KEBIJAKAN REFORMASI PERTANAHAN DALAM REDISTRIBUSI TANAH DI WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Bima Harits Kurniawan Haritskurnia21@gmail.com
Mahasiswa Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
Jl.Prof.H.Soedarto, S.H.Tembalang, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah 50275
Abstract
Landreform is one means to improve the lives of farmers and therefore the main objectives to be achieved are covering economic goals, social political and psychological objectives. To carry out these objectives the government has implemented Landreform in a narrow sense one of which is the project of land redistribution. Redistribution of land is the division of lands
controlled by the state and has been affirmed to be the object of landreform given to the farmers who have met the requirements of Government Regulation no. 224 Year 1961 which aims to improve the socio-economic conditions of the people by way of a fair and equitable distribution of land on the livelihood of the peasants in the form of Land. So that with the division can be achieved a fair and equitable sharing of results.
Keywords: Land Reform, Land Distribution
Intisari
Landreform merupakan salah satu sarana untuk memperbaiki kehidupan rakyat tani dan oleh karena itu tujuan utama yang hendak dicapai adalah meliputi tujuan ekonomi, tujuan sosial politis dan mental psikologis. Untuk melaksanakan tujuan tersebut pemerintah telah melaksanakan Landreform dalam arti yang sempit salah satunya yaitukegiatan proyek
untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan cara mengadakan pembagian tanah yang adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani berupa Tanah. Sehingga dengan pembagian tersebut dapat dicapai pembagian hasil yang adil dan merata.
Kata Kunci: Redistribusi Tanah, Reformasi Tanah,
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah salah satu Negara agraris yang menggantungkan kehidupan
masyarakatnya pada tanah. Bagi masyarakat Indonesia tanah merupakan sumber kehidupan dengan nilai yang sangat penting. Pentingnya arti tanah bagi kehidupan manusia ialah karena kehidupan manusia sama sekali tidak bisa dipisahkan dari tanah. Manusia hidup di atas tanah dan memperoleh bahan pangan dengan cara mendayagunakan tanah.1
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria yang dikenal dengan UndangUndang Pokok Agraria (UUPA) merupakan sumber pokok segala
kebijaksanaan untuk menata masalah pertanahan dan meningkatkan produksi, taraf hidup dan kesejahteraan sosial masyarakat sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945. Atas dasar ketentuan UUPA diterbitkan peraturan perundangan landreform yang bertujuan untuk mengadakan penataan penguasaan tanah dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan rakyat khususnya para petani kecil secara adil dan merata, sehingga terbuka kesempatan untuk mengembangkan diri mencapai kemakmuran sebagai bagian dari
pembangunan Nasional untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Landreform merupakan salah satu sarana untuk memperbaiki kehidupan rakyat tani dan oleh karena itu tujuan utama yang hendak dicapai adalah meliputi tujuan ekonomi, tujuan sosial politis dan mental psikologis2 Untuk melaksanakan tujuan tersebut pemerintah telah
melaksanakan Landreform dalam arti yang sempit salah satunya yaitu kegiatan proyek redistribusi tanah.
1 Kertasapoetra, dkk. Hukum Tanah Jaminan UUPA bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, ( Jakarta :Bina Aksara, 1984), halaman. 1
Redistribusi tanah3 adalah pembagian tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dan telah
ditegaskan menjadi objek landreform yang diberikan kepada para petani penggarap yang telah memenuhi syarat ketentuan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961. Dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan cara mengadakan pembagian tanah yang adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah, sehingga dengan pembagian tersebut dapat dicapai pembagian hasil yang adil dan merata.
Program redistribusi tanah telah dilaksanakan diberbagai daerah di Indonesia Penelitian ini mencoba untuk mencermati gejala terjadinya kesenjangan dalam penguasaan tanah pertanian di Indonesia yang merupakan salah satu masalah pertanahan yang cukup kompleks. Hal ini
dilatarbelakangi oleh keadaan dimana terdapat sebagian besar tanah pertanian dipunyai oleh beberapa orang saja sementara itu dilain pihak adanya baglan-bagian tanah yang sangat kecil yang dipunyai oleh sebagian besar rakyat. Kebijakan Redistribusi tanah (landreform) yang dilakukan oleh pemerintah sebagai upaya untuk mengantisipasi atau mengurangi kesenjangan penguasaan tanah tersebut, dalam pelaksanaannya tidak sedikit mengalami hambatan.
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Redistribusi Tanah (Land Reform)
Redistribusi tanah (land reform) merupakan salah satu bagian dari agrarian reform, atau yang sering disebut dengan reforma agraria. Dengan dasar hukum UUD 1945, Pasal 33 (di dalamnya dinyatakan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat), UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (di dalamnya dijelaskan bahwa Negara menjamin hak-hak
masyarakat atas bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya), dan TAP MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang selanjutnya menetapkan prinsip-prinsip dan arah kebijakan pembaruan agraria dan pemanfaatan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan, kegiatan Reforma Agraria melalui Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) telah menjadi komitmen Pemerintah Republik Indonesia dalam upaya memperbaiki permasalahan utama pada ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah (P4T).
Permasalahan mendasar pertanahan di Indonesia adalah tiadanya keadilan: di satu pihak sebagian kecil penduduk Indonesia menguasai tanah yang amat luas, di lain pihak sebagian besar penduduk harus hidup di tanah yang sempit. Oleh karena itu, program land reform melalui redistribusi tanah melakukan koreksi agar sebagian besar penduduk dapat hidup di tanah yang luasannya layak secara ekonomi, sosial, dan budaya. Untuk menjamin keadilan semua pihak, tentunya perlu batas waktu dan parameter kinerja yang pada satu waktu kegiatan redistribusi tanah dinyatakan selesai dan proporsi IP4T telah dikoreksi ke tingkat yang layak, baik secara ekonomi, sosial, maupun budaya.
Implementasi redistribusi tanah sebagai bagian dari reforma agraria di Indonesia telah dimulai pelaksanaannya pada periode tahun 1961 sampai dengan tahun 1965. Namun,
pelaksanaan pada perode tersebut dinilai kurang berhasil karena sesungguhnya periode tahun 1960—1963 baru dilaksanakan pada tahap studi persiapan, dan pada tahun 1964— 1965 baru dilaksanakan pilot project uji coba pada skala kecil di Jogjakarta. Pelaksanaan land reform
tersebut terhenti pada tahun 1965 setelah terjadi tragedi G 30 S PKI. Pada zaman Orde Baru, program reforma agraria dicoba untuk kembali dilaksanakan dengan bentuk yang berbeda, yaitu melalui program penyebaran penduduk/transmigrasi yang dibarengi dengan Program PIR (Perkebunan Inti Rakyat), dll.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB), reforma agraria yang dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) saat ini antara lain bertujuan
(i) Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah ke arah yang lebih adil;
(ii) Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan;
(iii) Memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi, terutama tanah; (iv) Mengurangi kemiskinan;
(v) Menciptakan lapangan kerja;
Sampai dengan tahun 2012, atau lima tahun pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN), paling tidak masih terdapat empat permasalahan berikut.
1. Tanah yang menjadi tanah objek reforma agraria (TORA)—sebagaimana telah disusun dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Reforma Agraria—berasal dari delapan jenis kategori status tanah berikut.
a. Tanah negara bekas tanah terlantar; b. Tanah kawasan hutan produksi konversi;
c. Tanah negara berasal dari sumber lainnya (tanah negara bebas, tanah negara bekas hak barat, tanah negara berasal dari tanah timbul);
d. Tanah negara bekas swapraja;
e. Tanah negara berasal bekas pertambangan mineral, batubara, dan panas bumi; f. Tanah negara berasal dari pelepasan kawasan hutan; Tanah negara berasal dari
tukar-menukar atau perbuatan hukum keperdataan lainnya dalam rangka reforma agraria; dan
g. Tanah yang diserahkan oleh pemegang haknya kepada negara untuk reforma agraria.
Namun, setelah dimulai pada era tahun ’60-an hingga saat ini, terdapat
kelangkaan sumber tanah yang dapat menjadi TORA dan sebagian besar hanya tinggal berasal dari tanah negara yang meliputi kawasan hutan yang dapat
dikonversi serta tanah telantar. Dalam pelaksanaannya, perubahan fungsi kawasan hutan menjadi nonhutan memerlukan beberapa persyaratan khusus sehingga proses perubahannya memerlukan waktu yang lama. Selain itu, BPN juga mengalami kesulitan dalam menetapkan sebidang tanah sebagai tanah telantar karena pemegang hak dapat melakukan upaya teknis untuk menghindari status tanah telantar.
2. Data subjek untuk penerima reforma agraria belum tersedia dengan baik.
3. Ketentuan tentang tata cara pengaturan (delivery mechanism) pelaksanaan redistribusi tanah belum jelas secara operasional.
Sementara itu, permasalahan lainnya terkait dengan implementasi redistribusi tanah yang telah dilakukan adalah terjadinya pengalihan hak atas tanah yang telah diredistribusikan oleh pemerintahan kepada masyarakat miskin terhadap pihak lain karena masyarakat miskin penerima tidak memiliki akses sumber daya yang cukup untuk mengolah dan memanfaatkan tanah
tersebut. Akibatnya, program redistribusi tanah sebagai bagian dari reforma agraria yang
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan keadilan belum dapat menunjukkan hasil yang signifikan dalam memperbaiki kesejahteraan masyarakat miskin.
2. Pelaksanaan Redistribusi Tanah di Indonesia
Program Redistribusi Tanah telah dilaksanakan diberbagai daerah di Indonesia.Sebagai Contoh pelaksanaan redistribusi tanag di daerah kabupaten Tabanan dan Kota Semarang. Keadaan tanah obyek landreform yang telah diredistribusikan di Kabupaten Tabanan dan Kota Semarang dewasa ini telah mengalami perubahan fungsi dari tanah lahan pertanian menjadi lahan pekarangan pemukiman. Keadaan ini hampir 100 % telahberubah. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
1. Karena perkembangan kota obyeknya berubah dari lahan pertanian menjadi lahan pekarangan atau pemukiman;
2. Karena pewarisan maka kepemilikannya beralih; 3. Karena obyek redistribusi tanah tersebut dijual-belikan.
Status pemilikan tanah hasil redistribusi tanah yang pernah dilakukan di Kabupaten Tabanan dewasa ini tidak lagi dimiliki oleh para petani penggarap, hampir sebagian besar telah beralih kepemilikannya dan tidak lagi difungsikan sebagai lahan pertanian akan tetapi telah berubah menjadi pemukiman.
C. Kesimpulan
Redistribusi tanah (land reform) merupakan salah satu bagian dari agrarian reform, atau yang sering disebut dengan reforma agrariaDengan dasar hukum UUD 1945 Pasal 33, UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, TAP MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.
penduduk harus hidup di tanah yang sempit. Oleh karena itu, program land reform melalui redistribusi tanah melakukan koreksi agar sebagian besar penduduk dapat hidup di tanah yang luasannya layak secara ekonomi, sosial, dan budaya. Sementara itu, permasalahan lainnya terkait dengan implementasi redistribusi tanah yang telah dilakukan adalah terjadinya pengalihan hak atas tanah yang telah diredistribusikan oleh pemerintahan kepada masyarakat miskin terhadap pihak lain karena masyarakat miskin penerima tidak memiliki akses sumber daya yang cukup untuk mengolah dan memanfaatkan tanah tersebut.
Tidak sedikit pelaksanaan redistribusi tanah di daerah tanah obyek landreform yang telah diredistribusikan di daerah wilayah Indonesia dewasa ini telah mengalami perubahan fungsi dari tanah lahan pertanian menjadi lahan pekarangan pemukiman.
D. Daftar Pustaka
Kertasapoetra, dkk. Hukum Tanah Jaminan UUPA bagi Keberhasilan Pendayagunaan Tanah, ( Jakarta :Bina Aksara, 1984),
Sulaeman, Redistribusi Tanah Objek Landreform dan Permasalahannnya, Jurnal Ilmiah Badan Pertanahan, 1993.
Anonim, Dit Pengaturan Penguasaan Tanah, Tata Cara Kerja Proyek Pengembangan Penguasaan Tanah, Jakarta,