• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konseling Kelompok Behavioral untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Singorojo Kendal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Konseling Kelompok Behavioral untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Singorojo Kendal"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Pendidikan

Manajemen pada hakikatnya merupakan seni mengelola berbagai kegiatan oleh sekelompok orang

dalam suatu organisasi dengan menggunakan

kemampuan manajerial dan keterampilan teknis pada kegiatannya untuk mencapai tujuan yang efektif dan efisien (Siagian, 2007: 1). Seni yang dimaksud adalah bagaimana mengkolaborasi pengetahuan, pengalaman dan kreativitas dalam wadah manajemen. Manajemen dapat juga berarti suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan, pengarahan pada sekelompok orang kearah tujuan organisasional atau tujuan yang nyata (Terry dan Rue, 2009: 1).

Pembelajaran merupakan suatu bentuk

pelatihan, sehingga pengelolaannya mengacu pada manajemen sumber daya pelatihan yaitu man, money, machines, material,) methods (Emerson dalam Usman, 2009: 15).

1. Planning (Perencanaan)

(2)

10

2. Organizing (Pengorganisasian)

Pengorganisasian merupakan keseluruhan suatu proses pengelompokan orang, alat, tugas, serta wewenang dan tanggung jawab yang bergerak secara bersama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumber-sumber yang diperlukan, sehingga pekerjaan yang dikehendaki berhasil dilaksanakan. Handoko (2008: 167), menjelaskan pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber-sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya. Hal senada dikemukan oleh Terry dan Rue (2010: 82), bahwa pengorganisasian adalah proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok pada seorang manajer yang mempunyai kekuasaan, yang perlu mengawasi anggota kelompoknya.

3. Actuating (Pelaksanaan)

(3)

11 keterampilan dan motivasi agar peserta didik dapat melaksanakan kegiatan secara optimal.

4. Controlling (Pengawasan)

Pengawasan merupakan proses pengamatan dari seluruh kegiatan organisasi guna lebih menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang dilakukan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 2007: 125). Sedangkan menurut Handoko (2008: 360) pengawasan dapat juga berarti menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standart yang telah ditetapkan sebelumnya, menetapkan dan mengukur penyimpangan-penyimpan gan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan

untuk menjamin bahwa semua sumber daya

perusahaan dipergunakan dengan cara efektif dan efisien dalam pencapaian perusahaan. Hal senada dikemukan oleh Terry dan Rue (2010: 10) pengawasan adalah kegiatan mengukur pelaksanaan dengan tujuan-tujuan menentukan sebab-sebab penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif bilamana diperlukan. Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan merupakan suatu tindakan untuk mengontrol kesesuaian antara pelaksanaan dan perencanaan serta mengambil tindakan korektif jika diperlukan.

(4)

12

pelaksanaan Konseling kelompok dengan tahap sebagai berikut.

Gambar 2.1

Skema Manajemen Konseling Kelompok

2.2 Motivasi Belajar

Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau inginkan mencapai sesuat. Schunk (2008: 4) menyatakan bahwa motivation is a process whereby goal-directed activity is istigated and sustained. Motivasi terkait dengan tujuan yang mendorong secara langsung untuk bertindak.

Planing

Pengembangan perangkat Layanan Bimbingan Kelompok

Organizing Penyiapan sarana penunjang

pelaksanaan

bimbingan kelompok

Actuating

Pelaksanaan Layanan Konseling Kelompok

Controling

Mengevaluasi melalui pengamatan dan tes psikologi motivasi belajar

(5)

13 Gambaran kognitif motivasi merupakan suatu kesatuan yang mendapatkan perhatian karena penting untuk mencapai tujuan. Motivasi membutuhkan aktivitas fisik dan mental. Aktivitas fisik memerlukan usaha, ketekunan dan tindakan nyata lainnya. aktivitas mental masuk dalam aktivitas kognitif berupa perencanaan, mendengarkan kembali, pengaturan,

pengawasan, mengambil keputusan, pemecahan

masalah dan memperkirakan kemajuan yang dicapai. Terkait dengan belajar, diperlukan dorongan agar siswa melakukan aktivitas fisik maupun mentalnya dalam belajar. Dorongan seseorang untuk melakukan aktivitas belajar selanjutnya disebut dengan motivasi belajar. Menurut Mitchel alam Schunk (2008: 5), motivasi dapat berpengaruh pada belajar dan tindakan yang mendasari keterampilan, strategi dan perilaku. Motivasi belajar berkaitan dengan suatu topik tertentu mendorong siswa melakukan aktivitas dan dipercaya dapat membantunya dalam belajar seperti memahami pejelasan pengajaran, mengatur mental, mendengarkan kembali materi yang dipelajarai, membuat catatan untuk memfasilitasi belajar, melakukan pengecekan terhadap pemahaman diri, dan bertanya untuk membantu mereka ketika tidak memahami materi (Zimmerman dalam Schunk an Pintrich (2008: 5).

(6)

14

3) pantang menyerah; 4) tidak pernah merasa puas; 5) tidak merasa terganggu oleh kegagalan yang diperoleh. Indikator motivasi menurut Pintrich (1990:12) dinyatakan sebagai berikut.

1) Choice of tasks; selection of tasks under free-choice conditions indicates motivation to perform the task.

2) Effort; High effort-especially on difficult tasks-is indicative of motivation.

3) Persistence; working for a longer time-especially when one encounters obstacles-is associated with higher motivation.

4) Achievement; choice, effort, and persistence raise task achievement.

Dari pernyataan Pintrich dan Schunk yang menjelaskan tentang indicator dari motivasi adalah 1) penghargaan tugas: dimana jika seeseorang memilih tugasnya sendiri maka orang tersebut memiliki motivasi dalam melaksanakan tugas tersebut. 2) upaya; semakin tinggi usaha seseorang dalam menjalankan tugas, apalagi tugas yang sulit, maka hal tersebut menunjukkan motivasi. 3) Kegigihan; melakukan suatu pekerjaan secara terus menerus dan dalam waktu yang lama, dan orang tersebut menghadapi masalah, maka semakin tinggi moti vasi orang tersebut. 4) prestasi; pemilihan tugas, usaha yang dilakukan, serta ketekunan dapat meningkatkan prestasi dalam menjalankan tugas.

2.3 Konseling Kelompok Behavioral

(7)

15 pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok. Dinamika kelompok merupakan suasana yang hidup, bergerak yang ditandai dengan adanya interaksi sesama anggota kelompok (Prayitno, 2008: 63). Menurut Winkel (2004: 198), layanan konseling kelompok merupakan suatu proses antar pribadi yang dinamis, terpusat pada pikiran dan perilaku yang disadari, dibina dalam suatu kelompok kecil mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan konselor, dimana komunikasi antara pribadi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan diri terhadap nilai-nilai kehidupan dan segala tujuan hidup serta untuk belajar perilaku tertentu ke arah yang lebih baik.

(8)

16

2.4 Tujuan dan Karakteristik Konseling Kelompok Behavioral

Pendekatan perilaku (beheavior) menjadi semakin populer dalam kelompok kerja. Salah satu alasan dari popularitas ini adalah penekanan pendekatan ini

menempatkan pada pengajaran keterampilan

manajemen diri pada klien yang dapat digunakan untuk mengontrol hidup mereka, menangani secara efektif dengan permasalahan sekarang dan masa depan, dan berfungsi dengan baik tanpa terapi yang berkelanjutan (Krumboltz & Thorensen, 1976; Mahoney & Thorensen, 1974; Thorensen & Mahoney,1974) dalam (Corey, 2004:337). Tujuan secara umum terapi tingkah laku (Behavioral) adalah menciptakan kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Alasan mendasar bahwa segenap tingkah laku adalah dipelajari, termasuk tingkah laku yang maladaptif.

(9)

17 Membantu klien menghapus ketakutan-ketakutan yang tidak realistis yang menghambat dirinya dari keterlibatan peristiwa-peristiwa sosial; 3) Membantu untuk menyelesaikan konflik batin yang menghambat klien dari pembuatan pemutusan yang penting bagi hidupnya (Corey, 2013: 201).

Menurut Corey (2008) ada tiga fungsi tujuan konseling Behavioral, yaitu : (1) sebagai refleksi masalah klien dan dengan demikian sebagai arah bagi proses konseling, (2) sebagai dasar pemilihan dan penggu naan strategi konseling, dan (3) sebagai kerangka untuk menilai konseling.

Konseling Behavioral memiliki beberapa karakteris- tik (Corey, 2008) yaitu sebagai berikut: 1. Kebanyakan perilaku manusia dapat dipelajari dan

karena itu dapat diubah;

2. Perubahan-perubahan khusus terhadap lingku ngan individual dapat membantu dalam mengubah perilaku-perilaku yang relevan; pro sedur-prosedur konseling berusaha membawa perubahan-perubahan yang relevan dalam perilaku konseli dengan merubah lingkungan;

3. Prinsip-prinsip belajar sosial, seperti misalnya reinforcement dan social modeling, dapat diguna kan untuk mengembangkan prosedur-prosedur konseling;

(10)

18

5. Prosedur-prosedur konseling tidak statik, tetap, atau ditentukan sebelumnya, tetapi dapat secara khusus didisain untuk membantu konseli dalam memecahkan masalah khusus.

2.5 Peran dan Fungsi Konselor

Menurut Corey (2012: 205) menyatakan bahwa terapis tingkahlaku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yaitu terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah manusia, para kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, ahli dalam mendiagnosis tingkahlaku yang maladatif dan dalam menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada tingkah laku yang baru dan adjustive.

Hakikatnya fungsi dan peranan konselor terhadap konseli dalam teori Behavioral menurut Corey (2007 : 205) adalah : 1) Mengaplikasikan prinsip dari mempelajari manusia untuk memberi fasilitas pada penggantian perilaku maladaptif dengan perilaku yang lebih adaptif. 2) Menyediakan sarana

untuk mencapai sasaran konseli, dengan

membebaskan seseorang dari perilaku yang mengganggu kehidupan yang efektif sesuai dengan nilai demokrasi tentang hak individu untuk bebas mengejar sasaran yang dikehendaki sepanjang sasaran itu sesuai dengan kebaikan masyarakat secara umum.

(11)

19 proses konseling di pandang sebagai suatu proses pendidikan yang berpusat pada usaha membantu dan kesediaan di bantu untuk belajar perilaku baru dan

dengan demikian mengatasi berbagai macam

permasalah. Perhatian di fokuskan pada perilaku-perilaku tertentu yang dapat di amati ,yang selama proses konseling melalui berbagai prosedur dan aneka teknik tertentu akhirnya menghasilkan perubahan yang nyata, yang juga dapat di saksikan dengan jelas.

Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan aktif dan langsung. Hal ini bertujuan agar konselor dapat menggunakan pengetahuan ilmiah untuk menemukan masalah-masalah konseli sehingga diharapkan kepada perubahan perilaku yang baru. Sistem dan prosedur konseling Behavioral amat terdefinisikan, demikian pula peranan yang jelas dari konselor dan konseli. Konseli harus mampu berpartisipasi dalam kegiatan konseling, ia harus memiliki motivasi untuk berubah, harus bersedia bekerjasama dalam melakukan aktivitas konseling, baik ketika berlangsung konseling maupun di luar konseling.

(12)

20

2.6 Tahap Konseling Kelompok Behavioral

Menurut Corey (2008 : 344) ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam melakukan konseling kelompok Behavioral yaitu tahap awal, tahap kegiatan, penguatan dan kontrak kontingensi.

1. Tahap Awal

Pada tahap awal, pemimpin kelompok menyam paikan tujuan konseling kelompok. Menurut Corey (2008:345), tahap ini perlu dilakukan karena biasanya sangat sedikit calon klien mengetahui tentang program

perilaku. Sebelum mereka bergabung dengan

kelompok, mereka diberi semua informasi yang relevan tentang proses kelompok. Berkumpul kembali untuk melakukan wawancara individu pada sesi kelompok

pertama yang dikhususkan dengan harapan

mengidentifikasi calon anggota dan membantu mereka memutuskan apakah mereka akan bergabung dengan kelompok. Mereka yang memutuskan untuk bergabung dengan menerima kesepakatan layanan. kesepakatan tertulis ini merinci apa yang pemimpin kelompok harapkan dari anggota kelompok, serta apa yang klien dapat harapkan dari pemimpin kelompok. Kontrak, yang dinegosiasikan, berfungsi untuk memperjelas saling ada harapan. Lebih lanjut menurut Corey (2008: 344), tahap awal dari kelompok adalah fokus membangun keterpaduan, menjadi akrab dengan struktur terapi kelompok, dan mengidentifikasi perilaku yang bermasalah perlu diperbaiki.

(13)

21

membuat situasi kelompok yang memerlukan

kompetensi sosial bagi anggota, serta membuat banyak peran fungsional yang anggota dapat bermain dalam kelompok; mendelegasikan tanggung jawab kepemimpi nan untuk anggota secara bertahap dan sesuai; ada situasi di mana anggota berfungsi sebagai terapi mitra untuk satu sama lain; kontrol berlebihan konflik kelompok dan menemukan cara untuk melibatkan semua anggota dalam kelompok untuk berinteraksi. Penilaian adalah komponen penting dari sesi awal ini, karena, sebelum konseling dapat dimulai, masalah harus dinyatakan dalam istilah perilaku yang spesifik. Masalah yang kompleks tidak dihindari tetapi dipecah menjadi komponen yang lebih kecil, sehingga mereka dapat ditangani dengan lebih memadai dalam kelompok.

(14)

22

memungkinkan para peserta untuk membangun aset perilaku mereka. Proses penilaian ini dimulai disesi awal kelompok dan disempurnakan serta diperluas di seluruh anggota kelompok.

2. Tahap Kegiatan

Pada tahap kegiatan konseling menurut Corey (2008:346) melibatkan serangkaian prosedur dari strategi spesifik yang telah menunjukkan untuk menjadi efektif dalam mencapai perubahan perilaku yang paling tepat. Pemimpin kelompok harus memperoleh data klien melalui wawancara disesi awal. Mereka harus terus-menerus mengevaluasi tingkat efektivitas sesi dan seberapa tingkat pencapaian tujuan pengobatan. Untuk membuat evaluasi ini selama tahap kerja, pemimpin kelompok terus mengumpulkan data mengenai hal-hal seperti partisipasi, kepuasan anggota kelompok dan penyelesaian tugas disepakati. Pengumpulan data untuk menentukan masalah apa yang ada di dalam kelompok dan mengetahui tujuan kelompok yang akan dicapai. Melalui proses evaluasi ini, para anggota dan pemimpin memiliki dasar untuk melihat strategi alternatif dan lebih efektif. Beberapa strategi ini yang biasanya digunakan selama tahap kerja: penguatan kontingensi kontrak, pemodelan perilaku latihan, pembinaan, restrukturisasi kognitif. Pemecahan masalah, stres inokulasi, keterampilan mengatasi teknik, dan sistem buddy.

a. Penguatan

(15)

23 memperkuat satu sama lain melalui pujian, persetujuan, dukungan dan perhatian. Booraem (1978) dalam Corey (2008:347) menekankan nilai awal setiap sesi dengan anggota laporan keberhasilan daripada kegagalan. Ini menetapkan nada keberhasilan dalam kelompok, menyediakan bantuan bagi mereka yang melakukan baik dalam kehidupan sehari-hari, dan mengingatkan kelompok dalam perubahan. Jika penguatan sosial adalah metode yang kuat untuk membentuk perilaku yang diinginkan, adalah penguatan diri. Para peserta diajarkan bagaimana untuk memperkuat diri untuk kemajuan mereka, untuk meningkatkan pengendalian diri mereka dan menjadi kurang bergantung pada penguatan orang lain. b. Kontrak Kontingensi

Kontrak kontingensi menjabarkan perilaku yang harus dilakukan, berubah, atau dihentikan imbalan yang terkait dengan pencapaian tujuan-tujuan dan kondisi di bawah penghargaan yang diterima. Bila mungkin, kontrak juga menetapkan jangka waktu untuk melakukan perilaku yang diinginkan.

c. Model

(16)

24

rekan-rekan di kelompok memfasilitasi belajar sosial dari anggota lain. Hasil penelitian Bandura (1969) dalam Corey (2008: 349) menunjukkan bahwa model yang mirip dengan pengamat dalam usia, jenis kelamin, ras, dan sikap lebih mungkin untuk ditiru dari model yang berbeda pengamat. Model yang memiliki gelar prestise dan status lebih mungkin untuk ditiru daripada mereka yang memiliki rendahnya tingkat prestise.

d. Pembinaan Perilaku

Tujuan dari pembinaan perilaku ini menurut Corey (2008:348) adalah untuk mempersiapkan anggota untuk melakukan perilaku yang diinginkan di luar kelompok, ketika isyarat pemodelan tidak akan tersedia. Perilaku baru yang dipraktekkan dalam konteks yang aman untuk mensimulasikan di dunia nyata. Cormier dan Cormier (1979) dalam Corey (2008) menunjukkan bahwa praktek perilaku aktual yang diinginkan harus mengambil tempat di bawah kondisi yang serupa mungkin situasi yang terjadi di lingkungan klien, sehingga generalisasi dari grup ke dunia nyata akan berlangsung maksimal. Pembinaan Perilaku, yang dapat dianggap sebagai suatu proses bertahap, menggunakan teknik yang berguna dalam mengajarkan keterampilan sosial.

e. Pembinaan

Selain penggunaan pemodelan dan pembinaan

perilaku, anggota kelompok kadang-kadang

(17)

25 baik ketika pelatih duduk di belakang individu yang terlibat dalam latihan perilaku. Ketika anggota terjebak dan tidak tahu bagaimana untuk melanjutkan, anggota kelompok lain dapat berfungsi sebagai pelatih untuk memberi saran.

f. Restrukturisasi kognitif

(18)

26

g. Pemecahan masalah.

Pemecahan masalah merupakan pendekatan perilaku kognitif yang memungkinkan individu dapat mengembangkan pola perilaku untuk menangani berbagai masalah. Tujuan utama dari pemecahan masalah adalah untuk mengidentifikasi alternatif yang paling efektif untuk masalah di situasi tertentu dan memberikan pelatihan sistematis keterampilan kognitif dan perilaku yang akan membantu klien yang menghadapi masalah situasi di dunia nyata secara mandiri.

Tahap-tahap dalam proses pemecahan masalah yang dijelaskan oleh Goldfried dan Davison (1976) dalam Corey (2008: 349) sebagai berikut.

1) Pelatihan dimulai dengan orientasi yang umum untuk masalah. Saat ini, klien membantu untuk memahami mengapa situasi masalah tertentu mungkin terjadi dan diberikan harapan bahwa mereka dapat belajar cara efektif mengatasi masalah ini.

2) Pengajaran klien untuk lebih spesifik dalam menggambarkan peristiwa eksternal yang mengarah ke situasi masalah serta peristiwa-peristiwa internal (pikiran dan perasaan). Klien mendefinisikan situasi masalah, dan kemudian mereka merumuskan masalah dengan mengidentifikasi tujuan utama

mereka dan aspek yang membuat situasi

bermasalah bagi mereka.

(19)

27 mungkin datang dengan beragam cara untuk mengatasi situasi.

4) Membuat alternatif keputusan, yaitu membuat beberapa keputusan tentang strategi terbaik untuk pemecahan masalah. Ini adalah tugas klien untuk memprediksi yang kemungkinan dari alternatif adalah untuk mengikuti yang terbaik.

5) Setelah tahap pengambilan keputusan, klien harus

didorong untuk mengambil tindakan pada

keputusan ini dan kemudian memverifikasi tingkat efektivitas tindakan mereka.

h. Stres Inokulasi.

(20)

28

2.7 Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang terkait dengan penerapan layanan konseling kelompok Behavioral antara lain sebagai berikut.

Wilantara (2013) meneliti tentang penerapan konseling Behavioral dengan teknik desensitisasi sistematik untuk meningkatan motivasi belajar siswa di kelas VII F SMP Negeri 2 Seririt Tahun Pelajaran 2012/2013. Hasil penelitian tindakan bimbingan konseling yang dirancang menjadi dua siklus memberikan hasil bahwa konseling Behavioral dengan teknik desensitisasi sistematik mempu meningkatan motivasi belajar dari 48% menjadi 59% pada siklus I dan dari 59% menjadi 76% pada siklus II.

Penelitian lainnya oleh Wirnawati, dkk (2013) tentang penerapan model konseling Behavioral teknik pembiasan melalui konseling kelompok menanggulangi kesulitan belajar siswa X AP4 SMK N 2 Singaraja tahun 2012/2013. Hasil penelitian tindakan bimbingan

konseling yang dilakukan sampai 2 siklus

menunjukkan bahwa ada peningkatan mutu belajar

sehingga menganggulangi kesulitan belajar.

Peningkatan mutu belajar dapat dilihat dari peningkatan perilaku yang sudah bisa berkonsentrasi, tidak mengantuk, menunjukkan motivasi belajar serta keseriusan untuk bersekolah dan sudah dapat mengatur waktu belajar dengan baik.

(21)

29 tahun Ajaran 2013/2014. Penelitian tindakan bimbingan dan konseling yang dilakukan sampai dua siklus memberikan dampak terhadap penurunan perilaku membolos.

2.8 Kerangka Pikir

Rendahnya motivasi belajar di kalangan siswa SMA merupakan masalah yang umum terjadi, dan biasanya ditandai dengan perilaku-perilaku maladaptif, seperti kebiasaan membolos di saat pelajaran-pelajaran tertentu, tidak konsentrasi mengikuti kegiatan pembelajaran, membuat suasana gaduh, tidak menyelesaikan tugas-tugas sekolah dan sebagainya. Perilaku-perilaku tersebut perlu dilakukan perbaikan dengan layanan konseling kelompok. Layanan ini di sekolah jarang dilakukan karena pada umumnya konselor lebih memilih layanan informasi yang bersifat klasikal.

Gambar 2.2

(22)

30

Layanan konseling kelompok merupakan salah satu jenis layanan konseling yang memanfaatkan dinamika kelompok untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan pribadi dan/atau pengentasan masalah individu yang menjadi peserta. Pendekatan yang dilakukan untuk pemecahannya adalah Behavioral yaitu suatu pendekatan yang dapat membantu individu mengontrol atau mengubah tingkah lakunya membentuk perilaku yang baru agar meninggalkan perilaku lama yang maladaptif. Berdasarkan proses layanan konseling dengan pendekatan Behavioral yang direncanakan melalui rencana pelaksanaan layanan dalam jangka tertentu diharapkan akan berdampak pada output peserta didik yang memiliki motivasi belajar tinggi.

2.9 Hipotesis Penelitian

Gambar

Gambar 2.1
Gambar 2.2 Skema  Kerangka  Pikir  penelitian

Referensi

Dokumen terkait

ruang ketajaman lensa mikroskop stereo jauh lebih tinggi dibandinhkan denan mikroskop cahaya ssehingga kita dapat melihat bentuk tiga dimensi benda yang diamati, (2) sumber

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan Program Studi Sistem Informasi S-1 pada Fakultas Teknik Universitas

Kalimat simpulan yang tepat untuk melengkapi paragraf generalisasi tersebut adalah ….. Dengan demikian pedagang daging pasti meraup untung yang

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerpa konsep Balance Scorecard sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan sebab Balanced Scorecard yang telah dilakukan

[r]

Praktik Pengalaman Lapangan adalah semua kegiatan kurikuler yang harus dilakukan oleh mahasiswa praktikan Universitas Negeri Semarang, sebagai pelatihan untuk

Contoh-contoh teknologi yang dapat digunakan dalam pembelajaran yaitu komputer dengan menyajikan power point oleh guru maupun siswa, pemberian tugas internet agar siswa

Identifikasi terhadap faktor-faktor konflik kerja dan keluarga pada penelitian ini didasarkan pada pandangan Greenhaus dan Beutell (1985) yang menjelaskan tiga