• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Manajemen Keperawatan 2.1.1. Definisi Manajemen Keperawatan

Manajemen keperawatan merupakan suatu bentuk koordinasi dan integrasi sumber-sumber keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai tujuan dan obyektifitas asuhan keperawatan dan pelayanan keperawatan (Huber, 2000). Kelly dan Heidental (2004) menyatakan bahwa manajemen keperawatan dapat didefinisikan sebagai suatu proses dari perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan dan pengawasan untuk mencapai tujuan. Proses manajemen dibagi menjadi lima tahap yaitu perencanaan, pengorganisasian, kepersonaliaan, pengarahan dan pengendalian (Marquis & Huston, 2003).

Manajemen keperawatan memahami dan memfasilitasi pekerjaan perawat pelaksana serta mengelola kegiatan keperawatan. Suyanto (2009) menyatakan bahwa lingkup manajemen keperawatan adalah manajemen pelayanan kesehatan dan manajemen asuhan keperawatan. Manajemen pelayanan keperawatan adalah pelayanan di rumah sakit yang dikelola oleh bidang perawatan melalui tiga tingkatan manajerial yaitu manajemen puncak (kepala bidang keperawatan), manajemen menengah (kepala unit pelayanan atau supervisor), dan manajemen bawah (kepala ruang perawatan). Keberhasilan pelayanan keperawatan sangat dipengaruhi oleh manajer keperawatan melaksanakan peran dan fungsinya.

(2)

Manajemen keperawatan adalah proses kerja setiap perawat untuk memberikan pengobatan dan kenyamanan terhadap pasien. Tugas manager keperawatan adalah merencanakan, mengatur, mengarahkan dan mengawasi keuangan yang ada, peralatan dan sumber daya manusia untuk memberikan pengobatan yang efektif dan ekonomis kepada pasien (Gillies, 1994).

2.1.2. Prinsip-Prinsip Manajemen Keperawatan

Seorang manajer keperawatan melaksanakan manajemen keperawatan untuk memberikan perawatan kepada pasien. Kurniadi (2013) menyatakan bahwa prinsip-prinsip manajemen keperawatan adalah memenuhi kebutuhan asuhan keperawatan yang efektif, memanfaatkan waktu yang efektif, melibatkan staf dalam pembuatan keputusan, mengorganisir struktur organisasi, memberikan motivasi, mengembangkan staf, menerapkan komunikasi efektif yang baik terhadap sejawat perawat atau tenaga kesehatan lainnya dan melakukan langsung kegiatan pengarahan serta pengendalian.

2.1.3. Fungsi-Fungsi Manajemen Keperawatan

Manajemen memerlukan peran orang yang terlibat di dalamnya untuk menyikapi posisi masing-masing sehingga diperlukan fungsi-fungsi yang jelas mengenai manajemen (Suarli & Bahtiar, 2009). Fungsi manajemen pertama sekali diidentifikasi oleh Henri Fayol (1925) yaitu perencaanaan, organisasi, perintah, koordinasi, dan pengendalian. Akhirnya, fungsi manajemen ini merujuk pada fungsi sebagai proses manajemen yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan, pengawasan (Marquis & Huston, 2003).

(3)

Perencanaan merupakan fungsi dasar dari manajemen. Perencanaan adalah koordinasi dan integrasi sumber daya keperawatan dengan menerapkan proses manajemen untuk mencapai asuhan keperawatan dan tujuan layanan keperawatan (Huber, 2000). Suarli dan Bahtiar (2009) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu keputusan dimasa yang akan datang tentang apa, siapa, kapan, dimana, berapa, dan bagaimana yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu yang dapat ditinjau dari proses, fungsi dan keputusan. Perencanaan memberikan informasi untuk mengkoordinasikan pekerjaan secara akurat dan efektif tanpa perencanaan yang adekuat, proses manajemen pelayanan kesehatan akan gagal (Marquis dan Huston, 2013).

Pengorganisasian dilakukan setelah perencanaan. Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas pokok dan wewenang serta pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan (Muninjaya, 2004). Huber (2000) menyatakan bahwa pengorganisasian adalah memobilisasi sumber daya manusia dan material dari lembaga untuk mencapai tujuan organisasi, dapat juga untuk mengidentifikasi antara hubungan yang satu dengan yang lain. Pengorganisasian dapat dilihat secara statis dan dinamis. Secara statis merupakan wadah kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan, sedangkan secara dinamis merupakan suatu aktivitas dari tata hubungan kerja yang teratur dan sistematis untuk mencapai tujuan tertentu (Suarli & Bahtiar, 2009).

(4)

Pengarahan adalah fase kerja manajemen, dimana manajer berusaha memotivasi, membina komunikasi, menangani konflik, kerja sama, dan negosiasi (Marquis & Huston, 2003). Pengarahan adalah fungsi manajemen yang memantau dan menyesuaikan perencanaan, proses, dan sumber yang efektif dan efisien mencapai tujuan (Huber, 2000). Pengarahan yang efektif akan meningkatkan dukungan perawat untuk mencapai tujuan manajemen keperawatan dan tujuan asuhan keperawatan (Swanburg, 2000). Motivasi sering disertakan dengan kegiatan orang lain mengarahkan, bersamaan dengan komunikasi dan kepemimpinan (Huber, 2000).

Pengendalian adalah fungsi yang terus menerus dari manajemen keperawatan yang terjadi selama perencanaan, pengorganisasian, ketenagaan, pengarahan (Swanburg, 2000). Pengendalian adalah pemantauan dan penyesuaian rencana, proses, dan sumber daya yang secara efektif mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Huber, 2000). Selama fase pengendalian, kinerja diukur menggunakan standar yang telah ditentukan dan tindakan diambil untuk mengoreksi ketidakcocokan antara standar dan kinerja (Marquis dan Huston, 2013). Fungsi pengawasan bertujuan agar penggunaan sunber daya lebih efisien dan staf dapat lebih efektif untuk mencapai tujuan program (Muninjaya, 2004). Pengendalian dilakukan melalui kegiatan seperti mengevaluasi pelaksanaan perencanaan, kegiatan pre-conference, kegiatan overan, kegiatan post-conference dan kegiatan ronde keperawatan (Kurniadi, 20013).

(5)

2.2. Ronde Keperawatan

2.2.1. Konsep Ronde Keperawatan

Pelayanan keperawatan memiliki peran yang sangat strategis dalam mewujudkan kualitas pelayanan sebuah rumah sakit yang excellent. Salah satu strategi yang disarankan untuk meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan adalah dengan pelaksanaan program ronde keperawatan secara berkala dan sistematis (Studer Group, 2007). Berikut akan dijelaskan konsep terkait ronde keperawatan.

2.2.2. Definisi Ronde Keperawatan

Menurut Kozier, Erb & Berman (2004) menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan keperawatan dan memberikan kesempatan pada pasien untuk mendiskusikan masalah keperawatannya serta mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diterima pasien.

Beberapa ahli mengungkapkan pengertian tentang ronde keperawatan. Meade et al. (2006) menyatakan ronde keperawatan sebagai kesempatan untuk melibatkan pasien dalam proses keperawatan, dan menunjukkan kepedulian perawatan terhadap kesehatan dan kesembuhan pasien. Swansburg & Swansburg (2001) menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan keperawatan.

(6)

Ford (2010), mendefinisikan ronde keperawatan sebagai salah satu tehnik untuk mengorganisasikan pelayanan keperawatan secara proaktif yang berfokus kepada pasien. Tea, Ellison dan Fadian (2008) mendefinisikan ronde keperawatan sebagai proses yang dilakukan perawat secara proaktif untuk memenuhi kebutuhan pasien dengan mengunjungi pasien secara rutin ke ruangannya dan memeriksa hal-hal yang spesifik dan melakukan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien secara konsisten.

Beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa ronde keperawatan adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk memberikan peningkatan pengetahuan dan keterampilan pada perawat untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang dilaksanakan oleh perawat, dengan pasien terlibat aktif dalam diskusi dengan membahas masalah keperawatan serta mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan.

2.2.3. Tujuan Ronde Keperawatan

Clement (2011) menyebutkan ada dua tujuan dilaksanakannya ronde keperawatan yaitu bagi perawat dan bagi pasien.

Pertama, bagi perawat bertujuan untuk melihat kemampuan staf dalam manajemen pasien, mendukung pertumbuhan dan pengembangan professional, meningkatkan pengetahuan perawat dengan menyajikan dalam format studi kasus, menyediakan kesempatan pada staf perawat untuk belajar meningkatkan keterampilan klinis, membangun kerjasama dan rasa hormat, meningkatkan retensi perawat berpengalaman dan mempromosikan kebanggaan dalam profesi

(7)

Kedua, bagi pasien bertujuan untuk mengamati kondisi fisik dan mental pasien dan kemajuan dari hari ke hari, membuat pengamatan khusus dan memberikan laporan ke dokter, memperkenalkan pasien ke petugas dan sebaliknya, melaksanakan rencana yang dibuat untuk perawatan pasien, mengevaluasi hasil pengobatan dan kepuasan pasien serta memodifikasi tindakan keperawatan yang diberikan.

2.2.4. Manfaat Ronde Keperawatan

Banyak manfaat dengan dilakukannya ronde keperawatan oleh perawat yaitu: a) ronde keperawatan akan meningkatkan keterampilan dan pengetahuan perawat. Clement (2011) menyebutkan manfaat ronde keperawatan adalah membantu mengembangkan keterampilan keperawatan, selain itu juga menurut Wolak, Cairns, dan Smith (2008) dengan adanya ronde keperawatan akan menguji pengetahuan perawat. Peningkatan ini bukan hanya keterampilan dan pengetahuan keperawatan saja, tetapi juga peningkatan secara menyeluruh. Hal ini dijelaskan oleh Wolak, Cairns dan Smith (2008) peningkatan kemampuan perawat bukan hanya keterampilan keperawatan tetapi juga memberikan kesempatan pada perawat untuk tumbuh dan berkembang secara profesional, b) melalui kegiatan ronde keperawatan, perawat dapat mengevaluasi kegiatan yang telah diberikan pada pasien berhasil atau tidak. Melalui ronde keperawatan, evaluasi kegiatan, rintangan yang dihadapi oleh perawat atau keberhasilan dalam asuhan keperawatan dapat dinilai (Clement, 2011).

(8)

Selanjutnya, c) ronde keperawatan merupakan sarana belajar bagi perawat dan siswa perawat. Ronde keperawatan merupakan studi percontohan yang menyediakan sarana untuk menilai pelaksanaan keperawatan yang dilakukan oleh perawat (Wolak, Cairns & Smith, 2008). Sedangkan bagi siswa perawat dengan

ronde keperawatan akan mendapat pengalaman secara nyata di lapangan, d) manfaat ronde keperawatan yang lain adalah untuk membantu

mengorientasikan perawat baru pada pasien. Banyak perawat yang baru masuk tidak tahu mengenai pasien yang di rawat di ruangan. Dengan ronde keperawatan hal ini dapat dicegah, ronde keperawatan membantu mengorientasikan perawat baru pada pasien (Clement, 2011), e) ronde keperawatan juga dapat meningkatkan kepuasan pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian Nancy (2009) bahwa ronde keperawatan dapat meningkatkan kepuasan pasien lima kali dibanding tidak dilakukan ronde keperawatan.

Nursalam dan Efendi (2008), manfaat ronde keperawatan yaitu: 1) untuk menumbuhkan cara berpikir kritis dan sistematis, 2) meningkatkan kemampuan validasi data klien, 3) meningkatkan kemampuan menentukan diagnosis keperawatan, 4) menumbuhkan pemikiran tentang tindakan keperawatan yang berorientasi pada masalah klien, 5) meningkatkan kemampuan memodifikasi rencana asuhan keperawatan dan, 6) meningkatkan kemampuan menilai hasil kerja.

(9)

2.2.5. Mekanisme Ronde Keperawatan

Mekanisme ronde keperawatan yaitu: a) perawat sebelum melakukan ronde keperawatan sebaiknya membaca laporan mengenai pasien melalui status pasien. Hal ini dianjurkan Clement (2011) bahwa perawat sebaiknya melihat laporan penilaian fisik dan psikososial pasien 2-3 menit. Selain itu juga perawat menetapkan tujuan yang ingin dicapai ketika pelaksanaan ronde keperawatan. Sebelum menemui pasien, sebaiknya perawat membahas tujuan yang ingin dicapai ketika pelaksanaan ronde keperawatan. Sebelum menemui pasien sebaiknya perawat membahas tujuan yang ingin dicapai, b) perawat menentukan pasien yang akan dilakukan ronde keperawatan. Hal ini disebut Sitorus (2006) sebelum dilakukan ronde keperawatan, perawat primer (PP) menentukan 2-3 klien yang akan dilakukan ronde dan tentukan pasien yang akan di ronde. Sebaliknya dipilih klien yang membutuhkan perawatan khusus dengan masalah yang relatif kompleks, c) ketika ronde keperawatan dilakukan pada pasien, perawat melaporkan kondisi, tindakan yang sudah dilakukan dan akan dilakukan, pengobatan serta rencana yang lain. Selama ronde, perawat yang ditugaskan untuk klien memberikan ringkasan singkat dari kebutuhan keperawatan klien dan intervensi yang sedang dilaksanakan (Kozier, et al., 2004), d) waktu pelaksanaan ronde bermacam-macam tergantung kondisi dan situasi ruangan. Sitorus (2006) menyebutkan waktu yang dilakukan untuk melakukan keseluruhan ronde adalah setiap hari dengan waktu kurang lebih satu jam ketika intensitas kegiatan di ruang rawat sudah relatif tenang, e) setelah ronde keperawatan dilakukan diskusi dengan perawat yang mengikuti ronde keperawatan (Nursalam & Efendi, 2008).

(10)

2.2.6. Langkah-Langkah Ronde Keperawatan

Ramani (2003) tahapan ronde keperawatan adalah (1) Pre-rounds:

Prepation (persiapan), planning (perencanaan), orientation (orientasi) (2) Rounds: Introduction (pendahuluan), Interaction (interaksi), observation

(pengamatan), instruction (pengajaran), summarizing (kesimpulan) (3) Post-Rounds: debriefing (tanyajawab), feedback (saran), reflection (refreksi),

preparation (persiapan).

Birnbaumer (2007) mengatakan persiapan ronde keperawatan yaitu: a) Before rounds meliputi: persiapan, terdiri dari membut tujuan kegiatan ronde

keperawatan dan membaca status pasien dengan jelas sebelum melakukan ronde keperawatan, orientasi perawat, terdiri dari membuat menyadari tujuan: Demonstrasi temuan klinis, komunikasi dengan pasien, pemodelan perilaku professional dan Orientasi pasien, b) During rounds meliputi: menetapkan lingkungan, membuat lingkungan yang nyaman serta dorong untuk mengajukan pertanyaan, menghormati bagi perawat hormati mereka sebagai pemberi layanan pada pasien dan bagi pasien perlakukan sebagai manusia, bukan hanya obyek dari latihan mengajar, peka terhadap penyakit yang mempengaruhi kehidupan pasien, libatkan semua perawat, bertujuan untuk mengajar semua tingkat peserta didik dan mendorong semua untuk berpartisipasi , libatkan pasien , dorong pasien untuk berkontribusi mengenai masalah penyakitnya, dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan tentang masalahnya, gunakan kata-kata yang dapat dimengerti pasien, dsb, c) After rounds meliputi: waktu untuk pertanyaan dan memberikan umpan balik.

(11)

2.3. Kinerja Perawat 2.3.1. Definisi Kinerja

Kinerja adalah penampilan hasil karya personil baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi (Kurniadi, 2013). Menurut Mangkunegara (2014) bahwa kinerja merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai sumber daya manusia persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

2.3.2. Kinerja Perawat

Perawat adalah tenaga yang mempunyai kemampuan baik intelektual, teknikal, interpersonal dan moral, bertanggungjawab serta berwenang melaksanakan asuhan keperawatan. Keperawatan menurut Lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 adalah suatu bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu keperawatan berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Triwibowo, 2013).

Kinerja perawat adalah prestasi kerja yang ditunjukan oleh perawat pelaksana dalam melaksanakan tugasnya sehingga menghasilkan output yang baik kepada organisasi, perawat dan pasien dalam kurun waktu tertentu. Ada tiga komponen penting dalam kinerja yaitu: memberikan arahan dan mempengaruhi perilaku kerja yang diharapkan dari setiap personil, mengukur seorang personil telah mencapai kinerja yang diharapkan dan penilaian kinerja secara regular yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja personal (Kurniadi, 2013).

(12)

Indikator kinerja perawat adalah variabel untuk mengukur prestasi suatu pelaksanaan kegiatan dalam waku tertentu. Indikator yang berfokus pada hasil asuhan keperawatan kepada pasien dan proses pelayanannya disebut indikator kinerja. Indikator kinerja perawat baik adalah tingkat kepuasan pasien dan perawat tinggi serta zero complain dari pelanggan (Kurniadi, 2013). Keperawatan sebagai profesi merupakan salah satu pekerjaan didasarkan pada ilmu pengetahuan dan perwat memiliki keterampilan dalam keahliannya, sebagai profesi keperawatan otonomi dalam kewenangan dan tanggungjawab dalam memberikan tindakan disertai dengan kode etik dalam implementasinya yang berorientasi pada pelayanan melalui pemberian asuhan keperawatan kepada individu, kelompok atau masyarakat (Hidayat, 2009).

Menurut Nursalam (2011), indikator kinerja perawat dapat dilihat dari pelaksanaan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Standar pelayanan keperawatan berfungsi untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien sehingga menjadi lebih terarah. Standar praktik keperawatan meliputi: 1) Pengkajian perawatan: data di anamnesa, untuk menegakkan diagnosa keperawatan, 2) Diagnosa keperawatan: respon pasien yang dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien, 3) Perencanaan keperawatan: disusun sebelum melaksanakan tindakan, 4) Implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan: ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien dipenuhi secara maksimal, 5) Evaluasi perawat: dilakukan secara periodik dari semua tindakan dan rencana tindakan yang tidak terlaksana.

(13)

2.3.3. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Perawat

Kinerja dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor, yakni faktor internal individu dan faktor eksternal individu. Faktor internal yaitu faktor yang dihubungkan dengan sifat-sifat seseorang, misalnya seseorang yang kinerja baik disebabkan seseorang tersebut mempunyai kemampuan tinggi sedangkan seseorang yang kinerja tidak baik disebabkan karena kemampuan yang rendah. Faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja seseorang yang berasal dari lingkungan, seperti perilaku, sikap, tindakan rekan kerja, bawahan atau pimpinan, fasilitas kerja dan iklim organisasi (Mangkunegara, 2014).

Gibson, Ivancevich & Donally (1997) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku dan kinerja seseorang adalah faktor individu (kemampuan, latar belakang dan demografi), faktor organisasi (sumber daya, imbalan, struktur, desain pekerjaan serta gaya kepemimpinan) dan faktor psikologis (persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi).

Menurut Rivai (2005), ada tiga kelompok variabel yang mempunyai perilaku kerja dan kinerja yaitu variabel individu, variabel organisasi dan variabel psikologis. Ketiga kelompok variabel tersebut mempengaruhi perilaku kerja yang

pada akhirnya berpengaruh pada kerja personel. Variabel tersebut meliputi: a) variabel individu dikelompokkan pada subvariabel kemampuan, keterampilan

dan latar belakang demografi, b) variabel organisasi dikelompokkan pada subvariabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan dan struktur desain pekerjaan, c) variabel psikologi dikelo mpokkan pada subvariabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.

(14)

2.3.4. Penilaian Kinerja Perawat

Penilaian kinerja merupakan suatu komponen dari sistem manajemen kinerja yang digunakan organisasi untuk memotivasi pekerja. Tujuan utama penilaian kinerja adalah untuk memperbaiki kinerja. Penilaian kinerja perawat adalah pengukuran efesiensi, kompetensi dan efektifitas proses keperawatan dan

aktivitas yang digunakan oleh perawat dalam merawat klien guna untuk mempertahankan, memperbaiki dan memotivasi perawat (Huber, 2000). Proses

penilaian kinerja dapat digunakan secara efektif dalam mengarahkan perilaku pegawai dalam rangka menghasilkan jasa keperawatan dalam kualitas dan volume yang tinggi. Perawat manajer dapat menggunakan proses aprasial kinerja untuk mengatur arah kerja dalam memilih, melatih, bimbingan perencanaan karir, serta pemberian penghargaan kepada perawat yang berkompeten (Nursalam, 2011).

Penilaian kinerja adalah tanggung jawab utama dalam mengendalikan fungsi manajemen. Kemampuan melakukan penilaian kinerja yang bermakna dan efektif membutuhkan investasi waktu, upaya dan praktik dari pihak manajer. Meskipun penilaian kinerja tidak pernah menjadi hal yang mudah, jika digunakan dengan tepat maka penilaian ini akan menghasilkan pertumbuhan pegawai dan meningkatkan produktivitas dalam organisasi. Hasil proses penilaian harus memberikan informasi kepada manajer untuk melakukan pelatihan dan memenuhi kebutuhan pegawai terhadap pendidikan. Penilaian kinerja perawat berdasarkan Standar Asuhan Keperawatan mengacu kepada tahapan proses keperawatan yang meliputi: pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Marquis & Huston, 2013).

(15)

Berdasarkan standar I yaitu pengkajian keperawatan, dimana perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan pasien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan. Pengkajian keperawatan meliputi: (1) pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesis, observasi, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, (2) sumber data adalah pasien, keluarga atau orang yang terkait, tim kesehatan, rekam medis dan catatan lain, (3) data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi status kesehatan pasien masa lalu, status kesehatan pasien saat ini, status biologis-psikologis-sosio-spiritual dan risiko-risiko tinggi masalah keperawatan, (4) kelengkapan data dasar mengandung unsur lengkap, akurat, relevan dan baru.

Berdasarkan standar II yaitu diagnosa keperawatan, dimana perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan. Proses diagnosa keperawatan meliputi: proses diagnosa terdiri atas analisis, interprestasi data, identifikasi masalah pasien dan perumusan diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan terdiri atas masalah, penyebab, dan tanda atau gejala, atau terdiri atas masalah dan penyebab, bekerjasama dengan klien dan petugas kesehatan lain untuk memvalidasi diagnosa keperawatan dan melakukan pengkajian ulang.

Berdasarkan standar III yaitu perencanaan keperawatan, perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan pasien. Perencanaan keperawatan meliputi: perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana tindakan keperawatan serta bekerjasama dengan pasien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

(16)

Berdasarkan standar IV yaitu implementasi, perawat mengimplementasikan tindakan yang telah diidentifikasi dalam rencana asuhan keperawatan. Kriteria proses tindakan implementasi meliputi: bekerjasama dengan pasien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan, kolaborasi dengan tim kesehatan lain, melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan lain, memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga mengenai konsep, keterampilan asuhan diri serta membantu memodifikasi lingkungan yang digunakan. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan respon pasien.

Berdasarkan standar V yaitu evaluasi keperawatan dimana perawat mengevaluasi kemajuan pasien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan. Kriteria proses evaluasi keperawatan meliputi: menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif, tepat waktu dan terus menerus, menggunakan data dasar dan respons pasien dalam mengukur perkembangan ke arah pencapaian tujuan, memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat, bekerjasama dengan pasien dan keluarga untuk memodifikasi rencana asuhan keperawatan, mendokumentasikan hasil evaluasi dan memodifikasi perencanaan.

Standar asuhan keperawatan tersebut untuk pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskritif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan, kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai dalam rangka untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Swansburg & Swansburg, 2001).

(17)

Menurut Nursalam (2011), tujuan dan manfaat standar asuhan keperawatan untuk mengukur kualitas asuhan kinerja perawat dan efektifitas manajemen organisasi. Pengembangan standar menggunakan pendekatan dan kerangka kerja yang lazim sehingga dapat ditata seseorang yang bertanggungjawab mengembangkan standar dan proses pengembangaan tersebut. Standar asuhan keperawatan berfokus pada hasil pasien, standar praktik berorientasi pada kinerja perawat profesional untuk memberdayakan proses keperawatan. Triwibowo (2013) dalam melakukan penilaian kinerja terdapat empat dimensi kinerja yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kinerja yaitu: a) kualitas, b) kuantitas, c) penggunaan waktu dalam kerja, d) kerjasama.

Kualitas kerja merupakan suatu standar hasil yang berkaitan dengan mutu dari suatu produk yang dihasilkan oleh karyawan dalam hal ini merupakan suatu kemampuan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan secara teknis dengan perbandingan standar yang ditetapkan oleh perusahaan. Perbandingan pelaksanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif. Kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap profesional perawat yang memberikan perasaan nyaman, terlindungi pada diri setiap pasien yang sedang menjalani proses penyembuhan dimana sikap ini merupakan kompensasi sebagai pemberi layanan dan diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien. Adapun kualitas tersebut dapat dilihat dari sub indikator sebagai berikut: a) menghasilkan suatu pekerjaan yang menunjukkan hasil yang lebih sempurna atau memuaskan sesuai dengan harapan pasien dan b) pekerjaan yang memenuhi standar yang ditetapkan oleh instansi.

(18)

Kuantitas kerja adalah merupakan suatu hasil yang dicapai oleh karyawan dalam jumlah tertentu dengan perbandingan standar ada atau yang telah ditetapkan oleh perusahan, perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan yang sedang berlangsung atau dengan pelaksanaan secara historis. Kuantitas tidak hanya menunjukan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun juga dapat melihat apakah meningkat atau berkurang.

Penggunaan waktu dalam kerja yaitu tingkat ketidakhadiran, keterlambatan, waktu kerja efektif/jam kerja hilang, ketepatan waktu merupakan tingkat suatu aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang ditentukan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain. Ketepatan waktu diukur dari persepsi karyawan terhadap suatu aktivitas yang disediakan diawal waktu sampai menjadi output.

Kerjasama dengan orang lain dalam bekerja. Kerjasama adalah kemampuan seorang tenaga kerja untuk bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan suatu tugas dan pekerjaan yang telah ditetapkan, sehingga mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya. Kerjasama adalah sebuah sistem pekerjaan yang dikerjakan oleh dua orang atau lebih untuk mendapatkan tujuan yang direncanakan bersama. Kerjasama dalam tim kerja menjadi sebuah kebutuhan dalam mewujudkan keberhasilan kinerja dan prestasi kerja. Komunikasi akan berjalan baik dengan dilandasi kesadaran tanggung jawab tiap anggota. Kerjasama dilakukan oleh sebuah tim lebih efektif daripada kerja secara individual.

West (2002) membuktikan bahwa kerjasama secara berkelompok mengarah pada efisiensi dan efektivitas yang lebih baik. Hal ini sangat berbeda

(19)

dengan kerja yang dilaksanakan oleh perorangan. Setiap tim maupun individu sangat berhubungan erat dengan kerjasama yang dibangun dengan kesadaran pencapaian prestasi dan kinerja. Keunggulan yang dapat diandalkan dalam kerjasama pada kerja tim adalah munculnya berbagai penyelesaian secara sinergi dari berbagai individu yang tergabung dalam kerja tim. Kontribusi tiap-tiap individu dapat menjadi sebuah kekuatan yang terintegrasi. Individu dikatakan bekerjasama jika upaya-upaya dari setiap individu tersebut secara sistematis terintegrasi untuk mencapai tujuan bersama. Dalam mencapai tujuan bersama, kerjasama memberikan manfaat yang besar bagi kerja tim. Biasanya organisasi berbasis kerja tim memiliki struktur yang ramping. Organisasi akan bisa merespon dengan cepat dan efektif lingkungan yang cepat berubah.

Empat dimensi kinerja diatas, dua hal terkait dengan aspek keluaran atau hasil pekerjaan, yaitu: kualitas hasil, kuantitas keluaran dan dua hal terkait aspek perilaku individu, yaitu: penggunaan waktu dalam kerja (tingkat kepatuhan terhadap jam kerja, disiplin) dan kerjasama. Menurut Gillies (1996) menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah suatu proses menilai tentang hasil asuhan keperawatan pada pasien untuk mengevaluasi kelayakan dan keefektifan tindakan. Penilaian kinerja (Performance Appraisal) adalah sistem formal untuk menilai dan mengevaluasi kenerja tugas individu atau tim (Mondy, 2008). Penilaian kinerja merupakan hal yang penting demi mencapai suksesnya manajemen kerja.

Swansburg & Swansburg (2001) menjelaskan bahwa penilaian kinerja merupakan alat manajemen kunci untuk mengevaluasi produktivitas pekerja. Tujuan penilaian kinerja mencakup kompensasi, konseling, pelatihan dan

(20)

pengembangan, promosi, perencanaan staf, penerapan, pengeluaran, validasi teknik pilihan, motivasi melalui umpan balik dan dokumentasi untuk perlindungan legal.

2.3.5. Manfaat Penilaian Kinerja

Nursalam (2008) menjelaskan manfaat dari penilaian kerja yaitu: 1) meningkatkan prestasi kerja staf baik secara individu atau kelompok dengan

memberikan kesempatan pada mereka untuk memenuhi kebutuhan aktualisasi di dalam kerangka pencapaian tujuan pelayanan rumah sakit, 2) peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan pada gilirannya akan mempengaruhi atau mendorong SDM secara keseluruhannya, 3) merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan meningkatkan hasil karya dan prestasi

dengan cara memberikan umpan balik kepada mereka tentang prestasinya, 4) membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program pengembangan dan

pelatihan staf yang lebih tepat guna sehingga rumah sakit akan mempunyai tenaga yang cakap dan tampil untuk pengembangan pelayanan perawatan dimasa depan, 5) menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja meningkastkan gajinya atau sistem imbalan yang baik dan 6) memberikan kesempatan kepada pegawai atau staf untuk mengeluarkan perasaannya tentang pekerjaannya atau hal lain yang ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.

(21)

2.3.6. Alat Penilaian Kinerja

Marquis dan Huston (2013) menjelaskan tentang alat yang dapat digunakan untuk menilai kinerja perawat yaitu : 1) Daftar tilik, daftar ini terdiri atas berbagai pernyataan prilaku yang mewakili perilaku kerja yang ditentukan. Setiap pernyataan perilaku mewakili skor berat yang menyertainya atau sering disebut dengan poin yang dapat dikumpulkan oleh pegawai, 2) Essai yaitu penilaian ini berbentuk narasi yang dituliskan berdasarkan kekuatan pegawai dan area yang membutuhkan perkembangan serta pertumbuhan. Teknik penilaian ini memiliki kekuatan karena dapat memaksa penilai untuk berfokus pada aspek positif kinerja pegawai, dan 3) Penilaian diri. Penilaian ini berbentuk fortofolio yang berisikan tentang narasi cara pegawai mengimplementasikan pedoman klinis dan kriteria hasil pasien yang dicapai, tujuan pegawai serta rencana kerja untuk mencapai tujuan.

Menurut Nursalam (2011), jenis alat evaluasi pelaksanaan kerja perawat yang umum digunakan ada lima yaitu laporan bebas, pengurutan yang sederhana, checklist pelaksanaan kerja, penilaian grafik dan perbandingan pilihan yang dibuat. Laporan tanggapan bebas yaitu pemimpin atau atasan diminta memberikan komentar tentang kualitas pelaksanaan kerja bawahan dalam jangka waktu tertentu, sedangkan checklist pelaksanaan kerja yaitu checklist yang terdiri atas daftar kriteria pelaksanaan kerja untuk tugas yang paling penting dalam deskripsi kerja karyawan dengan lampiran formulir dimana penilai dapat menyatakan bahwa bawahan dapat memperlihatkan tingkah laku yang diinginkan atau tidak.

(22)

2.4. Pelatihan

2.4.1. Definisi Pelatihan

Pelatihan merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian. Pelatihan juga merupakan bagian dari suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan khusus seseorang atau kelompok orang (Mangkunegara, 2014). Pelatihan adalah suatu kegiatan dari instansi yang bermaksud untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari perawat sesuai dengan keinginan institusi keperawatan (Simamora, 2014).

2.4.2. Tujuan Pelatihan

Menurut Notoatmodjo (2009), tujuan pelatihan yaitu: a) meningkatkan produktifitas kerja. Peningkatan produkifitas kerja terjadi disebabkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan staf selalu diperbaharui dan disesuaikan dengan standar, b) meningkatkan mutu kerja. Pelatihan memberikan informasi tentang standar pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh staf. Standar tersebut akan menjadi pedoman bagi staf ketika melaksanakan pekerjaannya sehingga secara tidak langsung mutu kerja dapat terbentuk, c) meningkatkan ketepatan dalam perencanaan sumber daya manusia khususnya perawat. Pelatihan dan pengembangan staf bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan sehingga dapat diketahui bagian atau jabatan yang memerlukan penambahan atau rotasi pegawai.

(23)

Selanjutnya, d) meningkatkan moral kerja. Berbagai materi yang berkaitan dengan area kerja staf dapat disampaikan dalam pelatihan dan pengembangan termasuk moral dan etika dalam bekerja, e) menjaga keselamatan dan menunjang pengembangan seseorang. Pelatihan dan pengembangan akan memberikan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dimiliki oleh staf sehingga staf selalu siap apabila diberikan kesempatan promosi untuk pengembangan karir, f) meningkatkan kematangan kepribadian staf. Pelatihan dan pengembangan akan meningkatkan sikap dan kepribadian staf dalam menunjang produktifitas kerja, g) meningkatkan kemampuan intelektual dan keterampilan. Peningkatan intelektual dan keterampilan dapat terjadi apabila materi pelatihan dan pengembangan berkaitan langsung dengan peran dan tugas yang harus dikerjakan staf. Tujuan pelatihan menyimpulkan bahwa seorang perawat perlu mengikuti pelatihan agar kinerjanya selalu tinggi dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan yang pada akhirnya akan memenuhi harapan pasien.

2.4.3. Manfaat Pelatihan

Menurut Simamora (2012), manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya program pelatihan terhadap perawat yaitu meningkatkan rasa puas perawat, pengurangan pemborosan, mengurangi ketidakhadiran dan turn over, memperbaiki metode dan sistem kerja, menaikkan tingkat penghasilan, mengurangi biaya lembur, mengurangi biaya pemeliharaan peralatan keperawatan, mengurangi keluhan perawat, mengurangi kecelakaan kerja, memperbaiki komunikasi, meningkatkan pengetahuan perawat, memperbaiki moral perawat dan menimbulkan kerjasama yang lebih baik.

(24)

2.4.4. Dimensi Program Pelatihan

Menurut Sofyan (2008), dimensi program pelatihan yang efektif diberikan perusahaan kepada pegawai dapat diukur melalui: 1) isi pelatihan, yaitu isi program pelatihan relevan dan sejalan dengan kebutuhan pelatihan, dan apakah pelatihan itu up to date, 2) kesesuaian materi, yaitu metode pelatihan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan dan metode pelatihan tersebut sesuai dengan gaya belajar peserta pelatihan, 3) keterampilan instruktur (pelatih), yaitu instruktur (pelatih) mempuyai kemampuan dan keterampilan dalam penyampaian materi sehingga mendorong orang untuk belajar, 4) fasilitas pelatihan, yaitu tempat penyelenggaraan pelatihan dapat dikendali oleh instruktur, apakah relevan dengan jenis pelatihan.

2.4.5. Metode Pelatihan

Notoatmodjo (2009) menyatakan terdapat dua metode yang digunakan di dalam pelatihan yaitu: a) metode di luar pekerjaan (off side job) seperti teknik presentasi informasi yaitu menyajikan informasi yang tujuannya mengintroduksikan kemampuan, pengetahuan, sikap dan keterampilan baru kepada para peserta, ceramah yaitu pengajar bertatap muka langsung dengan peserta, teknik diskusi yaitu informasi yang disajikan disusun dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan yang harus dibahas dan didiskusikan oleh para peserta, teknik pemodelan perilaku yaitu meniru tindakan dengan cara mengobservasi, simulasi, studi kasus, permainan peran, teknik di dalam keranjang (in basket), b) metode di dalam pekerjaan (on the job training) seperti rotasi pekerjaan, pembimbingan dan pelatihan posisi.

(25)

2.4.6. Langkah-Langkah Pelaksanaan Pelatihan

Langkah-langkah untuk menyusun program pelatihan dan pengembangan menurut Siagian (2000) yaitu: 1) penentuan kebutuhan. Tahap ini dilakukan melalui penentuan kebutuhan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang akan disampaikan dalam kegiatan pelatihan dan pengembangan, 2) penentuan sasaran. Tahap penentuan sasaran menentukan bagian atau jabatan khususnya staf yang harus mengikuti pelatihan dan pengembangan, 3) penentuan isi program. Isi program berkaitan dengan penjabaran materi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang disampaikan dalam kegiatan pelatihan dan pengembangan. 2.4.7. Penelitian Pelatihan terkait Kinerja Perawat

Pendidikan dan pelatihan berpengaruh terhadap kinerja perawat. Pendidikan dan pelatihan merupakan salah satu bagian terpenting dalam pengembangan staf (Marquis & Huston, 2013). Pendidikan dan pelatihan yang diikuti perawat diharapkan dapat meningkatkan kemampuan seorang perawat baik dalam pengetahuan, keterampilan maupun sikap (Notoatmodjo, 2009). Perawat yang mengikuti pelatihan dapat meningkatkan kinerjanya dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien. Pendapat ini didukung oleh Bernadin (2007) yang menyatakan bahwa pelatihan adalah upaya untuk mengembangkan kinerja staf dalam pekerjaan atau yang berhubungan dengan pekerjaannya. Pelatihan pada umumnya menekankan kepada kemampuan psikomotor, meskipun didasari pengetahuan dan sikap sedangkan pendidikan menekankan pada ketiga area kemampuan (kognitif, afektif dan psikomotor) yang seimbang terutama pada pendidikan yang masih bersifat umum.

(26)

Hasil penelitian Hasanah (2015) tentang hubungan pendidikan dan pelatihan dengan kinerja perawat dalam pelayanan kesehatan di RSUD Muntilan Kabupaten Magelang menunjukkan bahwa ada hubungan pendidikan dan pelatihan dengan kinerja perawat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dai (2008) tentang hubungan antara pelatihan terhadap kinerja perawat, menyatakan ada hubungan yang signifikan antara pelatihan dengan kinerja dengan interprestasi bahwa pelatihan yang diberikan sangat menambah ilmu pengetahuan sehingga dapat meningkatkan kinerja. Hal ini membuktikan bahwa pelatihan berpengaruh dalam kinerja seseorang.

Penelitian yang dilakukan oleh Lumbanraja (2010) menyatakan bahwa perlunya pendidikan dan pelatihan perawat untuk meningkatkan kinerja perawat dalam hal tindakan keperawatan, kedisiplinan, kerapian, sopan santun dan tanggung jawab sehingga diharapkan menjadi perawat yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, berdisiplin serta mampu menguasai teknologi sehingga menjadi perawat profesional yang akan menunjang kinerjanya dalam pelayanan kesehatan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasenda (2013) dengan judul hubungan antara pelatihan dengan kinerja perawat di ruang rawat inap RSUD Liunkendage Tahuna didapatkan hasil p= 0,748 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pelatihan dengan kinerja perawat.

(27)

2.4.8. Pelatihan Ronde Keperawatan

Pelatihan adalah suatu metode meningkatkan pengetahuan dan keterampilan seseorang. Pelatihan dilakukan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan dan pengetahuan dari perawat sesuai dengan keinginan institusi keperawatan. Menurut Clarke (2004), perawat di ruang rawat inap telah diidentifikasi sangat membutuhkan pendidikan dan pelatihan untuk melanjutkan pengembangan professional, meningkatkan keterampilan klinis dan meningkatkan semangat kerja. Ronde keperawatan adalah suatu metode dalam pelayanan keperawatan yang berguna untuk meningkatkan pelayanan kepada pasien dan memberikan masukan kepada perawat tentang asuhan keperawatan yang dilakukan (Kozier et al., 2011). Swansburg & Swansburg (2001) menyatakan bahwa ronde keperawatan merupakan prosedur dimana dua atau lebih perawat mengunjungi pasien untuk mendapatkan informasi yang akan membantu dalam merencanakan pelayanan keperawatan.

Penelitian ini dilakukan dengan memberikan pelatihan ronde keperawatan kepada perawat pelaksana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat terhadap asuhan keperawatan yang dilakukan. Pelatihan ronde keperawatan akan membantu perawat pelaksana dalam meningkatkan kualitas asuhan keperawatan yang lebih profesional, perawat akan lebih dapat memecahkan masalah pasien secara kompleks sehingga pasien akan puas dengan pelayanan asuhan keperawatan yang diberikan. Tingkat kepuasan pasien yang tinggi menunjukan kinerja perawat yang semakin baik.

(28)

Penelitian Maliya dan Susilaningsih (2012) menunjukkan bahwa ada peningkatan kinerja staf keperawatan setelah dilakukan pelatihan ronde keperawatan. Selain itu, penelitian Aristyawati, Gunahariati dan Lestari (2015) melaporkan bahwa dampak tidak dilaksanakan ronde keperawatan dapat menurunkan produktivitas kerja serta menurunkan komunikasi teraupetik perawat dengan tenaga kesehatan dan komunikasi perawat dengan pasien sehingga motivasi perawat dalam bekerja akan menurun secara perlahan.

Hasil penelitian Saleh (2012) mengenai pengaruh ronde keperawatan terhadap tingkat kepuasan kerja perawat pelaksana di ruang rawat inap RSUD Abdul Wahab Sajharinie Samarinda menunjukkan ada pengaruh yang bermakna ronde kepewatan terhadap kepuasan kerja. Hasil penelitian Aitken et al. (2010) menunjukkan bahwa didapatkan adanya peningkatan yang bermakna setelah dilakukan tindakan ronde keperawatan dibandingkan kelompok kontrol yang tidak dilakukan ronde keperawatan.

Nancy (2009) yang meneliti pengaruh nursing round terhadap kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan di rumah sakit MMC Jakarta. Hasil analisis memperlihatkan bahwa ada pengaruh kepuasan antara kelompok yang mendapat nursing round dengan menggunakan panduan terhadap kepuasan pasien pada pelayanan keperawatan. Dengan dilakukan ronde keperawatan kepuasan pasien akan meningkat lima kali dibanding tidak dilakukan ronde keperawatan.

(29)

2.5. Landasan Teori

Teori keperawatan yang digunakan adalah teori Imogene King (1981) diawali dengan Dynamic Interacting System yang memiliki tiga konsep yaitu sistem personal, sistem interpersonal dan sistem sosial. Konsep teori Imogene King (1981) mengemukakan Theory of Goal Attainment dari kerangka kerja sistem interpersonal meliputi interaksi, persepsi, komunikasi, transaksi, diri sendiri, peran, stress, pertumbuhan dan perkembangan, waktu dan ruang.

Imogene King dikenal dengan ”Interacting Systems Framework and Theory of Goal Attainment”, yaitu adanya interaksi antara perawat dan pasien pada pelaksanaan asuhan keperawatan. Hubungan interaksi antara perawat dan pasien membawa pada pencapaian tujuan. King menyatakan pencapaian tujuan merupakan sebuah konsep transaksi sebagai komponen integral dalam teori ini. King menggunakan metode observasi non partisipan untuk mengumpulkan informasi hubungan perawat-pasien dalam seting perawatan di rumah sakit. Beragam interaksi diamati baik komunikasi verbal maupun komunikasi non verbal yang kemudian direkam sebagai data mentah, termasuk bagaimana alat untuk mencapai tujuan dieksplor dan telah disepakati sebelumnya. Studi ini memberikan sebuah sistem klasifikasi yang berguna dalam interaksi perawat – klien. King mengusulkan suatu kerangka konsep keperawatan, yaitu pembentukan kerangka yang menghubungkan perawat sebagai sistem utama pelayanan kesehatan, mengembangkan konsep dan penerapannya dalam pengetahuan perawat dan suatu strategi untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan kerangka kerja.

(30)

Imogene King (1995) dalam Tomey & Alligood, (2006) menyatakan

penentuan tujuan timbal balik (antara perawat dan klien) didasarkan pada a) pengkajian keperawatan dengan memberi perhatian terhadap permasalahan dan

gangguan kesehatan yang dialami klien; b) keterlibatan antara persepsi perawat dan persepsi klien; c) pemberian informasi terhadap masing-masing fungsi untuk membantu klien mencapai sasaran/tujuan yang ingin dicapai.

Empat konsep utama asumsi King yaitu a) keperawatan (nursing). Keperawatan merupakan perilaku yang dapat diobservasi dan ditemukan dalam sistem perawatan kesehatan yang ada di masyarakat. Tujuan keperawatan adalah untuk membantu individu memelihara kesehatan mereka, sehingga mereka dapat menjalani peran-peran mereka. Persepsi perawat dan pasien juga mempengaruhi proses interpersonal. Tindakan/aksi adalah proses awal hubungan dua individu dalam berperilaku, memahami, mengenali kondisi yang ada yang digambarkan melalui hubungan perawat-pasien dengan melakukan kontrak untuk pencapaian tujuan. Reaksi adalah bentuk tindakan yang terjadi akibat adanya aksi dan merupakan respon individu. Interaksi adalah bentuk kerjasama yang saling mempengaruhi antara perawat-pasien, yang diwujudkan dalam bentuk komunikasi. Transaksi adalah kondisi dimana antara perawat dan pasien terjadi suatu persetujuan dalam rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan. Fungsi perawat dalam hal ini adalah menginterpretasikan informasi yang diperoleh ketika merawat dan merupakan proses merencanakan, menerapkan dan melakukan evaluasi dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.

(31)

Selanjutnya, b) manusia (person) merupakan asumsi spesifik yang berhubungan dengan manusia atau individu, terperinci dalam asumsi-asumsi berikut: individu adalah mahluk spiritual, individu mempunyai kapasitas untuk berpikir, mengetahui, membuat aneka pilihan, dan memilih tindakan alternatif, individu mempunyai kemampuan memahami bahasa, budaya dan simbol-simbol lain yang terekam, individu adalah sistem terbuka dalam transaksi dengan lingkungan. Transaksi berarti juga bahwa tidak ada yang memisahkan antara manusia dan lingkungan, individu bersifat unik dan holistik, menjadi berharga dan hakiki, dan dapat membuat pemikiran yang rasional dan membuat keputusan dalam berbagai situasi, individu berbeda dalam kebutuhan, keinginan dan tujuan/sasaran mereka, c) kesehatan (health). Kesehatan berimplikasi pada penyesuaian berkelanjutan terhadap stres di dalam lingkungan internal dan eksternal melalui penggunaan yang optimal dari sumber dayanya untuk mencapai potensi maksimum untuk kegiatan sehari-hari, d) lingkungan (environment). King (1981 dalam Tomey & Alligood, 2006) percaya bahwa satu pemahaman tentang tatacara manusia berhubungan dengan lingkungan untuk memelihara kesehatan adalah hal yang essensial untuk perawat. Sistem terbuka berimplikasi pada interaksi yang terjadi antara sistim dan lingkungan yang mengalami perubahan secara terus menerus. Penyesuaian-penyesuaian dalam kehidupan dan kesehatan dipengaruhi oleh satu interaksi individu dengan lingkungan. Keberhasilan suatu tindakan keperawatan dapat didasarkan pada satu prinsip dan persepsi yang sama antara tim pemberi layanan keperawatan/kesehatan terhadap objek tertentu. Hal tersebut dikemukakan King’s dalam teorinya.

(32)

Konsep King’s menjabarkan untuk meningkatkan pemberian pelayanan keperawatan perlu ada komunikasi yang baik dan interaksi antara perawat dengan klien/keluarga, perawat dengan tim pelayanan keperawatan dan kesehatan. Fokus landasan teori pada penelitian ini adalah interaksi individu dengan orang lain dalam berbagai sistem. Teori King (1981) dapat digambarkan pada penelitian ronde keperawatan terhadap kinerja perawat melakukan pemberian asuhan keperawatan melalui interaksi yang terjadi pada sistem personal, sistem interpersonal dan sistem sosial di rumah sakit.

2.6. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini digambarkan sebagai berikut:

Pretest Intervention Posttest

Skema 2.1 Kerangka Konsep Penelitian Pelatihan a. Pengetahuan b. Keterampilan Ronde Keperawatan a. Pengertian b. Tujuan c. Manfaat d. Mekanisme Ronde Keperawatan Kinerja Perawat (Kualitas, Kuantitas, Penggunaan waktu dalam kerja, Kerjasama) Theory of Goal Attainment (Imogene M. King) Kinerja Perawat (Kualitas, Kuantitas, Penggunaan waktu dalam kerja, Kerjasama)

Referensi

Dokumen terkait

Karena harga merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam kepuasan anggota sebagi pelanggan dan menjadi alasan untuk menentukan dimana ia akan membeli barang kebutuhannya,

Silakan mahasiswa menkan tombol , maka akan muncul dropdown box yang berisi jadwal-jadwal kelas untuk mata kuliah tersebut, pilih salah satu yang paling sesuai

Elevasi mercu bendung merupakan salah satu bagian dari perencanaan bendung. Penentuan dari mercu bendung didasarkan dari muka air rencana pada bangunan intake. Pada

In order to evaluate the ASR possibility of aggregate in concrete mixture and suppressing effect of ASR by SCMs, ultra accelerated concrete prism tests CPT were carried out at 60 ° C

Karena dan ( q konjugat p dan ) masing-masing ruang barisan maka operator linear kontinu A menentukan suatu matriks tak hingga dan. Berdasarkan pertidaksamaan

‘I think he heard something inside – I don’t know what, but he kept peerin’ down, down into the shadows.. Then

Kendala yang dialami guru yakni proses pemahaman peserta didik terhadap pembelajaran yang di samapaikan guru sehingga pelajaran yang di sampaikan tidak hanya di sampaikan

Seperti telah diutarakan, novel ini adalah novel biasa tentang obsesi, ambisi, harta dan cinta --- dengan kata lain, tema yang diusung oleh pengarang novel ini adalah