• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta (konflik antara taruna angkatan udara dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta (konflik antara taruna angkatan udara dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada)"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

DAN MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan

guna Mencapai Gelar Sarjana Sastra Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa

Universitas Sebelas Maret

Disusun Oleh:

PRAKOSO PRIYO SEJATI

C0505040

FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

(KONFLIK ANTARA TARUNA ANGKATAN UDARA

DAN MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA)

Disusun oleh

PRAKOSO PRIYO SEJATI C0505040

Telah disetujui oleh pembimbing

Pembimbing,

Drs. Tundjung W Sutirto, M.Si NIP. 196112251987031003

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Sejarah

(3)

DAN MAHASISWA UNIVERSITAS GADJAH MADA)

Disusun Oleh

PRAKOSO PRIYO SEJATI C0505040

Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta Pada Tanggal………

Jabatan Nama Tanda Tangan

Ketua Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum

NIP. 195402231986012001

………

Sekretaris Tiwuk Kusuma,S.S, M.Hum NIP.197306132000032002

………

Penguji I Drs. Tundjung W Sutirto, M.Si NIP. 196112251987031003

………

Penguji II Drs. Suparyadi, M.Hum NIP. 196207141988031002

………

Dekan,

Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta

(4)

Nama : Prakoso Priyo Sejati NIM : CO505040

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul Peristiwa 2 Maret 1969 Di Yogyakarta (Konflik Antara Taruna Angkatan Udara Dan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada) adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukkan dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.

Surakarta, Februari 2010 Yang membuat pernyataan,

(5)

Tidak selamanya diam adalah emas, kerena emas tidak pernah didapatkan tanpa melakukan sesuatu.

(Prakoso, 2009)

Jangan mengeluh menjalani hidup ini, mengeluh menambah beban hidup. Satu hal perlu dimengerti, hidup hendaklah untuk disyukuri.

(Khalil Ghibran)

Memiliki sedikit pengetahuan dipergunakan untuk berkarya jauh lebih berarti daripada memiliki pengetahuan luas, mati tak berfungsi.

(Khalil Ghibran)

Untuk menggapai masa depan cerah kita tak dapat melupakan setonggak masa lalu

(6)

Karya ini kupersembahkan untuk:

1. Bapak dan Ibu Tercinta

2. Kakak dan Adikku.

(7)

selalu melimpahkan rahmat dan hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

Terselesainya skripsi tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik dorongan, bimbingan, serta pengarahan. Untuk itu penulis rasa terima kasih kepada:

1. Drs. Sudarno, M.A selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa beserta jajarannya telah memperlancar dan mempermudah studi penulis sampai terselesainya skripsi ini.

2. Dra. Sri Wahyuningsih, M.Hum selaku Ketua jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa mencurahkan segenap pengetahuan dimilikinya kepada penulis.

3. Drs. Tundjung W Sutirto, M.Si selaku Pembimbing Skripsi membimbing penulis dengan penuh perhatian, hingga selesai skripsi ini.

4. M. Bagus Sekar Alam, SS, M.Si selaku Pembimbing Akademi senantiasa memberi dorongan moril dan pengetahuan kepada penulis.

5. Kepala beserta Staff Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta, Perpustakaan Monument Pers Surakarta, Perpustakaan dan Arsip Daerah Yogyakarta, Pusat Arsip UGM, Balai Penerbitan Pers Mahasiswa UGM memberikan pelayanan dalam proses pengumpulan data.

(8)

penulis sebut satu persatu.

8. Kawan-Kawan di Forum Mahasiswa Sejarah (FMS) FSSR, Mas Taufik Effendi, Mas Hari Priyatmoko (2003), Doni Tri W, Mira, Ulwa (2006), Langgeng Tri Budi (2007) telah meluangkan waktunya untuk belajar bersama.

9. Kawan-kawan SKI FSSR UNS 2005 ikut membentuk kepribadian ku.

10. Rekan-Rekan kerja di INDIE DESAIN dalam memotivasi penyelesaian skripsi.

11. Keluarga Besar Sudiro Suwito memberi beragam solusi untuk segera menyelesaikan studi.

12. Semua pihak telah membantu, hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari, penulisan skripsi ini tidak lepas dari kekurangan dan kekeliruan. Oleh karena itu, penulis menghargai adanya saran maupun kritik membangun, guna menyempurnakan penulisan-penulisan serupa di masa datang.

Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi kita semua.

(9)

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

BAB II KONDISI KEHIDUPAN KAMPUS DI YOGYAKARTA 1966-69 20 A. Kehidupan Awal Mahasiswa Yogyakarta ... 20

B. Kehidupan Sosial Ekonomi di era Orde Baru ... 29

C. Arah Perpolitikan Organisasi Intra Kampus ... 31

D. Kondisi Perkuliahan Mahasiswa ... 42

BAB III AKSI PERISTIWA 2 MARET 1969 DAN AKIBAT YANG DI TIMBULKAN ... 45

A. Munculnya Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta ... 45

B. Aksi Demonstrasi Mahasiswa dan Tuntutan ... 55

C. Suasana Pasca Aksi Solidaritas ... 65

BAB IV RESOLUSI KONFLIK PERISTIWA 2 MARET 1969 DI YOGYAKARTA ... 69

A. Upaya dari Resolusi Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta . .... 69

B. Akhir Konflik ... 72

BAB V KESIMPULAN ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 78

DAFTAR INFORMAN ... 82

(10)

AU : Angkatan Udara IKIP : Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan IMM : Ikatan Mahasiswa Muslim

(11)
(12)

1. Mertju Suar. 8 Mei 1969 ... 83

2. Kedaulatan Rakyat, 12 mei 1969 ... 84

3. Mertju Suar, 12 Mei 1969. ... 85

4. Kompas,14 Mei 1969 <Tadjuk Rencana> ... 86

5. Kompas,14 Mei 1969. ... 87

6. Kompas,15 Mei 1969. ... 88

7. Kompas, 19 Mei 1969. ... 89

8. Mertju Suar, 26 Mei 1969. ... 90

9. Mertju Suar, 2 Juni 1969... 91

10.Mertju Suar, 2 Juni 1969 <Tajuk Rencana> ... 92

(13)

Gambar 1.1. Koleksi arsip UGM; Photo bersama Dewan Mahasiswa UGM tahun 1969, Tepat berdiri di tengah Sutomo Parastho

dengan kawan-kawan. 38

Gambar 1.2 Koleksi arsip UGM; Upacara Penerimaan Mahasiswa Baru tahun 1969, tepat Pak Soeroso memimpin Upacara

Pembukaan. 41 Gambar 3.1 Pangkalan Udara Gading di Wonosari Gunung Kidul 47 Gambar 3.2 Lapangan Terbang Gading dengan Panjang R/W 1200 M 47

Gambar 4.1 Logo AAU 50

Gambar 5.1 Photo Diri Komodor Roesman. 53

Gambar 5.2 Kompas, Selasa 13 Mei 1969. Aksi Mahasiswa

Saat Menuju Ke Kampus Bulak Sumur. 60

Gambar 6.1 Koleksi arsip UGM; Aksi Demonstrasi di Bunderan UGM. 60 Gambar 6.2 Koleksi arsip UGM; Aksi Mahasiswa di Gedung Utama

UGM. 61

Gambar 7.1 Koleksi arsip UGM; Pamflet Aksi Mahasiswa pada

Peristiwa 2 Maret 1969 di Kampus UGM. 62 Gambar 7.2 Kedaulatan Rakyat, Senin 12 Mei 1969. Mahasiswa

mendengarkan orasi dari Pak Soeroso (Rektor UGM). 63 Gambar 7.3 Mertju Suar, Selasa 13 Mei 1969. Mahasiswa berkumpul

di depan Gedung Utama UGM 64

Gambar 8.1 Kedaulatan Rakyat, Senin 19 Mei 1969. Karikatur

DELEGASI DEMA UGM KE DJAKARTA. 67

Gambar 9.1 Mertju Suar, Sabtu 7 Juni 1969. Suasana Malam keakraban

UGM - AKABRI BAG. UDARA 73

Gambar 9.2 Kedaulatan Rakyat, Senin 9 Juni 1969. “KARIKATUR”

(14)

Yogyakarta (Konflik Antara Taruna Angkatan Udara Dan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada). Skripsi: Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penelitian tentang konflik mahasiswa era awal orde baru di Yogyakarta bertujuan: 1) Menjelaskan latar belakang Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta, 2) Menjelaskan dampak dan pengaruhnya terkait Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta, 3) Menjelaskan resolusi konflik dari mahasiswa dan Taruna AU pada Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan Penelitian Sejarah, Metode Penelitian yang dipergunakan adalah metode sejarah. Metode sejarah meliputi Heuristik, Kritik Sumber: Ekstern dan Intern, Intepretasi dan Historiografi.

Analisa data digunakan dalam penelitian adalah analisa kualitatif deskriptif, yaitu analisa yang didasarkan pada hubungan sebab akibat dari suatu fenomena historis dalam situasi tertentu. Analisa data diperoleh dari dokumen/ surat kabar dan studi pustaka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peristiwa 2 Maret 1969 sebagai cerminan dari berbagai aspek ketimpangan-ketimpangan dialami oleh mahasiswa Yogyakarta khususnya mahasiswa UGM. Peristiwa dimulai dari pemukulan yang dilakukan Taruna Akabri kepada 2 mahasiswa fakultas teknik UGM mengakibatkan timbulnya protes-protes dari mahasiswa hingga melakukan aksi demonstrasi. Mahasiswa melakukan demonstrasi dengan berjalan kaki adapula bersepeda. Kejadian pemukulan tersebut terjadi akibat pengejekan mahasiswa kepada Taruna Angkatan Udara di Yogyakarta. Ketimpangan sosial yang ada turut mempengaruhi peristiwa tersebut. Meletusnya aksi demontrasi pada bulan Mei 1969 merupakan klimaks dari persoalan ketimpangan sosial antara mahasiswa dan pihak Taruna Angkatan Udara. Dipihak mahasiswa mencari penyelesaian kasus hingga sampai ke pemerintah pusat dengan diwakili oleh DEMA di tingkat fakultas maupun universitas. Penjelasan dari pemerintah pusat mengharapkan kejadian pemukulan diselesaikan di tingkat daerah.

(15)

Prakoso Priyo Sejati. C0505040. 2010. Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta (Konflik antara Taruna Angkatan Udara dan MahasiswaUniversitas Gadjah Mada). Thesis. History Department, Faculty of Letters and Fine Arts, Sebelas Maret University, Surakarta.

The purpose of the research of college students in early orde baru age in Yogyakarta is; 1) to explain the background of the incident of March 2nd 1969 in Yogyakarta; 2) to explain the effect of the incident of March 2nd 1969 in Yogyakarta; 3) to explain the resultion of the conflict between the college students and AU Taruna on the incident of March 2nd 1969 in Yogyakarta.

The research is a history research which applies research methodology of history method. History method includes Heuristic, source criticism: Extern and Intern, Interpretation and Historiography.

The analysis of the research is qualitative descriptive analysis which is grounded on the causal relationship of historical phenomenon in a particular situation. The data of the research is taken from documents study and newspaper.

The result of the research shows that the incident of March 2nd 1969 as a reflection of various imbalance aspects faced by college students of Yogyakarta, particularly UGM students. The incident began with the assaults executed by the Akabri Taruna towards 2 students of engineering faculty of UGM caused by the taunt of the student for the Taruna. Besides, social imbalance contributed as well to the incident. The assault resulted in the protest of the students which reached its climax on May. The students sought the solution to the state government represented by DEMA both of faculty and of university. The governments stated that the incidents should be solved in the district level.

(16)

A. Latar Belakang

Gejolak muncul peristiwa radikalisasi, kritik sosial dan aksi demontrasi tidak lepas dari adanya gejolak perubahan sosial, jenis perubahan sosial penting untuk mengetahui pelopor perubahan baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Pelopor perubahan dimaksud seseorang atau sekelompok orang dipercaya masyarakat sebagai pemimpin dalam salah satu atau beberapa lembaga sosial yang sering pula disebut dengan mahasiswa.1 Untuk konteks Indonesia, kemunculan peranan kelompok mahasiswa dalam sosial politik bangsa Indonesia merupakan fenomena khas abad ke-20.2 Disebabkan oleh beberapa kualitasnya spesifik, mahasiswa tampil sebagai lapisan masyarakat vokal berorientasi kedepan serta menjadi idealis dan konsekuensinya mahasiswa memiliki posisi sosial tertentu, menentukkan didalamnya sejumlah privelese menjadi hak dikuasai secara independent.

Para mahasiswa merupakan golongan baru di Indonesia tetapi sejarah perkembangan yang masih singkat, telah banyak terjadi sebagai akibat kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan mereka. Pada tahun 1968, para mahasiswa terdaftar di universitas-universitas dan institut-institut pendidikan tinggi negeri di Indonesia mencapai jumlah 117.946 pemuda. Disamping mahasiswa-mahasiswa

1

Arief Budiman, ”Peran Mahasiswa Sebagai Inteligensia,” dalam Prisma, No.11. November 1976, hal 55-56.

2

Fahry Ali dan Bachtiar Effendy, Politik Dan Gerakan Mahasiswa, Suatu Tinjauan Sejarah

(17)

di Perguruan Tinggi Negeri masih banyak mahasiswa-mahasiswa belajar di Perguruan Tinggi Swasta.

Jumlah mahasiswa baru Universitas Gadjah Mada mencapai puncaknya pada tahun ajaran 1965/1966 menerima 4106 orang mahasiswa. Selain meningkatnya lulusan sekolah menengah, kenaikan jumlah mahasiswa baru berkaitan digunakannya pendidikan sebagai slogan politik. Pemerintah memerintahkan perguruan tinggi menerima mahasiswa baru. Akibatnya berbagai kelompok politik di Universitas Gadjah Mada memasukkan kader-kader di dalam penerimaan mahasiswa. Pada tahun-tahun berikutnya, pertambahan mahasiswa Universitas Gadjah Mada sekitar 2500 orang per tahun.

Sebagai konsekuensi dari kedudukan Universitas Gadjah Mada berada di pulau jawa, sebagian besar mahasiswa Universitas Gadjah Mada berasal dari pulau jawa, persentase mahasiswa berasal dari luar pulau jawa relatif kecil, secara perlahan jumlah terus bertambah. Kebijakan pimpinan universitas, menginginkan Universitas Gadjah Mada menjadi pusat intelektual nasional. Tujuan itu dicapai dengan cara menerima lulusan sekolah menengah atas dari pulau-pulau lain di Indonesia menjadi mahasiswa Universitas Gadjah Mada.3

Mahasiswa Indonesia era tahun 1960-an menjadi juru bicara rakyat.4 Mahasiswa merupakan generasi muda terdidik, golongan terlatih dalam akademi-akademi dan perguruan tinggi-perguruan tinggi mendapatkan kesempatan lebih

3

Sahid Susanto dan Bambang Purwanto, Universitas Gadjah Mada Dari Masa Ke Masa Menuju Otonomi Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: UGM Press, 2001), hal 66.

4

Adi Suryadi Culla, Patah Tumbuh Hilang Berganti, Sketsa Pergolakan Mahasiswa, Dalam Politik Dan Sejarah Indonesia (1908-1998), (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), hal 46.

(18)

dari rakyat pada umumnya dan memiliki kemampuan untuk menghadapi keadaan, mempunyai tugas moril dan historis untuk tampil kedepan.5

Golongan pada pertengahan tahun 1960-an ikut menjalankan peranan besar dalam meruntuhkan Orde Lama dipimpin oleh Presiden Soekarno dan membangun Orde Baru dalam masyarakat dipimpin oleh Presiden Soeharto. Tidak banyak diketahui mengenai kehidupan gerakan mahasiswa di Indonesia. Pada waktu tertentu tersebar berita-berita mengenai kegiatan-kegiatan politik, seperti demonstrasi ataupun pernyataan pengecaman tindakan penguasa, dan oleh sebab itu mendapat perhatian dari surat-surat kabar, majalah, radio dan sebagainya diketahui oleh masyarakat.6

Faktor institusional ikut pula berperan dalam aksi protes mahasiswa adalah pemberitaan media massa terus menerus perihal aksi protes mahasiswa. Nama dan kegiatan-kegiatan dimuat media massa menimbulkan glorifikasi (kebanggaan) bagi diri bersangkutan menyebabkan mahasiswa terdorong untuk menggiatkan aktivitas protesnya. Selain itu, peran penting diberikan kepada organisasi mahasiswa intra universitas (DEMA) memberikan andil besar dalam setiap aksi protes mahasiswa. Sekalipun namanya organisasi intra universitas, fungsinya semakin tidak berbeda dari organisasi ekstra universitas. Pada awal organisasi intra universitas (DEMA) tumbuh untuk menjalankan fungsi pemenuhan kebutuhan mahasiswa (program intern). Tujuannya adalah menjamin keberhasilan serta meningkatkan kesejahteraan hidup para mahasiswa yang sedang menempuh pendidikan.

5

Kusumo Hadi, Intelegensia Menyongsong Hari Depan, (Jakarta: DPP Gmsos, 1958), hal 59.

6

(19)

Gerakan mahasiswa mulai terbentuk dengan ditandai terbentuknya DEMA pada pertengahan tahun 1950-an, peran organisasi ekstra kampus dikurangi oleh kehadiran lembaga-lembaga internal kampus seperti Dewan Mahasiswa di UGM. DEMA seringkali menjadi kontrol secara langsung kebijakan pemerintah.

Membahas terkait gerakan mahasiswa, secara teoritis gerakan mahasiswa menurut Philip G. Altbach7 dengan melihat dari aspek organisasi dan sifat politik didefinisikan asosiasi dari mahasiswa diilhami oleh tujuan yang dinyatakan dalam doktrin, ideologi spesifik, walaupun tidak ekslusif pada dasar politik. Pendapat hampir sama dikemukakan oleh Lewis Feuer8 dengan melihat dari sisi respon emosional dan keyakinan intelektual mahasiswa, gerakan mahasiswa didefinisikan sebagai gerakan perasaan emosional bercampur dengan konflik antar generasi yang dimotivasi oleh tujuan nyata, serta mempunyai misi historis untuk memperbaiki ketidak sempurnaan dari lingkungan.

Hakekat munculnya gerakan mahasiswa9 adalah perubahan, tumbuh karena adanya dorongan mengubah kondisi kehidupan yang ada digantikan dengan situasi yang dianggap memenuhi harapan. Artinya gerakan mahasiswa itu lahir sesuai dengan lingkungan mereka berada, serta melakukan pembebasan terhadap lingkungannya baik lingkungan pendidikan, sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya menuju perubahan lebih baik.

Untuk menyatakan sebuah gagasan tersebut lebih dikenal; dengan beberapa urgensi gerakan mahasiswa freedom (kebebasan), Purity (kemurnian),

7

Philip G Altbach, dalam I Ketut Putra Erawan, Perjalanan Gerakan Mahasiswa Indonesia 1966-1978, (UGM: Yogyakarta, 1989), hal 42.

8

Lewis Feuer, Pattren In The History Of Student Movement, Mimeographed, Berkeley, University Of California, 1965, hal 4.

(20)

vanguard (kepeloporan), ideal (ideal), intelectual tradition (tradisi intektual),

some location (lokasi sama), good communication (komunikasi baik), sense of solidarity (rasa solidaritas), alienated (keterasingan), ideological (ideologi) dan

sensitivity (sensitifitas).10

Fenomena gerakan mahasiswa berpolitik secara kritis dan otonom. Dikemukakan oleh Philip G. Altbach, dalam bukunya politik dan mahasiswa, bahwa

“Berbagai faktor yang mempengaruhi gejolak-gejolak timbulnya gerakan mahasiswa adalah: situasi sosial-ekonomi yang memprihatinkan kehidupan umum serta mahasiswa itu sendiri. Ketidakadilan sosial, kebijaksanaan luar negeri pemerintah, politik yang tidak demokratis, telah dipandang sebagai akar dari kegiatan politik mahasiswa di Indonesia. Albach membagi gerakan mahasiswa menjadi dua yaitu perubahan sosial dan menumbuhkan perubahan politik. Menumbuhkan perubahan sosial didalam gerakan mahasiswa adalah mensejajarkan antara kondisi yang dialami masyarakat di luar kampus harus sama dengan di dalam kampus atau yang dialami oleh mahasiswa. Sedangkan menumbuhkan perubahan politik berarti kemampuan untuk merubah lembaga politik masyarakat dengan memperhatikan aspirasi dan kepentingan mahasiswa dengan melalui kehidupan kampus, perubahan itu nantinya akan diambil alih oleh institusi masyarakat. (Philip G Altbach, 1988: xii).

Karateristik gerakan mahasiswa dikemukan oleh Philip G Altbach, gerakan mahasiswa merupakan contoh dari gerakan sosial paling baik karena sifat

free value (bebas nilai). Mahasiswa sebagai kelompok akan memasuki lapisan atas dalam susunan kekuasaan, struktur perekonomian dan prestise didalam masyarakat, dengan sendirinya mahasiswa merupakan elit dikalangan angkatan muda dan terlebih meningkatnya kepemimpinan mahasiswa dikalangan angkatan muda tidak lepas dari kecenderungan orientasi universitas.11

10

Philip G Altbach, op.cit., hal 48.

11

(21)

Dilatarbelakangi kelompok masyarakat berpendidikan terbaik, mahasiswa mempunyai jaringan horizon begitu luas secara keseluruhan untuk mampu bergerak diantara lapisan sosial (mobilitas) dan universitas sebagai sarana mobilitas sosial. Bahkan mahasiswa sebagai kelompok masyarakat paling lama menduduki bangku sekolah sampai universitas, mengalami proses sosialisasi politik terpanjang diantara angkatan muda. Mahasiswa relatif mempunyai pengetahuan politik dari lapisan sosial kemasyarakatan lainnya. Kehidupan kampus membentuk gaya hidup unik dikalangan mahasiswa sebagai pembentuk akulturasi sosial dan budaya dalam angkatan muda mengakibatkan tercipta jembatan primordial mahasiswa sebagai kelompok.

Mahasiswa merupakan golongan sedang mengalami pertumbuhan dan mempersiapkan diri untuk menerima tanggung jawab sebagai orang-orang dewasa sepenuhnya. Dalam masa mahasiswa masing-masing mengalami perkembangan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan sendirinya perkembangan dialami mahasiswa bukan tanpa masalah, mahasiswa senantiasa berhadapan dengan masalah baik kecil maupun besar. 12

Tahapan pembentukan gerakan mahasiswa sebagaimana dikemukan oleh Neil J Smelser13. Structural Condusiveness menunjuk pada kemungkinan tumbuh gerakan sosial, baik stratifikasi maupun differensiasi struktur sosial yang memusat disatu tangan, atau masalah primordial lainnya dapat menyebabkan timbul gerakan sosial dan Structural Strain terjadi karena adanya beberapa atau satu

12

Harsya Bahtiar Pengantar xvi-xvii. Sok Hok Gie: Catatatan Seorang Demonstran

(Jakarta: LP3ES, 2005), hal xii.

13

(22)

macam perubahan. Seperti pandangan hidup berubah, berubah posisi sosial, posisi ekonomi dan lain sebagainya.

Dalam konteks gerakan mahasiswa di Indonesia, gerakan mahasiswa menjadi gerakan bersifat collective actions, awal dari gerakan ini berimbas pada adanya solidarity mobilization gerakan bukan hanya dilakukan oleh elemen gerakan mahasiswa melainkan juga masyarakat luas.

Merujuk gerakan demonstrasi mahasiswa meluas, merupakan gambaran dari pemberontakan terhadap kepengapan dan keciutan gerak mahasiswa (public sphere dan public space) akibat tidak mendapat saluran aspirasi yang tidak mampu merangkul disemua pihak. Pada tingkat bawah, keabsahan perlawanan lebih konkrit ialah terbentuknya pelampiasan rasa kesal terpendam melalui umpatan-umpatan atau penolakan terhadap simbol-simbol otoritas kekuasaan. Insiden-insiden lahir di lapangan antara kelompok demonstrasi dengan simbol-simbol yang mewakili pemerintahan.14

Memicu banyak kemungkinan, menjurus kearah dorongan tindakan agresif dan melahirkan kerusuhan sosial manakala bersifat massal. Aparat kemiliteran diwakili oleh Taruna AKABRI bagian Udara bagi masyarakat bawah bukan saja dianggap mewakili otoritas kekuasaan dinilai tidak demokratis, juga mewakili lembaganya sendiri telah dianggap antagonis bagi rakyat.

Bagi mahasiswa di Yogyakarta, perhatian dan wacana dari kelompok-kelompok kampus umumnya memang cenderung berpusat dikonsep-konsep tersebut. Secara umum merupakan bentuk ekses dari ketidakmerataan antara tingkat kesejahteraan mahasiswa militer dengan mahasiswa sipil. Wacana politik

14

(23)

komunitas kampus, persoalannya bukanlah sekedar mendukung atau menentang ketidakmerataan, melainkan berpusat pada persoalan tentang tingkat dan besarnya ketidakmerataan. Tingkat pemerataan yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan hidup bernegara seperti keadilan sosial, dan dihadapi mahasiswa tahun 1969 ialah efisiensi ekonomi. Oleh mahasiswa beratnya biaya kenaikan harga buku, transportasi, tarif pengobatan, sewa tempat tinggal, mahalnya uang kuliah, uang ujian dan makin meningkatnya ongkos hidup secara umum membawa pengaruh tidak kecil bagi mahasiswa.15 Terkadang mahasiswa di Yogyakarta untuk kepentingan ekonomipun beberapa mahasiswa terlibat pemalsuan obat-obatan untuk membiayai studinya.16

Latar belakang permasalahan ekonomi, seringkali umpatan muncul dari mahasiswa untuk memberikan kritik kepada para institusi pemerintah. Akibatnya dari sikap tersebut meletuslah peristiwa yang sering disebut dengan “Peristiwa 2 Maret 1969” di Yogyakarta. Peristiwa didahului dengan sikap para Taruna AKABRI bag. Udara17 yang menanggapi persoalan problem sosial dialami oleh mahasiswa UGM dengan melakukan pemukulan terhadap mahasiswa. Pada saat peristiwa berlangsung pemukulan selalu dimulai dari ejekan/ umpatan-umpatan dari mahasiswa berujung pada pemukulan balasan yang tidak hanya terjadi sekali. Bahkan bisa dikatakan beberapa kali dilakukan oleh pihak AKABRI terhadap mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM).

15

Raillon, Francois, Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974, (Jakarta: LP3ES, 1989), hal 65.

16Mertju Suar

, 14 Mei 1969

17

(24)

Pada awal orde baru, hubungan partnership antara mahasiswa bersama militer berjalan dengan baik. 18 Terjadi kerenggangan seketika akibat ketimpangan sosial timbul di tengah-tengah berlangsungnya aksi-aksi menuntut terselesainya kasus-kasus yang terjadi di daerah terlebih akibat ketidakpastian hukum. Aksi menuntut terselesainya kasus Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta, peristiwa tersebut merupakan ekses timbul dan “kawin” dengan munculnya faktor struktural baru dalam dinamika pergolakan mahasiswa. Keterlambatan menjawab yang diperlihatkan melalui lamanya penanganan dan ketidak jelasan dalam penyelesaian mengakibatkan reaksi keras terhadap penuntutan penyelesaian peristiwa mengakibatkan aksi-aksi demonstrasi mahasiswa UGM di Yogyakarta.

Dari kejadian tersebut menimbulkan ekses yang berakibat memancing mahasiswa pada aksi demonstrasi mahasiswa UGM dari beberapa elemen mahasiswa, dipelopori oleh Ct.DEMA UGM. Sebagaimana diketahui UGM cukup berpengaruh di tingkat nasional serta merupakan universitas yang telah didirikan pada 1949 sebagai Universitas Negeri dan Universitas Nasional pertama di Indonesia.19 Sejak berdirinya UGM berperan sebagai tempat belajar bagi para pemuda di Indonesia.20 Universitas Gadjah Mada terdiri dari beberapa fakultas di

18

Akbar Tanjung,”Gerakan Mahasiswa Dalam Mengontrol Kebijakan Pemerintah”, Makalah di sampaikan pada Kongres I Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Sosial Politik Se-Indonesia (ILMISPI), Bandar Lampung, 17 April 2000, hal 4-5.

19

Pada Pendirian sebelum bergabungnya antara Perguruan Tinggi Negeri di Yogyakarta, Pendirian Balai Perguruan Tinggi Negeri diumumkan di Gedung KNI Malioboro pada tanggal 3 Maret 1946 oleh Mr. Boediarto, Ir. Marsito, Prof. Dr. Prijono, Mr. Soenario, Dr. Soleiman, Dr. Buntaran dan Dr. Soeharto. www. wikipedia.com diakses tanggal 20 Februari 2010, pukul 19.47 WIB.

20

(25)

perguruan tinggi UGM.21 Peran UGM menjadi sangat penting dalam pembangunan kesatuan bangsa, UGM ikut berperan sebagai “Melting Pot” bagi pemuda yang berasal dari segala golongan etnis dan penjuru tanah air yang belajar dan tinggal bersama di Kota Yogyakarta.

Dilatarbelakangi oleh Peristiwa 2 Maret 1969, timbulnya reaksi dari sejumlah civitas akademi dengan menuntut diselesaikannya persoalan. Aksi penuntutan berawal dari mahasiswa dilakukan pada Sabtu, 10 Mei 1969. Akibat tidak cepatnya kejelasan dari pihak AKABRI dan lambat penanganannya tidak memberikan kepastian hukum serta kurang adanya kejelasan akibat masih renggangnya hubungan universitas dengan pihak militer. Perselisihan di wakili oleh AKABRI bagian Udara dengan Universitas Gadjah Mada di tahun 196922 yang keduanya semestinya dapat berhubungan dengan baik. Dengan prinsip partnership yang dilakukan pada perpolitikan Jenderal Soeharto memulai kepemimpinan nasional.

Berdasarkan hal itu, para mahasiswa yang dikoordinator oleh Ct. DEMA UGM hingga dosen UGM yang mengajar di AKABRI Bag.Udara bahkan melibatkan Rektor kampus UGM ikut berperan dalam aksi demonstrasi. Insiden tersebut mahasiswa melakukan aksi demonstrasi yang dimotori oleh Kadema (Ketua Dewan Mahasiswa) Fakultas Teknik UGM bersama Ct. DEMA UGM,

21

Fakultas Kesusasteraan dan Hukum adalah fakultas pertama yang didirikan oleh Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada pada 17 Februari 1946 (disahkan melalui Akte Notaries dengan tanggal 28 Februari 1946). Pada tanggal 19 Desember 1949 terjadi penggabungan Perguruan Tinggi menjadi Universitas Negeri Gadjah Mada (ulang tahun UGM terhitung sejak tanggal ini) berdasarkan PP No. 23 tahun 1949. Fakultas Sastra Paedagogik dan Filsafat menempati kampus Wijilan, Fakultas Teknik di Jetis, Fakultas Kedokteran bersama Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Kedokteran Hewan berada di Ngasem, dan Fakultas HESP (Hukum, Ekonomi, Sosial, Politik) bertempat di Pagelaran. Sahid Susanto dan Bambang Purwanto,Universitas Gadjah Mada dari masa ke masa menuju otonomi perguruan tinggi

(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2001), hal 16-19.

22

(26)

mengecam aksi pemukulan dengan pernyataan bersama mengenai “Solidaritas Mahasiswa Gadjah Mada”. Untuk kalangan dosen, para dosen UGM yang mengajar di AKABRI bagian udara mulai 10 Mei tidak akan mengajar lagi di tempat tersebut sampai ada penyelesaian dan penjelasan terkait dengan insiden tersebut. Bahkan di tingkat petinggi kampus termasuk rektorpun turun untuk menyelesaikan perkara ini yang pada awal perkara menimbulkan renggangnya hubungan antara Universitas Gadjah Mada dengan AKABRI. Kondisi seperti itu maka rektor pun bersama dengan Gubernur AKABRI menyelesaikan persoalan “Peristiwa 2 maret 1969” di Yogyakarta.

Aksi-aksi mahasiswa bukannya tanpa hambatan berarti. Di lapangan mereka menghadapi sikap progresif aparat keamanan, dipihak lain ada upaya-upaya dari pemerintah untuk menjinakkan aksi-aksi mahasiswa terus dilakukan. Salah satu diantaranya adalah lewat tawaran dialog. Dengan cara ini berhasil diselesaikan secara represif dari gerakan mahasiswa yang ada di daerah khususnya di Yogyakarta. Memang tidak dipungkiri bahwa kesemuanya mempunyai arti penting bagi dinamika perjalanan sejarah bangsa Indonesia khususnya dalam dinamika pergolakan aksi mahasiswa.

Merekonstruksi peristiwa sejarah pada dasarnya adalah menghadirkan dan menempatkan kembali kelampauan pada proporsi sebenarnya.23 Oleh karena itu, penulis dituntut memberikan keterangan sejarah yang sewajarnya. Terkait dengan pemikiran tersebut studi ini berusaha menghadirkan kembali proses sejarah perihal aksi protes mahasiswa di Yogyakarta pada peristiwa 2 maret 1969.

23

(27)

Disamping itu, menganalisa isu-isu sosial-politik pada saat itu berusaha dimanifestasikan dalam beberapa tuntutan. Untuk mengetahui runtutan dan eksesnya terhadap “Peristiwa 2 Maret 1969” di Yogyakarta ini terjadi. Penelitian ini mencoba mengemukakan terkait dengan peristiwa tersebut.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

1. Bagaimana latar belakang terjadinya Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta ?

2. Bagaimana akibat yang ditimbulkan dari Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta terhadap pihak civitas akademi UGM dan AKABRI bagian Udara?

3. Bagaimana bentuk Resolusi konflik terhadap Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta dari civitas akademi UGM dan AKABRI bagian Udara?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini untuk:

1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta.

(28)

3. Untuk mengetahui bentuk resolusi konflik terhadap Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta dari civitas akademi UGM dan AKABRI bagian Udara.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk:

1. Mengaplikasikan teori dan materi yang diperoleh dari proses perkuliahan di Jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Sastra dan Seni Rupa dalam penelitian yang berhubungan dengan militer dalam peran sosial terutama mengenai Peristiwa 2 Maret 1969 di Yogyakarta mengakibatkan renggangnya hubungan antara UGM dengan AKABRI.

2. Sebagai bahan tinjauan tentang penelitian yang sejenis dengan penelitian tentang sejarah pergolakan mahasiswa era awal orde baru di Indonesia. 3. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi

para mahasiswa, terlebih para aktivis mahasiswa serta tokoh-tokoh masyarakat yang berkepentingan di dalam masalah hubungan mahasiswa dan militer .

E. Tinjauan Pustaka

(29)

Untuk mendukung serta melengkapi sumber-sumber data yang tersedia sebagai bahan penulisan terkait dengan gerakan mahasiswa, maka dilengkapi dengan pustaka yang mendukung. Beberapa pustaka yang digunakan dalam penulisan ini yaitu sebuah buku yang disusun dalam;

Buku dari Sahid Susanto dan Bambang Purwanto, Universitas Gadjah Mada Dari Masa Ke Masa Menuju Otonomi Perguruan Tinggi. Buku secara detail mengulas terkait Universitas Gadjah Mada dari berdiri hingga perkembangannya. Buku ini mendeskripsikan awal perkembangan sosial masyarakat Yogyakarta, kondisi pendidikan pasca kemerdekaan, perkuliahan UGM, pembelajaran dari masa ke masa. Buku ini memiliki keterlibatan penting untuk menganalisa awal Peristiwa 2 Maret 1969 Yogyakarta ini terjadi.

Politik dan Ideologi Mahasiswa Indonesia: Pembentukan dan Konsolidasi Orde Baru 1966-1974”. Ditulis oleh Francois Raillon, buku mengulas tentang perjuangan mahasiswa di era tahun 1966-1974 yang menerangkan terkait konsolidasi menuju tatanan orde baru dengan strategi awal mahasiswa tahun 1966 bersama dengan militer untuk memulai konsolidasi. Buku ini mengulas lebih detail era-era dari aktivitas mahasiswa yang melakukan aksi-aksi demonstrasi di tanah air.

(30)

kelompok sosial yang lain dan menilai adanya pertalian antara lokasi sosial kaum intelektual dan orientasi politik: moderat atau radikal, demokrasi atau elitis, kiri atau kanan.

Sebuah perspektif menentukkan dari mana menarik sebuah garis, tetapi tidak menentukkan kearah mana dan sampai sejauh mana garis tersebut dihubungkan. Berarti bahwa perspektif dan penawaran gagasan tentang mahasiswa sebenarnya merupakan titik awal untuk adanya kerja intelektual besar, karena juga seperti halnya pengertian yang dikandung dalam nama kekuasaan dan bangsa.

Skripsi ini berbeda dengan tulisan dalam buku-buku diatas, skripsi ini membahas masalah mahasiswa dan aktivitasnya yang sesuai dengan lingkup pembahasannya, hanya saja permasalahan lebih terfokus pada sebuah kasus pergolakan mahasiswa Yogyakarta dalam Peristiwa 2 Maret 1969. Penulis berusaha menyajikan fakta-fakta baru yang ditemukan selama melakukan penelitian.

F. Metodologi Penelitian

1. Metode

Metode Sejarah dalam studi sejarah adalah suatu proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman peninggalan masa lampau.24 Penelitian yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode sejarah kritis. Langkah-langkah itu dibagi dalam beberapa tahapan. Pertama dengan heuristik, yaitu pengumpulan data-data yang diperlukan dalam penelitian. Data-data yang digunakan berupa

24

(31)

sumber primer dan sekunder. Adapun sumber primer berupa arsip. Studi Dokumen diperoleh dari Perpustakaan dan Arsip Universitas Gadjah Mada dan Perpustakaan Yogyakarta. Dokumen ataupun arsip yang diperoleh dari kedua tempat tersebut adalah beberapa berupa dokumentasi foto digital yang berkaitan dengan peristiwa 2 Maret 1969, sedangkan dari Perpustakaan Yogyakarta diperoleh beberapa dokumen dari surat kabar yang berisi tentang berita-berita maupun pernyataan-pernyataan tentang peristiwa 2 Maret 1969. Dalam penelitian sejarah, dokumen atau arsip dari suatu kronologi peristiwa sangat penting artinya sebab dokumen atau arsip adalah saksi dari sebuah peristiwa penting atau kejadian masa lampau dengan tingkat kepercayaan paling tinggi.

Studi Pustaka dilakukan dengan mengumpulkan buku-buku atau literatur untuk dijadikan referensi dalam pembuatan skripsi ini. Studi Pustaka dilakukan di Perpustakaan Pusat UNS, Perpustakaan FSSR UNS, Monumen Pers Surakarta, Perpustakaan Yogyakarta, Perpustakaan Pusat Universitas Gadjah Mada, Balai Penerbitan Pers Mahasiswa UGM, Perpustakaan Museum Dirgantara Mandala dan dari situs-situs internet yang berkaitan.

(32)

maupun terlibat dalam peristiwa tersebut. Dalam penelitian ini digunakan pula riset literatur untuk melengkapi data-data yang belum lengkap dari sumber primer. Buku-buku, artikel atau referensi lain menjadi data sekunder yang menunjang penelitian ini. Referensi ini digunakan untuk mendukung data utama berupa dokumen atau arsip. Untuk keperluan itu dikumpulkan buku-buku, majalah-majalah, surat kabar (Kompas, Mertju Suar, Kedaulatan Rakyat, Suara Merdeka) dan tulisan lain yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini. Tahapan kedua adalah tahap kritik sumber yaitu tahapan pengolahan data yang telah berhasil dikumpulkan, baik dengan kritik intern maupun kritik ekstern. Kritik Intern dilakukan untuk mencari keaslian isi data, sedangkan kritik ekstern bertujuan untuk mencari keaslian sumber. Kritik sumber ini dimaksudkan untuk mencari keotentikan sumber sehingga akan diperoleh data yang benar-benar valid.25

Proses selanjutnya adalah tahap interpretasi atau tahapan penafsiran terhadap data yang telah dianalisis dalam tahap kritik. Dalam tahap ini dilakukan penafsiran-penafsiran terhadap data-data yang sudah terseleksi dengan disesuaikan pada tema yang dibahas. Hal ini dimaksudkan untuk berusaha menguraikan setiap kejadian dan mendeskripsikannya dalam jalinan kausalitas atau sebab akibat peristiwa itu secara kronologis. Data-data yang tersedia akan menjadi valid dan hidup apabila analisis terhadap sumber yang ada sangat kritis. Sumber tersebut akan menentukan seberapa bermutunya tulisan yang dihasilkan

Tahapan yang terakhir adalah tahap yang disebut dengan historiografi, yaitu penulisan sejarah berdasarkan pada data-data yang telah melewati tiga tahap. Dalam penelitian ini historiografi diwujudkan di dalam bentuk penulisan skripsi.

25

(33)

2. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis. Deskriptif artinya memaparkan ataupun menggambarkan suatu fenomena tentang ciri-ciri khusus yang terdapat dalam suatu peristiwa. Analisis adalah usaha untuk menganalisa ataupun mengintepretasikan data-data yang berhubungan dengan kajian permasalahan, dengan demikian studi ini bukan hanya mempersoalkan masalah apa, dimana, dan kapan peristiwa tersebut dapat terjadi, namun lebih dari itu mencoba untuk mengupas bagaimana dan mengapa peristiwa tersebut terjadi, sehingga studi ini pada dasarnya tidak akan mengabaikan prinsip kausalitas ataupun hubungan sebab akibat serta aspek ruang dan waktu.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memberi gambaran terperinci berkarakteristik sejarah yaitu adanya kontinuitas perkembangan kejadian berurutan, skripsi ini disusun per bab. Penelitian ini berjudul PERISTIWA 2 MARET 1969 DI YOGYAKARTA (Konflik Antara Taruna Angkatan Udara dan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada). Meliputi lima bab, untuk lebih detailnya akan dijelaskan dibawah ini. Dimulai bab I, diberi judul Pendahuluan. bab ini diuraikan tentang latar belakang

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

(34)

perkuliahan mahasiswa. Pembahasan penting dalam melihat berbagai aktivitas dan kondisi sosial kehidupan di Kampus.

Pada Bab III, mengenai peristiwa 2 maret 1969 di Yogyakarta dan akibat yang ditimbulkan. Membahas tentang munculnya peristiwa 2 maret 1969, aksi demontrasi mahasiswa dan tuntutannya serta suasana pasca aksi solidaritas tersebut.

Pada Bab IV, terkait resolusi konflik dari peristiwa 2 maret 1969 di Yogyakarta menyajikan tentang: upaya dari resolusi peristiwa 2 maret 1969, hingga akhir konflik.

(35)

BAB II

KEHIDUPAN POLITIK KAMPUS

Di YOGYAKARTA TAHUN 1966-1969

A.

Kehid

upan Awal Mahasiswa Yogyakarta

Penyelenggaraan pendidikan tinggi di Indonesia telah mulai diselenggarakan pada masa kolonial Belanda terhenti sesaat Jepang berhasil menduduki Indonesia pada awal tahun 1942. Pada bulan April 1943, pendidikan kedokteran, farmasi, dan kedokteran gigi mulai dibuka kembali di Jakarta dan Surabaya. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan bagian dari Djakarta Ika Dai Gaku atau lembaga Pendidikan Tinggi Jakarta, memiliki bagian ilmu kedokteran (Igaku-Bu) dan bagian ilmu obat-obatan (Yukugaku-Bu) serta bagian ilmu kedokteran gigi (Sika-Igaku-Bu) di Surabaya. Setahun kemudian, pendidikan tinggi teknik di Bandung.26

Perubahan penting lain mulai berlangsung sejak kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada bulan Agustus 1945, para mahasiswa Indonesia di Bandung mengambil alih Sekolah Tinggi Teknik dari orang Jepang dan menyerahkan kepemimpinannya kepada orang Indonesia, seperti Roosseno, Goenarso, Soewandi Notokoesoemo, Soenarjo dan Sutan Mocthar Abidin. Tindakan serupa dilakukan di Perguruan Tinggi Kedokteran di Jakarta dan Surabaya serta Pendidikan Kedokteran Hewan dan Pertanian di

26

(36)

Bogor. Djakarta Ikadai Gaku diubah menjadi Balai Pengajaran Tinggi Jakarta, terdiri dari Perguran Tinggi Kedokteran (PTK) dan Perguruan Tinggi Ahli Obat (PTAO) berkedudukan di Jakarta serta Perguruan Tinggi Kedokteran Gigi di Surabaya.

Kegiatan pendidikan dilakukan oleh orang Indonesia tidak berlangsung lama. Pada bulan November 1945, penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di Badung, Jakarta, dan Surabaya dihentikan menyusul kedatangan tentara sekutu dan NICA. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi Kedokteran dan rencana penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran Gigi di Surabaya dihentikan akibat pertempuran di Surabaya pada tanggal 10 November 1945. Sebagian besar peralatan dipindahkan oleh para pendukung RI ke Malang. Di Jakarta penyelenggaraan perkuliahan di Sekolah Tinggi Teknik Bandung juga dihentikan. Di Jakarta, Sekolah Tingggi Kedokteran di Salemba diambilalih oleh pihak Belanda, untuk itu kementrian kesehatan RI memutuskan memindahkan Pendidikan Tinggi Kedokteran ke daerah pedalaman.27

Sejak ibukota negara dipindahkan ke kota Yogyakarta, kota ini memainkan peranan penting dalam perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Yogyakarta melanjutkan peranan penting pernah dilakukan dalam perjuangan pergerakan kebangsaan pada masa kolonial, khususnya kepeloporan di bidang pendidikan. Keberadaan sekolah-sekolah Muhamadiyah dan Taman Siswa serta sekolah-sekolah modern lainnya di Yogyakarta, telah menjadikan Yogyakarta sebagai sebuah kosmopolitan yang menarik orang dari berbagai etnik dan daerah yang berbeda di nusantara, bertemu di kota ini untuk melanjutkan

(37)

pendidikan. Adanya sekolah-sekolah itu memungkinkan terjadinya kontak antar-etnik secara intensif dan terbentuknya kota Yogyakarta sebagai salah satu pusat jaringan pergerakan nasional Indonesia. Disamping itu, selain tercatat sebagai penyelenggara kongres pertama Budi Utomo, kota Yogyakarta menjadi tempat penyelenggaraan kongres perempuan Indonesia pertama.

Sejak awal setelah bangsa Indonesia memperoleh kemerdekaannya, mulai terlihat perubahan dalam beberapa segi kehidupan masyarakat. Tidak berarti terjadi perubahan yang radikal, terutama dalam struktur sosial dan ekonomi. Secara umum keadaan Indonesia tetap merupakan kelanjutan masa-masa sebelumnya, dengan ciri feudal dan kolonial masih tetap kuat. Warisan kolonial Belanda maupun pendudukan Jepang masih terasa diberbagai kegiatan masyarakat dan kenegaraan masih dipengaruhi oleh unsur-unsur kolonial.

Posisi penting Yogyakarta pada masa kolonial didukung oleh keberadaan perkebunan, pabrik gula, dan terutama adanya kelompok pengusaha dan pedagang bumi putera yang kuat.28 Sementara itu, keberadaan Yogyakarta sebagai salah satu pusat kerajaan dan kebudayaan jawa terus berlangsung. Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman merupakan produk dari perpecahan kerajaan jawa pada abad XVIII dan XIX, kedekatan secara geografis Yogyakarta dengan simbol-simbol awal kerajaan Mataram Kuno dan Mataram Islam memberi legitimasi kultural tersendiri, khususnya identitas Yogyakarta sebagai Mataram.29

Bertolak belakang pada dunia pendidikan di Yogyakarta setelah penghapusan berbagai batasan didalam masyarakat kolonial, memberi kesempatan

28

Edward Shills, “ Modernisasi Dan Pendidikan Tinggi”, dalam Myron Weiner,

Modernisasi: Dinamika Pertumbuhan, (Yogyakarta: UGM Pers,1977), hal 29.

29 Williang K. Cumming, “ Pendidikan Tinggi Dan Masyarakat Indonesia”, dalam Prisma

(38)

kepada seseorang untuk mencapai status sosial yang tidak dapat dicapai pada masa sebelumnya. Mobilitas vertikal menjadi terbuka, kelompok di Yogyakarta pada masa kolonial menempati status lebih rendah setelah kemerdekaan dapat muncul ke lapisan sosial yang lebih tinggi. Status sosial sebelumnya lebih berorientasi pada penguasa tradisional, telah mulai bergeser. Kebangsawanan tidak lagi dipandang sebagai satu-satunya status sosial yang terhormat didalam masyarakat. Sebagai kelanjutan dari perubahan yang telah terjadi sejak awal abad XX, status kebangsawanan mulai digeser oleh status baru dari kelompok intelektual, terutama kelompok yang mendapat pendidikan tinggi barat.30

Yogyakarta memainkan peranan penting dalam dunia pendidikan, berdiri lembaga pendidikan tinggi ditandai dengan kuliah tentang “Pemandangan sociologisch tentang perubahan dalam masyarakat“ pada tanggal 13 Maret 1946 oleh Prof. Soenarjo Kolopaking dilaksanakan perkuliahan awal di SMT Kotabaru. Jumlah mahasiswa terlalu banyak tidak dapat diselenggarakan di Kotabaru, perkuliahan dipindahkan di Pagelaran kota Yogyakarta. Kegiatan perkuliahan menggunakan fasilitas yang terbatas. Atas usaha dilakukan oleh K.R.T Notojoedo kursi untuk perkuliahan diambil dari kursi milik pribadi Sultan Hamengkubuwono IX, sedangkan bangku serta peralatan diambil dari fasilitas yang dimiliki wiyata praja.

Mobilitas sosial dan pelapisan sosial ada di Yogyakarta mulai bergeser ditentukan oleh tingkat pendidikan setelah munculnya Universitas Gadjah Mada. Pendidikan, terutama pendidikan tinggi mempunyai prestise didalam masyarakat, baik bagi penduduk di pedesaan dan perkotaan maupun dikalangan petani,

(39)

pedagang, priyayi dan bangsawan. Kualifikasi pendidikan, terutama generasi muda menentukan pandangan sosial masyarakat terhadap lingkungan. Beberapa kelompok masyarakat secara tradisional lebih berorientasi pada perdagangan atau wirausaha, memberi kesempatan kepada anak untuk mendapatkan pendidikan lebih tinggi. Pendidikan keagamaan ditempuh oleh penduduk bumiputera sebelumnya, secara perlahan-lahan telah diganti pendidikan sekolah berorientasi barat.

Untuk itu mahasiswa merupakan salah satu kekuatan pelopor bagi perubahan sosial politik di Indonesia.31 Dalam setiap perubahan mengambil posisi signifikan. Mahasiswa mempunyai kesempatan istimewa belajar di universitas, tempat mendapat pengetahuan lebih tinggi dan nilai-nilai baru diterapkan didalam kehidupan.32 Berada dalam posisi memungkinkan untuk terlibat dalam proses politik, memberikan sumbangan dalam proses perubahan.33

Mahasiswa tindakan perpolitikan dilatarbelakangi memiliki dua bentuk sumber daya mendorong bagi mahasiswa untuk mengekspresikan perlawanan terhadap ketimpangan-ketimpangan. Pertama, ialah mendapat pengetahuan lebih lama dalam jenjang pendidikan. Timbul kombinasi diantara watak ilmiah yang kritis-obyektif dengan pengetahuan sistematik tentang masalah yang menjadi bidang spesialisasinya, mendorong untuk mengadakan penilaian dan menentukan sikap tentang kehidupan politik yang mengelilingi. Kedua, sikap idealisme lazim

31

Anas Urbaningrum, Mahasiswa Menggugat; Pengantar. (Bandung: Pustaka Hidayah,1999 ), hal 17.

32

Francois Railon, op.cit., hal 192.

33

Arbit Sanit. Mahasiswa, Kekuasaan dan Bangsa;Refleksi dan Gagasan Alternatif, (Jakarta: Lingkaran Studi Indonesia dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia,1989), hal 7.

(40)

menjadi ciri khas mahasiswa. Sebagai unsur masyarakat bebas dari ikatan sruktur kekuasaan, terlepas dari kepentingan-kepentingan di masyarakat. Kombinasi diantara kebebasan struktural dengan pengetahuan dan pemahaman cita-cita, ide ataupun pemikiran tentang politik dan kemasyarakatan tertuang dalam ideologi, memungkinkan mahasiswa untuk memiliki idealisme.34 Disinilah ideologi merupakan perangkat mendasar dan merupakan unsur dari keseluruhan faktor mewarnai aktivitas politik mahasiswa.

Kota Yogyakarta, di tengah-tengah berbagai persoalan politik dan militer antara Indonesia dan Belanda keterbatasan fasilitas dialami mahasiswa, keterbatasan keuangan serta kesulitan lainnya. Bagi republik Indonesia memiliki perguruan tinggi merupakan hal penting, merupakan salah satu bukti keberadaan negara dan bangsa Indonesia yang tidak berbeda dengan negara lain. Pemerintah berusaha untuk membuka kesempatan luas dalam bidang pendidikan tinggi seperti ucapan dilontarkan John Fitzergerld Kennedy, pendidikan merupakan pintu gerbang keberhasilan pembangunan bangsa.35

Gerakan mahasiswa pasca kemerdekaan36 atau gerakan mahasiswa pada masa orde lama terbagi-bagi mengikuti perkembangan ideologi politik yang mendominasi, gerakan mahasiswa menjadi kaki tangan gerakan ideologi politik atau partai. Sifat sistem Demokrasi Parlementer, kehidupan parlemen didominasi

34

Arbit Sanit, Pergolakan Melawan Kekuasaan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999), hal 36-37.

35

Yozar Anwar, Pergulatan Mahasiswa Abad Ke-20: Perjuangan Anak-Anak Muda Pemberani, (Jakarta: Sinar Harapan, 1981), hal 32.

36

(41)

oleh partai-partai politik mengakibatkan kabinet sering jatuh.37 Berlanjut era 60-an (Demokrasi Terpimpin), mahasiswa selain tergabung dalam org60-anisasi kampus juga menjadi anggota kelompok atau partai di luar kampus. Sebenarnya telah terjadi “Radikalisasi Kampus”, tahun itu ledakan jumlah mahasiswa sampai ratusan ribu.

Perspektif bertambah jumlah mahasiswa erat kaitan dengan prospek adanya Pemilihan Umum menyebabkan partai politik tertarik pada dunia Universitas. Berdiri organisasi mahasiswa berafiliasi ke partai, seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) berafilsi dibawah PNI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (GMS/ GERMASOS) dengan PSI, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dengan Masyumi, Concentrasi Gerakan Mahasiawa Indonesia (CGMI) dengan PKI. Organisasi mahasiswa terbentuk dari luar lingkungan kampus menekankan akan pergerakan. Pergerakan tersebut adalah organisasi mengadakan perubahan lembaga-lembaga politik atau terhadap tatanan masyarakat.38 Semangat progresif revolusioner menjadi ciri khas masa tahun 60-an, pada kampus-kampus di Yogyakarta.

Peta kekuatan progresif intelektual dan mahasiswa terbesar terdapat di UGM,

IKIP Yogyakarta dan IAIN Sunan Kalijaga. Di UGM, selain HMI dicap sebagai kontra revolusioner, ada HIS, Germindo dan GMKI, secara keseluruhan kelompok CGMI mendominasi. Selain HMI, semua bergabung dalam PPMI. Di

37

Empat partai besarnya antara lain; Masyumi, Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdlatul Ulama (NU) serta PKI. Lihat Sularto, Dialog dengan Sejarah: Soekarno Seratus Tahun. (Jakarta: Kompas, 2002), hal 55.

38

(42)

IKIP peta kekuatan serupa di UGM.39

Fungsi perguruan tinggi menghadapi benturan-benturan dihadapkan dengan struktur politik kekuasaan. Terdapat tarik-menarik kepentingan cukup transparan antara sifat pendidikan dinamis dan sifat politik kekuasaan. Ada beberapa sebab munculnya gerakan revolusioner di Yogyakarta, Yogyakarta berlatar belakang untuk menjadi kota pelajar. Kondisi mengakibatkan tradisi intelektual tumbuh subur di kota Yogyakarta.

Sebagai lembaga bergerak dalam bidang pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, perguruan tinggi tidak akan terlepas dari berbagai perubahan terjadi didalam masyarakat. Begitu juga, terjadi di Universitas Gadjah Mada. Beberapa persoalan di dalam masyarakat secara nasional berdampak terhadap berbagai kehidupan Universitas Gadjah Mada. Suhu politik meningkat secara nasional sejak awal tahun 1960-an, mempengaruhi aktivitas politik oleh organisasi politik, mulai dari organisasi para sarjana berafiliasi dengan kekuatan politik sampai organisasi mahasiswa beridiologi tertentu.

Sampai pertengahan tahun 1965, secara politis Universitas Gadjah Mada didominasi oleh Partai Nasional Indonesia (PNI) para staff pengajar berafiliasi dengan PNI, tergabung dalam Organisasi Ikatan Sarjana Rakyat Indonesia (ISRI), tenaga para pegawai tergabung dalam Kesatuan Buruh Marhaen (KBM). Selain PNI, Partai Komunis Indonesia (PKI) berpengaruh di Universitas Gadjah Mada. Di lingkungan staf universitas berlatar belakang sarjana, tergabung didalam Himpunan Sarjana Indonesia (HSI). Sementara itu, para pegawai berada dibawah Serikat Sekerja Pendidikan (SS-Pendidikan). Selain dua kelompok diatas,

39

(43)

kelompok islam merupakan kekuatan lain berpengaruh di Universitas Gadjah Mada.

Usaha perebutan kekuasaan oleh kelompok Gerakan 30 September pada tahun 1965, berpengaruh ke dalam Universitas Gadjah Mada. Sejak muncul tuntutan masyarakat terhadap pertanggungjawaban kelompok komunis dalam tragedi nasional. Di Universitas Gadjah Mada mulai terjadi aksi menyingkirkan kekuatan yang mendominasi berbagai posisi dan kegiatan. Akibatnya beberapa dosen, pegawai, dan mahasiswa diskors atau bahkan diberhentikan.40

Universitas merupakan kelompok sosial sedikit sekali terpolitisir dan ditugaskan untuk mencetak elite indonesia, maka sejak saat itu universitas berubah menjadi satu ajang pertempuran politik.41 Akibatnya menimbulkan masalah bagi universitas, sebab percaturan politik baik nasional maupun daerah mulai mempengaruhi kehidupan kampus.42

Pengaruh tersebut tumbuh pengkotakan mahasiswa didasarkan kepada ideologi mempertajamkan ikatan-ikatan kesukuan, agama, daerah, dan sebagainya. Secara sistematis partai politik memiliki kedekatan intens dengan organisasi-organisasi kemahasiswaan yang berafiliasi guna mendukung langkah-langkah perpolitikan yang diinginkan atau dapat dikatakan sebagai

underbouwnya. Dengan demikian mulai memasukkan element-element pertama dalam debat politik di kalangan mahasiswa. Nuansa perpolitikan cukup meluas

40

Sahid Susanto dan Bambang Purwanto, op.cit., hal 48-49.

41

Francois Railon. op.cit., hal 9.

42

(44)

dengan bertambahnya jumlah mahasiswa menimbulkan sikap perpolitikan mahasiswa semakin dinamis.43

B.

Kehid

upan Sosial Ekonomi di era Orde Baru

Tahun 1965 timbul periode baru membawa perubahan-perubahan sosial dalam masyarakat Indonesia. Sumber utama dari perubahan-perubahan terletak pada pergantian pemerintahan. Kegoncangan politik yang terjadi menyusul peristiwa gerakan 30 September tahun 1965, telah mempengaruhi berbagai aktivitas di UGM, peristiwa tersebut menjadi titik balik bagi munculnya sikap bermusuhan dan saling mencurigai dalam bentuk lain. Para aktivis politik dan organisasi dianggap mempunyai hubungan dengan kelompok komunis pada masa sebelum peristiwa itu, menjadi sasaran berbagai gerakan anti komunis yang muncul setelah tragedi nasional.

Gejolak politik di lingkungan senat universitas, staf pengajar dan mahasiswa Universitas Gadjah Mada mempengaruhi aktivitas kerektoran. Sikap saling curiga dan pertentangan muncul ketidakpercayaan berbagai kelompok terhadap setiap kebijakan ditetapkan oleh rektor baru. Situasi menyulitkan drg. Nazir alwi menempatkan dirinya, baik sebagai pribadi maupun rektor. Setiap kebijakan dilakukan, selalu dicurigai menguntungkan salah satu kelompok.

(45)

Di masa orde baru, pergolakan-pergolakan ideologis politik orde lama menciptakan ketidakstabilan politik nasional, diusahakan orde baru tidak terulang kembali. Untuk itu, pembangunan dan modernisasi menjadi isu penting selama orde baru menggantikan kepemimpinan nasional.44 Suharto menjadi pemimpin orde Baru dihadapkan persoalan penting tentang format politik yang seharusnya atau sebaliknya tumbuh dan kembangkan menjadi mekanisme diandalkan untuk keperluan membangun Indonesia kembali. Disatu pihak, format politik baru memberikan semacam keputusan kepada pendukung-pendukung pemerintahan orde baru yang beraneka ragam, dipihak lain mampu menghindarkan dirinya dari kesulitan-kesulitan politik berjangkit dalam masyarakat di masa orde lama.45 Menunjukkan keperluan untuk menciptakan format politik yang menghasilkan ketenangan dan kestabilan di dalam masyarakat.

Jatuhnya orde lama digantikan dengan orde baru sebagian besar komponennya merupakan partner berjuang mahasiswa. Dalam situasi ini, gerakan mahasiswa Yogyakarta awalnya mengalami proses ketergagapan, proses penyesuaian-penyesuaian dilakukan mahasiswa terhadap format pergerakannya dalam menghadapi situasi sosial dan politik. Terkadang mengalami hambatan-hambatan perselisihan dalam gerakan mahasiswa terutama kesulitan menentukan posisi terhadap rezim baru.

44

Akhmad Zaini Akbar, ed. Beberapa Aspek Pembangunan Orde Baru. (Solo: Ramadhani, 1990), hal 20-21.

45

(46)

Di masa awal orde baru, tiga kekuatan dominan yaitu golongan islam, militer dan mahasiswa.46 Orde baru bertahap berusaha menjadikan tiga pihak kekuatan menjadi kekuatan melanggengkan kekuasaan. Orde baru meletakkan kebijakan bidang ekonomi sebagai landasan dari pemerintah di bidang-bidang lain termasuk pendidikan.

Gerakan mahasiswa Yogyakarta era pasca tahun 1966 tidak banyak dikenal masyarakat. Bukan berarti gerakan mahasiswa milik mahasiswa Jakarta dan Bandung, secara geografis dekat dengan pusat pemerintahan menjadi sasaran kritik dari kaum muda ini. Gerakan mahasiswa Universitas Gadjah Mada berlanjut, Indonesia berada di bawah kekuasaan Suharto terus melangsungkan pembangunan. Gerakan mahasiswa merupakan protes atas keadaan yang tidak seimbang, seperti dialami mahasiswa di Yogyakarta khususnya UGM.

Tahun 1969 surat kabar di Yogyakarta memberitakan terkait perubahan sosial mahasiswa. Keluhan dan kecemburuan dengan otoritas kekuasaan, mendorong mahasiswa tertarik pada masalah kesempatan kerja, kebebasan berbicara dan berkumpul, terjadi kepincangan ekonomi dan sosial diantara lapisan masyarakat dan diantara daerah. Mahasiswa merasa langsung terlibat kedalam masalah-masalah diatas, sebab kesemuanya dihadapi secara nyata dan mempengaruhi hari depan mahasiswa.

Struktur penduduk kota Yogyakarta, mengakibatkan mahasiswa Yogyakarta semakin dinamis dan penundaan penyelesaian problem penyediaan lapangan kerja dan pendidikan, memberikan bahan bakar untuk munculnya

46

(47)

gerakan protes mahasiswa. Gerakan mahasiswa menjadi bentuk oposisi efektif dalam masyarakat.

C. Arah Perpolitikan Organisasi Intra Kampus

Sebelumnya awal tahun 1960-an, terjadi ledakan lulusan sekolah menengah atas berharap dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Pendidikan tinggi sebelumnya dimasuki kelompok masyarakat dari status sosial tertentu mengalami perubahan sejak terjadi perubahan orientasi didalam masyarakat dan adanya kemajuan dalam pendidikan ditingkat sekolah menengah secara nasional. Kelompok sosial sebelumnya tidak mendapat kesempatan atau kurang menaruh perhatian terhadap pendidikan tinggi, memungkinkan memasuki jenjang ke perguruan tinggi.

(48)

datang dari daerah sekitar Yogyakarta atau daerah lain di pulau Jawa, melainkan para calon mahasiswa berasal dari berbagai pulau lainnya.

Memang tidak seluruh pemuda Indonesia dapat mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi, terlebih kondisi ekonomi cukup sulit seperti tahun 60-an. Memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi, oleh sebab itu mahasiswa melibatkan diri dalam pergerakan menentang pemerintah. Para mahasiswa ingin menunjukkan dapat melakukan perbaikan-perbaikan dari keadaan yang ada.

Terbukanya kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh warga negara memunculkan persoalan baru yaitu pengangguran. Terjadi akibat semakin meningkatnya jumlah sekolah dan perguruan tinggi menjanjikan masa depan lebih baik. Yogyakarta sebagai kota pelajar menimbulkan keinginan untuk menuntut ilmu di daerah ini. Masyarakat menganggap seseorang berhasil belajar di Yogyakarta akan memperoleh pekerjaan yang baik. Persoalan ada tidak sesederhana yang dibayangkan. Meningkatnya jumlah lulusan sekolah menengah dan perguruan tinggi di Yogyakarta selain menghasilkan tenaga terampil dan ahli, juga menghasilkan pengangguran cukup besar. Selain itu kondisi para mahasiswa pun makin mirip dengan kondisi rakyat umumnya. Para mahasiswa kehilangan posisi sebagai elite masa depannya sudah terjamin.

(49)

dengan jumlah pencari kerja. Pengangguran di Yogyakarta membawa dampak masalah sosial cukup serius. 47

Pertumbuhan penduduk Yogyakarta cenderung meningkat setiap tahun, ada kecenderungan pasti pertumbuhan penduduk selain disebabkan oleh kelahiran didalam masyarakat sendiri ditambah para pelajar dan mahasiswa dari luar Yogyakarta. Gerakan mahasiswa dipelopori oleh Dewan Mahasiswa UGM membentuk sebuah format untuk memperhatikan aspek-aspek tersebut.

Mahasiswa merupakan komponen penting dalam kehidupan universitas, tidak terkecuali di Universitas Gadjah Mada. Keberadaan organisasi kemahasiswaan dan organisasi ekstrauniversitas dengan berbagai kegiatannya memberi ciri tersendiri dalam kampus. Perkembangan sosial dan psikologis para mahasiswa yang khas pada suatu periode tertentu, membangun identitas sesuai dengan lingkungannya. Para mahasiswa dengan berbagai ide diwujudkan dalam berbagai kegiatan, di dalam maupun di luar kampus seperti kesenian, olahraga, pengabdian masyarakat dan keilmuan.

Kelembagaan dan berbagai aturan penyelenggaraan pendidikan dan pengajaran di Universitas Gadjah Mada. Perubahan di dalam maupun di luar universitas, dikeluarkannya berbagai peraturan baru oleh pemerintah, dan tuntutan akibat perubahan dalam masyarakat.

Sesuai dengan Undang-Undang No. 22 tahun 1961 tentang perguruan tinggi, berbagai aturan yang berlaku di Universitas Gadjah Mada mulai mengalami perubahan. Salah satu perubahan penting itu menyangkut kelembagaan universitas. Senat universitas tidak menjadi lembaga tertinggi.

47

(50)

Istilah presiden sebagai pimpinan universitas diganti dengan rektor, didamping oleh senat universitas. Lembaga dewan kurator diganti dewan penyantun. Dewan kurator berfungsi sebagai pengawas universitas, dewan penyantun bertugas membantu pimpinan universitas menjaga dan memilihara hubungan universitas dengan masyarakat dan instansi-instansi pemerintah serta membantu universitas mengatasi kesulitan. Sebagai penyesuaian dengan peraturan baru, Universitas Gadjah Mada membentuk dewan penyantun diketuai oleh Soedarisman Poerwokoesoemo pada 1 April 1962.

Dalam organisasi kemahasiswaan Universitas Gadjah Mada termasuk struktur formal universitas dibedakan menjadi dua, yaitu Majelis Permusyawaratan Mahasiswa dan Dewan Mahasiswa.48 Majelis Mahasiswa Universitas Gadjah Mada beranggotakan 45 orang, dan Dewan Mahasiswa beranggotakan 15 orang. Disamping itu terdapat organisasi kemahasiswaan berafiliasi dengan kekuatan ideologis berada diluar struktur formal universitas. Dalam kenyataannya, sejak awal kehidupan organisasi kemahasiswaan didalam universitas diwarnai oleh organisasi ekstrauniversiter. Di kota Yogyakarta merupakan tempat kelahiran beberapa lembaga mahasiswa sebagai basis mahasiswa. Lembaga ini menjadi pemersatu mahasiswa dalam melakukan aktivitas gerakannya.

Dewan mahasiswa Universitas Gadjah Mada menjadi pelopor pembentukan Badan Kesejahteraan Mahasiswa Yogyakarta, aktif dalam pengadaan beras bagi mahasiswa mengalami kesulitan ekonomi. Para mahasiswa

48

(51)

membantu masyarakat dalam berbagai kegiatan, seperti pembuatan Bendungan dan sarana pengairan di Kalijoro Pakis dan Beji, pembuatan jembatan di Turgo, operasi kesehatan di daerah Transmigrasi Sumatera Selatan, pengadaan dana untuk korban bencana alam Gunung Kidul, Gunung Agung, dan kebakaran di Tukangan. Selain itu, para mahasiswa mengadakan operasi penertiban terhadap gelandangan dan pelacur di Jawa Tengah dan Yogyakarta.49

Dewan

mahasiswa Universitas Gadjah Mada aktif kampanye pengembalian Irian Barat. Para mahasiswa mengadakan latihan militer untuk para sukarelawan, sebagai persiapan tenaga tempur di garis depan Operasi Trikora. Dewan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada melakukan pertemuan dengan mahasiswa dari Irian Barat kedalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berkaitan aktivitas latihan kemiliteran, dewan mahasiswa UGM ikut berperan pembentukan Resimen Mahasiswa Mahakarta beranggotakan mahasiswa dari Perguruan Tinggi di Yogyakarta pada tanggal 20 Januari 1963. Sementara itu, kebijakan konfrontasi dengan Malaysia mulai dicanangkan, Dewan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada ikut serta dalam pertemuan dengan organisasi mahasiswa internasional untuk mendapat dukungan bagi Indonesia.

Berbag ai organisasi kemahasiswaan didasarkan ideologi politik secara resmi tidak termasuk didalam struktur organisasi universitas. Dalam kenyataannya, muncul organisasi mahasiswa berafiliasi pada partai politik tertentu melakukan

49

(52)

kegiatannya di dalam kampus. Dua organisasi yaitu CGMI berafiliasi kepada PKI dan GMNI berkiblat kepada PNI, merupakan organisasi mahasiswa ekstra universitas berpengaruh di Universitas Gadjah Mada awal tahun 1960-an. Disamping dua organisasi itu, hanya dua organisasi Islam, yaitu HMI dan PMII memiliki pendukung cukup berarti di UGM.50

Pada tahun 1966, drg. Nazir alwi diangkat sebagai rektor baru, pejabat sementara atau Ct. Dewan Mahasiswa/ Komisaris Dewan Mahasiswa (Ct. DEMA/ Kodema) UGM, dibentuk dilantik di Sitihinggil Pagelaran. Ct. DEMA/ Kodema membentuk presidium, anggota tetap diwarnai oleh wakil organisasi ekstra universitas. Beberapa organisasi tidak bergabung didalam KAMI, termasuk GMNI memiliki massa pendukung di Universitas Gadjah Mada, tidak diikutsertakan dalam kepengurusan baru. Pengurus Dewan Mahasiswa Universitas Gadjah Mada yang dilantik terdiri dari 2 orang mewakili PMII dan IMM.51

Dalam upaya membersihkan Universitas Gadjah Mada dari unsur komunis, Dewan Mahasiswa UGM ikut serta dalam tim penjaringan yang dibentuk oleh universitas dan berpartisipasi aktif dalam kepanitiaan penerimaan mahasiswa baru. Tim universitas memutuskan untuk menskor dan mencatat 3569 orang mahasiswa.

Pembe ntukan Dewan Mahasiswa tidak mendapat dukungan dari para mahasiswa GMNI. Ketegangan memuncak ditengah-tengah mahasiswa Universitas Gadjah Mada,

50

Wawancara dengan Prasojo bag. Arsip UGM pada Senin Pukul 11.00 WIB Tgl 13 Oktober 2009.

51

Gambar

Gambar 1.1 Photo bersama Dewan Mahasiswa UGM tahun 1969,
Gambar 1.2 Upacara penerimaan mahasiswa baru tahun 1969, tepat
Gambar 5.1
Gambar  5.2
+4

Referensi

Dokumen terkait

Dengan ini diumumkan peserta lelang yang ditetapkan sebagai pemenang lelang untuk paket tersebut diatas

Sehubungan dengan Surat Penetapan Pemenang Pelelangan Pejabat Pengadaan Barang/Jasa Dinas Pendidikan Kota Tanjungbalai, dengan ini diumumkan Pemenang untuk Sub Kegiatan

Senarai Buku dan Alat Tulis 2018 A..

Kusen adalah salah satu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi untuk membentuk hubungan baik antara sebuah dinding pasangan bata, beton atau kayu dengan

Akan tetapi hasil ini tidak dapat mendukung penelitian yang dilakukan Mishra (2007) pada BSE yang menemukan terjadi perubahan yang signifikan terhadap volume setelah

Data dari hasil penelitian yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan tahapan yang terdiri dari: (1) mendeskripsikan data, (2) uji asumsi analisis, dan (3)

diteliti, berdasarkan dampak negatif terbesar, sehingga data tersebut sudah terlihat dapat menentukan urutan klausul yang paling berdampak pada sasaran proyek, data penentuan

Artikel yang dikirim harus ditulis pada kertas berukuran B5 sejumlah 4 atau 6 halaman (tidak kurang tidak lebih) dengan margin semua sisi (2 cm), jenis dan dimensi huruf (badan