SKRIPSI
HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAKUS (MCK) DI SUNGAI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DIARE DAN PENYAKIT
KULIT PADA MASYARAKAT DESA KARANGBALE KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN
BREBES TAHUN 2014
Disusun Oleh
ARIEF SETIYO PAMBUDI
C1010037
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM A
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
SKRIPSI
HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAKUS (MCK) DI SUNGAI
TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DIARE DAN PENYAKIT
KULIT PADA MASYARAKAT DESA KARANGBALE
KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN
BREBES TAHUN 2014
Disusun Oleh
ARIEF SETIYO PAMBUDI
C1010037
Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar
sarjana keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan
STIKES BHAMADA SLAWI
PRODI ILMU KEPERAWATAN
2013-2014
HALAMAN PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA
ILMIAH
Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Arief Setiyo Pambudi NIM : C1010037
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini, saya :
1. Tidak menggunakan ide orang lain tanpa mampu mengembangkan dan mempertanggungjawabkan.
2. Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3. Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau tanpa izin pemilik karya.
4. Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5. Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya ini.
Jika dikemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan telah melalui pembuktian yang dapat dipertanggung jawabkan, ternyata memang ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini, maka saya siap dikenai sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di STIKes Bhakti Mandala Husada Slawi,
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Slawi, 22 Juli 2014 Yang Menyatakan
Persetujuan Skripsi
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAKUS (MCK) DI SUNGAI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DIARE DAN PENYAKIT
KULIT PADA MASYARAKAT DESA KARANGBALE KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN
BREBES TAHUN 2014
Dipersiapkan dan disusun oleh ARIEF SETIYO PAMBUDI
C1010037
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing penelitian untuk dipertahankan dihadapan penguji skripsi pada tanggal 22 Juli 2014.
Pembimbing I, Pembimbing II,
Joko Kurnianto, S.KM., M.Kes Uswatun Insani, S.Kep., Ns NIP.19680517 199203 1006 NIPY.1981.07.02.09.046
Pengesahan Skripsi
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :
HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAKUS (MCK) DI SUNGAI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DIARE DAN PENYAKIT
KULIT PADA MASYARAKAT DESA KARANGBALE KECAMATAN LARANGAN KABUPATEN
BREBES TAHUN 2014
Dipersiapkan dan disusun oleh
ARIEF SETIYO PAMBUDI
C1010037
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada tanggal 22 Juli 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat dan diterima.
Penguji I,
Risnanto, SST., M.Kes NIP.1972.06.10.97.007
Penguji II,
Joko Kurnianto, S.KM., M.Kes NIP.19680517 199203 1006
Penguji III,
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan proposal penelitian ini tepat pada waktunya. Proposal penelitian ini disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan di STIKes BHAMADA Slawi
dengan mengambil judul “Hubungan Perilaku Mandi Cuci Kakus (MCK) di Sungai Terhadap Kejadian Penyakit Diare dan Penyakit Kulit Pada Masyarakat Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014”.
Selama penyusunan proposal penelitian ini peneliti masih banyak
mendapatkan bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, perkenankan peneliti menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan kepada:
1. Tri Agustina, SST., M.Kes, selaku Ketua STIKes Bhamada Slawi periode tahun 2014-2018 dan Risnanto SST., M.Kes selaku Ketua STIKes Bhamada Slawi melanjutkan periode tahun 2010-2014 dan pemberi izin penelitian.
2. Khodijah, S.Kep., Ns, selaku Ketua Prodi Ilmu Keperawatan.
3. Joko Kurnianto, S.KM., M.Kes, selaku pembimbing I yang selalu memberikan masukan dalam penyusunan proposal ini.
4. Uswatun Insani, S.Kep., Ns, selaku pembimbing II yang selalu memberikan masukan sehingga proposal ini dapat diselesaikan.
5. Bapak dan Ibu dosen Stikes Bhamada Slawi yang telah memberikan materi yang berkaitan dengan proposal penelitian yang peneliti susun.
6. Kepala Puskesmas Larangan dr. Adwioko yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.
7. Kepala Desa Karangbale Bapak Sumeru, SH yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian.
9. Teman-teman ilmu keperawatan yang seperjuangan (Akil, Taufik, Isrotun, Maya, Gita, Intan dan Ferdi) yang telah memberikan banyak masukan dalam penyusunan proposal penelitian ini.
10.Semua pihak yang telah membantu peneliti yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan proposal penelitian ini masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu peneliti mengharapkan saran dan kritik demi perbaikan penelitian dimasa yang akan datang. Peneliti berharap semoga proposal penelitian ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan peneliti dan pembaca khususnya dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Slawi, 01 Mei 2014
Peneliti
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ………. i
DAFTAR TABEL ………. ii
DAFTAR GAMBAR ……… iii
BAB 1 PENDAHULUAN ……… 1
1.1 Latar Belakang ……….... 1
1.2 Perumusan Masalah ………... 5
1.3 Tujuan Penelitian ………... 6
1.4 Manfaat Penelitian ……….. 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……… 8
2.1 Perilaku ……… 8
2.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ……….. 12
2.3 Mandi Cuci Kakus (MCK) ……….. 15
2.4 Air ……… 18
2.5 Diare ……… 21
2.6 Panu ……….. 24
2.7 Skabies ………. 27
2.8 Kerangka Teori ……… 30
2.9 Kerangka Konsep Penelitian ……… 31
2.10 Hipotestis ……….. 22
BAB 3 METODE PENELITIAN ……….. 34
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ……….. 34
3.2 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data ………….. 34
3.3 Populasi dan Sampel ……… 36
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian ……….. 39
3.6 Definisi Operasioal dan Skala Pengukuran ……… 39
3.7 Uji Validitas dan Reliabilitas ……….. 40
3.8 Teknik Pengumpulan Data ……….. 43
3.9 Etika Penelitian ……… 48
3.10Jadwal Penelitian ………. 49
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ……….. 50
4.1 Hasil ………. 50
4.2 Analisis Univariat ……… 51
4.3 Analisis Bivariat ……….. 54
4.4 Pembahasan ……….. 56
4.5 Keterbatasan Penelitian ………. 65
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 66
5.1 Kesimpulan ……….. 66
5.2 Saran ……… 67
Daftar Pustaka ……… 69
Lampiran Lampiran 1 (Lembar Pemberitahuan Informasi Responden) 73 Lampiran 2 (Lembar Inform Consent) ……… 75
Lampiran 3 (Lembar Observasi) ……… 76
Lampiran 4 (Kuesioner A) ………. 77
Lampiran 4 (Kuesioner B) ………. 78
Lampiran 4 (Kuesioner C) ………. 79
Lampiran 4 (Kuesioner D) ………. 80
Lampiran 5 (Dokumentasi Penelitian) ……… 81
Lampiran 6 (Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden) 84 Lampiran 7 (Distribusi Frekuensi Penyakit Diare dan Kulit) 86 Lampiran 8 (Hasil Penghitungan Chi Squere) ……… 88
Lampiran 10 (Tabel Nilai r Product Moment) ……….. 91
Lampiran 11 (Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas SPSS) ….. 93
Lampiran 12 (Hasil Rekap Pertanyaan Penelitian) ………… 96
Lampiran 13 (Jadwal Penelitian) ……… 100
Lampiran 14 (Surat-surat Ijin Penelitian) ……… 101
Lampiran 15 (Lembar Konsultasi Skripsi) ………. 103
Arief Setiyo Pambudi 2014 : Hubungan Perilaku Mandi Cuci Kakus (MCK) di Sungai Terhadap Kejadian Penyakit Diare dan Penyakit Kulit Pada Masyarakat Desa Karangbale, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes Tahun 2014. Sarjana Ilmu Keperawatan STIKes BHAMADA Slawi. Pembimbing I: Joko Kurnianto, S.KM., M.Kes., Pembimbing II: Uswatun Insani, S.Kep.,Ns. 107 halaman.
HUBUNGAN PERILAKU MANDI CUCI KAKUS (MCK) DI SUNGAI TERHADAP KEJADIAN PENYAKIT DIARE DAN PENYAKIT KULIT PADA MASYARAKAT DESA KARANGBALE KECAMATAN LARANGAN
KABUPATEN BREBES TAHUN 2014
Perilaku masyarakat pada dasarnya merupakan perwujudan budaya yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, dan budaya, seperti halnya perilaku masyarakat Desa Karangbale, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes dalam memanfaatkan Sungai Karangbale sebagai sarana mandi, cuci dan kakus. Kondisi semacam ini merupakan fenomena yang dapat dilihat setiap hari, terutama pada waktu pagi dan sore hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara perilaku MCK disungai dengan kejadian penyakit diare dan penyakit kulit pada masyarakat Desa Karangbale, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes. Dalam penelitian ini adalah survey analitik dengan rancangan penelitian cross sectional. Sampel penelitian ini sebanyak 73 orang yang tinggal di daerah Desa Karangbale tepatnya di daerah Cuplika antara RT.02 dan RT.03 tahun 2014, dengan teknik random sampling. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, observasi dan wawancara. Teknik analisa datanya menggunakan analisa univariat dengan tabel frekuensi kemudian dilanjutkan dengan analisa bivariat yaitu dengan rumus chi-square. Hasil penelitian dengan menunjukan uji chi-square penyakit diare diperoleh nilai X²hitung= 2.467 < X²Tabel= 3,84 hasilnya tidak terdapat hubungan yang signifikan. Sedangkan uji chi-square penyakit kulit menunjukan X²hitung= 21.535 > X²Tabel= 3,84 hasilnya terdapat perbedaan yang signifikan. Bagi masyarakat dan pemerintah harus menjaga kebersihan lingkungan sarana dan prasarana yang telah diberikan dalam membantu mengatasi krisis air bersih, harus dirawat oleh semua pihak.
Arief Setiyo Pambudi 2014: Bath Wash Toilet Behavior Relationships in the river on the Incidence Of Diarrheal Diseases And Skin Diseases In Rural Communities Karangbale, Sub District Larangan, Regency Brebes 2014. Bachelor of science nursing STIKes BHAMADA Slawi. Preceptor I: Joko Kurnianto, S.KM., Kes., Preceptor II: Ns, Uswatun Insani, S.Kep. 107 pages.
BATH WASH TOILET BEHAVIOR RELATIONSHIPS IN THE RIVER ON THE INCIDENCE OF DIARRHEAL DISEASES AND SKIN DISEASES IN
RURAL COMMUNITIES KARANGBALE SUB DISTRICT LARANGAN REGENCY BREBES 2014
The behavior of society is essentially a manifestation of culture that is influenced by several factors, among others: environmental, social, economic, and cultural, as well as the behavior of villagers in the Bradford district Karangbale Sub district Larangan, Regency Brebes, utilizing Karangbale River as bathing, washing and toilet facilities. Such behavior is a manifestation of the culture due to functional relationships carried by humans and their environment. Conditions such as this is a phenomenon that can be seen every day, especially in the morning and afternoon. This study aimed to determine whether there is a relationship between the behavior of the river toilets in diarrhea and skin diseases in village communities Karangbale. The method in this study is an analytic survey with a cross-sectional study design. The study sample as many as 73 people living in the area of the region Village Karangbale is Cuplika Area between RT.02 and RT.03 2014. With random sampling techniques. The instrument used was a questionnaire, observation and interview. Data analysis technique used by using univariate analysis with a frequency table was followed by bivariate analysis is the square formula. The results of the study showed chi-square test values obtained 25,278 X ², X² table 3,84. Since X² > X² table with significance level of 0,05. Means Ho is rejected, it can be concluded that there is a relationship between the incidence of the behavior of the river MCK dire disease and skin disease. For the people and the government should be keeping the environment all the facilities and infrastructure that have been given to help overcome the crisis of clean water must be maintained and cared for by all parties.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Kita tidak dapat
dipisahkan dari senyawa kimia ini dalam kehidupan sehari-hari. Air di bumi terdapat kira-kira sejumlah 1,3-1,4 milyar km³ dengan 97,5% berupa air laut dan 1,75% berbentuk es serta 0,73% berada di daratan sebagai air sungai, air danau, air tanah dan sebagainya. Kenyataannya hanya air di daratan seperti air sungai, air danau, air tanah yang telah dimanfaatkan secara besar-besaran untuk kepentingan manusia. Manfaat air bagi kehidupan kita antara lain untuk kebutuhan industri, irigasi pertanian, pembangkit listrik tenaga air, kebutuhan air minum dan salah satunya adalah untuk aktifitas Mandi Cuci Kakus (MCK). MCK merupakan aktifitas masyarakat yang sudah menjadi kegiatan rutin setiap hari, MCK yang sehat tentunya harus memenuhi standar-standar yang sudah ditentukan seperti kebutuhan air bersihnya, sarana dan prasarana yang memadai dan lain-lainnya. Namun dalam beberapa kasus di dunia seperti di negara berkembang ternyata sungai juga dijadikan sebagai aktifitas untuk MCK, di Indonesia sendiri ternyata masih banyak masyarakat yang beraktifitas MCK di sungai (Agung, 2011).
Sungai mempunyai peranan yang sangat besar bagi perkembangan peradaban manusia, ketersediaan air dan kesuburan tanah disekitarnya, sungai telah memberikan sumber kehidupan bagi manusia. Sun gai juga dapat dijadikan
sebagai sarana transportasi guna meningkatkan mobilitas serta komunikasi antar manusia. Pada perkembangannya sungai juga dapat dikelola sebagai tempat
Pada umumnya masyarakat memanfaatkan sungai untuk memenuhi berbagai kebutuhan sehari-hari antara lain untuk irigasi, air minum, kebutuhan industri dan ada juga yang memanfaatkan untuk tempat aktivitas Mandi, Cuci dan Kakus (MCK). Kegiatan semacam ini merupakan gejala umum yang terjadi di berbagai tempat, terutama masyarakat yang tinggal di sekitar sungai, termasuk
masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Brebes yang wilayah pemukimannya dilalui aliran sungai. Fenomena ini dapat dilihat disepanjang aliran sungai yang melintas di wilayah pemukiman penduduk di Kabupaten Brebes, salah satunya adalah Sungai Karangbale.
Menurut asalnya air sungai juga bisa berasal dari air hujan yang mengalir melalui saluran-saluran ke dalam sungai, sumber air ini juga bisa disebut air permukaan. Oleh karena itu air sungai sudah terkontaminasi atau tercemar oleh berbagai macam kotoran (Notoatmodjo, 2011). Jamban merupakan suatu ruangan yang mempunyai fasilitas pembuangan kotoran manusia yang terdiri atas tempat jongkok atau tempat duduk dengan leher angsa (cemplung) yang dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya (Maryunani, 2013).
Masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran Sungai Karangbale tersebut pada umumnya memanfaatkan sungai untuk berbagai kepentingan salah satunya adalah untuk aktivitas MCK. Kondisi semacam ini merupakan fenomena yang dapat dilihat setiap hari, terutama pada waktu pagi dan sore hari. Perilaku
masyarakat dalam memanfaatkan sungai sebagai tempat MCK dan berbagai aktivitas lainnya merupakan fenomana yang patut dicermati. Pemanfaatan sungai
kebersihan dan kesehatan lingkungan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Puskesmas Wilayah Kecamatan Larangan ada sekitar 10 daftar penyakit yang berbasis lingkungan dan urutan 5 besar penyakit ini yang paling tinggi adalah ISPA tercatat ada sekitar 14.061 pengunjung yang berobat ke Puskesmas Larangan, yang kedua adalah penyakit kulit tercatat sekitar 5.292 kasus, yang ketiga diare dengan angka kejadian 1.247, yang keempat TB paru yaitu sekitar
671 kasus dan yang kelima adalah disentri sekitar 198 kasus. Angka-angka diatas adalah catatan dari 6 desa di seluruh Kecamatan Larangan termasuk di dalamnya adalah Desa Karangbale yang terjadi selama tahun 2013 lalu. Namun untuk Desa Karangbale itu belum ada catatan yang lebih spesifik terutama menyangkut penyakit lingkungan seperti yang disebabkan oleh MCK di sungai (Puskesmas Larangan, 2014).
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan di negara berkembang, terutama di Indonesia baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit diare bersifat endemis penyakit ini sering muncul sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) dan diikuti korban yang tidak sedikit. Untuk mengatasi penyakit diare dalam masyarakat baik tata laksana kasus maupun untuk pencegahannya sudah cukup dikuasai, akan tetapi permasalahan tentang penyakit diare masih merupakan masalah yang relatif besar.
Angka kesakitan diare sekitar 200-400 kejadian diantara 1000 penduduk setiap tahunnya. Dengan demikian di Indonesia dapat ditemukan sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya, sebagian besar (70-80%) dari penderita ini adalah anak
di bawah lima tahun (Balita). Sebagian dari penderita (1-2%) akan jatuh ke dalam dehidrasi dan kalau tidak segera ditolong 50-60% diantaranya dapat meninggal.
Diare merupakan penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari biasanya (>3 kali/hari) disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan/tanpa darah dan lendir. Diare merupakan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. Diare merupakan keluarnya tinja yang lunak atau cair pada balita umur enam bulan sampai lima
tahun dengan frekuensi lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali dalam sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja (WHO, 2006).
Kulit merupakan struktur kompleks yang membentuk jaringan tubuh yang kuat dan keras. Fungsinya dapat dipengaruhi oleh kerusakan terhadap strukturnya dan juga oleh penyakit. Skabies merupakan penyakit infestasi kulit oleh kutu sarcoptes scabie yang menimbulkan gatal. Penyakit ini dapat ditemukan pada masyarakat dengan kondisi hygiene dibawah standar. Penyakit ini biasanya menjangkit pada jari-jari tangan atau kaki. Cara penularannya sangat mudah bisa dengan kontak langsung dengan orang yang sudah terinfeksi atau juga menggunakan pakaian yang sudah terjangkit penyakit ini (Brunner & Suddarth, 2002).
Kadas merupakan bentuk infeksi jamur yang disebabkan oleh beberapa jamur berbeda. Penyebab kadas adalah jamur dermatofita yang terbagi dalam tiga spesies jamur yaitu Trichophyton, Mycrosporumdan Epidermophyton. Jamur ini menghasilkan sisik halus hingga lebih kasar dengan rasa gatal dan nyeri, kadang berbentuk lepuhan (NN, 2014).
dengan jerawat yang terlihat menonjol di kulit, panu justru tidak menonjol dan biasanya akan terasa gatal apalagi bila terkena keringat. Jamur yang penyebab panu adalah Candida albicans. Panu paling banyak dijumpai pada remaja usia belasan. Meskipun begitu panu juga bisa ditemukan pada penderita berumur yang lebih tua atau lebih muda. Penyakit ini biasanya menyerang kulit di daerah yang menghasilkan banyak keringat. Biasanya panu terdapat pada bagian atas dada,
lengan, leher, perut, kaki, ketiak, lipatan paha, muka dan kepala. Panu terutama ditemukan di daerah yang lembab dan dilindungi pakaian. Selain menyebabkan gatal pada kulit, panu juga membuat penderitanya menjadi tidak percaya diri (NN, 2014).
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang peneliti lakukan, peneliti mengambil 10 sampel warga dan didapatkan hasil tiga orang (30%) warga terserang gatal-gatal, satu warga (10%) warga mengeluh merasakan gejala diare dan enam orang (60%) sisanya mengatakan tidak ada keluhan apa-apa. Belum ada penelitian yang dilakukan di Desa Karangbale sebelumnya, jadi informasi tentang penyakit-penyakit yang disebabkan karena MCK di sungai tidak jelas.
Untuk itulah peneliti memilih judul “Apakah Ada Hubungannya Perilaku MCK di Sungai Mempengaruhi Kejadian Penyakit Diare dan Kulit Pada Masyarakat Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014” sebagai judul penelitian yang akan dilakukan.
1.2Perumusan Masalah
Penyakit diare dan penyakit kulit banyak sekali terdapat di Negara berkembang, termasuk juga di Indonesia. Di daerah Brebes sendiri terutama di
ada penelitian lebih lanjut tentang dampak-dampak penyakit yang disebabkan karena MCK di sungai. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti dapat merumuskan permasalahan yang terjadi yaitu apakah ada hubungan perilaku MCK di sungai terhadap kejadian penyakit diare dan penyakit kulit pada Masyarakat Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014 ?.
1.3Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui apakah ada hubungan perilaku masyarakat MCK di sungai terhadap kejadian penyakit diare dan penyakit kulit di Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1Mendeskripsikan karakteristik masyarakat yang berperilaku MCK disungai di Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014.
1.3.2.2Mengidentifikasi penyakit pada masyarakat yang disebabkan karena perilaku MCK di sungai di Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014.
1.3.2.3Membuktikan adanya hubungan antara perilaku masyarakat yang MCK di sungai dengan kejadian penyakit diare dan penyakit kulit.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
serta menambah wawasan ilmu pengetahuan khusunya dibidang kesehatan lingkungan atau komunitas.
1.4.2 Bagi Pembaca
Hasil penelitian dapat digunakan atau dijadikan referensi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan kesehatan lingkungan.
1.4.3 Bagi Tempat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai masukan informasi kesehatan dan dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas kesehatan terutama untuk masyarakat Desa Karangbale.
1.4.4 Bagi Instansi Pendidikan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan masukan sebagai bahan evaluasi pada mahasiswa dalam menerapkan Ilmu Keperawatan Komunitas atau kesehatan lingkungan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku
2.1.1 Pengertian Perilaku
Menurut Blum (1974) dalam Notoatmodjo (2011) perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat. Oleh sebab itu dalam rangka membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan kepada faktor perilaku ini sangat strategis.
Maryunani (2013) mengatakan perilaku merupakan perbuatan atau tindakan dan perkataan seseorang yang sifatnya dapat diamati, digambarkan dan dicatat oleh orang lain ataupun orang yang melakukannya. Perilaku mempunyai beberapa dimensi antar lain fisik, frekuensi, ruang dan waktu.
Menurut Notoatmodjo (2011) Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktifitas dari manusia itu sendiri. Oleh sebab itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas, mencakup berjalan, berbicara, berekreasi, berpakaian dan lain sebagainya. Bahkan kegiatan
internal seperti berpikir, persepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh
Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi baik oleh faktor genetik dan lingkungan. Secara umum dapat dikatakan bahwa faktor genetik dan lingkungan itu merupakan penentu dari perilaku mahluk hidup termasuk perilaku manusia. Faktor adalah konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku mahluk hidup itu selanjutnya. Sedangkan lingkungan adalah kondisi atau lahan
untuk perkembangan perilaku tersebut.
Skinner (1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan respon. Ia membedakan adanya dua respon, yakni:
2.1.1.1Responden respon adalah respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan-perangsangan yang semacam ini disebut elikiting stimulasi, karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap misalnya, makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan menyebabkan mata tertutup dan sebagainya.
2.1.1.2Operant respond adalah respon yang timbul dan berkembangnya diikuti oleh perangsang tertentu. Perangsang tersebut memperkuat respon yang telah dilakukan oleh organisme. Oleh sebab itu perangsang yang demikian mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah dilakukan.
2.1.2 Bentuk Perilaku
2.1.2.1Bentuk pasif atau respon internal, yaitu yang terjadi di dalam diri
menganjurkan orang lain untuk ikut keluarga berencana meskipun ia sendiri tidak ikut keluarga berencana. Perilaku ini disebut juga perilaku tertutup.
2.1.2.2Bentuk aktif, yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Perilaku ini disebut juga perilaku terbuka yaitu mau mengikuti dan mengerjakan arahan orang lain.
2.1.3 Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, system pelayanan kesehatan, makanan serta lingkungan. Batasan ini mempunyai dua unsur pokok yakni respon dan stimulus atau perangsangan. Respon atau reaksi manusia baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap) maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata atau praktis). Sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri dari empat unsur pokok, yakni: sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan. Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:
2.1.3.1 Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit yaitu bagaimana manusia berespon, baik secara pasif (mengetahui: bersikap dan mempersepsi penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya) maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan
penyakit, yakni:
a) Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan
kesehatan.
b) Perilaku pencegahan penyakit.
d) Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan.
2.1.3.2 Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan adalah respon terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional.
2.1.3.3 Perilaku terhadap makanan yakni respon seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini
meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat gizi), pengolahan makanan dan sebagainya.
2.1.3.4 Perilaku terhadap lingkungan kesehatan adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Perilaku ini antara lain mencakup:
a) Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk didalamnya komponen, manfaat dan penggunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan.
b) Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi hygiene pemeliharaan teknik dan penggunaannya.
c) Perilaku sehubungan dengan limbah serta dampak pembuangan limbah yang tidak baik.
d) Perilaku sehubungan dengan rumah yang sehat.
e) Perilaku sehubungan dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk.
Robert Kwick (1974) dalam Notoatmodjo (2010) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang
tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
Kosa dan Robertson dalam Notoatmodjo (2010) mengatakan bahwa perilaku kesehatan seseorang cenderung dipengaruhi oleh kepercayaan orang yang bersangkutan terhadap kondisi kesehatan yang
diinginkan dan kurang mendasarkan pada pengetahuan biologi.
Menurut Gochman dalam Notoatmodjo (2007), perilaku sehat dapat dilihat sebagai atribut-atribut personal seperti kepercayaan, harapan, motif, nilai persepsi dan unsur kognitif lainnya, sebagai karakteristik individu meliputi unsur-unsur dan keadaan afeksi dan emosi sebagai pola-pola perilaku yang tampak yakni tindakan dan kebiasaan yang berhubungan dengan mempertahankan, memelihara dan untuk meningkatkan kesehatan.
2.2 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2.2.1 Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku yang dilakukan atas kesadaran sehingga anggota keluarga, keluarga atau masyarakat dapat menolong dirinya sendiri dibidang kesehatan (Pusat Promkes Depkes RI, 2008).
Pengertian Perilaku Hidup bersih dan Sehat (PHBS) adalah upaya
meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, bina suasana dan pemberdayaan masyarakat sebagai upaya untuk membantu masyarakat mengenal dan mengatasi masalahnya sendiri, memelihara, menjaga dan meningkatkan kesehatannya (Maryunani, 2013).
2.2.2 Sepuluh Indikator Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
2.2.2.1Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan 2.2.2.2Memberi air susu ibu (ASI) ekslusif
2.2.2.3Menimbang balita setiap bulan 2.2.2.4Menggunakan air bersih
2.2.2.5Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun 2.2.2.6Menggunakan jamban sehat
2.2.2.7Memberantas jentik nyamuk 2.2.2.8Makan buah dan sayur setiap hari 2.2.2.9Melakukan aktifitas fisik setiap hari 2.2.2.10Tidak merokok di dalam rumah
2.2.3 Lima Pilar PHBS Dalam Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM)
2.2.3.1Stop Buang Air Besar Sembarangan (Stop BABS)
Maryunani (2013) dalam bukunya mengatakan bahwa beberapa alasan masyarakat buang air besar sembarangan yaitu karena: a) Anggapan bahwa membangun jamban itu mahal.
b) Lebih enak BAB di sungai.
c) Tinja dapat untuk makanan ikan dan lain-lain.
e) Karena faktor lingkungan seperti tempat tinggal yang dekat dengan sungai.
2.2.3.2Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Manfaat cuci tangan dengan sabun antara lain: a) Membunuh kuman penyakit yang ada ditangan.
b) Mencegah penularan penyakit.
c) Tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman.
2.2.3.3Pengolahan Air Rumah Tangga Syarat air bersih antara lain:
a) Air tidak berwarna, bening/jernih.
b) Air tidak keruh, bebas dari lumpur, sampah, busa dan lainnya. c) Air tidak berasa.
d) Air tidak berbau.
2.2.3.4Pengolahan Sampah Rumah Tangga 2.2.3.5Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga
Tempat pembuangan limbah:
a) Limbah cair harus dibuang pada sarana pengolahan air limbah (SPAL), yang dapat dibuat oleh masing-masing keluarga.
b) Bentuk SPAL dapat berupa sumuran ataupun saluran dengan ukuran tertentu usahakan jangan membuang limbah pada sungai karena dapat mencemari lingkungan.
c) Sumuran diberi bahan-bahan yang dapat berfungsi untuk menyaring unsur yang terkandung dalam limbah cair. Bahan
2.3 Mandi Cuci Kakus (MCK)
2.3.1 Pengertian
Menurut Pengembangan Prasarana Pedesaan (P2D, 2002). MCK singkatan dari Mandi, Cuci dan Kakus adalah salah satu sarana fasilitas umum yang
digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk keperluan mandi, mencuci dan buang air di lokasi permukiman tertentu yang dinilai berpenduduk cukup padat dan tingkat kemampuan ekonomi rendah MCK komunal/umum adalah sarana umum yang digunakan bersama oleh beberapa keluarga untuk mandi, mencuci dan buang air di lokasi pemukiman yang berpenduduk dengan kepadatan sedang sampai tinggi (300-500 orang/Ha) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman, 2001).
2.3.2 Jenis MCK Komunal/Umum
Menurut (Proyek REKOMPAK–JRF, 2008). Jenis MCK Komunal dibagi menjadi dua terkait dengan fungsinya pelayanannya yaitu:
2.3.2.1MCK lapangan evakuasi/penampungan pengungsi. MCK ini berfungsi untuk melayani para pengungsi yang mengungsi akibat terjadi bencana, sehingga lokasinya harus berada tidak jauh dari lokasi pengungsian (dalam radius +/- 50 m dari lapangan evakuasi). Bangunan MCK dibuat Typical untuk kebutuhan 50 orang, dengan pertimbangan disediakan lahan untuk portable MCK.
2.3.2.2MCK untuk penyehatan lingkungan pemukiman. MCK ini
mandi, cuci dan buang airnya. Lokasi MCK jenis ini idealnya harus ditengah para penggunanya/ pemanfaatnya dengan radius 50-100 m dari rumah penduduk dan luas daerah pelayanan maksimum untuk 1 MCK adalah 3ha.
2.3.3 Komponen MCK (Mandi, Cuci, Kakus)
2.3.3.1Kamar Mandi
Meliputi lantai luasnya minimal 1,2 m2 (1,0 m x 1,2 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1%. Pintu, ukuran: lebar 0,6-0,8 m dan tinggi minimal 1,8 m, untuk pengguna kursi roda (defabel) digunakan lebar pintu yang sesuai dengan lebar kursi roda. Bak mandi/bak penampung air untuk mandi dilengkapi gayung. Bilik harus diberi atap dan plafond yang bebas dari material asbes. (Proyek REKOMPAK–RF, 2008).
2.3.3.2Sarana Tempat Cuci
Luas lantai minimal 2,40 M² (1,20 m x 2,0 m) dan dibuat tidak licin dengan kemiringan kearah lubang tempat pembuangan kurang lebih 1%. Tempat menggilas pakaian dilakukan dengan jongkok atau berdiri, tinggi tempat menggilas pakaian dengan caraberdiri 0,75m di atas lantai dengan ukuran sekurang-kurangnya 0,60m x 0,80m (Proyek REKOMPAK–JRF, 2008).
2.3.3.3Jamban
Menurut Maryunani (2013) Jamban adalah suatu ruangan yang
dilengkapi dengan unit penampungan kotoran dan air untuk membersihkannya.
a) Jenis jamban yang digunakan
Jamban cemplung adalah jamban yang penampungannya berupa lubang yang berfungsi menyimpan kotoran/tinja ke dalam tanah dan mengendapkan kotoran ke dasar lubang. Untuk jamban
cemplung diharuskan ada penutup agar tidak bau. Jamban tangki septik adalah jamban yang berbentuk leher angsa yang penampungannya berupa tangki septik kedap air yang berfungsi sebagai wadah proses penguraian/ dekomposisi kotoran manusia yang dilengkapi dengan resapan.
b) Alasan mengapa harus menggunakan jamban
1) Menjaga lingkungan bersih, sehat dan tidak berbau. 2) Tidak mencemari sumber air yang ada disekitarnya.
3) Tidak mengundang datangnya lalat atau serangga yang dapat menjadi penular penyakit diare, penyakit kulit, cacingan, kolera, typus dan penyakit saluran pencernaan.
c) Syarat-syarat jamban yang sehat
1) Tidak mencemari sumber air minum (jarak antara sumber air minum dengan lubang penampungan minimal 10m).
2) Tidak berbau.
3) Tidak mencemari tanah sekitarnya. 4) Mudah dibersihkan dan aman digunakan.
5) Dilengkapi dinding dan atap pelindung. 6) Penerangan dan ventilasi yang cukup.
2.4 Air
Air merupakan unsur yang sangat vital bagi kehidupan mahluk dimuka bumi ini. Dalam tubuh manusia terdapat sekitar 50-80 % terdiri dari cairan, air digunakan untuk berbagai keperluan diantaranya minum, mandi, mencuci baik pakaian maupun peralatan rumah tangga, memasak dan lain sebagainya.
2.4.1 Sarat Air Bersih
2.4.1.1Syarat fisiknya adalah bening (tidak berwarna), tidak berasa dan tidak berbau.
2.4.1.2Syarat bakteriologis air minum yang sehat harus bebas dari segala bakteri, terutama bakteri pathogen. Air minum yang sehat adalah jika dalam 100 cc air terdapat kurang dari 4 bakteri E. Coli.
2.4.2 Penyakit Yang Dapat Ditularkan Lewat Air
Dalam bukunya, Ilmu Kesehatan Masyarakat (Budiman, 2011) menerangkan bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain sebagai berikut:
2.4.2.1Melalui mulut
a) Kolera disebabkan oleh vibrio cholera b) Demam typoid oleh salmonella typhi c) Disenteri basiler oleh shygella sysentriae
d) Disentri amoeba oleh protozoaentamoeba hystolytica e) Hepatitis infeksiosa oleh virus hepatitis
2.4.2.2Melalui kulit
2.4.3 Sungai
Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus menerus dari hulu menuju hilir. Sungai merupakan jalan air alami mengalir menuju samudera, danau atau laut atau ke sungai yang lain.
Sungai terdiri dari beberapa bagian, bermula dari hulu kemudian membentuk sungai utama. Penghujung sungai dimana sungai bertemu laut dikenali sebagai muara sungai. Sungai merupakan bagian dari siklus hidrologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi, seperti hujan, embun, mata air, limpasan bawah tanah dan beberapa negara tertentu sungai juga berasal dari lelehan es, sungai juga mengalirkan sedimen atau polutan (NN, 2014).
Di dalam air sungai sendiri juga terdapat banyak sekali jenis mikroorganisme salah satunya adalah Escherichia Coli atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies utama bakteri gram negatif di dalam kandungan air, biasanya bakteri ini timbul akibat kualitas air yang sangat rendah, bisa saja karena sampah dan kotoran lainnya termasuk kotoran manusia sendiri.
2.4.3.1Manfaat Air Sungai
Febriyani (2011) berpendapat bahwa beberapa manfaat yang bisa di dapatkan dari sungai antara lain adalah untuk irigasi pertanian,
bahan baku air minum, sebagai saluranpembuangan air hujan, potensial untuk dijadikan objek wisata sungai, sebagai sumber
sungai dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup seperti (MCK).
2.4.3.2Macam-Macam Sungai
a) Berdasarkan kondisi fisiknya sungai dibagi menjadi tiga, yaitu: 1) Bagian hulu, pada kondisi hulu aliran air deras, batu-batuan
juga besar dan erosi yang terjadi adalah erosi vertikal ke bawah (air terjun).
2) Bagian tengah, pada bagian ini aliran air sudah agak tenang, batu-batuan juga sudah tidak besar lagi dan erosi yang terjadi ke samping/horizontal.
3) Pada bagian hilir, pada bagian ini aliran air sudah tenang. Batu-batuan sudah berubah menjadi pasir dan sudah jarang terjadi erosi.
b) Sungai berdasarkan sumber airnya antara lain:
1) Sungai hujan, sungai yang aliran airnya berasal dari air hujan. 2) Sungai gletser, sungai yang terbentuk dari es yang mencair. 3) Sungai campuran, sungai yang aliran airnya berasal dari
campuran gletser dan air hujan.
c) Sungai berdasarkan debit aliran airnya dibagi tiga, yaitu:
1) Sungai permanen, sungai yang debitnya stabil dan tidak dipengaruhi oleh musim.
2) Sungai periodik, sungai yang aliran airnya dipengaruhi oleh musim, meluap ketika musim hujan.
2.5 Diare
2.5.1 Pengertian
Diare adalah defekasi encer lebih dari tiga kali sehari dengan atau tanpa darah dan lendir dalam tinja (Mansjoer, 2000). Diare adalah kehilangan
cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. Diare adalah pengeluaran tinja yang tidak normal dan cair dan frekuensi BAB nya lebih dari tiga kali (Sudarti, 2011).
2.5.2 Penyebab
2.5.2.1Infeksi
a) Enternal yaitu infeksi yang terjadi dalam saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama terjadinya diare yang meliputi: 1) Infeksi bakteri: vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella C,
Yersinia dan Aeromonas.
2) Infeksi virus Enterovirus (virus ECHO) coxsaekre, Polomyelitis, Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus).
3) Infeksi Parasit Cacing(Ascaris Irichiuris, Oxyuris, Strongylodies), Protozoa (Entamoeba Histolica, G. lamblia, Throcomonas hominis), jamur (Candida Albicans).
2.5.2.2Malabsorbsi
a) Karbohidrat: disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa). Monosakarida (intoleransi glukosa dan galaktosa). b) Lemak
c) Protein
d) Makanan, misalnya basi, beracun dan alergi.
e) Psikologis, misalnya rasa cemas dan rasa takut.
2.5.2.3Faktor Lingkungan dan Perilaku
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan, yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (Sinthamurniwaty, 2006).
2.5.3 Tanda dan Gejala
Gejala yang umum yang terjadi pada pasien diare adalah gelisah, suhu badan mungkin meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, tinja makin cair atau mungkin mengandung darah, anus lecet, mata dan ubun-ubun cekung, gejala muntah dapat terjadi sebelum dan sesudah diare, bila
telah banyak kehilangan air dan elektrolit terjadilah gejala dehidrasi, berat badan menurun, tonus otot dan turgor kulit berkurang, selaput lendir mulut
2.5.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penyakit diare, diare cair membutuhkan penggantian cairan dan elektrolit, tujuan terapi rehidrasi adalah untuk mengoreksi kekurangan cairan dan elektrolit secara cepat (terapi rehidrasi) kemudian mengganti cairan yang hilang sampai diarenya berhenti. Jumlah cairan
yang diberi harus sama dengan jumlah cairan yang hilang melalui diare atau muntah ditambah dengan banyaknya cairan yang hilang melalui keringat dan urin. Obat-obatan anti diare meliputi antimotilitas (misal loperamid, difenoksilat, kodeun dan opimium), adsorben (misal norit, kaolin, attapulgit). Antimuntah termasuk prometazin dan klorpromazin. Jika pasien akan diberi larutan diare atau oralit dirumahmaka pemberiannya setelah habis buang air besar dan berikan oralit yang cukup untuk 2 hari.
Tabel 2.1 Kebutuhan Oralit Per Kelompok Umur
2.6Panu atau Pityriasis Versicolor
2.6.1 Pengertian
Panu atau di dunia medis disebut dengan bahasa Pityriasis versicolor, merupakan infeksi jamur di permukaan kulit. Biasanya
kumat-Umur Jumlah oralit yang diberikan tiap BAB < 12 bulan 50 – 100 ml
1 – 4 tahun 100 – 200 ml > 5 tahun 200 – 300 ml
kumatan dan tak jarang tanpa keluhan (asimptomatis). Penyakit ini disebabkan oleh Pityrosporum ovale atau juga Candida albican.
Definisi medisnya adalah infeksi jamur superfisial yang ditandai dengan adanya makula di kulit, skuama halus, disertai rasa gatal. Infeksi jamur superfisialis yang kronis dan asimtomatis disebabkan oleh Malassezia furfur menyerang stratum korneum dari epidermis. Pada awalnya tidak ada gejala yang menunjukkan seseorang akan menderita panu. Tahu-tahu timbul bercak-bercak di kulit yang terasa gatal. Ada yang unik dari panu, bila diderita orang yang berkulit putih, maka bercak yang tampak adalah berwarna kemerahan. Bila diderita orang berkulit gelap, maka bercak yang tampak adalah warna keputihan (Pityriasis versicolor). Bila terdapat di daerah kulit yang tertutup, maka akan tampak sebagai bercak kecokelatan atau hitam (Pityriasis versicolor nigra). Karena terdapat beberapa warna itulah maka panu disebut Pityriasis versicolor.
2.6.2 Penyebab
Mellen LA (2004) mengatakan bahwa Panu disebabkan oleh organisme lipofilik dimorfik, malassezia furfur. Oleh Sebelas Spesies Malassezia furfur telah teridentifikasi dan Malassezia Globosa merupakan salah satu organisme yang biasa ditemukan pada penderita panu. Organisme ini dapat ditemukan pada kulit yang sehat dan pada area kulit yang terkena penyakit kulit (cutaneous disease). Pada penderita dengan penyakit klinis, organisme ini ditemukan baik pada tingkat spora/ragi dan bentuk filamentosa.
Meskipun demikian, beberapa faktor dapat mempengaruhi beberapa orang terkena panu sekaligus memicu berubahnya bentuk dari ragi saprofit menjadi bentuk morfologis miselium dan parasitik. Faktor-faktor tersebut antara lain: Kecenderungan (predisposition), genetik, lingkungan yang lembab dan hangat, immune suppression, malnutrition, cushing disease.
Penyakit ini sering kambuh, menimbulkan bekas berwarna putih
pada kulit yang terkena jamur setelah pengobatan. Kadang sulit dibedakan dengan alergi. Padahal jika jamur ini diberi obat anti inflamasi golongan steroid, awalnya seolah membaik, tapi sebenarnya akan bertambah luas karena anti alergi atau anti inflamasi golongan steroid tidak boleh diberikan (kontra indikasi) pada penyakit jamur.
2.6.3 Tanda dan Gejala
Biasanya timbul makula dalam berbagai ukuran dan warna, dengan kata lain terlihat sebagai bercak-bercak berwarna-warni, berbentuk tidak teratur sampai teratur, berbatas jelas sampai difus, ditutupi sisik halus dengan rasa gatal ringan atau asimtomatik (tanpa gejala atau tanpa keluhan) dan hanya gangguan kosmetik saja. Pseudoakromia, akibat tidak terkena sinar matahari atau kemungkinan pengaruh toksis jamur terhadap pembentukan pigmen, sering dikeluhkan penderita. Keluhan gatal, meskipun ringan, merupakan salah satu alasan penderita datang berobat. Panu dapat terjadi di mana saja di permukaan kulit manusia, seperti: tubuh bagian atas, lengan atas, leher, kulit kepala yang berambut, muka/wajah,
2.6.4 Penatalaksanaan
2.6.4.1Agen Topikal/Krim
a) Selenium sulfide lotion, diberikan pada kulit yang terkena panu setiap hari selama 2 minggu. Biarkan obat ini di kulit selama setidaknya 10 menit sebelum dicuci.
b)Clotrimazole (Mycelex, Lotrimin-AF) adalah golongan obat antifungal, oleskan krim atau bedak secukupya 2-3 kali sehari selama 10 hari.
c) Sodium sulfacetamide.
d)Ciclopiroxolamine adalah golongan obat antifungal, oleskan secara merata pada daerah yang terkena panu 2-3 kali sehari selama 7 hari.
2.6.4.2Terapi Oral a) Ketoconazole
Dosis: 200 mg setiap hari selama 10 hari dan sebagai dosis tunggal 400 mg.
b) Fluconazole
Dosis: dosis tunggal 150-300 mg setiap minggu selama 2-4 minggu.
c) Itraconazole
Dosis: 200 mg/hari selama 7 hari. d) Terbinafine atau Lamisil
Dosis didasarkan pada berat badan dan harus dengan resep dokter, biasanya 250 mg untuk dewasa sekali sehari selama
2.7Skabies
2.7.1 Pengertian
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan sensitisasi terhadap sarcoptes scabie dan produknya (Soesmasto, 2007). Skabies merupakan infeksi kulit oleh kutu sarcoptes scabie yang menimbulkan gatal (Suddarth&Brunner, 2002).
2.7.2 Cara Penularan
Cara penularannya bisa melalui dua cara yaitu kontak langsung (kulit dengan kulit), misal berjabat tangan, tidur bersama dan hubungan seksual. Kontak tak langsung (melalui benda), misal pakaian, handuk, sprei, bantal dan lain-lainnya. Penularan biasanya oleh kutu betina yang sudah dibuahi atau bentuk larva. Kutu betina yang dewasa akan membuat terowongan pada lapisan kulit superfisial. Dengan rahang dan pinggir yang tajam dari persendian kaki depannya, kutu tersebut akan memperluas terowongan dan mengeluarkan telurnya dua hingga tiga butir sehari selama dua bulan. Kemudian kutu betina tersebut akan mati. Larva atau telur akan menetas dalam waktu 3-4 hari dan berlanjut lewat stadium larva dan kemudian menjadi kutu dewasa dalam tempo sekitara 10 hari.
2.7.3 Faktor Resiko
2.7.3.1Semua kelompok umur bisa terkena skabies. Penularan dapat
terjadi melalui kontak fisik yang erat seperti berjabat tangan,
tidur bersama dan hubungan seksual, serta dapat juga melalui
2.7.3.2Beberapa fakor yang dapat membantu penyebaranya adalah kemiskinan, higiene yang jelek, seksual promiskuitas, diagnosis
yang salah, demografi, ekologi dan derajat sensitasi individual
(Harahap, 2008).
2.7.4 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejalanya diperlukan waktu kurang lebih 4 minggu sejak saat kontak hingga timbulnya gejala pada warga. Warga akan mengeluhkan gatal-gatal yang hebat akibat reaksi imunologi tipe lambat terhadap kutu atau butiran fesesnya. Lokasi yang sering dijadikan tempat berkembang biaknya kutu ini biasanya pada sela dan jari-jari tangan ataupun kaki, permukaan ekstensor siku, lutut, pinggir kaki, ujung-ujung sendi siku. Salah satu tanda skabies yang klasik adalah peningkatan rasa gatal yang terjadi pada malam hari dan keadaan ini mungkin disebabkan oleh peningkatan kehangatan kulit yang menimbulkan efek stimulasi terhadap parasit tersebut.
2.7.5 Penanganan
Penanganan yang sering dilakukan menurut Suddarth&Brunner (2002) adalah agar penderita mandi dengan air yang hangat dan sabun guna menghilangkan debris yang mengelupas dari krusta dan kemudian kulit dibiarkan kering serta menjadi dingin. Yang kedua adalah dengan
Menurut (Mansjoer, 2000) syarat obat yang ideal untuk pengobatan skabies adalah efektif terhadap semua stadium tungau, tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik, tidak berbau atau kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh. Jenis obat topikal sebagai berikut : 2.7.5.1Belerang endap (sulfur presipitatum) 4-20% dalam bentuk salep
atau krim. Pada bayi dan orang dewasa sulfur presipitatum 5% sangat aman dan efektif.
2.7.5.2Gama benzene heksa klorida (gameksan) 1% dalam bentuk krim, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali selama 8 jam, krim permetrin 5% merupakan obat paling efektif dan aman karena sangat mematikan untuk parasit Sarcoptes Scabie dan memiliki toksisitas rendah pada manusia.
2.8Kerangka Teori
Perilaku MCK disungai sebenarnya tidak dianjurkan oleh para pakar kesehatan, air sungai yang keruh tentu banyak sekali mengadung bakteri atau kuman yang merugikan kesehatan. Disamping itu sungai juga merupakan salah satu pembuangan sampah atau kotoran yang paling sering digunakan di Indonesia salah satunya di Desa Karangbale Kabupaten Brebes, ini tentu saja sangat berpengaruh pada kesehatan masyarakat sekitar, beberapa dampak kesehatan yang bisa diakibatkan dari perilaku ini adalah timbulnya beberapa penyakit antara lain,
diare, disentri, penyakit kulit dan lain-lainnya. Fenomena ini tentu saja tidak terjadi begitu saja, pastinya ada faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian.
Sumber: Notoatmodjo (2010), Sudarti (2011), Mansjoer (2000), Maryunani (2013) dan Suddarth & Brunner (2002).
Kejadian Penyakit Diare
Perilaku Masyarakat Mandi Cuci Kakus (MCK) DiSungai Faktor Penyebab diare :
1. Infeksi Bakeri E. Colli 2. Faktor Air Bersih 3. Malabsorpsi
Faktor Penyebab Skabies :
1. Infeksi Bakteri Sarcoptes Scabie Faktor Penyebab Panu :
1. Infeksi Jamur Candida Albican 2. Lingkungan Yang Lembab
Faktor Penyebab MCK disungai : 1. Tingkat Pengetahuan
Kesehatan Yang Kurang 2. Faktor Lingkungan 3. Tingkat Ekonomi
Masyarakat
4. Kebiasaan Masyarakat
2.9Kerangka Konsep Penelitian
Konsep merupakan abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi dari hal-hal yang khusus. Oleh karena itu konsep merupakan abstraksi, maka konsep tidak dapat langsung diamati atau diukur. Konsep hanya dapat diamati melalui konstruk atau
lebih dikenal dengan nama variable (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep adalah menunjukkan suatu hubungan antar variabel yang diteliti dan variabel lainnya yang terkait (Sastroasmoro, 2003).
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Hubungan Perilaku Mandi Cuci Kakus (MCK) DiSungai Terhadap Kejadian Penyakit Diare Dan Penyakit Kulit Pada Masyarakat Desa Karangbale, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes Tahun 2014.
2.10 Hipotesis
Hasil suatu penelitian pada hakikatnya adalah suatu jawaban atas pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan dalam perencanaan penelitian. Untuk mengarahkan kepada hasil penelitian ini maka dalam perencanaan penelitian perlu dirumuskan jawaban sementara dari penelitian. Jawaban sementara dari suatu penelitian biasanya disebut hipotesis (Notoatmodjo, 2010).
Variabel Independen: Perilaku Masyarakat
Mandi Cuci Kakus (MCK) di Sungai
Variabel Dependen: Kejadian Penyakit Diare dan Penyakit Kulit di Desa
Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ha : Tidak Ada Hubungan Antara Perilaku Mandi Cuci Kakus (MCK) di Sungai Terhadap Kejadian Penyakit Diare Pada Masyarakat Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014.
Ha : Ada Hubungan Perilaku Mandi Cuci Kakus (MCK) Di Sungai Terhadap Kejadian Penyakit Kulit Pada Masyarakat Desa Karangbale Kecamatan
Larangan Kabupaten Brebes Tahun 2014.
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan bersifat deskriptif korelatif yaitu untuk mengetahui hubungan antara suatu variabel dengan variabel lain, kemudian diidentifikasi pula variabel lain yang ada pada objek yang sama dan dilihat apakah ada hubungan antara keduanya.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian cross sectional yaitu metode pengambilan data yang dilakukan pada waktu yang sama dengan subjek yang berbeda. Metode ini bertujuan agar diperoleh data lengkap dalam waktu yang relatif cepat (Arikunto, 2006).
Dalam penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi hubungan antara perilaku MCK di sungai dengan kejadian penyakit diare dan penyakit kulit pada masyarakat Desa Karangbale, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes tahun 2014.
3.2Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data
3.2.1Alat Penelitian
Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
3.2.1.1 Kuesioner
Kuesioner dibagi menjadi 4 kuesioner: Kuesioner A untuk mengumpulkan data identitas responden, Kuesioner B untuk mengidentifikasi perilaku MCK disungai, Kuesioner C untuk mengumpulkan data tentang penyakit diare, Kuesioner D untuk mengumpulkan data tentang penyakit kulit. Kuesioner terdapat
pada lampiran 4.
3.2.1.2Lembar Observasi
Lembar observasi yang akan digunakan adalah lembar observasi untuk mengamati perilaku MCK di sungai pada masyarakat Desa Karangbale, Kecamatan Larangan, Kabupaten Brebes. Lembar observasi terdapat pada lampiran 3.
3.2.1.3Wawancara
Peneliti akan menanyakan atau mewawancara responden seputar dengan masalah yang berkaitan dengan judul penelitian.
3.2.2 Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data merupakan cara peneliti untuk mengumpulkan data dalam penelitian (Hidayat, 2007). Dilihat dari sumbernya, data penelitian digolongkan menjadi dua, yaitu data primer dan data sekunder (Siswanto, Susila&Suyanto, 2013).
3.2.2.1Data Primer
sebagai sumber informasi yang di cari. Data primer dalam penelitian ini didapatkan dengan mendatangi langsung responden kemudian meminta persetujuan responden dan mengumpulkan melalui kuesioner, wawancara dan lembar observasi yang telah disiapkan oleh peneliti.
3.2.2.2Data Sekunder
Data sekunder atau data tangan kedua adalah data yang diperoleh lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Data sekunder biasanya berwujud data dokumentasi atau data laporan yang telah tersedia. Data sekunder pada penelitian ini diperoleh dari berbagai pihak antara lain dari bidan Desa Karangbale, Puskesmas Larangan dan kantor kelurahan Desa Karangbale.
3.3Populasi dan Sampel
3.3.1Populasi
Populasi merupakan wilayah generasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian (Sugiyono, 2008). Dalam penelitian ini populasinya adalah semua warga di Desa Karangbale Kecamatan Larangan
3.3.2Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan random sampling, yaitu pengambilan sampel diambil secara acak. Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan pengambilan sampel perlu ditentukan kriteria
inklusi dan eksklusi (Notoatmodjo, 2010).
3.3.2.1 Kriteria Inklusi
Menurut Notoatmodjo (2010) kriteria inklusi merupakan kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil secara sampel.
a) Warga yang tinggal di Desa Karangbale, terutama yang tinggal di sekitar Sungai Karangbale.
b) Warga yang tinggal di Desa Karangbale yang bisa membaca dan menulis.
c) Warga Desa Karangbale yang bersedia menjadi responden.
3.3.2.2 Kriteria Eksklusi
Merupakan ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel Notoatmodjo (2010). Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah warga Desa Karangbale yang tinggal di sekitar sungai namun dalam keadaan sedang sakit.
3.4Besar Sampel
n = N 1 + N(e)² Keterangan
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Populasi
e = Batas Toleransi Kesalahan (5 % atau 10%)
Untuk menggunakan rumus ini, pertama ditentukan berapa batas toleransi kesalahan. Semakin kecil toleransi kesalahan, semakin akurat sampel menggambarkan populasi. Misalnya, penelitian dengan batas kesalahan 5% berarti memiliki tingkat akurasi 95%. Penelitian dengan batas kesalahan 10% memiliki tingkat akurasi 90%.
Jadi jumlah sampel penelitian yang akan digunakan peneliti adalah Jumlah populasi masyarakat Desa Karangbale yang tinggal didekat daerah aliran sungai sebanyak 240 orang. Batas toleransi yang digunakan peneliti adalah 10% atau 0,1.
n = 240 1+240(0,1)² = 240 1+2,4 = 240 3,4 = 72,7
3.5Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Karangbale Kecamatan Larangan Kabupaten Brebes. Waktu pelaksanaan awal penelitian 20 Juni 2014, penelitian dilakukan dalam jangka waktu ± 2 minggu.
3.6Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Skala Pengukuran
Table 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
3.7Uji Validitas dan Reabilitas
Menurut Notoatmodjo (2005), kuesioner yang akan digunakan sebagai alat ukur penelitian perlu diuji validitas dan reliabilitasnya. Untuk itu maka kuesioner
3.7.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2010). Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji kolerasi antara
skors (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skor total kuesioner tersebut. Bila semua pertanyaan itu mempunyai kolerasi yang bermakna (construct validity). Apabila kuesioner tersebut telah memiliki validitas konstruk, berarti semua item (pertanyaan) yang ada didalam kuesioner itu mengukur konsep yang kita ukur. Menurut Hidayat (2007), uji validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu diuji dengan menggunakan uji r, lalu baru dilihat penafsiran dari indeks kolerasinya.
Rumus Pearson Product Moment :
Keterangan:
r xy : Koefisien korelasi tiap item dengan skor dengan skor total N : Banyaknya Sampel
X : Nilai tiap item
Y : Nilai dari total item
Jika nilai r hitung > r tabel berarti valid demikian sebaliknya, jika
sehingga kuesioner dinyatakan valid dengan rentang nilai r hitung 0,561
0,999. Berikut hasil uji validitas yang peneliti lakukan pada 20 responden terpilih pada masyarakat Desa Karangbale diluar dari sampel penelitian. Hasil uji validitas dilampirkan dibagian lampiran.
3.7.2 Uji Reliabillitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010).
Cara penghitungan reliabilitas dengan menggunakan teknik belah dua berarti alat pengukur (kuesioner) yang telah disusun dibagi menjadi dua. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain :
3.7.2.1 Mengajukan kuesioner tersebut kepada sejumlah responden, kemudian dihitung validitas masing-masing pertanyaannya. Pertanyaan-pertanyaan yang valid dihitung sedangkan yang tidak valid dibuang.
3.7.2.2 Membagi pertanyaan-pertanyaan yang valid tersebut menjadi dua kelompok secara acak (random). Separuh masuk ke dalam belahan pertama, separuhnya lagi ke dalam belahan kedua.
3.7.2.3 Skors untuk masing-masing item pada tiap belahan dijumlahkan sehingga akan menghasilkan 2 kelompok skors total, yakni untuk belahan pertama dan belahan kedua.
3.7.2.5Selanjutnya dengan daftar seperti uji kolerasi sebelumnya, dapat diketahui reliabilitas kuesioner tersebut.
Menurut Sugiyono (2010), untuk pengujian reliabilitas instrumen dapat dilakukan dengan teknik belah dua dari Spearman Brown (Split half).
Rumus Spearman Brown : Rri = 2rb
1+ rb
Keterangan :
Rri = Reliabilitas internal seluruh instrumen.
Rrb = Kolerasi product moment antara belahan pertama dan kedua.
Jika nilai r hitung > r tabel berarti reliabel demikian sebaliknya, jika nilai r hitungnya < r tabel tidak reliabel, apabila instrumen reliabel dimana apabila n=20 maka r tabel= 0,561, sehingga data reliabel dengan r hitung > 0, 561.
3.8Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
3.8.1 Metode Pengolahan Data
Menurut Notoatmojo (2010), teknik pengolahan data ada 2 macam yaitu:
3.8.1.1Pengolahan Data Secara Manual
Pengolahan data secara manual pada saat ini memang jarang
diperlukan. Langkah-langkah pengolahan data secara manual sebagai berikut:
a) Editing
Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau dikumpulkan melalui kuesioner perlu disunting terlebih dahulu. Jika ada data yang kurang lengkap maka kuesioner tersebut dikeluarkan
(droup out).
b) Membuat Lembaran Kode (Coding Sheet)
Lembaran kode adalah instrument berupa kolom-kolom untuk merekan data secara manual. Lembaran kode berisi nomer responden dan nomer-nomer pertanyaan.
c) Memasukan Data (Data Entry)
Yakni mengisi kolom-kolom lembar kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.
d) Tabulasi
Yaitu membuat tabel-tabel data sesuai dengan tujuan penelitian atau yang diinginkan.
3.8.1.2Pengolahan Data Dengan Komputer
Tahap-tahap pengolahan data menurut (Notoatmojo, 2010) adalah sebagai berikut:
a) Editing
pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban-jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tidak diolah atau dimasukan dalam pengolahan.
b) Coding
Setelah semua kuesioner diedit selanjutnya dilakukan pengkodean yaitu mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.
c) Memasukan Data (Data Entry) atau Procesing
Yaitu jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk kode (angka atau huruf) dimasukan dalam program atau software computer, biasanya software yang digunakan adalah program SPSS for windows.
d) Pembersihan Data (Cleaning)
Apabila data dari setiap sumber data atau responden selesai dimasukan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan kode, ketidaklengkapan dan sebagainya. Kemudian dilakukan pembetulan atau koreksi. Proses ini disebut pembersihan data. Adapun cara membersihkan data dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Mengetahui Missing Data
Untuk mengetahui data yang hilang dapat dilakukan dengan
2) Mengetahui Variasi Data
Dengan melihat variasi data dapat dideteksi apakah data yang dimasukan benar atau salah. Cara mendeteksinya dengan membuat distribusi masing-masing variabel.
3) Mengetahui Konsistensi Data
Untuk mengetahui adanya ketidakkonsistensian data dapat dilakukan dengan menghubungan dua variabel.
3.8.2 Analisa Data
Menurut Notoatmodjo (2010), analisa data dalam suatu penelitian biasanya melalui prosedur bertahap, antara lain:
3.8.2.1Analisis Univariat (Analisis Deskriptif)
Analisis univariat bertujuan untuk mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari jenis data. Untuk data numerik menggunakan nilai mean atau rata-rata, median dan standar deviasi. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan prosentase dari tiap variabel.
3.8.2.2Analisis Bivariat
Apabila telah dilakukan analisis univariat tersebut diatas, hasilnya akan diketahui karakteristik atau distribusi setiap variabel dan dapat
dilanjutkan analisis bivariat. Dalam analisis bivariat ini dilakukan beberapa tahap, antara lain:
b) Analisis dari hasil uji statistik (chai square test, Z test, t test dsb). Melihat dari hasil uji statistik ini akan dapat disimpulkan adanya hubungan dua variabel tersebut bermakna atau tidak bermakna.
Rumus perhitungan yang digunakan dalam uji Chi Kuadrat adalah:
X² =
∑
(fo – fe)²
feKeterangan : X² : Chi-square
fo : frekeunsi yang diobservasi fe : frekuensi yang diharapkan
Analisis ini disajikan dalam bentuk tabel silang antara variabel terikat dan variabel bebas dengan tujuan untuk mempermudah analisis chi kuadrat. Uji signifikansi dalam chi kuadrat yaitu:
1) HO ditolak jika x² hitung >x² tabel, yang berarti ada hubungan.
2) HO diterima jika x² hitung <x² tabel, yang berarti tidak ada hubungan.
c) Analisis keeratan hubungan antara dua variabel tersebut, dengan melihat nilai Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR menunjukan besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang diuji.