• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Pengaruh Vegetasi Terhadap. pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Perbandingan Pengaruh Vegetasi Terhadap. pdf"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Perbandingan Pengaruh Vegetasi Terhadap Komunitas Burung di Hutan Kota Cilaki dan Hutan Kota Tegallega

Finsa Firlana Gusmara1, Gladyza Putri Vanska1, Isqim Oktaviani1, L. Toni Mahendra1, Rani Resdiani1, Rineta Ayu Selandia1, Wahyu Ria Triastuti1, Mochammad Fikry Pratama1 1

Program Studi Biologi, Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, Institut Teknologi Bandung, Jalan Ganesha No. 10, Bandung 40132, Indonesia. Tel./Fax. +6222-2534107/+6222-2511575

Email: rani.resdiani@students.itb.ac.id

Abstract

Birds are animals used as environment bio-indicator. Urban forests are one of the green areas with many important functions for society. Today, green areas in Bandung City are decreasing due the effect of development of urban structures. This study aimed to analyze the effect of vegetation differentiation on bird communities at Cilaki forest park and Tegallega forest park as well as microclimate effect in surrounding settlements. Methods used in this study are diagram profile method, Index Point of Abundance (IPA), and microclimate measurement using Data Logger (HOBO Pendant Temperature/Light Data Logger). The result shows that vegetation differentiation in Cilaki forest park and Tegallega forest park can affect bird community. Furthermore, the result suggests that the existence of urban forest can affect the microclimates around forest park.

Keywords: Birds;Urban Forest;Vegetation;Microclimate

Abstraksi

Burung merupakan hewan yang dapat dijadikan sebagai bioindikator lingkungan. Hutan Kota adalah salah satu bentuk lahan hijau yang memiliki berbagai fungsi penting bagi masyarakat. Dewasa ini, lahan hijau di Kota Bandung semakin berkurang akibat pembangunan infrastruktur perkotaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh perbedaan vegetasi terhadap komunitas burung di Hutan Kota Cilaki dan Hutan Kota Tegallega serta untuk menentukan pengaruh keberadaan Hutan Kota Cilaki dan Hutan Kota Tegallega terhadap mikroklimat di permukiman sekitarnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode diagram profil, metode Index Point of Abundence (IPA), dan metode pengukuran mikroklimat dengan menggunakan Data logger (HOBO Pendant Temperature/ Light Data Logger). Berdasarkan penelitian, diperoleh hasil bahwa perbedaan vegetasi di Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki dapat mempengaruhi komunitas burung. Selain itu, dari hasil penelitian juga disimpulkan bahwa keberadaan Hutan Kota dapat memberikan pengaruh pada kondisi mikroklimat permukiman sekitar Hutan Kota.

Kata Kunci: Burung; Hutan Kota; Mikroklimat

PENDAHULUAN

Pembangunan infrastruktur perkotaan di Indonesia bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat, contohnya adalah pembangunan pusat perbelanjaan. Namun fakta yang terjadi saat ini adalah pembangunan yang dilakukan saat ini mengakibatkan kerusakan pada

(2)

dampak positif, tetapi juga memiliki dampak negatif yaitu semakin berkurangnya lahan hijau di Kota Bandung. Pembangunan infrastruktur tersebut tidak hanya memiliki dampak positif, tetapi juga memiliki dampak negatif yaitu semakin berkurangnya lahan hijau di Kota Bandung.

Hutan Kota merupakan salah satu bentuk lahan hijau yang memiliki fungsi penting bagi masyarakat. Menurut Samsoedin (1997), Hutan Kota memiliki banyak fungsi, misalnya hutan kota berperan dalam mengatur siklus hidrologi, yaitu dalam hal penyerapan air dan mereduksi potensi banjir; hutan kota yang penuh dengaan pepohonan berfungsi sebagai paru-paru kota yang merupakan produsen oksigen yang belum tergantikan fungsinya; dan hutan kota mempunyai fungsi ekologis, yaitu sebagai penjaga kualitas kota. Pepohonan di dalam Hutan Kota kota merupakan habitat yang baik bagi burung-burung untuk tinggal. Burung merupakan hewan yang dapat dijadikan sebagai bioindikator lingkungan (Ferianita, 2007). Keberadaan burung dapat menjadi cerminan lingkungan yang sehat dan berkelanjutan karena tingkat sensitivitas mereka yang cukup tinggi terhadap kerusakan lingkungan. Maka dari itu, ketika terjadi perubahan di lingkungan, misalnya perubahan struktur vegetasi, burung dapat kita jadikan sebagai acuan untuk melihat bagaimana dampak perubahan vegetasi tersebut. Selain itu, burung juga memiliki peran penting bagi vegetasi, salah satunya adalah penyebaran biji (Ferianita, 2007).

Meninjau pentingnya keberadaan burung dan hutan kota bagi masyarakat, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh vegetasi terhadap komunitas burung di Hutan Kota Cilaki dan Hutan Kota Tegallega.

METODE

Deskripsi Lokasi Penelitian Hutan Kota Tegallega

Hutan Konservasi Tegallega terletak di Jalan Mohammad Toha, Bandung. Hutan ini dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH), tempat berolah raga, dan tempat wisata. Hutan Kota Tegallega memiliki berbagai macam pepohonan yang rindang sehingga terdapat banyak burung di kawasan

ini (Tohir, 2012). Secara administratif, Hutan kota Tegallega terletak di jalan Mohammad Toha, Kecamatan Regol, Kelurahan Ciateul, Kota Bandung. Secara astronomis Hutan kota Tegallega terletak pada koordinat 6°56’ 04” LS dan 107° 36’ 13” BT. Hutan kota Tegallega berbatasan dengan Jalan Inggit Ganarsih di sebelah utara, Jalan Mohammad Toha di sebelah timur, Jalan Otto Iskandardinata di sebelah barat, dan Jalan Peta di sebelah selatan.

Hutan Kota Cilaki

Hutan Lansia atau Hutan Kota Cilaki merupakan Hutan Kota yang terletak di antara jalan Cilaki dan jalan Cisangkuy, Bandung. Secara administratif, Hutan Kota Cilaki terletak di Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, sedangkan secara astronomis Hutan Kota Cilaki terletak pada 6°45’ 7” LS dan 107°37’ 14” BT. Hutan Kota Cilaki berbatasan dengan Jalan Diponogoro di sebelah utara, Gedung Sate di sebelah barat, Jalan Cisangkuy di sebelah timur, dan Jalan Cimanuk di sebelah selatan. Hutan Kota Cilaki dimanfaatkan sebagai tempat rekreasi dan berolahraga bagi para lansia serta masyarakat Bandung pada umumnya. Hutan ini memiliki berbagai jenis tumbuhan dan burung.

Gambar 1 dan 2 (lihat di lampiran 1) menunjukan lokasi penelitian.

Metode Kerja

Analisis struktur vegetasi

Diagram profil adalah metode analisis vegetasi berbasis plot untuk menggambarkan penampakan luar vegetasi, struktur vertikal, dan bentuk hidup vegetasi yang terdapat di lokasi pengamatan. Parameter-parameter yang diukur dalam pembuatan diagram profil adalah jenis pohon. Selain itu, dilakukan pengukuran posisi pohon dalam plot, tinggi pohon, diameter pohon, panjang dan lebar kanopi, dan tinggi cabang pertama pohon (Soerianegara & Indrawan, 2005).

Pembuatan Plot

(3)

pada digram profil secara kualitatif. Jenis-jenis pohon yang berada di dalam plot akan dicatat dan untuk jenis yang tidak dapat diidentifikasi langsung di lapangan, sampel tumbuhan dibawa untuk kemudian diidentifikasi di herbarium.

Koordinat pohon terhadap titik pusat (x,y) Koordinat pohon diukur untuk mengetahui posisi pohon dalam plot. Pengukuran posisi pohon dilakukan menggunakan meteran 50 M. Pohon diukur jaraknya terhadap garis axis (x) dan ordinat (y). Penghitungan jarak pohon dari garis axis dan ordinat dilakukan untuk mengetahui posisi pohon dalam plot (Rozieanti, 2011).

Tinggi pohon (m) dan Tinggi Percabangan Pertama (m)

Pengukuran tinggi pohon dan percabangan pertama dilakukan dengan menggunakan hagameter dan meteran 50 M. Pengukuran tinggi yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan metode persen. Tinggi pohon didapat dengan melihat titik yang akan diukur tingginya (puncak kanopi dan percabangan pertama) dari jarak yang terdapat pada hagameter. Jarak yang digunakan disesuaikan dengan seberapa jelas titik yang diukur dapat dilihat oleh pengamat. Tinggi pohon akan didapat dari nilai jarum yang ditunjuk pada hagameter. Lokasi penelitian tidak selalu berupa kawasan yang datar, namun bisa juga memiliki ketinggian yang berbeda. Oleh karena itu dilakukan pula pengukuran terhadap bagian akar pohon. Metode ini juga digunakan untuk menentukan tinggi tepi kanopi (Rozieanti, 2011).

Lebar penutupan kanopi (searah panjang plot)

Lebar kanopi pohon didapat dari pengukuran diameter kanopi pohon sebanyak 4 kali, yaitu diameter sejajar sumbu x dan diameter sejajar sumbu y. Pengukuran dilakukan menggunakan meteran (Rozieanti, 2011).

Pengamatan burung

Metode IPA (index point of abundance) merupakan metode pengamatan burung dengan mengambil sampel dari komunitas burung untuk dihitung dalam waktu dan lokasi tertentu. Pengamatan dilakukan dengan berdiri pada titik tertentu pada habitat yang diteliti

kemudian mencatat perjumpaan terhadap burung dalam rentang waktu tertentu. Pencatatan dimulai pada pagi hari yaitu pukul 05.00 WIB. Pada setiap plot dibuat 3 titik pengamatan dengan jarak masing-masing 20 meter dengan jari-jari lingkaran 20 meter. Alokasi waktu untuk satu titik pengamatan yaitu 20 menit. Pengamatan dilakukan melalui perjumpaan langsung. Parameter yang dicatat adalah jenis, jumlah yang ditemukan, aktivitas, posisi burung, struktur dan jenis vegetasi yang digunakan burung (Zulfan, 2009).

Pengukuran Parameter Mikroklimat Pengukuran parameter mikroklimat dilakukan pada plot untuk analisis vegetasi di kedua hutan kota. Parameter mikroklimat yang diukur adalah temperatur udara (°C) dan intensitas cahaya (lux) (Sholihah, 2011). Data logger (HOBO Pendant Temperature/ Light Data Logger, digunakan untuk mengukur suhu dan intensitas cahaya) dikalibrasi, kemudian dihubungkan ke komputer. Software dibuka. Diatur jangka waktu pencuplikan, kemudian data logger diinisiasi. Data logger diletakkan pada tempat yang terbuka dan terekspos sinar matahari. Setelah berakhirnya waktu pencuplikan yang ditentukan, data logger diambil. Data logger dihubungkan ke komputer, kemudian data pencuplikan diunduh dengan menggunakan software.

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Vegetasi

Jenis-jenis pohon yang berada di Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2 (lihat lampiran). Tabel 1 dan 2 menunjukan bahwa jenis-jenis pohon di Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki berbeda. Berdasarkan hasil pengamatan, pada plot di Hutan Kota Tegallega ditemukan 23 spesies pohon, sedangkan di Hutan Kota Cilaki ditemukan 12 spesies pohon.

(4)

adalah 1. Semakin tinggi indeks dominansi menunjukan bahwa dominansi semakin dipusatkan pada beberapa jenis spesies pohon, sedangkan semakin rendah indeks dominansi menunjukan bahwa dominansi semakin menyebar pada lebih banyak spesies (Jonotoro, 2012).

Nilai keanekaragaman spesies di Hutan Kota Tegallega adalah 3.020623, sedangkan nilai keanekaragaman di Hutan Kota Cilaki adalah 2.36. Hal ini menunjukan bahwa keanekaragaman spesies di Hutan Kota Tegallega lebih tinggi dibandingkan dengan keanekaragaman spesies di Hutan Kota Cilaki. Jumlah jenis spesies yang berada di Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki menjadi penyebab terjadinya perbedaan nilai keanekaragaman. Menurut Krebs (1999), nilai keanekaragaman akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah jenis spesies dalam suatu komunitas. Jumlah jenis spesies di Hutan Kota Tegallega lebih banyak dibandingkan dengan jumlah jenis spesies di Hutan Kota Cilaki sehingga nilai keanekaragaman di Hutan Kota Tegallega lebih tinggi. Penghitungan nilai keanekaragaman dan indeks dominansi dapat dilihat pada tabel 4 dan 5 (lihat di lampiran 2).

Tabel 3. Keanekaragaman dan Dominansi Vegetasi di Hutan Kota Tegallega dan Hutan

Kota Cilaki

D H'

Hutan Kota

Tegallega 0.054785 3.020623 Hutan Kota Cilaki 0.11 2.36

Bagian lantai Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki memiliki perbedaan. Pada gambar 3 (lihat di lampiran 1), dapat dilihat bahwa bagian lantai Hutan Kota Tegallega tidak ditumbuhi oleh perdu maupun herba. Hal ini terjadi karena kanopi Hutan Kota Tegallega cukup rapat sehingga cahaya matahari tidak dapat menembus sampai ke lantai hutan. Intensitas cahaya matahari yang kurang menyebabkan tumbuhan yang lebih rendah tidak dapat tumbuh dengan baik karena kebutuhan akan cahaya matahari tidak dapat terpenuhi (Gardner et al., 1991). Pada lantai hutan juga tidak terdapat serasah. Daun maupun ranting yang gugur dari pohon selalu

dibersihkan oleh petugas kebersihan taman sehingga lantai hutan tidak ditutupi serasah. Kondisi lantai Hutan Kota Tegallega berbeda dengan kondisi lantai Hutan Kota Cilaki. Pada gambar 4 (lihat di lampiran 1), dapat dillihat bahwa lantai Hutan Kota Cilaki banyak ditumbuhi rumput dan juga terdapat banyak serasah. Hutan Kota Cilaki memiliki kanopi yang tertutup, akan tetapi ketinggian kanopinya berbeda-beda. Perbedaan ketinggian kanopi menyebabkan cahaya matahari dapat menembus sampai ke lantai hutan melalui celah diantara pohon-pohon. Cahaya matahari yang dapat menembus sampai lantai hutan membuat tumbuhan yang lebih rendah, misalnya rumput, dapat tumbuh dengan baik karena kebutuhan akan cahaya matahari terpenuhi (Gardner et al.,1991). Selain rumput, lantai Hutan Kota Cilaki juga ditutupi oleh serasah. Hal ini karena Hutan Kota Cilaki jarang dibersihkan oleh petugas kebersihan.

Analisis Stratifikasi Hutan Kota

(5)

Gambar 5 Diagram Profil Hutan Kota Tegallega

Gambar 6 Diagram Profil Hutan Kota Cilaki

Diagram profil tampak atas (proyeksi kanopi pohon) dapat digunakan untuk membantu memahami stratifikasi hutan. Pada gambar 6 dan 7 dapat dilihat proyeksi kanopi pohon pada strata B dari Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki, sedangkan pada gambar 8 dan 9 dapat dilihat proyeksi kanopi pohon pada strata C.

Gambar 6. Proyeksi Kanopi Pohon pada Strata B di Hutan Kota Tegallega

(6)

Gambar 8. Proyeksi Kanopi Pohon pada Strata C di Hutan Kota Tegallega

Gambar 9. Proyeksi Kanopi Pohon pada Strata C di Hutan Kota Cilaki Pada gambar 8 dan 9 dapat dilihat kanopi pohon yang termasuk ke dalam strata C. Pada strata C, kanopi membentuk lapisan yang lebih rapat dibandingkan dengan lapisan kanopi pada strata B. Strata C memiliki luas kanopi pohon yang rata-rata lebih kecil dibandingkan dengan strata B.

Berdasarkan diagram profil dan proyeksi kanopi pohon, dapat dilihat bahwa jumlah dan jumlah jenis individu pada masing-masing strata berbeda. Jumlah individu dan jumlah jenis individu pada strata C lebih banyak dibandingkan pada strata B. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkatan suatu strata maka semakin jumlah individu dan jumlah jenis individu semakin berkurang.

Pengaruh Vegetasi Terhadap Komunitas Burung

Jenis-jenis dan jumlah burung yang teramati di Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki dapat dilihat pada gambar 10 (lihat di lampiran 1). Berdasarkan gambar 10, terlihat bahwa Hutan Kota Tegallega memiliki jumlah individu dan jumlah spesies lebih banyak dibandingkan Hutan Kota Cilaki dengan Passermontanus (burung gereja) dan Collocalialinchi (walet linchi) sebagai spesies dengan jumlah individu terbesar. Hal tersebut menunjukkan bahwa Hutan Kota Tegallega memiliki habitat yang lebih baik bagi burung dibandingkan dengan Hutan Kota Cilaki. Jumlah spesies tumbuhan di Hutan Kota Tegallega adalah 23 spesies tumbuhan dan total 37 pohon dalam 1 plot membuat hutan kota tersebut mengungguli Hutan Kota Cilaki yang hanya memiliki 12 spesies tumbuhan dan total 21 pohon dalam 1 plot. Selain itu keberadaan pohon kersen (Mutinggiacolabora) di Hutan Kota Tegallega dalam jumlah yang lebih besar daripada di Hutan Kota Cilaki turut mengambil peran utama. Buah pohon kersen merupakan makanan alami bagi beberapa jenis burung (Partasasmita, 2003).

Kecenderungan burung untuk hinggap di pohon juga ditemukan lebih besar pada Hutan Kota Tegallega (7 ekor) dibandingkan dengan Hutan Kota Cilaki (6 ekor). Perilaku hinggap atau bertengger ini hanya terjadi terutama bila terdapat pohon dengan ketinggian tertentu. Selain itu dibutuhkan lingkungan sekitar yang memiliki gangguan relatif lebih kecil untuk membuat burung bertengger lama.

(7)

Ketinggian tajuk optimal untuk burung bertengger adalah10-15 m (Hansell, 2000). Indeks keanekaragaman 2,75 dan indeks dominansi 0,36 (untuk burung) Hutan Kota Tegallega yang relatif lebih besar dibandingkan Hutan Kota Cilaki (2,02 untuk indeks keanekaragaman dan 0,15 untuk indeks dominansi) didukung oleh parameter-parameter analisis vegetasi. Hutan Kota Tegallega yang memiliki indeks keanekaragaman 3,02 dan indeks dominansi 2,36 (untuk tumbuhan) menunjukkan keanekaragaman jenis tumbuhan berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis burung. Analisis Mikroklimat

Berdasarkan uji analisis statistik menggunakan uji ANOVA, nilai intensitas cahaya antara hutan kota dan daerah sekitar pemukiman hutan kota berbeda (lihat tabel 6 pada lampiran 2). Perbedaaan ini disebabkan oleh berbagai faktor salah satunya karena penutupan awan saat pengukuran intensitas cahaya. Jumlah intensitas yang diterima akan mempengaruhi suhu dan laju evaporasi sehingga secara tidak langsung juga mempengaruhi kelembaban dan kandungan air (Molles, 2008).

Penutupan tajuk akan mengurangi sebagian besar cahaya yang dapat mencapai tanah dan disimpan dalam bentuk energi. Sebagian besar cahaya tersebut akan menjadi panas dan berdampak pada suhu (temperatur) udara dan suhu tanah (Horn, 1971). Semakin besar penutupan tajuk maka semakin kecil cahaya yang dapat dikonversikan menjadi panas yang mengakibatkan suhu udara yang semakin rendah. Begitu pun sebaliknya, semakin kecil penutupan tajuk maka semakin besar cahaya yang dapat dikonversikan menjadi panas yang mengakibatkan suhu udara yang semakin tinggi. Hal ini yang menjadikan suhu di Hutan Kota Tegallega lebih rendah daripada suhu di Hutan Kota Cilaki. Pohon-pohon di Hutan Kota Tegallega memiliki tajuk yang relatif lebih besar daripada pohon-pohon di hutan cilaki. Begitu pula dengan suhu di hutan kota dan pemukiman. Area pemukiman tempat memasang data logger relatif tidak ada pohon yang bertajuk besar sehingga suhu di pemukiman lebih panas daripada hutan kota. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa besar tajuk berbanding terbalik dengan

intensitas cahaya dan suhu pada suatu kawasan.

Pada gambar 10 dan 11 (lihat di lampiran 1) dapat dilihat grafik perbandingan intensitas cahaya matahari di Hutan Kota (Tegallega dan Cilaki) dan permukima di sekitar Hutan Kota. Pada gambar 12 dan 13 (lihat di lampiran 1) dapat dilihat grafik perbandingan temperatur di Hutan Kota (Tegallega dan Cilaki) dan permukima di sekitar Hutan Kota.

Pada tabel 7, dapat dilihat perbedaan temperatur di masing-masing wilayah pengamatan

Tabel 7. Perbedaan Temperatur

Rata-rata temperatur udara (0C) Hutan

Selisih temperatur udara Hutan Kota dan Permukiman Sekitar

2,91˚C 1,20˚C

(8)

banyak. Pada malam hari, terjadi penghangatan lokal di lingkungan pemukiman karena ketika energi panas dilepaskan dalam jumlah banyak, hanya terdapat sedikit vegetasi untuk memfasilitasi pertukaran udara hangat dan dingin dengan lingkungan sekitarnya. Penyerapan energi panas dari atmosfer dan masuknya udara dingin ke lingkungan sekitar vegetasi berdampak pada rendahnya temperatur di atas permukaan tanah dan minimalnya penghangatan lokal pada malam hari ketika energi panas dilepaskan (Doick & Hutchings, 2013).

Melalui penguapan, energi panas yang disimpan vegetasi digunakan untuk mengubah air yang diserap dari substrat tempat tumbuhnya menjadi uap air. Energi panas dimanfaatkan untuk proses penguapan, sehingga energi panas dilepas ke atmosfer dalam jumlah minimal sehingga temperatur udara di daerah yang ditumbuhi vegetasi menjadi lebih rendah daripada daerah yang tidak ditumbuhi vegetasi (Oke, 1987). Peneduhan oleh tajuk pepohonan juga berkontribusi dalam rendahnya temperatur udara di lingkungan hutan kota dibandingkan dengan di lingkungan pemukiman. Tajuk pepohonan yang tinggi dan lebar membatasi masuknya sinar matahari ke permukaan tanah yang diteduhinya sehingga penyimpanan energi panas pun turut terbatasi (Doick & Hutchings, 2011; Potchter, Cohen, & Bitan, 2006).

Temperatur permukaan pada wilayah yang ditumbuhi vegetasi dapat mencapai 15-20 ˚C lebih rendah dibandingkan dengan temperatur permukaan pada wilayah pemukiman sehingga temperatur udaranya dapat mencapai 2-8 ˚C lebih rendah dibandingkan dengan temperatur udara pada wilayah pemukiman (Taha et al., 1988; Salto, 1990). Perbedaan temperatur udara ini juga teramati pada lingkungan sekitar Hutan Kota Tegallega dan Cilaki yang dibandingkan dengan lingkungan pemukiman di dekat masing-masing hutan. Kisaran selisih temperatur udara yang teramati dalam penelitian ini mendekati nilai yang diamati oleh Taha, dkk (1988) dan Salto (1990) yaitu kisaran antara 1,20 ˚C dan 2,91 ˚C. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara keberadaan hutan kota dan mikroklimat lingkungan sekitarnya yaitu keberadaan hutan kota dapat

menurunkan mikroklimat lingkungan sekitarnya.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa perbedaan vegetasi di Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki menyebabkan terjadinya perbedaan komunitas burung. Hal ini karena keanekargaman jenis tumbuhan dapat berpengaruh pada komunitas burung. Selain itu, berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa keberadaan Hutan Kota memeberikan pengaruh terhadap mikroklimat permukiman di sekitar Hutan Kota. Hal ini karena vegetasi di Hutan Kota mampu menurunkan temperatur.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen proyek ekologi yang senantiasa membekali penulis dengan berbagai ilmu yang bermanfaat. Ucapan terima kasih juga penulis berikan kepada para asisten proyek ekologi, khususnya kepada Mochammad Fikry Pratama yang selalu membimbing penulis dalam melakukan penelitian kecil ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar Bapak Wahyudin yang telah memberikan dukungan, baik berupa dukungan moral maupun materi. Terima kasih penulis haturkan untuk pihak-pihak yang telah terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik.

REFERENSI

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. (2009). ROADMAP Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 2010-2025. Departemen Kehutanan.

Campbell, Bruce, Elizabeth Lack. (1985). A Dictionary of Birds. Carlton, England: T and AD Poyser.

Doick & Hutchings. (2013). Air temperature regulation by urbantrees and green infrastructure. Forest Research. Surrey: Forestry Commission.

(9)

Gardner, F.P.;R.B.Pearce, dan R.L.Mitchell (1991). Fisiologi Tanaman Budidaya. Depok: Penetbit Universitas Indonesia.

Gartland. (2011). Heat Islands: Understanding and Mitigating Heat in Urban Areas. Routledge: Earthscan.

GoogleEarth. (2013). Hutan Kota Tegallega. [online] Diakses dari http://GoogleEarth.com/ [5 Desember 2013].

. (2013). Hutan Kota Cilaki. [online] Diakses dari http://GoogleEarth.com/ [5 Desember 2013].

Hansell, Mike. (2000). Bird Nests and Construction Behaviour. London: Cambridge University Press.

Horn, H.S. 1971. The Adaptive Geometry of Tree. New Jersey: Princeton University Press.

Jonotoro. (2012). Indesks Dominansi. [online]. Diakses dari http://gis.wwf.or.id/ [6 Desember 2013].

Krebs, CJ. (1999). Ecologycal Methodology, 2nd edition. Boston: Addison-Wesley Educational Publishers, Inc.

Molles, M.C. 2008. Ecology Concepts and Application 3rd edition. New York: Mc Graw-Hill.

Oke. (1987). Boundary layer climates. London: Routledge.

Partasasmita, R. (2003). Ekologi Burung Pemakan Buah dan Peranannya Sebagai Penyebar Biji. Makalah Falsafah Sains Program Pasca Sarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Potchter, Cohen, dan Bitan. (2006). Climaticbehaviour of various urban parks during hot and humidsummer in the Mediterranean city of Tel Aviv, Israel. International Journal of Climatology, 26, pp. 1695–711.

Richards, PW. (1996). The Tropical Rain Forest an Ecological Study, 2nd

Edition. United Kingdom: Cambridge University Press.

Rozieanti, Steffina. (2011). Fisiognomi Hutan, Stratifikasi Hutan, dan Pola Distribusi Spasial Pohon di Hutan Cisupa Beureum, Gunung Papandayan Garut. Skripsi. Institut Teknologi Bandung. Saito. (1990). Study of the effect of green

areas on thethermal environment in an urban area. Energy and Buildings, 15, pp. 493–8

Samsoedin, I. (1997). Studi Potensi Jenis-jenis Pohon Indonesia untuk Daerah Perkotaan. Hal. 183-188. Prosiding Diskusi Hasil-Hasil Penelitian. Mendukung Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Bogor: P3HKA.

Sholihah. (2011). Studi Hubungan Antara Struktur Vegetasi dengan Komposisi Burung di Tiga Taman Kota di Kota Bandung. Penelitian Kecil Proyek Ekologi ITB

Soerianegara, I dan Indrawan, A. (2005). Ekologi Hutan Indonesia. Dalam: Silitonga, A. 2010. Keanekaragaman Tegakan Hutan dan Potensi Kandungan Karbon di Taman Wisata Alam Deleng Lancuk Kabupaten Karo Propinsi Sumatera Utara. Tesis, Universitas Sumatera Utara.

(10)

Tabel 8. Data Analisis Vegatasi di Hutan Kota Cilaki

No. Eti ket

Nama Spesies

Koordinat Batang

Koordinat Ujung Tajuk Tinggi

X Y X1 Y1 T1 X2 Y2 T2 X3 Y3 T3 X4 Y4 T4 Cabang

Pertama

Puncak Kanopi

38 Syzygium

polyanthum

3 7.1 2.6 8.6 3.2 1.45 5.48 2.02 3.56 4.63 2 5 7.23 1.95 2 6.84

39 Syzygium

polyanthum

1.2 10.32 0.73 11.46 5.49 -0.6 10.32 5.42 1.37 8.35 4.97 2.55 10.32 4.1 2.02 6.86

40 Mimusop

elengi

4.1 1.12 7 7.74 6 -0.6 4.87 4 2.33 -3.1 4.84 11 4.8 6.73 2.97 22.05

41 Syzygium

polyanthum

9.7 1.4 9.85 3.1 2.45 3.25 1.1 2.83 10 -0.37 2.95 11.45 1.87 4.02 1.57 6

42 Swietenia

macrophylla

24.77 2.96 26.8 5.58 4.92 17.1 3.24 10.6 23.17 -7.73 8 31.37 -1.63 18.08 5 27

43 Elaeocarpus

ganitrus

36.33 3.15 31.67 9.63 26 26.42 2.54 20.88 27.72 -10.82

12.25 36.67 -0.65 14.5 4 25.67

44 Swietenia

macrophylla

37.87 1.14 39 8.6 17.1 37.07 4.4 27.54 37.37 0 5.26 45.3 6.48 6.38 5.7 17.4

45 Delonix regia 42.57 2.17 43.97 8.45 22.4 40.71 5.08 14.3 45.17 -3.5 21.6 55 6.8 21.92 3.43 25.2 46 Hibiscus

macrophyllus

49.07 6.85 52.1 9.2 0.5 48.6 9.8 0.7 46.83 7.05 0.6 51.63 5.2 0.4 0.3 1.1

47 Delonix regia 46.85 5.97 46.3 7.73 6.1 45.48 6.65 7.6 48 2.1 6.8 51 5.42 7.4 2.4 7 48 Pometia

pinnata

43.77 7.18 43.8 9.1 5 43.87 7.57 4.77 43.9 5.1 7.12 45.03 5.1 2.63 1.98 7.45

49 Cananga

odorata

38.5 8.87 41 14.76 6.03 36.5 16.73 9.07 40.57 5.5 13.2 45.8 13.8 10.12 12.04 14

50 Delonix regia 30.9 10.18 39.96 11.3 11.4 40.5 13 8.64 37.03 8.8 19.04 38.13 6.02 16.2 3.2 21.2 51 Elaeocarpus

ganistrus

27.36 8.8 23.14 22.3 16.69 23.17 11.58 20 24.77 3.16 22.3 35.17 21.82 15.16 35 21.5

52 Terminalia

cattapa

18.9 15.6 11.2 15.5 3.08 8.3 18.6 4.95 10.9 22.8 5.47 17 18 2.6 1.52 11.5

53 Michelia

alba

(11)

54 Michelia

alba

2.25 16.92 2.25 17.95 5.6 2.53 15.88 6.23 -0.56 11.12 5.49 3.57 12.15 7.78 0.4 11.6

55 Hamelia

erecta

36.7 19.4 36.7 22.88 1.51 32.85 20.8 1.78 37.8 15.46 1.78 39.32 19.46 2.02 0.3 4.5

56 Delonix regia 40.78 18.85 40.78 25 10.68 33.48 18.63 8.82 48.26 16.7 12.05 43.28 19.36 12.5 2.77 15.3 57 Muntigia

colabora

47.6 15.22 47.5 21.5 3.82 42.2 18.2 4.14 49.6 16.23 3.5 48.3 15.7 3.01 2.22 5.1

58 Muntigia

colabora

(12)

Tabel 9. Data Analisis Vegetasi Hutan Kota Tegallega

No Nama Spesies Koordinat

Batang (m)

Koordinat Ujung Tajuk (m) Tinggi

X Y X1 Y1 T1 X2 Y2 T2 X3 Y3 T3 X4 Y4 T4 Cabang

Pertama

Puncak Kanopi

1 Cannarium sp. 0 0 1 -3 2.05 -2.75 1 2.875 0 3.6 2.4 3.7 0.6 5.44 3.712 11.2 2 Hibiscus

macrophyllus

10.6 0.27 9.6 -2.2 7.56 5.7 1.1 9.744 9.35 3.5 7.052 14.6 1.6 5.1 1.28 10.08

3 Swietenia

mahagoni

16.35 0.3 15.8 -2.4 4.94 13.35 -1 4.5 16.05 4.3 3.75 18.15 0.7 4.75 0.3 6.66

4 Antidesma

bunius

21.55 0.6 21.55 -2.4 1.026 18.75 0 2.108 22.15 3.9 2.08 24.95 0.3 2.2 0.3 4.1

5 Antidesma

bunius

26.85 0.5 26.65 -3.5 3.7 23.6 0.7 2.294 26.85 4.7 10.4 29.75 3.7 2.43 0.4 11.2

6 Samanea saman 31.85 0.4 25.35 -15.4 5.04 20.55 3.7 13.272 32.35 10.3 10.2 43.65 -1.6 11.17 2.5 14.4 7 Samanea saman 37.75 0 36.75 -13 10.89 28.85 1.5 10.5 39.65 12 9.6 47.05 -7.1 9.45 2.4 11.3 8 Cinnamomum sp. 42.45 0.5 43.15 -0.8 2.1 38.25 1.3 2.7 43.75 5.2 0.3 45.75 2.2 3 0.1 8 9 Sapindaceae 47.45 1.3 47.45 -1.6 1.4 45.15 1.5 2.1 48.9 4.5 1.9 52.7 1.1 2 0.4 4.41 10 Tabebuela

argentea

49.6 7 49 4.33 2.3 49.5 7 2.2 49.6 7.77 2.3 50.55 7 1.9 1 2.4

11 Mimusop elengi 47.4 6.3 46.4 4.3 1.8 45.4 6 1.8 47.4 9.5 2.47 50 7.9 1.4 0.9 5.8 12 Cannarium sp. 39.47 5.97 39 5.47 2.53 37.91 5.97 4.86 41.12 11.4 2.43 41.52 5.97 9.24 2 15.5 13 Manilkara kauki 34.1 4.7 34.2 2.2 3.3 31.8 5.4 2.3 34.9 7.7 2.9 36.5 4.7 2 1 6.72 14 Samanea saman 29.3 4.9 18.75 -1 10.8 18.2 8.5 12.75 32.1 13.8 8.5 40.45 8.6 8 2.8 26.1 15 Hibiscus

fillaceusmaron

23.8 5.45 22.8 3.65 6.42 20.8 6.35 2.3 23.8 9.65 6.3 24.8 5.45 2.46 0.1 7.04

16 Dyospiros

discolor

18.7 5.5 19.1 1.7 4.4 15.85 6.15 1.6 18.7 8.8 2.3 21.9 4.35 2.7 1 7.32

17 Swietenia

macrophylla

13.7 5.2 13.9 1.8 7.92 12.1 5.2 8.225 11.2 7.9 7.175 17.1 4.2 6.63 2.2 12.16

18 Cerbera

manghass

9.9 5.17 11.9 2.3 4.76 7.9 5.57 5.27 10.3 8.27 5.04 12.4 4.37 1.9 1.8 8.73

(13)

20 Mimusop elengi 10 4.95 0.4 3.36 2.3 -2 4.95 3.6 0.1 6.95 2.9 2.2 4.97 3 0.95 7.04 21 Pithecellobium

dulce

0 11.5 1.86 5.56 6.177 -5.7 12.9 6.825 0.7 17.98 9 7.62 12.3 8.255 6.4 12.8

22 Manilkara kauki 5.7 11.2 6 4.4 3.36 4 4.4 3.6 5.7 17.1 8.74 9.15 11 1.548 1.4 7.4 23 Mutingia

calabura

12 11.8 12 7.44 8.1 7.6 12.3 8.455 12.5 14.3 9.664 16.5 8.9 5.814 1.134 12.474

24 Saraca

thaipingensis

23 11.35 23.4 8.55 3.572 21.7 11.75 2.4 23 13.6 3.96 25 11.3 4.76 0.5 6.9

25 Manilkara kauki 21.55 11.3 21.4 9.3 4.256 19.1 11.5 1.558 21.44 14.14 2.418 24.5 11.3 2.072 1.1 7 26 Moringa oliefera 31.85 11.45 32 8.95 10.01 29.45 8.95 5.49 31.85 20.45 2.852 37 11.5 6.435 5.134 20.687 27 Delonix regia 39 11.9 39 9.65 4.418 39.7 16.2 3.496 37.4 11.9 5.568 42.2 12 8.71 6.728 17.168 28 Sterculia foetida 41.65 12 41.4 5.41 4.465 40.11 12 4.176 41.65 15.1 6.232 44.25 12.3 5.06 0.776 16.005 29 Sterculia foetida 28.52 15.4 28 8.75 5.175 21.34 15 5.94 28 -0.8 6.15 38.32 16.15 4.292 2.028 10.764 30 Dyospiros

discolor

50 13.5 50 11.9 2.442 48.3 13 3.255 50 12.2 2.838 2.7 3 1.26 0.4 4.7

31 Delonix regia 46.18 17.3 46.18 10 10.384 40.3 17.3 5.85 46.18 -3.57 8.14 -2.74 16.8 4.96 3.192 15.96 32 Pometia pinnata 40.78 17.4 40.78 15.7 4.536 39.5 18 1.76 40.78 19.8 4.142 44.93 -1 4.3 2.1 6.2 33 Delonix regia 35.02 16.38 35 14.28 4.268 32.72 18.83 5.151 35 19.4 4.06 37.62 15.93 4.05 3.6 8.3 34 Samanea saman 28.5 15.4 28 8.75 7.906 21.34 15 7.7 28 -0.8 8.184 38.32 16.5 6.864 5.364 25.33 35 Saraca

thaipingensis

12.7 16.25 12 13.3 2.448 11.1 16 1.702 12.3 18.41 2.923 14.78 15.7 2.812 0.4 4.7

36 Spathodea

campanulata

7.6 16.15 7 10.85 10.8 3 16 5.72 7 -0.57 3.575 10.52 16 7.708 4.5 13.59

37 Mutingia

colabora

(14)

LAMPIRAN 1

Gambar 1. Lokasi Penelitian di Hutan Kota Tegallega

(Google Earth, 2013)

Gambar 2. Lokasi Penelitian di Hutan Kota Cilaki

(15)

Gambar 3. Kondisi Lantai Hutan Kota Tegallega

(Dok. Pribadi, 2013)

Gambar 4. Kondisi Lantai Hutan Kota Cilaki

(16)

Gambar 10. Jenis-Jenis dan Jumlah Spesies Burung di Hutan Kota Tegallega dan hutan Kota Cilaki

Gambar 11. Titik Burung Hinggap di Hutan Kota Tegallega

16

5 1

14 10

3 11

4 1 5

0 0 0 0

0 2 0 5

36 68

2 1 0 1 3

9

1 1

0 10 20 30 40 50 60 70 80

Cilaki

(17)

Gambar 12. Titik Burung Hinggap di Hutan Kota Cilaki

Gambar 13. Grafik Perbandingan Intensitas Cahaya di Hutan Kota Tegallega dan Permukiman Sekitarnya

0 50000 100000 150000 200000

In

te

n

si

ta

s

C

a

h

a

y

a

(

Lu

x

)

Perbandingan Intensitas Cahaya di Hutan Kota

Tegallega dan Permukiman

hutan tegalega

(18)

Gambar 14. Grafik Perbandingan Intensitas Cahaya di Hutan Kota Cilaki dan Permukiman Sekitarnya

Gambar 15. Grafik Perbandingan Temperatur di Hutan Kota Tegallega dan Permukiman Sekitarnya

0 50000 100000 150000 200000 250000

In

te

n

si

ta

s

C

a

h

a

y

a

(

Lu

x

)

Perbandingan Intesitas Cahaya di Hutan Kota

Cilaki dan Permukiman

hutan cilaki

pemukiman sekitar hutan cilaki

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

T

e

m

p

e

ra

tu

r

C

)

Perbandingan Temperatur di Hutan Kota

Tegallega dan Permukiman

hutan tegalega

(19)

Gambar 16. Grafik Perbandingan Temperatur di Hutan Kota Cilaki dan Permukiman Sekitarnya

Gambar 17. Grafik Perbandingan Temperatur di Hutan Kota dan Permukiman Sekitarnya

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

T

e

m

p

e

ra

tu

r

C

)

Perbandingan Temperatur di Hutan Kota Cilaki

dan Pemukiman

hutan cilaki

pemukiman sekitar hutan cilaki

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

T

e

m

p

e

ra

tu

r

C

)

Perbandingan Temperatur Udara di Hutan Kota

dan Pemukiman

hutan tegalega

pemukiman sekitar hutan tegalega

hutan cilaki

(20)

LAMPIRAN 2

Tabel 1. Jenis-Jenis Pohon di Hutan Kota Tegallega

No. Nama Spesies Jumlah

1 Antidesma bunius 2 2 Cannarium sp. 2 3 Cerbera manghass 1 4 Cinnamomum sp. 1 5 Delonix regia 3 6 Dyospiros discolor 2 7 Hibiscus fillaceusmaron 1 8 Hibiscus macrophyllus 1 9 Manilkara kauki 3 10 Melastomataceae 1 11 Mimusop elengi 2 12 Moringa oliefera 1 13 Mutingia colabora 2 14 Pithecellobium dulce 1 15 Pometia pinnata 1 16 Samanea saman 4 17 Sapindaceae 1 18 Saraca thaipingensis 2 19 Spathodea campanulata 1 20 Sterculia foetida 2 21 Swietenia macrophylla 1 22 Swietenia mahagoni 1 23 Tabebuela argentea 1

Total 37

Tabel 2. Jenis-Jenis Pohon di Hutan Kota Cilaki

No. Nama spesies Jumlah

(21)

8 Muntigia colabora 2 9 Pometia pinnata 1 10 Swietenia macrophylla 2 11 Syzygium polyanthum 3 12 Terminalia cattapa 1

Total 21

Tabel 4. Penghitungan Keanekaragaman dan Dominansi Vegetasi di Hutan Kota Tegallega

No. Nama Spesies Jumlah Pi Pi^2 ln Pi Pi ln Pi

1 Antidesma bunius 2 0.054054 0.002922 -2.91777

0.157717337

2 Cannarium sp. 2 0.054054 0.002922 -2.91777

0.157717337

3 Cerbera manghass 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

4 Cinnamomum sp. 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

5 Delonix regia 3 0.081081 0.006574 -2.51231

0.203700456

6 Dyospiros discolor 2 0.054054 0.002922 -2.91777

0.157717337

7 Hibiscus fillaceusmaron 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

8 Hibiscus macrophyllus 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

9 Manilkara kauki 3 0.081081 0.006574 -2.51231

0.203700456

10 Melastomataceae 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

11 Mimusop elengi 2 0.054054 0.002922 -2.91777

0.157717337

12 Moringa oliefera 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

13 Mutingia colabora 2 0.054054 0.002922 -2.91777

0.157717337

14 Pithecellobium dulce 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

15 Pometia pinnata 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

16 Samanea saman 4 0.108108 0.011687 -2.22462

0.240499843

17 Sapindaceae 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

(22)

2.91777 19 Spathodea campanulata 1 0.027027 0.00073

-3.61092

0.097592376

20 Sterculia foetida 2 0.054054 0.002922 -2.91777

0.157717337

21 Swietenia macrophylla 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

22 Swietenia mahagoni 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

23 Tabebuela argentea 1 0.027027 0.00073 -3.61092

0.097592376

Total 37 0.054785 3.020623002

Tabel 5. Penghitungan Keanekaragaman dan Dominansi Vegetasi di Hutan Kota Cilaki

No. Nama spesies Jumlah pi pi*pi ln pi pi ln pi

1 Delonix regia 4 0.19 0.04 -1.66 0.32 2 Elaeocarpus ganistrus 2 0.10 0.01 -2.35 0.22 3 Hamelia erecta 1 0.05 0.00 -3.04 0.14 4 Hibiscus macrophyllus 1 0.05 0.00 -3.04 0.14 5 Cananga odorata 1 0.05 0.00 -3.04 0.14 6 Michelia alba 2 0.10 0.01 -2.35 0.22 7 Mimusop elengi 1 0.05 0.00 -3.04 0.14 8 Muntigia colabora 2 0.10 0.01 -2.35 0.22 9 Pometia pinnata 1 0.05 0.00 -3.04 0.14 10 Swietenia macrophylla 2 0.10 0.01 -2.35 0.22 11 Syzygium polyanthum 3 0.14 0.02 -1.95 0.28 12 Terminalia cattapa 1 0.05 0.00 -3.04 0.14

Total 21 0.11 2.36

Tabel 6. Uji ANOVA

Variabel

Tempat

Ftabel Fhitung

Ho

Signifikansi

Temperatur

Hutan Tegalega & Pemukiman

sekitar

3.85

154.662 ditolak

0

Hutan Cilaki & Pemukiman sekitar

3.85

19.704

ditolak

0

Intensitas

Cahaya

Hutan Tegalega & Pemukiman

sekitar

3.85

116.904 ditolak

0

Hutan Cilaki & Pemukiman sekitar

3.85

108.916 ditolak

0

(23)

Gambar

Tabel 3. Keanekaragaman dan Dominansi Vegetasi di Hutan Kota Tegallega dan Hutan Kota Cilaki
Gambar 5 Diagram Profil Hutan Kota Tegallega
Gambar 8. Proyeksi Kanopi Pohon pada Strata C di Hutan Kota Tegallega
Tabel 7. Perbedaan Temperatur
+7

Referensi

Dokumen terkait

WIDODO SUDIYONO,

Permasalahan ini memang perlu dibangun melalui komunikiasi karena dalam prakteknya ilmu komunikasi mampu menjelaskan tentang fenomena sosial yang berkaitan dengan proses

Kesimpulan yang didapatkan dari penelitian tersebut mengatakan bahwa, untuk aspal cair jenis MC-250 yang digunakan sebagai tack coat pada perkerasan lama-baru dengan

Langkah-langkah pada aplikasi ANP adalah : (1) membuat konstruksi model dengan kontrol hierarki yang terdiri dari aspek-aspek yang dipertimbangkan dan alternatif

Pengesahan dokumen merupakan satu kewajiban pengurusan dalam Negeri Kedah boleh dilakukan secara elektronik sehingga membolehkan eDokumen dapat dipakai secara

Jenis Penelitian ini adalah jenis penelitian analitik kuantitatif dengan rancangan cross sectional, dimana peneliti ingin melihat Hubungan Umur dan Paritas dengan

Persentase kejadian gelombang di lepas pantai Pulau Karakelang sebelah barat dalam bentuk waverose dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Gambar 4.5.. Distribusi Tinggi dan

Hasil penelitian di kelas X MIA 2 SMA Batik 1 Surakarta menunjukkan setiap aspek keterampilan proses sains peserta didik meningkat dan miskonsepsi peserta didik pada