• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam Meningkatkan Ketaatan Hukum Pemilik Angkutan Umum Kota (Angkota) dalam Melakukan Uji Kelayakan Kendaraan Bermotor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam Meningkatkan Ketaatan Hukum Pemilik Angkutan Umum Kota (Angkota) dalam Melakukan Uji Kelayakan Kendaraan Bermotor"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. latar belakang

Pentingnya peranan pengangkutan transportasi maka lalu lintas dan angkutan jalan harus ditata dalam suatu sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan tersedianya jasa transportasi, yang sesuai dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan angkutan umum yang tertib, nyaman, cepat, teratur, lancar dan dengan biaya yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Pengangkutan adalah salah satu bidang kegiatan yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari adanya faktor faktor seperti keadaan

geografis Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, keadaan yang seperti ini sangat memungkinkan untuk menggunakan alat pengangkutan modern yang di gerakkan secara mekanis. Kemajuan pengangkutan akan mempengaruhi pembangunan berbagai sektor, misalnya sektor perhubungan, sekotor pariwisata, sektor perdaganganm, sektor pendidikan dan sektor sektor lainnya.1 Hukum pengakutan secara umum baik di dalam KUH Perdata maupun KUHD baik yang sudah dikodifikasikan maupun yang belum, yang berdasarkan atas dan bertujuan untuk mengatur hubungan-hubungan hukum yang terbit karena keperluan pemindahan barang-barang dan/atau orang-orang dari suatu kelain tempat untuk memenui perikatan-perikatan yang lahir dan perjanjian-perjanjian tertentu, termasuk di dalamnya perjanjian-perjanjian untuk memberikan perantara mendapatkan pengangkutan/ekspedisi.2

Dalam aspek hukum perdata pada pengangkutan, seperti kontrak carter (charter party), kewajiban dan hak pihak-pihak, ganti kerugiam akibat wanprestasi, upaya mengganti resiko dengan asuransi, dan cara penyelesaian sengketa, pengangkutan

1 Abdulkadir muhamad. Hukum Pengangkutan Darat, Laut, Dan Udara Bandung. 1991. Hal. 1 2 Sution Usman Adji. Djoko Prakoso, SH. Hari Pramono, Hukum Pengangkutan Di Indinesia.

(2)

diatur dengan perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak dan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat. Pengangkutan sendiri melingkupi pengangkutan darat dengan kereta api, pengangkutan darat dengan kendaraan umum, pengangkutan perairan dengan kapal, dan pengangkutan udara dengan pesawat udara. Adapun peraturan hukum pengangakutan adalah keseluruhan peraturan hukum (rule of law) dalam definisi tersebut meliputi beberpa ketentuan seperti, undang-undang pengangkutan, perjanjian pengangkutan, konvensi internasional tentang pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan penerbangan. Peraturan hukum tersebut meliputi juga asas hukum, norma hukum, teori hukum, dan praktik hukum pengangakutan.

Asas hukum pengangakutan merupakan landasan filosofis (fundamental norm)

yang menjadi dasar ketentuan-ketentuan pengangkutan yang menyatakan kebenaran, keadilan, dan kepatuhan juga menjadi tujuan yang diharapkan oleh pihak-pihak. Asas tersebut dijelmakan dalam bentuk ketentuan-ketentuan (rules) yang mengatur pengangkutan niaga. Asas hukum sebagai landasan filosofis ini digolongkan sebagai filsafat hukum (legal philasophy) mengenai pengangkutan.3

Angkutan umum atau kendaraan bermotor yang tidak layak jalan atau tidak

melakukan pengujian berkala kendaraan bermotor adalah pengujian laik jalan paling sedikit meliputi sembilan hal yaitu, uji emisi gasbuang, tingkat kebisingan suara klakso dan/atau kenalpot, kemampuan rem utama, kincup roda depan, kemampuan pancaran

lampu kendaraan bermotor dan arah sinar lampu utama, akurasi alat penunjuk kecepatan, kedalaman alur ban, dan daya tembus cahaya pada kaca, sembilan hal tersebut harus di penui oleh setiap angkutan umum atau kendaraan bermotor, maka setiap angkutan umum atau kendaraan bermotor yang tidak memenui sembilan hal tersebut maka kendaraan bermotor atau angkutan umum itu sendiri tidak layak jalan atau tidak lolos uji berkala kendaraan.

Untuk mewujudkan transportasi yang nyaman dan aman, untuk itu negara telah mengeluarkan undang-undang di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya Undang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

(3)

Angkutan Jalan sebagai Pengganti Undang-undang No. 14 Tahun 1992, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 14 Tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 Undang-Undang-undang No. 22 Tahun 2009 bahwa: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini. Dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (yang selanjutnya disingkat dengan UULLAJ), mengatur asas dan tujuan pengangkutan. Adapun Asas penyelenggaraan lalu lintas adalah diatur dalam Pasal 2 Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni Lalu Lintas dan Angkutan Jalan diselenggarakan dengan memperhatikan: asas transparan, asas akuntabel, asas berkelanjutan, asas partisipatif, asas bermanfaat, asas efisien dan efektif, asas seimbang, asas terpadu, dan asas mandiri. Sedangkan Pasal 3

Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyebutkan mengenai tujuan dari Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yakni : terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk

mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa, terwujudnya, etika berlalu lintas dan budaya bangsa; dan terwujudnya penegakan hukum dan kepastian hukum bagi masyarakat.

(4)

yang dapat diidentifikasikan, yang tak teraba, yang direncanakan untuk kepuasan konsumen. Jasa juga merupakan kontak sosial antara produsen dan konsumen. Pengertian lainnya yang disebut dengan Pengguna Jasa adalah perseorangan atau badan hukum yang menggunakan jasa Perusahaan Angkutan Umum. Sedangkan yang disebut pengangkut dalam Undang-undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ini dipersamakan dengan pengertian Perusahaan Angkutan Umum yakni di sebutkan dalam Pasal 1 ayat 21 yang berbunyi: Perusahaan Angkutan Umum adalah badan hukum yang menyediakan jasa angkutan orang dan/atau barang dengan Kendaraan Bermotor Umum.

Dengan berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tersebut diharapkan dapt membantu mewujudkan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terkait dengan penyelenggaraan jasa angkutan, baik itu pengusaha angkutan, pekerja (sopir/pengemudi) serta penumpang. Secara operasional kegiatan penyelenggaraan pengangkutan dilakukan oleh pengemudi atau sopir angkutan dimana pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam

menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat melaksanakan kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat

(5)

kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya. Lalu Lintas adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan. Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan Kendaraan di Ruang Lalu Lintas Jalan.

Selanjutnya Undang-Undang mengenai Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terkahir kali ditur di Indonesia dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Jalan dengan semangat reformasi dan semangat perubahan.

Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya Udang-undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagai Pengganti Undang-undang No. 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, serta Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1993 Tentang Angkutan Jalan yang masih tetap berlaku meskipun PP No. 41 Tahun 1993 merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-undang No. 14 Tahun 2003 dikarenakan disebutkan dalam Pasal 324 Undang-undang No. 22 Tahun 2009 bahwa :

Pada saat Undang ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3480) dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak berTentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-Undang ini dan terdapat di bagian buku ketiga Tentang perikatan pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW).

(6)

menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat melaksanakan kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat ke tempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya, luka, sakit maupun meninggal dunia. Sehingga tujuan pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna masyarakat.4

Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat telah di atur dalam Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan tersebut yang menjadi pedoman untuk melindungi kepentingan penumpang jika hak nya ada yang dilanggar oleh penyedia jasa angkutan umum. Seperti pada Pasal 234 ayat (1) Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang secara garis besar menjelaskan bahwa pihak penyedia jasa angkutan umum wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang yang diakibatkan oleh kelalaian pengemudi. Pada prinsip-prinsip Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat telah di atur dalam Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan. Peraturan tersebut yang menjadi pedoman untuk melindungi kepentingan penumpang jika hak nya ada yang dilanggar oleh penyedia jasa angkutan umum. Seperti pada Pasal 234 ayat (1) Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan

Jalan yang secara garis besar menjelaskan bahwa pihak penyedia jasa angkutan umum wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang yang diakibatkan oleh kelalaian pengemudi.5

Perlindungan hukum bagi penumpang adalah suatu masalah yang besar dengan persaingan global yang terus berkembang sehingga perlindungan hukum sangat dibutuhkan dalam persaingan global. Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan pada Pasal 192 ayat (1) menjelaskan bahwa perusahaan angkutan umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang yang

(7)

meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, kecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat dicegah atau dihindari atau karena kesalahan penumpang. Dilihat dari aspek perlindungan hukum bagi konsumen jasa angkutan, keadaan demikian sangat tidak ideal dan dalam praktek merugikan bagi konsumen, karena pada tiap kecelakaan alat angkutan darat tidak penah terdengar dipermasalahkannya tanggung jawab pengusaha kendaraan angkutan umum.

Di dalam Pasal 1 angka 30 Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau Kendaraan dari gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut dalam berlalu lintas. Rasa takut yang dialami penumpang dikarenakan kondisi angkutan yang tidak layak jalan. Maka dari itu diperlukan perlindungan hukum bagi penumpang. Perlindungan tersebut diberikan kepada penumpang agar mereka dapat menikmati semua hak-hak yang di berikan oleh hukum. Perlindungan hukum dalam pengangkutan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada konsumen agar tidak terjadi hal-hal yang di inginkan. Maka dari itu perlu melakukan uji kendaraan bermotor dengan bertujuan, memberikan jaminan keselamatan secara teknis terhadap pengguna

kendaraan bermotor, mendukung terwujudnya kelestarian lingkungan dari kemungkinan pencemaran yang diakibatkan oleh pengguna kendaraan bermotor dan memberikan pelayanan umum kepada masyarakat.

Kendaraan bermotor wajib mengikuti kenetuan dalam Peraturan Mentri No 133 Tahun 2015. Dalam pasal 8 PM No.133 Tahun 2015 adalah pengujian kendaraaan bermotor meliputi kegiatan sebagai berikut,

a. pemeriksaan persyaratan teknis kendaraan bermotor b. pengujian lain jalan kendaraan bermotor

c. pemberian tanda lulus uji bekala kendaraan bermotor

(8)

kedaraan bermotor berdasarkan ambang batas laik jalan. Semua yang dimaksud wajib menggunakan peralatan uji, agar mendapatkan hasil yang maksimal.

Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 133 Tahun 2015 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor, maka semua kendaraan umum wajib melakukan pengujian kelayakan. Dalam prakteknya, di Kota Salatiga khusunya angkutan umum (angkota) berjumlah 421 ankota yang masih banyak ditemukan angkota yang tidak melakukan Uji Kelayakan kendaraan. Menurut H. Slamet Munzamil selaku KASI Dinas Perhubungan Kota Salatiga di bidang pelayanan angkutan dan terminal menyatakan ada sebagian angkutan umum (angkota) kota salatiga tidak melakukan pengujian ulang secara berkala 6 (enam) bulan sekali kurang lebuh 56 angkutan yang tidak melakukan uji kelayakan. Dari Dinas Perhubungan Kota Salatiga juga melakukan peringatan berupa Surat Teguran kepada yang bersangkutan seperti pemilik jasa angkutan umum atau soper dari angkutan umum tersebut.

Menurut Dinas Perhubungan Kota Salatiga, surat teguran atau surat peringatan telah diberikan terhadap pemilik jasa atau pengemudi tersebut, dan dari pemilik jasa angkutan umum tersebut tidak mempunyai kejelasan, ketaatan atau itikat baik untuk

melakukan pengujian secara berkala, selain memberikan Surat Teguran Dinas Perhubungan Kota Salatiga juga melakukan sosialisai kepada paguyuban angkota yang melalui juru mudi melalui paguyupan tersebut, apa bila pemilik kendaran bermotor

tidak melakukan uji kelayakan 6 (enam) bulan sekali, terlambat dan/atau tidak melakukan uji berkala kelayakan dikenakan sanksi administrasi beupa denda 2% (dua persen) dari biaya uji pada setiap bulan keterlambatan, yang sudah di atur di dalam PERDA Kota Salatiga Nomer 12 Tahun 2011 Tentang Restrebusi Jasa Umum.

(9)

tidak sebagai mana mestinya, seperti angkutan umum kota yang semestinya di pergunakan untuk mengangkut penumpang atau pengguna jasa dari suatu tempat ke tempat yang lain, akan tetapi malah dipergunakan untuk mengangkut barang, yang seharusnya barang yang di angkut oleh angkutan barang, akan tetapi menggunakan angkutan umum kota (angkota). Dan fakta lain juga ada angkutan umum (angkota) yang melebihi batas masimal penumpang 12 (duabelas) orang, yang praktenya masih ada angkota yang mengangkut penumpang melebihi dari 12 (duabelas) orang.

Ada juga pembahasan mengenai perlindungan hukum bagi pengguna jasa angkutan umum apabila terjadi suatu hal yang tidak di inginkan seperti kecelakaan lalu lintas maupun tindakan apabila tidak terpenuhinya hak-hak pengguna jasa atau konsumen atas yang disebabkan faktor-faktor tertentu dari penyedia jasa. Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan oleh segala perbuatan orang yang dipekerjakan dalam kegiatan penyelenggaraan angkutan. Selain itu Perusahaan Angkutan Umum juga bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang yang meninggal dunia atau luka akibat penyelenggaraan angkutan, terkecuali disebabkan oleh suatu kejadian yang tidak dapat di cegah karena kesalahan

penumpang itu sendiri.

Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan umum di darat telah di atur dalam Undang Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Peraturan tersebut yang menjadi pedoman untuk melindungi kepentingan penumpang jika hak nya ada yang dilanggar oleh penyedia jasa angkutan umum. Seperti pada Pasal 234 ayat (1) Undang Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang secara garis besar menjelaskan bahwa pihak penyedia jasa angkutan umum wajib bertanggung jawab atas kerugian yang dialami oleh penumpang yang diakibatkan oleh kelalaian pengemudi. Pada prinsip-prinsip tanggung jawab ada salah satu disebutkan dimana prinsip tersebut di jelaskan pada Pasal 24 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan bahwa pengangkut dapat membebaskan diri dari tanggung jawab apabila ia dapat membuktikan bahwa kerugian bukan timbul karena kesalahannya.6

(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan masalah:

1. Faktor-faktor apa menyebabkan pemilik angkutan umum kota (Angkota) tidak melakukan uji kelayakan kendaraan bermotor ?

2. Upaya apa yang dilakukan Pemerintah Kota Salatiga untuk meningkatkan ketaatan hukum pemilik angkutan umum kota salatiga (Angkota) untuk melakukan uji kelayakan kendaraan bermotor ?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan penulisan skrpsi ini, adapun tujuan penulis adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan pemilik angkutan umum kota (angkota) yang tidak melakukan uji kendaraan.

2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan pemerintah kota Salatiga untuk meningkatkan ketaatan hukum pemilik angkutan umum kota Salatiga (angkota)

untuk melakukan uji kelayakan.

D. Manfaat Penelitian

Sehubungan dengan manfaat penulisan ini yang dapat diambil dari penelitian yang di lakukan oleh penulis ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya atau untuk menambah pengetahuan penulis tantang perlindungan hukum bagi pengguna jasa angkutan umum yang tidak melakukan uji kelayakkan berdasarkan undang-undang No. 22 Tahun 2009.

(11)

Untuk dapat memberikan sumbangan kepada pengguna jasa angkutan umum yang tidak melakukan uji kelayakan akan pentingnya keselamatan pengguna jasa (penumpang).

E. Metode Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis sosiologis, artinya suatu penelitian yang dilakukan terhadap keadaan nyata masyarakat atau lingkungan masyarakat dengan maksud dan tujuan untuk menemukan fakta (fact-finding), yang kemudian menuju pada identifikasi (problem-identification,) dan pada akhirnya menuju kepada penyelesaian masalah (problem-solution).7 yang berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori hukum serta melihat realita yang terjadi di masyarakat yaitu berkaitan penelitian untuk menjabarkan atau menjelaskan penegakan hukum di bidang lalulintas jalan raya, khususnya yang terkait dalam peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam meningkatkan ketaatan hukum pemilik

angkutan umum kota (angkota) dalam melakukan uji kelayakan angkota. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran

umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan pembahasan hasil penelitian.

2. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data adalah salah satu paling vital dalam penelitian. Kesalahan dalam menggunakan atau memahami sumber data, maka data yang diperoleh juga akan berbeda dari yang diharapkan. Oleh karena itu, peneliti harus mampu memahami sumber data mana yang digunakan dalam penelitian ini. Ada dua jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian sosial, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

(12)

Data primer adalah data yang diperoleh di lapangan saat proses penelitian berlangsung dan data ini diambil melalui proses wawancara secara mendalam dengan Bapak Beni, Ardi Anto, Lulut, Ekapto, Ady, Marjito, Markus, Guntur. Pemilik/pengusaha angkota Kota Salatiga dan Dinas Perhubungan Kota Salatiga dengan Bapak Munjaimil, Taksis, Heri. Dari observasi awal yang dilakukan. Data primer yang akan diambil berasal dari pemilik angkutan kota (angkot) di kota salatiga atau dengan cara wawancara mendalam dan observasi.

Data sekunder adalah data yang didapatkan dari buku, koran, majalah, literatur-literatur, jurnal, dan penelitian-penelitian yang terdahulu yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

3. Unit Pengamatan dan Analisis 1. Unit Amatan

Peranan Pemerintah Kota Salatiga dalam meningkatkan ketaatan pemilik angkutan umum (angkota) dalam melakukan uji kelayakan.

2. Unit Analis

Fakta-fakta penyebab angkutan umum (angkota) tidak melakukan uji kendaraan dan upaya Pemerintah Kota Salatiga meningkatkan ketaatan hukum pemilik angkutan umum untuk melakukan uji kelayakan.

F. Lokasi Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

sosiologi, siswa, dan guru teman sejawat variasi gaya mengajar guru dalam meningkatkan minat belajar siswa sudah cukup baik, hal ini terbukti dari hasil tiga kali

Penelitian Iskandar dan Setyanto (1996) di Lembah Anai hanya mendapatkan 14 jenis dari 5 famili, sedangkan Iskandar dan Prasetyo (1996) di Pulau Pini hanya

bagi remaja putri khususnya, permasalahan KRR yang dipahami berkaitan dengan kesehatan dirinya yakni penderitaan pada. saat

Model sistem informasi geografi yang dibuat dalam penelitian ini adalah sebuah model sistem informasi geografi dengan visualisasi peta dunia (proyeksi equirectangular )

1) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme otot bronkeolus yang ditandai dengan klien mengatakan sesak nafas atau sulit dalam bernafas, klien

Maka definisi konsepsioanl dari penelitian ini adalah kinerja pegawai SAMSAT dalam pemberian pelayanan publik pada kantor SAMSAT Pembantu Samarinda Seberang dimana

Kemudian mengenai pembatalan perjanjian, hal ini bertujuan membawa kedua belah pihak kembali kepada sebelum perjanjian diadakan. Kalau satu pihak telah menerima sesuatu dari pihak

Secara klinis diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan lesi kulit khas pada bayi baru lahir yang mengikuti garis Blaschko dengan gambaran histopatologis