• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Perekonomian Gereja Berbasis Sawit di GPIB Ora Et Labora Semunte-Sanggau-Kalimantan Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengembangan Perekonomian Gereja Berbasis Sawit di GPIB Ora Et Labora Semunte-Sanggau-Kalimantan Barat"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PEMBERDAYAAN EKONOMI GEREJA

1. Gereja Berbisnis

Untuk melakukan pemberdayaan ekonomi gereja, gereja perlu terlibat dalam praktek bisnis. Bisnis adalah kegiatan ekonomi dan yang terjadi dalam kegiatan ini adalah tukar menukar, jual beli, memproduksi, memasarkan, bekerja mempekerjakan, dan interaksi manusia lainnya. Bisnis dilukiskan sebagai kegiatan ekonomi yang terstruktur atau terorganisasi untuk menghasilkan untung sehingga ketika berbicara mengenai bisnis menjadi amat kompleks1.

Sejak awal kebanyakan orang memandang bisnis sebagai sesuatu yang berhubungan dengan duniawi dan kotor serta lekat dengan tipu daya dan moral jahat. (Citra negative ini terbentuk sejak awal perkembangan bisnis akibat perilaku buruk dari banyak pedagang yang menjalankan strategi dagangnya seringkali melakukan penipuan dan kurang bertanggung jawab atas mutu dagangan yang mereka jual. Dari penjelasan tentang citra bisnis ini dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya kotor tidaknya bisnis tergantung bagaimana orang memandang dan bersikap terhadap bisnis itu). Bisnis menjadi kotor bila orang berperilaku tamak dan tidak bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan bisnisnya, dan sebaiknya bisnis menjadi baik bila orang berperilaku secara bertanggung jawab dalam menjalankan kegiatan bisnisnya2.

1.1Keterlibatan Gereja dalam Ekonomi/Berbisnis

1 Kees Berteens, Pengantar Etika Bisnis, (Kanisius: Yogyakarta, 2000),18.

2 Made Gunaraksawati Mastra, Teologi Kewirausahaan: Konsep dan Praktik Bisnis gereja Kristen

(2)

Gereja terpanggil untuk bertanggung jawab memikirkan kehidupannya sebagai organisasi pada kehidupan masyarakat luas3

. Secara khusus gereja terpanggil untuk kesejahteraan masyarakat sejahtera dan adil. Oleh karena itu, gereja dan kehidupan anggotanya tidak dapat dilepaskan dari kehidupan ekonomi4

.

Hal itu disebabkan karena orang percaya dan yang menjadi pengikut Kristus tidak dapat melepaskan dirinya dari konteks produksi, distribusi pendapatan, pembagian kerja, kemiskinan, alokasi dan pemeliharaan sumber daya, pengembangan sumber daya manusia, dan masalah keuntungan.

Sudah sejak abad pertengahan gereja terlibat aktif dalam masalah ekonomi dan sosial, bukan hanya dalam aspek dan aras teologis saja, tetapi juga melakukan secara langsung kegiatan ekonomi. Gereja pada masa reformasi juga melanjutkan langkah-langkah tersebut5

. Ini adalah perwujudan konsep panggilan ilahi untuk menjadi setia di setiap tempat dan waktu, karena melalui kegiatan ekonomi yang dilakukan gereja, jemaat Tuhan dan manusia pada umumnya dapat memuliakan nama Tuhan.

Diakonia, Marturia dan Koinonia merupakan tugas panggilan gereja yang pada hakekatnya mengungkapkan pengakuan tentang hubungan manusia dengan Tuhan, dan gereja terpanggil untuk menyatakan, memelihara dan meningkatkan hubungan tersebut. Dalam konteks perwujudan tri tugas panggilan gereja tersebut, keterlibatan gereja di dalam bidang ekonomi sangat diperlukan. Oleh karena itu, dalam mengkaji peluang yang dapat dimanfaatkan gereja dalam kegiatan ekonomi serta prospeknya, gereja harus berpedoman kepada nila-nilai yang ada di dalam tri tugas tersebut.

3 Damanik Konta, Gereja dan kegiatan Ekonomi bisnis, (Bina Darma no. 48, tahun ke 13, 1995), 89. 4 Ibid, 86.

(3)

Terkait hal tersebut setiap warga gereja terpanggil untuk terlibat di dalam usaha yang dilakukan gereja di bidang ekonomi, baik ekonomi masyarakat ataupun ekonomi gereja. Salah satu hal yang dilakukan oleh setiap warga gereja di bidang ekonomi gereja adalah berpartisipasi di dalam memberi persembahan kepada gereja sebagai rasa syukur atas karunia dan berkat Tuhan yang mereka terima. Hal lain yang dapat dilakukan oleh warga gereja di bidang ekonomi gereja adalah mengelola persembahan yang ada dan mengelola harta benda yang dimiliki gereja secara khusus perkebunan sawit yang dimiliki oleh jemaat Ora et Labora.

Keterlibatan gereja di bidang ekonomi adalah suatu bentuk keterlibatan gereja di bidang bisnis. Bisnis bukan suatu bidang ekonomi yang berdiri sendiri atau terisolasi dari unsur-unsur lain yang ada di dalam masyarakat. Oleh karena itu, bisnis berhubungan dengan unsur-unsur lain tersebut, termasuk gereja6.

Marthin Luther berpendapat bahwa Allah memanggil setiap orang ke dalam pekerjaannya masing-masing untuk menyatakan kebaikan dan kesejahteraan. Oleh karena itu, bekerja adalah suatu partisipasi di dalam karya pemeliharaan Allah atas ciptaannya7

. Di tempat lain, Calvin menyatakan bahwa pendapat Luther tersebut adalah suatu cara yang luhur dan mulia untuk memuji Allah melalui ciptaanNya8. Dengan demikian, keterlibatan gereja di bisnis adalah bagian dari menyatakan kebaikan dan kesejahteraan di bidang ekonomi sebagai wujud partisipasi di dalam karya pemeliharan Allah atas ciptaanNya atas dunia ini tentunya dengan motivasi yang tidak merugikan orang lain. Calvin juga menandaskan bahwa berbicara tentang keterpanggilan maka kita berbicara tentang keterpanggilan yang harus dijalani dengan laku hati dan nurani yang bersih9.

6Ibid, 89.

7Mcgee dan Delbeck, Vocation as a critical factor in a spirituality for executive leadership in business

(University of Notre Dame Press: 2003), 103.

(4)

Menurutnya, kegiatan ekonomi/bisnis adalah kegiatan yang sah sejauh dilakukan untuk memenuhi panggilan Allah10

Menurut Wayan Mastra, beberapa hal yang harus dilakukan untuk menangani situasi keterpurukan yaitu dengan menggerakkan jemaat untuk melakukan bisnis/ kegiatan ekonomi11. Ketika melakukan hal itu, tentunya banyak kendala tetapi untuk melewati kendala tersebut, hal yang diperlukan adalah merubah paradigm jemaat tentang bisnis/ kegiatan ekonomi dengan melakukan konstruksi teologi berbasis teologi lokal yaitu menjadi berkat bagi sesama12. Teologi ini mendorong jemaat untuk tidak bermalas-malasan menunggu bantuan dari pihak lain yang prihatin dengan kelaparannya, namun berani bangkit dari kelaparan menuju kebangkitan semangat untuk bekerja.13

Ketika berproses menjadi sejahtera bersama maka pendekatan itu berupa pendekatan yang berimbang berbasis pada diakonia reformatif yaitu pendekatan diakonia yang mementingkan karya penguatan kapasitas masyarakat yang didampingi, praktik pada pendekatan ini adalah membina hubungan yang baik dengan yayasan untuk memberikan pemodalan, pinjaman dan pendampingan yang bertujuan membantu.14

Dalam melakukan bisnis/kegiatan ekonomi di dalam gereja diupayakan untuk kemandirian dan upaya kemandirian tersebut dilandasi sikap saling menopang dan saling membutuhkan atau saling ketergantungan15

. Kesalingtergantungan yang juga menjadi kewajiban warga gereja. Kegiatan ekonomi bagi gereja sangat diperlukan tetapi tidak boleh mengabaikan sisi lain dari tugas pelayanan gereja. Kegiatan ekonomi/bisnis dimanfaatkan untuk pelayanan gereja dan

10 Ibid hal, 160

11 Gunarasakti Made, Op.cit. Teologi Kewirausahaan: Konsep dan Praktek Bisnis Gereja Kristen Protestan

di Bali (Taman Pustaka Kristen: Yogyakarta, 2009), 58.

12Ibid 59

13 Julianto Simon, Kewirausahaan Jemaat: Sebuah Alternatif Berteologi,161 14 Ibid, hal 164

15Mastra Gunaraksawati Made, Teologi Kewirausahaan: Konsep dan Praktik Bisnis gereja Kristen

(5)

tidak disalahgunakan untuk kepentingan diri sendiri atau untuk berfoya-foya. Baik tidaknya melakukan kegiatan ekonomi tergantung kepada pemakaian kegiatan ekonomi/bisnis itu yakni tujuan pemakaian kegiatan ekonomi itu untuk apa. Kegiatan ekonomi/bisnis mendatangkan kebaikan bila dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan gereja, diakonia gereja, memperhatikan orang miskin, orang sakit, dan menciptakan lapangan kerja16

.

Gereja juga harus selektif dalam memilih usaha yang mengkompromikan moral. Oleh karena itu, gereja melakukan kegiatan ekonomi itu tidak boleh tabu asal dijalankan dalam koridor nilai-nilai iman Kristen dan visi dan misi17

. Kaitannya dengan misi, peran gereja dilihat sebagai transformasi pembebasan sehingga peran gereja tidak diartikan sebagai gedung yang statis dan yang sarat dengan ritual, melainkan sebagai suatu gerakan yang terbuka dan yang membawa pembaharuan dalam rangka mewujudkan visi kerajaan Allah18

Wayan Mastra menekankan pentingnya mengusahakan kemandirian gereja dengan kepemilikan sumber daya yang memadai yang seharusnya dapat dikembangkan untuk mencukupi kebutuhan gereja dan warga gereja. Konteks dari penekanan ini adalah mengembangkan sumber daya lokal yang tersedia19

. Untuk dapat bergerak keluar dari kemiskinan dan keterpurukan maka harus dapat mendorong semangat melakukan kegiatan ekonomi secara kreatif di dalam warga gereja20

.

Wayan Mastra menyakini bahwa, semangat melakukan kegiatan ekonomi harus di kembangkan di gereja, dengan cara mengubah paradigma masyarakat dari masyarakat tradisional dengan pola pikir masyarakat pertanian menjadi masyarakat modern dengan pola pikir kegiatan

(6)

ekonomi/bisnis. Ia menilai tidaklah salah bila gereja terlibat di dalam bisnis yang menciptakan lapangan kerja bagi anggota gerejanya. Keuntungan dari kegiatan ekonomi/bisnis dapat menjadi dana pelayanan gereja21

.

Menurut Joseph Schumpeter, program-program pengembangan ekonomi jemaat diarahkan untuk mengembangkan kegiatan ekonomi tujuannya untuk memperoleh keuntungan dan pertumbuhan, memerlukan praktek-praktek inovatif yang strategis22

Sedgwick Claims mengemukakan atribut-atribut yang diperlukan untuk keberhasilan kegiatan ekonomi/bisnis, seperti: kreativitas, inovasi, inisiatif, kemampuan meyakinkan orang, kepemimpinan, kemandirian yang tinggi, motivasi untuk berhasil, imajinasi, pengambilan resiko dan kebebasan yang bertanggung jawab, kemampuan menganalisa dan berjejaring yang menuntut kepekaan terhadap orang yang diajak berinteraksi, yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai dinamis berkesinambungan yang ada pada karya Tuhan dalam Kristus23

2. Konsep Kerja

2.1 Kerja menurut Gereja

Di dalam melakukan kegiatan ekonomi/bisnis diperlukan kerja dan untuk Kerja dibutuhkan sikap semangat yang ada pada individu atau kelompok dan dalam melakukan suatu pekerjaan perlu adanya pengabdian atau dedikasi terhadap pekerjaan sebagai nilai yang sangat berharga. Luther mengatakan bahwa kerja itu adalah panggilan dan dalam bekerja dibutuhkan sumber daya manusia yaitu warga gereja sebab itu dibutuhkan pengabdian yang tulus untuk bekerja bagi Tuhan24.

(7)

Sedgwick Claims berpendapat bahwa, kerja adalah bagian yang amat penting sebagai umat ciptaan Tuhan25. Kerja adalah bagian penting yang diperlukan oleh gereja terkait dengan bisnis, sebab di dalam kerja itu dapat diungkapkan nilai-nilai iman Kristen yang baik, dan melalui kerja dapat diciptakan suatu tatanan masyarakat yang baru yang sesuai dengan tatanan ideal dalam kerajaan Allah 26.

Miroslav Volf berkata, kerja diperlukan untuk melangsungkan kehidupan dan untuk melangsungkan kehidupan dituntut untuk bekerja keras bahwa bekerja dalam kaitannya dengan gereja itu merupakan tugas dan tanggung jawab orang kristen sebab mereka terikat dengan Roh Allah dan Allah telah memanggil, memberi dan memperlengkapi setiap orang kristen untuk bekerja dalam panggilan mereka27. Miroslav Volf juga memahami bahwa Roh Allah telah memanggil dan menganugerahkan semua umat Allah dengan berbagai macam karunia untuk bermacam-macam tugas, seperti kecerdasan, keterampilan, keterampilan pertukangan, bakat seni, dan pengetahuan untuk mengurus berbagai hal28 dengan demikian Miroslav Volf hendak mengatakan bahwa gereja adalah Tubuh Kristus, Yesus Kristus sebagai kepala gereja dan Tubuh Kristus adalah warga gereja, yaitu anggota-anggota yang memiliki karunia dan talenta yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, karunia dan talenta tersebut harus diberdayakan untuk pekerjaan Tuhan. Kemudian pendapat itu dilengkapi oleh James Childs yang mengartikan bahwa Tuhan bekerja terus untuk memenuhi kebutuhan dari ciptaanNya dan bahwa karyaNya terus berlangsung hingga sekarang, James Childs secara tidak langsung mau berkata bahwa Tuhan telah bekerja

(8)

untuk umat ciptaanNya oleh sebab itu sebagai umat Allah dipanggil untuk bekerja kepada Tuhan melalui gerejanya29.

Dalam kaitannya dengan sesama, Miroslav Volf memaknai kerja sebagai panggilan untuk melayani30. Pemaknaan ini disadari pemahaman bahwa Roh Tuhan memanggil dan memperlengkapi orang-orang secara tepat untuk melayani Tuhan dan sesama, sebagaimana yang dinyatakan dalam Perjanjian Baru bahwa karunia-karunia untuk saling melengkapi dan saling melayani (1 Kor 2:12) dan untuk membangun komunitas bukan untuk kemegahan diri sendiri31.

Dengan demikian, sebagai Tubuh Kristus yang telah dipanggil keluar dari kegelapan menuju terang yang ajaib, hal itu harus dimaknai oleh warga gereja bahwa sebagai warga Allah, mereka harus menyadari peran mereka sebagai warga gereja yaitu bekerja bukan untuk manusia melainkan untuk Tuhan. Bekerja untuk Tuhan bukan karena suatu keterpaksaan melainkan karena kewajiban dan tanggung jawab sebagai warga Kerajaan Allah. Sebagai warga Allah yang merupakan satu kesatuan di dalam Tubuh Kristus maka ketika kepala sakit tentunya tubuh juga akan terasa sakit dan dalam hal ini dituntut tidak mementingkan kepentingan diri tetapi juga harus saling memperhatikan satu dengan yang lainnya. Bekerja untuk Tuhan harus menuntut adanya kekompakkan, kerja sama dan gotong royong itu semua merupakan wujud dari partisipasi dengan begitu semua kendala akan terselesaikan dan keterpurukan akan dapat diselesaikan jika bekerja bersama-sama.

Sebagai Tubuh Kristus Yesus Kristus sebagai kepala gereja dan Ia lah yang menjadi raja bagi gereja maka sebagai warga gereja harus dapat memberikan dorongan dan memotivasi warga gereja oleh sebab itu warga gereja harus diberdayakan.

(9)

Didalam dunia banyak menawarkan tentang konsep kerja, namun kerja yang dimaksudkan disini adalah kerja menurut gereja dan gereja harus terlibat dalam memberdayakan warga gereja.

2.1.2 Kerja yang memberdayakan komunitas

Dalam memahami makna pemberdayaan ekonomi, hal itu harus dipahami sebagai suatu pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi adalah proses mewujudkan masyarakat sejahtera adil dan merata. Masyarakat sejahtera ditandai dengan adanya kemakmuran32. Pembangunan ekonomi adalah suatu pertumbuhan ekonomi yang membawa perubahan. Pembangunan ekonomi tidak hanya berorientasi pada produksi barang dan jasa tetapi juga dalam berbagai aspek kegiatan ekonomi seperti perkembangan pendidikan, perkembangan teknologi, peningkatan pendapatan dan kemakmuran masyarakat33.

Menurud Whitman Rostow, suatu pembangunan merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus yakni dari masyarakat yang terbelakang ke masyarakat yang maju. Dalam bidang Ekonomi, pemberdayaan dapat diartikan sebagai suatu upaya agar suatu komunitas mampu memajukan dan mengembangkan usahanya, sehingga memperoleh perbaikan pendapatan serta perluasan kesempatan kerja demi perbaikan kehidupan dan kesejahteraan34.

Pemberdayaan ekonomi harus bisa memberikan kebebasan bagi masyarakat dalam mengekspresikan potensi mereka dalam memanfaatkan sumber daya alam untuk peningkatan kesejahteraan. Dalam hal ini masyarakat diberdayakan agar berpartisipasi dalam proses pembangunan.

32Gunawan, Sumidiningrat, Pemberdayaan Sosial: Kajian ringkas tentang pembangunan manusia

Indonesia, (Jakarta: Buku Kompas, 2007), 18.

33Sadono, Sukirno, Ekonomi pembangunan: proses, masalah dan dasar kebijakan (Jakarta: Kencana,

2006),10-11.

34Totok Mardikanto, Yesus Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat ( Solo, Prima Theresia Presindo,

(10)

Tujuan pemberdayaan di bidang ekonomi adalah agar kelompok sasaran dapat mengelola usahanya, memasarkan dan membentuk siklus pemasaran yang relative stabil. Melalui kegiatan pemberdayaan ekonomi, diharapkan tingkat pendapatan masyarakat tetap stabil bahkan meningkat, sehingga berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Terkait hal itu, Triyono menawarkan model pemahaman tentang pembangunan sebagai perdamaian, yang didasarkan pada tiga asumsi, (1) pembangunan dimaksud untuk memenuhi kebutuhan dasar dan hak asasi manusia untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk kekerasan, kemiskinan, represi, ketidakamanan, dan alianasi politik; (2) pembangunan dijalankan oleh struktur dan kelembagaan ekonomi dan politik, negara dan pasar, tidak menekan, sebaliknya membebaskan dan meningkatkan kapasitas manusia untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk terwujudnya perdamaian; (3) strategi, perencanaan dan kebijakan pembangunan harus peka konflik dan mampu mendorong perdamaian. Pembangunan sebagai perdamaian merumuskan kebutuhan hidup manusia secara holistik, menempatkan manusia dengan segala dimensi kebutuhan dasarnya yang harus terpenuhi kesejahteraan, kebebasan, keamanan, pengembangan identitas kultural35.

Oleh karena itu, pembangunan ekonomi yang telah disebutkan di atas dipahami sebagai suatu pemberdayaan masyarakat yang berfokus kepada pengembangan komunitas. Menurut Christenson dan Robinson, Community Development adalah proses dimana masyarakat yang tinggal pada lokasi tertentu dan mengembangkan prakarsa untuk melaksanakan suatu tindakan social (dengan dan tanpa intervensi) untuk mengubah situasi politik, social, kultural atau lingkungan mereka36. Dalam Community Development, intervensi bukanlah merupakan hal yang

35Ibid, 44.

36Christenson, james A & Jerry Robinson, Community Development in Perspective, dalam Soetomo,

(11)

mutlak, tetapi yang lebih penting adalah prakarsa dan partisipasi masyarakat yang berlangsung. Prinsip-prinsip tersebut diterjemahkan ke langkah-langkah berikut : (1) fokus perhatian ditujukan pada komunitas sebagai suatu kebulatan (2) berorientasi pada kebutuhan dan permasalahan komunitas (3) mengutamakan prakarsa, partisipasi dan swadaya masyarakat37.

Community Development merupakan ruang gerak yang membutuhkan kemandirian masyarakat yang berinisiatif untuk pengembangan diri dan peningkatan kesejahteraan. Faktor eksternal seperti pemerintah hanya bertindak sebagai stimulus yang membantu masyarakat untuk mengembangkan cita rasa tersendiri dalam melaksanakan dan menikmati sejumlah program pemberdayaan. Pembangunan ekonomi tanpa pembangunan aspek manusianya tidak dapat disebut

Community Development38.

Community Development adalah Community Organization yang yang mengandung unsur pembangunan ekonomi atau Community Development adalah pembangunan ekonomi yang juga mempunyai watak social atau watak sebagai pembangunan manusia. Community Development

adalah proses untuk meningkatkan kondisi yang memberikan fokus perhatian pada komunitas sebagai suatu kesatuan kehidupan masyarakat.dalam merealisasikan tujuan tersebut, cenderung lebih difokuskan pada pemanfaatan dan pendayagunaan energi yang ada dalam kehidupan komunitas itu sendiri39. Community Development yang dipaparkan merupakan suatu metode yang mencakup pelaksanaan pemberdayaan ekonomi dan pemberdayaan sosial.

Community Development digunakan sebagai pendekatan dalam menjalin proses kerja sama dengan masyarakat dalam rangka meningkatkan motivasi, percaya diri, skill, dan kemampuan identifikasi kebutuhan. Dalam jangka panjang, masyarakat dapat mengelola proses pembangunan

(12)

pada tingkat komunitas secara lebih mandiri, mulai mengidentifikasi kebutuhan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi hasil. Melalui berkembangnya kapasitas masyarakat dalam mengelola pembangunan di lingkungan komunitasnya secara mandiri, diharapkan dapat dinikmati masyarakat, walaupun proyek telah berakhir40.

Menurut Biddle, Community Development adalah suatu proses yang bergerak dari suatu event ke event berikutnya untuk mendorong agar masyarakat menjadi lebih kompeten dalam menanggapi masalah-masalah kehidupannya serta dalam menanggapi berbagai aspek lokal dan perubahan yang terjadi di sekitarnya. Pernyataan tersebut mengandung makna bahwa muara dari proses Community Development adalah tumbuhnya kompetensi dan tanggung jawab sosial yang teraktualisasi dalam bentuk prakarsa lokal dalam melakukan perubahan dan pembaharuan, walaupun pada awalnya mungkin harus didorong oleh intervensi dari luar. Biddle merekomendasikan enam tahap untuk mendorong tumbuhnya kompetensi masyarakat 41.

1. Explanatory, tahap ini berisi kegiatan-kegiatan untuk memahami kondisi, situasi dan potensi masyarakatnya. Dalam tahap ini juga diusahakan memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan masyarakat pada tahap selanjutnya.

2. Organizational: tahap ini berisi kegiatan untuk menentukan media yang dapat digunakan sebagai sarana pertemuan dan diskusi antara petugas dengan masyarakat maupun antar sesama warga masyarakat.

3. Discusional: tahap ini beirsi kegiatan diskusi antar warga masyarakat tentang interventarisasi masalah serta kemungkinan pemecahannya, memilih alternative yang pantas memperoleh prioritas dalam penanganannya, membuat keputusan mengenai kegiatan bersama yang akan dilaksanakan dan membuat rencana pelaksanaannya.

(13)

4. Action: tahap ini berisi pelaksanaan kegiatan yang sudah diputuskan bersama, serta melaporkan dan mengevaluasi hasilnya.

5. New Project: tahap ini mengulang kegiatan diskusi untuk menentukan masalah apa yang sebaiknya digarap pada prioritas berikutnya, kemudian membuat rencana dan melaksanakannya dengan memperhatikan pengalaman pelaksanaan sebelumnya.

6. Continuation: dalam tahap ini mekanisme pelaksanaan pembangungan berdasar prakarsa masyarakat dianggap sudah melembaga. Walaupun intervensi dari luar sudah dihentikan, kesinambungan proses pembangunan diharapkan tetap berjalan.

Manfaat dari intervensi melalui strategi Community Development adalah42:

1. Mempercepat proses perubahan dan pembaharuan pada tingkat komunitas lokal.

2. Mendorong integrasi masyarakat lokal dalam masyarakat nasional melalui kontribusi timbal balik antara masyarakat lokal dan masyarakat nasional

3. Memberikan iklim yang kondusif bagi masyarakat pada tingkat komunitas untuk menciptakan, mengembangkan dan memanfaatkan peluang bagi peningkatan taraf hidupnya.

Pemberdayaan merupakan proses di mana individu dan kelompok memperoleh kekuatan dan mempunyai akses dengan berbagai sumber agar mereka memiliki kontrol atas kehidupan mereka. Dalam upaya ini, kelompok masyarakat memperoleh kemampuan untuk mencapai aspirasi dan tujuan yang diharapkan43. Pemberdayaan juga merupakan tindakan memberi kekuasaan atau otoritas, memberikan kemampuan pada masyarakat, memungkinkan usaha masyarakat, menguatkan dan mengabsahkan, proses memperoleh kekuatan, mengembangkan

42Ibid, 143.

43Chatterjee, Robbins & Canda, Contemporary Human Behavior Theory: Empowerment Teheory, (Boston:

(14)

kekuatan dan mengatur kekuatan tersebut, sehingga berdampak pada pengembangan kehidupan dari komunitas masyarakat itu sendiri44

Pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya. Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok atau komunitas berusaha mengkontrol kehidupan mereka sendiri dan mengusahakan untuk membentuk masa depan sesuai dengan keinginan mereka45. Dalam proses pembangunan yang bersifat pemberdayaan, faktor manusia adalah penentu yang menggerakkan arah pembangunan itu sendiri46.

Dalam suatu kegiatan pemberdayaan, selalu ada kerja sama dari kedua pihak, baik pihak eksternal sebagai pemberdayaan maupun komunitas masyarakat yang diberdayakan. Dalam menguatkan basis dari suatu program pemberdayaan, maka peran maksimal dari pihak pemberdaya maupun pihak yang diberdayakan harus dilihat dalam kapasitas yang seimbang. Upaya untuk mengoptimalkan kapasitas masyarakat dalam memberdayakan mereka tidak terlepas dari peran pihak eksternal. Dalam hal ini kita harus melihat peran-peran yang harus dilakukan oleh pihak pemberdaya, yaitu: 47

1. Peran sebagai konsultan, mencakup upaya untuk membangun hubungan antara klien dengan sumber yang tersedia agar mereka mampu meningkatkan rasa percaya diri dan memiliki

44Ibid, 144.

45 Adi, Rukimanto Isbandi, Pemikiran-pemikiran Dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta:

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2002), 162.

46Ibid, 163.

47J.A.B, Lee, The Empowerment Approach to social work Practise: Buiding a Beloved Community

(15)

ketrampilan untuk menyelesaikan masalah, tantangan yang ada. Upaya ini juga bertujuan untuk meningkatkan kemandirian klien sehingga memiliki kontrol atas kehidupan.

2. Peran sebagai pemberdaya yang memiliki kepekaan, mencakup upaya untuk membantu klien dalam memperoleh pengetahuan yang diperlukan dalam mengontrol kehidupan mereka sendiri. Tindakan ini juga berkaitan erat dengan upaya memberdayakan setiap orang untuk mengakui dan mengidentifikasikan kekuatan mereka sendiri dan kekuatan orang lain.

3. Peran sebagai guru pelatih, dimana dapat bertindak sebagai petugas lapangan bertindak maupun pekerja sosial yang mengatur proses belajar klien untuk menemukan solusi atas permasalahan mereka. Petugas lapangan bertugas untuk mengajarkan komunitas untuk berjuang dalam menghadapi rintangan dan ketidakmampuan yang mereka hadapi.

4. Peran sebagai penghubung atau penghubung jaringan kerja. Hal ini mengacu pada pemahaman bahwa klien adalah seseorang yang memiliki keinginan kuat dalam mencapai suatu tujuan dalam kegiatan pemberdayaan. Oleh karena itu, pihak pemberdayaan harus mampu menghubungkan orang-orang yang diberdayakan dengan pihak lain yang mampu berbagi sejarah, masalah –masalah maupun rintangan-rintangan yang sama, sehingga menjadi referensi bagi komunitas yang sedang diberdayakan.

Pemberdayaan sebagai suatu proses adalah proses yang berkesinambungan sepanjang hidup seseorang (on going process). Pemberdayaan masyarakat sebagai suatu proses adalah suatu proses yang berkesinambungan sepanjang komunitas itu masih ingin melakukan perubahan dan perbaikan dan tidak hanya terpaku pada suatu program saja48.

Lima tahapan utama dari siklus proses pemberdayaan49:

1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan dan tidak memberdayakan

(16)

2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan ketidakberdayaan . 3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek

4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna.

5. Mengembangkan rencana–rencana aksi dan mengimplementasikannya.

Proses pemberdayaan dalam model Community Development juga tidak terlepas dari pemahaman ekonomi politik. Dalam wacana ekonomi makro dan ekonomi pembangunan, istilah ekonomi politik (political economy) biasa diartikan sebagai paradigma pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada the nature of process, hakekat atau sifat proses, yaitu jalur yang dilalui oleh suatu pertumbuhan ekonomi. Paradigma ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan dua paradigma sebelumnya,yakni paradigma pembangunan (development paradigm) dan paradigma pertumbuhan dengan persamaan (growth-with-equity paradigm)50. Ahli ekonomi politik berpendapat bahwa tujuan utama pembangunan bukanlah pertumbuhan, tetapi “to enhance

people’s core values” (meningkatkan, menguatkan nilai-nilai inti dari suatu masyarakat). Oleh

karena itu, pembangunan bukanlah tujuan, tetapi sarana. Pembangunan atau pertumbuhan hanya akan bermakna, bermanfaat dan diinginkan, apabila sejalan atau memperkuat nilai-nilai terpenting, nilai-nilai fundamental dari suatu masyarakat. Pembangunan adalah sebuah proses pembebasan51.

Pembangunan masyarakat sebagai proses perubahan. Secara teoritik, perubahan dalam kehidupan masyarakat dapat berdampak kemunduran (regress) maupun kemajuan (progress). Perubahan dalam pembangunan diharapkan berdampak kemajuan. Salah satu indikasi perubahan kemajuan dapat dilihat dari peningkatan taraf hidup atau kesejahteraan masyarakat. Gambaran paling sederhana untuk mengetahui peningkatan kesejahteraan adalah dengan melihat apakah

50

Mulholland, Catherine (peny.), Ecumenical Reflections Political Economy (Geneve: WCC Publications, 1988)

51Heddy Shri Ahimsa, dkk, Ekonomi Moral, Rasional dan Politik dalam Industry kecil di Jawa: esai-esai

(17)

hubungan tersebut berdampak pada semakin banyak terpenuhinya kebutuhan masyarakat. Semakin kebutuhan yang dapat terpenuhi merupakan indikasi semakin meningkat kesejahteraan atau taraf hidup masyarakatnya. Kebutuhan yang dipenuhi tidak hanya bersifat fisik, tetapi juga mencakup mental dan sosial52.

Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan atau meningkatkan kemandirian masyarakat. Dalam kerangka pembangunan nasional, upaya pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari sisi: pertama, menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan masyarakat berkembang: kedua, meningkatkan kemampuan masyarakat dalam membangun melalui berbagai bantuan dana, pelatihan, pembangunan prasarana dan sarana baik fisik maupun sosial, serta pengembangan kelembagaan di daerah, ketiga melindungi atau memihak yang lemah untuk mencegah persaingan yang tidak seimbang dan menciptakan kemitraan saling menguntungkan. Pembangunan masyarakat dipahami sebagai strategi yang tepat untuk menggalang kemampuan ekonomi nasional guna meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan rakyat.53

Pembangunan melalui pendekatan pemberdayaan dan pemihakan pada hakikatnya mempuyai prinsip concern, consistent dan continuous sebagai berikut54.

1. Concern, pembangunan harus dipahami sebagai proses perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat untuk mewujudkan sebagai proses prubahan struktur sosial ekonomi masyarakat untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur dengan mengingat sasaran dan prioritas pembanguan, yakni meningkatkan kualitas sumber daya manusia, perubahan struktur ekonomi, penanggulangan dan stabilitas ekonomi.

(18)

2. Consistent. Kerangka kebijakan pembangunan nasional yang temanifestasi dalam program-program pembangunan harus diselenggarakan secara terpadu, terarah, tepat sasaran, bermanfaat bagi segenap lapisan masyarakat, transparan dapat dipertanggungjawabkan.

3. Continuous. Semua warga masyarakat dapat mengambil manfaat pembangunan secara berkelanjutan.

Proses pembangunan yang menekankan pada proses pemberdayaan juga merupakan model yang diterapkan dalam pendekatan proses55. Pendekatan proses lebih memungkinkan pelaksanaan pembangunan yang memanusiakan manusia, karena yang lebih penting bukan bagaimana hasilnya secara material, melainkan bagaimana prosesnya sehingga hasil diperoleh, apakah sudah melibatkan masyarakat dalam keseluruhan proses yang mengambarkan pengakuan terhadap kapasitas masyarakat bersangkutan.

Dalam pandangan ini, keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan bukan karena mobilisasi, melainkan sebagai bentuk partisipasi yang dilandasi oleh determonasi dan kesadaran. Dalam proses pembangunan, masyarakat tidak semata-mata diperlakukan sebagai objek, tetapi lebih sebagai subjek dan aktor atau laku. Prinsip yang menempatkan masyarakat lebih sebagai subjek dibandingkan sebagai objek, seharusnya menjiwai dan mewarnai setiap tahap dari proses pelaksanaan pembangunan masyarakat. Salah satu bentuknya adalah pelibatan dalam pengertian partisipasi bukan mobilisasi masyarakat dalam keseluruhan proses pembangunan yang berjalan sejak tahap identifikasi masalah, perumusan program, evaluasi serta menikmati hasil program.

55M.Francis Abraham, Modernisasi di dunia ketiga: suatu teori umum pembangunan (Yogyakarta: tiara

(19)

Program pembangunan juga harus dirumuskan sesuai dengan persoalan kebutuhan aktual masyarakat yang bersangkutan56.

Partisipasi masyarakat dalam perumusan program membuat masyarakat tidak semata-mata berkedudukan sebagai konsumen program, tetapi juga sebagai produsen karena telah terlibat dalam proses pembuatan atau perumusannya. Hal itu mengakibatkan masyarakat merasa ikut memiliki program tersebut, sehingga mempunyai tanggung jawab bagi keberhasilannya. Oleh karena itu, masyarakat juga lebih memiliki motivasi bagi partisipasi pada tahap-tahap berikutnya. Dengan demikian, keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan program akan terbentuk karena kesadaran dan determinasinya bukan karena dimobilisasi oleh oleh pihak eksternal57.

Partisipasi aktif dari masyarakat dalam proses pemberdayaan merupakan tolak ukur bagi keberhasilan pembangunan yang diterapkan dalam model pemberdayaan. Keterlibatan masyarakat dalam tahap pelaksanaan dan pengelolaan program akan membawa dampak positif dalam periode jangka panjang. Kemandirian masyarakat akan lebih cepat terwujud karena masyarakat menjadi terbiasa untuk mengelola program-program tersebut pada tingkat lokal. Apabila hal tersebut dilakukan dan terjadi berulang-ulang maka akan memacu semakin terwujudnya proses institusional atau terlembagakannya perilaku dalam membangun masyarakat.

Partisipasi masyarakat dalam tahap evaluasi akan membawa dampak positif bagi penyempurnaan dan pencarian alternative terus menerus. Hasil evaluasi yang dilakukan akan dapat menjadi umpan balik bagi perbaikan dan penyempurnaan program-program berikutnya. Melalui partisipasi masyarakat akan tejadi proses bekerja sambil belajar secara berkesinambungan. Melalui proses ini, diharapkan akan terjadi penguatan.

(20)

Kelembagaan pembangunan dalam masyarakat lokal, sehingga institusi pembangunan yang ada bukan semata-mata dalam bentuk wadah organisasi, melainkan terutama adalah sistem dan pola aktivitas yang sudah terintegrasi dalam kehidupan masyarakatnya58. Yang terakhir adalah partisipasi dalam menikmati hasil. Melalui bentuk partisipasi ini, hasil-hasil pembangunan dapat dinikmati secara lebih merata oleh seluruh lapisan masyarakat secara proposional. Partisipasi dalam identifikasi masalah dan perumusan program akan membuat berbagai lapisan masyarakat yang ada mempunyai akses dalam pengambilan keputusan, sehingga aspirasi dan kepentingannya akan lebih terakomodasi. Apabila keterlibatan masyarakat dalam memikul beban pembangunan diberi makna sebagai bentuk kewajiban dan tanggung jawabnya, maka partisipasi dalam menikmati hasil dapat dilihat sebagai hak warga masyarakat59.

Perubahan yang terjadi dalam proses pembangunan dapat merupakan perubahan sebagai proses evolusi, perubahan karena hasil interaksi dalam lingkup yang lebih luas atau perubahan karena hasil tindakan. Dalam pembangunan masyarakat, prioritas utama diberikan pada upaya untuk membangun aspek masyarakat yang juga berarti aspek manusianya. Salah satu indikasi bahwa sudah ada pembangunan pada aspek masyarakat dan aspek manusia tersebut adalah upaya adanya peningkatan kapasitas, termasuk kapasitas untuk membangun dirinya sendiri. Pada kenyataannya, proses perubahan dalam pembangunan seringkali disebabkan oleh dominasi faktor eksternal60.

Pembangunan masyarakat bukan merupakan tindakan yang dilakukan hari ini dan berakhir keesokan harinya harus ada pembangunan yang berkelanjutan, terkandung paling tidak tiga

(21)

dimensi yang saling mendukung: keberlanjutan sumber daya manusia, sumber daya alam, keberlajutan ekonomi dan keberlanjutan sosial.

Proses pemberdayaan masyarakat diharapkan menjadi proses yang memberi kebebasan bagi masyarakat untuk mengekspresikan diri dan potensi mereka dalam memberdayakan diri sendiri. Proses pengembangan kapasitas masyarakat untuk membangun secara mandiri didalamnya juga terkandung proses belajar yang terus menerus, atau lebih tepatnya disebut proses.

Referensi

Dokumen terkait

Biasanya klien pre-eklampsia ini berada dalm kondisi yang labil dan mudah marah, klien merasa khawatir akan keadaan dirinya dan keadaan janin dalam kandungannya, dia takut

Saat mengambil peralatan, penanggungjawab peminjaman meninggalkan Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) atau kartu identitas lainnya. Kartu identitas dapat diambil kembali

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin

Pengujian dilakukan sebanyak 5 kali pada suhu ruangan dengan sampel yang sama agar mendapat hasil yang maksimal dalam mengukur tingkat kemurnian premium.. Dalam pengujian

PENGGUNAAN PERMAINAN LABYRINTH D ALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA JERMAN.. Universitas Pendidikan Indonesia

Yasir Nasution, Prof... Syukri Al

Central attacking midfielders in the FAPL covered similar distances in high-intensity running in both defensive and attacking play, whereas central attacking midfielders in La

PENGGUNAAN PERMAINAN LABYRINTH D ALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KOSAKATA BAHASA JERMAN. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu