• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PEMULIHAN SERAPAN DAN PENETRASI BETON RINGAN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR DENGAN VARIASI WAKTU WATER CURING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KAJIAN PEMULIHAN SERAPAN DAN PENETRASI BETON RINGAN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR DENGAN VARIASI WAKTU WATER CURING"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

KAJIAN PEMULIHAN SERAPAN DAN PENETRASI

BETON RINGAN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR

DENGAN VARIASI WAKTU

WATER CURING

(Study of Recovering the Absorption and Penetration of Post Burn Lightweight Concrete Fibrous Aluminium with Water Curing Variations)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

ARIF ENDRA PRADANA

NIM I 1106020

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

HALAMAN PERSETUJUAN

KAJIAN PEMULIHAN SERAPAN DAN PENETRASI

BETON RINGAN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR

DENGAN VARIASI WAKTU

WATER CURING

(Study of Recovering the Absorption and Penetration of Post Burn Lightweight Concrete Fibrous Aluminium with Water Curing Variations)

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

ARIF ENDRA PRADANA

NIM I 1106020

Telah disetujui dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(3)

commit to user

iii

KAJIAN PEMULIHAN SERAPAN DAN PENETRASI

BETON RINGAN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR

DENGAN VARIASI WAKTU

WATER CURING

(Study of Recovering the Absorption and Penetration of Post Burn Lightweight Concrete Fibrous Aluminium with Water Curing Variations)

SKRIPSI

Disusun Oleh :

ARIF ENDRA PRADANA

NIM I 1106020

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret pada hari Jumat, 21 Oktober 2011 :

1. Ir. Antonius Mediyanto, MT __________________

NIP. 19620118 199512 1 001

2. Wibowo, ST, DEA __________________

NIP. 19681007 199502 1 001

3. Edy Purwanto, ST., MT __________________

NIP. 19680912 199702 1 001

4. Ir. Slamet Prayitno, MT __________________

NIP. 19531227 198601 1 001

Mengetahui, Disahkan, Disahkan,

a.n. Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik Sipil Ketua Program S1 Non-Reguler

Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik UNS

(4)

commit to user

Tetap semangat dan jangan menyerah.

Hadapilah semua dengan penuh suka cita.

Kegagalan adalah kunci dari keberhasilan.

Kegagalan bukanlah akhir dari segalanya.

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karyaku ini untuk :

Bapak dan Ibuku, atas cinta, kasih sayang, doa, dan dukungan

yang telah diberikan selama ini…

Kakak-kakaku di jakarta, atas supportnya….

Karen Yemima di Jakarata, atas semangat dan dukungannya…

Saudaraku-saudaraku satu kontrakan yang penuh keceriaan...

(Ton2, Item, Jaja, Sontip, Andri, Julham, Ibo, Sodiq, Bege, Ojan,

Antok, Tok2)

Teman-teman seperjuangan …

(Hurya, Sono, Tinggi, Bodong, Poksay, Mas Fagil, Mas Dwi, Bdul,

Sinta, Jogek, Agus, Udin, Eci, Unyil, gondrong, Rosid)

Thanks atas bantuannya

Teman, saudara, dan sahabat angkatan ’06, dan teman-teman

semua yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, terimakasih

atas ikatan persaudaraan kita

(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Arif Endra Pradana, 2011. ”KAJIAN PEMULIHAN SERAPAN DAN PENETRASI BETON RINGAN BERSERAT ALUMINIUM PASCA BAKAR DENGAN VARIASI WAKTU WATER CURING. Skripsi Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Beton merupakan bahan struktur yang sangat populer, yang sering digunakan dalam sebuah konstruksi, karena beton memiliki kelebihan. Tetapi beton juga memiliki kelemahan diantaranya adalah berat jenis beton relatif besar dan beton tidak kuat menahan gaya tarik. Dalam penelitian ini untuk mengatasi masalah di atas, dengan mereduksi agregat kasar menggunakan ALWA dan memberi bahan tambah berupa serat aluminium. Kebakaran yang sering terjadi pada sebuah bangunan, akan mengakibatkan kerusakan pada beton. Penelitian ini membahas seberapa besar nilai serapan dan penetrasi beton ringan serta beton ringan berserat aluminium pada kondisi pasca bakar, dan setelah mendapat perawatan ulang (water curing). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui waktu curing minimal agar didapatkan pemulihan maksimal pada beton ringan berserat aluminium pasca bakar yang ditinjau dari nilai serapan dan penetrasinya.

Penelitan ini menggunakan metode eksperimental dengan total benda uji 72 buah yang terdiri dari 2 variasi campuran dan 6 variasi perawatan. Benda uji pada penelitian ini berupa silinder beton yang dicetak di dalam pipa PVC, dengan ukuran diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm, untuk pengujian serapan dan penetrasi beton ringan pasca bakar. Pengujian dilakukan pada saat umur beton 28 hari, sedangkan untuk beton pasca bakar pengujian dilakukan setelah perawatan ulang umur 14, 28, 42 dan 56 hari.

Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa beton yang ditambah dengan serat aluminium dan beton setelah dibakar pada suhu 500°C akan mengakibatkan nilai serapan dan penetrasi beton bertambah, sehungga mengakibatkan kualitas beton menurun. Perawatan ulang yang dilakukan pada beton pasca bakar suhu 500°C mengalami penurunan nilai serapan dan penetrasinya. Nilai serapan air pada beton rendaman 10+0,5 menit untuk variasi tanpa pembakaran, 500°C, 500°C+curing 14 hari, 500°C+curing 28 hari, 500°C+curing 42 hari dan 500°C+curing 56 hari berturut-turut : ( SRN : 1,75; 3,21; 2,52; 2,39; 2,20; 1,99), (SRNF: 2,19; 3,95; 3,36; 3,03; 2,50; 2,49). Kedalaman penetrasi beton untuk variasi tanpa pembakaran, 500°C, 500°C+curing 14 hari, 500°C+curing 28 hari, 500°C+curing 42 hari dan 500°C+curing 56 hari berturut-turut : (PRN: 2,73; 3,4; 3,23; 3,07; 2,97; 2,93), (PRNF: 3,1; 3,70; 3,63; 3,50; 3,43; 3,27). Perawatan ulang pada beton dapat memulihkan kekutan beton, dimana pemulihan maksimum terjadi pada curing 56 hari sebesar : SRN 87,94%; SRNF 87,95%; PRN 93,74% dan PRNF 94,80%.

(6)

commit to user

ABSTRACT

Arif Endra Pradana, 2011. “STUDY OF RECOVERING THE ABSORPTION AND PENETRATION OF POST BURN LIGHTWEIGHT CONCRETE FIBROUS ALUMINIUM WITH WATER CURING VARIATIONS”. Thesis of Civil Engineering Department of Engineering Faculty of Surakarta Sebelas Maret University.

Concrete is a very popular structure material, frequently used in a construction, because it has some advantages. But concrete also has disadvantages such as relatively high density and it is not strong enough to resist pulling force. In this research, the problems above are with by reducing the coarse aggregate using ALWA and adding the supplemental material, namely aluminum fiber. Fire often occurring in a building will lead to concrete damage. This research discusses the extent of absorption and penetration value of light concrete as well as aluminum fibred light concrete in post-burn condition, and after treated by water curing. The objective of research is to find out the minimum curing time to get maximum recovery in post-burn aluminum-fibred light concrete based on its absorption and penetration values.

This research employed an experimental method with 72 sample consisting of 2 mixed variations and 6 maintenance variations. The sample in this research constitute the concrete cylinder molded in PVC pipe, with 7.5 cm diameter and 15 cm height, for absorption and penetration examination of post-burn light concrete. The examination was done in the day-28 of concrete age, while the examination of post-burn concrete was done after water curing at the days-14, 28, 42, and 56.

From the result of examination, it can be found was reinforced aluminum fiber

and the concrete after burning at 500oC will result in increased absorption and

penetration values of concrete. Water curing that was done to post-burn concrete

at 500oC encountered the decreased absorption and penetration values. The water

(7)

commit to user

(8)

commit to user

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO DAN PESEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR NOTASI ... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Manfaat Penelitian ... 3

1.5.1. Manfaat Praktis ... 3

1.5.2. Manfaat Teoritis ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 4

2.2. Dasar Teori ... 6

2.2.1. Pengertian Beton ... 6

2.2.2. Pengertian Beton Ringan ... 6

2.2.3. Pengertian Beton Ringan dengan Bahan Tambah Serat Aluminium ... 7

2.2.4. Pengertian Beton Pasca Bakar ... 7

(9)

commit to user

2.2.8.1. Definisi Beton Kedap Air ... 13

2.2.8.2 Spesifikasi Bahan ... 14

2.2.9. Serapan Air ... 16

2.2.9.1. Serapan Air sebagai Salah Satu Faktor Durabilitas ... 16

2.2.9.2. Hal-Hal Yang Mempengaruhi Besar Serapan Air ... 17

2.2.10. Penetrasi Beton ... 19

2.2.11. Mekanisme Pengaliran ... 22

2.2.11.1. Mekanisme Masuknya Air Ke Dalam Beton ... 22

BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1. Umum ... 26

3.2. Benda Uji... 26

3.3. Tahap dan Prosedur Penelitian ... 28

3.4. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar ... 32

3.4.1. Standar Pengujian Agregat Halus ... 32

3.4.2. Standar Pengujian Agregat Kasar ... 32

3.5. Standar Pengujian Serapan dan Penetrasi ... 33

3.6. Alat-Alat yang Digunakan ... 33

3.7. Pengujian Bahan Dasar Beton ... 35

3.7.1. Pengujian Agregat Halus ... 35

3.7.2. Pengujian Agregat Kasar ... 42

3.8. Perencanaan Campuran Beton ... 45

(10)

commit to user

3.11. Perawatan Benda Uji ... 47

3.12. Pembakaran Benda Uji... 47

3.13. Pengujian serapan Beton ... 47

3.14. Pengujian Penetrasi Beton ... 48

3.15. Analisis Data dan Pembahasan ... 49

BAB 4. HASIL PENELITIANDAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengujian Agregat ... 50

4.1.1. Hasil Pengujian Agregat Halus ... 50

4.1.2. Hasil Pengujian Agregat Kasar ALWA ... 52

4.2. Hasil Pengujian Aluminium ... 54

4.3. Perhitungan Rancang Campur Beton ... 55

4.4. Hasil Pengujian Nilai Slump ... 55

4.5. Data Hasil Waktu Pembakaran………. 56

4.6. Data Hasil Pengujian Benda Uji dan Analisis Data ... 57

4.6.1. Hasil Pengujian Serapan Air ... 57

4.6.2. Hasil Pengujian Penetrasi ... 61

4.7. Pembahasan ... 65

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 68

5.2. Saran ... 68

DAFTAR PUSTAKA ... 69

(11)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Beton merupakan salah satu bahan konstruksi yang sangat popular, yang sering

digunakan dalam sebuah konstruksi. Material ini menjadi salah satu pilihan utama

dalam pembuatan suatu struktur bangunan, karena material ini mempunyai kelebihan

dibandingkan dengan material lain. Kelebihan beton yaitu kuat menahan gaya tekan,

tahan terhadap korosi, beton mudah dibentuk sesuai kebutuhan dan perawatannya

mudah. Disamping beton mempunyai kelebihan, beton juga mempunyai kelemahan,

yaitu tidak kuat menahan gaya tarik dan berat beton sendiri yang relatif besar, yaitu

beton normal mempunyai berat jenis 2400 kg/m3 (2,4 ton/ m3). Akibat kuat tarik

beton yang rendah, membuat beton retak jika menerima beban yang cukup besar.

Untuk mengurangi kelemahan-kelemahan di atas maka dalam penelitian ini

menggunakan beton ringan dengan memakai ALWA sebagai agregat kasarnya dan

untuk memperbaki kuat tarik beton ringan, maka ditambah dengan serat, yaitu serat

aluminium.

Kelemahan yang lain dari material ini yaitu bila terjadi kebakaran pada beton,

sehingga terjadi kenaikan suhu yang membuat kekutan pada beton cenderung

menurun. Hal ini disebabkan berubahnya komposisi kimianya yang juga

mengakibatkan perubahan mikrostruktur beton dan secara keseluruhan terjadi

perubahan perilaku material beton, sehingga mengakibatkan kekutan beton menurun.

Proses kebakaran pada beton mengakibatkan dehidrasi pada kristal betonnya, setelah

(12)

Dengan terjadinya dehidrasi akibat kebakaran, beton mengalami penurunan kuat

tekan. Hal ini didukung oleh terjadinya penurunan tegangan dan terjadinya

peningkatan regangan pada beton. Nilai modulus elaslisitas menurun yang berarti

tingkat kekakuan beton berkurang dari nilai modulus elastisitas awalnya. Disamping

itu terjadi perubahan nilai porositasnya dan nilai permeabilitasnya meningkat. Salah

satu faktor yang mempengaruhi durabilitas beton adalah permeabilitas beton, yaitu

kemudahan beton untuk dapat dilalui air, selain itu durabilitas beton juga ditentukan

oleh nilai serapan dan penetrasinya. Dalam penelitian ini akan membahas seberapa

besar serapan dan penetrasi beton ringan serta beton ringan dengan bahan tambah

serat aluminium pada kondisi pasca bakar. Suhu pembakaran diberikan berdasarkan

suhu dimana beton mulai menurun kekuatannya yaitu kira-kira lebih dari 300°C dan

suhu leleh aluminium yaitu kira-kira 660°C, sehingga suhu pembakaranya adalah

500°C, selanjutnya dilakukan perawatan ulang dengan variasi waktu perawatannya.

Perawatan yang dimaksud adalah dengan membasahi beton dengan karung basah

dengan variasi waktu yaitu 14 hari, 28 hari, 42 hari dan 56 hari. Beton yang

mengalami perawatan ulang adalah beton pasca bakar.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang dan ruang lingkup penelitian masalah yang telah

diuraikan diatas, maka dapat diambil suatu rumusan masalah sebagai berikut :

Seberapa besar pemulihan yang terjadi pada beton ringan dan beton ringan dengan

bahan tambah serat aluminium pasca bakar suhu 500°C setelah mendapat perawatan

ulang dengan variasi waktu perawatan yaitu 14 hari, 28 hari, 42 hari dan 56 hari.

1.3. BATASAN MASALAH

Dalam penelitian diberikan batasan-batasan masalah sebagai berikut :

a. Semen yang digunakan adalah semen PCC (Portland Compsite Cement).

(13)

c. Aluminium yang digunakan mempunyai panjang 50 mm, lebar 2 mm dan tebal

0,18 mm.

d. Seluruh agregat kasar menggunakan ALWA sebagai pengganti batu pecah.

e. Tidak dibahas reaksi kimia yang terjadi pada campuran tehadap bahan-bahan yang digunakan.

f. Suhu pembakaran 500°C.

1.4. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk :

Mengetahui waktu curing minimal agar didapat pemulihan maksimal nilai penetrasi

dan serapan pada beton ringan dan beton ringan berserat aluminium pasca bakar.

1.5. MANFAAT PENELITIAN

1.5.1 Manfaat Teoritis

a. Memberikan kontribusi bagi perkembangan ilmu bahan dan struktur.

b. Menambah pengetahuan tentang serapan dan penetrasi beton ringan berserat

aluminium pasca bakar ditinjau dari parameter variasi waktu perawatan.

1.5.2. Manfaat Praktis

Menambah alternatif pemanfaatan limbah aluminium sebagai bahan campuran

pembuatan beton untuk mengatasi kekurangan dan kelangkaan bahan pembuat

(14)

commit to user

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Beton merupakan bahan struktur yang terbuat dari campuran semen, agregat, dan air,

yang mempunyai berat sendiri relatif besar, yaitu 2400 kg/m3. Untuk mengurangi

berat sendiri atau beban mati dari beton, maka digunakan beton ringan yang

mempunyai berat jenis kurang dari 1800 kg/m3. Beton ringan mempuyai berat jenis

yang lebih ringan daripada beton normal, dikarenakan adanya pori-pori atau

gelembung udara pada agregat maupun mortar pada beton ringan (Tjokrodimuljo

1996).

Susunan beton secara umum, yaitu 7-15% semen, 16-21% air, 25-30% agregat halus

dan 31-50% agregat kasar (Nugraha, 2007).

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah beton ringan yang menggunakan

artificiall lightweight coarse aggregate (ALWA) sebagai agregat kasarnya. ALWA

yang sering digunakan semisal bloated clay, crushed bricks atau fly ash based

coarsed aggregate, yang diperoleh dengan pembutan pada rotary kiln, batu tulis yang

berbusa, dan batu apung (Ali, et.al, 1989).

Penelitian ini juga menngunakan bahan tambah berupa serat. Serat yang sering

digunakan semisal serat asbes, serat tumbuh-tumbuhan (rami, bamboo, ijuk), serat

plastik (polypropylene) atau potongan kawat baja. Pada umumnya serat yang

digunakan untuk campuran beton berupa batang-batang dengan diameter antara 5-500

(15)

Sifat tahan api (fire resistence) unsur-unsur bangunan secara umum diukur dan

ditetapkan menurut standar ASTM E 199. Daya tahan didefinisikan sebagai lamanya

bahan bertahan terhadap kebakaran standar sebelum titik kritis akhir pertama dicapai.

Pada suhu yang sama dengan suhu yang dijumpai pada kebakaran, kekuatan dan

modulus elastisitas berkurang. Selain itu, sifat-sifat beton pada suhu tinggi

dipengaruhi juga ( dalam batas tertentu) oleh agregat. Pengaruh agregat silikat dan

agregat berbobot ringan akan memberikan pengaruh yang berbeda pada sifat-sifat

beton selama kebakaran atau pasca bakar (Gustaferro,1966).

Akibat kebakaran atau kenaikan suhu pada beton akan merubah komposisi kimianya,

retak, lepas dan kehilangan kekuatan. Kehilangan kekuatan terjadi karena perubahan

komposisi kimia secra bertahap pada pasta semennya. Retak diakibatkan adanya

perbedaan perubahan volume antara pasta semen dengan butir-butir agregat.

Mengelupasnya bagian luar akibat perbedaan perubahan volume antara luar beton

yang panas dan bagian dalam beton yang masih dingin (Tjokrodimuljo, 1996). Beton

yang dibakar pada temperatur tinggi mengakibatkan penurunan kekuatan,

pengelupasan, dan retak-retak pada beton (Nugraha, 2007).

Hansen (1976), menyebutkan beton mengalami sedikit peningkatan kuat tekan beton

bila dipanaska pada temperatur 200 °C-300 °C, tetapi bila dipanaskan pada temperatur 400 °C, kuat tekan akan akan menurun lebih dari 20℅, dan kuat tekan akan menurun 70℅ bila dipanaskan pada temperature 700 °C.

Beton bila dipanaskan pada temperatur 200 °C, air yang teresap di dalam agregat

akan menguap, dan beton bila dipanaskan pada temperatur 400 °C, pasta semen yang

sudah terhidrasi akan terurai kembali sehingga mengakibatkan kekuatan beton

terganggu (Nugraha, 2007).

Dari hasil pembakaran pada temperature 300, 400oC dan 500oC, beton ringan

(16)

dilakukan perawatan (curing) pada beton ringan yang dibakar pada suhu 500oC, beton

ringan tersebut mengalami kenaikan nilai kuat tarik belah dan MOR, mencapai 120%

untuk kuat tarik belah dan 33,33% untuk pengujian MOR (Mediyanto, 2009).

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Pengertian Beton

Beton adalah bahan struktur yang komposit, yang terbuat dari campuran semen,

agregat dan air dengan perbandingan tertentu. Terkadang beton juga diberi bahan

tambahan (admixture) untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu,

misalnya kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas dan waktu pengerasan.

Campuran beton di atas akan mengalami reaksi kimia antara semen dan air yang akan

berlangsung dalam jangka waktu yang panjang, semakin lama umur beton, akan

semakin keras beton tersebut.

2.2.2. Pengertian Beton Ringan

Beton ringan adalah beton yang mempunyai berat jenis lebih kecil dari berat jenis

beton normal, yaitu kurang dari 1800 kg/m3. Campuran beton ringan pada dasarnya

sama dengan campuran pada beton normal, berat jenisnya direduksi. Reduksinya

dilakukan dengan cara menggunakan artificiall light weight aggregate (ALWA)

sebagai agregat kasarnya, semisal bloated clay, crushed bricks atau fly ash based

coursed aggregate yang diperoleh dengan pembuatan pada rotary kiln, batu tulis,

batu bara yang berbusa, dan batu apung (Ali, et.al.1989). Pembuatan beton ringan

juga bisa dilakukan dengan cara pencampuran additive yang mengahilkan rongga

udara setelah bercampur dengan semen atau agregat halus dalam beton (Murdock and

(17)

2.2.3. Pengertian Beton Ringan dengan Bahan Tambah Serat Aluminium

Beton ringan dengan bahan tambah serat aliminium adalah suatau material yang

dibuat dari campuran semen portland, pasir, air dan ditambah dengan serat

aluminium, dengan perbandingan tertentu. Pembuatan beton ringan berserat

aluminium sama seperti dengan pembutan beton ringan, dicampur dan diaduk secara

merata agar diperoleh hasil yang homogen.

2.2.4. Pengertian Beton Pasca Bakar

Kebakaran adalah sebuah proses kimia, yaitu oksidasi dari suatu material organic.

Kebakaran adalah penyebab utama hancurnya struktur bangunan dan hilangnya umur

bangunan, sehingga beton yang dibakar pada temperatur tinggi akan mengalami

kerusakan dan penurunan kekuatan. Beton pasca bakar adalah beton yang sudah

mengalami proses pembakaran, sehingga beton tersebut mengalami kerusakan dan

kekuatan beton terganggu.

2.2.5. Water Curing

Pembasahan air (water curing) pada beton pasca bakar dapat mengembalikan

kekuatan dengan membangun βCSH dalam kristalnya. (Partowiyatmo &

Sudarmadi, 2004; Kusno & Mediyanto, 2008)

Perawatan dengan pembasahan air selama 28 hari pada beton ringan metakaolin

berserat aluminium dapat meningkatkan kuat tekan rata, modulus elastisitas

rata-rata, kuat belah rata-rata dan modulus runtuh rata-rata sebesar berturut-turut 38,46%;

44,47%; 85,12%, dan 25,21%. Hal ini dapat diartikan bahwa usaha pembasahan

dengan air membantu pemulihan tubermorit (CSH) sebagai unsur yang menentukan

kekuatan beton (Mediyanto dkk., 2009). Dalam penelitian ini dilakukan

(18)

dan 56 hari untuk mendapatkan waktu curing minimum dengan hasil pemulihan

maksimum.

2.2.6. Material Penyusun Beton Ringan dengan Bahan Tambah Serat Aluminium

Material pennyusun beton ringan dengan bahan tambah serat aluminium terdiri dari

semen, agregat halus, agregat kasar (ALWA), air dan serat aluminium. Kualitas atau

mutu beton dapat ditentukan antara lain dengan cara pemilihan bahan-bahan

penyusun beton yang baik, perhitungan proporsi campuran yang tepat, cara

pengerjaan dan perawatan beton yang baik serta cara pemilihan bahan tambah yang

tepat dengan dosis optimum yang diperlukan.

2.2.6.1. Semen Portland

Semen portland adalah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan

klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat hidrolis dengan

gips sebagai bahan tambahan (PUBI-1982, dalam Tjokrodimuljo, 1996). Fungsi

semen adalah untuk merekatkan butir-butir agregat agar terjadi suatu massa yang

padat dan juga untuk mengisi rongga-rongga antar butir agregat.

Semen yang tahan sulfat harus memiliki kandungan C3A tidak lebih dari 5%. Semen yang kandungan C3A -nya tinggi, jika terkena sulfat yang terdapat pada air atau tanah akan mengeluarkan C3A yang bereaksi dengan sulfat dan mengembang, sehingga mengakibatkan retak-retak pada betonnya. (Mulyono, Tri., 2005).

a. Jenis-Jenis dan Kegunaan Semen

Sesuai dengan tujuan dari penggunaannya, semen Portland di Indonesia dibagi

(19)

1) Jenis I : Semen Portland jenis umum, adalah jenis semen untuk konstruksi

beton secara umum dimana tidak diminta persyaratan khusus seperti yang

disyaratkan pada jenis semen lainnya.

2) Jenis II : untuk konstruksi terutama yang mensyaratkan agar tahan terhadap

sulfat kadar sedang dan panas hidrasi sedang.

3) Jenis III: untuk konstruksi yang menuntut persyaratan kekuatan awal tinggi

setelah pencampuran dengan air.

4) Jenis IV : untuk konstruksi yang pemakaiannya menuntut persyaratan

dihasilkan panas hidrasi yang rendah.

5) Jenis V : untuk konstruksi yang menuntut persyaratan ketahanan yang tinggi

terhadap sulfat.

Semen Portland Komposit (PCC), kekuatan kelas 42,5 R

1) PCC yang digunakan untuk konstruksi beton umum mirip dengan Semen

Portland jenis I dengan kekuatan yang kompatibel.

2) Perbedaan dengan semen Portland tipe I hanya pada penambahan zat adiktif

pada semen PCC.

3) Umum digunakan untuk bangunan, jalan, jembatan

b. Bahan Dasar Penyusun Semen

Bahan dasar penyusun semen terdiri dari mayor oksida dan minor oksida. Unsur

pokok (mayor oksida) terdiri dari bahan-bahan yang terutama mengandung kapur,

silika, alumina dan oksida besi. Sedangkan bahan penyusun semen lainnya yang

jumlahnya kecil dari berat semen (minor oksida) yaitu MgO, TiO, Mn2O3, K2O, dan

Na2O (Murdock and Brook,1987).

Sebagai hasil perubahan susunan kimia yang terjadi diperoleh susunan kimia yang

komplek, namun pada semen biasa dapat dilihat pada Tabel 2.1 Oksida-oksida

tersebut berinteraksi satu sama lain untuk membentuk serangkaian produk yang lebih

(20)

Tabel 2.1 Susunan Unsur Semen

Oksida Persen (%)

Kapur (CaO) 60-65

Silika (SiO2) 17-25

Alumina (Al2O3) 3-8

Besi (Fe2O3) 0,5-6

Magnesia (MgO) 0,5-4

Sulfur (SO3) 1-2

Soda / potash (Na2O+K2O) 0,5-1

(Sumber : Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996)

Selanjutnya dalam proses setting dan hardening akibat reaksi antara semen dan air,

senyawa-senyawa C3S, C2S, C3A, dan C4AF mengalami hidrasi yang mekanismenya

dapat digambarkan sebagai berikut :

1) Hidrasi kalsium silikat (C3S dan C2S)

Kalsium silikat akan terhidrasi menjadi kalsium hidroksida dan kalsium silikat

hidrat

2(3CaO.SiO2)+6H2O→3CaO.2SiO2.3H2O+Ca(OH)2

2(2CaO.SiO2)+4H2O→3CaO.2SiO2.2H2O+Ca(OH)2

Terbentuknya kalsium hidroksida pada proses hidrasi diatas menyebabkan pasta

semen bersifat basa, hal ini dapat mencegah korosi pada baja akan tetapi

menyebabkan pasta semen cukup reaktif terhadap asam.

2) Hidrasi Kalsium Aluminat (C3A)

Proses hidrasi C3A akan menghasilkan kalsium aluminat hidrat setelah semua

kandungan gypsum (CaO.SO3.2H2O) habis bereaksi.

3CaO.Al2O3+CaO.SO3.2H2O+10H2O→4CaO.Al2O3.SO3.12H2O (kalsium

sulpho aluminat)

3CaO.Al2O3+Ca(OH)2+12H2O→4CaO.Al2O3.13H2O (kalsium aluminat hidrat)

(21)

4CaO.Al2O3.Fe2O3+2CaO.SO3.2H2O+18H2O→8CaO.Al2O3.Fe2O3.2SO3.2 4H2

2.2.6.2. Agregat Halus

Menurut Tjokrodimuljo (1996), agregat halus adalah agregat yang berbutir kecil

(lebih kecil dari 4,8 mm). Dalam pemilihan agregat halus harus benar-benar

memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, karena hal ini sangat menentukan

dalam hal kemudahan pengerjaan (workability), kekuatan (strength) dan tingkat

keawetan (durability) dari beton yang dihasilkan. Pasir sebagai bahan pembentuk

mortar bersama-sama dengan semen dan air berfungsi mengikat agregat kasar

menjadi satu kesatuan yang kuat dan padat.

2.2.6.3. Agregat Kasar (ALWA)

ALWA merupakan agregat ringan yang terbuat dari lempung sedimenter yang telah

mengalami proses pemanasan pada tungku (klinker) dengan suhu antara 500oC

sampai dengan 1200oC. Lempung sedimenter yang dipanaskan ini akan membuat

kandungan silika mengeras dan menyelimuti butiran, sehingga mengeras dan dapat

digunakan sebagai agregat ringan beton. ALWA yang dipakai dalam penelitian ini

merupakan hasil produksi UPT Puskim Cilacap.

2.2.6.4. Air

Air merupakan bahan dasar pembuatan dan perawatan beton serta sangat penting dan

harganya paling murah. Air diperlukan untuk bereaksi dengan semen serta untuk

menjadi bahan pelumas antara butir-butir agregat agar mudah dikerjakan dan

dipadatkan. Menurut Tjokrodimuljo (1996) dalam pemakaian air untuk beton

(22)

a. Tidak boleh mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2

gram/liter.

b. Tidak boleh mengandung garam-garam yang merusak beton (asam, zat organik,

dll) lebih dari 15 gram/liter.

c. Tidak boleh mengandung klorida (Cl) lebih dari 0,5 gram/liter.

d. Tidak boleh mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

Air yang dibutuhkan agar terjadi proses hidrasi kira-kira 25% dari berat semen

(Tjokrodimuljo, 1996). Penggunaan air yang terlalu banyak dapat mengakibatkan

berkurangnya kekuatan beton. Disamping digunakan sebagai bahan campuran beton,

air dapat pula digunakan untuk perawatan beton dengan cara pembasahan setelah

dicor dan untuk membasahi atau membersihkan acuan.

2.2.6.5. Serat Aluminium

Beton serat didefenisikan sebagai beton yang dibuat dari campuran semen, agregat,

air dan sejumlah serat yang disebar secara random. Prinsip penambahan serat adalah

memberi tulangan pada beton yang disebar merata kedalam adukan beton dengan

orientasi random untuk mencegah terjadinya retakan-retakan beton yang terlalu dini

di daerah tarik akibat panas hidrasi maupun akibat pembebanan (Soroushian dan

Bayasi, 1987 ).

Telah terbukti bahwa penambahan serat aluminium dalam beton selain dapat

memperbaiki kekuatan tarik beton dan sifat getasnya, juga dapat memperbaiki

sifat-sifat yang lainnya, seperti menambah kekuatan geser, keuletan beton bertambah, daya

(23)

2.2.7. Mekanisme Kinerja Serat

Penambahan serat aluminium ke dalam beton akan meningkatkan kinerja beton dalam

kapasitas tarik, kuat lentur, toughness, ketahanan terhadap formasi retak, dan kuat

geser. Umumnya peningkatan kinerja disebabkan oleh kontribusi serat yang berfungsi

sebagai ankur dalam beton yang menambah kapasitas kuat tarik beton dan setelah

beton retak, beton masih diikat oleh angkur serat aluminium hingga proses pull-out

dari beton.

Kontribusi aluminium terhadap peningkatan kinerja beton ditentukan oleh kuat lekat

antara beton dan serat, kuat pengangkuran, dimensi dan bentuk serat baja, orientasi

serat baja kedalaman pengankuran dan jumlah serat baja. Berikut mekanisme kinerja

serat pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1 Mekanisme Kinerja Serat

2.2.8. Beton Kedap Air

2.2.8.1. Definisi Beton Kedap Air

Berdasarkan SK SNI S-36-1990-03 definisi dari beton kedap air adalah beton yang

tidak tembus air dan harus memenuhi ketentuan minimum sebagai berikut :

(24)

1) Selama 10 + 0,5 menit, absorpsi (resapan) maksimum 2,5% terhadap berat

beton kering oven.

2) Selama 24 jam, absorpsi (resapan) maksimum 6,5% terhadap berat beton

kering oven.

b. Untuk beton kedap air agresif, apabila diuji dengan cara tekanan air maka

tembusnya air ke dalam beton tidak melampaui batas sebagai berikut :

1) Agresif sedang : 50 mm

2) Agresif kuat : 30 mm

Tabel 2.2 Tekanan Air Pada Sampel Beton dan Waktu Penekanan

Tekanan Air (kg/cm²) Waktu (jam)

1 48

3 24

7 24

2.2.8.2. Spesifikasi Bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat beton kedap air adalah :

a. Semen dengan tipe sebagai berikut :

1) Semen portland tipe I-V.

2) Semen portland pozzoland (SPP).

b. Agregat dengan mutu harus memenuhi standar yang berlaku dan gradasi agregat

harus memenuhi ketentuan yang disyaratkan.

c. Air dengan mutu harus sesuai ketentuan yang berlaku.

(25)

Tabel 2.3. Gradasi Agregat Halus

Tabel 2.4. Kandungan Butir Halus 0,30 mm dalam 1m³ Beton

Ukuran Normal Maksimum

Butir Agregat (mm)

Minimum Kandungan Butir Halus Dalam 1m³

Beton (kg/m³)

10 520

20 450

40 400

Ayakan (mm)

Batas % Berat Yang Lewat Ayakan

Umum Khusus

Kasar Sedang Halus

10 100 - -

-5 89-100 - -

-2,36 60-100 60-100 65-100 80-100 1,18 30-100 30-90 45-100 70-100 0,60 15-100 15-54 25-80 55-100

0,30 5-20 5-40 5-48 5-70

(26)

Tabel 2.5 Ketentuan Minimum Untuk Beton Bertulang Kedap Air

2.2.9.1 Serapan Air sebagai Salah Satu Faktor Durabilitas

Durabilitas beton adalah ketahanan beton terhadap proses-proses yang dapat merusak

beton, yang terjadi akibat hasil interaksi dengan lingkungan (eksternal), atau antar

material penyusun dengan bahan-bahan pencemar dalam beton atau pada permukaan

beton (internal),(Jackson dan Dhir, 1996)

Durabilitas beton dipengaruhi oleh beberapa kondisi :

a. Kondisi eksternal adalah kondisi yang disebabkan kerusakan karena pengaruh

lingkungan luar. Kerusakan-kerusakannya antara lain :

(27)

2) Kerusakan chemical : akibat reaksi antara silica dan alkali, gerakan dari ion

agresif, serangan sulfat, asam.

b. Kondisi internal adalah kondisi yang disebabkan kerusakan dari dalam beton itu

sendiri. Kerusakan-kerusakannya antara lain :

Kerusakan physic : akibat adanya temperatur tinggi, akibat pertukaran kering

dan basah, akibat masuknya air ke dalam beton.

Pengukuran durabilitas atau daya tahan beton terhadap kerusakan-kerusakan yang

terjadi dapat dibuat melalui pengukuran dari sifat-sifat permeation yang

didefinisikan sebagai kemudahan air untuk memasuki ataupun keluar dari beton yang

berpori (Dhir,1987).

Serapan ( absorption ) sebagai salah satu sifat dari permeation dapat didefinisikan

sebagai proses dimana beton diletakkan dalam cairan misalnya air, atau dalam larutan

encer dan dipengaruhi oleh adanya tindak kapiler.

Nilai dimana air dapat masuk atau menembus beton yang berpori disebut serapan air,

dan biasanya dinyatakan dalam bentuk prosentase. Berdasarkan Tjokrodimuljo, 1996,

serapan air pada beton dihitung dengan Persamaan 2.1.

Serapan Air = x100%

Wk Wk W

-, ... (2.1)

dimana :

W = Berat beton pada kondisi SSD ( kering permukaan )

Wk = Berat beton pada kondisi kering oven

2.2.9.2 Hal-Hal Yang Mempengaruhi Besar Serapan Air

Menurut Edward J. Garboczi, 1995 (Arief Wibowo, 2004) terdapat dua teori yang

(28)

a. Pore System (Sistem Pori)

Adanya pori pada beton sangat berpengaruh besar pada besar serapan air beton

itu, semakin banyak pori yang terdapat pada beton maka serapan airnya semakin

besar, demikian pula berlaku sebaliknya.

Menurut Ollivier, 1995, pori pada beton dapat timbul diakibatkan oleh 3 hal, yaitu

1) Pori Agregat

Pori agregat adalah lubang atau rongga kecil dalam butiran agregat yang terjadi

karena adanya udara yang terjebak (air void) dalam butiran agregat ketika

pembentukannya / dekomposisi mineral pembentuk tertentu oleh perubahan

cuaca. Dikarenakan agregat menempati sebanyak 60-70% volume beton, maka

porositas agregat memberikan kontribusi yang cukup besar pada porositas

beton (Tjokrodimuljo, 1996).

2) Pori Pasta Semen

Pori pasta semen adalah lubang atau rongga yang disebabkan oleh adanya

gelembung-gelembung udara yang terbentuk selama atau sesudah pecetakan

(Tjokrodimuljo, 1996). Gelembung udara ini timbul akibat pemakaian air yang

berlebihan pada adukan, padahal jumlah air yang diperlukan untuk proses

hidrasi semen hanya berkisar 25% saja dari berat semennya, kelebihan air ini

penting guna memperoleh campuran yang mudah dikerjakan, namun akibat

kelebihan air pada adukan, air ini akan menggunakan ruangan yang apabila

kering akan menguap (water filled space) dan akan menimbulkan rongga udara

dalam pasta semen, atau dengan kelebihan air akan mengakibatkan pasta

semen bepori lebih banyak (Murdock and Brook,, 1991).

Pori yang disebabkan oleh gelembung udara yang terperangkap (air void) dan

air yang menguap (water filled space) dan saling berhubungan dinamakan pori

kapiler (capillary porous), (Sutanto, 2003).

3) Pori pada Interface Zone (Zona Transisi)

Karakteristik yang terlihat dari pori ini adalah :

a) Mempunyai porositas kapiler yang tinggi

(29)

Pori pada interface zone ini dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu :

a) Efek dari pengadukan yang tidak sempurna

b) Tingkat pemadatan

c) Karakteristik bleeding

d) Pemberian bahan tambah (admixture)

e) Interaksi kimia antar agragat dan pasta semen

(Ollivier,1995)

b. Connectivity (Hubungan)

Hubungan antar pori juga menentukan besar serapan air, hal ini dapat dijelasakan

berdasar Tube Theory (Teori Tabung), yaitu :

1) Tabung yang berdiameter lebih besar mempunyai kemampuan lebih tinggi

dalam transport air, daripada tabung yang mempunyai ukuran diameter lebih

kecil.

2) Tabung yang tetutup (blocked) tidak mempunyai kemampuan dalam transport

air, atau nilainya nol.

(Gaboczi, 1995).

2.2.10. Penetrasi Beton

Nilai penetrasi pada beton ditentukan oleh besarnya nilai permeabilitas beton.

Permeabilitas adalah sifat dapat dilewati/dimasuki zat atau gas. Jadi permeabilitas

beton adalah kemudahan cairan atau gas melewati beton. Beton yang baik adalah

beton yang relatif tidak bisa dilewati air/gas atau dengan kata lain mempunyai

permeabilitas yang rendah. Menurut (Murdock 1979) beton tidak bisa kedap air

secara sempurna.

Faktor air semen yang digunakan juga akan mempengaruhi besarnya koefisien

permeabilitas. Makin tinggi faktor air semen akan menyebabkan nilai koefisien

permeabilitas makin tinggi. Hal itu dapat dipahami karena makin banyak air tersisa

yang tidak digunakan untuk proses hidrasi semen akan memberikan pori-pori yang

(30)

pada pembuatan beton-beton yang mensyaratkan kedap air harus digunakan faktor air

semen yang rendah sehingga koefisien permeabilitas akan rendah juga.

Faktor-faktor lain yang mempengaruhi besarnya permeabilitas beton adalah :

a. Mutu dan porositas dari agregat yang digunakan dalam adukan beton.

Dalam hal ini jenis, sifat dan porositas agregat akan mempengaruhi permeabilitas

beton yang mana penggunaan agregat yang porous akan meningkatkan

permeabilitas.

b. Umur beton.

Dengan bertambahnya umur beton maka permeabilitasnya akan menurun.

c. Gradasi agregat dalam adukan beton.

Pemakaian agregat dengan gradasi yang kasar serta terlalu banyak pasir akan

menyebabkan workabilitas turun sehingga memerlukan tambahan air untuk

kemudahan pengerjaan yang baik dan akan berdampak pada meningkatnya

permeabilitas.

d. Tingkat perawatan (curing) beton.

Perawatan beton yang baik akan sangat berpengaruh sekali terhadap tingkat

permeabilitas beton, oleh sebab itu perlu membasahi beton selama beberapa hari

setelah pengecoran.

Baik dalam ASTM maupun BS tidak mendeskripsikan secara rinci tentang uji

permeabilitas, namun berdasarkan (Murdock and Brook, 1987) pengujian

permeabilitas beton dapat diukur dari percobaan sampel beton yang di-sealed dan

diberi air yang bertekanan pada sisi atas saja dan meliputi aspek banyaknya air yang

mengalir lewat pada ketebalan beton pada waktu tertentu (seperti yang disyaratkan

pada SK SNI S-36-1990-03 ayat 2.2.1).

Berikut adalah gambar rangkaian alat uji penetrasi yang digunakan, dapat dilihat pada

(31)

D h

Gambar 2.2. Rangkaian pengujian penetrasi dan permeabilitas beton.

Permeabilitas beton dapat pula diekspresikan sebagai koefisien permeabilitas ( k ),

yang dievaluasi berdasarkan hukum Darcy dengan Persamaan 2.2.

)

= kecepatan aliran air

s

A = luas penampang

Dh = tinggi air jatuh

L = ketebalan penetrasi air pada beton

(32)

Nilai permeabilitas beton maksimum yang dianjurkan standar ACI 301-729 (revisi

1975) adalah sebesar 1,5 x 10-11 m/dt (4,8 x 10-11 ft/dt).

2.2.11. Mekanisme Pengaliran

Masuknya gas, air atau ion dalam suatu larutan ke dalam beton berlangsung melalui

pori-pori atau micro-cracks didalam campuran pasta semen. Variasi dari perbedaan

fisik dan mekanisme kimia dapat membangun pengaliran media tersebut ke dalam

beton, tergantung dari unsur yang mengalir dan konsentrasinya, kondisi lingkungan,

struktur pori pada beton, jari-jari pori atau lebar dari micro-cracks, kelembaban dari

sistem pori dan temperatur.

Penelitian mengenai karakteristik pengaliran pada beton diwujudkan dalam satu

mekanisme pengaliran dalam rangka untuk mendapatkan koefisien pengaliran sesuai

dengan dasar permodelan secara teoritis proses pengaliran. Prosedur ini

bagaimanapun juga sangat terbatas sebab dalam beberapa kasus beton tidak sebagai

suatu bentuk yang berpori seragam. Sebagai konsekuensinya struktur fisik beton

dapat berubah, penyerapan kimia dapat terjadi dan berbagai macam mekanisme

pengaliran dapat berlangsung selama proses percobaan. Sehingga penyederhanaan

asumsi harus dilakukan dalam perhitungan dan prosedur test standar adalah wajib.

2.2.11.1. Mekanisme Masuknya Air ke Dalam Beton

Masuknya gas, air atau ion dalam suatu larutan ke dalam beton berlangsung melalui

pori-pori atau micro-cracks didalam campuran pasta semen. Variasi dari perbedaan

fisik dan mekanisme kimia dapat membangun pengaliran media tersebut ke dalam

beton, tergantung dari unsur yang mengalir dan konsentrasinya, kondisi lingkungan,

struktur pori pada beton, jari-jari pori atau lebar dari micro-cracks, kelembaban dari

(33)

Penelitian mengenai karakteristik pengaliran pada beton diwujudkan dalam satu

mekanisme pengaliran dalam rangka untuk mendapatkan koefisien pengaliran sesuai

dengan dasar permodelan secara teoritis proses pengaliran. Prosedur ini

bagaimanapun juga sangat terbatas sebab dalam beberapa kasus beton tidak sebagai

suatu bentuk yang berpori seragam. Sebagai konsekuensinya struktur fisik beton

dapat berubah, penyerapan kimia dapat terjadi dan berbagai macam mekanisme

pengaliran dapat berlangsung selama proses percobaan. Oleh karena itu,

penyederhanaan asumsi harus dilakukan dalam perhitungan dan prosedur test standar

adalah wajib.

Ada 3 cara mekanisme transportasi air yang dapat beroperasi pada media

semi-permeable seperti juga pada beton (Jackson dan Dhir, 1996), yaitu :

a. Absorption (penyerapan)

Terjadi dengan cara masuknya air melalui pipa kapiler atau pori-pori pada beton dan

biasanya terjadi pada bangunan air. Aliran zat cair yang disebabkan oleh tegangan

permukaan. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Absorption

Capillary Suction

Water Reservoir

(34)

b. Diffusion

Terjadi akibat perbedaan konsentrasi baik cairan, gas maupun ion. Perbedaan

konsentrasi atau molaritas bahan fluida membuat transport terjadi dari media

konsentrasi tinggi ke media dengan konsentrasi rendah. Secara umum dapat dilihat

pada Gambar 2.4

D iffu s io n

C 1 C 1 C 1 C 1

C 1 C 1 C 1

C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1 C 1

C 2

C 2

C 2 C 2 C 2

C 1

C 2

C 1 : k o n s e n tr a s i tin g g i

C 2 : k o n s e n tr a s i re n d a h K e te ra n g a n n o ta s i :

(35)

c. Permeability

Terjadi akibat perbedaan tekanan, baik tekanan cairan maupun tekanan gas.

Contohnya adalah pada bangunan yang selalu bersinggungan dengan tekanan air,

tangki dan atau pipa bertekanan, bangunan penahan air, dam, bendungan atau

bangunan di dalam air. Secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Permeability

P1

P2

P1: Tekanan tinggi P2: Tekanan rendah Keterangan notasi :

(36)

commit to user

BAB 3

METODELOGI PENELITIAN

3.1. Umum

Agar tujuan dalam sutau penelitian dapat tercapai dengan baik, maka digunakan suatu

metode penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

eksperimental yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan suatu percobaan

secara langsung untuk mendapatkan suatu data atau hasil yang menghubungkan

antara variable-variabel yang diselidiki. Pada penelitian ini eksperimen dilakukan di

laboratorium Bahan dan Struktur, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret

Surakarta. Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang terdiri dari variabel

bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian adalah beton ringan dan

variasi perawatan, sedangkan variabel terikat adalah serapan dan penetrasi beton.

Dalam penelitian ini dilakukan pengujian 72 sampel terhadap serapan dan penetrasi

dengan intensitas waktu curing yaitu14, 28, 42, dan 56 hari.

3.2. Benda Uji

Benda uji pada penelitian ini berupa silinder beton yang dicetak di dalam pipa PVC

dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm untuk pengujian absorpsi dan penetrasi

beton ringan pasca bakar.

Total benda uji yang digunakan adalah 72 buah yang terdiri dari 2 variasi campuran,

6 variasi perawatan dan setiap variasi perawatan terdiri dari 3 buah benda uji.

Untuk mempermudah benda uji diberi penamaan berdasarkan jenis campuran dan

(37)

commit to user

Tabel 3.1. Benda uji untuk beton ringan.

Pengujian

SRN-1 SRN-1 SRN-1 SRN-1 SRN-1 SRN-1 SRN-2 SRN-2 SRN-2 SRN-2 SRN-2 SRN-2 SRN-3 SRN-3 SRN-3 SRN-3 SRN-3 SRN-3

Penetrasi

PRN-1 PRN-1 PRN-1 PRN-1 PRN-1 PRN-1 PRN-2 PRN-2 PRN-2 PRN-2 PRN-2 PRN-2 PRN-3 PRN-3 PRN-3 PRN-3 PRN-3 PRN-3

Tabel 3.2. Benda uji untuk beton ringan berserat alumunium dengan kadar 0,75%.

SRNF-1 SRNF-1 SRNF-1 SRNF-1 SRNF-1 SRNF-1 SRNF-2 BRNF-2 SRNF-2 SRNF-2 SRNF-2 SRNF-2 SRNF-3 SRNF-3 SRNF-3 SRNF-3 SRNF-3 SRNF-3

Penetrasi

PRNF-1 PRNF-1 PRNF-1 PRNF-1 PRNF-1 PRNF-1 PRNF-2 PRNF-2 PRNF-2 PRNF-2 PRNF-2 PRNF-2 PRNF-3 PRNF-3 PRNF-3 PRNF-3 PRNF-3 PRNF-3

Keterangan :

a. SRN : Beton ringan untuk uji serapan

b. PRN : Beton ringan untuk uji penetrasi

c. SRNF : Beton ringan berserat aluminium untuk uji serapan

d. PRNF : Beton ringan berserat aluminium untuk uji penetrasi

Benda uji berbentuk silinder dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm terbuat dari

(38)

commit to user

15cm 7,5cm

Gambar 3.1. Benda uji absorpsi dan penetrasi beton.

3.3. Tahap dan Prosedur Penelitian

Karena sifat penelitian yang ilmiah, maka penelitian ini dilaksanakan dalam urutan

dan sistematika yang jelas. Tahapan-tahap pelaksanaan penelitian direncanakan

melalui beberapa tahapan kerja sebagai berikut :

a. Tahap I (Tahap Persiapan)

Pada tahap ini dilakukan studi literatur dan seluruh bahan serta peralatan yang

akan digunakan dalam penelitian dipersiapkan terlebih dahulu agar penelitian

dapat berjalan dengan lancar.

b. Tahap II (Tahap Pengujian Bahan)

Pada tahap ini dilakukan penelitian terhadap agregat halus dan agregat kasar yang

akan digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sifat dan karakteristik bahan

tersebut sehingga dapat diketahui apakah bahan yang digunakan memenuhi

persyaratan atau tidak.

c. Tahap III (Tahap Pembuatan Benda Uji)

Pada tahap ini dilaksanakan pekerjaan sebagai berikut :

1) Perhitungan rencana campuran

(39)

commit to user

3) Pemeriksaan nilai slump

4) Pembuatan beda uji

d. Tahap IV

Pada tahap ini benda-benda uji selanjutnya dirawat (curing) selama 7 hari

direndam lalu diangin-anginkan selama 21 hari sampai beton berumur 28 hari.

e. Tahap V

Setelah umur 28 hari, sebagian dilakukan pengujian, sebagian diuji setelah

dibakar pada suhu 500 0C. Sebagian sampel yang dibakar 5000C, diuji setelah

dilakukan perawatan 14 hari, 28 hari, 42 hari dan 56 hari, dengan cara membasahi

air. Cara pembasahan dengan menyelimuti karung goni dalam kondisi basah.

f. Tahap VI

Pada tahap analisis data. Data yang diperoleh dari hasil pengujian lalu dianalisis

untuk mendapatkan hubungan serapan dan penetrasi yang di teliti dalam

penelitian.

g. Tahap VII

(40)

commit to user

Tahapan penelitian secara skematis dalam bentuk bagan alir ditunjukkan dalam

Gambar 3.2

MULAI

Persiapan

Agregat Halus Aluminium

Semen Agregat Alwa Air

Uji Lab

Data Properti Data Properti Data Properti

Cek Standar

Perhitungan Rencana Campuran

Pembuatan Adukan Beton

Pembuatan Benda Uji

Beton Ringan Beton Ringan Berserat

Aluminium Uji Slum

Tidak

Ya

Tidak

Ya

Tahap I

Tahap II

(41)

commit to user

Gambar 3.2 Bagan alir tahap-tahap penelitian A

(42)

commit to user

3.4. Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar

Pengujian terhadap bahan-bahan pembentuk beton perlu dilakukan untuk mengetahui

sifat dan karakteristik dari bahan penyusun beton tersebut. Pengujian ini dilakukan

terhadap agregat halus dan agregat kasar. Pengujian dilakukan dengan standar ASTM

& SK SNI, sedangkan air yang digunakan dalam adukan beton sesuai dengan standar

air dalam PBI 1971 pasal 3.6

3.4.1. Standar Pengujian Agregat Halus

Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan

disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar pengujian

terhadap agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-40 : Standar penelitian untuk pengujian kandungan zat organik

dalam agregat halus.

b. ASTM C-117 : Standar penelitian untuk pengujian agregat yang lolos

saringan no. 200 dengan pencucian (tes kandungan lumpur).

c. ASTM C-128 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari

agregat halus.

d. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat halus.

Spesifikasi bahan untuk agregat halus adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.

b. PBI 1971 : Spesifikasi standar untuk agregat halus.

3.4.2. Standar Pengujian Agregat Kasar

Pengujian untuk agregat halus dilaksanakan berdasarkan standar ASTM dan

disesuaikan dengan spesifikasi bahan menurut ASTM & PBI 1971. Standar pengujian

(43)

commit to user

a. ASTM C-127 : Standar penelitian untuk menentukan specific gravity dari

agregat kasar.

b. ASTM C-131 : Standar penelitian untuk pengujian keausan agregat kasar.

c. ASTM C-136 : Standar penelitian untuk analisis saringan agregat kasar.

Spesifikasi bahan untuk agregat kasar adalah sebagai berikut :

a. ASTM C-33 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar.

b. PBI 1971 : Spesifikasi standar untuk agregat kasar.

3.5. Standar Pengujian Serapan dan Penetrasi

a. SK SNI S-36-1990-03 : Kententuan minimum untuk beton kedap air normal

bila diuji dengan perendaman dan tekanan air.

3.6. Alat-Alat yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan alat-alat yang tersedia di Laboratorium Bahan, Jurusan

Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Univesitas Sebelas Maret, Surakarta. Alat-alat yang

digunakan pada penelitian ini, antara lain :

a. Ayakan dan mesin penggetar ayakan

Ayakan baja dan penggetar yang digunakan adalah merk ”controls” Italy, dengan

bentuk lubang ayakan bujur sangkar dengan ukuran lubang ayakan yang tersedia

adalah 75 mm, 50 mm, 38.1 mm, 25 mm, 19 mm, 12.5 mm, 9.5 mm, 4.75 mm,

2.36 mm, 1.18 mm, 0.85 mm, 0.30 mm, 0.15 mm, dan pan.

b. Timbangan

Ada dua timbangan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1) Neraca merk ”Murayama Seisakusho Ltd” Japan dengan kapasitas 5 kg,

ketelitian sampai 0,10 gram dan digunakan untuk mengukur berat material

(44)

commit to user

2) Timbangan ”Bascule Merk DSN Bola Dunia” dengan kapasitas 150 kg dengan

ketelitian 0,1 kilogram.

c. Oven

Untuk keperluan pengeringan agregat maupun benda uji digunakan oven listrik

merk ”memmert”, West Germany dengan temperatur maksimum 220 oC dan daya

listrik 1500 W.

d. Mesin Los Angeles

Mesin los angeles yang digunakan adalah merk ”controlsItaly serta 11 buah

baja, digunakan untuk menguji ketahanan aus (abrasi) agregat kasar.

e. Conical Mould

Conical mould dengan ukuran sisi atas Ø 3,8 cm, sisi bawah Ø 8,9 cm dan tinggi

7,6 cm lengkap dengan penumbuknya. Digunakan untuk mengukur keadaan SSD

(Saturated Surface Dry) dari agregat halus (pasir).

f. Kerucut Abram

Kerucut abram terbuat dari baja dengan diameter atas 10 cm, diameter bawah 20

cm, dan tinggi 30 cm, digunakan untuk mengukur nilai slump adukan beton.

g. Cetakan benda uji

Digunakan untuk mencetak benda uji. Bentuk cetakan ini adalah silinder yang

berupa pipa PVC dengan diameter 7,5 cm dan tinggi 15 cm.

h. Mesin aduk beton (molen) berkapasitas 0,25 m3 yang digunakan untuk mengaduk

bahan-bahan pembentuk beton.

i. Alat-alat bantu

Untuk kelancaran dan kemudahan dalam penelitian digunakan beberapa alat bantu

yaitu :

1) Gelas ukur 2000 ml untuk menakar air.

2) Gelas ukur 250 ml untuk meneliti kandungan lumpur dan kandungan zat

organik agregat halus.

3) Cetok semen digunakan untuk mengambil material, mengaduk dan untuk

memasukkan campuran adukan beton ke dalam cetakan beton.

(45)

commit to user

5) Vibrator untuk pemadatan campuran beton agar homogen.

6) Alat pencatat waktu.

7) Ember untuk tempat air.

8) Cangkul dan sekop untuk mengaduk bahan-bahan campuran beton agar merata.

j. Satu set alat uji serapan (Absorpsi)

1) Ember digunakan untuk merendam bahan uji.

2) Timbangan digital untuk mengukur berat benda uji.

k. Satu set alat uji penetrasi beton dan permeabilitas

1) Air compressors untuk menghasilkan tekanan udara.

2) Tabung gas yang dilengkapi dengan pengukur tekanan yang berfungsi untuk

pengumpul tekanan udara.

3) Selang tekanan untuk menyalurkan tekanan dari tabung ke benda uji.

4) Katup pengatur tekanan untuk mengatur keluar masuknya tekanan dan sebagai

penghubung selang ke benda uji maupun tabung gas.

5) Selang transparan dipakai untuk mengukur penurunan aliran air.

6) Tiang penyangga untuk menggantung selang transparan agar dapat tegak.

3.7. Pengujian Bahan Dasar Beton

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui sifat dan karakteristik dari material

pembentuk beton. Pengujian dilakukan sesuai dengan standar yang ada. Dalam

penelitian ini hanya dilakukan pengujian terhadap agregat halus. Sedangkan agregat

kasar dan semen tidak dilakukan pengujian.

3.7.1. Pengujian Agregat Halus

a. Pengujian Kandungan Zat Organik Agregat Halus

Pasir sebagai agregat halus dalam campuran beton tidak boleh mengandung zat

(46)

commit to user

dihasilkan. Kandungan zat organik ini dapat dilihat dari percobaan warna dari

Abrams Harder dengan menggunakan larutan NaOH 3% sesuai dengan persyaratan

dalam Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 (PBI NI-2, 1971). Berikut

hubungan perubahan warna NaOH dengan prosentase kandungan zat organic dapat

dilihat pada Tabel 3.4:

Tabel 3.3 Hubungan Perubahan Warna NaOH dengan Prosentase Kandungan Zat Organik

Pengujian kandungan zat organik agregat halus bertujuan untuk menentukan banyak

sedikitnya kandungan zat organik dalam pasir.

1) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: a) Gelas ukur 250 cc

b) Oven

c) Ayakan 2 mm

d) Timbangan

e) Agregat halus (pasir) kering oven lolos ayakan 2 mm

f) Larutan NaOH 3 %

2) Langkah pengujian kandungan zat organik agregat halus dilakukan dengan

prosedur sebagai berikut :

a) Mengambil contoh pasir kering oven secukupnya.

(47)

commit to user

c) Memasukkan contoh pasir dalam gelas ukur 250 ml.

d) Menuangkan NaOH 3% ke dalam gelas ukur sehingga mencapai 200 ml.

e) Mengocok pasir dan larutan NaOH selama 10 menit.

f) Meletakkan campuran tersebut pada tempat terlindung selama 24 jam.

g) Mengamati warna air di atas pasir.

h) Mencocokkan dengan tabel Prof. Rosseno.

b. Pengujian Kadar Lumpur dalam Agregat Halus

Agregat halus yang umum dipergunakan sebagai bahan dasar beton adalah pasir.

Kualitas pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan. Untuk

itu maka pasir sudah tentu akan mempengaruhi kualitas beton yang dihasilkan. Untuk

itu maka pasir yang akan digunakan harus memenuhi beberapa persyaratan, salah

satunya adalah pasir harus bersih dari kandungan lumpur. Lumpur adalah bagian dari

pasir yang lolos ayakan 0,036 mm. Apabila kadar lumpur yang ada lebih dari 5% dari

berat keringnya, maka pasir harus dicuci terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai

material penyusun beton.

Pengujian kadar lumpur dalam agregat halus bertujuan untuk mendeteksi kandungan

lumpur dalam pasir sebagai salah satu komponen penyusun beton.

1) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:

a) Gelas ukur 250 cc

b) Cawan Aluminium

c) Neraca dengan ketelitian 100 mg

d) Pipet

e) Oven

f) Agregat halus (pasir) kering oven lolos ayakan 2 mm

g) Air Bersih

2) Langkah pengujian kadar lumpur dalam agregat halus dilakukan dengan prosedur

sebagai berikut :

(48)

commit to user

b) Menimbang pasir kering oven seberat 100 gram.

c) Memasukkan pasir ke dalam gelas ukur

d) Melakukan proses pencucian sebagai berikut :

(1).Memasukkan air ke dalam gelas ukur yang telah berisi pasir dengan

ketinggian 12 cm dari permukaan pasir.

(2).Menutup mulut gelas rapat-rapat dengan tangan.

(3).Gelas dikocok 10 kali (dianggap satu kali pencuucian).

(4).Membuang air dalam gelas (usahakan pasir tidak ikut terbuang).

(5).Proses pencucian diulang sampai bersih.

e) Menuangkan pasir ke dalam cawan (air yang ikut menetes diambil dengan

pipet).

f) Mengeringkan pasir dalam cawan tersebut pada oven dengan suhu 110 °C.

g) Mengeluarkan pasir tersebut dari oven dan mendiamkannya hingga mencapai

suhu kamar.

h) Menimbang pasir yang sudah dikeringkan.

i) Menganalisis data

Berat awal pasir = a

Berat akhir pasir = b

Kadar lumpur dapat dihitung dengan Persamaan 3.1 :

Kadar Lumpur 100%

Membandingkan hasil perhitungan dengan persyaratan PBI NI-1971. Bila lebih dari

5% maka pasir harus dicuci kembali sebelum digunakan.

c. Pengujian Spesific Gravity Agregat Halus

Berat jenis merupakan salah satu variabel yang sangat penting dalam merencanakan

campuran adukan beton, karena dengan mengetahui variabel tersebut dapat dihitung

(49)

commit to user

Pengujian spesific gravity agregat halus bertujuan untuk menentukan bulk spesific

gravity, bulk spesific gravity SSD, apparent spesific gravity, dan absorption agregat

halus.

1) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain: a) Conical Mould dan temper (pemadat)

b) Tabung Volumetrick Flash 500 cc

c) Neraca/timbangan

d) Oven

e) Cawan

f) Pipet

g) Agregat halus lolos ayakan 2 mm

h) Air bersih

2) Langkah pengujian spesific gravity agregat halus dilakukan dengan prosedur

sebagai berikut :

a) Membuat pasir dalam keadaan SSD dengan cara :

(1).Mengambil pasir yang telah disediakan (dianggap kondisi lapangan SSD),

masukkan dalam conical mould sampai 1/3 tinggi.

(2).Menumbuk dengan tamper sebanyak 15 kali, tinggi jatuh temper 2 cm.

(3).Menambah pasir hingga 2/3 tinggi, lalu mengulangi prosedur b.

(4).Menambah pasir hingga penuh dan mengulangi lagi prosedur b.

(5).Memasukkan pasir hingga penuh lalu meratakan permukaan pasir.

(6).Mengangkat conical mould sehingga pasir dengan sendirinya akan

merosot. Pemerosotan pasir tidak boleh lebih dari ½ tinggi dan apabila

penurunan pasir mencapai 1/3 tinggi atau ± 2,5 cm, maka pasir tersebut

sudah dalam keadaan kering permukaan (SSD).

b) Mengambil pasir SSD sebanyak 500 gram, dimasukkan dalam volumetrick

flash, dan diisi air hingga penuh lalu didiamkan hingga 24 jam.

c) Setelah 24 jam, menimbang volumetrick flash yang berisi pasir dan air

(50)

commit to user

d) Mengeluarkan pasir dari volumetrick flash dan memasukkan ke cawan dengan

membuang air terlebih dahulu, jika dalam cawan masih ada air

mengeluarkannya dengan menggunakan pipet.

e) Memasukkan pasir dalam cawan ke dalam oven dengan suhu 1100 C selama

24 jam.

f) Volumetrick flash yang telah kosong dan bersih diisi air sampai penuh dan

ditimbang.

g) Pasir yang telah dioven didiamkan sampai mencapai suhu kamar kemudian

menimbang pasir tersebut.

h) Dari data yang diperoleh, dapat dihitung nilai spesific gravity (berat jenis).

Berat pasir SSD = D

Berat pasir kering oven = A

Berat volumetrick flash + air = B

Berat volumetrick flash + air + pasir = C

Menganalisa hasil pengujian tersebut dengan Persamaan 3.2 – 3.5 :

Bulk Specific Gravity = B D C

d. Pengujian Gradasi Agregat Halus

Gradasi adalah keseragaman diameter pasir sebagai agregat halus lebih

diperhitungkan daripada agregat kasar, karena sangat menentukan sifat pengerjaan

(51)

commit to user

Pengujian gradasi agregat agregat halus bertujuan untuk memeriksa susunan atau

variasi susunan agregat halus dan angka kehalusan agregat halus (pasir) tersebut.

1) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:

a) Neraca/timbangan berkapasitas 5 kg, ketelitian 100 mg.

b) Satu set mesin getar.

c) Satu set ayakan dengan diameter :

(1).9,50 mm

d) Agregat halus (pasir) 3000 gr

2) Langkah pengujian gradasi agregat halus dilakukan dengan prosedur sebagai

berikut :

a) Menyiapkan agregat halus (pasir) sebanyak 3000 gr.

b) Menyiapkan satu set ayakan dan menyusun berurutan mulai dari pan (paling

bawah), hingga ayakan 9,5 mm (paling atas), lalu susunan ayakan tersebut

diletakkan pada mesin penggetar.

c) Menuangkan pasir ke dalam ayakan paling atas dan menutup rapat-rapat

susunan ayakan tersebut.

d) Menghidupkan mesin penggetar selama 5 menit.

e) Setelah 5 menit matikan mesin, lalu menimbang dan mencatat berat agregat

halus yang tertinggal pada masing-masing ayakan.

f) Menghitung modulus kehalusan dengan menggunakan Persamaan 3.6 :

Modulus kehalusan = e d

(52)

commit to user

dimana :

d = ∑ persentase komulatif berat pasir yang tertinggal selain dalam pan.

e = ∑ persentase berat pasir yang tertinggal

3.7.2. Pengujian Agregat Kasar

a. Pengujian specific gravity agregat kasar ALWA

Berat jenis merupakan salah satu variable yang sangat penting dalam merencanakan

campuran adukan beton, karena variable tersebut dapat dihitung volume dari ALWA

yang diperlukan. Pengujian specific gravity agregat kasar dalam penelitian ini

menggunakan ALWA dengan diameter maksimal 10 mm.

1) Tujuan :

a) Bulk specific gravity, yaitu perbandingan antara berat ALWA dalam kondisi

kering dengan volume ALWA total.

b) Bulk specific gravity dalam kondisi SSD, yaitu perbandingan dari berat

ALWA jenuh dalam keadaan kering permukaan dengan volume ALWA total.

c) Apparent specific gravity, yaitu perbandingan berat butiran kondisi kering dan

selisih berat butiran dalam keadaan kering dengan berat dalam air.

d) Absoption, yaitu perbandingan berat air yang diserap oleh ALWA jenuh

dalam kondisi kering permukaan dengan berat ALWA kering.

2) Alat dan bahan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain:

a) Oven listrik

b) Neraca

c) Bejana dan container

d) ALWA

e) Air bersih

3) Langkah Kerja :

a) Mencuci ALWA lalu keringkan dalam oven pada suhu 110 °C selama 24 jam.

b) Mengambil ALWA kering permukaan lalu timbang seberat 1500 gr dan

Gambar

Tabel 2.1 Susunan Unsur Semen
Gambar 2.1  Mekanisme Kinerja Serat
Tabel 2.2  Tekanan Air Pada Sampel Beton dan Waktu Penekanan
Tabel 2.4.  Kandungan Butir Halus 0,30 mm dalam 1m³ Beton
+7

Referensi

Dokumen terkait

Metode yang digunakan dalam Analisis Debit Banjir Rancangan terdiri dari: Metode GAMA I dan metode Nakayasu dengan pertimbangan: keterbatasan data pengukuran

Berdasarkan gambaran di atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dan melakukan penelitian dengan judul: “Pengaruh Pengalaman Sebelumnyadan Kepercayaan Terhadap

Efektivitas Pre-Fabricated Vertical Drains Kombinasi Pre-Fabricated Horizontal Drains Dalam Proses Konsolidasi Lempung Lunak.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

At SMA NEGERI I Bantul and SMA Stella Duce Bantul, the English teachers taught the students by implementing Text-based Syllabus.. This research was attempted to observe the

Keracunan pestisida paling banyak di Desa Pakurejo 30,3% pada kelompok umur 30-39 tahun 30,8% dan berpendidikan taman SD 59,1 % dengan faktor risiko yang berpengaruh

Oleh karena itu, buku siswa yang akan digunakan perlu ditinjau dari ketersediaan penilaian autentik yang terdapat dalam buku siswa tersebut. Format analisis

For other data sources that we cannot store in HDFS, we have to get the SIEM connectors to directly read the data from the source (or forward the data there).. In Figure 1-2 we

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan