commit to user
i
KAJIAN PEMULIHAN SERAPAN DAN PENETRASI
BETON RINGAN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR
DENGAN VARIASI WAKTU
WATER CURING
(Study of Recovering the Absorption and Penetration of Post Burn Lightweight Concrete Fibrous Aluminium with Water Curing Variations)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
ARIF ENDRA PRADANA
NIM I 1106020
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
HALAMAN PERSETUJUAN
KAJIAN PEMULIHAN SERAPAN DAN PENETRASI
BETON RINGAN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR
DENGAN VARIASI WAKTU
WATER CURING
(Study of Recovering the Absorption and Penetration of Post Burn Lightweight Concrete Fibrous Aluminium with Water Curing Variations)
SKRIPSI
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Disusun Oleh :
ARIF ENDRA PRADANA
NIM I 1106020
Telah disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret
Persetujuan :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
commit to user
iii
KAJIAN PEMULIHAN SERAPAN DAN PENETRASI
BETON RINGAN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR
DENGAN VARIASI WAKTU
WATER CURING
(Study of Recovering the Absorption and Penetration of Post Burn Lightweight Concrete Fibrous Aluminium with Water Curing Variations)
SKRIPSI
Disusun Oleh :
ARIF ENDRA PRADANA
NIM I 1106020
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Jumat, 21 Oktober 2011 :
1. Ir. Antonius Mediyanto, MT __________________
NIP. 19620118 199512 1 001
2. Wibowo, ST, DEA __________________
NIP. 19681007 199502 1 001
3. Edy Purwanto, ST., MT __________________
NIP. 19680912 199702 1 001
4. Ir. Slamet Prayitno, MT __________________
NIP. 19531227 198601 1 001
Mengetahui, Disahkan, Disahkan,
a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil Ketua Program S1 Non-Reguler
Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik UNS
commit to user
Tetap semangat dan jangan menyerah.
Hadapilah semua dengan penuh suka cita.
Kegagalan adalah kunci dari keberhasilan.
Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya.
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku ini untuk :
Bapak dan Ibuku, atas cinta, kasih sayang, doa, dan dukungan
yang telah diberikan selama ini…
Kakak-kakaku di jakarta, atas supportnya….
Karen Yemima di Jakarata, atas semangat dan dukungannya…
Saudaraku-saudaraku satu kontrakan yang penuh keceriaan...
(Ton2, Item, Jaja, Sontip, Andri, Julham, Ibo, Sodiq, Bege, Ojan,
Antok, Tok2)
Teman-teman seperjuangan …
(Hurya, Sono, Tinggi, Bodong, Poksay, Mas Fagil, Mas Dwi, Bdul,
Sinta, Jogek, Agus, Udin, Eci, Unyil, gondrong, Rosid)
Thanks atas bantuannya
Teman, saudara, dan sahabat angkatan ’06, dan teman-teman
semua yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, terimakasih
atas ikatan persaudaraan kita
commit to user
v
ABSTRAK
Arif Endra Pradana, 2011. ”KAJIAN PEMULIHAN SERAPAN DAN PENETRASI BETON RINGAN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR DENGAN VARIASI WAKTU WATER CURING”. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Beton merupakan bahan struktur yang sangat populer, yang sering digunakan dalam sebuah konstruksi, karena beton memiliki kelebihan. Tetapi beton juga memiliki kelemahan diantaranya adalah berat jenis beton relatif besar dan beton tidak kuat menahan gaya tarik. Dalam penelitian ini untuk mengatasi masalah di atas, dengan mereduksi agregat kasar menggunakan ALWA dan memberi bahan tambah berupa serat aluminium. Kebakaran yang sering terjadi pada sebuah bangunan, akan mengakibatkan kerusakan pada beton. Penelitian ini membahas seberapa besar nilai serapan dan penetrasi beton ringan serta beton ringan berserat aluminium pada kondisi pasca bakar, dan setelah mendapat perawatan ulang (water curing). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu curing minimal agar didapatkan pemulihan maksimal pada beton ringan berserat aluminium pasca bakar yang ditinjau dari nilai serapan dan penetrasinya.
Penelitan ini menggunakan metode eksperimental dengan total benda uji 72 buah yang terdiri dari 2 variasi campuran dan 6 variasi perawatan. Benda uji pada penelitian ini berupa silinder beton yang dicetak di dalam pipa PVC, dengan ukuran diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm, untuk pengujian serapan dan penetrasi beton ringan pasca bakar. Pengujian dilakukan pada saat umur beton 28 hari, sedangkan untuk beton pasca bakar pengujian dilakukan setelah perawatan ulang umur 14, 28, 42 dan 56 hari.
Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa beton yang ditambah dengan serat aluminium dan beton setelah dibakar pada suhu 500°C akan mengakibatkan nilai serapan dan penetrasi beton bertambah, sehungga mengakibatkan kualitas beton menurun. Perawatan ulang yang dilakukan pada beton pasca bakar suhu 500°C mengalami penurunan nilai serapan dan penetrasinya. Nilai serapan air pada beton rendaman 10+0,5 menit untuk variasi tanpa pembakaran, 500°C, 500°C+curing 14 hari, 500°C+curing 28 hari, 500°C+curing 42 hari dan 500°C+curing 56 hari berturut-turut : ( SRN : 1,75; 3,21; 2,52; 2,39; 2,20; 1,99), (SRNF: 2,19; 3,95; 3,36; 3,03; 2,50; 2,49). Kedalaman penetrasi beton untuk variasi tanpa pembakaran, 500°C, 500°C+curing 14 hari, 500°C+curing 28 hari, 500°C+curing 42 hari dan 500°C+curing 56 hari berturut-turut : (PRN: 2,73; 3,4; 3,23; 3,07; 2,97; 2,93), (PRNF: 3,1; 3,70; 3,63; 3,50; 3,43; 3,27). Perawatan ulang pada beton dapat memulihkan kekutan beton, dimana pemulihan maksimum terjadi pada curing 56 hari sebesar : SRN 87,94%; SRNF 87,95%; PRN 93,74% dan PRNF 94,80%.
commit to user
ABSTRACT
Arif Endra Pradana, 2011. “STUDY OF RECOVERING THE ABSORPTION AND PENETRATION OF POST BURN LIGHTWEIGHT CONCRETE FIBROUS ALUMINIUM WITH WATER CURING VARIATIONS”. Thesis of Civil Engineering Department of Engineering Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.
Concrete is a very popular structure material, frequently used in a construction, because it has some advantages. But concrete also has disadvantages such as relatively high density and it is not strong enough to resist pulling force. In this research, the problems above are with by reducing the coarse aggregate using ALWA and adding the supplemental material, namely aluminum fiber. Fire often occurring in a building will lead to concrete damage. This research discusses the extent of absorption and penetration value of light concrete as well as aluminum fibred light concrete in post-burn condition, and after treated by water curing. The objective of research is to find out the minimum curing time to get maximum recovery in post-burn aluminum-fibred light concrete based on its absorption and penetration values.
This research employed an experimental method with 72 sample consisting of 2 mixed variations and 6 maintenance variations. The sample in this research constitute the concrete cylinder molded in PVC pipe, with 7.5 cm diameter and 15 cm height, for absorption and penetration examination of post-burn light concrete. The examination was done in the day-28 of concrete age, while the examination of post-burn concrete was done after water curing at the days-14, 28, 42, and 56.
From the result of examination, it can be found was reinforced aluminum fiber
and the concrete after burning at 500oC will result in increased absorption and
penetration values of concrete. Water curing that was done to post-burn concrete
at 500oC encountered the decreased absorption and penetration values. The water
commit to user
commit to user
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO DAN PESEMBAHAN ... iv
ABSTRAK ... v
PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR NOTASI ... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Tujuan Penelitian ... 3
1.5. Manfaat Penelitian ... 3
1.5.1. Manfaat Praktis ... 3
1.5.2. Manfaat Teoritis ... 3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 4
2.2. Dasar Teori ... 6
2.2.1. Pengertian Beton ... 6
2.2.2. Pengertian Beton Ringan ... 6
2.2.3. Pengertian Beton Ringan dengan Bahan Tambah Serat Aluminium ... 7
2.2.4. Pengertian Beton Pasca Bakar ... 7
commit to user
2.2.8.1. Definisi Beton Kedap Air ... 13
2.2.8.2 Spesifikasi Bahan ... 14
2.2.9. Serapan Air ... 16
2.2.9.1. Serapan Air sebagai Salah Satu Faktor Durabilitas ... 16
2.2.9.2. Hal-Hal Yang Mempengaruhi Besar Serapan Air ... 17
2.2.10. Penetrasi Beton ... 19
2.2.11. Mekanisme Pengaliran ... 22
2.2.11.1. Mekanisme Masuknya Air Ke Dalam Beton ... 22
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Umum ... 26
3.2. Benda Uji... 26
3.3. Tahap dan Prosedur Penelitian ... 28
3.4. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar ... 32
3.4.1. Standar Pengujian Agregat Halus ... 32
3.4.2. Standar Pengujian Agregat Kasar ... 32
3.5. Standar Pengujian Serapan dan Penetrasi ... 33
3.6. Alat-Alat yang Digunakan ... 33
3.7. Pengujian Bahan Dasar Beton ... 35
3.7.1. Pengujian Agregat Halus ... 35
3.7.2. Pengujian Agregat Kasar ... 42
3.8. Perencanaan Campuran Beton ... 45
commit to user
3.11. Perawatan Benda Uji ... 47
3.12. Pembakaran Benda Uji... 47
3.13. Pengujian serapan Beton ... 47
3.14. Pengujian Penetrasi Beton ... 48
3.15. Analisis Data dan Pembahasan ... 49
BAB 4. HASIL PENELITIANDAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Agregat ... 50
4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus ... 50
4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar ALWA ... 52
4.2. Hasil Pengujian Aluminium ... 54
4.3. Perhitungan Rancang Campur Beton ... 55
4.4. Hasil Pengujian Nilai Slump ... 55
4.5. Data Hasil Waktu Pembakaran………. 56
4.6. Data Hasil Pengujian Benda Uji dan Analisis Data ... 57
4.6.1. Hasil Pengujian Serapan Air ... 57
4.6.2. Hasil Pengujian Penetrasi ... 61
4.7. Pembahasan ... 65
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 68
5.2. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
commit to user
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat popular, yang sering
digunakan dalam sebuah konstruksi. Material ini menjadi salah satu pilihan utama
dalam pembuatan suatu struktur bangunan, karena material ini mempunyai kelebihan
dibandingkan dengan material lain. Kelebihan beton yaitu kuat menahan gaya tekan,
tahan terhadap korosi, beton mudah dibentuk sesuai kebutuhan dan perawatannya
mudah. Disamping beton mempunyai kelebihan, beton juga mempunyai kelemahan,
yaitu tidak kuat menahan gaya tarik dan berat beton sendiri yang relatif besar, yaitu
beton normal mempunyai berat jenis 2400 kg/m3 (2,4 ton/ m3). Akibat kuat tarik
beton yang rendah, membuat beton retak jika menerima beban yang cukup besar.
Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas maka dalam penelitian ini
menggunakan beton ringan dengan memakai ALWA sebagai agregat kasarnya dan
untuk memperbaki kuat tarik beton ringan, maka ditambah dengan serat, yaitu serat
aluminium.
Kelemahan yang lain dari material ini yaitu bila terjadi kebakaran pada beton,
sehingga terjadi kenaikan suhu yang membuat kekutan pada beton cenderung
menurun. Hal ini disebabkan berubahnya komposisi kimianya yang juga
mengakibatkan perubahan mikrostruktur beton dan secara keseluruhan terjadi
perubahan perilaku material beton, sehingga mengakibatkan kekutan beton menurun.
Proses kebakaran pada beton mengakibatkan dehidrasi pada kristal betonnya, setelah
Dengan terjadinya dehidrasi akibat kebakaran, beton mengalami penurunan kuat
tekan. Hal ini didukung oleh terjadinya penurunan tegangan dan terjadinya
peningkatan regangan pada beton. Nilai modulus elaslisitas menurun yang berarti
tingkat kekakuan beton berkurang dari nilai modulus elastisitas awalnya. Disamping
itu terjadi perubahan nilai porositasnya dan nilai permeabilitasnya meningkat. Salah
satu faktor yang mempengaruhi durabilitas beton adalah permeabilitas beton, yaitu
kemudahan beton untuk dapat dilalui air, selain itu durabilitas beton juga ditentukan
oleh nilai serapan dan penetrasinya. Dalam penelitian ini akan membahas seberapa
besar serapan dan penetrasi beton ringan serta beton ringan dengan bahan tambah
serat aluminium pada kondisi pasca bakar. Suhu pembakaran diberikan berdasarkan
suhu dimana beton mulai menurun kekuatannya yaitu kira-kira lebih dari 300°C dan
suhu leleh aluminium yaitu kira-kira 660°C, sehingga suhu pembakaranya adalah
500°C, selanjutnya dilakukan perawatan ulang dengan variasi waktu perawatannya.
Perawatan yang dimaksud adalah dengan membasahi beton dengan karung basah
dengan variasi waktu yaitu 14 hari, 28 hari, 42 hari dan 56 hari. Beton yang
mengalami perawatan ulang adalah beton pasca bakar.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup penelitian masalah yang telah
diuraikan diatas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut :
Seberapa besar pemulihan yang terjadi pada beton ringan dan beton ringan dengan
bahan tambah serat aluminium pasca bakar suhu 500°C setelah mendapat perawatan
ulang dengan variasi waktu perawatan yaitu 14 hari, 28 hari, 42 hari dan 56 hari.
1.3. BATASAN MASALAH
Dalam penelitian diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut :
a. Semen yang digunakan adalah semen PCC (Portland Compsite Cement).
c. Aluminium yang digunakan mempunyai panjang 50 mm, lebar 2 mm dan tebal
0,18 mm.
d. Seluruh agregat kasar menggunakan ALWA sebagai pengganti batu pecah.
e. Tidak dibahas reaksi kimia yang terjadi pada campuran tehadap bahan-bahan yang digunakan.
f. Suhu pembakaran 500°C.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :
Mengetahui waktu curing minimal agar didapat pemulihan maksimal nilai penetrasi
dan serapan pada beton ringan dan beton ringan berserat aluminium pasca bakar.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1.5.1 Manfaat Teoritis
a. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu bahan dan struktur.
b. Menambah pengetahuan tentang serapan dan penetrasi beton ringan berserat
aluminium pasca bakar ditinjau dari parameter variasi waktu perawatan.
1.5.2. Manfaat Praktis
Menambah alternatif pemanfaatan limbah aluminium sebagai bahan campuran
pembuatan beton untuk mengatasi kekurangan dan kelangkaan bahan pembuat
commit to user
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1. Tinjauan Pustaka
Beton merupakan bahan struktur yang terbuat dari campuran semen, agregat, dan air,
yang mempunyai berat sendiri relatif besar, yaitu 2400 kg/m3. Untuk mengurangi
berat sendiri atau beban mati dari beton, maka digunakan beton ringan yang
mempunyai berat jenis kurang dari 1800 kg/m3. Beton ringan mempuyai berat jenis
yang lebih ringan daripada beton normal, dikarenakan adanya pori-pori atau
gelembung udara pada agregat maupun mortar pada beton ringan (Tjokrodimuljo
1996).
Susunan beton secara umum, yaitu 7-15% semen, 16-21% air, 25-30% agregat halus
dan 31-50% agregat kasar (Nugraha, 2007).
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah beton ringan yang menggunakan
artificiall lightweight coarse aggregate (ALWA) sebagai agregat kasarnya. ALWA
yang sering digunakan semisal bloated clay, crushed bricks atau fly ash based
coarsed aggregate, yang diperoleh dengan pembutan pada rotary kiln, batu tulis yang
berbusa, dan batu apung (Ali, et.al, 1989).
Penelitian ini juga menngunakan bahan tambah berupa serat. Serat yang sering
digunakan semisal serat asbes, serat tumbuh-tumbuhan (rami, bamboo, ijuk), serat
plastik (polypropylene) atau potongan kawat baja. Pada umumnya serat yang
digunakan untuk campuran beton berupa batang-batang dengan diameter antara 5-500
Sifat tahan api (fire resistence) unsur-unsur bangunan secara umum diukur dan
ditetapkan menurut standar ASTM E 199. Daya tahan didefinisikan sebagai lamanya
bahan bertahan terhadap kebakaran standar sebelum titik kritis akhir pertama dicapai.
Pada suhu yang sama dengan suhu yang dijumpai pada kebakaran, kekuatan dan
modulus elastisitas berkurang. Selain itu, sifat-sifat beton pada suhu tinggi
dipengaruhi juga ( dalam batas tertentu) oleh agregat. Pengaruh agregat silikat dan
agregat berbobot ringan akan memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat-sifat
beton selama kebakaran atau pasca bakar (Gustaferro,1966).
Akibat kebakaran atau kenaikan suhu pada beton akan merubah komposisi kimianya,
retak, lepas dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi karena perubahan
komposisi kimia secra bertahap pada pasta semennya. Retak diakibatkan adanya
perbedaan perubahan volume antara pasta semen dengan butir-butir agregat.
Mengelupasnya bagian luar akibat perbedaan perubahan volume antara luar beton
yang panas dan bagian dalam beton yang masih dingin (Tjokrodimuljo, 1996). Beton
yang dibakar pada temperatur tinggi mengakibatkan penurunan kekuatan,
pengelupasan, dan retak-retak pada beton (Nugraha, 2007).
Hansen (1976), menyebutkan beton mengalami sedikit peningkatan kuat tekan beton
bila dipanaska pada temperatur 200 °C-300 °C, tetapi bila dipanaskan pada temperatur 400 °C, kuat tekan akan akan menurun lebih dari 20℅, dan kuat tekan akan menurun 70℅ bila dipanaskan pada temperature 700 °C.
Beton bila dipanaskan pada temperatur 200 °C, air yang teresap di dalam agregat
akan menguap, dan beton bila dipanaskan pada temperatur 400 °C, pasta semen yang
sudah terhidrasi akan terurai kembali sehingga mengakibatkan kekuatan beton
terganggu (Nugraha, 2007).
Dari hasil pembakaran pada temperature 300, 400oC dan 500oC, beton ringan
dilakukan perawatan (curing) pada beton ringan yang dibakar pada suhu 500oC, beton
ringan tersebut mengalami kenaikan nilai kuat tarik belah dan MOR, mencapai 120%
untuk kuat tarik belah dan 33,33% untuk pengujian MOR (Mediyanto, 2009).
2.2. Dasar Teori
2.2.1. Pengertian Beton
Beton adalah bahan struktur yang komposit, yang terbuat dari campuran semen,
agregat dan air dengan perbandingan tertentu. Terkadang beton juga diberi bahan
tambahan (admixture) untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu,
misalnya kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas dan waktu pengerasan.
Campuran beton di atas akan mengalami reaksi kimia antara semen dan air yang akan
berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, semakin lama umur beton, akan
semakin keras beton tersebut.
2.2.2. Pengertian Beton Ringan
Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat jenis lebih kecil dari berat jenis
beton normal, yaitu kurang dari 1800 kg/m3. Campuran beton ringan pada dasarnya
sama dengan campuran pada beton normal, berat jenisnya direduksi. Reduksinya
dilakukan dengan cara menggunakan artificiall light weight aggregate (ALWA)
sebagai agregat kasarnya, semisal bloated clay, crushed bricks atau fly ash based
coursed aggregate yang diperoleh dengan pembuatan pada rotary kiln, batu tulis,
batu bara yang berbusa, dan batu apung (Ali, et.al.1989). Pembuatan beton ringan
juga bisa dilakukan dengan cara pencampuran additive yang mengahilkan rongga
udara setelah bercampur dengan semen atau agregat halus dalam beton (Murdock and
2.2.3. Pengertian Beton Ringan dengan Bahan Tambah Serat Aluminium
Beton ringan dengan bahan tambah serat aliminium adalah suatau material yang
dibuat dari campuran semen portland, pasir, air dan ditambah dengan serat
aluminium, dengan perbandingan tertentu. Pembuatan beton ringan berserat
aluminium sama seperti dengan pembutan beton ringan, dicampur dan diaduk secara
merata agar diperoleh hasil yang homogen.
2.2.4. Pengertian Beton Pasca Bakar
Kebakaran adalah sebuah proses kimia, yaitu oksidasi dari suatu material organic.
Kebakaran adalah penyebab utama hancurnya struktur bangunan dan hilangnya umur
bangunan, sehingga beton yang dibakar pada temperatur tinggi akan mengalami
kerusakan dan penurunan kekuatan. Beton pasca bakar adalah beton yang sudah
mengalami proses pembakaran, sehingga beton tersebut mengalami kerusakan dan
kekuatan beton terganggu.
2.2.5. Water Curing
Pembasahan air (water curing) pada beton pasca bakar dapat mengembalikan
kekuatan dengan membangun βCSH dalam kristalnya. (Partowiyatmo &
Sudarmadi, 2004; Kusno & Mediyanto, 2008)
Perawatan dengan pembasahan air selama 28 hari pada beton ringan metakaolin
berserat aluminium dapat meningkatkan kuat tekan rata, modulus elastisitas
rata-rata, kuat belah rata-rata dan modulus runtuh rata-rata sebesar berturut-turut 38,46%;
44,47%; 85,12%, dan 25,21%. Hal ini dapat diartikan bahwa usaha pembasahan
dengan air membantu pemulihan tubermorit (CSH) sebagai unsur yang menentukan
kekuatan beton (Mediyanto dkk., 2009). Dalam penelitian ini dilakukan
dan 56 hari untuk mendapatkan waktu curing minimum dengan hasil pemulihan
maksimum.
2.2.6. Material Penyusun Beton Ringan dengan Bahan Tambah Serat Aluminium
Material pennyusun beton ringan dengan bahan tambah serat aluminium terdiri dari
semen, agregat halus, agregat kasar (ALWA), air dan serat aluminium. Kualitas atau
mutu beton dapat ditentukan antara lain dengan cara pemilihan bahan-bahan
penyusun beton yang baik, perhitungan proporsi campuran yang tepat, cara
pengerjaan dan perawatan beton yang baik serta cara pemilihan bahan tambah yang
tepat dengan dosis optimum yang diperlukan.
2.2.6.1. Semen Portland
Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan
klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan
gips sebagai bahan tambahan (PUBI-1982, dalam Tjokrodimuljo, 1996). Fungsi
semen adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang
padat dan juga untuk mengisi rongga-rongga antar butir agregat.
Semen yang tahan sulfat harus memiliki kandungan C3A tidak lebih dari 5%. Semen yang kandungan C3A -nya tinggi, jika terkena sulfat yang terdapat pada air atau tanah akan mengeluarkan C3A yang bereaksi dengan sulfat dan mengembang, sehingga mengakibatkan retak-retak pada betonnya. (Mulyono, Tri., 2005).
a. Jenis-Jenis dan Kegunaan Semen
Sesuai dengan tujuan dari penggunaannya, semen Portland di Indonesia dibagi
1) Jenis I : Semen Portland jenis umum, adalah jenis semen untuk konstruksi
beton secara umum dimana tidak diminta persyaratan khusus seperti yang
disyaratkan pada jenis semen lainnya.
2) Jenis II : untuk konstruksi terutama yang mensyaratkan agar tahan terhadap
sulfat kadar sedang dan panas hidrasi sedang.
3) Jenis III: untuk konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal tinggi
setelah pencampuran dengan air.
4) Jenis IV : untuk konstruksi yang pemakaiannya menuntut persyaratan
dihasilkan panas hidrasi yang rendah.
5) Jenis V : untuk konstruksi yang menuntut persyaratan ketahanan yang tinggi
terhadap sulfat.
Semen Portland Komposit (PCC), kekuatan kelas 42,5 R
1) PCC yang digunakan untuk konstruksi beton umum mirip dengan Semen
Portland jenis I dengan kekuatan yang kompatibel.
2) Perbedaan dengan semen Portland tipe I hanya pada penambahan zat adiktif
pada semen PCC.
3) Umum digunakan untuk bangunan, jalan, jembatan
b. Bahan Dasar Penyusun Semen
Bahan dasar penyusun semen terdiri dari mayor oksida dan minor oksida. Unsur
pokok (mayor oksida) terdiri dari bahan-bahan yang terutama mengandung kapur,
silika, alumina dan oksida besi. Sedangkan bahan penyusun semen lainnya yang
jumlahnya kecil dari berat semen (minor oksida) yaitu MgO, TiO, Mn2O3, K2O, dan
Na2O (Murdock and Brook,1987).
Sebagai hasil perubahan susunan kimia yang terjadi diperoleh susunan kimia yang
komplek, namun pada semen biasa dapat dilihat pada Tabel 2.1 Oksida-oksida
tersebut berinteraksi satu sama lain untuk membentuk serangkaian produk yang lebih
Tabel 2.1 Susunan Unsur Semen
Oksida Persen (%)
Kapur (CaO) 60-65
Silika (SiO2) 17-25
Alumina (Al2O3) 3-8
Besi (Fe2O3) 0,5-6
Magnesia (MgO) 0,5-4
Sulfur (SO3) 1-2
Soda / potash (Na2O+K2O) 0,5-1
(Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996)
Selanjutnya dalam proses setting dan hardening akibat reaksi antara semen dan air,
senyawa-senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF mengalami hidrasi yang mekanismenya
dapat digambarkan sebagai berikut :
1) Hidrasi kalsium silikat (C3S dan C2S)
Kalsium silikat akan terhidrasi menjadi kalsium hidroksida dan kalsium silikat
hidrat
2(3CaO.SiO2)+6H2O→3CaO.2SiO2.3H2O+Ca(OH)2
2(2CaO.SiO2)+4H2O→3CaO.2SiO2.2H2O+Ca(OH)2
Terbentuknya kalsium hidroksida pada proses hidrasi diatas menyebabkan pasta
semen bersifat basa, hal ini dapat mencegah korosi pada baja akan tetapi
menyebabkan pasta semen cukup reaktif terhadap asam.
2) Hidrasi Kalsium Aluminat (C3A)
Proses hidrasi C3A akan menghasilkan kalsium aluminat hidrat setelah semua
kandungan gypsum (CaO.SO3.2H2O) habis bereaksi.
3CaO.Al2O3+CaO.SO3.2H2O+10H2O→4CaO.Al2O3.SO3.12H2O (kalsium
sulpho aluminat)
3CaO.Al2O3+Ca(OH)2+12H2O→4CaO.Al2O3.13H2O (kalsium aluminat hidrat)
4CaO.Al2O3.Fe2O3+2CaO.SO3.2H2O+18H2O→8CaO.Al2O3.Fe2O3.2SO3.2 4H2
2.2.6.2. Agregat Halus
Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil
(lebih kecil dari 4,8 mm). Dalam pemilihan agregat halus harus benar-benar
memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, karena hal ini sangat menentukan
dalam hal kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength) dan tingkat
keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai bahan pembentuk
mortar bersama-sama dengan semen dan air berfungsi mengikat agregat kasar
menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat.
2.2.6.3. Agregat Kasar (ALWA)
ALWA merupakan agregat ringan yang terbuat dari lempung sedimenter yang telah
mengalami proses pemanasan pada tungku (klinker) dengan suhu antara 500oC
sampai dengan 1200oC. Lempung sedimenter yang dipanaskan ini akan membuat
kandungan silika mengeras dan menyelimuti butiran, sehingga mengeras dan dapat
digunakan sebagai agregat ringan beton. ALWA yang dipakai dalam penelitian ini
merupakan hasil produksi UPT Puskim Cilacap.
2.2.6.4. Air
Air merupakan bahan dasar pembuatan dan perawatan beton serta sangat penting dan
harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen serta untuk
menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan
dipadatkan. Menurut Tjokrodimuljo (1996) dalam pemakaian air untuk beton
a. Tidak boleh mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2
gram/liter.
b. Tidak boleh mengandung garam-garam yang merusak beton (asam, zat organik,
dll) lebih dari 15 gram/liter.
c. Tidak boleh mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.
d. Tidak boleh mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.
Air yang dibutuhkan agar terjadi proses hidrasi kira-kira 25% dari berat semen
(Tjokrodimuljo, 1996). Penggunaan air yang terlalu banyak dapat mengakibatkan
berkurangnya kekuatan beton. Disamping digunakan sebagai bahan campuran beton,
air dapat pula digunakan untuk perawatan beton dengan cara pembasahan setelah
dicor dan untuk membasahi atau membersihkan acuan.
2.2.6.5. Serat Aluminium
Beton serat didefenisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat,
air dan sejumlah serat yang disebar secara random. Prinsip penambahan serat adalah
memberi tulangan pada beton yang disebar merata kedalam adukan beton dengan
orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini
di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan
Bayasi, 1987 ).
Telah terbukti bahwa penambahan serat aluminium dalam beton selain dapat
memperbaiki kekuatan tarik beton dan sifat getasnya, juga dapat memperbaiki
sifat-sifat yang lainnya, seperti menambah kekuatan geser, keuletan beton bertambah, daya
2.2.7. Mekanisme Kinerja Serat
Penambahan serat aluminium ke dalam beton akan meningkatkan kinerja beton dalam
kapasitas tarik, kuat lentur, toughness, ketahanan terhadap formasi retak, dan kuat
geser. Umumnya peningkatan kinerja disebabkan oleh kontribusi serat yang berfungsi
sebagai ankur dalam beton yang menambah kapasitas kuat tarik beton dan setelah
beton retak, beton masih diikat oleh angkur serat aluminium hingga proses pull-out
dari beton.
Kontribusi aluminium terhadap peningkatan kinerja beton ditentukan oleh kuat lekat
antara beton dan serat, kuat pengangkuran, dimensi dan bentuk serat baja, orientasi
serat baja kedalaman pengankuran dan jumlah serat baja. Berikut mekanisme kinerja
serat pada Gambar 2.1:
Gambar 2.1 Mekanisme Kinerja Serat
2.2.8. Beton Kedap Air
2.2.8.1. Definisi Beton Kedap Air
Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 definisi dari beton kedap air adalah beton yang
tidak tembus air dan harus memenuhi ketentuan minimum sebagai berikut :
1) Selama 10 + 0,5 menit, absorpsi (resapan) maksimum 2,5% terhadap berat
beton kering oven.
2) Selama 24 jam, absorpsi (resapan) maksimum 6,5% terhadap berat beton
kering oven.
b. Untuk beton kedap air agresif, apabila diuji dengan cara tekanan air maka
tembusnya air ke dalam beton tidak melampaui batas sebagai berikut :
1) Agresif sedang : 50 mm
2) Agresif kuat : 30 mm
Tabel 2.2 Tekanan Air Pada Sampel Beton dan Waktu Penekanan
Tekanan Air (kg/cm²) Waktu (jam)
1 48
3 24
7 24
2.2.8.2. Spesifikasi Bahan
Bahan yang digunakan untuk membuat beton kedap air adalah :
a. Semen dengan tipe sebagai berikut :
1) Semen portland tipe I-V.
2) Semen portland pozzoland (SPP).
b. Agregat dengan mutu harus memenuhi standar yang berlaku dan gradasi agregat
harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan.
c. Air dengan mutu harus sesuai ketentuan yang berlaku.
Tabel 2.3. Gradasi Agregat Halus
Tabel 2.4. Kandungan Butir Halus 0,30 mm dalam 1m³ Beton
Ukuran Normal Maksimum
Butir Agregat (mm)
Minimum Kandungan Butir Halus Dalam 1m³
Beton (kg/m³)
10 520
20 450
40 400
Ayakan (mm)
Batas % Berat Yang Lewat Ayakan
Umum Khusus
Kasar Sedang Halus
10 100 - -
-5 89-100 - -
-2,36 60-100 60-100 65-100 80-100 1,18 30-100 30-90 45-100 70-100 0,60 15-100 15-54 25-80 55-100
0,30 5-20 5-40 5-48 5-70
Tabel 2.5 Ketentuan Minimum Untuk Beton Bertulang Kedap Air
2.2.9.1 Serapan Air sebagai Salah Satu Faktor Durabilitas
Durabilitas beton adalah ketahanan beton terhadap proses-proses yang dapat merusak
beton, yang terjadi akibat hasil interaksi dengan lingkungan (eksternal), atau antar
material penyusun dengan bahan-bahan pencemar dalam beton atau pada permukaan
beton (internal),(Jackson dan Dhir, 1996)
Durabilitas beton dipengaruhi oleh beberapa kondisi :
a. Kondisi eksternal adalah kondisi yang disebabkan kerusakan karena pengaruh
lingkungan luar. Kerusakan-kerusakannya antara lain :
2) Kerusakan chemical : akibat reaksi antara silica dan alkali, gerakan dari ion
agresif, serangan sulfat, asam.
b. Kondisi internal adalah kondisi yang disebabkan kerusakan dari dalam beton itu
sendiri. Kerusakan-kerusakannya antara lain :
Kerusakan physic : akibat adanya temperatur tinggi, akibat pertukaran kering
dan basah, akibat masuknya air ke dalam beton.
Pengukuran durabilitas atau daya tahan beton terhadap kerusakan-kerusakan yang
terjadi dapat dibuat melalui pengukuran dari sifat-sifat permeation yang
didefinisikan sebagai kemudahan air untuk memasuki ataupun keluar dari beton yang
berpori (Dhir,1987).
Serapan ( absorption ) sebagai salah satu sifat dari permeation dapat didefinisikan
sebagai proses dimana beton diletakkan dalam cairan misalnya air, atau dalam larutan
encer dan dipengaruhi oleh adanya tindak kapiler.
Nilai dimana air dapat masuk atau menembus beton yang berpori disebut serapan air,
dan biasanya dinyatakan dalam bentuk prosentase. Berdasarkan Tjokrodimuljo, 1996,
serapan air pada beton dihitung dengan Persamaan 2.1.
Serapan Air = x100%
Wk Wk W
-, ... (2.1)
dimana :
W = Berat beton pada kondisi SSD ( kering permukaan )
Wk = Berat beton pada kondisi kering oven
2.2.9.2 Hal-Hal Yang Mempengaruhi Besar Serapan Air
Menurut Edward J. Garboczi, 1995 (Arief Wibowo, 2004) terdapat dua teori yang
a. Pore System (Sistem Pori)
Adanya pori pada beton sangat berpengaruh besar pada besar serapan air beton
itu, semakin banyak pori yang terdapat pada beton maka serapan airnya semakin
besar, demikian pula berlaku sebaliknya.
Menurut Ollivier, 1995, pori pada beton dapat timbul diakibatkan oleh 3 hal, yaitu
1) Pori Agregat
Pori agregat adalah lubang atau rongga kecil dalam butiran agregat yang terjadi
karena adanya udara yang terjebak (air void) dalam butiran agregat ketika
pembentukannya / dekomposisi mineral pembentuk tertentu oleh perubahan
cuaca. Dikarenakan agregat menempati sebanyak 60-70% volume beton, maka
porositas agregat memberikan kontribusi yang cukup besar pada porositas
beton (Tjokrodimuljo, 1996).
2) Pori Pasta Semen
Pori pasta semen adalah lubang atau rongga yang disebabkan oleh adanya
gelembung-gelembung udara yang terbentuk selama atau sesudah pecetakan
(Tjokrodimuljo, 1996). Gelembung udara ini timbul akibat pemakaian air yang
berlebihan pada adukan, padahal jumlah air yang diperlukan untuk proses
hidrasi semen hanya berkisar 25% saja dari berat semennya, kelebihan air ini
penting guna memperoleh campuran yang mudah dikerjakan, namun akibat
kelebihan air pada adukan, air ini akan menggunakan ruangan yang apabila
kering akan menguap (water filled space) dan akan menimbulkan rongga udara
dalam pasta semen, atau dengan kelebihan air akan mengakibatkan pasta
semen bepori lebih banyak (Murdock and Brook,, 1991).
Pori yang disebabkan oleh gelembung udara yang terperangkap (air void) dan
air yang menguap (water filled space) dan saling berhubungan dinamakan pori
kapiler (capillary porous), (Sutanto, 2003).
3) Pori pada Interface Zone (Zona Transisi)
Karakteristik yang terlihat dari pori ini adalah :
a) Mempunyai porositas kapiler yang tinggi
Pori pada interface zone ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu :
a) Efek dari pengadukan yang tidak sempurna
b) Tingkat pemadatan
c) Karakteristik bleeding
d) Pemberian bahan tambah (admixture)
e) Interaksi kimia antar agragat dan pasta semen
(Ollivier,1995)
b. Connectivity (Hubungan)
Hubungan antar pori juga menentukan besar serapan air, hal ini dapat dijelasakan
berdasar Tube Theory (Teori Tabung), yaitu :
1) Tabung yang berdiameter lebih besar mempunyai kemampuan lebih tinggi
dalam transport air, daripada tabung yang mempunyai ukuran diameter lebih
kecil.
2) Tabung yang tetutup (blocked) tidak mempunyai kemampuan dalam transport
air, atau nilainya nol.
(Gaboczi, 1995).
2.2.10. Penetrasi Beton
Nilai penetrasi pada beton ditentukan oleh besarnya nilai permeabilitas beton.
Permeabilitas adalah sifat dapat dilewati/dimasuki zat atau gas. Jadi permeabilitas
beton adalah kemudahan cairan atau gas melewati beton. Beton yang baik adalah
beton yang relatif tidak bisa dilewati air/gas atau dengan kata lain mempunyai
permeabilitas yang rendah. Menurut (Murdock 1979) beton tidak bisa kedap air
secara sempurna.
Faktor air semen yang digunakan juga akan mempengaruhi besarnya koefisien
permeabilitas. Makin tinggi faktor air semen akan menyebabkan nilai koefisien
permeabilitas makin tinggi. Hal itu dapat dipahami karena makin banyak air tersisa
yang tidak digunakan untuk proses hidrasi semen akan memberikan pori-pori yang
pada pembuatan beton-beton yang mensyaratkan kedap air harus digunakan faktor air
semen yang rendah sehingga koefisien permeabilitas akan rendah juga.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besarnya permeabilitas beton adalah :
a. Mutu dan porositas dari agregat yang digunakan dalam adukan beton.
Dalam hal ini jenis, sifat dan porositas agregat akan mempengaruhi permeabilitas
beton yang mana penggunaan agregat yang porous akan meningkatkan
permeabilitas.
b. Umur beton.
Dengan bertambahnya umur beton maka permeabilitasnya akan menurun.
c. Gradasi agregat dalam adukan beton.
Pemakaian agregat dengan gradasi yang kasar serta terlalu banyak pasir akan
menyebabkan workabilitas turun sehingga memerlukan tambahan air untuk
kemudahan pengerjaan yang baik dan akan berdampak pada meningkatnya
permeabilitas.
d. Tingkat perawatan (curing) beton.
Perawatan beton yang baik akan sangat berpengaruh sekali terhadap tingkat
permeabilitas beton, oleh sebab itu perlu membasahi beton selama beberapa hari
setelah pengecoran.
Baik dalam ASTM maupun BS tidak mendeskripsikan secara rinci tentang uji
permeabilitas, namun berdasarkan (Murdock and Brook, 1987) pengujian
permeabilitas beton dapat diukur dari percobaan sampel beton yang di-sealed dan
diberi air yang bertekanan pada sisi atas saja dan meliputi aspek banyaknya air yang
mengalir lewat pada ketebalan beton pada waktu tertentu (seperti yang disyaratkan
pada SK SNI S-36-1990-03 ayat 2.2.1).
Berikut adalah gambar rangkaian alat uji penetrasi yang digunakan, dapat dilihat pada
D h
Gambar 2.2. Rangkaian pengujian penetrasi dan permeabilitas beton.
Permeabilitas beton dapat pula diekspresikan sebagai koefisien permeabilitas ( k ),
yang dievaluasi berdasarkan hukum Darcy dengan Persamaan 2.2.
)
= kecepatan aliran air
s
A = luas penampang
Dh = tinggi air jatuh
L = ketebalan penetrasi air pada beton
Nilai permeabilitas beton maksimum yang dianjurkan standar ACI 301-729 (revisi
1975) adalah sebesar 1,5 x 10-11 m/dt (4,8 x 10-11 ft/dt).
2.2.11. Mekanisme Pengaliran
Masuknya gas, air atau ion dalam suatu larutan ke dalam beton berlangsung melalui
pori-pori atau micro-cracks didalam campuran pasta semen. Variasi dari perbedaan
fisik dan mekanisme kimia dapat membangun pengaliran media tersebut ke dalam
beton, tergantung dari unsur yang mengalir dan konsentrasinya, kondisi lingkungan,
struktur pori pada beton, jari-jari pori atau lebar dari micro-cracks, kelembaban dari
sistem pori dan temperatur.
Penelitian mengenai karakteristik pengaliran pada beton diwujudkan dalam satu
mekanisme pengaliran dalam rangka untuk mendapatkan koefisien pengaliran sesuai
dengan dasar permodelan secara teoritis proses pengaliran. Prosedur ini
bagaimanapun juga sangat terbatas sebab dalam beberapa kasus beton tidak sebagai
suatu bentuk yang berpori seragam. Sebagai konsekuensinya struktur fisik beton
dapat berubah, penyerapan kimia dapat terjadi dan berbagai macam mekanisme
pengaliran dapat berlangsung selama proses percobaan. Sehingga penyederhanaan
asumsi harus dilakukan dalam perhitungan dan prosedur test standar adalah wajib.
2.2.11.1. Mekanisme Masuknya Air ke Dalam Beton
Masuknya gas, air atau ion dalam suatu larutan ke dalam beton berlangsung melalui
pori-pori atau micro-cracks didalam campuran pasta semen. Variasi dari perbedaan
fisik dan mekanisme kimia dapat membangun pengaliran media tersebut ke dalam
beton, tergantung dari unsur yang mengalir dan konsentrasinya, kondisi lingkungan,
struktur pori pada beton, jari-jari pori atau lebar dari micro-cracks, kelembaban dari
Penelitian mengenai karakteristik pengaliran pada beton diwujudkan dalam satu
mekanisme pengaliran dalam rangka untuk mendapatkan koefisien pengaliran sesuai
dengan dasar permodelan secara teoritis proses pengaliran. Prosedur ini
bagaimanapun juga sangat terbatas sebab dalam beberapa kasus beton tidak sebagai
suatu bentuk yang berpori seragam. Sebagai konsekuensinya struktur fisik beton
dapat berubah, penyerapan kimia dapat terjadi dan berbagai macam mekanisme
pengaliran dapat berlangsung selama proses percobaan. Oleh karena itu,
penyederhanaan asumsi harus dilakukan dalam perhitungan dan prosedur test standar
adalah wajib.
Ada 3 cara mekanisme transportasi air yang dapat beroperasi pada media
semi-permeable seperti juga pada beton (Jackson dan Dhir, 1996), yaitu :
a. Absorption (penyerapan)
Terjadi dengan cara masuknya air melalui pipa kapiler atau pori-pori pada beton dan
biasanya terjadi pada bangunan air. Aliran zat cair yang disebabkan oleh tegangan
permukaan. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Absorption
Capillary Suction
Water Reservoir
b. Diffusion
Terjadi akibat perbedaan konsentrasi baik cairan, gas maupun ion. Perbedaan
konsentrasi atau molaritas bahan fluida membuat transport terjadi dari media
konsentrasi tinggi ke media dengan konsentrasi rendah. Secara umum dapat dilihat
pada Gambar 2.4
D iffu s io n
C 1 C 1 C 1 C 1
C 1 C 1 C 1
C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1
C 2
C 2
C 2 C 2 C 2
C 1
C 2
C 1 : k o n s e n tr a s i tin g g i
C 2 : k o n s e n tr a s i re n d a h K e te ra n g a n n o ta s i :
c. Permeability
Terjadi akibat perbedaan tekanan, baik tekanan cairan maupun tekanan gas.
Contohnya adalah pada bangunan yang selalu bersinggungan dengan tekanan air,
tangki dan atau pipa bertekanan, bangunan penahan air, dam, bendungan atau
bangunan di dalam air. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.5.
Permeability
P1
P2
P1: Tekanan tinggi P2: Tekanan rendah Keterangan notasi :
commit to user
BAB 3
METODELOGI PENELITIAN
3.1. Umum
Agar tujuan dalam sutau penelitian dapat tercapai dengan baik, maka digunakan suatu
metode penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
eksperimental yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan
secara langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan
antara variable-variabel yang diselidiki. Pada penelitian ini eksperimen dilakukan di
laboratorium Bahan dan Struktur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang terdiri dari variabel
bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian adalah beton ringan dan
variasi perawatan, sedangkan variabel terikat adalah serapan dan penetrasi beton.
Dalam penelitian ini dilakukan pengujian 72 sampel terhadap serapan dan penetrasi
dengan intensitas waktu curing yaitu14, 28, 42, dan 56 hari.
3.2. Benda Uji
Benda uji pada penelitian ini berupa silinder beton yang dicetak di dalam pipa PVC
dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm untuk pengujian absorpsi dan penetrasi
beton ringan pasca bakar.
Total benda uji yang digunakan adalah 72 buah yang terdiri dari 2 variasi campuran,
6 variasi perawatan dan setiap variasi perawatan terdiri dari 3 buah benda uji.
Untuk mempermudah benda uji diberi penamaan berdasarkan jenis campuran dan
commit to user
Tabel 3.1. Benda uji untuk beton ringan.
Pengujian
SRN-1 SRN-1 SRN-1 SRN-1 SRN-1 SRN-1 SRN-2 SRN-2 SRN-2 SRN-2 SRN-2 SRN-2 SRN-3 SRN-3 SRN-3 SRN-3 SRN-3 SRN-3
Penetrasi
PRN-1 PRN-1 PRN-1 PRN-1 PRN-1 PRN-1 PRN-2 PRN-2 PRN-2 PRN-2 PRN-2 PRN-2 PRN-3 PRN-3 PRN-3 PRN-3 PRN-3 PRN-3
Tabel 3.2. Benda uji untuk beton ringan berserat alumunium dengan kadar 0,75%.
SRNF-1 SRNF-1 SRNF-1 SRNF-1 SRNF-1 SRNF-1 SRNF-2 BRNF-2 SRNF-2 SRNF-2 SRNF-2 SRNF-2 SRNF-3 SRNF-3 SRNF-3 SRNF-3 SRNF-3 SRNF-3
Penetrasi
PRNF-1 PRNF-1 PRNF-1 PRNF-1 PRNF-1 PRNF-1 PRNF-2 PRNF-2 PRNF-2 PRNF-2 PRNF-2 PRNF-2 PRNF-3 PRNF-3 PRNF-3 PRNF-3 PRNF-3 PRNF-3
Keterangan :
a. SRN : Beton ringan untuk uji serapan
b. PRN : Beton ringan untuk uji penetrasi
c. SRNF : Beton ringan berserat aluminium untuk uji serapan
d. PRNF : Beton ringan berserat aluminium untuk uji penetrasi
Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm terbuat dari
commit to user
15cm 7,5cm
Gambar 3.1. Benda uji absorpsi dan penetrasi beton.
3.3. Tahap dan Prosedur Penelitian
Karena sifat penelitian yang ilmiah, maka penelitian ini dilaksanakan dalam urutan
dan sistematika yang jelas. Tahapan-tahap pelaksanaan penelitian direncanakan
melalui beberapa tahapan kerja sebagai berikut :
a. Tahap I (Tahap Persiapan)
Pada tahap ini dilakukan studi literatur dan seluruh bahan serta peralatan yang
akan digunakan dalam penelitian dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian
dapat berjalan dengan lancar.
b. Tahap II (Tahap Pengujian Bahan)
Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat halus dan agregat kasar yang
akan digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan
tersebut sehingga dapat diketahui apakah bahan yang digunakan memenuhi
persyaratan atau tidak.
c. Tahap III (Tahap Pembuatan Benda Uji)
Pada tahap ini dilaksanakan pekerjaan sebagai berikut :
1) Perhitungan rencana campuran
commit to user
3) Pemeriksaan nilai slump
4) Pembuatan beda uji
d. Tahap IV
Pada tahap ini benda-benda uji selanjutnya dirawat (curing) selama 7 hari
direndam lalu diangin-anginkan selama 21 hari sampai beton berumur 28 hari.
e. Tahap V
Setelah umur 28 hari, sebagian dilakukan pengujian, sebagian diuji setelah
dibakar pada suhu 500 0C. Sebagian sampel yang dibakar 5000C, diuji setelah
dilakukan perawatan 14 hari, 28 hari, 42 hari dan 56 hari, dengan cara membasahi
air. Cara pembasahan dengan menyelimuti karung goni dalam kondisi basah.
f. Tahap VI
Pada tahap analisis data. Data yang diperoleh dari hasil pengujian lalu dianalisis
untuk mendapatkan hubungan serapan dan penetrasi yang di teliti dalam
penelitian.
g. Tahap VII
commit to user
Tahapan penelitian secara skematis dalam bentuk bagan alir ditunjukkan dalam
Gambar 3.2
MULAI
Persiapan
Agregat Halus Aluminium
Semen Agregat Alwa Air
Uji Lab
Data Properti Data Properti Data Properti
Cek Standar
Perhitungan Rencana Campuran
Pembuatan Adukan Beton
Pembuatan Benda Uji
Beton Ringan Beton Ringan Berserat
Aluminium Uji Slum
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tahap I
Tahap II
commit to user
Gambar 3.2 Bagan alir tahap-tahap penelitian A
commit to user
3.4. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar
Pengujian terhadap bahan-bahan pembentuk beton perlu dilakukan untuk mengetahui
sifat dan karakteristik dari bahan penyusun beton tersebut. Pengujian ini dilakukan
terhadap agregat halus dan agregat kasar. Pengujian dilakukan dengan standar ASTM
& SK SNI, sedangkan air yang digunakan dalam adukan beton sesuai dengan standar
air dalam PBI 1971 pasal 3.6
3.4.1. Standar Pengujian Agregat Halus
Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan
disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar pengujian
terhadap agregat halus adalah sebagai berikut :
a. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk pengujian kandungan zat organik
dalam agregat halus.
b. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk pengujian agregat yang lolos
saringan no. 200 dengan pencucian (tes kandungan lumpur).
c. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari
agregat halus.
d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus.
Spesifikasi bahan untuk agregat halus adalah sebagai berikut :
a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.
b. PBI 1971 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.
3.4.2. Standar Pengujian Agregat Kasar
Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan
disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar pengujian
commit to user
a. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari
agregat kasar.
b. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian keausan agregat kasar.
c. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat kasar.
Spesifikasi bahan untuk agregat kasar adalah sebagai berikut :
a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar.
b. PBI 1971 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar.
3.5. Standar Pengujian Serapan dan Penetrasi
a. SK SNI S-36-1990-03 : Kententuan minimum untuk beton kedap air normal
bila diuji dengan perendaman dan tekanan air.
3.6. Alat-Alat yang Digunakan
Penelitian ini menggunakan alat-alat yang tersedia di Laboratorium Bahan, Jurusan
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univesitas Sebelas Maret, Surakarta. Alat-alat yang
digunakan pada penelitian ini, antara lain :
a. Ayakan dan mesin penggetar ayakan
Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk ”controls” Italy, dengan
bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan yang tersedia
adalah 75 mm, 50 mm, 38.1 mm, 25 mm, 19 mm, 12.5 mm, 9.5 mm, 4.75 mm,
2.36 mm, 1.18 mm, 0.85 mm, 0.30 mm, 0.15 mm, dan pan.
b. Timbangan
Ada dua timbangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
1) Neraca merk ”Murayama Seisakusho Ltd” Japan dengan kapasitas 5 kg,
ketelitian sampai 0,10 gram dan digunakan untuk mengukur berat material
commit to user
2) Timbangan ”Bascule Merk DSN Bola Dunia” dengan kapasitas 150 kg dengan
ketelitian 0,1 kilogram.
c. Oven
Untuk keperluan pengeringan agregat maupun benda uji digunakan oven listrik
merk ”memmert”, West Germany dengan temperatur maksimum 220 oC dan daya
listrik 1500 W.
d. Mesin Los Angeles
Mesin los angeles yang digunakan adalah merk ”controls” Italy serta 11 buah
baja, digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat kasar.
e. Conical Mould
Conical mould dengan ukuran sisi atas Ø 3,8 cm, sisi bawah Ø 8,9 cm dan tinggi
7,6 cm lengkap dengan penumbuknya. Digunakan untuk mengukur keadaan SSD
(Saturated Surface Dry) dari agregat halus (pasir).
f. Kerucut Abram
Kerucut abram terbuat dari baja dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah 20
cm, dan tinggi 30 cm, digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton.
g. Cetakan benda uji
Digunakan untuk mencetak benda uji. Bentuk cetakan ini adalah silinder yang
berupa pipa PVC dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm.
h. Mesin aduk beton (molen) berkapasitas 0,25 m3 yang digunakan untuk mengaduk
bahan-bahan pembentuk beton.
i. Alat-alat bantu
Untuk kelancaran dan kemudahan dalam penelitian digunakan beberapa alat bantu
yaitu :
1) Gelas ukur 2000 ml untuk menakar air.
2) Gelas ukur 250 ml untuk meneliti kandungan lumpur dan kandungan zat
organik agregat halus.
3) Cetok semen digunakan untuk mengambil material, mengaduk dan untuk
memasukkan campuran adukan beton ke dalam cetakan beton.
commit to user
5) Vibrator untuk pemadatan campuran beton agar homogen.
6) Alat pencatat waktu.
7) Ember untuk tempat air.
8) Cangkul dan sekop untuk mengaduk bahan-bahan campuran beton agar merata.
j. Satu set alat uji serapan (Absorpsi)
1) Ember digunakan untuk merendam bahan uji.
2) Timbangan digital untuk mengukur berat benda uji.
k. Satu set alat uji penetrasi beton dan permeabilitas
1) Air compressors untuk menghasilkan tekanan udara.
2) Tabung gas yang dilengkapi dengan pengukur tekanan yang berfungsi untuk
pengumpul tekanan udara.
3) Selang tekanan untuk menyalurkan tekanan dari tabung ke benda uji.
4) Katup pengatur tekanan untuk mengatur keluar masuknya tekanan dan sebagai
penghubung selang ke benda uji maupun tabung gas.
5) Selang transparan dipakai untuk mengukur penurunan aliran air.
6) Tiang penyangga untuk menggantung selang transparan agar dapat tegak.
3.7. Pengujian Bahan Dasar Beton
Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari material
pembentuk beton. Pengujian dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dalam
penelitian ini hanya dilakukan pengujian terhadap agregat halus. Sedangkan agregat
kasar dan semen tidak dilakukan pengujian.
3.7.1. Pengujian Agregat Halus
a. Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus
Pasir sebagai agregat halus dalam campuran beton tidak boleh mengandung zat
commit to user
dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna dari
Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan persyaratan
dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971). Berikut
hubungan perubahan warna NaOH dengan prosentase kandungan zat organic dapat
dilihat pada Tabel 3.4:
Tabel 3.3 Hubungan Perubahan Warna NaOH dengan Prosentase Kandungan Zat Organik
Pengujian kandungan zat organik agregat halus bertujuan untuk menentukan banyak
sedikitnya kandungan zat organik dalam pasir.
1) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: a) Gelas ukur 250 cc
b) Oven
c) Ayakan 2 mm
d) Timbangan
e) Agregat halus (pasir) kering oven lolos ayakan 2 mm
f) Larutan NaOH 3 %
2) Langkah pengujian kandungan zat organik agregat halus dilakukan dengan
prosedur sebagai berikut :
a) Mengambil contoh pasir kering oven secukupnya.
commit to user
c) Memasukkan contoh pasir dalam gelas ukur 250 ml.
d) Menuangkan NaOH 3% ke dalam gelas ukur sehingga mencapai 200 ml.
e) Mengocok pasir dan larutan NaOH selama 10 menit.
f) Meletakkan campuran tersebut pada tempat terlindung selama 24 jam.
g) Mengamati warna air di atas pasir.
h) Mencocokkan dengan tabel Prof. Rosseno.
b. Pengujian Kadar Lumpur dalam Agregat Halus
Agregat halus yang umum dipergunakan sebagai bahan dasar beton adalah pasir.
Kualitas pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan. Untuk
itu maka pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan. Untuk
itu maka pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan, salah
satunya adalah pasir harus bersih dari kandungan lumpur. Lumpur adalah bagian dari
pasir yang lolos ayakan 0,036 mm. Apabila kadar lumpur yang ada lebih dari 5% dari
berat keringnya, maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai
material penyusun beton.
Pengujian kadar lumpur dalam agregat halus bertujuan untuk mendeteksi kandungan
lumpur dalam pasir sebagai salah satu komponen penyusun beton.
1) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:
a) Gelas ukur 250 cc
b) Cawan Aluminium
c) Neraca dengan ketelitian 100 mg
d) Pipet
e) Oven
f) Agregat halus (pasir) kering oven lolos ayakan 2 mm
g) Air Bersih
2) Langkah pengujian kadar lumpur dalam agregat halus dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
commit to user
b) Menimbang pasir kering oven seberat 100 gram.
c) Memasukkan pasir ke dalam gelas ukur
d) Melakukan proses pencucian sebagai berikut :
(1).Memasukkan air ke dalam gelas ukur yang telah berisi pasir dengan
ketinggian 12 cm dari permukaan pasir.
(2).Menutup mulut gelas rapat-rapat dengan tangan.
(3).Gelas dikocok 10 kali (dianggap satu kali pencuucian).
(4).Membuang air dalam gelas (usahakan pasir tidak ikut terbuang).
(5).Proses pencucian diulang sampai bersih.
e) Menuangkan pasir ke dalam cawan (air yang ikut menetes diambil dengan
pipet).
f) Mengeringkan pasir dalam cawan tersebut pada oven dengan suhu 110 °C.
g) Mengeluarkan pasir tersebut dari oven dan mendiamkannya hingga mencapai
suhu kamar.
h) Menimbang pasir yang sudah dikeringkan.
i) Menganalisis data
Berat awal pasir = a
Berat akhir pasir = b
Kadar lumpur dapat dihitung dengan Persamaan 3.1 :
Kadar Lumpur 100%
Membandingkan hasil perhitungan dengan persyaratan PBI NI-1971. Bila lebih dari
5% maka pasir harus dicuci kembali sebelum digunakan.
c. Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus
Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan
campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung
commit to user
Pengujian spesific gravity agregat halus bertujuan untuk menentukan bulk spesific
gravity, bulk spesific gravity SSD, apparent spesific gravity, dan absorption agregat
halus.
1) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: a) Conical Mould dan temper (pemadat)
b) Tabung Volumetrick Flash 500 cc
c) Neraca/timbangan
d) Oven
e) Cawan
f) Pipet
g) Agregat halus lolos ayakan 2 mm
h) Air bersih
2) Langkah pengujian spesific gravity agregat halus dilakukan dengan prosedur
sebagai berikut :
a) Membuat pasir dalam keadaan SSD dengan cara :
(1).Mengambil pasir yang telah disediakan (dianggap kondisi lapangan SSD),
masukkan dalam conical mould sampai 1/3 tinggi.
(2).Menumbuk dengan tamper sebanyak 15 kali, tinggi jatuh temper 2 cm.
(3).Menambah pasir hingga 2/3 tinggi, lalu mengulangi prosedur b.
(4).Menambah pasir hingga penuh dan mengulangi lagi prosedur b.
(5).Memasukkan pasir hingga penuh lalu meratakan permukaan pasir.
(6).Mengangkat conical mould sehingga pasir dengan sendirinya akan
merosot. Pemerosotan pasir tidak boleh lebih dari ½ tinggi dan apabila
penurunan pasir mencapai 1/3 tinggi atau ± 2,5 cm, maka pasir tersebut
sudah dalam keadaan kering permukaan (SSD).
b) Mengambil pasir SSD sebanyak 500 gram, dimasukkan dalam volumetrick
flash, dan diisi air hingga penuh lalu didiamkan hingga 24 jam.
c) Setelah 24 jam, menimbang volumetrick flash yang berisi pasir dan air
commit to user
d) Mengeluarkan pasir dari volumetrick flash dan memasukkan ke cawan dengan
membuang air terlebih dahulu, jika dalam cawan masih ada air
mengeluarkannya dengan menggunakan pipet.
e) Memasukkan pasir dalam cawan ke dalam oven dengan suhu 1100 C selama
24 jam.
f) Volumetrick flash yang telah kosong dan bersih diisi air sampai penuh dan
ditimbang.
g) Pasir yang telah dioven didiamkan sampai mencapai suhu kamar kemudian
menimbang pasir tersebut.
h) Dari data yang diperoleh, dapat dihitung nilai spesific gravity (berat jenis).
Berat pasir SSD = D
Berat pasir kering oven = A
Berat volumetrick flash + air = B
Berat volumetrick flash + air + pasir = C
Menganalisa hasil pengujian tersebut dengan Persamaan 3.2 – 3.5 :
Bulk Specific Gravity = B D C
d. Pengujian Gradasi Agregat Halus
Gradasi adalah keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih
diperhitungkan daripada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan
commit to user
Pengujian gradasi agregat agregat halus bertujuan untuk memeriksa susunan atau
variasi susunan agregat halus dan angka kehalusan agregat halus (pasir) tersebut.
1) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:
a) Neraca/timbangan berkapasitas 5 kg, ketelitian 100 mg.
b) Satu set mesin getar.
c) Satu set ayakan dengan diameter :
(1).9,50 mm
d) Agregat halus (pasir) 3000 gr
2) Langkah pengujian gradasi agregat halus dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut :
a) Menyiapkan agregat halus (pasir) sebanyak 3000 gr.
b) Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari pan (paling
bawah), hingga ayakan 9,5 mm (paling atas), lalu susunan ayakan tersebut
diletakkan pada mesin penggetar.
c) Menuangkan pasir ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat
susunan ayakan tersebut.
d) Menghidupkan mesin penggetar selama 5 menit.
e) Setelah 5 menit matikan mesin, lalu menimbang dan mencatat berat agregat
halus yang tertinggal pada masing-masing ayakan.
f) Menghitung modulus kehalusan dengan menggunakan Persamaan 3.6 :
Modulus kehalusan = e d
commit to user
dimana :
d = ∑ persentase komulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan.
e = ∑ persentase berat pasir yang tertinggal
3.7.2. Pengujian Agregat Kasar
a. Pengujian specific gravity agregat kasar ALWA
Berat jenis merupakan salah satu variable yang sangat penting dalam merencanakan
campuran adukan beton, karena variable tersebut dapat dihitung volume dari ALWA
yang diperlukan. Pengujian specific gravity agregat kasar dalam penelitian ini
menggunakan ALWA dengan diameter maksimal 10 mm.
1) Tujuan :
a) Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat ALWA dalam kondisi
kering dengan volume ALWA total.
b) Bulk specific gravity dalam kondisi SSD, yaitu perbandingan dari berat
ALWA jenuh dalam keadaan kering permukaan dengan volume ALWA total.
c) Apparent specific gravity, yaitu perbandingan berat butiran kondisi kering dan
selisih berat butiran dalam keadaan kering dengan berat dalam air.
d) Absoption, yaitu perbandingan berat air yang diserap oleh ALWA jenuh
dalam kondisi kering permukaan dengan berat ALWA kering.
2) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:
a) Oven listrik
b) Neraca
c) Bejana dan container
d) ALWA
e) Air bersih
3) Langkah Kerja :
a) Mencuci ALWA lalu keringkan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam.
b) Mengambil ALWA kering permukaan lalu timbang seberat 1500 gr dan