9
Perilaku, 2.3 Perilaku Religius, 2.4 Dampak Perilaku Religius 2.5 Macam Nilai Religius, 2.6 Pencapaian Agama Islam
2.1 Persepsi Masyarakat
Persepsi merupakan obyek-obyek di sekitar yang ditangkap melalui indera dan diproyeksikan pada bagian tertentu dalam otak sehingga dapat mengamati suatu obyek (Husaini dalam Malihatin, 2012: 16). Sedangkan menurut Soemanto (dalam Lestari, 2012), persepsi sebagai bayangan yang menjadi kesan yang dihasilkan menjadi pengamatan. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi adalah kesan yang diterima seseorang dari adanya suatu objek atau sebuah kejadian, sehingga hasilnya dapat diamati oleh seseorang tersebut. Persepsi yang ada pada setiap seseorang tidak selalu sama, hal ini dikarenakan adanya perbedaan pengalaman dan keadaan lingkungan tempat tinggal mereka.
Masyarakat merupakan makhluk yang memiliki pengamatan secara individu.Setiap masyarakat memiliki persepsi dan pendapat mengenai pengamatan atau pengalaman yang telah dilalui. Sebelum membahas mengenai persepsi masyarakat tersebut, perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian persepsi dan pengertian masyarakat itu sendiri.
selalu membutuhkan satu sama lain, antara individu satu dengan yang lainnya. Mereka selalu melakukan aktivitas bersama, mereka memiliki peran masing-masing dalam segala aspek kemasyarakatan. Masyarakat juga berperan dalam pendidikan, keagamaan, dan lain sebagainya yang ada di lingkungannya.
Jadi dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi masyarakat adalah kesan yang diterima seseorang dari adanya suatu objek atau sebuah kejadian dalam kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu, sehingga hasilnya dapat diamati oleh seseorang tersebut. Lebih singkatnya, persepsi masyarakat dapat diartikan dengan kesan yang diterima masyarakat dari suatu kejadian atau realita dalam lingkungannya, sehingga hal tersebut menjadi pengamatan mereka.
2.1.1 Syarat Terjadinya Persepsi
Menurut Sunaryo (2004: 98) syarat-syarat terjadinya persepsi adalah sebagai berikut:
a. Adanya objek yang dipersepsi
b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi.
c. Adanya alat indera/reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang
kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon. 2.1.2 Faktor Persepsi
maupun faktor eksternal. Faktor internal yang pertama yaitu motif dan kebutuhan, sedangkan yang kedua yaitu kesiapan seseorang untuk merespon terhadap suatu input tertentu. Kemudian faktor eksternal, di antaranya yaitu intensitas dan ukuran dari yang akan diberikan etensi, kontras dan hal-hal yang baru dari objek yang mendapat perhatian, pengulangan dari yang diberi persepsi, dan gerakan yang diberi persepsi.
Menurut Miftah Toha (2003: 154), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut :
a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.
b. Faktor eksternal: latar belakang keluarga, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.
Menurut Bimo Walgito (2004: 70) faktor-faktor yang berperan dalam persepsi dapat dikemukakan beberapa faktor, yaitu:
a. Objek yang dipersepsi
Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor.
Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus, di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan
motoris yang dapat membentuk persepsi seseorang. c. Perhatian
Untuk menyadari atau dalam mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupakan langkah utama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sesuatu sekumpulan objek.
2.1.3 Penyebab Adanya Perbedaan Persepsi
Menurut Sarlito Wirawan Sarwono (dalam Malihatin, 2012), terdapat 6 faktor yang menyebabkan perbedaan persepsi, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Perhatian
Biasanya seseorang tidak menangkap seluruh rangsang yang ada di sekitar kita sekaligus, tetapi memfokuskan perhatian pada satu atau dua obyek saja. Perbedaan fokus antara satu orang dengan orang lain menyebabkan perbedaan persepsi.
b. Set
Set adalah harapan seseorang akan rangsang yang akan timbul. c. Kebutuhan
Kebutuhan-keebutuhan sesaat maupun yang menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi persepsi seseorang. Kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan persepsi yang berbeda pula.
d. Sistem nilai
Sistem nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh terhadap persepsi.
e. Ciri kepribadian
Ciri kepribadian akan mempengaruhi persepsi pula. f. Gangguan kejiwaan
2.2 Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan: berpikir, berpendapat, bersikap) maupun aktif (melakukan tindakan). Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak, seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono dalam Sembiring, 2013).
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoadmodjo dalam Sembiring, 2013).
Ensiklopedi Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Berarti rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu (Notoadmodjo dalam Sembiring, 2013).
individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah mahluk hidup (Kusmiyati dan Desminiarti dalam Sembiring, 2013).
2.2.1 Proses Pembentukan Perilaku
Perilaku manusia terbentuk karena adanya kebutuhan. Menurut Abraham Harold Maslow dalam Sembiring (2013), manusia memiliki lima kebutuhan dasar, yaitu sebagai berikut.
a. Kebutuhan fisiologis/biologis, yang merupakan kebutuhan pokok utama, yaitu H2, H2O, cairan elektrolit, dan makanan. Apabila kebutuhan ini tidak terpenuhi akan terjadi ketidakseimbangan fisiologis. Misalnya, kekurangan O2 yang menimbulkan sesak nafas dan kekurangan H2O dan elektrolit yang menyebabkan dehidrasi.
b. Kebutuhan rasa aman, misalnya rasa aman terhindar dari pencurian, penodongan, perampokan dan kejahatan lain, rasa aman terhindar dari konflik, tawuran, kerusuhan, peperangan dan lain-lain, rasa aman terhindar dari sakit dan penyakit, rasa aman memperoleh perlindungan hukum. c. Kebutuhan mencintai dan dicintai, misalnya mendambakan kasih sayang/cinta kasih orang lain baik dari orang tua, saudara, teman, kekasih, dan lain-lain, ingin dicintai/mencintai orang lain, ingin diterima oleh kelompok tempat ia berada.
e. Kebutuhan aktualisasi diri, misalnya ingin dipuja atau disanjung oleh orang lain, ingin sukses atau berhasil dalam mencapai cita-cita, ingin menonjol dan lebih dari orang lain, baik dalam karier, usaha, kekayaan, dan lain-lain.
Menurut konsep Mead (dalam Ishomuddin, 2009), tindakan menyangkut empat tingkatan. Tingkat pertama, gerak hati (impulse), yakni menempatkan diri untuk bertindak. Kedua, persepsi di mana seseorang mendefinisikan situasi yang akan dimasuki. Ketiga, manipulasi situasu dengan kontak yang berhubungan dengan aspek-aspek relevan dalam situasi. Keempat, pertempuran, yakni merupakan akhir tindakan dengan tujuan berhasil atau memperbaiaki keseimbangan.
2.2.2. Bentuk Perilaku
Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Menurut Sembiring (2013), secara garis besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu sebagai berikut.
a. Perilaku Pasif (respons internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan yang nyata.
b. Perilaku Aktif (respons eksternal)
2.3 Perilaku religius
Perilaku religius merupakan perilaku yang dekat dengan hal-hal spiritual. Perilaku religius merupakan usaha manusia dalam mendekatkan dirinya dengan Tuhan sebagai penciptanya. Religiusitas merupakan sikap batin seseorang berhadapan dengan realitas kehidupan luar dirinya misalnya hidup, mati, kelahiran, bencana banjir, tanah longsor, gempa bumi, dan sebaginya (Ivonna, dkk, 2003: 17). Sebagai orang yang memiliki kepercayaan kekuatan itu diyakini sebagai kekuatan Tuhan. Kekuatan itu memberi dampak positif terhadap perkembangan hidup seseorang apabila ia mampu menemukan maknanya. Orang mampu menemukannya apabila ia berani merenung dan merefleksikannya.
Melalui refleksi pengalaman hidup memungkinkan seseorang menyadari memahami, dan menerima keterbatasan dirinya sehingga terbangun rasa syukur kepada Tuhan sang pemberi hidup, hormat kepada sesama dan lingkungan alam.
Menurut Maulida (2010) kegiatan religius yang dapat dijadikan sebagai pembiasaan seseorang di antaranya adalah sebagai berikut.
Berdoa atau bersyukur. Berdoa merupakan ungkapan syukur secara langsung kepada Tuhan. Ungkapan syukur dapat pula diwujudkan dalam relasi seseorang dengan sesama, yaitu dengan membangun persaudaraan tanpa dibatasi oleh suku, ras, dan golongan. Kerelaan memberikan ucapan selamat hari raya kepada teman yang tidak seiman merupakan bentuk-bentuk penghormatan kepada sesama.
Kegiatan tersebut di antaranya salat berjamaah setiap hari, sebagai tempat untuk mengikuti kegiatan belajar baca tulis Al Quran, dan salat Jumat berjamaah. Pesan moral yang didapat dalam kegiatan tersebut dapat menjadi bekal seseorang untuk berperilaku sesuai moral dan etika.
Merayakan hari raya keagamaan sesuai dengan agamanya. Kegiatan lain yang dapat membentuk moral dan etika dari perilaku religius yaitu merayakan hari besar sesuai dengan agamanya. Untuk yang beragama Islam momen-momen hari raya Idul Adha, Isra Mikraj, Idul Fitri dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan iman dan takwa.
Mengadakan kegiatan keagamaan sesuai dengan agamanya. Menyelenggarakan kegiatan keagamaan lainnya, misalnya kegiatan pesantren kilat, pengajian, dan lain-lain. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Al-Asyqar (1996: 51) bahwa teman dan tetangga yang baik, hadir dalam majlis-majlis ilmu berusaha berusaha bertemu kawan dalam urusan agama Allah dan mendengar ceramah-ceramah yang baik. Sesuai dengan sebuah hadits yang artinya adalah
“Tidakkah suatu kaum berkumpul di suatu rumah-rumah Allah (masjid) membawa
kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, para malaikat melingkungi mereka dan Allah menyebut mereka di atara orang-orang yang dekat kepada-Nya.”
kewajiban-kewajiban sosial mereka. Agama dapat membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang terpadu dan utuh (Ishomuddin, 1996: 102).
2.4 Dampak Perilaku Religius
Maulida (2010), mengemukakan bahwa pembiasaan berperilaku religius di mana pun ternyata mampu mengantarkan seseorang untuk berbuat yang sesuai dengan etika. Dampak dari pembiasaan perilaku religius tersebut berpengaruh pada tiga hal yaitu sebagai berikut.
Pikiran, belajar berpikir positif (positif thinking). Hal ini dapat dilihat dari perilaku seseorang untuk selalu mau mengakui kesalahan sendiri dan mau memaafkan orang lain. Seseorang juga mulai menghilangkan prasangka buruk terhadap orang lain. Seseorang tersebut dapat selalu terbuka dan mau bekerjasama dengan siapa saja tanpa memandang perbedaan suku, dan ras.
Ucapan, perilaku yang sesuai dengan etika adalah tutur kata seseorang yang sopan, misalnya mengucapkan salam kepada siapa saja yang datang atau pergi, mengucapkan terima kasih jika diberi sesuatu, meminta maaf jika melakukan kesalahan, berkata jujur, dan sebagainya. Hal sekecil ini jika dibiasakan akan menumbuhkan sikap positif. Sikap tersebut misalnya menghargai pendapat orang lain, jujur dalam bertutur kata dan bertingkah laku.
Tingkah laku, tingkah laku yang terbentuk dari perilaku religius tentunya tingkah laku yang benar, yang sesuai dengan etika. Tingkah laku tersebut di antaranya empati, hormat, kasih sayang, dan kebersamaan.
diterapkan di mana pun mereka berada. Begitu juga sikapnya dalam berucap, berpikir dan bertingkah laku akan selalu didasarkan norma agama, moral dan etika yang berlaku. Jika hal ini diterapkan di semua sekolah niscaya akan terbentuk generasi-generasi muda yang handal, bermoral, dan beretika.
2.5 Macam Nilai Religius
Menurut Zayadi (dalam Nanisanti, 2014: 23), sumber nilai yang berlaku dalam kehidupan manusia digolongkan menjadi dua macam, di antaranya adalah sebagai berikut.
Nilai ilahiyah, merupakan nilai yang berhubungan dengan ketuhanan atau habul minallah, dimana inti dari ketuhanan adalah keagamaan. Kegiatan menanamkan nilai keagamaan menjadi inti kegiatan pendidikan. Nilai-nilai yang paling mendasar adalah sebagai berikut.
a. Iman, yaitu sikap batin yang penuh kepercayaan kepada Allah.
b. Islam, yaitu sebagai kelanjutan dari iman, maka sikap pasrah kepada-Nya dengan menyakini bahwa apapun yang datang dari Allah mengandung hikmah kebaikan dan pasrah kepada Allah.
c. Ihsan, yaitu kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Allah senantiasa hadir atau berada bersama kita di manapun kita berada.
d. Taqwa, yaitu sikap menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah. e. Ikhlas, yaitu sikap murni dalam tingkah laku dan perbuatan tanpa
pamrih, semata-mata mengharapkan ridho dari Allah.
g. Syukur, yaitu sikap dengan penuh rasa terimakasih dan penghargaan atas ni‟mat dan karunia yang telah diberikan oleh Allah.
h. Sabar, yaitu sikap batin yang tumbuh karena kesadaran akan asal dan tujuan hidup yaitu Allah.
Nilai insaniyah, adalah nilai yang berhubungan dengan sesama manusia atau habul minanas yang berisi budi pekerti. Berikut ini adalah nilai yang tercantum dalam nilai insaniyah.
a. Silaturahim, yaitu petalian rasa cinta kasih anata sesama manusia. b. Al-Ukhuwah, yaitu semangat persaudaraan.
c. Al-Musawah, yaitu pandangan bahwa harkat dan martabat semua manusia adalah sama.
d. Al-Adalah, yaitu wawasan yang seimbang.
e. Husnu Dzan, yaitu berbaik sangka kepada sesama manusia. f. Tawadlu, yaitu sikap rendah hati.
g. Al-Wafa, yaitu tepat janji. h. Insyirah, yaitu lapang dada. i. Amanah, yaitu bisa dipercaya.
j. Iffah atau ta’afuf, yaitu sikap penuh harga diri, tetapi tidak sombong tetap rendah hati.
k. Qawamiyah, yaitu sikap tidak boros.
Selaras dengan hal tersebut, menurut Rian Milanto (dalam Zuriah, 2007: 27) secara garis besar budi pekerti dapat dikelompokkan dalma tiga hal nilai akhlak, yaitu sebagai berikut.
Pertama, akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meliputi Tuhan sebagai pencipta, Tuhan sebagai pemberi (pengasih dan penyayang), dan Tuhan sebagai pemberi balasan (baik dan buruk). Kedua, akhlak terhadap sesama manusia meliputi, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap orang tua, akhlak terhadap orang yang lebih tua, akhlak terhadap sesama, dan akhlak terhadap orang yang lebih muda. Ketiga, akhlak terhadap lingkungan meliputi, alam (flora dan fauna), dan sosial, masyarakat, kelompok yang saling bergantung dan saling membutuhkan satu sama lain.
2.6 Pencapaian Agama Islam
Menurut Fadjar (dalam Fathudin dan Sudiyatno, tt: 9), mutu maupun pencapaian pendidikan Agama Islam perlu diorientasikan kepada sebagai berikut.
a. Tercapainya sasaran kualitas pribadi, baik sebagai muslim maupun sebagai manusia Indonesia yang ciri-cirinya dijadikan tujuan pendidikan nasional.
b. Integrasi pendidikan agama Islam dengan keseluruhan proses maupun institusi pendidikan yang lain.
d. Penyadaran pribadi akan tuntutan hari depannya dan transformasi sosial budaya yang terus berlangsung.