• Tidak ada hasil yang ditemukan

KLASIFIKASI RUANG UNTUK MEMENUHI KEBUTUH (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "KLASIFIKASI RUANG UNTUK MEMENUHI KEBUTUH (1)"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

KLASIFIKASI RUANG UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh: I.B. Ilham Malik, ST., MT.

Dosen Teknik Sipil Universitas Bandar Lampung (UBL), Peneliti di Center for Urban and Regional Studies/CURS UBL.

Menurut Arthur B Gallion dan Simon Eisner (The Urban Pattern, City Planning and Design, 1986), klasifikasi lahan dalam sebuah kota besar terdiri dari 5 katagori utama; 1. Ruang terbuka, 2. Lahan Pertanian, 3. Perumahan, 4. Perdagangan, dan 5. Industri. Klasifikasi ini akan terbagi dalam katagori penggunaan lahan yang paling menganggu hingga yang paling tidak menganggu, dari yang paling dibatasi hingga yang paling tidak dibatasi, dan dari yang paling padat hingga yang paling terbuka.

Semua kota di Indonesia memiliki kondisi yang sedemikian rupa. Dan hal yang perlu untuk diingat adalah pembagian fungsi ruang tersebut pada dasarnya dilakukan untuk memastikan memenuhi kebutuhan kota dalam segala hal. Meski hal ini sudah mulai bergeser apalagi dengan adanya konsep pengembangan ekonomi wilayah yang membuat suatu kota menjadi bergantung dengan kota yang lain. Sebab tidak mungkin suatu industri dibangun hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang ada didalam suatu kota. Industri akan dibangun untuk menyasar kebanyak calon pembeli atau pengguna. Sehingga bisa jadi skala industri di sebuah kota akan sedemikian besar sebab industri tersebut menyumplai kebutuhan masyarakat di banyak tempat.

Apakah kondisi demikian akan atau sudah terjadi di Kota Bandar Lampung, atau Kota Metro dan ibukota kabupaten lain di Lampung? Secara umum, semua klasifikasi ruang tersebut sudah ada, namun memang komposisinya yang tidak seimbang dengan kebutuhan. Hal itu seringkali menimbulkan masalah bagi manajer kota dan masyarakat. Mari kita coba membahasnya satu persatu secara kualitatif.

Yang pertama, ruang terbuka. Secara umum kita artikan saja ruang terbuka ini adalah taman, ruang publik terbuka. Dan bahkan kita secara ekstrim masukkan saja hutan kota sebagai bagian dari itu. Meskipun open space diartikan adalah ruang yang bisa digunakan untuk berbagai fungsi, hingga ia menjadi ruang publik yang terbuka. Nah, bagaimana kondisi tersebut di Bandar Lampung? Ruang terbukanya tentu saja ada. Namun, kondisi ruang terbuka kota tidak memenuhi kebutuhan masyarakat yang dibuktikan dengan banyaknya keluhan masyarakat akan keterbatasan ruang terbuka di dalam sebuah wilayah kota.

Masyarakat saat ini berkumpul di beberapa tempat jika hendak mengakses dan memanfaatkan ruang terbuka tersebut. Diantaranya adalah Taman Danau Unila, Museum Lampung, PKOR Way Halim, Taman Enggal, Taman Dwipangga, dan ruang terbuka baru yang dibangun pemerintah yaitu di Taman Masjid Alfurqon dan sekitarnya. Banyak masyarakat yang memanfaatkan ruang-ruang tersebut.

(2)

ruang terbuka juga masih menjadi masalah. Sebenarnya sudah banyak harapan yang disampaikan oleh masyarakat kepada pemerintah kota agar dapat menjalankan suatu program satu kelurahan satu ruang terbuka / lapangan besar yang dapat difungsikan untuk berbagai kegiatan seperti olahraga, acara kemasyarakatan, menjadi taman, tempat bertemunya masyarakat dengan manager kota.

Namun sayangnya harapan akan tersedianya satu kelurahan dibuat satu lapangan besar, masih belum bisa terwujud. Meskipun alasan yang disampaikan bisa rasional dan bisa juga tidak rasional yaitu ketersediaan anggaran pemerintah. Sebab terkait dengan anggaran tentu saja hal ini sangat bergantung pada skala prioritas dan efektivitas anggaran. Harus diakui bahwa saat ini banyak anggaran tersedot untuk pembangunan dan perbaikan jalan. Namun jika jalan tersebut hanya dalam tempo 8 bulan sudah kembali mengalami kerusakan, tentu saja akan kembali menyedot anggaran yang seharusnya bisa dialokasikan, salahsatunya, ke penyediaan ruang terbuka tadi.

Yang kedua, lahan pertanian. Untuk lahan pertanian ini bisa jadi bahan perdebatan yang sengit. Penyediaan lahan untuk sektor pertanian ini memang dilematis bagi setiap manager kota. Karena itu, banyak terjadi perubahan fungsi lahan dalam wilayah kota yang semula lahan pertanian berbuah menjadi bangunan komersial. Lahan pertanian dalam sebuah kota seringkali menjadi korban pembangunan.

Namun hilangnya lahan pertanian ini bukannya tanpa pendukung. Sebab banyak juga pihak yang mengatakan bahwa untuk sektor pertanian, bisa dikembangkan di luar wilayah kota yang sudah semakin kekurangan lahan untuk kegiatan permukiman dan komersial. Suplly kebutuhan pertanian bisa diambil dari daerah sekitar kota. Dan inilah yang telah terjadi. Kini, lahan pertanian di Kota Bandar Lampung sudah sedemikian berkurang atau bahkan secara hiperbolik kita sebut saja sudah sedikit lagi menjadi habis. Dan hal ini membuat suplai kebutuhannya bersumber dari sekitar kota.

Padahal, kota yang baik sebenarnya adalah sebuah kota yang bisa menyeimbangkan kebutuhan masyarakatnya dengan ketersediaan lahan pertanian ini. Sebab lahan pertanian memiliki fungsi yang sedemikian besar dan banyak. Selain untuk memenuhi kebutuhan pangan, juga memenuhi kebutuhan masyarakat akan hiburan, rekreasi, menambah ruang terbuka, menyediaan wisata agro dalam wilayah kota, dan sebagainya. Dan hal ini juga akan membuat kota tidak terlalu bergantung dengan daerah lain dalam hal kebutuhan pertanian. Dan biasanya, keterbatasan lahan pertanian akan meningkatkan riset sehingga hal ini akan membuat kualitas kota akan semakin bagus karena riset dalam berbagai hal akan semakin tinggi. Misalnya saja, riset tentang produktivitas lahan pertanian sehngga produksi menjadi besar sehingga dapat tetap bisa memenuhi kebutuhan masyarakat kota yang terus tumbuh. Riset ini akan mendorong riset lainnya tentang ecocity dan green transportation sehingga kondisi iklim dalam sebuah kota dapat tetap seimbang sehingga tidak mengganggu produksi hasil pertanian. Jika ini terjadi maka kota ini akan berubah menjadi sebuha kota yang sehat dan mampu memenuhi kebutuhannya sendiri.

(3)

mampu untuk memenuhi kebutuhan rumah untuk warga kota sebagaimana yang menjadi permintaan. Jadi artinya permintaan tinggi namun pengembang tidak mampu untuk memenuhi seluruh permintaan tersebut. Hal ini terjadi sebagai dampak dari tingginya harga lahan. Harga lahan yang tinggi menyebabkan harga jual bangunan juga menjadi tinggi. Padahal, mayoritas warga kota yang membutuhkan tempat tinggal memiliki keterbatasan kemampuan untuk membeli rumah. Akhirnya sulit ditemukan jalan keluar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal tersebut.

Untuk mencoba menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah pusat telah membuat program rusun dan telah mengalokasikan dana yang sangat besar untuk membangun rumah susun tersebut di setiap wilayah kota. Syaratnya adalah pemerintah kota masing-masing sudah menyediakan lahan yang siap bangun yang menjadi tempat dimana rusun berada. Sayangnya, pemerintah kota lamban mengantisipasi hal tersebut. Bahkan cenderung mengalami kesulitan untuk memenuhi penyediaan lahan. Akhirnya, program dari Kementerian Perumahan Rakyat / Kemenpra menjadi tidak bisa terwujud dan tidak bisa dilaksanakan di Kota Bandar Lampung.

Sekali lagi, hal ini sebenarnya tidak terlalu terkait dengan ketersediaan anggaran. Sebab ada banyak kegiatan yang sifatnya bisa ditunda pelaksanaannya dan anggarannnya bisa dialokasikan ke penyediaan lahan untuk rumah susun. Jika penyediaan rumah susun ini bisa terlaksana dengan baik di Bandar Lampung, tentu saja hal ini akan sangat membantu masyarakat yang sudah besar jumlahnya, yang membutuhkan rumah baru sebagai tempat tinggal.

Dan REI, pada akhirnya memilih membangun rumah di daerah pinggiran karena harga lahan masih rendah sehingga harga jual rumah pun bisa murah. Padahal jika REI membangun rumah dipinggiran sementara tempat kerja masyarakat berada di dalam wilayah kota, hal itu membawa konsekuensi pada tingginya biaya mobilitas yang harus ditanggung oleh masyarakat. Dan apalagi, sudah seharusnya REI membangun rumah susun. Tidak lagi membangun rumah horizontal. Artinya bahwa, pembangunan rumah susun atau apartemen sebaiknya digalakkan dan dijadikan trend hunian baru bagi warga kota. Di kota lain seperti Jakarta dan Bandung, hal ini sudah mulai menjadi trend.

Agar pembangunan kota kita menjadi lebih baik, dan tidak kadung memburuk terlebih dahulu baru diperbaiki, maka alangkah baiknya jika Pemkot Bandar Lampung mengambil inisiatif agresif untuk menyediakan lahan untuk rumah susun yang akan dibangun oleh Kemenpera. Dan memberikan insentif yang sangat maksimal kepada pengembang yang membangun rusun dan apartemen. Ini perlu dilakukan untuk memaksimalkan tingkat pemanfaatan lahan kecil yang bisa dihuni oleh banyak orang.

Karena perlu diingat, ketersediaan lahan dalam wilayah kota sudah semakin berkurang sehingga ruang yang ada harus dioptimalkan pemanfaatannya. Dan ini sangat bisa dilakukan. Pemerintah cukup membuat regulasi, dan kebijakan anggaran pembangunan yang lebih berpihak pada kebutuhan masyarakat kota akan perumahan.

(4)

andalan dalam pembangunan ekonomi kota, maka seringkali keberadaannya berkebalikan dengan penyediaan ruang terbuka dan lahan pertanian. Sehingga seringkali ada tarik menarik kepentingan dalam penyediaan lahan antar ketiganya. Sebab bagi yang berkeinginan dan memiliki mindset mendorong pembangunan ekonomi kota yang sebesar-besarnya, maka sudah pasti sektor perdagangan akan menjadi sektor yang diutamakan. Tidak peduli apakah pembangunan sektor ini mereduksi ketersediaan lahan untuk ruang terbuka dan pertanian ataukah tidak. Sebab dalam asumsinya, kota memang wilayah perdagangan skala besar. Bukan lagi lahan pertanian. Adapun untuk ruang terbukanya bisa saja diciptakan dalam format plaza dan mall. Dan hal ini akhirnya menjadi pertarungan ide yang tidak ada akhirnya antara pendukung penyediaan ruang terbuka dan lahan pertanian dengan pendukung pengembangan sektor perdagangan. Dan tampaknya inilah yang terjadi di Kota Bandar Lampung.

Kita lihat, sebagian besar wilayah Kota Bandar Lampung sudah tidak lagi menyediakan lahan untuk pertanian. Bahkan ruang terbuka kota sangat terbatas dari sisi jumlah. Hal ini disebabkan oleh semakin dominannya kegiatan perdagangan dan jasa, sebagaimana yang menjadi mindset pembangunan kota yang menjadikan kota sebagai suatu wilayah selayaknya pasar besar. Itulah sebabnya pertumbuhan bangunan dengan fungsi utama perdagangan dan jasa, berupa gedung tersendiri maupun ruko, terus tumbuh subur di Bandar Lampung. Meskipun fenomena ini bukan hanya terjadi di kota ini, namun memang juga sudah menjadi fenomena kota-kota di Indonesia, yang menempatkan sektor perdagangan dan jasa sebagai lini utama pembangunan ekonomi, meningkatkan pendapatan daerah, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun memang harus diakui bahwa sektor perdagangan dan jasa adalah sektor yang paling mendominasi kegiatan ekonomi suatu kota. Sektor lain, apalagi sektor pertanian, tidak bisa memberikan kontribusi besar pada ekonomi kota. Apalagi kita tahu bahwa kota memang memiliki keterbatasan dalam hal luas wilayah.

Pembagian fungsi wilayah a la Von Thunen, secara teoritis bisa dan mungkin perlu dikembangkan. Namun dominasi kegiatan perdagangan dan jasalah yang akan memajukan ekonomi kota. Hanya saja hal yang harus diingat adalah; membangun kota bukan hanya membangun ekonomi kota. Namun juga juga membangun peradaban kota. Keseimbangan fungsi ruang kota, akan menjadikan kota dan warganya menjadi lebih beradab. Dan hal ini yang seringkali terlupakan oleh setiap manajer kota.

(5)

Jadi, sektor perdagangan dan jasa memang harus dioptimalkan. Namun ia tidak boleh menggerus keberadaan ruang lain. Hal yang perlu dilakukan adalah terus mendorong peningkatan kegiatan ekonomi dari sektor perdagangan dan jasa, namun tetap didalam klaster wilayah tertentu. Atau tetap konsisten didalam luas wilayah tertentu yang telah ditetapkan. Tidak boleh lebih dari itu. sehingga eksistensi setiap fungsi didala suatu wilayah kota, akan tertap terjaga tanpa ada yang dinisbikan.

Yang kelima, industri. Kawasan industri di Bandar Lampung ditempatkan di sekitar kawasan Way Lunik, Panjang. Hal ini terjadi karena kedekatannya dengan kawasan Pelabuhan Internasional Panjang. Sejak lama, sebelum Kota Bandar lampung memiliki Perda RTRW Kota Bandar Lampung, kawasan sekitar Way Lunik memang telah banyak dihuni oleh bangunan pabrik dan pergudangan. Karena itu, sangatlah wajar jika kemudian RTRW kota menunjuk dan menjadikan kawasan tersebut sebagai kawasan industri dan pergudangan.

Karena telah dijadikan sebagai kawasan industri, lalu tidak ada pengelolanya, maka perlu ada upaya pemerintah untuk berkoordinasi dengan kalangan pengusaha untuk mendorong pengembangan kawasan industri ini. Termasuk juga modernisasi kawasan industri. Harus ada upaya dari pemerintah untuk memastikan kawasan industri ini memiliki produktivitas yang tinggi, dan juga, hal ini yang sangat penting, memiliki tingkat pencemaran yang rendah. artinya, kawasan industri ini adalah termasuk green zone. Semua itu bisa dipastikan melalui ijin dan sertifikasi amdal.

Kawasan industri ini harus dipastikan semaksimal mungkin memenuhi kebutuhan di Kota Bandar Lampung. Sisanya, kemudian diekspor ke lokasi lain. Artinya, Bandar Lampung bisa menjadi basis industri nasional. Tentu saja untuk awasan industri di Way Lunik ini perlu ditopang oleh kawasan industri lain. Misalnya saja Kawasan Industri Lampung (Kail). Kail adalah kawasan industri penting di Provinsi Lampung yang didalamnya ada saham Pemprov Lampung. Sayang memang, hingga kini belum dikelola dengan baik.

Referensi

Dokumen terkait

Dunia seni pertunjukan adalah dunia yang identik dengan praktis dan keilmuwan seni, tanpa ditunjang dengan bekal mata kuliaah umum lain, maka akan melahirkan individu yang hanya

meaning in a way that realistic ar t can’t.. Penyederhanaan bentuk tidak selalu merupakan penghilangan detail, tetapi bisa menjadi cara membuat fokus, yang tidak dapat

Dalam kehidupan masyarakat Jawa berbagai macam ragam seni dan budaya hingga kini masih bertahan dan dijalankan, salah satu bentuk upaya dalam pemaknaan ini dapat

Pada hari kedua, pasien diminta untuk melakukan lagi latihan relaksasi napas yang telah diajarkan pada hari pertama, sebelum intervensi didapatkan skor fatigue 53, TD : 150/90 mmhg, N

Penelitian Akuntabilitas dan Transparansi Berbasis Bagi hasil ini bertujuan untuk mengetahui penerapan Akuntabilitas dan Transparansi Berbasis Bagi Hasil di Toko

Saat bentang 40 m ini dibebani dengan beban lalu lintas yang semakin meningkat akan mengakibatkan terjadinya lendutan yang cukup besar pada jembatan sehingga

Begitu juga dengan Penelitian [18] pada pemerintahan kota Banda Aceh menjelaskan bahwa pemahaman akuntansi, pemanfaatan sistem informasi akuntansi keuangan daerah

Berdasarkan hasil analisis disimpulkan bahwa: 1) Terdapat pengaruh kompetensi terhadap kepuasan mengajar guru yang ditunjukkan dengan koefisien jalur sebesar 0,593