BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1
Etos Kerja
2.1.2 Pengertian Etos Kerja
Etos sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti adat dan kebiasaan. Dalam bahasa Inggris etos dapat diterjemahkan menjadi beberapa pengertian antar lain “starting point,”to appear”, ‘disposition’ hingga disimpulkan sebagai ‘character’ dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkannya sebagai ‘sifat dasar’, ‘pemunculan’ atau ‘disposisi/watak’. Webster Online Dictionary (2010) mendefinisikan etos sebagai, keyakinan yang menuntun seseorang, kelompok atau suatu institusi guiding beliefs of a person, group or institution. Dari sini dapat diperolehan pengertian bahwa etos merupakan seperangkat pemahaman dan keyakinan terhadap nilai-nilai yang secara mendasar mempengaruhi kehidupan, menjadi prinsif-prinsif pergerakan, dan cara berekspresi yang khas pada sekelompok orang dengan budaya serta keyakinan yang sama.
Etos kerja adalah sebagai kesuksesan yang dapat dicapai individu di dalam melaksanakan pekerjaannya yang ukuran kesuksesannya tidak dapat disamakan begitu saja dengan individu lainnya
kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tentang seorang individu atau sekelompok manusia Nurcholis dalam Tasmara (2004:110). Etos kerja dapat diartikan sebagai nilai kerja positif yang dimiliki seseorang dengan ciri-ciri seperti: 1) kerja sebagai kewajiban moral dan religius untuk mengisi hidupnya, 2) disiplin kerja yang tinggi dan 3) kebanggaan atas hasil karyanya Siagian (2005:4).
Etos kerja adalah seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai komitmen total pada paradigma kerja yang integral Sinamo (2005: 24), lebih memilih menggunakan istilah etos karena menemukan bahwa kata etos mengandung pengertian tidak saja sebagai perilaku khas dari sebuah organisasi atau komunitas tetapi juga mencakup motivasi yang menggerakan mereka, karakteristik utama, spirit dasar, pikiran dasar, kode etik, kode moral, kode perilaku, sikap-sikap, aspirasi-aspirasi, keyakinan-keyakinan, prinsif-prinsif, dan standar-standar.
Melalui pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etos kerja diartikan sebagai sikap positif terhadap pekerjaan yang memberikan semangat terhadap diri sendiri sehingga dapat bekerja atau menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Etos kerja yang profesional penting dimiliki oleh para karyawan untuk mengahasilkan sikap kerja dan hasil kerja yang unggul.
2.1.3 Aspek-Aspek Etos Kerja
keras, disiplin, teliti, tekun, integritas, rasional, bertanggung jawab dan sebagainya melalui keyakinan, komitmen, dan penghayatan atas paradigma kerja tertentu. Dengan ini maka orang berproses menjadi manusia kerja yang positif, kreatif dan produktif. Dari ratusan teori sukses yang beredar di masyarakat sekarang ini, Sinamo (2005:99) menyederhanakannya menjadi empat pilar teori utama. Keempat pilar inilah yang sesungguhnya bertanggung jawab menopang semua jenis dan sistem keberhasilan yang berkelanjutan (sustainable success system) pada semua tingkatan. Keempat elemen itu lalu dia konstruksikan dalam sebuahkonsep besar yang disebutnya sebagai Catur Dharma Mahardika (bahasa Sanskerta) yang berarti Empat Darma Keberhasilan Utama, yaitu: 1) Mencetak prestasi dengan motivasi superior, 2) Membangun masa depan dengan kepemimpinan visioner, 3) Menciptakan nilai baru dengan inovasi kreatif, 4) Meningkatkan mutu dengan keunggulan insani.
bentuk bakti dan ketaqwaan kepada Sang Khalik, sehingga melalui pekerjaan individu mengarahkan dirinya pada tujuan agung Sang Pencipta dalam pengabdian, f) Kerja adalah seni; kerja dapat mendatangkan kesenangan dan kegairahan kerja sehingga lahirlah daya cipta, kreasi baru, dan gagasan inovatif, g) Kerja adalah kehormatan; pekerjaan dapat membangkitkan harga diri sehingga harus dilakukan dengan tekun dan penuh keunggulan, h) Kerja adalah Pelayanan; manusia bekerja bukan hanya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri saja tetapi untuk melayani sehingga harus bekerja dengan sempurna dan penuh kerendahan hati.
Etos Kerja menggambarkan suatu sikap, maka ia menggunakan lima indikator untuk mengukur etos kerja Kusnan (2004:47). Menurutnya etos kerja mencerminkan suatu sikap yang memiliki dua alternatif, positif dan negatif. Suatu individu atau kelompok masyarakat dapat dikatakan memiliki etos kerja yang tinggi, apabila menunjukkan tanda-tanda sebagai berikut:
1.Mempunyai penilaian yang sangat positif terhadap hasil kerja manusia.
2.Menempatkan pandangan tentang kerja, sebagai suatu hal yang amat luhur bagi eksistensi manusia.
3.Kerja yang dirasakan sebagai aktivitas yang bermakna bagi kehidupan manusia.
4.Kerja dihayati sebagai suatu proses yang membutuhkan ketekunan dan sekaligus sarana yang penting dalam mewujudkan cita-cita.
5.Kerja dilakukan sebagai bentuk ibadah.
1.Pertimbangan dalam bekerja. 2.Kreativitas dalam bekerja.
3.Tanggung jawab dalam pekerjaan.
4.Kemampuan dalam melaksanakan tugas. 5.Pengetahuan tentang pekerjaan.
6.Antusias terhadap pekerjaan.
Dalam penelitian ini yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah:
1.Pertimbangan dalam bekerja. 2.Kreativitas dalam bekerja.
3.Tanggung jawab dalam pekerjaan.
4.Kemampuan dalam melaksanakan tugas. 5.Pengetahuan tentang pekerjaan.
6.Antusias terhadap pekerjaan.
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja Terdapat beberapa faktor internal yang mempengaruhi etos kerja, yaitu:
a) Usia
Menurut hasil penelitian Buchholz’s dan Gooding’s, (2000) pekerja yang berusia dibawah 30 tahun memiliki etos kerja lebih tinggi dari pada pekerja yang berusia diatas 30 tahun (dalam Boatwright & Slate, 2000).
b) Jenis kelamin
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Boatwright dan Slate (2000), wanitamemiliki etos kerja yang lebih tinggi dari pada pria.
c) Latar belakang pendidikan
Hasil penelitian Boatwright dan Slate (2000) menyatakan bahwa etos kerja tertinggi dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan S1 dan terendah dimiliki oleh pekerja dengan latar belakang pendidikan SMU.
Menurut penelitian Boatwright dan Slate (2000) mengungkapkan bahwa pekerja yang sudah bekerja selama 1-2 tahun memiliki etos kerja yang lebih tinggi dari pada yang bekerja dibawah 1 tahun. Semakin lama individu bekerja, semakin tinggilah kemungkinan individu untuk memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan menggunakan kapasitasnya dan memperoleh peluang untuk pertumbuhan dan mendapatkan jaminan. Kedua hal diatas akan membentuk persepsi seseorang terhadap kualitas kehidupan bekerjanya
2.2
Hakikat Guru
Guru adalah pendidik yang sekaligus juga sebagai tenaga kependidikan, oleh karena itu perlu kiranya kita bahas satu demi satu antara tenaga kependidikan, guru, dan guru sekolah dasar
2.2.2
Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Seperti yang tercantum dalam Bab XI pasal 39 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa:
(1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknik untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi
Karena tugas seorang guru adalah sebagai pendidik yang sekaligus pula sebagai tenaga kependidikan tentunya mempunyai hak dan kewajiban yang melekat padanya. Tentang kewajiban guru tersebut digariskan pada Bab XI pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyebutkan bahwa pendidik dan tenaga pendidikan berkewajiban:
a. menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenagkan, kreatif, dinamis, dan dialogis;
b.mempunyai komitmen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan
c. member teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
Berdasarkan pengertian di atas, serta kaitannya dengan judul tesis yang penulis ajukan, etos kerja yang menjadi asumsi penulis adalah jiwa dan semangat kerja yang khas yang dilaksanakan dengan penuh keyakinan oleh guru-guru sekolah dasar di Kecamatan Dempet yang telah mengikuti kegiatan Kelompok Kerja Guru (KKG) baik secara perorangan maupun kelompok. Etos kerja dimaksud adalah suatu semangat dan keseriusan yang penuh dengan keyakinan, yang didasari oleh sikap disiplin, produktif, tekun ulet, dan penuh dengan tanggung jawab dan jiwa pengabdian serta professional dalam melaksanakan tugasnya.
2.3
Profesionalitas Guru
sudah tidak terlalu kompleks seperti halnya tenaga pendidik maupun tenaga pengajar jika ditinjau dari spesifikasi tugasnya, pengertian tentang guru masih mengandung pengertian yang bersifat umum. Jika kita mendengan istilah guru, kita belum dapat menentukan posisinya, yakni dia guru pada jenjang pendidikan dasar atau jenjang pendidikan menengah.
Secara umum pengertian guru adalah seorang pegawai negeri sipil di suatu lembaga pendidikan yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan dengan tugas utama pengajar peserta didik pada jenjang pendidikan dasar atau jenjang pendidikan menengah termasuk juga Taman Kanak-kanak. Atau membimbing peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Pengertian tersebut adalah bagi guru yang bertugas sebagai pegawai negeri sipil. Sedangkan untuk guru swasta, pengertiannya kurang lebih sama, hanya bedanya ia mengajar dan digaji oleh penyelenggara sekolah atau yayasan tempat ia bernaung/bertugas Samana (2004:27).
Istilah profesionalitas/profesionalisme berasal dati kata
profession yang mengandung arti pekerjaan yang
and training at a high level, and who are prepared to apply this knowledge and exercise these skills in the interest of others MacBeath (2012: 15). Gibson dalam Suandi (2008:12) menjelaskan bahwa cirri-ciri profesionalisme adalah:
1) Masyarakat mengakui layanan yang diberikan atas dasar dimilikinya seperangkat ilmu dan keterampilan yang mendukung profesi tersebut; 2) Diperlukan proses pendidikan tertentu bagi seseorang sebelum melaksanakan tugas profesi tersebut;
3) Adanya mekanisme seleksi sehingga hanya yang berkompeten yang dapat melaksanakan profesi tersebut; dan
4) Adanya organisasi profesi untuk melindungi kepentingan anggotanya serta meningkatkan layanan kepada masyarakat termasuk adanya kode etik profesi sebagai landasan perilaku keprofesionalannya.
diperlukan. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 secara eksplisit menyebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Mengacu pada substansi pasal 8 tersebut, jelas bahwa kepemilikan kompetensi hukumnya adalah wajib, artinya bagi guru yang tidak mampu memiliki kompetensi akan gugur keguruannya. Selanjutnya pada pasal 10 ayai (1) disebutkan bahwa kompetensi guru sebagaimana yang disebutkan pada pasal 8 di atas mencakup kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya berkewajiban meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensinya secara berkesinambungan sejalan dengan perkembangan ilmu, pengetahuan, teknologi dan seni (UU RI No. 14 tahun 2005 pasal 20 bagian b).
Mengacu pada model pendidik professional, seorang guru professional harus memiliki 4 (empat) kemampuan dasar dan 4 (empat) komponen penting. 4 (empat) kemampuan dasar tersebut adalah:
1) Kemampuan komunikasi, yaitu kemampuan menyampaikan materi pelajaran;
2) Kemampuan kolaborasi, yaitu kemampuan bekerjasama dengan pihak terkait untuk meningkatkan mutu pendidikan;
3) Kemampuan teknologi, yaitu kemampuan menggunakan perangkat teknologi informasi dalam pembelajaran; dan
Selanjutnya, mengenai 4 (empat) komponen penting yang harus dimiliki guru, adalah:
1) Basis pengetahuan, yaitu:
a) Guru memahami teori belajar, pengembangan kurikulum, pengembangan peserta didik, dan mengetahui cara menggunakan pengetahuan tersebut di dalam merencanakan pembelajaran untuk mencapai tujuan kurikulum;
b) Guru professional selalu aktif mencari pengetahuan dalam pembelajaran; dan
c) Guru harus memahami kebutuhan siswa baik berdasar budaya, komunitas, suku, ekonomi, dan bahasa.
2) Pedagogik, yaitu:
a) Guru yang aktif selalu meningkatkan pembelajaran untuk mencapai prestasi peserta didik sesuai dengan harapan standard yang ditentukan;
b) Pembelajaran yang menekankan pembelajaran aktif yang menggunakan berbagai macam teknik, materi, dan pengalaman belajar untuk semua peserta didik; dan
c) Guru yang efektif mengandalkan pengetahuan pedagogik yang berkualitas untuk penentuan kurikulum, pemilihan strategi pembelajaran, perencanaan pengembangan pembelajaran, dan merumuskan penilaian untuk mengukur kemajuan belajar peserta didik.
3) Kepemimpinan, yaitu:
b) Sebagai pemimpin, para guru menempatkan prioritas pada keunggulan (excellent), juga mengandalkan pengetahuan dan keterampilannya untuk merumuskan berbagai strategi dalam belajar mengajar yang lebih efektif dan efisien; dan
c) Guru menjalin kerjasama (networking) dengan sesama pendidik dan pihak lain untuk meningkatkan kualitas program dan berbagi pengetahuan yang lebih maju.
4) Personal Attributes, yaitu:
a) Guru harus bersikap jujur dan adil;
b) Guru memiliki visi pribadi (personal vision) yang bisa membimbing peserta didik untuk mencapai tujuan belajar;
c) Guru yang efektif selalu melakukan evaluasi diri atas sikap/tindakan yang dilakukan demi kemajuan peserta didik.
Ada 3 (tiga) jenis kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, (Sudrajat, 2007), yaitu:
1) Kompetensi professional, yaitu memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses belajar mengajar yang diselenggarakannya;
2) Kompetensi kemasyarakatan, yaitu mampu berkomunikasi, baik dengan siswa, dengan sesama guru, maupun dengan masyarakat luas;
3) Kompetensi personal, yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani. Dengan demikian seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan peran: Ing ngarsa sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani
telah merumuskan empat jenis kompetensi guru sebagaimana tercantum dalam penjelasan Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan sebagai berikut:
1) Kompetensi Pedagogik, yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik, yang meliputi:
a) Pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; b) Pemahaman terhadap peserta didik;
c) Pengembangan kurikulum/silabus; d) Perancangan pembelajaran;
e) Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis;
f) Evaluasi hasil belajar; dan
g) Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2) Kompetensi kepribadian, yaitu merupakan kemampuan kepribadian, yang meliputi:
a) Mantap; b) Stabil; c) Dewasa
d) Arif dan bijaksana; e) Berwibawa;
f) Berakhlak mulia;
g) Menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; h)Mengevaluasi kinerja sendiri; dan
i)Mengembangkan diri secara berkelanjutan.
3) Kompetensi sosial, yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk:
a) Berkomunikasi lisan dan tulisan;
c) Bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesame pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik; dan
d) Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar. 4) Kompetensi professional, yaitu merupakan
kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi:
a) Konsep, skruktur, dan metode keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar;
b) Materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; c) Hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; d) Penerapan konse-konsep keilmuan dalam
kehidupan sehari-hari; dan
e) Kompetisi secara professional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya bangsa. Dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 dikemukakan juga, bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan guru berkewajiban sebagai berikut:
1) Merencanakan pembelajaran, yaitu melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran;
2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hokum, dank ode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan
5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
2.4
Guru Sekolah Dasar
Guru sekolah dasar adalah tenaga pengajar yang diberi tugas mengajar, melatih dan membimbing peserta didik pada sekolah dasar. Profesi guru termasuk guru SD, bukan sekedar wahana untuk menyalurkan hoby ataupun sebagai pekerjaan sambilan, melainkan merupakan suatu pekerjaan yang harus ditekuni secara serius guna mewujudkan keahlian professional secara maksimal. Guru adalah tenaga professional, dan sebagai tenaga professional guru harus mempunyai syarat kemampuan dasar atau kompetensi yang jumlahnya ada lima, yaitu: menguasai kurikulum, menguasai materi tiap-tiap mata pelajaran yang diampunya, menguasai metode dan teknik evaluasi, senantiasa komitmen terhadap tugas dan pengabdiannya, serta memiliki kedisiplinan dalam arti luas. Predikat professional atau ahli dalam tugasnya akan layak disandang oleh guru, jika kelima kompetensi dasar tersebut di atas benar-benar dimiliki oleh seorang guru.
Secara formal, seorang guru tugasnya adalah mengajar di depan kelas, tetapi lebih dari pada itu, seorang guru juga mempunyai tanggung jawab kemasyarakatan, kemanusiaan, dan harus peka dengan lingkungan sekitar. Karena hakekat guru seperti ditulis oleh Setyowati L.S. dkk. dalam bukunya yang berjudul Pendidikan Kewargaan Negara, mengenai guru sebagai berikut:
2) Guru berperan sebagai pemimpin dan pendukung nilai-nilai dalam masyarakat yang baik;
3) Guru sebagai fasilitator yang memungkinkan tercapainya kondisi yang baik, yaitu baik bagi subjek didik untuk belajar;
4) Guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar subjek didik;
5) Guru bertanggung jawab secara professional untuk terus-menerus meningkatkan kemampuannya; dan
6) Guru menjunjung tinggi kode etik professional (Landep, 2002:14).
Dengan melihat hakekat guru seperti yang telah ditulis oleh Landep Setyowat, (2002) tersebut di atas, terkesan bahwa guru adalah sosok manusia hebat yang ditempatkan dan harus mampu menempatkan diri dalam berbagai sisi kehidupan dan kegiatan baik dalam kedinasan, kemasyarakatan, dan kemanusiaan. Dengan segala keterbatasan yang ada padanya, guru senantiasa dituntut untuk meningkatkan kinerjanya, profesionalismenya, serta memiliki kreativitas yang tinggi guna menunjang dan mewujudkan sosok yang serba mampu.
Sementara guru kreatif adalah guru yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan hal-hal baru yang dapat menunjang dan membantu pelaksanaan bidang tugasnya. Yang dimaksud dengan hal baru tersebut tidak mesti baru sama sekali, tetapi dapat juga berupa gabungan dari hal-hal yang sudah ada sebelumnya untuk dimodifikasi lagi.
2.5
Kelompok Kerja Guru (KKG
)2.5.1 Pengertian KKG
spesifik KKG merupakan penataran atau pelatihan yang bersifat penyegaran bagi guru-guru atau penyampai materi pelajaran yang dilaksanakan di tingkat UPTD Dikpora yang penyelenggaraannya dilakukan di daerah-daerah binaan termasuk di wilayah Kecamatan Dempet.
KKG merupakan suatu wadah dalam pembinaan kemampuan professional guru, pelatihan dan tukar menukar informasi dalam suatu mata pelajaran tertentu sesuai dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, Ginting (2004: 27).
Sependapat dengan pendapat Ginting di atas, Direktorat Pendidikan Dasar dalam Roosilawati (2009: 7), mengatakan bahwa KKG merupakan wadah bagi guru yang tergabung dalam gugus sekolah yang terdapat dalam suatu wilayah kepenilikan atau didasarkan atas kelompok sekolah yang berdekatan yang ingin maju bersama di dalam upaya peningkatan mutu pendidikan melalui sistem pembinaan professional.
Dengan demikian, KKG adalah sebuah forum/organisasi atau perkumpulan guru-guru yang mempunyai kegiatan khusus memberikan informasi-informasi pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pribadi guru dalam proses belajar mengajar.
2.5.2 Tujuan dan Fungsi KKG
peningkatan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Menurut Didaksmen dalam Syofriani (2006), mengatakan bahwa tujuan KKG adalah sebagai berikut:
“Kelompok Kerja Guru (KKG) bertujuan untuk memperlancar upaya peningkatan mutu, pengetahuan, wawasan, kemampuan, dan keterampilan professional para tenaga kependidikan khususnya bagi guru sekolah dasar dalam meningkatkan mutu kegiatan/proses belajar mengajar dan mendayagunakan segala sumber daya dan potensi yang dimiliki sekolah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan mutu belajar”.
Secara umum hadirnya KKG bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam artian yang luas, dan secara khusus untuk meningkatkan profesionalisme guru Wayan (2010). Selanjutnya mengutip Depdiknas dalam Wayan (2010) melanjutkan pendapatnya tersebut bahwa sesungguhnya kehadiran KKG adalah untuk meningkatkan sumber daya tenaga kependidikan yang tersedia.
mengevaluasi pelaksanaan program, menyusun dan menganalisis alat evaluasi, serta menyusun program kegiatan Kelompok Kerja Guru itu sendiri bersama-sama dengan peserta/guru.
2.6
Etos Kerja Guru Dalam Mengikuti KKG
Etos kerja guru dalam mengikuti KKG adalah sikap positif terhadap kegiatan KKG yang merupakan merupakan wadah pembinaan profesional guru yang memberikan bantuan serta layanan terhadap kemampuan profesional guru. Segala bentuk usaha yang dilakukan oleh guru untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif di kelas dapat dibahas bersama-sama di KKG, dan juga permasalahan yang muncul dalam proses belajar mengajar dapat dicarikan solusinya melalui program bedah masalah di KKG. “KKG adalah wadah kerjasama guru-guru dan sebagai tempat mendiskusikan masalah yang berkaitan dengan kemampuan profesional, yaitu dalam hal merencanakan, melaksanakan, dan menilai kemajuan murid
2.7
Supervisi Akademik
2.7.1 Pengertian Supervisi Akademik
diberikan dengan jalan memberikan bimbingan dan pengarahan kepada guru untuk dapat mengembangkan pengelolaan pembelajaran yang terdiri dari penyusunan rencana pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian prestasi belajar (Purwanto, 2006: 76-79).
Salah satu tugas kepala sekolah/madrasah adalah melaksanakan supervisi akademik. Untuk melaksanakan supervisi akademik secara efektif diperlukan keterampilan konseptual, interpersonal dan teknikal (Glickman, at al; 2007). Oleh sebab itu, setiap kepala sekolah/madrasah harus memiliki dan menguasai konsep supervisi akademik yang meliputi: pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip-prinsip, dan dimensi-dimensi substansi supervisi akademik.
Supervisi akademik yang menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal yang langsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses belajar Arikunto (2004: 5). Fungsi supervisi adalah membantu sekolah menciptakan lulusan yang baik dalam kuantitas dan kualitatas, serta membantu para guru agar bisa dan dapat bekerja secara profesional sesuai dengan kondisi masyarakat tempat sekolah itu berada Pidarta (2009: 3). Supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran Daresh, (2000 Glickman, et al; 2007: 28). Supervisi akademik tidak terlepas dari penilaian kinerja guru dalam mengelola pembelajaran.
Teknik supervisi akademik ada dua, yaitu teknik supervisi individual dan teknik supervisi kelompok.
1)
Teknik supervisi individual
Teknik supervisi individual adalah pelaksanaan supervisi perseorangan terhadap guru. Supervisor di sini hanya berhadapan dengan seorang guru sehingga dari hasil supervisi ini akan diketahui kualitas pembelajarannya.
2)
Macam-macam teknik supervisi individual
Teknik supervisi individual ada lima macam yaitu: Kunjungan kelas, Observasi kelas, Pertemuan individual, Kunjungan antar kelas, dan Menilai diri sendiri.a)
Kunjungan kelas
Kunjungan kelas adalah teknik pembinaan guru oleh kepala sekolah untuk mengamati proses pembelajaran di kelas. Tujuannya adalah untuk menolong guru dalam mengatasi masalah di dalam kelas. Cara melaksanakan kunjungan kelas:
a.
Dengan atau tanpa pemberitahuan terlebih dahulu
tergantung sifat tujuan dan masalahnya,
b.
Atas permintaan guru bersangkutan,
c.
Sudah memiliki instrumen atau catatan-catatan,
dan
d.
Tujuan kunjungan harus jelas.
Tahap-tahap kunjungan kelas. Ada empat tahap
kunjungan kelas.
2)
Tahap pengamatan selama kunjungan. Pada tahap
ini,
supervisor
mengamati
jalannya
proses
pembelajaran berlangsung.
3)
Tahap akhir kunjungan. Pada tahap ini, supervisor
bersama guru mengadakan perjanjian untuk
membicarakan hasil-hasil observasi.
4)
Tahap terakhir adalah tahap tindak lanjut.
Kriteria kunjungan kelas, dengan menggunakan enam
kriteria yaitu:
a.
Memiliki tujuan-tujuan tertentu;
b.
Mengungkapkan
aspek-aspek
yang
dapat
memperbaiki kemampuan guru;
c.
Menggunakan
instrumen
observasi
untuk
mendapatkan data yang obyektif;
d.
Terjadi interaksi antara pembina dan yang dibina
sehingga menimbulkan sikap saling pengertian;
e.
Pelaksanaan kunjungan kelas tidak menganggu
proses pembelajaran; dan
f.
Pelaksanaannya diikuti dengan program tindak
lanjut.
b)
Observasi kelas
Observasi
kelas
adalah
mengamati
proses
pembelajaran secara teliti di kelas. Tujuannya adalah
untuk memperoleh data obyektif aspek-aspek situasi
pembelajaran, kesulitan-kesulitan guru dalam usaha
memperbaiki proses pembelajaran. Aspek-aspek yang
diobservasi di dalam kelas, (Glickman, et al; 2007).
Secara umum, aspek-aspek yang diobservasi adalah:
2.
Cara menggunakan media pengajaran
3.
Variasi metode,
4.
Ketepatan penggunaan media dengan materi
5.
Ketepatan penggunaan metode dengan
materi, dan
6.
Reaksi mental para siswa dalam proses
belajar mengajar.
Pelaksanaan observasi kelas ini melalui tahap:
a.
Persiapan,
b.
Pelaksanaan,
c.
Penutupan,
d.
Penilaian hasil observasi; dan
e.
Tindak lanjut. Supervisor: 1) sudah siap
dengan instrumen observasi, 2) menguasai
masalah dan tujuan supervisi, dan 3)
observasi
tidak
mengganggu
proses
pembelajaran.
Aspek-aspek yang diobservasi:
a.
Usaha dan aktifitas guru-siswa dalam proses
pembelajaran.
b.
Cara penggunaan media pembelajaran.
c.
Reaksi mental para peserta didik dalam
proses pembelajaran.
d.
Keadaan media yang digunakan.
e.
Lingkungan social, fisik sekolah, baik di
dalam maupun di luar kelas dan
factor-faktor penunjang lainnya.
Check-List,
yakni alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data dalam melengkapi
keterangan-keterangan yang lebih obyektif terhadap situasi
pembelajaran dalam kelas,
c)
Pertemuan Individual
Pertemuan individual adalah satu pertemuan,
percakapan,
dialog,
dan
tukar
pikiran
antara
supervisor guru. Tujuannya adalah:
a.
Memberikan kemungkinan pertumbuhan jabatan
guru melalui pemecahan kesulitan yang dihadapi;
b.
Mengembangkan hal mengajar yang lebih baik;
c.
Memperbaiki segala kelemahan dan kekurangan
pada diri guru; dan
d.
Menghilangkan
atau
menghindari
segala
prasangka.
Supervisor harus berusaha mengembangkan
segi-segi
positif
guru,
mendorong
guru
mengatasi
kesulitan-kesulitannya, memberikan pengarahan, dan
melakukan kesepakatan terhadap hal-hal yang masih
meragukan.
d) Kunjungan antar kelas
a.
Harus direncanakan;
b.
Guru-guru yang akan dikunjungi harus diseleksi;
c.
Tentukan guru-guru yang akan mengunjungi;
d.
Sediakan segala fasilitas yang diperlukan;
e.
Supervisor hendaknya mengikuti acara ini dengan
pengamatan yang cermat;
f.
Adakah tindak lanjut setelah kunjungan antar
kelas selesai, misalnya dalam bentuk percakapan
pribadi, penegasan, dan pemberian tugas-tugas
tertentu;
g.
Segera aplikasikan ke sekolah atau ke kelas guru
bersangkutan, dengan menyesuaikan pada situasi
dan kondisi yang dihadapi;
h.
Adakan perjanjian-perjanjian untuk mengadakan
kunjungan antar kelas berikutnya.
e)
Menilai diri sendiri
Menilai diri adalah penilaian diri yang dilakukan
oleh diri sendiri secara objektif. Untuk maksud itu
diperlukan kejujuran diri sendiri. Caranya sebagai
berikut.
a.
Suatu daftar pandangan atau pendapat yang
disampaikan kepada murid-murid untuk menilai
pekerjaan atau suatu aktivitas. Biasanya disusun
dalam bentuk pertanyaan baik secara tertutup
maupun terbuka, dengan tidak perlu menyebut
nama.
b.
Menganalisa tes-tes terhadap unit kerja.
3)
Teknik supervisi Kelompok
Teknik supervisi kelompok adalah satu cara
melaksanakan program supervisi yang ditujukan pada
dua orang atau lebih. Guru-guru yang diduga, sesuai
dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah atau
kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang sama
dikelompokkan
atau
dikumpulkan
menjadi
satu/bersama-sama.
Kemudian
kepada
mereka
diberikan
layanan
supervisi
sesuai
dengan
permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
ada tiga belas teknik supervisi kelompok yaitu:
a.
kepanitiaan-kepanitiaan,
b.
kerja kelompok,
c.
laboratorium dan kurikulum,
d.
membaca terpimpin,
e.
demonstrasi pembelajaran,
f.
darmawisata,
g.
kuliah/studi,
h.
diskusi panel,
i.
perpustakaan,
j.
organisasi profesional,
k.
buletin supervisi,
l.
pertemuan guru,
m.lokakarya atau konferensi kelompok
guru. Untuk menetapkan teknik-teknik supervisi
akademik yang tepat tidaklah mudah. Seorang kepala
sekolah, selain harus mengetahui aspek atau bidang
keterampilan
yang
akan
dibina,
juga
harus
mengetahui karakteristik setiap teknik di atas dan
sifat atau kepribadian guru sehingga teknik yang
digunakan betul-betul sesuai dengan guru yang
sedang dibina melalui supervisi akademik.
2.8
Teknik Supervisi Diskusi
2.8.1 Pengertian Supervisi Diskusi
Diskusi adalah merupakan salah satu teknik supervisi yang dilakukan melalui pertukaran pendapat tentang sesuatu masalah untuk mengembangkan ketrampilan para guru dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi bersama Bafadal (2004:56) . Melalui diskusi kelompok, guru-guru merasa turut bertanggung jawab dan berpartisipasi dalam kelompok, adanya interaksi antar guru, serta kontrol yang teliti dan mantap dalam mengemukakan pendapat mereka masing-masing. Dengan diskusi ini pula guru-guru dapat memperoleh informasi dan banyak pengalaman dari peserta diskusi yang besar manfaatnya untuk pengembangan profesinya.
lain. Melalui teknik ini supervisor dapat membantu para guru untuk saling mengetahui, memahami, atau mendalami suatu permasalahan, sehingga secara bersama– sama akan berusaha mencari alternatif pemecahan masalah tersebut
pemuda, dan warga masyarakat. Menurut, Sagala (2010: 215) hal–hal yang harus diperhatikan supervisor sebagai pemimpin diskusi sehingga setiap anggota mau berpartisipasi selama diskusi berlangsung supervisor harus mampu:
a) Menentukan tema perbincangan yang lebih spesifik ;
b) Melihat bahwa setiap anggota diskusi senang dengan keadaan dan topik yang dibahas dalam diskusi.
c) Melihat bahwa masalah yang dibahas dapat dimengerti oleh semua anggota dan dapat memecahkan masalah dalam pengajaran.
d) Melihat bahwa kelompok merasa diperlukan dan diikutsertakan untuk mencapai hasil bersama.
e) Mengakui pentingnya peranan setiap anggota yang dipimpinnya.
2.8.2 Ciri-Ciri Teknik Supervisi Diskusi
Ciri-ciri teknik supervisi diskusi adalah sebagai berikut: 1) Supervisi bersifat kelompok, yaitu sejumlah guru dan
satu atau beberapa supervisor.
2) Tempat supervisi bisa di sekolah dan bisa juga di luar sekolah.
3) Guru yang disupervisi tidak dalam keadaan mengajar dalam kelas atau membimbing para siswa belajar.
4) Waktu melaksanakan supervisi bisa mendadak kalau supervisor dan atau guru menghendaki, atau waktu sudah direncanakan sejak awal.
objek-objek di masyarakat untuk kepentingan pembelajaran, dan sejenisnya.
6) Proses supervisi didominasi oleh diskusi multiarah dari para peserta baik yang disupervisi maupun supervisor. Namun diharapkan guru-guru lebih banyak aktif dibandingkan dengan supervisor.
7) Diskusi beakhir setelah para peserta menemukan jalan keluar sebagai jawaban terhadap masalah yang dibahas. Berarti supervisi telah selesai.
8) Tindak lanjut diadakan manakala para guru yang menjadi peserta supervisi sepakat untuk menindak lanjuti hasil supervisi itu.
2.8.3 Langkah-Langkah Teknik Supervisi
Diskusi
Menurut Sagala (2010: 218) langkah-langkah teknik supervisi ini adalah sebagai berikut
1) Proses supervisi dimulai dengan ada suatu permasalahan yang bertalian dengan upaya meningkatkan profesi guru.
2) Masalah atau sejumlah masalah di atas bisa terjadi pada guru dan bisa juga ditangkap oleh supervisor.
3) Inisiatif mengadakan pertemuan atau diskusi muncul, bisa dari guru dan bisa juga dari supervisor.
4) Undangan dibuat untuk para peserta, tetapi kalau supervisi mendadak sebab membutuhkan penyelesaian masalah dengan segera, tidak dibutuhkan undangan resmi, pemberitahuan cukup secara lisan.
mengemukakan informasi yang diterimanya. Wujud diskusi tidak selalu stabil, tetapi dapat dinamis, berdebat, mempertahankan pendapat, mengemukakan argumentasi, dan sebagainya. Yang perlu dijaga adalah berdebat secara ilmiah berdasarkan data dan hati tetap dingin.
6) Perdebatan atau diskusi berhenti setelah peserta menemukan jalan keluar permasalahan-permasalahan yang dibahas. Jalan keluar ini harus disepakati bersama oleh peserta. Ini berarti supervisi sudah selesai permasalahan yang bertalian dengan upaya meningkatkan profesi guru.
2.Masalah atau sejumlah masalah di atas bisa terjadi pada guru dan bisa juga ditangkap oleh supervisor.
3.Inisiatif mengadakan pertemuan atau diskusi muncul, bisa dari guru dan bisa juga dari supervisor.
4.Undangan dibuat untuk para peserta, tetapi kalau supervisi mendadak sebab membutuhkan penyelesaian masalah dengan segera, tidak dibutuhkan undangan resmi, pemberitahuan cukup secara lisan.
6.Perdebatan atau diskusi berhenti setelah peserta menemukan jalan keluar permasalahan-permasalahan yang dibahas. Jalan keluar ini harus disepakati bersama oleh peserta. Ini berarti supervisi sudah selesai.
7.Tindak lanjut diadakan kalau para peserta menghendakinya.
8.Tukar menukar pengalaman (Sharing of Experience and Sharing of Idea)
Dari kedua indikator di atas dalam penelitian ini, kisi-kisi supervisi diskusi adalah
1. Ada suatu permasalahan yang bertalian dengan upaya meningkatkan profesi guru.
2. Masalah terjadi pada guru dan bisa juga ditangkap oleh supervisor.
3. Inisiatif mengadakan pertemuan atau diskusi
4. Undangan dibuat undangan resmi, atau cukup secara lisan.
5. Proses supervisi terjadi. 6. Adanya Solusi yang didapat 7. Tindak lanjut
8. Tukar menukar pengalaman (Sharing of Experience and Sharing of Idea)
2.9
Penelitian Yang Relevan
Maret sampai dengan bulan April 2013. Populasi sebanyak 78 orang terdiri dari 73 orang guru kelas dan 5 orang kepala sekolah. Sampel penelitian sama dengan jumlah populasi. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data penelitian ini terdiri dari angket dan dokumentasi. Instrumen yang digunakan adalah lembar angket dan review dokumen. Instrumen dilakukan pengujian validitas isi dan konstruk sebelum digunakan. Data yang diperoleh dari instrumen dianalisis secara deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengelolaan program KKG di Gugus Kecamatan Kraton Yogyakarta bernilai 3,75 dengan kriterian penilaian baik pada skala nilai 5 atau 1,00 s.d. 5,00. Dilihat dari masing-masing variabel diperoleh: 1) perencanaan program KKG bernilai 4,01 dengan kriteria penilaian baik, 2) pengorganisasian program KKG bernilai 4,00 dengan kriteria penilaian baik, 3) penggerakan program KKG bernilai 3,65 dengan kriteria penilaian baik, dan 4) pengawasan program KKG bernilai 3,25 dengan kriteria penilaian cukup.
dengan baik yang berdampak pada optimalnya peran KKG dalam meningkatkan kompetensi dan profesionalisme para pejuang pendidikan di daerah terpencil.
meningkatan etos kerja guru yang tergabung dalam Gugus Sekolah Sultan Agung yang berpusat di SDN Kuwu dalam mengikuti kegiatan KKG. Adapun penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan mengenai Supervisi teknik diskusi kelompok dapat meningkatan etos kerja guru yang tergabung dalam Gugus Sekolah Sultan Agung yang berpusat di SDN Kuwu dalam mengikuti kegiatan KKG