• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gagasan dan Cita cita dan masa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Gagasan dan Cita cita dan masa"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

Gagasan dan Cita-Cita

Apakah gagasan dan cita-cita para pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo

sehingga mempunyai tekad yang begitu besar? Cita-citanya terutama adalah rasa tanggung jawab memajukan ummat Islam dalan mencari ridha Allah. Tempat yang dipilih untuk mewujudkan cita-cita itu adalah Pondok Pesantren, yaitu lembaga pendidikan Islam yang pernah berjaya pada masa nenek moyang mereka tatapi pada saat itu telah mati.

Pendidikan pondok pesantren adalah model pendidikan Islam yang banyak dipakai dan berlaku di beberapa negara Islam. Namun, di negara-negara itu pendidikan Islam telah banyak

mengalami kemajuan dan perkembangan, sedangkan lembaga pendidikan pesantren di Indonesia karena situasi penjajahan dan lain-lain belum mampu berkembang pesat sebagaimana lembaga-lembaga pendidikan di negara-negara Islam lainnya. Karena itu pengembangan pondok

pesantren di Indonesia perlu mengambil kaca perbandingan dari lembaga-lembaga Islam di luar negeri yang serupa dengan sistem pendidikan pesantren.

Gontor sebagai Sintesa Al-Azhar, Syanggit, Aligarh dan Santiniketan

Para Pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, pada awal pembangunan Pondok Gontor Baru telah mengkaji berbagai lembaga pendidikan terkenal dan maju di luar negeri, khususnya yang sesuai dengan sistem pondok pesantren. Di Mesir terdapat Universitas al-Azhar yang terkenal dengan keabadiannya. Al-azhar bermula dari sebuah masjid yang didirikan oleh Penguasa Mesir dari Daulah Fatimiyyah. Universitas ini telah hidup ratusan tahun dan telah memiliki harta wakaf yang mampu memberi beasiswa kepada siswa dari seluruh dunia. Di Mauritania terdapat Pondok Syanggit. Lembaga pendidikan ini harum namanya berkat kedermawanan dan keikhlasan para pengasuhnya. Syanggit adalah lembaga pendidikan yang dikelola dengan jiwa keikhlasan; para pengasuh mendidik murid-murid siang-malam serta menanggung seluruh kebutuhan santri. Di India terdapat Universitas Muslim Aligarh, sebuah lembaga pendidikan modern yang membekali mahasiswanya dengan ilmu pengetahuan umum dan agama serta memjadi pelopor revival of Islam. Di India juga terdapat perguruan Santiniketan, didirikan oleh Rabindranath Tagore, seorang filosuf Hindu. Perguruan yang dikenal dengan kedamaiannya ini berlokasi di kawasan hutan, serba sederhana dan telah mampu mengajar dunia.

Keempat lembaga pendidikan tersebut menjadi idaman para pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor, karena itu mereka hendak mendirikan lembaga pendidikan yang merupakan sintesa dari empat lembaga di atas.

Bermula dari Kongres Umat Islam

Selain itu, gagasan untuk membangun Gontor Baru dan gambaran tentang bentuk pendidikan dan lulusannya diilhami oleh peristiwa dalam Konggres Ummat Islam Indonesia di Surabaya pada pertengahan tahun 1926. Kongres itu dihadiri oleh tokoh-tokoh ummat Islam Indonesia,

(2)

Dalam kongres tersebut diputuskan bahwa ummat Islam Indonesia akan mengutus wakilnya ke Muktamar Islam se-Dunia yang akan diselenggarakan di Makkah. Tetapi timbul masalah tentang siapa yang akan menjadi utusan. Padahal utusan yang akan dikirim ke Muktamar tersebut harus mahir sekurang-kurangnnya dalam bahasa Arab dan Inggris. Dari peserta kongres tersebut tak seorang pun yang menguasai dua bahasa tersebut dengan baik. Akhirnya dipilih dua orang utusan, yaitu H.O.S. Cokroaminoto yang mahir berbahasa Inggris dan K.H. Mas Mansur yang menguasai bahasa Arab. Peristiwa ini mengilhami Pak Sahal yang hadir sebagai peserta konggres tersebut akan perlunya mencetak tokoh-tokoh yang memiliki kriteria di atas .

Kesan-kesan Kyai Ahmad Sahal dari kongres itu menjadi topik pembicaraan dan merupakan masukan pemikiran yang sangat berharga bagi bentuk dan ciri lembaga yang akan dibina di kemudian hari .

Selain itu, situasi masyarakat dan lembaga pendidikan di tanah air saat itu juga mengilhami timbulnya ide-ide mereka. Banyak sekolah yang dibina oleh zending-zending Kristen yang berasal dari Barat mengalami kemajuan yang sangat pesat; guru-guru yang pandai dan cakap dalam penguasaan materi dan metodologi pengajaran serta penguasaan ilmu jiwa dan ilmu kemasyarakatan. Sementara itu, lembaga pendidikan Islam belum mampu menyamai kemajuan mereka. Diantara sebab ketidakmampuan itu adalah kurangnya pendidikan Islam yang dapat mencetak guru-guru Muslim yang cakap, berilmu luas dan ikhlas dalam bekerja serta memiliki tanggung jawab untuk memajukan masyarakat

Dari sisi lain, lembaga-lembaga pendidikan yang ada pada saat itu sangat timpang, satu lembaga pendidikan memberikan pelajaran umum saja dan mengabaikan pelajaran-pelajaran agama, lembaga-lembaga pendidikan lain hanya mengajarkan ilmu agama dan mengesampingkan pelajaran umum. Padahal keduanya adalah ilmu Islam dan sangat diperlukan oleh ummat Islam. Maka pondok pesantren yang akan dikembangkan itu harus memperhatikan hal ini .

Situasi sosial dan politik bangsa Indonesia berpengaruh pula pada pendidikan; banyak lembaga pendidikan yang didirikan oleh partai-partai dan golongan-golongan politik. Dalam lembaga pemdidikan itu ditanamkan pelajaran tentang partai atau golongan. Sehingga timbul fanatisme golongan. Sedangkan para pemimpinnya terpecah karena masuknya benih-benih perpecahan yang disebarkan oleh penjajah. Maka lembaga pendidikan itu harus dibebaskan dari kepentingan golongan atau partai politik tertentu, dan “berdiri di atas dan untuk semua golongan”.

Tidak dapat disangkal bahwa ummat Islam Indonesia, juga ummat Islam di seluruh dunia, terbagi ke dalam berbagai suku, bangsa, negara, dan bahasa; mereka juga terbagi ke dalam aliran-aliran paham agama; mereka juga terbagi-bagi ke dalam kelompok-kelompok organisasi dan gerakan baik dalam bidang politik, sosial, dakwah, ekonomi, maupun yang lain. Kenyataan ini

(3)

Bangsa ini terus berkembang dan semua itu menjadi perhatian, pengamatan, dan pemikiran para pendiri Pondok Modern Darussalam Gontor. Secara bertahap sistem pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor berjalan dengan berbagai percobaan pengembangan dari waktu ke waktu. Ketiga pendiri yang memiliki latarbelakang pendidikan yang berbeda itu saling mengisi dan melengkapi, sehingga Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor menjadi seperti sekarang ini.

Namun semua yang ada saat ini belum mencerminkan seluruh gagasan dan cita-cita para pendiri Gontor. Karena itu adalah tugas generasi penerus untuk memelihara, mengembangkan dan memajukan lembaga pendidikan ini demi tercapainya cita-cita para pendirinya.

Pondok Tegalsari

Pada paroh pertama abad ke-18, hiduplah seorang kyai besar bernama Kyai Ageng Hasan Bashari atau Besari di desa Tegalsari, yaitu sebuah desa terpencil lebih kurang 10 KM ke arah selatan kota Ponorogo. Di tepi dua buah sungai, sungai Keyang dan sungai Malo, yang mengapit desa Tegalsari inilah Kyai Besari mendirikan sebuah pondok yang kemudian dikenal dengan sebutan Pondok Tegalsari.

Dalam sejarahnya, Pondok Tegalsari pernah mengalami zaman keemasan berkat kealiman, kharisma, dan kepiawaian para kyai yang mengasuhnya. Ribuan santri berduyun-duyun menuntut ilmu di Pondok ini. Mereka berasal dari hampir seluruh tanah Jawa dan sekitarnya. Karena besarnya jumlah santri, seluruh desa menjadi pondok, bahkan pondokan para santri juga didirikan di desa-desa sekitar, misalnya desa Jabung (Nglawu), desa Bantengan, dan lain-lain.

Jumlah santri yang begitu besar dan berasal dari berbagai daerah dan berbagai latar belakang itu menunjukkan kebesaran lembaga pendidikan ini. Alumni Pondok ini banyak yang menjadi orang besar dan berjasa kepada bangsa Indonesia. Di antara mereka ada yang menjadi kyai, ulama, tokoh masyarakat, pejabat pemerintah, negarawan, pengusaha, dll. Sekadar menyebut sebagai contoh adalah Paku Buana II atau Sunan Kumbul, penguasa Kerajaan Kartasura; Raden Ngabehi Ronggowarsito (wafat 1803), seorang Pujangga Jawa yang masyhur; dan tokoh Pergerakan Nasional H.O.S. Cokroaminoto (wafat 17 Desember 1934).

Dalam Babad Perdikan Tegalsari diceritakan tentang latar belakang Paku Buana II nyantri di Pondok Tegalsari. Pada suatu hari, tepatnya tanggal 30 Juni 1742, di Kerajaan Kartasura terjadi pemberontakan Cina yang dipimpin oleh Raden Mas Garendi Susuhuhan Kuning, seorang Sunan keturunan Tionghoa. Serbuan yang dilakukan oleh para pemberontak itu terjadi begitu cepat dan hebat sehingga Kartasura tidak siap menghadapinya. Karena itu Paku Buana II bersama

(4)

wara` itu; dia ditempa dan dibimbing untuk selalu bertafakkur dan bermunajat kepada Allah, Penguasa dari segala penguasa di semesta alam.

Berkat keuletan dan kesungguhannya dalam beribadah dan berdoa serta berkat keikhlasan bimbingan dan doa Kyai Besari, Allah SWT mengabulkan doa Paku Buana II. Api

pemberontakan akhirnya reda. Paku Buana II kembali menduduki tahtanya. Sebagai balas budi, Sunan Paku Buana II mengambil Kyai Hasan Besari menjadi menantunya. Sejak itu nama Kyai yang alim ini dikenal dengan sebutan Yang Mulia Kanjeng Kyai Hasan Bashari (Besari). Sejak itu pula desa Tegalsari menjadi desa merdeka atau perdikan, yaitu desa istimewa yang bebas dari segala kewajiban membayar pajak kepada kerajaan.

Setelah Kyai Ageng Hasan Bashari wafat, beliau digantikan oleh putra ketujuh beliau yang bernama Kyai Hasan Yahya. Seterusnya Kyai Hasan Yahya digantikan oleh Kyai Bagus Hasan Bashari II yang kemudian digantikan oleh Kyai Hasan Anom. Demikianlah Pesantren Tegalsari hidup dan berkembang dari generasi ke generasi, dari pengasuh satu ke pengasuh lain. Tetapi, pada pertengahan abad ke-19 atau pada generasi keempat keluarga Kyai Bashari, Pesantren Tegalsari mulai surut.

Alkisah, pada masa kepemimpinan Kyai Khalifah, terdapat seorang santri yang sangat menonjol dalam berbagai bidang. Namanya Sulaiman Jamaluddin, putera Panghulu Jamaluddin dan cucu Pangeran Hadiraja, Sultan Kasepuhan Cirebon. Ia sangat dekat dengan Kyainya dan Kyai pun sayang kepadanya. Maka setelah santri Sulaiman Jamaluddin dirasa telah memperoleh ilmu yang cukup, ia diambil menantu oleh Kyai dan jadilah ia Kyai muda yang sering dipercaya

menggantikan Kyai untuk memimpin pesantren saat beliau berhalangan. Bahkan sang Kyai akhirnya memberikan kepercayaan kepada santri dan menantunya ini untuk mendirikan pesantren sendiri di desa Gontor.

Pondok Gontor Lama

Gontor adalah sebuah desa yang terletak lebih kurang 3 KM sebelah timur Tegalsari dan 11 KM ke arah tenggara dari kota Ponorogo. Pada saat itu Gontor masih merupakan kawasan hutan yang belum banyak didatangi orang. Bahkan hutan ini dikenal sebagai tempat persembunyian para perampok, penjahat, penyamun, pemabuk, dan sebagainya.

Di tempat inilah Kyai muda Sulaiman Jamaluddin diberi amanat oleh mertuanya untuk merintis pondok pesantren seperti Tegalsari. Dengan 40 santri yang dibekalkan oleh Kyai Khalifah kepadanya, maka berangkatlah rombongan tersebut menuju desa Gontor untuk mendirikan Pondok Gontor.

(5)

beliau bernama Santoso Anom Besari. Kyai Santoso adalah generasi ketiga dari pendiri Gontor Lama. Pada kepemimpinan generasi ketiga ini Gontor Lama mulai surut; kegiatan pendidikan dan pengajaran di pesantren mulai memudar. Di antara sebab kemundurannya adalah karena kurangnya perhatian terhadap kaderisasi.

Jumlah santri hanya tinggal sedikit dan mereka belajar di sebuah masjid kecil yang tidak lagi ramai seperti waktu-waktu sebelumnya. Walaupun Pondok Gontor sudah tidak lagi maju sebagaimana pada zaman ayah dan neneknya, Kyai Santoso tetap bertekad menegakkan agama di desa Gontor. Ia tetap menjadi figur dan tokoh rujukan dalam berbagai persoalan keagamaan dan kemasyarakatan di desa Gontor dan sekitarnya. Dalam usia yang belum begitu lanjut, Kyai Santoso dipanggil Allah SWT. Dengan wafatnya Kyai Santoso ini, masa kejayaan Pondok Gontor Lama benar-benar sirna. Saudara-saudara Kyai Santoso tidak ada lagi yang sanggup menggantikannya untuk mempertahankan keberadaan Pondok. Yang tinggal hanyalah janda Kyai Santoso beserta tujuh putera dan puterinya dengan peninggalan sebuah rumah sederhana dan Masjid tua warisan nenek moyangnya.

Tetapi rupanya Nyai Santoso tidak hendak melihat Pondok Gontor pupus dan lenyap ditelan sejarah. Ia bekerja keras mendidik putera-puterinya agar dapat meneruskan perjuangan nenek moyangnya, yaitu menghidupkan kembali Gontor yang telah mati. Ibu Nyai Santoso itupun kemudian memasukkan tiga puteranya ke beberapa pesantren dan lembaga pendidikan lain untuk memperdalam agama. Mereka adalah Ahmad Sahal (anak kelima), Zainuddin Fannani (anak keenam), dan Imam Zarkasyi (anak bungsu). Sayangnya, Ibu yang berhati mulia ini tidak pernah menyaksikan kebangkitan kembali Gontor di tangan ketiga puteranya itu. Beliau wafat saat ketiga puteranya masih dalam masa belajar.

Sepeninggal Kyai Santoso Anom Besari dan seiring dengan runtuhnya kejayaan Pondok Gontor Lama, masyarakat desa Gontor dan sekitarnya yang sebelumnya taat beragama tampak mulai kehilangan pegangan. Mereka berubah menjadi masyarakat yang meninggalkan agama dan bahkan anti agama. Kehidupan mo-limo: maling (mencuri), madon (main perempuan), madat (menghisap seret), mabuk, dan main (berjudi) telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Ini ditambah lagi dengan mewabahnya tradisi gemblakan di kalangan para warok.

Demikianlah suasana dan tradisi kehidupan masyarakat Gontor dan sekitarnya setelah pudarnya masa kejayaan Pondok Gontor Lama.

Kepemimpinan Generasi Pertama

Terciptanya “Hymne Oh Pondokku” dan Peringatan 15 Tahun

Tahun ke-5 berdirinya KMI merupakan tahun bersejarah bagi Pondok Modern Darussalam Gontor dengan terciptanya “Hymne Oh Pondokku.” Lagu hymne ini diciptakan R. Mu’in dan liriknya diciptakan Husnul Haq, keduanya guru KMI.

(6)

mensyukuri segala kemajuan yang telah dicapai. Semula Peringatan ini akan diadakan tahun 1941, tetapi karena situasi tidak aman dengan pecahnya Perang Dunia II, Peringatan tersebut diundur hingga tahun 1942.

Masa Penjajahan Jepang

Dengan berkecamuknya perang Belanda-Jepang untuk memperebutkan Indonesia, terputuslah jalur komunikasi luar Jawa dengan Jawa. Akibatnya santri Gontor yang berasal dari luar Jawa tidak mendapatkan kiriman dari orang tua mereka. Untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari, Pengasuh dan Direktur menjual kekayaan pribadi mereka. Usaha inipun masih belum bisa mencukupi kebutuhan makan sehari-hari santri, maka didirikanlah Dapur Umum dan dibentuk pengurusnya yang disebut UPPIPOM (Usaha Penolong Pelajar Islam Pondok Modern) yang bertugas mencari dana bagi kepentingan para santri.

Tahun 1943/1944 dengan propaganda perang suci “Perang Asia Timur Raya”, Jepang

mewajibkan pemuda ikut perang, maka sekolah-sekolah harus ditutup, termasuk KMI Pondok Modern Darussalam Gontor. Namun lembaga pendidikan yang bernama pondok pesantren dibiarkan tetap hidup. Karena itu pembelajaran di KMI dilaksanakan di dalam kamar para santri secara sembunyi-sembunyi. Dengan cara demikian Pondok Modern Darussalam Gontor tidak dikategorikan sebagai sekolah, sehingga tidak wajib ditutup.

Perang Merebut Kemerdekaan dan Pemberontakan PKI 1948

Pada saat perang merebut kemerdekaan negeri ini, santri Gontor banyak yang terlibat. Mereka masuk dalam pasukan Hizbullah dan Sabilillah. Setelah perang agak reda, 1946, Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno, berkunjung ke Pondok Modern Darussalam Gontor. Saat itu jumlah santri Gontor tinggal belasan saja.

Setelah kacau akibat peperangan, program KMI mulai ditata kembali. Pada 1947 organisasi pelajar Roudlatul Muta’llimin dilebur dan diganti dengan PII (Pelajar Islam Indonesia) yang saat itu baru berusia 3 bulan. PII dipilih karena ia tidak berafiliasi kepada satu parpol atau golongan tertentu, sesuai dengan prinsip Gontor Berdiri di atas dan untuk semua golongan.

Tahun 1948 Pondok Modern Darussalam Gontor diguncang oleh pemberontakan PKI pimpinan Muso yang dikenal dengan sebutan “Madiun Affair”. Pada saat itu Pondok terpaksa

(7)

Pembentukan IKPM

Jumlah alumni KMI Pondok Modern Darussalam Gontor mulai banyak, mereka tersebar di masyarakat dan bergerak dalam berbagai bidang kegiatan. Para alumni itu kemudian dihimpun dalam suatu wadah persaudaraan yang disebut Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM).

Organisasi alumni Gontor ini lahir tanggal 17 Desember 1949 di tengah berlangsungnya Kongres Muslimin Indonesia di Yogyakarta. Pengikraran secara resmi IKPM dilakukan pada Peringatan Seperempat Abad Pondok Modern, 29 Oktober 1951.

Peringatan Seperempat Abad

Peringatan Seperembat Abad Pondok (27 Oktober – 4 November 1951) dilaksanakan secara meriah dengan rentetan acara bermacam-macam. Pada pembukaan acara tersebut Pak Sahal menyampaikan sambutan di antaranya berisi ikrar bahwa Pondok Modern Darussalam Gontor adalah Milik Ummat Islam Seluruh Dunia, karena itu maju mundurnya Pondok diserahkan kepada ummat Islam.

Peringatan Empat Windu dan Pewakafan Pondok

Momen bersejarah bagi terwujudnya niat mewakafkan Pondok kepada Ummat Islam terjadi pada Peringatan Empat Windu Pondok Modern Darussalam Gontor, 11-17 Oktober 1958. Pada saat itu, 12 Oktober 1958, Trimurti (K.H. Ahmad Sahal, K.H. Zainuddin Fannani, dan K.H. Imam Zarkarsyi) sebagai pendiri Pondok mewakafkan Pondok Modern Darussalam Gontor kepada IKPM yang diwakili oleh 15 orang. Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor ketika itu terdiri dari tanah kering seluas 1,740 ha (Kampus Pondok), tanah basah seluas 16,851 ha, dan gedung sebanyak 12 buah; Masjid, Madrasah, Indonesia I, Indonesia II, Indonesia III, Tunis, Gedung Baru, Abadi, Asia Baru, PSA, BPPM, dan Darul Kutub.

Pembentukan YPPWPM

Untuk memelihara dan mengembangkan kekayaan yang diwakafkan ini dan untuk menangani berbagai persoalan berkaitan dengan pendanaan Pondok Modern, didirikanlah Yayasan Pemeliharaan dan Perluasan Wakaf Pondok Modern (YPPWPM), tanggal 18 Maret 1959.

Pembukaan Perguruan Tinggi Pesantren

(8)

dengan jurusan Perbandingan Agama dan Akidah dan Pemikiran Islam (Filsafat), dan Fakultas Syariah dengan jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum dan jurusan Ekonomi Islam. Sejak tahun 1996 ISID telah memiliki kampus tersendiri di Demangan, Siman, Ponorogo.

Peringatan Lima Windu dan Peristiwa Sembilan Belas Maret

Pada Tahun 1967 diadakan Peringatan Lima Windu Pondok Modern Darussalam Gontor. Di antara acara penting dalam peringatan ini adalah wisuda perdana sarjana PerguruanTinggi Darussalam. Pada tahun ini juga terjadi tragedi yang disebut Persemar (Peristiwa Sembilan belas Maret). Sekelompok guru dan santri yang terprovokasi berusaha mengubah haluan Pondok dengan ide yang mereka sebut sendiri sebagai ide gila. Mereka berniat membunuh dan menyingkirkan pendiri dan sekaligus Pimpinan Pondok, kemudian memilih pimpinan yang mereka kehendaki dari para tokoh pembuat makar itu. Rupanya Allah tidak meridhoi usaha mereka dan mereka pun gagal.

Persemar tampaknya menjadi pupuk bagi perjalanan sejarah Pondok kemudian. Setelah peristiwa itu Pondok berkembang dengan pesat dan minat masyarakat untuk belajar di Gontor semakin tinggi.

Kesyukuran Setengah Abad dan Peresmian Masjid Jami’

Pesatnya perkembangan Pondok ini kemudian disyukuri dengan Perayaan Kesyukuran Setangah Abad, berlangsung tanggal 2-4 Maret 1978. Acara ini dihadiri oleh Presiden R.I. Soeharto yang sekaligus meresmikan Masji Jami’ Pondok.

Trimurti Wafat

Tahun 1967 K.H. Zainuddin Fanani, salah seorang dari Trimurti Pendiri Pondok wafat. Kemudian disusul oleh K.H. Ahmad Sahal yang wafat tahun 1977. Delapan tahun berikutnya, 1985, K.H. Imam Zarkasyi pun pergi menghadap Ilahi menyusul kedua kakaknya. Sepeninggal Trimurti tongkat estafet kepemimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor diserahkan kepada generasi kedua

Kepemimpinan Generasi Kedua

(9)

Tetapi berkat tekad yang bulat, niat yang mantap, dan perjuangan yang tak kenal menyerah; dengan semboyan “Labuh bondo, bahu, pikir, lek perlu sak nyawane” serta tawakkal kepada Allah SWT; Generasi Kedua berhasil melalui segala ujian dan rintangan untuk mempertahankan, mengembangkan, dan memajukan Pondok Modern Darussalam Gontor. Banyak kemajuan yang telah dicapai oleh Pimpinan Pondok dari Generasi Kedua ini; baik fisik maupun non fisik. Pembentukan PLMPM

Salah satu orientasi pendidikan di Pondok Modern Darussalam Gontor adalah kemasyarakatan. Para santri dicetak untuk menjadi pejuang Islam yang mandiri di masyarakat. Kenyataannya, perkembangan iptek dan meluasnya informasi di segala sektor kehidupan menimbulkan perubahan sosial yang cepat di masyarakat, sehingga menimbulkan jarak antara kesiapan individu santri dengan tuntutan lingkungannya. Perkembangan dan perubahan zaman ini telah diantisipasi oleh Pondok melalui berbagai cara dan program. Di antaranya adalah dengan mendirikan Pusat Latihan Menejemen dan Pengembangan Masyarakat (PLMPM), tahun 1988, yang dirancang khusus bagi alumni KMI dan ISID yang memang betul-betul akan terjun langsung ke masyarakat. Di lembaga ini para alumni itu diberi bekal tambahan untuk

menyempurnakan dan mempercepat karya mereka di masyarakat. 2. Pembukaan Pesantren Putri

Di antara wujud kemajuan yang dicapai Generasi Kedua adalah keberhasilannya merealisasikan amanat Trimurti dan melaksanakan Keputusan Badan Wakaf untuk mendirikan Pesantren Putri. Pesantren yang didirikan di Sambirejo, Mantingan, Ngawi, Jawa Timur ini dibuka secara resmi tanggal 31 Mei 1990 oleh Menteri Agama R.I. Munawwir Syadzali dengan didampingi oleh Duta Besar Mesir untuk Indonesia.

Peringatan Delapan Windu

Perkembangan dan kemajuan ini kemudian disyukuri dengan mengadakan Peringatan Delapan Windu yang berlangsung tanggal 3 Juni-20 Juli 1991. Acara ini dimeriahkan dengan berbagai kegiatan dan dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat, tokoh-tokoh agama, para cendekiawan dan akademisi, para kyai pimpinan pondok pesantren, para pejabat tinggi pemerintah baik sipil maupun militer, dan para duta besar perwakilan negara-negara sahabat. Hampir seluruh pimpinan Ormas Islam ikut hadir dalam acara ini, dan pada acara puncak Peringatan ini dihadiri oleh Wakil Presiden RI Sudharmono, S.H. beserta rombongan.

Peringatan 70 Tahun

Enam tahun kemudian, 1997, Pondok menyelenggarakan Peringatan 70 Tahun. Acara ini berlangsung sukses meskipun tidak semeriah Peringatan Delapan Windu. Puncak acara ini dihadiri oleh Wakil Presiden RI Try Sutrisno beserta beberapa pejabat tinggi negara lainnya. Pendirian Pondok-Pondok Cabang

(10)

Sumbercangkring, Gurah, Kediri, tahun 1993; Pondok Modern Gontor 4, yaitu Pesantren Putri Gontor di Sambirejo, Mantingan, Ngawi, tahun 1990; Pondok Modern Gontor 5 “Darul

Muttaqin” di Kaligung, Rogojampi, Banyuwangi, tahun 1990; Pondok Modern Gontor 6 “Darul Qiyam” di Gadingsari, Mangunsari, Sawangan, Magelang, tahun 1999; dan Pondok Modern Gontor 7 “Riyadlatul Mujahidin”, di Podahua, Landono, Sulawesi Tenggara, tahun 2002; Pondok Modern Gontor 8 dan Pondok Modern Darussalam Gontor 9 di Lampung; serta Pondok Modern Gontor 10 “Darul Amin”di Aceh Di samping itu juga dibu Pondok Modern Gontor Putri 2 pada tahun 1997 dan Pondok Modern Gontor Putri 3 pada tahun 2002, menyusul berikutnya Pondok Modern Gontor Putri 4 di Kendari dan Pondok Modern Gontor Putri 5 di Kandangan, Kediri. Estefet Kepemimpinan Pada Generasi Kedua

Pada awal tahun 1999, suasana duka menyelimuti Pondok Modern Darussalam Gontor; K.H. Shoiman Luqmanul Hakim, salah seorang Pimpinan Pondok, pulang ke rahmatullah. Untuk menggantikan posisi beliau sebagai Pimpinan Pondok, Badan Wakaf menunjuk K.H. Imam Badri.

Pendirian Gontor 6 Darul Qiyam Magelang

Pondok Modern Darussalam Gontor mendapat wakaf tanah 2,3 hektar beserta 1 masjid dan 1 Unit rumah dari Hj. Qayyumi, istri dari bapak KH. Kafrawi Ridwan, MA, di dusun Gadingsari desa Mangunsari kecamatan Sawangan kabupaten Magelang. Berdasarkan keputusan Badan Wakaf yang ke-46, didirikanlah Gontor VI di atas lokasi tanah wakaf tersebut. Pada tanggal 22 Februari 2000, dibuka secara resmi Kulliyatul Mu'allimin Al-Islamiyah “Darul Qiyam”

Magelang oleh DIRJEN BIMBAGA ISLAM DEPAG RI, Dr. H. Marwan Saridjo. Kampus Gontor Putri 2

Pada tanggal 5 Muharram 1422/ 1 April 2001 mulai dibangun kampus Gontor Putri II. Sejak tahun1997 Gontor Putri 2 masih menjadi satu dengan Kampus Gontor Putri I. Kampus Gontor Putri II berlokasi di sebelah barat kampus Gontor putri I, di atas tanah seluas 10 hektar. Secara simbolis penggunaan kampus Gontor Putri 2 diresmikan oleh presiden RI Megawati Soekarno Putri pada tanggal 14 Februari 2002, ketika berkunjung ke Pondok Modern Darussalam Gontor di Ponorogo.

Gontor Buka Cabang di Kendari

(11)

Kampus Gontor Putri III di Karangbanyu

Setiap tahun jumlah calon pelajar yang hendak belajar di Pondok Gontor Putri kian bertambah, sehingga 2 kampus yang telah disediakan itu dianggap tidak lagi dapat menampung mereka. Maka pada awal bulan Oktober 2002, telah dimulai pembangunan kampus Gontor Putri III di Desa Karangbanyu Kec. Widodaren, di atas tanah seluas 10 hektar. Pada tahun ajaran 1423/2003 ini, Pondok Gontor Putri III telah melahirkan alumni perdananya.

Struktur

Lembaga tertinggi dalam organisasi Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor ialah Badan Wakaf. Badan Wakaf adalah semacam badan legislatif yang beranggotakan 15 orang, bertanggungjawab atas segala pelaksanaan dan perkembangan pendidikan dan pengajaran di Pondok Modern. Untuk tugas dan kewajiban keseharian amanat ini dijalankan oleh Pimpinan Pondok.

Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor merupakan semacam badan eksekutif (setelah wafatnya para pendiri Pondok) yang dipilih oleh Badan Wakaf setiap 5 tahun sekali. Dengan demikian Pimpinan Pondok adalah mandataris Badan Wakaf yang mendapatkan amanah untuk menjalankan keputusan-keputusan Badan Wakaf dan bertanggungjawab kepada Badan Wakaf Pondok Modern Darussalam Gontor. Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, di samping memimpin lembaga-lembaga dan bagian-bagian di Balai Pendidikan Pondok Modern

Darussalam Gontor, juga berkewajiban mengasuh para santri sesuai dengan sunnah Balai Pendidikan Pondok Modern Darussalam Gontor. Adapun lembaga-lembaga dan atau bagian-bagian yang dibawahi Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor adalah sebagai berikut:

1. Lembaga perguruan menengah dengan masa belajar 6 atau 4 tahun, setingkat Tsanawiyah dan Aliyah, bernama Kulliyatul Mu’allimin al-Islamiyah (KMI)

2. Lembaga perguruan tinggi yang disebut Institut Studi Islam Darussalam (ISID), mempunyai tiga fakultas: Fakultas Tarbiyah, Fakultas Ushuluddin, dan Fakultas Syari’ah.

3. Lembaga Pengasuhan Santri yang mengurusi bidang pengasuhan santri khususnya bidang ekstra kurikuler. Lembaga ini membawahi tiga organisasi santri:

a. Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM), yaitu organisasi siswa KMI

b. Koordinator Gugusdepan Pondok Modern Darussalam Gontor, yakni organisasi kepramukaan siswa KMI.

c. Dewan Mahasiswa (DEMA), yaitu organisasi untuk mahasiswa ISID.

(12)

5. Lembaga wadah pemersatu para alumni Gontor yang disebut Ikatan Keluarga Pondok Modern (IKPM).

Di samping kelima lembaga di atas, ada bagian-bagian tertentu yang dibentuk untuk

memperlancar proses pendidikan dan pengajaran di Pondok. Bagian-bagian tersebut adalah:

1. Bagian pembinaan masyarakat yang disebut Pusat Latihan Manajemen dan Pengembangan Masyarakat (PLMPM).

2. Bagian yang menangani pergedungan yang disebut Bagian Pembangunan Pondok Modern Darussalam Gontor.

3. Bagian yang menangani unit-unit usaha milik Pondok yang disebut Koperasi Pondok Pesantren (Kopontren) La Tansa.

4. Bagian yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan santri dan masyarakat yaitu Balai Kesehatan Santri dan Masyarakat (BKSM).

Institut Studi Islam Darussalam

Institut Studi Islam Darussalam (ISID) didirikan pada tanggal 1 Rajab 1383, bertepatan dengan 18 November 1963. Adapun tujuan yang diinginkan dari para pendirinya adalah sebagai berikut:

1. Agar ISID menjadi sentral ilmu dan bahasa Arab dan pembelajaran al-Qur’an. Dengan memperhatikan nilai-nilai Pondok (Panca Jiwa dan Motto Pondok).

2. Agar ISID menjadi pusat pembentukan cendekiawan-cendekiawan yang senantiasa berlandaskan akhlakul karimah, berbadan sehat, pengetahuan luas, dan pikiran bebas. Yang berlandasan pengajaran agama Islam yang hanif. Dan mengajak umat manusia kepada jalan-Nya dengan berlandaskan bil hikmah dan mau’idhah hasanah. ISID terdiri dari 3 fakultas :

 Fakultas Tarbiyah, yang memiliki dua jurusan: Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Jurusan Pendidikan Bahasa Arab

 Fakultas Usuluddin, dengan dua jurusan: Jurusan Akidah dan Pemikiran Islam, serta Jurusan Perbandingan Agama

 Fakultas Syariah, memiliki dua jurusan: Jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum, serta Jurusan Manajemen Lembaga Keuangan Islam.

(13)

1. Universitas Gadjah Mada di Jogjakarta (1973)

2. Universitas Negeri Malang (1975)

3. Perguruan Darul Ulum di Universitas Kairo Mesir (1981)

4. Universitas Punjab di Lahore Pakistan (1983)

5. International Islamic University Islamabad di Pakistan (1989)

6. International Islamic University, Malaysia.

7. Universitas Kebangsaan Malaya (1998)

8. Universitas Manila di Filipina (1999)

9. International Institute of Islamic Thought and Civilization (1999)

10. Universitas Putra Malaya Malaysia (2001)

11. Universiti Malaya Malaysia (2005)

Kunjungi website Institut Studi Islam Darussalam.

Wujudkan Universitas Darussalam, ISID

Gontor Kerjasama Universitas Qatar

Rabu, 6 November 2013 - 06:30 WIB

(14)
(15)

gontor.ac.id

Workshop dan MoU antara ISID dengan Universitas Qatar, Dr. Yusuf Qaradhawi

Terkait

 Prof. Dr. Amal Fathullah Dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Akidah dan Filsafat

 Universitas Leicester Punya Mahasiswa PhD Berusia 15 Tahun

 Gontor Berdiri Bukan untuk Mendukung Capres

 Putra Pendiri PP Darussalam Gontor Anjurkan Partai Islam Bersatu dan Berkoalisi Hidayatullah.com—Guna mewujudkan Institut Studi Islam Darussalam (ISID) menjadi Universitas Darussalam, sebanyak 14 orang dosen ISID Gontor mengikuti workshop yang diadakan oleh Markaz Al-Qaradhawi li Al-Wasathiyyah Al-Islamiyah wa Al-Tajdid, Qatar. Mereka adalah Dr. K.H. Amal Fathullah Zarkasyi, M.A., Dr. H. Hamid Fahmi Zarkasyi, M.A., M.Phil., Dr. H. Dihyatun Masqon, H. Mulyono Jamal, M.A., Dr. H. Ahmad Hidayatullah

Zarkasyi, M.A., Drs. K.H. Akrim Mariyat, Dipl.A.Ed., K.H. Masyhudi Subari, M.A., H. Syamsul Hadi Untung, M.A., M.L.S., Dr. H. Abdul Hafidz Zaid, M.A., H. Yoyok Suyoto Arief, M.S.I., H. Abu Darda’, M.Ag., H. Setiawan bin Lahuri, M.A., Hj. Rosyda Diana, Lc., M.Ag., dan Hj. Alfiah Rahmawati, Lc., M.A. Workshop ini membahas tentang Islam Moderat dan Pembaharuan (Al-Wasathiyyah wa Al-Tajdid), diadakan selama lima hari, dimulai pada hari Ahad (03/11/2013) dan berakhir pada Kamis (07/11/2013) ini.

(16)

Workshop pada hari pertama ditutup dengan kunjungan ke KBRI Qatar dan bersilaturahim dengan Duta Besar RI di Doha, Bapak H.E. Mr. Deddy Saiful Hadi, demikian dikutip laman gontor.ac.id.

Sesi keempat, tentang Maqaashid As-Syarii’ah fii Dhau’i Al-Wasathiyyah oleh Dr. Jasser Auda, digelar pada Senin (04/11/2013) pagi. Dilanjutkan sesi kelima oleh Prof. ‘Abdul Salam

Basynuniy tentang Min Qadhaayaa Al-Da’wah Al-Islamiyah. Dr. H. Hamid Fahmi Zarkasyi, M.A., M.Phil. melanjutkan sesi keenam dengan Dirasah Al-Hadharah Al-Gharbiyyah fii Indonesia sebagai materi pembahasannya.

Sebagai penutup kegiatan workshop hari kedua, rombongan ISID Gontor mengunjungi Markaz Dauhah Al-Dauly li Ihwar Al-Adyan.

Kegiatan pada hari ketiga, Selasa (05/11/2013), tidak kalah padatnya dengan hari pertama dan kedua. Dimulai dengan mengikuti sesi ketujuh oleh Prof. Dr. Monzer Kahf dengan materi pembahasan Ba’dhu Qadhaayaa At-Tamwiil Al-Islaamiy. Sesi kedelapan tentang Min

Qadhaayaa Al-Iqtishaad Al-Islaamiy dibawakan oleh Prof. Dr. Abdul Rahman Yasree Ahmad. Kemudian, pada sesi kesembilan, Prof. Dr. Yusuf Qaradhawi menyampaikan materi tentang Fiqh Al-Wasathiyyah wa At-Tajdiid.

Padatnya kegiatan pada hari ketiga diakhiri dengan pembahasan tentang Dirasaat Al-Lughah Al-‘Arabiyah fii Indonesia oleh Dr. H. Abdul Hafidz Zaid, M.A.

Hari keempat, Rabu (06/11/2013), menjadi inti kegiatan ini, yaitu penandatangan MoU antara ISID dan Universitas Qatar. Acara dilanjutkan dengan kunjungan ke Museum Seni Islam di Qatar dan TV Al-Jazeera. Sesi kesebelas, tentang At-Ta’liim Al-Islaamiy li Al-Banaat fii Indonesia, digelar sebagai penutup kegiatan pada hari keempat.

Rombongan ISID Gontor berkunjung ke Kantor Al-Syabakah Al-Islamiyah pada hari Kamis (07/11/2013). Lalu dilanjutkan dengan penyampaian materi tentang Wasathiyyah fii Fikri Al-Syaikh Al-Qardhawi oleh Prof. Fikriy Makky. Sesi terakhir dari rentetan kegiatan workshop ini dibawakan oleh Prof. Hassan Al-Diin Khaliil tentang Al-Fatwa: Ahammiyatuhaa wa

Dhawaabithuhaa wa Tathbiiquhaa.

Kegiatan ini dilaksanakan sebagai langkah untuk mewujudkan ISID menjadi Universitas Darussalam.

Universitas berbasis pesantren yang diharapkan mampu menjaga nilai–nilai Islam dan

meninggikan agama Allah. Universitas dambaan umat yang para mahasiswanya selalu berpegang teguh pada al-Quran dan Hadist, Amin.*

Melihat Profil Perguruan Tinggi di Pesantren Modern 12 April 2011 pukul 13:28

(17)

Siman, Ponorogo. Perguruan Tinggi ini memang satu atap dengan Pondok Modern Gontor, yang terletak sekitar 10 km dari Perguruan Tinggi ini.

Areanya memang terpisah dari kampus Pondok yang untuk siswa setingkat Sekolah Menengah Atas. Ini tentu saja agar membedakan lingkungan belajar antara santri dengan mahasiswa. Karena memang suasananya berbeda. Santri lebih banyak harus “menurut” sama guru, kalau mahasiswa bisa berpikir lebih bebas, tidak harus selalu sama dengan dosen-dosennya (malah kadang lebih ngeyel, ya?) Hehehe....

Pintu Gerbang Depan

(18)

Papan nama ISID, menuju Darussalam University

(19)

Hamparan sawah di sekeliling kampus

ISID mempunyai tiga fakultas, yaitu Tarbiyah, Syariah dan Ushuluddin. Fakultas Tarbiyah mempunyai 2 program studi, yaitu Pendidikan Agama Islam (PAI), dan Pendidikan Bahasa Arab (PBA). Fakultas Syariah juga mempunyai 2 program studi, yaitu Perbandingan Mazhab dan Hukum (PMH) dan Mu’amalat. Sedangkan Fakultas Ushuluddin memiliki 2 program studi yaitu Perbandingan Agama dan Aqidah Filsafat. Dan pada tahun 2010 kemarin, ISID membuka Program S2 bidang Aqidah Islam. Mahasiswa ISID secara keseluruhan sekitar 1.600 orang.

(20)

perkuliahan mata kuliah Dirasah Islamiyah dan Bahasa, juga untuk penulisan tugas perkuliahan dan skripsi.

Lihat saja masjidnya, megah, menawan, dan terlihat nyaman untuk beribadah. Masjid yang mampu menampung sekitar 1500 jamaah ini terletak tepat di depan pintu masuk. Mengingatkan bahwa perguruan tinggi ini menjunjung nilai-nilai Islam, terutama dari sisi ibadah praktis sehari-hari. Saat saya berkunjung, masjid ini dipergunakan untuk latihan manasik haji, karena memang Pondok Modern Gontor Ponorogo mempunyai Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) yang setiap tahun memberangkatkan jamaahnya untuk bersama-sama menunaikan ibadah haji.

Depan Masjid Jami ISID. Salah satu masjid yang mempunyai desain artistik menarik

(21)

Rata-rata, mereka kuliah di pagi atau sore hari. Selebihnya, melakukan berbagai kegiatan kemahasiswaan sebagaimana mahasiswa seperti biasa.

Gedung Utama; Ruang-Ruang Kelas

(22)

Tampak Belakang: Rusunawa 4 lantai tempat asrama mahasiswa

(23)

Antri di dapur umum

Salah satu yang unik adalah asrama. Ada satu asrama yang dikhususkan untuk mahasiswa yang duduk di semester akhir. Mereka diletakkan pada satu gedung untuk memudahkan proses pengontrolan, dan juga agar antar mereka bisa saling memberi semangat. Kegiatan dan

(24)

Mencuci sendiri

Kegiatan olah raga juga difasilitasi secara baik. Ada lapangan bola, badminton, tenis meja, dan juga basket. Mereka tinggal memilih yang sesuai keinginan, minat dan bakat masing-masing. Fasilitas olah raga semacam ini mutlak ada untuk menjaga kesehatan dan mengusir kejenuhan yang sangat mungkin mereka rasakan karena tinggal di dalam asrama.

(25)

Di depan lapangan Sepak Bola

(26)

Perpustakaan dan Laboratorium

Ruang meetingnya juga besar, dan terdapat guest house yang memadai untuk para tamu dan dosen tidak tetap dari luar daerah. Artinya, secara umum, ISID telah siapmengembangkan diri menjadi Universitas Islam yang besar di masa mendatang. Tinggal bagaimana menjaga tradisi keilmuan yang baik, juga lingkungan yang berdisiplin tinggi untuk menjadikan sistem

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah“Bagaimana Hubungan Motivasi dengan Keikutsertaan Orang Tua yang Memiliki Remaja Putri dalam Mengikuti Bina Keluarga

Loyalitas datang sebagai akibat dari kepuasan pelanggan, jika pelanggan puas dari fungsi merek kemudian mereka menunjukkan loyalitas terhadap merek dan mereka menjadi tidak

Setelah melakukan analisis strategi saat ini, dapat dirumuskan strategi baru yang sesuai visi, misi, dan kondisi internal dan eksternal organisasi amatan, yaitu

1 Keserasian jiwa Terhindar dari 1,3,39, 2 5.. Proses penimbangan dilakukan oleh dua dosen ahli dari Departemen Psikologi Pendidikan dan Bimbingan. Penilaian pada

Hutan Desa Lubuk Beringin yang berada dalam wilayah administrasi Desa Lubuk Beringin dari hasil penelitian terbagi menjadi dua zona yaitu zona lindung yang

Pada penelitian ini akan dirancang suatu implementasi jaringan smarthome berbentuk prototype miniatur rumah modelsmarthome yang bekerja secara otomatis dengan menggunakan modul

were to listen to some of the bookmakers and racing men,’ fumed James Boucaut, a staunch Australia-based advocate of the Arab, ‘we should almost be led to suppose that the

Sejalan dengan pengaturan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dan standar dari the Institute of Internal Auditors serta