: terjemahan (arti, contoh, definisi, abstrak,
kata, kalimat), penafsiran (membedakan, membuat, menerangkan,
mempertunjukkan), dan perhitungan atau ramalan.
c)Penerapan, yang meliputi: menerapkan prinsip, menggeneralisasikan,
menghubungkan, memilih, mengalihkan, menggolongkan,
mengorganisasikan, dan menyusun kembali.
d)Analisis, yang meliputi: analisis unsur, analisis hubungan, dan analisis
prinsip-prinsip organisasional.
e)Sintesis, yang meliputi: hasil komunikasi (untuk menuliskan,
menceritakan, mengubah, membuktikan kebenaran), hasil dari rencana
atau rangkaian kegiatan yang disusulkan, dan asal mula dari rangkaian
commit to user
f) Evaluasi, yang meliputi: pertimbangan mengenai kejadian internal dan
pertimbangan mengenai kriteria eksternal.
2) Kawasan afektif, yaitu berhubungan dengan perasaan dan emosi pembelajar. Kawasan afektif meliputi lima tingkatan, yaitu:
a) Menerima, menyangkut minat siswa terhadap sesuatu.
b)Merespon, artinya siswa ikut berpartisipasi secara aktif dalam suatu kegiatan. Bukti responding yang tertinggi adalah turnbuhnya interest,
misalnya memiliki rasa senang terhadap aktivitas bermain drama di kelas.
c) Menenghargai, pada tingkat diri siswa mampu memberikan penilaian
terhadap drama yang akan atau sudah dipentaskan, siswa memiliki sikap,
dan memiliki apresiasi.
d)Mengorganisaslkan sistem nilai. Nilai-nilai dalam diri seseorang bersifat kompleks dan saling terkait menjadi sistem nilai sehingga untuk
mengetahui kemampuan dalam mengorganisasikan sebuah nilai, dapat
dilihat dari kemampuan seseorang membandingkan berbagai nilai,
menghubungkan nilai-nilai, dan menyintesiskan sistem nilai.
e) Mengadakan karakteristik nilai. Orang yang efektif terhadap sesuatu tidak
hanya menerima, merespons, menghargai, dan mengorganisasi harga
yang ada, tetapi sudah mampu memperjelas nilai suatu hal menjadi nilai
hidupnya yang memiliki karakterisasi jelas.
3) Kawasan psikomotorik, berkaitan dengan aktivitas fisik yang berhubungan
dengan proses mental dan psikologi pembelajar. Kawasan psikomotorik
meliputi lima tingkatan, yaitu:
a) Persepsi, yaitu proses kesadaran akan adanya perubahan setelah keaktifan
alat diri. Persepsi meliputi: stimulasi, menyentuh bentuk sesuatu,
merasakan sesuatu, membau, dan memegang, dan mendiskriminasi
commit to user
b)Kesiapan, yaitu kemampuan membedakan persepsi yang masuk. Kesiapan
meliputi: kesiapan mental, fisik, dan emosional dalam merespons.
c) Respons terpimpin, yaitu kemampuan mencatat dan membuat laporan. Respons terpimpin meliputi: imitasi, trial and error, mengikuti, dan
mengadakan eksperimen.
d)Mekanisme, yaitu penggunaan skill dalam aktivitas kompleks. Mekanisme
meliputi: memilih, merencanakan, melatih, dan merangkaikan.
e) Respons yang kompleks, yaitu penggunaan skill berdasarkan pengalaman
persepsi, kesiapan, respons, terpimpin dan mekanisme. Respons yang
kompleks meliputi: adaptasi, penggunaan skill untuk profesi, dan
melaporkan atau menjelaskan.
Sementara itu, Nurgiyantoro (2001: 292-294) menjelaskan
tingkatan-tingkatan tes atau penilaian kemampuan berbicara, yakni sebagai berikut. 1) Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan
Tes kemampuan berbicara tingkat ingatan umumnya bersifat teoretis,
menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan tugas berbicara, misalnya tentang
pengertian dan fakta.
2) Tes tingkat pemahaman
Tes kemampuan tingkat pemahaman juga masih bersifat teoritis, menanyakan
berbagai masalah yang berhubungan dengan tugas berbicara. Namun, tes
tingkat pemahaman ini dapat pula dimasukkan untuk mengungkap
kemampuan siswa secara lisan.
3) Pada tingkat ini tidak lagi bersifat teoritis, melainkan menghendaki siswa
untuk melakukan praktik berbicara. Tes tingkat ini menuntut siswa untuk
mampu menerapkan kemampuan berbahasanya untuk berbicara dalam situasi
dan masalah tertentu.
Simpulan dari teori tersebut, bahwa penilaian berbicara memiliki
commit to user
pendidikan siswa sehingga aspek-aspek yang dinilai dalam berbicara tergantung
dengan kemampuan awal serta pelajaran berbicara yang sedang dipelajari siswa.
Penilaian berbicara juga harus mempertimbangkan kemampuan berbahasa dan
kemampuan berpikir siswa. Penilaian yang digunakan untuk mengukur
kemampuan bercerita adalah tes unjuk kerja yang dilengkapi dengan lembar
penilaian observasi (pengamatan) terhadap kemampuan bercerita siswa.
Tabel 2. Rubrik Pengamatan Penilaian Kemampuan Berbicara
Keterangan
1. Lafal
5 Tidak terjadi salah ucapan yang mencolok, ucapan standar
4 Pengaruh ucapan asing(daerah) dan kesalahan ucapan tidak
menyebabkan kesalahpahaman
3 Pengaruh ucapan asing (daerah) memaksa orang mendengarkan
dengan teliti, salah ucap yang menyebabkan kesalahpahaman
2 Sering terjadi kesalahan besar dan aksen kuat yang menyulitkan
pemahaman
1 Ucapan sering tidak dapat dipahami karena kesalahan melafalkan
kata-kata 2. Keruntutan
5 Runtut dari awal sampai akhir pembicaraan
4 Terjadi sedikit ketidakruntutan dalam pembicaraan
commit to user
2 Banyak terjadi ketidakruntutan ketika berbicara yang menganggu
pembicaraan
1 Sama sekali tidak runtut dari awal sampai akhir pembicaraan
3. Kelancaran:
5 Pembicaraan dalam segala hal lancar dan halus
4 Pembicaraan lancar dan halus, tetapi sekali-sekali masih kurang ajeg
3 Pembicaraan sering nampak ragu, kalimat tidak lengkap,
pengelompokkan kata kadang-kadang juga tidak tepat
2 Pembicaraan sangat lambat dan tidak ajeg kecuali untuk
kalimat-kalimat pendek .
1 Pembicaraan selalu terhenti dan terputus-putus
4. Pemahaman
5 Memahami segala sesuatu dalam pembicaraan formal
4 Memahami agak baik kata-kata normal, kadang-kadang pengulangan
dan penjelasan
3 Memahami dengan baik kata-kata sederhana, dalam hal tertentu masih
perlu penjelasan dan pengulangan
2 Memahami dengan lambat kata-kata sederhana, sehingga perlu
penjelasan dan pengulangan
1 Memahami sedikit isi kata-kata yang paling sederhana
Teknik penilaiannya sebagai berikut:
1. Nilai dalam tiap unsur berkisar antara 1 sampai dengan 5: nilai 1 berarti
kurang sekali, nilai 2 berarti kurang, nilai 3 berarti sedang, nilai 4 berarti baik,
dan nilai 5 berarti baik sekali.
2. Jumlali skor atau total nilai diperoleh dari menjumlahkan nilai setiap unsur
penilaian yang diperoleh siswa.
commit to user
4. Presentase ketuntasan pembelajaran berbicara dapat dihitung dengan
menggunakan rumus:
4. Peran Guru dalam Pelaksanaan pembelajaran Keterampilan Berbicara
Seorang guru yang baik haruslah memiliki pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain.
Proses dan hasil belajar siswa bukan saja ditentukan oleh sekolah, pola,
struktur, dan isi kurikulum, akan tetapi sebagian besar ditentukan oleh guru yang
mengajar dan membimbing mereka. Guru akan mampu mendidik dan mengajar
apabila dia mempunyai kestabilan emosi, memiliki rasa tanggung jawab yang
besar untuk memajukan anak didik, bersikap realistis, bersikap jujur, serta
bersikap terbuka dan peka terhadap perkembangan terutama terhadap inovasi
pendidikan (Hamalik, 2004: 43)
Seorang guru harus mampu menguasai dan mengelola kelas. Suwarna
(2006: 66) menyebutkan macam-macam keterampilan dasar mengajar yang harus
dimiliki guru, yaitu: (1) keterampilan membuka dan menutup pelajaran; (2) keterampilan menjelaskan; (3) keterampilan bertanya; (4) keterampilan memberi
penguatan; (5) keterampilan menggunakan media pembelajaran; (6) keterampilan
membimbing diskusi kelompok kecil; (7) keterampilan mengelola kelas; (8)
keterampilan mengadakan variasi; dan (9) keterampilan mengajar perorangan dan
kelompok kecil. Kesembilan keterampilan tersebut harus dikuasai dalam
pembelajaran, khususnya dalam hal ini adalah pembelajaran keterampilan berbicara.
Bertolak dari uraian dan pendapat para ahli di atas maka dapat dikatakan
bahwa guru memiliki peran yang sangat penting dalam proses dan hasil
pembelajaran, termasuk dalam pembelajaran keterampilan berbicara. Selain harus Total Nilai
20 X 100 =
commit to user
memiliki kompetensi dalam mengajar guru juga dituntut mampu membimbing,
mengarahkan, memotivasi, dan memberdayakan anak didik dan lingkungan
sekitar agar pembelajaran yang dilaksanakan memberikan hasil yang maksimal.
B. Penelitian yang Relevan
Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang
Pembelajaran Keterampilan Berbicara di
SMP 3 Negeri Salatiga. Penelitian tersebut memberikan simpulan bahwa
pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 3 Salatiga
berjalan baik, mulai dari perencanaan hingga evaluasi. Penelitian tersebut mempunyai persamaan proses penelitian dalam pengambilan data, yaitu dengan
observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Tetapi juga mempunyai perbedaan,
yaitu objek penelitian.
Penelitian yang relevan lainnya adalah Pelaksanaan Pembelajaran
Berbicara Berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi pada Siswa Kelas IX
SMA Negeri 1 Jati Srono Tahun Ajaran 2006/2007 karya Gagah Pribadi. Dalam
penelitian tersebut disimpulkan bahwa keterampilan berbicara di SMA Negeri 1
Jati Srono pada kelas IX sudah sesuai pada pembelajaran berbicara yang baik
meskipun beberapa kendala akan tetapi masih dapat diatasi. Penelitian tersebut
mempunyai persamaan proses penelitian dalam pengambilan data, yaitu dengan
observasi, wawancara, dan analisis dokumen. Tetapi juga mempunyai perbedaan,
yaitu objek penelitian.
Relevansi kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah adanya
kesamaan variabel pembelajaran keterampilan berbicara. Penelitian tersebut juga
mendeskripsikan mengenai kendala-kendala yang dihadapi guru dalam
pembelajaran keterampilan berbicara dan upaya yang dilakukan oleh guru yang
bersangkuatn untuk mengatasi kendala tersebut.
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran bahasa Indonesia pada setiap satuan pendidikan pasti
commit to user
membaca, dan menulis. Tentunya keempat keterampilan berbahasa tersebut tidak
hanya dinilai secara kognitif karena pada hakikatnya bahasa merupakan ilmu
terapan. Kompetensi dari sisi afektif dan psikomotorik pun memiliki peran yang
sama pentingnya, khususnya dalam pembelajarn keterampilan berbicara di SMP
yang lebih cenderung berupa praktik latihan berbicara.
Sekolah Menengah Pertama (SMP) merupakan sekolah yang menyiapkan
peserta didiknya menjadi lulusan yang siap menghadapi jenjang yang berikutnya,
yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA). Lulusan SMP ditekankan agar memiliki
keterampilan berbicara yang baik untuk menunjang kompetensi yang ditekuni
ketika di SMP melalui komunikasi. Dengan tersedianya sarana dan prasarana yang lengkap untuk menunjang pembelajaran berbicara, diharapkan dapat dihasilkan
lulusan yang berkompetensi dan dapat berkomunikasi dengan baik.
Peneliti berasumsi tentunya terdapat strategi khusus yang dilakukan oleh
guru dalam mengajarkan dan mengembangkan keterampilan berbicara kepada
peserta didiknya, terlebih pada SMP.
Strategi pembelajaran (meliputi penguasaan teori, penguasaan
pembelajaran, penguasaan metode pembelajaran, dan evaluasi) menjadi syarat
mutlak untuk mendapatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran keterampilan
berbicara. Strategi pembelajaran keterampilan berbicara di SMP tentunya
ditopang dengan pemahaman guru tentang kurikulum yang diterapkan. Terlebih
dalam pembelajaran keterampilan berbicara, guru dituntut pula memiliki
penguasaan teori keterampilan berbicara, penguasaan pembelajaran berbicara,
penguasaan metode pembelajaran, dan penguasaan tentang penilaian atau evaluasi
dalam keterampilan berbicara. Penguasaan tiap-tiap unsur tersebut sangat
menentukan kualitas proses dan hasil pelaksanaan pembelajaran berbicara yang
dilakukan. Semua komponen tersebut diwujudkan dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan upaya mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam
commit to user
Secara singkat alur pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada
gambar di bawah ini.
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitian Guru mamahami
kurikulum
Penguasaan metode pembelajaran
keterampilan Penguasaan
teori keterampilan
berbicara
Penguasaan pembelajaran
keterampilan berbicara
Penguasaan penilaian keterampilan
berbicara
PBM, Metode/pendekatan,
commit to user
Negeri 8 Surakarta yang akan diteliti adalah di jalan H.O.S Cokroaminoto No. 15
Kecamatan Jebres, Surakarta.
Penetapan SMP Negeri 8 surakarta sebagai tempat penelitian didasarkan
pada,
1. SMP tersebut adalah salah satu SMP yang berkualitas baik di Surakarta, terbukti dengan terakreditasi A dan mempunyai peringkat unggul dari ujian
nasional tahun 2010/2011.
2. Situasi dan kondisi sekolah cukup nyaman dan kondusif, karena sarana dan
prasarana yang dimiliki cukup menunjang untuk pembelajaran berbicara.
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari-April 2012 sesuai dengan
tabel kegiatan di bawah ini.
Tabel 3. Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian
B. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan yang ada berdasarkan
konsep, kategori, dan tidak berdasarkan angka.
Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran secara detail tentang proses
commit to user
pembelajaran keterampilan berbicara, yaitu tentang perencanaan pembelajaran
keterampilan berbicara, pelaksanaan pembelajaran, kendala pembelajaran
keterampilan berbicara, dan upaya yang dilakukan guru sekolah untuk mengatasi
kendala-kendala yang ada dalam pembelajaran keterampilan berbicara.
C. Sumber Data
Menurut Sutopo (2002: 23) sumber data dalam penelitian kualitatif dapat
berupa manusia dengan tingkah lakunya, peristiwa, dokumenter, arsip, dan
benda-benda lain. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu:
1. Peristiwa
Peristiwa yang dijadikan sumber data dalam penelitian ini adalah
peristiwa pembelajaran keterampilan berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta
yang dilakukan oleh guru dalam kelas dan terfokuskan pada pola interaksi
guru dengan siswa dan siswa dengan siswa yang lainya untuk
menspesifikasikan penelitian dan memudahkan dalam pengambilan data.
2. Informan
Informan dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia dan beberapa siswa kelas VII dan kelas VIII SMP Negeri 8
Surakarta.
3. Dokumen
Dokumen yang digunakan sebagai sumber data dalam penelitian ini
adalah silabus, RPP, dan nilai keterampilan berbicara, yang berkaitan secara
langsung dengan pokok pembahasan penelitian ini.
D. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling, yakni pengambilan sampel yang didasarkan pada tujuan yang
diinginkan. Peneliti mengambil sampel satu kelas dari masing-masing tingkatan di
SMP Negeri 8 Surakarta. Kelas inilah yang diamati tentang proses pembelajaran
commit to user
tingkat kelas VII dan kelas VIIIA untuk tingkat kelas VIII, tidak menggunakan
kelas IX karena ditakutkan menggangu proses Ujian Nasional.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1. Analisis dokumen
Dokumen yang dianalisis peneliti adalah Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), silabus, dan daftar nilai keterampilan berbicara.
Data hasil analisis dokumen tersebut dikumpulkan dan dicatat,
kemudian dipadukan dengan catatan lapangan. Dengan perpaduan dan data tersebut akan menghasilkan penelitian yang objektif dan komprehensif.
2. Observasi
Observasi adalah dasar dari ilmu pengetahuan. Para ilmuan hanya
dapat bekerja berdasarakan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
diperoleh melalui observasi (Nasution, dalam Rahayu, 2011: 36).
Peneliti mengadakan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan
pembelajaran berbicara di SMP Negeri 8 Surakarta, dalam hal ini peneliti
berperan sebagai partisipan pasif, di mana kehadiran peneliti diketahui namun
tidak mempengaruhi proses pembelajaran dengan cara duduk di kursi paling
belakang, sehingga guru dan siswa tidak merasa terganggu dengan kehadiran
peneliti.
Observasi dilakukan di dalam kelas saat pembelajaran keterampilan
berbicara berlangsung. Dengan observasi secara langsung diharapkan
diperoleh data yang sesungguhnya di lokasi penelitian. Hal-hal yang
diobservasi meliputi: proses atau pelaksanaan pembelajaran keterampilan
berbicara yang meliputi kegiatan awal, kegiatan inti, dan kegiatan akhir
(penutup); proses evaluasi yang meliputi evaluasi proses dan hasil; aktivitas
guru dan siswa selama proses pembelajaran yang meliputi usaha-usaha yang
dilakukan guru selama pembelajaran dan keterlibatan siswa dalam