• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Modal Sosial Tehadap Aksi 212 d (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Pengaruh Modal Sosial Tehadap Aksi 212 d (1)"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Modal Sosial Tehadap Aksi 212 dan 412

(Analisa Pengaruh Modal Sosial Tokoh Masyarakat atas Keikutsertaan Masyarakat Indonesia dalam Aksi Bela Islam 212 dan Aksi Parade Kita Indonesia 412 di Jakarta)

Proposal Penelitian

Tugas Akhir Mata Kuliah Perilaku Politik

Disusun Oleh:

Ahmad Naufal Azizi

15/384251/SP/26963

Departemen Politik dan Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(2)

BAB I Pendahuluan

1. Latar Belakang

Ada yang menarik dari Indonesia yang menyita perhatian dunia internasional

dalam dua bulan terakhir di penghujung tahun 2016. Apalagi kalau bukan rangkaian

aksi besar yang melibatkan ribuan hingga jutaan masyarakat Indonesia dalam tajuk Aksi

Bela Islam Jilid 1, 2, dan 3 dan ditutup dengan aksi dari masyarakat yang digawangi

oleh partai politik yaitu aksi Parade Kita Indonesia.

Aksi Bela Islam sejatinya lahir dari keresahan umat Islam atas penistaan yang

dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama di Kepulauan Seribu

beberapa bulan yang lalu. Aksi ini dikomandoi oleh GNPF-MUI (Gerakan Pengawal

Fatwa – Majelis Ulama Indonesia) yang diketuai oleh Ustadz Bachtiar Nasir. Aksi ini

juga dihadiri oleh berbagai kalangan umat Islam termasuk di dalamnya Front Pembela

Islam (FPI) pimpinan Habieb Rizieq. Ormas-ormas inilah yang kemudian

berkonsolidasi dan menentukan aksi untuk satu tujuan, menghukum penista agama

Gubernur DKI Jakarta.

Berbeda dengan Aksi Bela Islam yang fokusnya pada pembelaan agama, aksi

Parade Kita Indonesia lahir karena isu budaya –kebudayaan Indonesia yang multikultur.

Aksi yang diadakan pada hari minggu tanggal 4 bulan Desember ini (Aksi 412)

digawangi oleh beberapa partai politik, seperti Nasdem, Golkar, dan PDIP. Sedangkan,

tokoh yang paling mencolok dalam aksi ini adalah Surya Paloh dari ketua partai

Nasdem.

Terlepas dari bagaimana konflik yang terjadi di internal peserta aksi bahkan dari

(3)

akan membahas kesana. Penelitian ini tidak akan membahasa aksi mana yang benar dan

aksi mana yang salah. Penelitian ini hanya akan membahas bagaimana pengaruh modal

sosial yang ada pada tokoh masyarakat sehingga bisa mengumpulkan masa hingga

ribuan bahkan jutaan masyarakat Indonesia dalam Aksi Bela Islam dan aksi Parade Kita

Indonesia.

Penelitian ini akan memfokuskan pada Aksi Bela Islam Jilid 3 yaitu Aksi 212

dan aksi Parade Kita Indonesia (412) saja. Aksi Bela Islam sebelum itu tidak akan di

bahas dalam penelitian ini.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan utama dalam penelitian ini

yaitu adakah pengaruh modal sosial tokoh masyarakat terhadap keikutsertaan

masyarakat Indonesia dalam Aksi Bela Islam 212 dan aksi Parade Kita Indoensia 412 di

Jakarta.

3.

Batasan Masalah

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, maka penulis

membatasi pada penelitian pengaruh modal sosial tokoh masyarakat terhadap

keikutsertaan masyarakat Indonesia dalam aksi. Penelitian ini akan membahas sejauh

mana konsep modal sosial mempengaruhi karakteristik masyarakat Indonesia untuk

menghadiri aksi. Penelitian ini tidak akan membahas dan membandingkan aksi mana

yang benar dan aksi mana yang salah.

(4)

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui adakah pengaruh modal sosial tokoh masyarakat terhadap keikutsertaan

masyarakat Indonesia dalam Aksi Bela Islam 212 dan aksi Parade Kita Indonesia 412 di

Jakarta

5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang diharapkan dari penulisan karya ini antara lain:

1. Sebagai bahan pertimbangan teoritis dan tambahan khazanah ilmu pengetahuan

bagi pembaca atau peneliti lainnya yang tertarik dengan konsep modal sosial dan

aksi massa.

2. Sebagai bahan referensi praktis bagi pembaca untuk memperoleh pemahaman

yang jelas mengenai pengaruh modal sosial terhadap keterlibatan masyarakat

(5)

BAB II Kajian Pustaka

1. Lahirnya Teori Modal Sosial

Para ekonom telah lama berbicara mengenai modal (capital), khususnya modal

ekonomi atau finansial (financial capital). Modal finansial adalah sejumlah uang yang dapat dipergunakan untuk membeli fasilitas dan alat-alat produksi perusahaan (misalnya

pabrik, mesin, peralatan kantor kendaraan) atau sejumlah uang yang dihimpun atau

ditabung untuk investasi di masa depan. Konsep modal seperti ini relatif mudah

dipahami oleh orang awam sekalipun karena membelanjakan atau menginvestasikan

uang merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari manusia dan melibatkan pemikiran

serta indikator-indikator yang jelas. Modal finansial juga mudah diukur. Rupiah atau

dollar dapat dihitung secara kuantitatif dan absolut, karena jumlah uang yang

dibelanjakan dapat diidentifikasi sesuai jumlah barang yang dibelinya.1

Para sosiolog, analisis kebijakan, dan pekerja sosial belakangan ini cukup sering

membicarakan mengenai modal sosial dalam bentuk lain, seperti modal manusia, modal

intelektual, dan modal kultural (budaya), yang juga dapat digunakan untuk keperluan

tertentu atau diinvestasikan untuk kegiatan di masa yang akan datang.2 Modal manusia

misalnya, meliputi keterampilaan atau kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

mengerjakan tugas tertentu dengan keahlian mereka masing-masing. Modal intelektual

mencakup kecerdasan atau ide-ide yang dimiliki manusia untuk mengartikulasikan

sebuah konsep atau pemikiran. Sedangkan, modal kultural meliputi pengetahuan dan

1 Edi Suharto, Modal Sosial dan Kebijakan Publik, diakses dari laman, http://www.policy.hu/suharto/Naskah %20PDF/MODAL_SOSIAL_DAN_KEBIJAKAN_SOSIA.pdf, pada tanggal 7 Desember 2016 pukul 14.06 WIB.

(6)

pemahaman seseorang terhadap praktek dan pedoman-pedoman hidup dalam

masyarakat.

Konsep mengenai modal manusia, intelektual, dan kultural inilah yang lebih

sulit untuk diukur. Tidak ada parameter pasti untuk menghitung ketiganya, sebab, hal

tersebut melibatkan pengetahuan dan pengalaman yang dibawa manusia dalam

kehidupan sehari-hari mereka. Seperti halnya modal sosial, konsep yang belakangan

menyita perhatian ilmuwan non-positivis ini menjadi bagian penting untuk

mengidentifikasi karakteristik manusia dan komunitas masyarakat saat ini.

2. Teori Modal Sosial

Teori modal sosial atau social capital merupakan satu terminologi baru yang dikembangkan oleh ahli-ahli sosial untuk memperkaya pemahaman kita tentang

masyarakat dan komunitas. Modal sosial menjadi khazanah perdebatan yang menarik

bagi ahli-ahli sosial dan pembangunan khususnya awal tahun 1900-an. Istilah modal

sosial muncul pertama kali pada tahun 1916 ketika Lyda Hudson Hanifan menulis

tentang The Rural School Community Center.3 Perbicaraan tentang modal sosial ini

seketika mengemuka, para ahli ekonomi menyadari bahwa untuk menggerakkan

aktivitas ekonomi, tidak selalu bertumpu pada modal manusia, modal fisik, ataupun

modal finansial, tetapi ada jenis modal lain yang ternyata efektif dalam menstimulus

kegiatan ekonomi, bahkan dapat memperoleh hasil yang lebih baik dari modal

sebelumnya, yaitu modal sosial.

Hingga hari ini, modal sosial sudah banyak memiliki literatur dan kajiannya

sebagai ilmu. Dari semua pandangan tentang modal sosial, sumber yang sering

3 E. Handoyono, Eksistensi Pedagang Kaki Lima (Studi Tentang Kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang), diakses dari laman, http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/737/4/D_902009006_BAB%20II.pdf

(7)

digunakan oleh para penulis dan peneliti modal sosial adalah pandangannya Coleman,

Fukuyama, dan Putnam. Oleh karena itu, penelitian ini juga akan mengacu pada

pandangan ketiga ahli tersebut untuk menjawab hipotesa yang dimunculkan.

2.1 Modal Sosial Menurut Coleman

James Coleman, sosiolog asal Amerika ini banyak menuangkan ide modal sosial

pada bidang pendidikan. Dalam penelitiannya, Coleman ingin melihat apakah terdapat

faktor yang mempengaruhi prestasi akademik siswa di sekolah. Salah satu temuannya

adalah bahwa kelompok sebaya (komunitas) memiliki pengaruh yang signifikan dalam

menentukan prestasi anak.4 Komunitas menurut Coleman dapat menjadi sumber modal

sosial yang dapat menetralisasi dampak dari tidak menguntungkannya kondisi sosial

ekonomi dalam keluarga (Field, 2010 dalam Handoyono, 2012).

Dalam serangkaian penelitiannya yang panjang di daerah perkampungan kumuh,

Coleman sampai pada kesimpulan bahwa modal sosial tidak terbatas pada mereka yang

kuat, tetapi juga memberikan manfaat riil bagi orang miskin dan orang yang

terpinggirkan (Field, 2010 dalam Handoyono, 2012). Modal sosial merupakan sumber

daya yang berisikan harapan akan reciprocal (timbal balik), melibatkan jaringan yang lebih luas, yang hubungan-hubungannya diatur oleh tingginya tingkat kepercayaan dan

nilai-nilai bersama.5 Coleman menemukan bahwa modal sosial, baik berupa harapan

dan kewajiban, jaringan dan informasi, serta norma sosial, berpengaruh secara positif

dalam menambah volume modal kemanusiaan baik dalam lingkup keluarga maupun

komunitas. Intensitas relasi dalam keluarga dan di luar keluarga memperkuat modal

sosial dan turut menciptakan modal manusia di masa depan. Sebaliknya, modal sosial

4 Ibid. hal. 79.

(8)

lemah oleh proses-proses yang merusak kekerabatan, seperti perceraian, perpisahan,

ataupun migrasi. Ketika keluarga meninggalkan jaringan-jaringan kekerabatan mereka

yang sudah ada, maka nilai dari modal sosial mereka akan jatuh.6 Singkatnya, modal

sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan

bersama di dalam kelompok ataupun organisasi.7

Coleman meyakini bahwa analisis tentang formasi modal sosial dapat

menyediakan suatu jalan tengah antara perspektif pilihan rasional yang memandang

tindakan sosial sebagai hasil tindakan berbasis kepentingan diri pribadi dan perspektif

norma sosial yang menjelaskan perilaku sosial itu tergantung pada batasan-batasan

eksternal yang dipaksakan oleh norma. Pendek kata, modal sosial adalah cara untuk

mendamaikan tindakan individu dan struktur sosial.8

Dalam kaitannya dengan penelitian tentang pengaruh modal sosial tokoh

masyarakat terhadap keikutsertaan masyarakat Indonesia dalam aksi, diperoleh 2

keterangan berdasarkan penjabaran dari Coleman. Pertama, mereka ikut aksi berdasarkan keinginan untuk membela, menyuarakan, dan mempertahankan

identitasnya. Dan Kedua, mereka ikut aksi karena adanya perasaan senasib dengan masyarakat lain yang memiliki kegelisahan yang sama.

2.1 Modal Sosial Menurut Fukuyama

Menurut Francis Fukuyama (2002 dalam Hanugrah dan Agin, 2012), modal

sosial dapat didefinisikan sebagai serangkaian nilai dan norma yang dimiliki bersama

6 Zimi Syahputra, Penggunaan Jaringan Sosial Sebagai Potensi Modal Sosial Dalam Bisnis Etnis Cina, diakses dari laman, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30469/3/Chapter%20II.pdf pada tanggal 9 Desember 2016.

7 U Salmah, Peran Budaya Mandailing Dalam Pengembangan Modal Sosial Untuk Meningkatkan Keefektifan & Keefisienan MSDM, diakses dari laman, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28320/3/Chapter%20II.pdf pada tanggal 9 Desember 2016 pukul 19.01 WIB.

(9)

diantara para anggota suatu kelompok masyarakat yang memungkinkan terjadinya

kerjasama diantara mereka. Tiga unsur utama dalam modal sosial adalah trust

(kepercayaan), reciprocal (timbal balik), dan interaksi sosial. Trust dapat mendorong seseorang untuk bekerjasama dengan orang lain untuk memunculkan aktivitas ataupun

tindakan bersama yang produktif. Trust merupakan produk norma-norma sosial kooperation yang sangat penting yang kemudian memunculkan modal sosial.

Fukuyama menyebutkan trust sebagai harapan-harapan terhadap keteraturan, kejujuran, perilaku kooperatif yang muncul dari dalam komunitas yang didasarkan pada

norma-norma yang dianut bersama anggota komunitas-komunitas itu. Trust bermanfaat bagi pencipta ekonomi tunggal karena bisa diandalkan untuk mengurangi biaya, hal ini

melihat dimana dengan adanya trust tercipta kesediaan seseorang untuk menempatkan kepentingan kelompok di atas kepentingan individu. 9 Dengan adanya kepercayaan yang

tinggi inilah, solidaritas yang kuat di dalam komunitas akan terbentuk yang membuat

masing-masing individu bersedia mengikuti aturan, sehingga ikut memperkuat rasa

kebersamaan, inilah yang dimaksud Fukuyama sebagai modal sosial.

Trust dalam aksi adalah hal yang diperlukan. Tidak ada aksi yang dilaksanakan tanpa dilandasi rasa saling percaya satu sama lain. Tidak ada kecurigaan antar

kelompok/komunitas maupun ormas ketika hendak mengumpulkan massa untuk aksi.

Begitu halnya untuk menjelaskan aksi Umat Islam 212 dan aksi Parade Kita Indonesia

412 di Jakarta. Faktor kepercayaan memegang peranan penting dalam modal sosial.

Setidaknya begitu yang hendak disampai Fukuyama kepada pembaca bukunya.

2.2 Modal Sosial Menurut Putnam

9Hanugrah, & Agin. (2012), Kelompok Mina Mawar Sebagai Bentuk Kemandirian Sosial Masyarakat Pasca Erupsi Merapi (Doctoral Dissertation, Universitas Negeri Yogyakarta), diakses dari laman,

(10)

Putnam mengartikan modal sosial sebagai hubungan antara individu-individu,

jaringan sosial, norma-norma timbal balik, kepercayaan, dan difasilitasi oleh adanya

koordinasi dan kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial bukan sebatas

hubungan interaksi yang melibatkan faktor perilaku orang tertentu saja, tetapi juga dapat

melibatkan individu dalam kelompok-kelompok yang membentuk suatu jaringan sosial.

10 Oleh karena itu, titik tekan Putnam tentang modal sosial ada pada

kelompok/organisasi social. Putnam mengartikan modal social sebagai penampilan

organisasi social seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya

koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama.

Pandangan Putnam tentang modal social berbeda dengan pendapat Coleman.

Jika Coleman lebih percaya akan pengaruh gereja dan keluarga sebagai bagian dari

bonding social capital, Putnam hanya memberikan sedikit perhatian pada institusi gereja dan keluarga serta lebih percaya pada organisasi yang terkonstruksi secara

longgar atau bridging social capital.11

Definisi modal sosial oleh Putnam mengacu pada tiga komponen yaitu (1)

jaringan social, sehingga memungkinkan terjadinya koordinasi dan komunikasi, (2)

kepercayaan, sehingga berimplikasi pada saling percaya dalam kehidupan

bermasyarakat, dan (3) norma-norma yang saling berbagi diantara kelompok dalam

jaringan sosial sehingga memungkinkan kesatuan peraturan dan sanksi. Di antara tiga

komponen modal sosial tersebut, komponen kepercayaan sebagai komponen penting

dari norma-norma yang dibangun dari jaringan social.12

10 ______, Peran Modal Sosial dalam Pembangunan, diakses dari laman, https://wisuda.unud.ac.id/pdf/1090471022-2-BAB%20II.pdf, pada tanggal 12 Desember 2016 pukul 20.59 WIB.

11 E. Handoyono, op. cit. hlm 85.

(11)

Dalam kasus ini, pandangan Putnam ini digunakan untuk menganalisis

organisasi/komunitas masyarakat yang menggunakan modal sosialnya untuk menarik

massa, membuat propaganda, dan mengajak massa untuk menghadiri aksi, baik itu Aksi

Bela Islam 212 maupun aksi Parade Kita Indonesia 412.

3. Partisipasi Masyarakat

Profesor Mubyarto, Guru Besar UGM mendefinisikan partisipasi sebagai

kesediaan untuk membantu setiap program sesuai kemampuan setiap orang tanpa

mengorbankan kepentingan diri sendiri. Nelson (dalam Hanugrah dan Agin, 2012)

menyebutkan ada dua macam partisipasi, yaitu partisipasi horizontal dan partisipasi

vertikal. Partisipasi horizontal yaitu partisipasi antar sesama kelompok di dalam suatu

perkumpulan tertentu, sedangkan partisipasi vertikal ialah partisipasi yang dilakukan

oleh bawahan kepada atasan yang ada di dalam kelompok tersebut maupun yang ada

diluar kelompok perkumpulan tersebut.

Partsipasi pada dasarnya mencakup dua bagian, yaitu internal dan eksternal.

Partisipasi internal bearti adanya rasa memiliki terhadap komunitas (sense of belonging of the lives people), dalam hal ini komunitas terfragmentasi dalam labelling an identity. Partisipasi eksternal terkait dengan bagaimana individu melibatkan diri dengan

komunitas luar. Berdasarkan pemikiran tersebut dapat disimpulkan bahwa partisipasi

merupakan manifestasi tanggung jawab social dari individu terhadap komunitasnya

sendiri maupun dengan komunitas luar (Suparjan, 2003 dalam Hanugrah dan Agin,

2012).

Hoofsteede (dalam Hanugrah dan Agin, 2012) membagi partisipasi menjadi tiga

(12)

1. Partisipasi inisiasi adalah partisipasi yang mengundang inisiatif dari pemimpin,

baik formal maupun informal, ataupun dari anggota masyarakat mengenai suatu

program atau proyek, yang nantinya program atau proyek tersebut merupakan

kebutuhan bagi masyarakat.

2. Partisipasi legitimasi adalah partisipasi pada tingkat pembicaraan atau

pembuatan keputusan tentang proyek tersebut.

3. Partisipasi eksekusi adalah partisipasi pada tingkat pelaksanaan.

Dalam kaitannya dengan Aksi Bela Islam 212 dan aksi Parade Kita Indonesia,

terdapat kesamaan bahwa partisipasi masyarakat sudah mencapai puncaknya dari apa

yang dimaksud Hoofsteede yaitu pada tahap pelaksanaan.

BAB III Metode Penelitian

3.1. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini memiliki variabel bebas yaitu modal

sosial tokoh masyarakat yang dapat mempengaruhi variabel terikat, yaitu keikutsertaan

masyarakat Indonesia dalam Aksi Bela Islam 211 dan aksi Parade Kita Indonesia 412.

Gambar 1. Kerangka Konsep

3.2. Hipotesis

Variabel Bebas: Modal

Sosial Tokoh Masyarakat

Variabel Bebas:

Keikutsertaan Masyarakat

(13)

Hipotesis adalah jawaban sementara penelitian, patokan, dugaan, atau dalil

sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut, setelah

melalui pembuktian dari hasil penelitian maka hipotesis ini dapat benar atau salah, dapat

diterima atau ditolak (Soekidjo Notoatmodjo, 2002: 72). Hipotesis dalam penelitian ini

adalah: “Ada pengaruh modal sosial tokoh masyarakat atas keikutsertaan masyarakat

Indonesia dalam Aksi Bela Islam 212 dan aksi Parade Kita Indoensia 412 di Jakarta.”

3.3. Jenis dan Rancangan Penelitian

3.3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menjelaskan dua variabel yaitu variabel

bebas dan variabel terikat. Jenis penelitian ini adalah bersifat Explanatory Reseach

(penelitian penjelasan) yaitu menjelaskan antara variabel pengaruh dan variabel

terpengaruh melalui pengujian hipotesis. Sifat penelitian ini adalah survey analitik,

penelitian diarahkan untuk menghubungkan antara pengaruh modal sosial yang

dimiliki tokoh masyarakat terhadap keikutsertaan masyarakat Indonesia dalam aksi

212 dan 412.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey dengan

pendekatan cross sectional karena meneliti variabel penelitian pada saat yang sama yaitu dimana pengukuran subyek hanya satu kali saja dan dilakukan terhadap

variabel pada saat penelitian (Soekidjo, 2002: 148).

Survei adalah suatu usaha sadar untuk menyajikan data yang dilakukan

secara sistematis dengan prosedur standar. Tujuan dari survey adalah mengadakan

pengukuran terhadap variabel (Suharsimi Arikunto, 1998: 223).

(14)

Rancangan penelitian ini menggunakan metode survei dengan pendekatan

Cross-sectional yaitu subyek hanya diobservasikan satu kali saja dan pengukuran dilakukan terhadap variabel pada saat penelitian (Soekidjo Notoatmodjo,

2002:146).

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah modal sosial tokoh masyarakat

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah keikutsertaan masyarakat

Indonesia dalam Aksi Bela Islam 212 dan aksi Parade Kita Indonesia 412 di

Jakarta.

3.5. Populasi dan Sampel Penelitian

3.5.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh masyarakat Indonesia yang tergabung

dalam Aksi Bela Islam 212 dan aksi Parade Kita Indonesia 412 di Jakarta

3.5.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi (Soekidjo, 2002:79). Sampel dalam

penelitian ini adalah masing-masing 300 masyarakat Indonesia yang ikut dalam

Aksi Bela Islam 212 dan aksi Parade Kita Indonesia 412 di Jakarta. Kriteria dalam

(15)

kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian pada

populasi terjangkau. Kriteria eksklusi adalah sebagian subyek yang memnuhi

kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan karena sesuatu hal.

3.5.2.1. Kriteria Inklusi:

Sebaran ini ditujukan kepada semua masyarakat Indonesia yang

mengikuti aksi 212 ataupun 412 di Jakarta

3.5.2.2. Kriteria Eksklusi:

1. Konfigurasi sosial masyarakat Indonesia di tiap daerah asal peserta aksi

dengan melihat jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin.

2. Konfigurasi sosial masyarakat Indonesia di tiap daerah asal peserta aksi

dengan melihat jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan (SD/SMP,

SMA/K, PT).

Dengan menyadari berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh peneliti baik tenaga,

waktu maupun biaya, maka penelitian ini hanya akan dilakukan dengan metode

Random sampling yaitu pengambilan sampel secara acak (Soekidjo, 2005: 88).

3.6. Sumber Data Penelitian

3.6.1. Data Primer

Data primer diperoleh langsung dari responden, dikumpulkan melalui

google form menggunakan kuesioner online sebagai panduan responden dalam

mengisi survey. Adapun data yang diperoleh berupa karakteristik responden,

pengaruh modal sosial tokoh masyarakat dan jawaban tentang mengapa

(16)

3.6.2 Data Sekunder

Data sekunder digunakan sebagai data penunjang atau pelengkap data

primer yang ada relevansinya dengan keperluan penelitian. Data sekunder

diperoleh dari buku, makalah, laporan, jurnal, dan referensi-referensi yang lain

yang berkaitan dengan tema penelitian.

3.7. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket atau kuesioner

online yang dapat diakses oleh semua kalangan masyarakat Indonesia.

3.8. Teknik Analisis Data

Untuk memperoleh suatu kesimpulan masalah yang diteliti, maka analisis data

merupakan suatu langkah penting dalam penelitian. Data yang terkumpul akan diolah

dan dianalisis dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS versi 16.

3.8.1. Proses pengolahan data meliputi:

1. Editting

Sebelum data diolah, data tersebut perlu diedit. Hal ini dilakukan untuk

memperbaiki kualitas data serta menghilangkan keraguan data melalui tanya jawab

kepada pihak responden. Apabila ada kekurangan atau ketidaksesuaian dapat segera

dilengkapi dan disempurnakan.

2. Koding

Mengkode data dengan memberi kode pada masing-masing jawaban untuk

(17)

3. Tabulating

Tabulasi dilakukan pada data yang telah terkumpul, disusun berdasarkan

variabel yang diteliti.

4. Entri

Adalah kegiatan memasukkan data yang telah didapat ke dalam program

SPSS untuk selanjutnya akan diolah menjadi analisis

3.8.2. Analisis

Setelah semua data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah menganalis

data. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik sebagai berikut:

1. Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendiskripsikan tiap-tiap variabel.

Di dalam penelitian ini, analisis digunakan untuk mendeskripsikan variabel

pengaruh modal sosial tokoh masyarakat dan dampak keikutsertaan masyarakat

dalam aksi

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan

(18)

analisis bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan

atau berkorelasi.

3. Analisis Crosstabs.

Analisis crosstab adalah suatu metode analisis berbentuk tabel, dimana

menampilkan tabulasi silang atau tabel kontingensi yang digunakan untuk

mengidentifikasi dan mengetahui apakah ada korelasi atau hubungan antara satu

variabel dengan variabel yang lain. Singkatnya, analisis crosstab merupakan

metode untuk mentabulasikan beberapa variabel yang berbeda ke dalam suatu

matriks. Tabel yang dianalisis di sini adalah hubungan antara variabel dalam

baris dengan variabel dalam kolom.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta.

Handoyo, E. (2012). Eksistensi Pedagang Kaki Lima (Studi Tentang Kontribusi Modal Sosial terhadap Resistensi PKL di Semarang) (Doctoral dissertation, Doktor Studi Pembangunan Program Pascasarjana UKSW), diakses dari laman

(19)

Hanugrah, S., & Agin, M. (2012). Kelompok Mina Mawar Sebagai Bentuk

Kemandirian Sosial Masyarakat Pasca Erupsi Merapi (Doctoral Dissertation,

Universitas Negeri Yogyakarta), diakses dari laman,

http://eprints.uny.ac.id/8790/3/BAB%202%20-%2008413244020.pdf pada

tanggal 9 Desember 2016 pukul 19.24 WIB.

Notoatmojo, S. (2002) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Salmah, U., & Lubis, A. M. (2011). Peran Budaya Mandailing Dalam Pengembangan

Modal Sosial Untuk Meningkatkan Keefektifan & Keefisienan MSDM, diakses dari laman, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28320/3/Chapter %20II.pdf pada tanggal 9 Desember 2016 pukul 19.01 WIB.

Syahputra, Z. (2011). Penggunaan Jaringan Sosial Sebagai Potensi Modal Sosial Dalam Bisnis Etnis Cina (Studi jaringan sosial pada pengusaha etnis Cina di

kota Medan), diakses dari laman,

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30469/3/Chapter%20II.pdf pada tanggal 9 Desember 2016 pukul 16.55 WIB.

______, Peran Modal Sosial dalam Pembangunan, diakses dari laman,

Gambar

Gambar 1. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa agroindustri sirup kulit manis terletak pada posisi kuadran 1 dengan faktor-faktor lingkungan internal yang terdiri dari

Dalam tempoh empat dekad, para penyelidik Fakulti Pengajian Islam memperolehi geran penyelidikan daripada pelbagai sumber yang dikategorikan kepada geran IRPA (The

Dalam hubungan antara kematian dengan derajat keparahan cedera secara keseluruhan, Coccolini menunjukkan bahwa angka ISS lebih tinggi terdapat pada pasien dengan

kiai yang memmiliki pengaruh kuat di Pamekasdan dan bahkandi luar Pamekasan, seperti KHR. As’ad Syamsul arifin, pengasuh Pondok Pesantren As Salafiyah Asy

Penelitian tentang potensi sumber daya hijauan pakan penting dilakukan, sebab informasi parameter padang penggembalaan seperti produksi hijauan dan ketersediaan

Penulis melihat usaha untuk mempersatukan dan menghapus sentimen SARA yang ada dalam masyarakat pada sebuah kelompok barongsai kecil mandiri di Sidoarjo bernama

Layout , table settings , dan service staff merupakan variabel yang berpengaruh secara positif, namun tidak signifikan terhadap customer satisfaction di Domi Deli

Semakin tinggi kandungan padatan tak stabil dalam satu unit volume dari kotoran sapi maka akan menghasilkan produksi gas yang lebih banyak..