i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KONSEP DIRI PADA
LESBIAN BUTCH
SKRIPSI
THERESIA OKI MEGA NOVENA
07.40.0062
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
ii
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KONSEP DIRI PADA
BUTCH
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata Semarang
untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna
Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi
THERESIA OKI MEGA NOVENA
07.40.0062
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2011
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang dan Diterima untuk Memenuhi
Sebagian dari Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi
Pada Tanggal 18 Mei 2011
Mengesahkan Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata Dekan,
(Dr. Kristiana Haryati, M.Si) Dewan Penguji
1. Drs. D.P. Budi Susetyo, M.Si __________________
iv
3. Drs. George Hardjanta, M.Si __________________
Mengenal diri sendiri membuat
kita berlutut dengan rendah hati
_Mother Theresa_
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sebuah karya yang berasal dari mimpi, cita-cita dan kerja keras
kupersembahkan untuk:
Bapak dan Ibu
Sebagai perwujudan
Rasa sayang,bakti dan ungkapan terimakasih
Keluarga besar
vi
UCAPAN TERIMAKASIH
Puji syukur peneliti ucapkan kepada Tuhan YME atas atas anugerah
dan berkat –Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan karya
ilmiah ini yang berjudul “Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri pada Lesbian”. Terselesaikannya dalam pembuatan ini tidak luput dari banyak pihak yang sudah turut membantu, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Kristiana Haryanti, MSi, selaku dekan fakultas Psikologi Unika
Soegijapranata
2. Bapak Drs. George Hardjanta, MSi, selaku dosen pembimbing yang
dengan sabar meluangkan waktu untuk membimbing, mendampingi
penulis dan terus mendukung penelitian ini.
3. Ibu Esthi Rahayu , S.Psi, MSi, selaku dosen wali yang telah
memberikan bimbingan serta pengarahan selama perkuliahan.
4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata
Semarang atas bimbingan, inspirasi dan ilmu yang diberikan selama
penulis menjadi mahasiswa.
5. Mbak-mbak dan Mas Tata Usaha yang telah membantu penulis selama
berkuliah di Fakultas Psikologi.
6. Bagi ketiga subyek yang bersedia berbagi kisah dan selalu membantu
peneliti dalam penyelesaian karya ini
7. Buat Bapak dan ibu yang selalu menyemangati penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, serta kesabaran menghadapi perilaku
vii
penulis yang terkadang kurang berkenan. Semoga dengan penyelesaian
skripsi ini, dapat membuat Bapak dan ibu bangga.
8. Ireneus Eki Nugroho dan Dominicus Angki Prabowo, terimakasih telah
memberikan warna pada hidup penulis. Semoga kalian dapat segera
melanjutkan mimpi penulis mewujudkan mimpi Bapak dan Ibu.
9. Keluarga besar Mbah Hadi Misman serta Keluarga besar Eyang Suroto
yang selalu mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan
penelitian ini dan terimakasih untuk semangat yang selalu diberikan
kepada penulis.
10.Yohanes Firmansyah Catur Arya yang pernah memberikan semangat,
dukungan dan juga warna pada hidup penulis. Terimakasih untuk
semuanya.
11.Mahardika Candra dan Laurentia Wahyu yang selalu menjadi motivator
hebat bagi penulis dalam setiap kemalasan penulis. Terimakasih untuk
kecrigisannya, dan bentakan-bentakan kecil yang membuat penulis
bangkit dan dapat menyelesaikan penelitian ini.
12.Linda Novalia Dewi, Paula Caecilia, Ria Stefani, Anne Margaretha,
Novi Rahmawati, Irene Mutia, Rangga Liapputra, Indra Dwi Purnomo,
Aresa Miga, Maria Pitasari, Samuel Budi Krisnawan dan Dian Mustika
terimakasih untuk kebersamaan dan saling curhatnya yang telah
memberi kesan tersendiri dihati penulis. Makasih ya.
13.Dian Suraya, Theresia Epifanie dan Antonita Ardian terimakasih atas
dukungan yang diberikan walaupun jarak memisahkan tetapi
viii
14.Teman-teman “Mawutz famz” (Oma Ria, Opa Heri, Paok, Dani, Wekz,
Joe dan Rangga) terimakasih ya atas kebersamaannya, persahabatan
dan dukungannya. Kapan ni bisa main bareng lagi?
15.Teman-teman KKU (Rika, Vina dan Andre) yang trelah menjadi
keluarga baru bagi penulis selama KKU. Terimakasih atas persahabatan
yang kalian berikan.
16.Teman-teman Peer Educator (Shinta, Ria, Myrna, Natal, Endah, Vida,
Cik Cintya, Lala, Firman, Defry dan Rangga) terimakasih telah
mengajarkan banyak hal kepada pennulis selama berproses didalamnya.
17.Teman-teman TSC (Defry, Mizz Winna, Mizz Bella, Mizz Ayu, Mizz
Dita, Sammy) terimakasih untuk bantuan dan kerjasama yang indah
selama penulis mengajar dan terimakasih atas dukungan, semangatnya
selama proses penyelesaian penelitian ini.
18.Teman-teman FakultasPsikologi kakak angkatan dan adik angkatan
khususnya angkatan 2007 kelas B, terimakasih telah menjadi
“keluarga” yang luar biasa bagi penulis.
19.Semua teman dan pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu
yang telah membantu selama proses penyelesaian Skripsi.
Penulis berharap, karya ini dapat memberikan pengetahuan dan
inspirasi bagi pembacanya.
Semarang, Mei 2011
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...………... i
HALAMAN PENGESAHAN... ii
MOTTO... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH... v
DAFTAR ISI...………... viii
DAFTAR GAMBAR (BAGAN)……….………... xi
DAFTAR LAMPIRAN………... xii
BAB I : PENDAHULUAN……….. 1
A. Latar Belakang Masalah……….. 1
B. Tujuan Penelitian………. 8
C. Manfaat Penelitian………... 8
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA……….... 9
A. Konsep Diri..……….... 9
1. Pengertian Konsep Diri…..……….... 9
2. Faktor - faktor Konsep Diri ………..………... 10
3. Aspek –aspek Konsep Diri……….... 16
B. Lesbian ………... 18
1. Pengertian Lesbian……….. 18
2. Jenis-jenis Lesbian……….. 19
3. Faktor-faktor Penyebab Lesbian……… 21
C. Konsep Diri Pada Lesbian…………..………... 22
BAB III : METODE PENELITIAN……….. 28
x
B. Subjek Penelitian………….……….. 29
C. Metode Pengambilan Data……… 30
1. Observasi………. 30
2. Wawancara……….. 31
D. Teknik Analisis Data……..……….. 32
E. Uji Keabsahan Data ………..…………... 33
BAB IV : LAPORAN PENELITIAN……….….. 36
A. Orientasi Kancah Penelitian………….……… 36
B. Persiapan Penelitian……..………... 36
C. Pelaksanaan Penelitian……….…..……….. 38
D. Hasil Pengumpulan data………... 39
1. Kasus Subjek Pertama………. 39
a) Identitas……….. 39
b) Hasil Observasi……….. 40
c) Hasil Wawancara………... 41
d) Analisa Kasus……… 52
2. Kasus Subjek Kedua………... 59
a) Identitas………... 59
b) Hasil Observasi………... 60
c) Hasil Wawancara………... 61
d) Analisa Kasus……… 67
3. Kasus Subjek Ketiga………... 74
a) Identitas………... 74
b) Hasil Observasi………... 74
c) Hasil Wawancara……….... 75
xi
d) Analisa Kasus……… 81
BAB V : HASIL PENELITIAN……….……….. 89
A. Rangkuman Faktor-faktor yang Memengeruhi Konsep Diri pada Lesbian…..…..………... 89
B. Pembahasan………... 92
BAB VI : PENUTUP……….………... 103
A. Kesimpulan………... 103
B. Saran………... 104
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Bagan Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri pada Lesbian…27 Gambar 2: Bagan Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri Subyek 1..……59 Gambar 3: Bagan Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri Subyek 2…..…74 Gambar 4: Bagan Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri Subyek 3…..…89 Gambar 5: Bagan Kesimpulan Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri pada
Ketiga Subjek...103
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran A
Pedoman Observasi………. 108 Lampiran B
Lampiran Pedoman Wawancara………. 109 Lampiran C
Lampiran Verbatim Subyek 1……….………… 111 Lampiran D
Lampiran Verbatim Subyek 2……….………… 119 Lampiran E
Lampiran Verbatim Subyek 3……….………… 125 Lampiran F
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Jenis kelamin sangat berpengaruh dalam timbulnya daya tarik,
seperti adanya daya tarik pada sesama jenis. Beberapa orang
mengatakan bahwa timbulnya daya tarik ini menunjukkan bahwa
seseorang adalah homoseksual. Dalam masyarakat dikenal ada dua
macam bentuk homoseksual, yaitu gay yang artinya lelaki yang menyukai sesama jenisnya dan juga lesbian yaitu wanita yang menyukai
sesama jenisnya.
Idealnya seorang lelaki akan berpasangan dan jatuh cinta pada
seorang wanita begitu pula sebaliknya wanita idealnya berpasangan dan
jatuh cinta pada seorang lelaki. Seperti sebuah keluarga terdiri dari
seorang ayah yang berjenis kelamin lelaki dan seorang ibu yang berjenis
kelamin wanita dan memainkan perannya sesuai dengan jenis
kelaminnya.
Orang-orang yang terluka dan marah, dan yang merasa tidak
aman dan tidak layak menjadi pria atau wanita, mulai melihat aktivitas
homoseksual sebagai sarana untuk mencari kelegaan, mempertahankan
rasa aman, dan membalas dendam. Awalnya memang jarang demikian,
tetapi ketika mereka merasakan apa yang ditawarkan oleh
homoseksualitas mereka langsung terjerat. Ketika mereka mulai
mengejar lebih banyak dari apa yang membuat mereka tersandung,
mereka mulai percaya bahwa apa yang disediakan oleh homoseksual itu
penting dan layak untuk didapat (Olson, 1996, h.30).
Berdasarkan pengalaman peneliti, awal mula peneliti tertarik
pada tema lesbian yaitu ketika peneliti memiliki teman-teman lesbian di
SMA. Untuk pertama kali peneliti mengetahui teman-temannya adalah
seorang lesbian, peneliti tidak terganggu karena peneliti belum
mengetahui tentang lesbian itu seperti apa. Seiring berjalannya waktu
teman-teman peneliti yang heteroseksual mulai memperingatkan peneliti
untuk tidak berteman dengan seorang lesbian, karena menurut mereka
lesbian itu dapat menular. Meskipun mendapatkan peringatan dari
teman-teman heteroseksualnya, peneliti justru semakin dekat dengan
teman-teman yang lesbian dan dari situlah peneliti tertarik dan ingin
mengetahui lebih banyak apa itu lesbian dan apakah pandangan orang
lain terhadap mereka para lesbian yahg sebagian besar menilai negatif
akan berdampak pada konsep dirinya.
Rogers (dalam Zebua,2007, h.76) mengungkapkan bahwa konsep
diri mencerminkan persepsi seseorang terhadap dirinya secara
keseluruhan. Selanjutnya, Adler dan Rodman (dalam Apolo,2007, h.19)
menyatakan bahwa konsep diri merupakan suatu persepsi seseorang
yang mendalam dan relatif tetap terhadap dirinya sendiri yang khas atau
berbeda dengan orang lain. Menurut Verdeber (dalam Sobur, 2009,
h.518), semakin besar pengalaman positif yang diperoleh atau dimiliki
seseorang, maka semakin positif konsep dirinya sebaliknya, semakin
besar pengalaman negatif yang diperoleh atau yang dimiliki seseorang,
3
Sama halnya yang dialami oleh A, seorang lesbian yang melihat
dirinya sebagai seorang yang cacat walaupun kondisi fisiknya baik-baik
saja. Dia melihat dirinya sangat buruk karena orientasi seksualnya yang
ditentang oleh keluarganya, terlebih karena membuat A memiliki
hubungan yang buruk dengan keluarganya. Ibunya yang sangat terkejut
mendapati anaknya menjadi seorang lesbian berusaha keras untuk
menjodohkan A dengan lelaki. Hal ini membuat A merasa bersalah pada
ibunya tetapi juga merasa marah kenapa ibunya tidak berusaha
menerima A apa adanya tetapi memaksakan kehendaknya dengan alasan
untuk kebaikannya. Selain itu penampilan diri A yang menyerupai lelaki
membuat A merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada
menambah daya tarik fisiknya yang membuatnya berbeda justru yang
tertarik padanya adalah seorang wanita bukan lelaki, begitu pula dengan
penampilan dirinya yang menyerupai lelaki membuat A merasa lebih
nyaman dan lebih pantas menjadi lelaki dan hal inilah yang membuat A
tidak bisa menerima dirinya sebagai perempuan, dia selalu menyalahkan
kenapa harus terlahir sebagai perempuan. Tidak adanya dukungam
sosial yang berasal dari orang-orang terdekatnya seperti orang tuanya,
saudara-saudaranya, teman-temannya sangat berpengaruh pada
kepribadian A yang kemudian mempengaruhi konsep dirinya.
Dukungan sosial yang tidak pernah dia peroleh membuatnya menjadi
pribadi yang tertutup. Kini A menjadi menutup relasinya dengan wanita
lain yang ingin menjadi pasangannya dan bertekad untuk tidak akan
berelasi dengan siapapun walaupun tetap menjadi sorang lesbian.
Pada artikel yang ditulis dalam majalah Bhinneka bahwa
organisasi gay dan lesbian se-Asia menggelar konferesi di Surabaya pada 26 hingga 28 Maret 2010. Kegiatan yang baru pertama kali digelar
di Indonesia ini diikuti sedikitnya 200 peserta dari belasan negara di
Asia dan didatangi peserta tamu dari benua lain. Kegiatan ini ternyata
menuai banyak penolakan, seperti yang dilakukan oleh FUI (Forum
Umat Islam) yamg merupakan gabungan dari MUI (Majelis Ulama
Indonesia), HTI, FPI Jawa Timur (Front Pembela Islam) dan juga dari
Formabes (Forum Madura Bersatu). Mereka malakukan unjuk rasa
untuk membatalkan konferensi tersebut dan melakukan sweeping di kamar-kamar hotel Oval untuk mengusir para peserta konferensi
tersebut. Tindakan ini membuat para peserta panik dan tidak berani
melakukan aktivitas di dalam hotel. Selain itu kantor ILGA yang ada di
Surabaya juga di gembok dengan tujuan agar ILGA tidak dapat
melanjutkan aktivitasnya bahkan di pintu kantor ILGA terdapat tulisan
ILGA najis.
Dari berbagai contoh kasus diatas menunjukan bahwa penolakan
yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan agama sangat
berpengaruh pada konsep diri seseorang. Dengan adanya penolakan
membuat konsep diri seseorang menjadi buruk. Individu tersebut
menjadi seorang yang kurang percaya diri, tertutup, dan tidak dapat
menerima dirinya. Kasus seperti ini sudah banyak ditemukan di dalam
masyarakat. Dalam hukum yang berlaku di Indonesia hubungan wanita
dengan wanita atau yang disebut dengan lesbian, sangat ditentang. Tidak
5
antara wanita dengan wanita. Seperti halnya dalam hukum agama pun
hubungan antar wanita ini sangat ditentang dan ada juga yang
mengatakan najis sehingga banyak para lesbian yang memiliki konsep
diri yang buruk seperti lebih mudah putus asa dan tidak percaya diri.
Tekanan dari berbagai pihak bagi lesbian menimbulkan dinamika
tertentu pada seorang lesbian. Serangkaian pengalaman negatif ini
menyebabkan konsep diri yang negatif pula. Konsep diri yang negatif
menyebabkan seorang individu tidak percaya diri, harga diri rendah,
tidak dapat menerima dirinya sendiri dan sulit menyesuaikan diri
Padahal, setiap individu pada dasarnya memerlukan konsep diri yang
positif. Konsep diri yang positif membuat individu lebih percaya diri,
terbuka terhadap pengalaman dan hal-hal positif lainnya.
Walaupun banyak ditentang oleh masyarakat dan mungkin
keluarga tetapi fenomena ini semakin merajalela. Para kaum lesbian
semakin berani menampilkan perilakunya ini dan tidak hanya itu saja,
mereka juga banyak yang sudah hidup bersama dalam satu atap. Semua
penolakan ini sebenarnya hanya salah satu dari sekian aspek yang akan
memepengaruhi konsep diri pada diri lesbian. Jika penolakan terjadi
secara terus menerus maka konsep diri yang ada pada lesbian akan
menjadi buruk.
Hurlock(1980, h.173) mengatakan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep diri pada akhir masa kanak-kanak yaitu terdiri
dari kondisi fisik, bentuk tubuh, nama dan julukan, status sosial
ekonomi, lingkungan sekolah, dukungan sosial, keberhasilan dan
kegagalan, peran seks, dan inteligensi sedangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep diri pada remaja yaitu usia kematangan,
penampilan diri, kepatutan seks, nama dan julukan, hubungan keluarga,
teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita. Menurut teori yang
dikemukakan oleh Hurlock, jika ada faktor yang tidak dapat diterima
oleh individu ataupun berpengaruh buruk pada diri subjek maka akan
berpengaruh buruk pada konsep dirinya.
William Brooks (dalam Sobur, 2009, h.518) mengatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri seseorang ada empat
yaitu, self appraisal - viewing self as an object , reaction and response
of others, roles you play - role taking, dan reference groups. Empat factor ini juga sangat berpengaruh pada konsep diri seseorang. Apabila
pengaruhnya positif maka konsep dirinya akan positif juga, tetapi jika
yang terjadi sebaliknya maka konsep dirinya akan negatif.
Manusia tidak berubah hanya karena mendapat wawasan lebih
banyak mengenai bagaimana ketertarikan pada sesama jenis
berkembang, tetapi pemahaman yang lebih dalam dapat menjadi
langkah awal yang penting. Pemahaman inilah yang merupakan dasar
dari konsep diri seseorang, terlebih bagi seorang lesbian, namun
terkadang banyak dijumpai lesbian yang memiliki konsep diri yang
negatif mungkin mereka menjadi seorang yang tidak percaya diri, sulit
percaya dengan orang lain, tertutup, dan mungkin yang lebih parahnya
lagi mereka akan mengalami stres atau depresi. Dampaknya yang akan
terjadi pada lesbian adalah mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dengan lingkungannya, dijauhi oleh teman-temannya yang
7
merupakan sesuatu hal yang dilarang oleh agama. Dari semua dampak
tersebut mungkin para lesbian akan mencari pelampiasan agar
mendapatkan penerimaan seperti memiliki kelompok eksklusif,
membatasi pergaulannya, mudah terjerat dengan obat-obatan terlarang,
merokok dan minum minuman keras, seperti hasil observasi peneliti di
komunitas lesbian tertentu. Apabila konsep diri ini masih terus ada pada
diri seorang lesbian maka akan membahayakan dirinya, karena selain
kesehatan fisik mereka terganggu, kesehatan psikis mereka pun akan
terguncang.
Dalam menjalani kehidupan, konsep diri sangat diperlukan dan
memegang peran penting misalnya jika individu dapat menerima dirinya
sendiri maka individu tersebut dapat mengenali apa yang menjadi
kompetensinya dan dapat mengembangkan kompetensi yang ada dalam
dirinya sehingga individu tersebut menjadi seorang yang percaya diri,
dan optimis dalam melihat suatu peluang dalam hidupnya namun jika
sebaliknya maka individu tersebut akan menjadi seorang yang tidak
percaya diri, tidak ingin berkembang dan menutup dirinya dari
lingkungan sekitarnya. Konsep diri seorang lesbian akan buruk atau baik
tergantung pada bagaimana lesbian tersebut menanggapi peristiwa – peristiwa yang mereka alami. Maka dari itu peneliti ingin mengetahui
faktor-faktor apakah yang memengaruhi konsep diri pada seorang
lesbian?
B. TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri
pada lesbian butch.
C. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini dapat berguna untuk pengembangan ilmu dalam
Psikologi Perkembangan dan Psikologi Klinis.
2. Manfaat praktis
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KONSEP DIRI
1. Pengertian Konsep Diri
Menurut Burns (dalam Pudjijogyanti,1985,h.2) konsep diri
adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri sendiri.
Senada dengan pendapat Yatim dan Irwanto (1986, h.25) juga
mengemukakan bahwa konsep diri merupakan sikap, pandangan atau
keyakinan individu terhadap keseluruhan dirinya. Chaplin (1997,
h.450) mengatakan bahwa konsep diri adalah evaluasi individu
mengenai dirinya sendiri. Selanjutnya Hartanti dan Dwijanti (1997,
h. 145) konsep diri merupakan suatu komposisi yang bersifat unik
yang terdiri dari persepsi, gagasan, perasaan dan sikap yang dimiliki
seseorang tentang dirinya sebagai hasil evaluasi dari penilaian yang
dimiliki oleh dirinya sendiri sebagai objek.
Selain beberapa teori diatas ada beberapa tokoh yang
memiliki pengertian tentang konsep diri dalam dimensi yang
berbeda, menurut Cawagas (dalam Pudjijogjayanti,1985,h.2) konsep
diri mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya,
karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya,
kepandaiannya, kegagalannya dan lain sebagainya, Calhoun (dalam
Anastasia, 2004, h.136) berpendapat bahwa konsep diri merupakan
pandangan diri terhadap diri sendiri atau potret mental meliputi
pengetahuan tentang diri sendiri, pengharapan dan penilaian diri.
Sependapat dengan itu Brooks (dalam Rakhmat, 2003, h.125),
mengatakan bahwa konsep diri merupakan persepsi mengenai diri
individu sendiri, baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis
yang diperoleh melalui pengalaman individu dengan orang lain.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep
diri merupakan gambaran diri atau refleksi diri dari penilaian diri
sendiri mengenai fisik, karakteristik kepribadian individu,
kelemahan, kakuatan dari hasil pengalaman diri sendiri.
2. Faktor-faktor Konsep diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri pada masa
akhir kanak-kanak, adalah sebagai berikut (Hurlock, 1980, h. 173):
a. Kondisi fisik
Kesehatan yang buruk dan cacat-cacat fisik menghalangi anak
untuk bermain dengan teman-teman dan menyebabkan anak
merasa rendah diri dan terbelakang
b. Bentuk tubuh
Anak yang terlalu gemuk atau terlalu kecil menurut usianya tidak
mampu mengikuti teman-temannya sehingga mengakibatkan
perasaan rendah diri
c. Nama dan julukan
Nama yang mengakibatkan cemoohan atau yang menggambarkan
status kelompok minoritas, dapat mengakibatkan perasaan rendah
diri. Julukan yang diambil dari kelucuan fisik atau sifat
11
d. Status sosial ekonomi
Kalau anak merasa bahwa ia memiliki rumah yang lebih baik,
pakaian yang lebih bagus, dan alat-alat bermain yang lebih baik
daripada apa yang dimiliki teman-teman sebayanya, ia akan
merasa lebih tinggi. Sebaliknya kalau anak merasa bahwa status
sosial ekonominya lebih rendah daripada teman-teman
sebayanya, ia cenderung merasa rendah diri
e. Lingkungan sekolah
Penyesuaian diri yang baik didukung oleh guru yang kompeten
dan penuh pengertian. Sedangkan guru yang menerapkan disiplin
yang dianggap tidak adil oleh anak atau yang menentang anak
akan memberi pengaruh yang berbeda
f. Dukungan sosial
Dukungan atau kurangnya dukungan dari teman-teman
memengaruhi kepribadian anak melalui konsep diri yang
terbentuk. Yang paling terpengaruh adalah anak yang sangat
popular dan anak yang terkucil
g. Keberhasilan dan kegagalan
Berhasil menyelesaikan tugas-tugas memberikan rasa percaya
diri dan menerima diri sendiri, sedangkan kegagalan
menyebabkan timbulnya perasaan kurang mampu. Semakin hebat
kegiatannya, seakin besar pengaruh keberhasilan atau kegagalan
terhadap konsep diri. Kegagalan yang berulang-ulang
menimbulkan akibat yang merusak pada kepribadian anak
h. Peran Seks
Anak perempuan menyadari bahwa peran seks yang harus
dijalankan lebih rendah daripada peran anak laki-laki, dan
kesadaran ini menyebabkan menurunnya penilaian diri. Anak
menerima penilaian masyarakat terhadap perannya sebagai
sesuatu yang lebih rendah sehingga anak menilai dirinya kurang
i. Inteligensi
Inteligensi yang sangat berbeda dari yang normal akan
memberikan pengaruh buruk kepada kepribadian. Anak yang
inteligensinya kurang dari rata-rata merasakan kekurangannya
dan merasakan adanya sikap yang menolak dari kelompok.
Akibatnya anak menjadi malu, tertutup dan acuh tak acuh, atau
anak menjadi agresif terhadap teman-teman yang menolak
dirinya. Anak dengan tingkat kecerdasan yang sangat tinggi juga
cenderung mempunyai konsep diri yang buruk. Ini sebagian
karena orang tua mengharap terlalu banyak dari anak sehingga ia
merasa gagal, dan sebagian lagi karena sikap teman-teman yang
kurang baik karena ia seringkali menjadi sombong dan kurang
sabar terhadap teman-teman yang kurang pandai.
Kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri pada masa
remaja menurut Hurlock (1980, h. 235) adalah sebagai berikut:
a. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang
yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang
13
Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti
anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga
cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri
b. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah
diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik.
Tiap cacat fisik merupakan sumber daya memalukan yang
mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik
menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri
kepribadian dan menambah dukungan sosial
c. Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku
membantu remaja mencapai konsep diri yang baik.
Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini
memberi akibat buruk pada perilakunya
d. Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok
menilai namanya buruk atau bila memberi nama julukan yang
bernada cemoohan
e. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan
seorang anggota keluarga akan mengidentifikasikan diri dengan
orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.
Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk
mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya
f. Teman-teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja
dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan
cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang
dirinya dan kedua, ia berada dalam tekanan untuk
mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok
g. Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam
bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan
perasaan idividualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang
baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal
masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah
diakui akan kurang mempunyai perasaan identitas dan
individualitas
h. Cita-cita
Bila remaja mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan
mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak
mampu dan reaksi-reaksi bertahan di mana ia menyalahkan orang
lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang
kemampuannya lebih banyak mengalami keberhasilan daripada
kegagalan. Ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan
kepuasaan diri yang lebih besar yang memberikan konsep diri
15
Menurut William Brooks (dalam Sobur, 2009, h. 518-522)
menyebutkan empat faktor yang mempengaruhi perkembangan
konsep diri seseorang, yaitu:
a. Self appraisal – viewing self as an object
Istilah ini menunjukan suatu pandangan, yang menjadikan diri
sendiri sebagai objek dalam komunikasi atau dengan kata lain
adalah kesan individu terhadap dirinya sendiri.
Menurut Verderber, semakin besar pengalaman positif yang
diperoleh atau dimiliki, semakin positif konsep dirinya.
Sebaliknya, semakin besar pengalaman negatif yang diperoleh
atau dimiliki, semakin negatif konsep dirinya.
b. Reaction and response of others
Konsep diri dipengaruhi oleh reaksi serta respons orang lain
terhadap diri individu, misalnya dala berbagai perbincangan
masalah sosial. Menurut Brooks “self concept is the direct result
of how significant others react to the individual”. Jadi, self concept atau konsep diri adalah hasil langsung dari cara orang lain bereaksi secara berrati kepada individu.
c. Roles you play – role taking
Peran merupakan seperangkat patokan, yang membatasi perilaku
yang harus dilakukan oleh seseorang, yang menduduki suatu
posisi. Dalam hubungan pengaruh peran terhadap konsep diri,
adanya aspek peran yang dimainkan sedikit banyak akan
mempengaruhi konsep dirinya.
d. Reference groups
yang dimaksud dengan reference groups atau kelompok rujukan adalah kelompok dimana seorang individu menjadi anggota
didalamnya. Jika seorang individu tersebut menganggap
kelompok itu penting, dalam arti kelompok tersebut dapat
menilai dan bereaksi pada individu tersebut, hal ini akan
berpengaruh pada konsep dirinya. Menurut William Brooks,
“research shows that how we evaluate ourselves is in part a function of how we are evaluated by reference groups”. Jadi,
penelitian menunjukan bahwa cara individu menilai dirinya
merupakan bagian dari bagaimana individu tersebut di evaluasi
oleh kelompok rujukan.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang memengaruhi konsep diri adalah bagaimana individu menilai
dirinya sendiri yang meliputi kondisi fisik, bentuk tubuh, penampilan
diri, hubungan dengan keluarga, inteligensi, kreativitas dan cita-cita.
Kemudian penilaian dari orang lain yang meliputu nama dan julukan,
lingkungan sekolah, dukungan sekolah, status sosial ekonomi,
keberhasilan dan kegagalan. Kemudian peran sosial yang dimainkan
meliputi peran seks, kepatutan seks dan usia kematangan. Yang
terakhir kelompok rujukan yang meliputi teman-teman sebaya.
3. Aspek-aspek Konsep Diri
Pudjijogyanti (1985, h. 3) memberi penjelasan bahwa konsep
17
a. Aspek kognitif
Pengetahuan individu mengenai keadaan dirinya, yang disebut
gambaran diri tersebut akan membentuk citra diri (self image)
b. Aspek afektif
Merupakan penilaian individu tentang dirinya. Penilaian tersebut
akan membentuk penerimaan terhadap diri (self acceptance),
serta harga diri (self esteem) individu.
Hardy dan Heyes (1988, h.136) mengatakan bahwa konsep
diri terdiri dari dua aspek, yaitu : aspek citra diri dan aspek harga
diri, yang meliputi suatu penilaian, suatu perkiraan, mengenai pantas
diri.
Berzonsky (1981, hal. 375) mengemukakan beberapa aspek
konsep diri yaitu:
a. Aspek fisik
Penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya,
serta bersifat fisik
b. Aspek psikis
Meliputi pemikiran, perasaan, dan sikap individu terhadap
dirinya
c. Aspek sosial
Bagaimana peranan sosial yang diperankan oleh individu dan
penilaian individu terhadap peran tersebut
d. Aspek moral
Meliputi nilai-nilai dan prinsip yang memberikan arti dan arah
dalam kehidupan.
Menurut Rakhmat (2003, h.126), konsep diri meliputi
aspek-aspek sebagai berikut:
a. Ideal self yaitu pengertian seseorang mengenai bagaimana seharusnya atau keinginan seseorang terhadap dirinya.
b. Social self yaitu pengertian seseorang yang berhubungan dengan pikiran mengenai dirinya dalam berhubungan dengan orang lain.
c. Real self yaitu pengertian seseorang tentang bagaimana dirinya yang sebenarnya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
aspek-aspek konsep diri mencakup aspek-aspek kognitif yang membentuk citra
diri dan aspek afektif yang membentuk harga diri.
B. LESBIAN
1. Pengertian Lesbian
Lesbian dari kata Lesbos = pulau ditengah lautan Egeis yang
pada zaman kuna dihuni oleh para wanita. Homoseksualitas di
kalangan wanita disebut cinta lesbis atau lesbianisme (Kartono, 1989, h.249). Sama seperti yang disampaikan oleh Supratiknya
(1995, h.94) lesbian adalah perilaku seksual yang yang ditujukan
pada pasangan sejenis.
Lain halnya dengan yang dikatakan oleh Martin dan Lyon (
dalam Crooks, 1983, h.291) lesbian adalah sebutan bagi seseorang
yang tampilan erotik, psikologis, emosional dan minat sosialnya
pada sesama jenis, meskipun kadang tidak terlihat. Lesbian adalah
19
justru terhadap jenis kelamin yang sama (Sadarjoen, 2005, h.41).
Sama seperti yang ditulis dalam buku karangan Nevid (2005, h.73).
lesbian adalah orientasi seksual yang ditandai oleh adanya minat
erotis terhadap, dan pembangunan hubungan romantik dengan,
individu dari gendernya sendiri.
Dari beberepa teori diatas dapat disimpulkan bahwa lesbian
adalah seseorang yang memiliki ketertarikan kepada sesama jenisnya
yaitu wanita.
2. Jenis-jenis Lesbian
Coleman, Butcher dan Carson (dalam Supratiknya, 1995,
h.94-95) menggolongkan lesbian ke dalam beberapa jenis:
a. Lesbian tulen
Jenis ini memenuhi gambaran stereotipik popular tentang
perempuan yang kelelaki-lakian, ataupun sebaliknya lelaki
keperempuan-perempuanan. Sering termasuk juga kaum
transvestile atau TV, yakni orang-orang yang suka mengenakan pakaian dan berperilaku seperti lawan jenisnya.
b. Lesbian malu-malu
Kaum wanita yang suka mendatangi WC-WC umum atau
tempat-tempat mandi uap terdorong oleh hasrat homoseksualitas
mereka namun tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan
personal yang cukup intim dengan orang lain untuk
mempraktikan homoseksualitasnya
c. Lesbian tersembunyi
Kelompok ini biasanya berasal dari kelas menengah dan
memiliki status sosial yang mereka rasa perlu dilindungi dengan
cara menyembunyikan homoseksual mereka. Homoseksualitas
mereka biasanya hanya diketahui oleh sahabat-sahabat karib,
kekasih mereka, atau orang lain tertentu yang jumlahnya sangat
terbatas
d. Lesbian situasional
Terdapat aneka jenis situasi yang dapat mendorong orang
mempraktekan homoseksualitas tanpa disertai komitmen yang
mendalam
e. Biseksual
Orang-orang yang mempraktekkan homoseksual dan
heteroseksual sekaligus
f. Lesbian mapan
Sebagian besar kaum lesbian menerima homoseksualitas mereka,
memenuhi aneka peran kemasyarakatan secara bertanggung
jawab, dan mengikatkan diri dengan komunitas lesbian setempat.
Secara keseluruhan, kaum lesbian tidak menunjukan gejala
gangguan kepribadian yang lebih dibandingkan kaum
heteroseksual. Ada kecenderungan bahwa kaum lesbian lebih
mengutamakan kualitas hubungan mereka, bukan pada
aspek-aspek seksualnya, sedangkan kaum homoseksual lelaki
cenderung mengutamakan aspek-aspek seksual dalam hubungan
21
Terdapat berbagai macam istilah yang digunakan untuk
menyebut kelompok-kelompok lesbian (Moser,2000,h.124), yaitu:
a. High Femme atau lipstick lesbian, adalah wanita yang tampak feminim secara stereotip (gincu, riasan, sepatu tumit tinggi,
pakaian berjumbai, dan lain-lain)
b. Femme, wanita yang memiliki penampilan feminim
c. Soft butch, wanita yang berpenampilan lebih tidak jelas dari jenis kelaminnya
d. Stone butch, cenderung berpenampilan maskulin dan mungkin menyukai penetrasi vagina.
3. Faktor-faktor penyebab lesbian
Dalam buku karangan Supratiknya (1995, h.96) dikatakan
bahwa faktor penyebab lesbian adalah:
a. Kekurangan hormon wanita pada saat masa pertumbuhan
b. Mendapatkan pengalaman homoseksual yang menyenangkan
pada masa remaja atau sesudahnya
c. Memandang perilaku heteroseksual sebagai sesuatu yang aversif
atau menakutkan atau tidak menyenangkan
d. Besar ditengah keluarga dimana ayah dominan sedangkan ibu
lemah atau tidak ada
Kartono (1989, h.248) mengatakan bahwa penyebab dari
seseorang menjadi lesbian adalah:
a. Faktor herediter
Adanya ketidak seimbangan hormon-hormon seks
b. Pengaruh lingkungan
Pengaruh lingkungan yang tidak baik atau tidak menguntungkan
bagi perkembangan seksual yang normal, misalnya pola asuh dan
lingkungan terdekat yang berpengaruh pada individu untuk
menstimulir perilaku homoseksual.
c. Pengalaman traumatis
Adanya pengalaman buruk pada masa lalu yang terus melekat
dalam benaknya, sehingga menimbulkan kebencian.
d. Mencari kepuasan relasi homoseksual
Seseorang selalu mencari kepuasan homoseks karena pernah
menghayati pengalaman homoseks yang menggairahkan pada
masa remaja.
Dari teori faktor-faktor penyebab menjadi lesbian diatas dapat
disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab lesbian adalah adanya
faktor herediter, pengaruh lingkungan, pengalaman traumatis, adanya
kepuasan relasi homoseks.
C. KONSEP DIRI PADA LESBIAN BUTCH
Konsep diri merupakan persepsi mengenai diri individu sendiri,
baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh
melalui pengalaman individu dengan orang lain (Brooks dalam
Rakhmat, 2003, h.125).
Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan
orang-orang disekitarnya. Apa yang dipersepsi individu lain mengenai
23
disandang seorang individu. Struktur, peran, dan status sosial
merupakan gejala yang dihasilkan dari adanya interaksi antara individu
satu dengan individu lain, antara individu dan kelompok, atau antara
kelompok dengan kelompok (Sobur, 2009, h.512).
Menurut Pudjijogyanti (1985, h.3) konsep diri terdiri dari dua
aspek yaitu aspek kognitif, dimana individu memiliki pengetahuan
mengenai keadaan dirinya, yang disebut dengan gambaran diri yang
kemudian akan membentuk citra diri (self image) dan juga aspek afektif
dimana individu menilai dirinya sendiri dan penilaian tersebut akan
membentuk penerimaan terhadap diri (self acceptance) dan juga harga
diri (self esteem) individu.
Lesbian butch adalah seorang wanita yang berpenampilan seperti
lelaki yang memiliki suatu kecenderungan yang kuat akan daya tarik
erotis seseorang justru terhadap jenis kelamin yang sama (sadarjoen,
2005, h.41).
Maka konsep diri pada lesbian butch adalah gambaran diri pada seseorang yang memiliki ketertarikan kepada sesama jenisnya yaitu
wanita dari penilaian diri sendiri mengenai fisik, karakteristik
kepribadian individu, kelemahan, kekuatan dari hasil pengamatan diri
sendiri.
Dalam kenyataanya dari hasil pengamatan banyak sekali
dijumpai para lesbian yang memiliki konsep diri yang buruk seperti
misalnya mereka merasa berdosa karena orientasi seksual mereka
berbeda dengan yang lain dan ditambah lagi banyak forum-forum agama
yang menentang adanya kaum lesbian, sehingga dalam menjalani
kehidupannya mereka kebanyakan menjadi seorang yang ateis atau tidak beragama. Mereka lebih cenderung menghormati semua agama
namun tidak menganut salah satu diantaranya, tetapi tidak semua lesbian
menganut paham ateis karena banyak juga lesbian yang memiliki agama
dan bahkan aktif dalam kegiatan beragama namun mereka tetap
menyimpan rasa dosa dalam dirinya
Selain merasa berdosa para kaum lesbian pun kebanyakan merasa
tidak percaya diri dan merasa terkucilkan karena orientasi seksual
mereka yang berbeda dari orang normal kebanyakan, orang-orang
disekitar mereka juga banyak yang menjauhi dan mengucilkannya. Dari
hasil pengamatan banyak masyarakat yang masih kolot dengan aturan
adat istiadatnya yang bahkan melarang anaknya untuk berteman dengan
mereka kaum lesbian dan menganggap mereka sebagai sekelompok
orang yang berpenyakit menular. Hal inilah yang kemudian membuat
para kaum lesbian menarik diri dari lingkungannya, yang kemudian
membentuk kelompok-kelompok eksklusif yang beranggotakan
orang-orang yang memiliki orientasi seksual yang sama yaitu sesama lesbian.
Konsep diri seorang lesbian butch akan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang diantaranya faktor-faktor yang dijelaskan oleh
William Brooks (dalam Sobur, 2009, h. 518-522) dan juga Hurlock
(Hurlock, 1980, h. 173 dan h. 235) , yang dijumpai pada orang normal.
Individu mulai menilai dirinya sendiri yaitu meliputi kondisi fisik,
bentuk tubuh, penampilan diri, inteligensi, kreativitas dan cita-cita. Lalu
kemudian adanya penilaian dari orang lain tentang individu itu sendiri
25
sekolah, dukungan sosial dan keberhasilan dan kegagalan. Kemudian
adanya peran sosial yang harus dimiankan oleh individu yang meliputi
seks, kepatutan seks dan juga usia kematangan. Yang terakhir yang akan
mempengaruhi konsep diri adalah kelompok rujukan yang meliputi
teman-teman sebaya. Disini konsep diri mulai berkembang sejak
individu berada pada masa kanak-kanak akhir hingga individu
menginjak masa dewasa karena individu mulai menilai dirinya sendiri,
dinilai orang lain bagaimana individu tersebut menjalankan peran dan
bagaimana individu tersebut berada dalam kelompok rujukannya. Dalam
hal ini lesbian juga pasti akan melewati masa-masa tersebut, jika mereka
mampu menanggapi faktor-faktor yang mempengaruhi konsep dirinya
sejak kecil maka dalam menanggapi faktor-faktor yang mempengaruhi
konsep diri pada masa yang akan datang seperti masa remaja atupun
dewasa pun akan bisa terlewati dengan baik, namun bila terjadi
sebaliknya maka konsep diri pada masa kanak-kanak yang sudah buruk
akan terus berkembang menjadi lebih buruk lagi pada masa remaja dan
dewasa.
Semua faktor – faktor yang mempengaruhi konsep dari pada masa kanak-kanak, remaja dan dewasa baik dari penilain diri sendiri,
penilaian dari orang lain, peran sosial yang dimainkan dan juga
kelompok rujukan maka akan mempengaruhi konsep diri individu. Jika
faktor-faktor yang mempengaruhinya membawa dampak yang positif
dalam konsep diri lesbian maka konsep dirinya akan positif tetapi jika
sebaliknya maka yang timbul adalah konsep diri yang negatif. Dari
semua faktor yang berpengaruh pada konsep diri seorang lesbian akan
membentuk aspek kognitif yang meliputi citra diri (self image) dan juga
aspek afektif yang meliputi harga diri (self esteem). Kedua aspek ini
akan memebentuk konsep diri lesbian secara keseluruhan.
Dari semua penjelasan diatas dapat disimpulkan mengenai
pemikiran penulis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsep
27
Gambar 1
Bagan Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri pada Lesbian Butch
28 BAB III
METODE PENELITIAN
A. PARADIGMA PENELITIAN KUALITATIF
Kirk dan Miller (dalam Moleong, 2002, h.3) mendefinisikan
bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan
dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam
peristilahannya.
Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2002, h.3)
penelitian kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Pendekatan kualitatif menurut Alwasilah (2002, hal.38) adalah
penelitian yang lebih deskriptif, mengandalkan manusia sebagi alat
penelitian, mengandalkan analisis data secara induktif, sasaran
penelitian pada usaha menemukan teori, rancangan penelitian yang
disusun secara ketat.
Penelitian kualitatif memberikan tekanan pada fakta dan
penyebab perilaku. Para peneliti kualitatif lebih mengacu pada
perspektif fenomenologis. Peneliti dalam pandangan fenomenologis
berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap
29
kedalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rupa
sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang
dikembangkan oleh mereka disekitar peristiwa dalam kehidupannya
sehari-hari (Moleong, 2002, h.8-9).
Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi konsep
diri pada lesbian ini, menggunakan metode kualitatif sebagai metode
penelitian dengan pertimbangan bahwa metode penelitian ini memiliki
makna penelitian tersendiri dan hasil dari penelitian ini tidak dapat
diungkap secara kuantitatif tetapi memerlukan pendekatan, pengamatan
dan wawancara kepada subjek penelitan. Dengan menggunakan metode
kualitatif peneliti mengerti apa dan bagaimana suatu peristiwa tertentu
bermakna dalam kehidupan seseorang, dan pemahaman sangat
diperlukan untuk menggali aspek subjektif. Penelitian kualitatif juga
digunakan untuk memahami suatu fenomena sentral seperti proses atau
peristiwa. Untuk rancangan penelitian dengan metode kualitatif ini,
peneliti menggunakan pendekatan fenomenologis dimana peneliti
berusaha memahami makna dari suatu peristiwa dan saling pengaruhnya
dengan manusia dalam situasi tertentu (Alsa, 2003, h.33).
B. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian yaitu
yang memiliki data mengenai variabel-variabel yang diteliti (Azwar,
1997, h.34-35).
Subjek penelitian, pada dasarnya adalah yang akan dikenai
kesimpulan hasil penelitian. Apabila subjek penelitiannya terbatas dan
masih dalam jangkauan sumber daya, maka dapat dilakukan studi
populasi, yaitu mempelajari seluruh subjek secara langsung. Sebaliknya,
apabila subjek penelitian sangat banyak dan berada di luar jangkauan
sumber daya peneliti, atau apabila batasan batasan populasinya tidak
mudah untuk didefinisikan, maka dapat dilakukan studi sampel (Azwar,
1997, h.35).
Pengambilan sampel untuk subjek penelitian ini menggunakan
teknik incidental sampling, artinya anggota sampel ditentukan dengan cara sederhana, yaitu hanya individu-individu atau group-group yang
kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai dimana memiliki ciri-ciri yang
sama dengan ciri-ciri populasi penelitian.
Untuk penelitian factor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
pada lesbian ini dibutuhkan subjek dengan ciri-ciri, yaitu:
1. Seorang wanita yang menyukai sesama jenis (wanita)
2. Berumur 18 keatas, karena umur 18 tahun dianggap dewasa secara
syah (Hurlock, 1980, h.246).
C. METODE PENGAMBILAN DATA
1. Observasi
Observasi dalam arti luas berarti bahwa peneliti secara terus
menerus melakukan pengamatan atas perilaku seseorang. Pengertian
observasi yang lebih sempit adalah mengamati dan mendengar
perilaku seseorang selama beberapa waktu tanpa melakukan
31
memungkinkan atau memenuhi syarat untuk digunakan dalam
pilihan penafsiran analisis (Champion dan Black, 1999, h.285-286).
Tipe observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
observasi non partisipan, dalam observasi non partisipan peranan
tingkah laku peneliti dalam kegiatan-kegiatan yang berkenaan
dengan kelompok yang diamati kurang diruntut. Observasi non
partisipan adalah suatu prosedur yang dengannya peneliti mengamati
tingkah laku orang lain dalam keadaan alamiah tetapi peneliti tidak
melakukan partisipasi terhadap kegiatan dari lingkungan yang
diamati (Champion dan Black, 1999, h.287).
Dalam penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi konsep
diri pada lesbian ini, peneliti akan mengamati kondisi fisik dan
penampilan subjek, ekspresi wajah dan bahasa tubuh subjek yang
sering ditampilkan saat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari
peneliti, cara menjawab subjek (misalnya ada tekanan atau
pengulangan pada jawaban subjek, mengalihkan pembicaraan).
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai yang memberikan
jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2002, h.135).
Metode wawancara yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara bebas terpimpin. Dalam wawancara, peneliti
menggunakan pedoman wawancara namun tidak menutup
kemungkinan muncul pertanyaan-pertanyaan lain diluar pertanyaan
yang telah ditentukan sehingga dapat memperoleh informasi yang
lebih mendalam.
Dalam wawancara, peneliti menggunakan alat bantu seperti
tape recorder, alat tulis dan buku catatan. Peneliti merencanakan melakukan wawancara beberapa kali terhadap subyek agar dapat
memeperoleh data yang lebih mendalam. Untuk itu peneliti
menyiapkan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan mengenai
latar belakang subjek, penilaian subjek terhadap dirinya sendiri yang
meliputi kondisi fisik, bentuk tubuh, penampilan diri, hubungan
dengan keluarga, inteligensi, kreativitas dan cita-cita, kemudian
pertanyaan mengenai penilaian orang lain terhadap dirinya yang
meliputi dukungan sosial, lingkungan sekolah, status sosial ekonomi,
nama julukan, keberhasilan dan kegagalan, kemudian peran sosial
yang dimainkan subjek meliputi seks, kepatutan seks dan usia
kematangan, yang terakhir mengenai kelompok sosial dimana
individu tersebut bergaul yang meliputi teman-teman sebaya.
D. TEKNIK ANALISIS DATA
Patton (Moleong,2002,h.102) analisis data adalah proses
mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola,
kategori, dan satuan uraian dasar.
Bogdan dan Taylor (dalam Moleong,2002,h.103)
mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara
33
yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan
pada tema dan hipotesis itu.
Tahap-tahap analisis data meliputi (Moleong,2002,h. 190):
1. Menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yaitu dari
wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam catatan
lapangan, dokumen pribadi, dokumen resmi, gambar, foto dan
sebagainya.
2. Melakukan reduksi daya yang dilakukan dengan jalan membuat
abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang
inti. Proses dan pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijaga sehingga
tetap berada didalamnya.
3. Menyusunnya dalam satuan. Satuan itu kemudian dikategorikan
pada langkah berikutnya, kategori-kategori itu dilakukan sambil
membuat koding
4. Mengadakan pemeriksaan keabsahan data, kemudian dilanjutkan
dengan tahap penafsiran data.
E. UJI KEABSAHAN DATA
Untuk menetapkan keabsahan data diperlukan teknik
pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah
kriteria tertentu yaitu derajat kepercayaan, keteralihan, kebergantungan,
dan kepastian (Moleong,2002,h.173).
Menurut Moleong (2002,h.175-183) uji keabsahan data dalam
penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan cara perpanjangan
keikutsertaan, ketekunan pengamatan, metode triangulasi, pemeriksaan
teman sejawat melalui diskusi, analisis kasus negatif, kecukupan
referensial, pengecekan anggota, uraian rinci dan auditing. Pada
penelitian ini, uji keabsahan data dilakukan dengan metode :
1. Pemeriksaan teman sejawat melalui diskusi
Teknik ini dilakukan dengan cara mengekspos hasil sementara atau
hasil akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan
konselor dan rekan-rekan sukarelawan.
2. Ketekunan pengamatan
Peneliti hendaknya mengadakan pengamatan dengan teliti dan rinci
secara berkesinambungan terhadap faktor-faktor yang menonjol.
Kemudian peneliti menelaahnya secara rinci sampai pada suatu titik,
sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau
seluruh faktor yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa.
3. Triangulasi data
Triangulasi data adalah suatu teknik pemeriksaan keabsahan data
yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar itu untuk keperluan
pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam
penelitian ini menggunakan triangulasi data sebagai berikut:
a) Triangulasi Subjek
Teknik triangulasi subjek dilakukan melalui pemeriksaan data
dan crosscheck berkaitan dengan konsistensi data yang diberikan
subjek kepada keluarga, kelompok sebaya dan orang-orang
35
b) Triangulasi Teori
Suhardono mengungkapkan berbagai faktor peran pada individu
secara umum agar dapat dilakukan komparasi atau perbandingan
konsistensi teori dan masukan tambahan bagi teori yang
diungkap dalam grand theory.
c) Triangulasi metode
Triangulasi metode melalui pengecekan data penelitian melalui
berbagai metode penelitian meliputi metode observasi, yaitu
observasi non partisipan, dalam observasi non partisipan peranan
tingkah laku peneliti dalam kegiatan-kegiatan yang berkenaan
dengan kelompok yang diamati kurang diruntut. Metode
wawancara dengan pedoman wawancara yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan pada subjek. Adapun metode
wawancara yang digunakan peneliti sifatnya bebas terpimpin,
dimana peneliti menggunakan pedoman wawancara namun tidak
menutup kemungkinan muncul pertanyaan-pertanyaan lain diluar
pertanyaan yang telah ditentukan sehingga dapat memperoleh
informasi yang lebih mendalam.
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan triangulasi data
sebagai suatu cara untuk menguji keabsahan dan keandalan data
yang diberikan oleh subjek penelitian. Uji keabsahan dan keandalan
data yang akan dilakukan peneliti berupa pembandingan hasil
pengamatan serta hasil wawancara serta membandingkan data hasil
wawancara dengan data kronologis subjek.
89 BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Rangkuman Faktor-faktor yang Memengeruhi Konsep Diri pada
Lesbian Butch
Pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri
pada seseorang bersifat universal , artinya semua faktor-faktor yang mempengaruhi antara orang yang satu dengan yang lain adalah sama,
namun yang membedakan dari sekian banyak faktor yang memengaruhi
seperti faktor individu menilai dirinya sendiri, penilaian orang lain,
peran sosial, ataupun faktor kelompok sosial, faktor manakah yang
paling berpengaruh dan menghasilkan konsep diri seseorang.
Konsep diri seseorang akan menjadi negatif ataupun positif
sangat di pengaruhi bagaimana seseorang tersebut mendapatkan
dukungan, penilaian positif terhadap diri dan perilakunya dan dapat
menerima dirinya sendiri akan membuat seseorang tersebut memiliki
konsep diri positif, tetapi sebaliknya ketika seseorang mendapatkan
penolakan, paksaan, cemoohan, di jauhi oleh lingkungan atau dikucilkan
maka seseorang tersebut akan menilai dirinya negatif dan membuat
konsep dirinya negatif juga. Begitu pula yang terjadi pada ketiga subjek
yang memiliki konsep diri yang berbeda-beda walaupun faktor-faktor
yang mempengaruhinya sama. Masing-masing subjek memiliki
karakteristik yang berbeda-beda dalam menanggapi faktor-faktor yang
memengaruhi konsep dirinya dan hal ini berdampak pada konsep dirinya
90
Pembahasan mengenai faktor-faktor yang memengaruhi konsep
diri pada lesbian butch memungkinkan peneliti mengerti dan memahami
tentang faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi konsep diri pada
masing-masing subjek. Faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri
pada butch, antara lain:
1. Self appraisal –viewing self as an object
Pada subjek 1 pengalaman yang dialaminya dalam menilai
bagaimana dirinya sebagian besar tidak menyenangkan seperti
bagaimana subjek tidak menyukai kondisi fisik yang dimilikinya
sehingga membuat subjek memiliki konsep diri yang negatif. Untuk
subjek 2 dan subjek 3 dalam menilai dirinya di dukung dengan
adanya pengalaman yang menyenangkan, sehingga kedua subjek ini
menjadi seorang yang percaya diri dan hal ini berdampak positif
pada konsep dirinya.
Penilaian diri sendiri ini memiliki pengaruh yang besar pada
seorang lesbian. Terutama pada penerimaan kondisi fisik sebagai
seorang wanita meskipun di dalam dirinya memiliki jiwa lelaki akan
dapat berpengaruh positif pada konsep dirinya, seperti yang terjadi
pada subjek 2 dan subjek 3. Sebaliknya jika lesbian tersebut tidak
menerima kondisi fisiknya yang seorang anita maka akan
berpengaruh negatif pada konsep dirinya, seperti yang terjadi pada
subjek 1.
2. Reaction and response of others
Pada subjek 1 penilaian orang lain mengenai dirinya tidak
menyenangkan sehingga berdampak negatif pada konsep diri subjek.
Subjek menjadi seorang yang tertutup dan memiliki dendam. Pada
subjek 2 dan subjek 3 , penilaian orang lain mengenai mereka
dipandang sangat menyenangkan sehingga membuat kedua subjek
ini menjadi seorang yang percaya diri.
Adanya tekanan, penolakan dari orang lain terhadap
orientasi seksual seorang lesbian akan membawa dampak negatif
pada konsep dirinya, seperti yang terjadi pada subjek 1, namun hal
ini akan berbeda apabila seorang lesbian dapat menyembunyikan
orientasi seksualnya dari keluarga dan orang lain maka akan
memperoleh dukungan sosial yang akan berpengaruh positif pada
konsep dirinya, seperti yang terjadi pada subjek 2 dan subjek 3.
3. Roles play – role taking
Pada subjek 1 dan subjek 2 memiliki konsep diri yang
negatif atas peran yang gagal mereka mainkan. Untuk subjek 1
perannya gagal karena sebagai seorang wanita, subjek tidak dapat
menjalankan perannya dengan baik. Subjek menjadi seorang yang
tomboy dan senang mengerjakan pekerjaan lelaki dibanding pekerjaan wanita hal ini membuat subjek tidak percaya diri dan
merasa berbeda dengan wanita lainnya. Sedangkan pada subjek 2
konsep dirinya negatif karena dalam usia kematangannya subjek
lebih kekanak-kanakan dibandingkan umurnya sehingga subjek
menjadi seorang yang kurang bisa mengendalikan emosinya. Untuk
subjek 3 walaupun subjek seorang yang tomboy namun subjek masih mau mengerjakan pekerjaan wanita dan usia kematangan
92
menjadi seorang yang periang, ramah, mudah bergaul serta percaya
diri. Kebetulan ketiga subjek adalah seorang butch (lesbian yang berperan sebagai lelaki) sehingga dalam menjalankan perannya
sebagai seorang wanita tidak dapat berjalan seperti yang diharapkan
masyarakat.
4. Reference group
Pada subjek 1 teman-teman serta keluarganya meminta
subjek untuk menjadi seorang heteroseksual sehingga membuat subjek menjadi seorang yang tertutup dan tidak percaya diri dalam
berperilaku sebagai seorang lesbian. Sedangkan pada subjek 2 dan
subjek 3 mendapatkan dukungan dan penilaian positif dari
teman-temannya sehingga mereka memiliki konsep diri yang positif dan
mereka menjadi seorang yang percaya diri.
Penolakan atau keharusan seorang lesbian untuk mengubah
orientasi seksualnya menjadi seorang heteroseksual akan berdampak
negatif pada konsep dirinya, seperti yang terjadi pada subjek 1. Hal
ini akan berdampak berbeda apabila seorang lesbian yang berada
pada kelompok yang beranggotakan seorang lesbian juga maka akan
mendapatkan dukungan serta penerimaan yang akan berpengaruh
pada konsep dirinya seperti yang terjadi pada subjek 2 dan subjek 3.
B. Pembahasan
Konsep diri menurut Cawagas mencakup seluruh pandangan
individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya,
kelemahannya, kepandaiannya, kegagalannya dan lain sebagainya
(dalam Pudjijogjayanti,1985,h.2).
Menurut Brooks (dalam Rakhmat,2003,h.125), mengatakan
bahwa konsep diri merupakan persepsi mengenai diri individu sendiri,
baik yang bersifat fisik, sosial maupun psikologis yang diperoleh
melalui pengalaman individu dengan orang lain.
Seorang lesbian butch akan mengembangkan konsep dirinya berawal dengan adanya penerimaan atau penolakan yang ada disekitar
mereka, seperti dari keluarga, teman-teman, bahkan lingkungan
sekitarnya. Selain itu juga adanya penerimaan akan diri sendiri juga
sangat berpengaruh pada konsep dirinya, seperti penilaian fisik, bentuk
tubuh, penampilan diri.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri pada diri
seseorang, sekalipun seorang tersebut adalah seorang lesbian. Menurut
William Brooks (Dalam Sobur, 2009, h.518-521) mengatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri ada empat, yaitu:
1. Self appraisal – viewing self as an object
Penilaian mengenai diri sendiri, seperti penilaian mengenai
kondisi fisik, bentuk tubuh, penampilan diri, hubungan dengan
keluarga, inteligensi, kreativitas dan juga cita-cita akan berpengaruh
positif atau negatif tergantung bagaimana individu menilai dirinya
sendiri.
Dalam Hurlock (1980, h.173 dan 235) menjelaskan bahwa
penilaian kondisi fisik tergantung dari bagaimana kesehatan seorang
94
menghalangi anak untuk bermain dengan teman-temannya dan
menyebabkan anak merasa rendah diri dan terbelakang, tetapi jika
kondisi kesehatan serta fisik anak sehat dan tidak memiliki cacat
fisik maka anak akan menjadi seorang yang percaya diri, pandai
bergaul dan dapat menerima diri dengan baik. Untuk subjek 1 yang
tidak dapat menerima kondisi fisiknya yang wanita membuat subjek
menjadi seorang yang kurang percaya diri.
Menurut Hurlock (1980, h.173) untuk bentuk tubuh anak
yang terlalu gemuk atau terlalu kecil menurut usianya tidak mampu
mengikuti teman-temannya sehingga mengakibatkan perasaan
rendah diri, namun jika seorang anak merasa bentuk tubuhnya sesuai
dengan anak-anak seusianya maka anak tersebut dapat menjadi
seorang yang percaya diri dan penilaian dirinya positif. Pada subjek
3 yang tidak dapat menerima bentuk tubuhnya yang gemuk
mengakibatkan subjek memiliki perasaan rendah diri.
Selanjutnya Hurlock (1980, h. 235) penampilan diri yang
berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan
yang ada menambah daya tarik fisiknya, tetapi jika perbedaan
tersebut berasal dari cacat fisik maka akan berpengaruh negatif pada
konsep dirinya. Sebaliknya jika yang terjadi adalah penampilan
dirinya merupakan sumber daya tarik maka akan berpengaruh positif
pada konsep dirinya. Yang terjadi pada ketiga subjek, mereka merasa
nyaman dengan penampilan dirinya sehingga berpnegaruh positif
kepada konsep dirinya.