• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGEMBANGAN LKM KIMIA INSTRUMENTASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL PADA PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF FLAVONOID DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBEL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENGEMBANGAN LKM KIMIA INSTRUMENTASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL PADA PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF FLAVONOID DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBEL"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN LKM KIMIA INSTRUMENTASI BERBASIS KEARIFAN LOKAL PADA PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF FLAVONOID

DENGAN SPEKTROFOTOMETRI UV-VISIBEL

Mutiara Effendy, Masriani, Rody Putra Sartika Program Studi Pendidikan Kimia FKIP Untan Pontianak

Email: mutieskaone@gmail.com

Abstract

This research aimed to determine feasibility and student response to worksheet of instrumentation chemical practicum based on local wisdom. It is developed based on test results the expert (expert judgment) and field trials. This research method was the research and development (R&D) which adopt a development model Borg & Gall. Subject of this research is a chemistry student worksheet based on local wisdom that tested the students of Chemistry Education FKIP Tanjungpura University in early trials and major field trials. The results of data analisis showed that chemistry student worksheet based on local wisdom is very proper to use in learning of the content feasibility of 93,33%, presentation feasibility of 91,67%, linguistic feasibility of 93,33%, chart feasibility of 91,67%. The student response initial field trials of 86,16%, and the main field trials of 81,04%. It showed that the level of chemistry student worksheet based on local wisdom belongs to very high criteria.

Keywords:Student worksheet, Local wisdom, UV-Visible spectrophotometry

PENDAHULUAN

Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 (UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 ayat 2). Selain itu pendidikan berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang positif, serta untuk menciptakan perubahan ke arah kehidupan yang lebih inovatif (Suastra, 2010). Berbagai permasalahan pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan, salah satunya adalah kurangnya pembelajaran yang menanamkan nilai-nilai kearifan lokal sehingga menimbulkan permasalahan seperti kerusakan lingkungan yang mengakibatkan berbagai bencana seperti kekeringan berkepanjangan, kebakaran hutan, banjir bandang, pencemaran tanah, air dan udara (Suastra, 2010). Pendidikan cenderung hanya menjadi sarana stratifikasi sosial dan sistem pembelajaran

yang mentrasfer pengetahuan yang terlalu berpusat dari buku kepada peserta didik (Zamroni, 2000). Kearifan lokal sebagai nilai yang tumbuh dan berkembang di masyarakat saat ini semakin kurang dikenal terutama oleh generasi muda. Hal ini menyebabkan kearifan lokal perlu ditindaklanjuti untuk dilestarikan, ditanamkan, dan diaktualisasikan (Wagiran, 2011).

(2)

satuan pendidikan tinggi program sarjana atau diploma wajib memuat mata kuliah yang bermuatan kebudayaan. Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI No.44 Tahun 2015 pasal 11 ayat (3) tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi mengungkapkan bahwa standar proses pembelajaran pada program studi untuk memperoleh capaian lulusan salah satunya adalah harus bersifat holistik, saintifik, dan kontekstual. Holistik menurut peraturan tersebut adalah proses pembelajaran harus mendorong terbentuknya pola pikir yang komprehensif dan luas dengan menginternalisasi keunggulan dan kearifan lokal maupun nasional. Peraturan-peraturan tersebut menjadi dasar perlunya memasukkan nilai-nilai kearifan lokal dalam proses pembelajaran.

Menurut Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi RI No. 55 Tahun 2017 capaian pembelajaran lulusan harus mengacu pada deskripsi capaian pembelajaran lulusan dalam Standar Nasional Pendidikan Tinggi dan memiliki kesetaraan dengan jenjang kualifikasi pada KKNI. Menurut KKNI, setiap jenjang kualifikasi disusun oleh enam parameter utama yaitu (a) ilmu pengetahuan, (b) pengetahuan, (c) pengetahuan praktis, (d) keterampilan, (e) afeksi dan (f) kompetensi. Berdasarkan beberapa aturan tersebut, lulusan sarjana

diharapkan dapat memenuhi

standar/parameter KKNI. Lulusan sarjana tidak hanya memiliki ilmu pengetahuan tetapi juga harus memiliki keterampilan, kompetensi dan afeksi. Afeksi yang dimaksud adalah sikap (attitude) sensitif seseorang terhadap aspek-aspek di sekitar kehidupannya baik tumbuh oleh karena proses pembelajaran maupun lingkungan keluarga atau masyarakat secara luas. Pemanfaatan kearifan lokal adalah bentuk dari sikap sensitif seseorang yang terdapat di sekitar kehidupannya.

Menurut Darmanto (2009) kearifan lokal merupakan ilmu pengetahuan indologis, keharmonisan ilmu pengetahuan yang diajarkan dengan kondisi lingkungan fisik dan budaya setempat, atau dapat dikatakan sebagai

daya ungkit ilmu pengetahuannya dalam mengangkat harkat dan martabat bangsanya. Salah satu kearifan lokal yang ada di Kalimantan Barat yaitu tumbuhan Simpur yang biasa digunakan oleh masyarakat untuk dikonsumsi atau dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Masyarakat Kalimantan Barat khususnya Kabupaten Sambas dan Melawi diketahui telah mengonsumsi daun simpur sebagai lalapan, pembungkus makanan, rebusan daunnya dapat mengobati sakit perut, selain itu batangnya digunakan sebagai kayu bakar. Secara tradisional tumbuhan simpur telah digunakan untuk pengobatan kanker (Das et al., 2009), mengobati sakit perut (Quattrocchi, 2012) dan penyembuhan luka (Mat Salleh dan Latiff, 2002), tumbuhan ini telah dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik (Armania et al., 2013; Foo et al., 2015). Selain itu tumbuhan ini memperlihatkan sifat antimikroba (Wiartet al., 2004) dan antivirus (Muliawan, 2008).

Bate-Smith dan Harborne (1971) menunjukkan bahwa daun simpur mengandung berbagai jenis senyawa flavonoid yaitu, kaemferol, kuersetin, azaleatin, ramnetin, isohamnetin, dan kaempferida. Selain itu tumbuhan simpur diketahui memiliki kandungan senyawa kimia diantaranya flavonoid dan triterpenoid dengan aktivitas biologi sebagai antimikroba, anti inflamasi, anti kanker, dan anti diabetes (Sabandar et al., 2016). Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tumbuhan Simpur dalam pengobatan menjadi salah satu bentuk kearifan lokal yang telah dikenal oleh masyarakat Kalimantan Barat.

(3)

Pendidikan Kimia FKIP Untan yang merupakan calon pendidik di masa yang akan datang. Mahasiswa Pendidikan Kimia sebagai calon guru diharapkan dapat mentransfer ilmu pengetahuan yang mereka peroleh termasuk nilai-nilai kearifan lokal kepada peserta didik, sehingga perlu dibekali pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai kearifan lokal.

Berdasarkan hasil kuisioner terhadap mahasiswa yang telah menempuh mata kuliah Kimia Instrumentasi tahun akademik 2016/2017 diperoleh informasi bahwa lebih 80% mahasiswa menyatakan dosen tidak pernah memberikan tambahan materi yang berkaitan dengan kearifan lokal dalam pembelajaran kimia instrumentasi. Padahal pembelajaran berbasis kearifan lokal berperan penting untuk mengembangkan sumber daya manusia, kebudayaan dan ilmu pengetahuan serta dapat melestarikan keberadaan kearifan lokal itu sendiri sehingga pembelajaran yang dilaksanakan lebih bermakna. Selain itu 64% mahasiswa tidak tertarik untuk mempelajari buku referensi yang digunakan oleh dosen. Berdasarkan hasil wawancara dengan 9 mahasiswa pendidikan kimia yang telah mengambil mata kuliah kimia instrumentasi diperoleh informasi bahwa mahasiswa menginginkan bahan ajar yang memuat materi dengan bahasa yang mudah dipahami, gambar yang menarik serta menyisipkan informasi yang berkaiatan dengan aplikasi langsung dalam kehidupan sehari-hari menggunakan kearifan lokal. Mahasiswa juga menginginkan pembelajaran yang disertai pembuktian konsep secara langsung, misalnya melalui kegiatan praktikum.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, maka perlu dilakukan pengembangan lembar kerja yang berbasis kearifan lokal masyarakat Kalimantan Barat. Lembar kerja tersebut dapat digunakan sebagai salah satu referensi tambahan bahan ajar di program studi Pendidikan Kimia berbasis kearifan lokal. Mahasiswa diharapkan dapat mengenal dan melestarikan kearifan lokal tersebut dalam pembelajaran melalui LKM praktikum kimia instrumentasi berbasis kearifan lokal.

METODE PENELITIAN

Bentuk penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan (Research & Development) yang mengacu pada prosedur Borg & Gall (dalam Sugiyono, 2015 dan Puslitjaknov, 2008). Subjek dalam penelitian ini adalah LKM praktikum kimia instrumentasi berbasis kearifan lokal pada materi analisis kualitatif flavonoid dengan spektrofotometri UV-Visibel. Uji coba lapangan awal dilakukan pada 10 mahasiswa pendidikan kimia yang mengambil mata kuliah Kimia Instrumentasi tahun ajaran 2017/2018. Kemudian, uji coba lapangan utama pada 20 mahasiswa pendidikan kimia yang mengambil mata kuliah Kimia Instrumentasi tahun ajaran 2017/2018. Alat pengumpul data berupa angket kelayakan yang sudah sesuai dengan standar kelayakan bahan ajar dari Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan angket respon mahasiswa yang telah divalidasi oleh dua orang dosen Pendidikan Kimia FKIP Untan.

(4)

pengumpulan informasi awal, 2) Perencanaan, 3) Pengembangan format produk awal, 4) Uji coba awal, 5) Revisi produk, 6) Uji coba lapangan, 7) Revisi produk.

Tahap Penelitian dan Pengumpulan Informasi Awal

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap ini antara lain: (1) melakukan pengukuran kebutuhan dengan menganalisis capaian pembelajaran perguruan tinggi dan menganalisis bahan ajar yang digunakan dalam pembelajaran kimia insturmentasi serta mengidentifikasi kebutuhan mahasiswa melalui kuisioner dan wawancara (2) studi literatur dengan mengkaji literatur mengenai penggunaan daun simpur sebagai pengobatan yang digunakan oleh masyarakat serta mengkaji dari penelitian sebelumnnya mengenai kandungan senyawa yang terkandung didalamnya yang dapat diimpelemtasikan ke dalam materi pembelajaran kimia instrumentasi.

Tahap Perencanaan

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap perencanaan antara lain: (1) merumuskan tujuan penggunaan produk, (2) menentukan pengguna produk, (3) mendeskripsikan komponen-komponen produk yang dikembangkan dan proses pengembangannya.

Tahap Pengembangan Format Produk Awal

Pengembangan format produk awal merupakan draf dari LKM praktikum kimia instrumentasi berbasis kearifan lokal yang selanjutnya divalidasi oleh para ahli sesuai bidang keahlian masing-masing.

Tahap Uji Coba Awal

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap uji coba awal antara lain: (1) melakukan uji untuk mengetahui respon mahasiswa terhadap LKM menggunakan angket respon mahasiswa kepada 10 mahasiswa kelas PGMIPA-U, A-1, dan PAPK (2) menganalisis hasil uji, (3) melakukan perbaikan

berdasarkan hasil uji, (4) mengkonsultasikan hasil yang telah diperbaiki.

Tahap Revisi Produk

Pada langkah ini, dilakukan perbaikan dan penyempurnaan produk berdasarkan komentar dan saran dari hasil uji coba lapangan awal yang terdapat dalam angket respon mahasiswa.

Tahap Uji Coba Lapangan Utama

Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap uji coba lapangan antara lain: (1) melakukan uji untuk mengetahui terspon mahasiswa terhadap LKM menggunakan angket respon mahasiswa kepada 20 mahasiswa kelas PGMIPA-U, (2) menganalisis hasil uji, (3) melakukan perbaikan berdasarkan hasil uji, (4) mengkonsultasikan hasil yang telah diperbaiki.

Tahap Revisi Produk

Pada langkah ini, dilakukan perbaikan dan penyempurnaan berdasarkan komentar dan saran dari hasil uji coba lapangan yang terdapat dalam angket respon mahasiswa sehingga diperoleh produk operasional.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil Penelitian Validasi Ahli

Uji ahli atau validasi ahli (expert judgement), dilakukan dengan responden para ahli yaitu ahli materi yang menilai kelayakan isi dan penyajian, ahli bahasa yang menilai kelayakan kebahasaan, dan ahli media yang menilai kelayakan kegrafikan. Kegiatan ini dilakukan untuk mereview dan melihat kelayakan produk awal, serta memberikan masukan untuk perbaikan. Rekapitulasi hasil penilaian ahli tehadap LKM untuk tiap aspek yang dinilai disajikan pada Tabel 1.

Uji Coba Lapangan Awal

(5)

mengambil mata kuliah kimia instrumentasi tahun ajaran 2017/2018 yang memiliki tingkat kemampuan berbeda, yaitu siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Pengumpulan data dalam uji coba awal menggunakan angket respon mahasiswa. Hasil angket respon mahasiswa terhadap produk pada uji coba awal dapat dilihat pada Tabel 2.

Uji Coba Lapangan Utama

Uji coba utama dilaksanakan pada 20 mahasiswa prodi pendidikan kimia yang mengambil mata kuliah kimia instrumentasi tahun ajaran 2017/2018. Pengumpulan data dalam uji coba awal menggunakan angket respon mahasiswa. Hasil angket respon mahasiswa terhadap produk pada uji coba awal dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Penilaian Oleh Ahli terhadap LKM Praktikum Kimia Instrumentasi Berbasis Kearifan Lokal

No. Aspek yang Dinilai Hasil Penilaian

Skor Total (%) Kriteria

1. Isi 93,33 Sangat Layak

2. Penyajian 91,67 Sangat Layak

3. Kebahasaan 93,33 Sangat Layak

4. Kegrafikan 91,67 Sangat Layak

Rata-rata 92,50 Sangat Layak

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Angket Respon Mahasiswa Terhadap LKM Berbasis Kearifan Lokal pada Uji Coba Lapangan Awal dan Utama

No Aspek

Hasil Uji Coba Lapangan

Awal

Kategori

Hasil Uji Coba Lapangan

Utama

Kategori

Skor % Skor %

1. Kemenarikan tampilan penyajian LKM berbasis kearifan lokal

92,50 Sangat

Tinggi

86,25 Sangat

Tinggi

2. Kejelasan materi dalam LKM berbasis kearifan lokal

80,00 Tinggi 78,75 Tinggi

3. Kualitas materi dalam LKM terhadap pemahaman mahasiswa

87,50 Sangat

Tinggi

83,75 Sangat Tinggi

4. Membantu proses pembelajaran

90,00 Sangat

Tinggi

83,75 Sangat Tinggi

5. Kemenarikan informasi dalam menambah wawasan di dalam LKM berbasis kearifan lokal

95,00 Sangat

Tinggi

87,50 Sangat Tinggi

6. Kemudahan memahami gambar-gambar dan tabel di dalam LKM

87,50 Sangat

Tinggi

(6)

7. Kemudahan memahami kalimat pada setiap bacaan dalam LKM

80,00 Tinggi 77,50 Tinggi

8. Kemudahan memahami istilah kata

82,50 Sangat

Tinggi

75,00 Tinggi

Pembahasan

1. Hasil Valiasi Ahli

Hasil uji terhadap LKM menghasilkan persentase rata-rata tiap aspek sebesar 92,50% yang berarti termasuk dalam kriteria sangat tinggi dan layak untuk uji coba lapangan dengan revisi. Berikut adalah uraian hasil penilaian aspek tiap indikator:

a. Kelayakan Isi

Kelayakan isi LKM yang dikembangkan ditinjau dari kriteria-kriteria sebagai berikut:

Kesesuaian isi dengan Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK). Kurikulum memuat tujuan pembelajaran dalam bentuk kompetensi yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesudah proses pembelajaran (Sitepu, 2005). Kompetensi-kompetensi yang ada diuraikan menjadi kumpulan pengetahuan yang tersaji di dalam materi pelajaran. Sebuah bahan ajar yang baik memuat materi pelajaran berupa kumpulan pengetahuan yang perlu diketahui peserta didik untuk mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan (Sitepu, 2005).

Materi pelajaran merupakan disiplin ilmu yang tersusun sistematis, memiliki karakteristik yang berbeda serta tergantung pada konsep dasar masalah yang dipelajari. Oleh karena itu materi pembelajaran yang dikembangkan sesuai dengan capaian pembelajaran mata kuliah (Mana dan Titiek, 2016). Berdasarkan hasil instrumen penilaian kelayakan LKM diperoleh skor total sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa materi bahan ajar yang dikembangkan mencakup semua CPMK yang ditetapkan.

Kesesuaian dengan kebutuhan mahasiswa. Bahan ajar harus memiliki standar yang sesuai dengan psikologi perkembangan mahasiswa, hal ini dimaksudkan agar substansi materi pada tiap pokok bahasan LKM dengan pencapaian indikator kompetensi sesuai dengan

kebutuhan mahasiswa sehingga dapat menghasilkan proses pembelajaran yang bermutu.

Analisis terhadap kebutuhan mahasiswa terhadap bahan ajar bertujuan agar memudahkan mahasiswa dalam menemukan literatur serta memudahkan mereka dalam mengukuti kegiatan pembelajaran. Hal ini sejalan dengan Bandono (2009) menyebutkan bahwa bahan ajar disusun dengan tujuan-tujuan tertentu, antara lain: menyediakan bahan ajar yang sesuai dengan tuntuan kurikulum dengan mempertimbangkan kebutuhan mahasiswa, yakni bahan ajar yang sesuai dengan karakteristik lingkukan sekitar, membantu peserta didik dalam memperoleh bahan ajar selain buku teks yang biasanya sulit diperoleh, dan memudahkan dosen dalam melaksanakan pembelajaran.

Menurut Majid (2007) bahan ajar disusun salah satunya bertujuan untuk membantu siswa dalam mempelajari sesuatu. Hal tersebut menegaskan bahwa bahan ajar yang sesuai dengan kebutuhan mahasiwa dapat membantu siswa dalam memahami materi yang ia pelajari. Berdasarkan hasil penilaian ahli terhadap kelayakan LKM diperoleh skor total dari kriteria ini sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa substansi materi pada tiap pokok bahasan dengan indikator kompetensi dalam LKM telah sesuai dengan kebutuhan mahasiswa.

(7)

pembelajaran, salah satunya memuat rincian materi pembelajaran yang sesuai. Berdasarkan hasil penilaian kelayakan LKM praktikum kimia instrumentasi berbasis kearifan lokal diperoleh skor total dari kriteria ini sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak. Hal ini menunjukkan bahwa substansi materi LKM praktikum kimia instrumentasi berbasis kearifan lokal yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan bahan ajar.

Kebenaran substansi materi pembelajaran. Materi bahan ajar meliputi konsep-konsep dalam bidang ilmu tertentu yang disusun secara sistematis sehingga menjadi teori-teori yang membentuk pengetahuan untuk memperoleh kompetensi yang diinginkan. Konsep-konsep tersebut harus benar, valid atau relevan dilihat dari disiplin ilmunya (Sitepu, 2005).

Berdasarkan hasil penilaian kelayakan LKM dari kriteria ini diperoleh skor total sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak, hal ini menunjukkan bahwa substansi materi pada LKM berbasis kearifan lokal yang dikembangkan sesuai dengan konsep yang benar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Aziz (2014) bahwa materi dalam buku teks yang disajikan secara akurat dapat menghindari miskonsepsi yang dilakukan siswa.

Manfaat untuk menambah wawasan. Menurut Yosi dan Wachid (2017) kemampuan mahasiswa untuk mengekplorasi topik dan menggeneralisasi pengetahuan perlu diupayakan melalui bahan ajar kreatif. Hal tersebut sejalan dengan hasil penelitian Suwiwa, dkk (2014) bahwa peristiwa pembelajaran perlu diintegrasikan dalam bahan ajar agar menarik perhatian mahasiswa serta meningkatkan transfer dan retensi pengetahuan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa bahan ajar yang menarik bermanfaat untuk menambah pengetahuan serta wawasan mahasiswa. Berdasarkan hasil penilaian kelayakan LKM dari kriteria ini diperoleh skor total sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak. Hal ini menunjukkan bahwa informasi kearifan lokal mengenai penggunaan daun simpur sebagai obat tradisional dapat menambah wawasan mahasiwa pendidikan kimia FKIP Untan.

Kesesuaian dengan nilai-nilai, moralitas, dan social. Aspek yang harus diperhatikan dalam bahan ajar adalah nilai-nilai, moralitas, dan sosial agar bahan ajar tidak menimbulkan pengaruh negatif bagi pembaca. Berdasarkan hasil penilaian kelayakan LKM berbasis kearifan lokal dari kriteria ini diperoleh skor total sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak. Dengan adanya LKM berbasis kearifan lokal ini diharapkan dapat meningkatkan nilai-nilai, molaritas dan sosial dari diri mahasiswa. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Saputro, dkk (2014) yang menyatakan bahwa pendidikan perlu dibangun kembali agar menghasilkan lulusan yang berkualitas dan siap menghadapi tantangan masa depan. Melalui pendidikan diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang arif terhadap budaya lokal dan memiliki kepandaian, kecerdasan serta kreativitas tinggi, memiliki sifat sopan santun, jujur, disiplin serta memiliki tanggung jawab terhadap nilai-nilai kearifan lokal.

b. Kelayakan Penyajian

Kelayakan penyajian LKM yang dikembangkan ditinjau dari kriteria-kriteria sebagai berikut:

Kejelasan Tujuan. Agar proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, maka tujuan (indikator) capaian pembelajaran harus disusun dengan jelas dan tegas. Menurut Aziz, dkk (2014) penyajian konsep, definisi, prinsip, prosedur, contoh-contoh serta evaluasi yang terdapat dalam bahan ajar harus sesuai dengan kebutuhan materi pokok agar tercapainya standar kompetensi serta tujuan pembelajaran yang diharapkan. Berdasarkan hasil angket penilaian kelayakan LKM berbasis kearifan lokal, skor total untuk kriteria ini sebesar 86,67% dengan kategori sangat layak.

(8)

menggunakan teknik dan metode penyajian yang menarik dan menantang. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Lestari dan Hartati (2017) yang menyatakan kerunutan antara standar kompetensi, tujuan pembelajaran serta ringkasan materi akan memudahkan mahasiswa dalam mencapai kompetensi dasar. Berdasarkan hasil penilaian angket kelayakan LKM berbasis kearifan lokal diperoleh skor total untuk kriteria ini sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak.

Pemberian Motivasi. Dalam proses pembelajaran, guru cenderung mendominasi kelas dan siswa hanya menjadi pendengar atau penghafal saja. Kimia dianggap sebagai sesuatu yang kurang bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari, contohnya materi kimia seperti reaksi, formula dan simbol kimia jarang dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari serta materi kimia yang disampaikan dikelas hanya berupa teoritis. Hal tersebut menyebabkan siswa kurang peduli dengan masalah yang ada di kehidupan sehari-hari mereka. Berdasarkan hasil wawancana dengan guru kimia diperoleh informasi bahwa siswa kurang mengenal konsep kimia dan hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, dengan demikian motivasi siswa untuk belajar menjadi berkurang (Hairida, 2017).

LKM yang dikembangakan diharapkan memotivasi mahasiswa untuk membaca, dan memahami materi yang ada dengan memasukkan unsur kearifan lokal sehingga diharapkan dapat menimbulkan rasa ingin tahu mahasiswa untuk melakukan eksperimen lebih lanjut tentang topik yang dipelajarinya. Berdasarkan hasil angket penilaian kelayakan LKM berbasis kearifan lokal diperoleh skor total untuk kriteria ini sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak.

Kelengkapan Informasi. Kelengkapan informasi yang disampaikan memudahkan pembaca untuk memahami konsep yang disampaikan secara utuh. Berdasarkan hasil angket penilaian kelayakan LKM berbasis kearifan lokal diperoleh skor total untuk kriteria ini sebesar 93,33% dengan kategori layak. Mbulu dan Suhartono (2004) menjelaskan bahwa pengembangan bahan ajar

untuk menjadi sumber belajar pendamping harus memenuhi persyaratan, diantaranya menunjukkan sumber informasi yang lain selain pada buku ajar yang telah ada. Hal ini bertujuan agar informasi yang disajikan lebih lengkap serta dapat dijadikan sebagai tambahan informasi bagi pembaca. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa informasi dalam LKM yang dikembangkan tersaji secara lengkap.

c. Kelayakan Kebahasaan

Kelayakan kebahasaan LKM yang dikembangkan ditinjau dari kriteria-kriteria sebagai berikut:

Kejelasan Bahasa. Kejelasan Bahasa menyangkut kemudahaan bahasa yang digunakan dalam LKM agar mudah dipahami oleh pengguna. Kejelasan bahasa dalam LKM ini meliputi kesederhanaan bahasa yang digunakan, kalimat yang lugas dan tidak bertele-tele. Hasil angket penilaian kelayakan LKM sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan telah jelas ditinjau dari penilaian validator.

Kesesuaian Tulisan dengan Kaidah Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar. Bahasa yang baik adalah bahasa yang disesuaikan dengan kemampuan pembaca. Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah kebahasaan. Pengguna bahasa yang baik dan benar akan mendorong kemampuan berbahasa yang baik di kalangan mahasiswa, baik secara lisan ataupun tulisan. Hasil angket penilaian kelayakan LKM sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak menunjukkan bahwa bahasa yang digunakan telah sesuai dengan kaidah Bahasa Indonesia.

(9)

Pemahaman terhadap Pesan atau Informasi. Pesan/Informasi yang jelas dan menarik dapat membantu pembaca untuk memahami konsep yang dijelaskan dalam LKM berbasis kearifan lokal yang dikembangkan. Hasil angket penilaian kelayakan LKM praktikum kimia instrumentasi berbasis kearifan lokal diperoleh skor total dari kriteria ini sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak. Hal ini menunjukkan bahwa informasi pada LKM praktikum kimia instrumentasi yang dikembangkan jelas.

d. Kelayakan Kegrafikan

Kelayakan kegrafikan LKM yang dikembangkan ditinjau dari kriteria-kriteria sebagai berikut:

Pengunaan Font (Jenis dan Ukuran). Jenis huruf dalam buku yang baik adalah jenis huruf yang mudah untuk dibaca. Selaian itu, jenis huruf yang digunakan juga harus menarik sehingga buku tersebut tidak terkesan kaku. Jenis-jenis huruf yang digunakan di dalam LKM yang dikembangkan diantaranya Times New Roman dan Adobe fangsong std. Ukuran huruf yang sesuai dan proporsional akan memudahkan pengguna untuk membaca. Ukuran huruf yang digunakan adalah ukuran 12 dengan spasi 1,5. Berdasarkan hasil angket penilaian kelayakan LKM diperoleh skor total untuk kriteria ini sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak.

Lay Out, Tata letak.Penempatan unsur tata letak (kalimat, alenia, judul, subjudul, ilustrasi) dalam LKM harus konsisten sehingga dapat memudahkan pembaca mempelajari LKM yang dikembangkan. Selain itu, hal yang harus diperhatikan juga adalah penempatan unsur tata letak pada setiap halaman harus mengikuti pola dan tata letak yang proporsional. Berdasarkan hasil penilaian kelayakan LKM diperoleh skor total untuk kriteria ini sebesar 93,33% dengan kategori layak. Dengan demikian dapat dikatakan lay out, dan tata letak yang ada dalam LKM yang dikembangkan telah proporsional.

Ilustrasi, Gambar, Grafik dan Foto. Penggunaan ilustrasi dalam buku berfungsi untuk menjelaskan konsep sehingga lebih

sederhana, jelas dan mudah dipahami (Sitepu, 2005). Ilustrasi yang dimaksud dapat berbentuk foto dan gambar. Tujuan penggunaan ilustrasi dalam buku adalah untuk mempermudah pembaca memahami konsep yang disampaikan. Ilustrasi digunakan untuk memperjelas pesan atau informasi yang disampaikan. Selain itu, ilustrasi dimaksudkan untuk memberi variasi bahan ajar sehingga bahan ajar menjadi menarik serta memotivasi. Oleh sebab itu, ilustrasi yang baik harus dapat memenuhi tujuan tersebut.

Menurut Aziz (2014) materi dalam buku hendaknya memuat uraian, strategi, gambar, foto, sketsa, dll agar menarik minat dan merangsang siswa untuk mengkaji materi lebih jauh. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Lestari dan Hartati (2017) yang mengatakan bahwa ilustrasi dan gambar-gambar sangat penting untuk memudahkan mahasiswa dalam memahami materi pembelajaran. Berdasarkan hasil angket penilaian kelayakan diperoleh skor total untuk kriteria ini sebesar 86,67% dengan kategori sangat layak. Hal ini menunjukkan bahwa ilustrasi yang digunakan dalam LKM yang dikembangkan sesuai dengan konsep yang disampaikan.

Desain Tampilan. Desain tampilan LKM berbasis kearifan lokal termasuk desain kulit dan desain isi dengan cakupan konsistensi, keharmonisan dan daya tarik harus memperjelas tampilan teks maupun ilustrasi dan elemen dekoratif lainnya seperti teks, ilustrasi, warna maupun tata letak/pola yang terdapat dalam LKM. Hal ini dimaksudkan agar dapat mempengaruhi minat pembaca agar dapat mempelajari LKM yang dikembangkan. Berdasarkan hasil angket penilaian kelayakan diperoleh skor total untuk kriteria ini sebesar 93,33% dengan kategori sangat layak. Hal ini menunjukkan bahwa desain tampilan yang digunakan dalam LKM yang dikembangkan dapat memperjelas tampilan teks maupun ilustrasi yang ada.

2. Hasil Uji Coba Lapangan Awal dan Utama

(10)

mengetahui apakah LKM berbasis kearifan lokal yang dikembangkan layak digunakan dalam pembelajaran ditinjau dari sisi mahasiswa. Berdasarkan hasil uji coba lapangan awal terhadap LKM berbasis kearifan lokal oleh mahasiswa diketahui rata-rata persentase berdasarkan angket respon sebesar 86,16% dengan kategori sangat tinggi. Hal ini dikudung oleh penelitian yang dilakukan oleh Reski (2016) tentang suplemen bahan ajar berbasis kearifan lokal menunjukkan hasil yang baik untuk tingkat keterbacaan dengan kategori sangat tinggi. Kemudian hasil penelitian yang dilakukan oleh Azizahwati (2017) tentang pengembangan LKS berbasis kearifan lokal menunjukkan hasil yang baik untuk respon siswa terhadap LKS dengan katerogi sangat tinggi. Hasil respon mahasiswa terhadap LKM berbasis kearifan lokal membuktikan bahwa konsep sains berkaitan dengan budaya masyarakat diharapkan dapat menumbuhkan keinginan untuk berinteraksi dengan lingkungan sekitar secara lebih bijaksana. Selain itu kearifan lokal dapat membantu mahasiswa dalam menghubungkan ilmu pengetahuan dan mengembangkan identitas budaya yang positif sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna (Azizahwati, 2017).

Sedangkan hasil uji coba lapangan utama (Tabel 2) terhadap LKM berbasis kearifan lokal oleh mahasiswa diketahui rata-rata persentase berdasarkan angket respon sebesar 81,04% dengan kategori sangat tinggi. Berdasarkan hasil uji coba lapangan utama terhadap LKM berbasis kearifan lokal oleh mahasiswa diketahui rata-rata persentase berdasarkan angket respon sebesar 81,04% dengan kategori sangat tinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kearifan lokal perlu diintegrasikan dalam pembelajaran di perguruan tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Castango (2008) yang menyatakan bahwa kearifan lokal mampu menghubungkan sains dengan kehidupan sehari-hari sehingga memudahkan bagi guru unutk menjelaskan informasi kepada siswa. Siswa perlu dibekali pendidikan yang sesuai dengan nilai-nilai konservasi dalam hal ini adalah kearifan lokal. Hal ini bertujuan agar potensi intelektual yang

dimiliki, diimbangi oleh kecerdasan emosional, sosial, dan spiritual yang sangat dibutuhkan untuk berkompetisi (Marukhi, 2012).

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) praktikum kimia instrumentasi berbasis kearifan lokal yang dikembangkan peneliti layak digunakan dalam proses pembelajaran mata kuliah kimia instrumentasi.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Lembar Kerja Mahasiswa (LKM) Praktikum Kimia Instumentasi berbasis kearifan lokal pada materi analisis kualitatif spektrofotometri UV-Visibel yang dikembangkan memiliki kelayakan rata-rata sangat tinggi sehingga layak digunakan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran yang ditinjau dari kelayakan isi sebesar 93,33% (sangat layak), kelayakan penyajian sebesar 91,67% (sangat layak), kelayakan kebahasaan sebesar 93,33% (sangat layak), dan kelayakan kegrafikan sebesar 91,67% (sangat layak). Dengan demikian, kelayakan LKM sebesar 92,50% (sangat tinggi) yang berarti bahwa LKM yang dikembangkan layak digunakan dalam pembelajaran kimia instrumentasi. Berdasarkan hasil angket respon mahasiswa menunjukkan respon yang baik ditinjau dari respon mahasiswa pada uji coba lapangan awal sebesar 86,16% (sangat tinggi) dan pada uji coba lapangan utama sebesar 81,04% (sangat tinggi).

Saran

(11)

penggunaan bahan ajar berbasis kearifan lokal yang dikembangkan dalam pembelajaran, serta disarankan bagi mahasiswa pendidikan kimia khususnya yang mempelajari mata kuliah kimia instrumentasi dapat menggunakan LKM berbasis kearifan lokal dalam pembelajaran.

DAFTAR RUJUKAN

Azizahwati dan Ruhizan M.Y.(2017). Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis Kearifan Lokal.Jurnal Geliga Sains 5(1), 65-69.

Bate-Smith, E.C., Harborne, J.B., (1971). Differences in flavonoid content between freshand herbarium leaf tissue in Dillenia. Phytochem10, 1055-1058.

Carla W. Sabandar., Juriyati Jail., Norizan Ahmat., Nor Ashila Aladdin. (2016). Medicinal uses, chemistry and pharmacology of Dillenia specises. J. Phytocemisrty.,1-20.

Castango, A.E., Brayboy, B.M.J. (2008). Culturaly Responsive Schooling for Indigenous Youth: A Review of

Literature” dalam Review of

Educational Reaseach, 78 (4), 941-993. Darmanto. (2009). Local Genius sebagai

Competitive Advantage Perguruan Tinggi. Makalah Lokakarya Local Genius, Wisma Joglo; Yogyakarta. Das, S., Khan, M.L., Rabha A. (2009).

Ethnomedicinal plans of Manas National Park. India.J. Trad Kwnol. 8,514-517. Foo, J.B., Yazan, L.S., Tor, Y.S., Wibowo,

A., Ismail, N., How, C.W., Armania, N., Loh, S.P.,Ismail, I.S., Cheah, Y.K., Abdullah, R., (2015). Induction of cell cycle arrest and apoptosis by betulinic acid-rich fraction from Dillenia suffruticosa root in MCF-7cells involved p53/p21 and mitochondrial signaling pathway.J. Ethnopharmacol. 166, 270-278.

Hairida. (2017). Using Learning Science, Environment, Technology and Society (SETS) Local Wisdom and based Colloids Teaching Material. Journal of

Education, Teaching and Learning. Vol 2 No 1. Hal (143-148).

Mana, L. H. A. Dan T. F. Y. (2016). Pengembangan RPKPS dan SAP Menyimak Berbasis Pendekatan Contekstual Teaching and Learning (CTL).Jurnal Gramatika, 2(2), 84-100. Masrukhi. (2012). Membangun Karakter Mahasiswa Berbasis Nilai Konservasi. Artikel simposium Pendidikan dan Kemahasiswaan, Universitas Sebelas Maret.

Mat Salleh, K., Latiff, A., (2002).Tumbuhan Ubatan Malaysia. Universiti Kebangsaan Malaysia, Bangi.

Mbulu, J dan S. (2004). Pengembangan Bahan Ajar. Malang: Universitas Negeri Malang.

Muliawan, S.Y., Effect of Dillenia suffruticosa extract on dengue virus type 2 replication.Universa Med.,27, 1-5 Parmin. (2015). Potensi Kearifan Lokal

dalam Pembelajaran IPA di SMP. Seminar Nasional Konservasi dan Pemetaan Sumber Daya Alam: Semarang.

Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi No. 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Pendidikan Nasional. Permenristekdikti Nomor 55 Tahun 2017

Tentang Standar Pendidikan Guru. Purwaring B. Lestari dan T.W Hartati.(2017).

Analisis Pengembangan Bahan Ajar Mikrobiologi Berbasis Inkuiri di IKIP Budi Utomo Malang. Jurnal Bioedukasi, Vol 10, No.2 (1-6).

Quattrocchi. (2012). CRC World Dictonary of Medicinal Poisonous Plants. CRC Press. New York.

Reski. (2016). Pengembangan Suplemen Buku Ajar Berbasis Kearifan Lokal pada Materi Biosintesis Eikosanoid. Skripsi, Program Studi Pendidikan Kimia, Program Sarjana, Universitas Tanjungpura.

(12)

Saputro, Edi dan Nurlaksana Eko. (2014). Pengembangan Bahan Ajar Menulis Berbasis Nilai-Nilai Kearifan Lokal. Jurnal J Simbol Bahasa Sasta dan Pembelajarannya, 1-5.

Sitepu, B.P. (2005). Memilih Buku Pelajaran. Jurnal Pendidikan Penabur. Vol 4 No.4 halaman 113-126.

Suastra, I Wayan. (2010). Model Pembelajaran Sains Berbasis Budaya untuk Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains dan Nilai Kearifan Lokal Di SMP. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Vol. 43, (8-16).

Sugiyono. (2015). Metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development).Bandung: Alfabeta. Suwiwa, I.G., dkk. (2014). Pengembangan

Multimedia Integratif Pembelajaran pada Mata Kuliah Teori dan Praktik Pencak

Silat. E-journal Program

Pascasarjana: Universitas Pendidikan Ghanesa, Program Studi Teknologi Pembelajaran, 4(1), 1-12.

Tim Puslitjaknov. (2008).Metode Penelitian dan Pengembangan. Jakarta: Pusat

Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Wagiran. (2011). Pengembangan Model Pendidikan Kearifan Lokal dalam Mendukung Visi Pengembangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta 2020. Jurnal Penelitian dan Pengembangan. III(3): 85-100.

Wiart, C., Mogana, S., Khalifah, S., Mahan, M., Ismail, S., Buckle, M., Narayana, A.K., Sulaiman, M., (2004). Antimicrobial screening of plants used for traditional medicine in the state of Perak, Peninsular Malaysia. J. Fitoterapia75, 68-73.

Yosi W dan Wachid E. (2017). Kelayakan Aspek Materi dan Media dalam Pengembangan Buku Ajar Sastra Lama. Jurnal Gramatika, 2(2), 162-172. Zamroni. (2000). Paradigma Pendidikan

Gambar

gambar-gambar dan tabel

Referensi

Dokumen terkait

Secara umum pada periode ini berlaku konstitusi RIS sehinga bentuk negara Indonesia adalah serikat dan mempunyai sistem pemerintahan republik parlementer. Hal ini

Tahun 2014 dan 2024, kondisi eksisting check in counter dan baggage claim device tidak memadai untuk penumpang peak hour, tetapi ruang tunggu keberangkatan masih memadai

Dalam upaya peningkatan motivasi belajar siswa dengan hasil belajar suatu mata pelajaran, sangat disadari sepenuhnya diperhadapkan pada kenyataan bahwa tidak semua

Pada Dinas Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten jepara terdapat insentif untuk meningkatkan motivasi pegawai yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas

Pegawai mampu bekerjasama dengan tim dalam menyelesaikan pekerjaan dan dengan terjalinnya kerjasama yang baik maka para pegwai dapat menguraikan masalah pekerjaan menjadi

Menyetujui untuk melimpahkan wewenang dan kuasa kepada Direksi Perseroan untuk menyatakan kembali dan/atau menegaskan kembali dalam suatu akta Notaris (termasuk

reciprocal teaching dan model pembelajaran langsung kelas X SMA Negeri 3 Jeneponto. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan jenis penelitian

Hasil penelitian Pengembangan Modul Praktikum Berbasis Multimedia Interaktif pada Praktikum Elektronika Dasar I Materi Dioda II Mahasiswa Pendidikan Fisika UIN