7 2.1.1 IPA dan Pembelajaran IPA di SD 2.1.1.1Pengertian IPA
Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata dalam bahasa
inggris yaitu natural science yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Abu
Ahmadi dan Supatmo (2008:6) menyatakan bahwa awal dari Ilmu Pengetahuan
Alam adalah pada saat manusia memperhatikan gejala-gejala alam, mencatatnya,
kemudian mempelajarinya. Melalui IPA diharapkan siswa dapat mengetahui
segala sesuatu tentang diri sendiri dan alam sekitar.
Berikut ini merupakan definisi IPA menurut para ahli. Wahyana dalam
Trianto (2013:136) mengemukakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan tersusun
secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umun terbatas pada
gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta,
tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Lebih lanjut Ribkahwati, dkk.
(2012:37) menyatakan Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan dari hasil
kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah
yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi
yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan.
Abu Ahmadi dan Supatmo (2008:2) menjelaskan IPA sebagai suatu
pengetahuan teori yang diperoleh/disusun dengan cara khas-khusus yaitu
melakukan observasi eksperimen, penyimpulan, penyusunan teori,
eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara cara yang
satu dengan cara yang lain. Cara untuk memperoleh ilmu secara demikianlah yang
dikenal dengan nama metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya adalah cara
yang logis untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu.
Berdasarkan paparan mengenai pengertian IPA diatas maka menurut
pemikiran penulis dapat diketahui bahwa IPA merupakan usaha manusia
mempelajari tentang gejala-gejala yang terdapat di alam semesta menggunkan
Pengetahuan tentang alam yang dipelajari ini didapat secara empiris atau berasal
dari pengamatan langsung atas kejadian di alam. IPA merupakan salah satu mata
pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia yang diberikan sejak
tingkat Sekolah Dasar (SD).
2.1.1.2Pembelajaran IPA di SD
Jamal Ma’mur Asmani (2012:19) mengartikan kegiatan pembelajaran sebagai suatu aktifitas untuk mentransformasikan bahan pelajaran kepada subyek
belajar. Yang dimaksud subyek belajar disini adalah siswa. Pembelajaran
merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia yang harus dilakukan
secara terus menerus selama manusia hidup. Artinya pembelajaran merupakan
suatu proses yang terus berlangsung tanpa ada batasan waktu.
Dalam melaksanakan pembelajaran IPA di SD guru harus mampu
menciptakan pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Menurut Sumaji
dkk. (1998:34) Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditujukan untuk
memupuk pengertian, minat, dan penghargaan anak didik terhadap dunia dimana
mereka hidup. Dengan adanya pendidikan IPA diharapkan peserta didik dapat
mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, kemudian dapat menerapkan apa yang
telah dipelajari di dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Usman Samatowa (2010:104) tujuan utama pembelajaran IPA SD
adalah membantu siswa memperoleh ide, pemahaman, dan keterampilan (life
skills) sebagai warga negara. Lebih jelasnya sesuai dengan Permendiknas No. 22
tahun 2006 mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,
4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam
sekitar,memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga danmelestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturannyasebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.
Penerapan pembelajaran IPA di SD bukan tanpa alasan. Sumaji dkk.
(1998:35) menjabarkan tujuan IPA menjadi 7 fungsi, yaitu:
1. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan
kejenjang pendidikan lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari.
2. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dalam memperoleh,
mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep IPA.
3. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunkan metode
ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.
4. Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya,
sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan
penciptanya.
5. Memupuk daya kreatif dan inovativ siswa.
6. Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bisang
IPTEK,
7. Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.
Pelaksanaan pembelajaran IPA di SD mempunyai batasan-batasan materi
yang mendasar. Adapun batasan-batasan atau ruang lingkup bahan kajian IPA
sesuai dengan Permendiknas No. 22 tahun 2006 untuk SD/MI meliputi
aspek-aspek berikut:
1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan
dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.
3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,
cahaya dan pesawat sederhana.
4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan
benda-benda langit lainnya.
Ruang lingkup pembelajaran IPA dan tujuan pembelajaran IPA mempunyai
hubungan yang signifikan. Ruang lingkup yang dipelajari dalam IPA digunakan
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk memperjelas ruang lingkup
pembelajaran IPA pemerintah menetapkan Standar Kompetensi (SK) dan
Kompetensi Dasar (KD). Sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa kelas IV
SD Negeri Sampetan, maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan
pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (IPA) pada mata
pelajaran IPA. Adapun perincian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
yang digunakan sebagai materi dalam pelaksanaan penelitian kelas IV semester II
sebagai berikut ini (KTSP 2006).
Tabel 1
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Kelas IV Semester II
Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan
10.1Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut). 10.2Menjelaskan pengaruh perubahan
lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)
Pembelajaran merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan
yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Pembelajaran yang baik, cenderung
menghasilkan lulusan dengan hasil belajar yang baik pula, demikian juga
sebaliknya. Oleh karena itu pemilihan pendekatan pembelajaran yang berpusat
2.1.2 Hakikat Pendekatan Scientific
Rusman (2011:132) mengartikan pendekatan sebagai titik tolak atau sudut
pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada
pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Roy
Kellen dalam Rusman (2011:132) mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam
pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered
approaches), dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered
approaches). Pada pembelajaran yang berpusat pada guru dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran yang menjadi pemeran utama adalah guru, guru lebih aktif
dibandingkan dengan siswa yang diajar. Namun berbeda halnya dengan
pembelajaran yang berpusat pada siswa karena dengan pendekatan ini merupakan
pendekatan yang mengutamakan keaktifan siswa dan peran guru hanya sebatas
fasilitator. Salah satu jenis pendekatan yang berpusat pada siswa adalah scientific
approach.
Scientific dalam bahasa Inggris yang berarti ilmiah, sedangkan approach
berarti pendekatan sehingga scientific approach disebut juga pendekatan ilmiah.
Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang
dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan scientific atau ilmiah.
Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014:29) menyatakan bahwa pendekatan
scientific adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar
peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui
tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),
merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan
data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan
mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.
Adapun Menurut Daryanto (2014:51) penerapan pembelajaran scaintific
dalam pembelajaran melibatkan ketrampilan proses seperti mengamati,
mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan.
Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas maka menurut pemikiran
didik aktif mengkonstruk mengkonstruk konsep, hukum, atau prinsip melalui
tahapan-tahapan ilmiah sehingga siswa terdorong untuk mencari tahu informasi
dari berbagai sumber melalui usahanya sendiri dan bukan hanya diberi tahu
sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran.
Terdapat beberapa prinsip pendekatan scientitic dalam kegiatan
pembelajaran menurut Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014:34) adalah sebagai
berikut :
1. Pembelajaran berpusat pada siswa.
2. Pembelajaran berbentuk student self concept. 3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.
4. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.
5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berfikir siswa.
6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.
7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dan komunikasi.
8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.
Selain beberapa prinsip yang telah dikemukakan Imas Kurniasih dan Berlin
Sani diatas dalam pembelajaran dengan pendekatan scientific juga terdapat
beberapa tujuan. Adapun tujuan pembelajaran dengan pendekatan scientific
menurut Daryanto (2014:54) antara lain sebagai berikut:
1. Untuk mengaitkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.
2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.
3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.
4. Diperoleh hasil belajar yang tinggi.
5. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.
6. Untuk mengembangkan karakter siswa.
Kemudian Daryanto (2014:53) menyatakan pembelajaran dengan
pendekatan scientific memiliki karakteristik sebagai berikut: 1). berpusat pada
hukum atau prinsip, 3). Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam
merangsang perkembangan intelek, khususnya ketrampilan berpikir tingkat tinggi
siswa. 4). Dapat mengembangkan karakter siswa.
Berdasarkan kajian teori di atas, maka menurut pemikiran pendekatan
scientific memiliki beberapa kelebihan yaitu:
1. Memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran.
2. Memberi peluang guru untuk lebih kreatif.
3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi.
Selain kelebihan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific
juga memiliki kekurangan yaitu dibutuhkan kreativitas tinggi dari guru untuk
menciptakan lingkungan belajar dengan menggunakan pendekatan scientific
sehingga apabila guru tidak mau kreatif, maka pembelajaran tidak dapat
dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran.
Sesuai dengan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV,
Pendekatan scientific pada kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia
menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut menjadi lima, yaitu:
mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mencoba, dan
mengkomunikasikan. Berikut ini merupakan tabel tentang langkah-langkah
pembelajaran dengan pendekatan scientific beserta kompetensi yang ingin
Tabel 2
Sintaks Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific
Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific
Kegiatan Belajar
Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat (dengan atau tanpa alat).
Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informais yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati.
Mengolah informasi yang telah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan atau eksperimen maupun dari hasil kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.
Mengkomunikasikan Menyampaikan haisl pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis maupun media lainnya.
Sumber: Imas kurniasih dan Berlin Sani (2014:53-56)
Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014:64) menyatakan bahwa terdapat
beberapa model pembelajaran yang dipandang dan cocok dengan prinsip-prinsip
pendekatan scientifik/ilmiah antara lain model pembelajaran: Discovery Learning,
Problem Based Learning (PBL), Projec Based Learning, dan model-model
pembelajaran kooperatif. Pada penelitian ini peneliti akan memfokuskan
penelitian dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL).
Pemilihan Problem Based Learning (PBL) dalam penelitian ini didasarkan pada
pertimbangan bahwa salah satu karakteristik PBL dalam pembelajaran adalah
penyajian masalah yang kontekstual. Masalah yang disajikan berasal dari
lingkungan sekitar peserta didik. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik
peserta didik yaitu adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang
konkret. Dengan demikian kemampuan memahami materi siswa akan meningkat
2.1.3 Model Problem Based Learning (PBL)
Agus Suprijono (2013:46) menyatakan model pembelajaran ialah pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun
tutorial. Rusman (2011:133) menyatakan dalam pemilihan model pembelajaran
terdapat beberapa pertimbangan yang menjadi dasar guru untuk memilih model
pembelajaran. Pertama, pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.
Kedua, pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran
yang akan digunakan. Ketiga, pertimbangan dari sudut peserta didik yang melihat
tingkat kematangan gaya belajar, minat, kondisi, dan bakat peserta didik.
Keempat, pertimbangan lainnya yang bersifat non tekhnis yang meliputi barapa
jumlah model pembelajaran yang akan digunakan dan keefektifan serta efisiensi
model pembelajaran yang dipilih.
Seorang guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat
memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman
belajarnya. Salah satu alternatif model yang dapat mengembangkan peran aktif
siswa melalui proses pemecahan masalah adalah model Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM) yang bahasa asingnya kerap disebut Problem Based Learning
(PBL). Pada penelitian ini model pembelajaran yang akan digunakan adalah PBL.
Menurut Jamil Suprihatinigrum (2013:65-66) PBL adalah suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi
siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
pelajaran.
Selanjutnya menurut Tan dalam Rusman (2011:229) menyatakan bahwa:
PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran karena di dalam PBL kemampuan siswa betul-betul dioptimalisaikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2011:241) mengemukakan Pembelajaran
Berbasis Masalah atau istilah asingnya Problem Based Learning merupakan salah
siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di
dalamnya belajar dan bagaimana belajar.
Berdasarkan pengertian model Problem Based Learning (PBL) menurut
para ahli dapat dikaji bahwa model Problem Based Learning (PBL) adalah adalah
model pembelajaran yang mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam belajar
dan melatih kemampuan berpikir kritis siswa melalui aktifitas pemecahan masalah
yang kontekstual.
2.1.3.1Ciri dan Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)
Menurut Rusman (2011:232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis
Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut:
1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective). 4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,
dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL. 7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif.
8. Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.
9. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.
10. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.
Adapun karakteristik Problem Based Learning menurut Arends dalam
Trianto (2011:349) karakteristik sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
3. Penyeledikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.
4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBL menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentu karya nyata atau artefak (poster, puisi, laporan, gambar dan lain-lain) guna menjelaskan tau mewakili peyelesaian masalah yang ditemukan, kemudian memamerkan produk tersebut.
5. Kolaborasi PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama secara berpasangan maupun kelompok kecil guna memberikan motivasi sekaligus mengembangkan keterampilan berpikir melalui tukar pendapat serta berbagai penemuan.
Lebih lanjut, Sitiava Rizema Putra (2013:72) menjelaskan bahwa model
Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Belajar dimulai dengan satu masalah.
2. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa.
3. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu. 4. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk
dan menjalankan secara langsung proses belajar. 5. Menggunakan kelompok kecil
6. Menuntut siswa untuk mendemostrasikan telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja.
Trianto (2011:94-95) mengatakan bahwa ciri-ciri utama model Problem
Based Learning adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah,
memusatkan keterkaitan antardisiplin. Ciri-ciri Problem Based Learning juga
dikemukakan oleh Ibrahim dan Nur dalam Sitiava Rizema Putra (2013:73)
sebagai berikut: 1). pengajuan pertanyaan atau masalah, 2). berfokus pada
keterkaitan antardisiplin ilmu, 3). penyelidikan autentik, 4). menghasilkan produk
atau karya dan memamerkannya, 5). kerjasama.
Berdasarkan uraian tentang ciri dan karakteristik yang telah dipaparkan
dapat dinyatakan bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya
masalah yang dapat dimunculkan oleh guru maupun siswa, kemudian siswa
memperdalam pengetahuannya untuk memecahkan masalah itu. Masalah yang
disajikan bersumber dari dunia nyata. Dalam memecahkan masalah yang disajikan
siswa mendapat bekal terkait dengan masalah tersebut sehingga siswa dapat
2.1.3.2Kelebihan dan kekurangan model Problem Based Learning (PBL) Terdapat berbagai macam model pembelajaran. Dalam penerapan model
pembelajaran yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar guru harus pandai
memilih model yang sesuai. Setiap model mempunyai kelebihan dan kekurangan.
Menurut Trianto (2011:96-97) kelebihan Problem Based Learning sebagai model
pembelajaran adalah: 1). nyata dengan kehidupan siswa, 2). konsep sesuai dengan
kebutuhan siswa, 3). memupuk sifat kreativitas siswa, 4). meningkatkan
pemahaman siswa, 5). memupuk kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.
Sedangkan menurut Rizema Putra (2013:82-83) Model pembelajaran PBL
ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya ialah sebagai berikut :
1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.
2. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna.
3. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata.
4. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.
5. PBL diyakini dapat menumbuhkan kemapuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.
Lebih lanjut Aris Shoimin (2014:132) menyatakan kelebihan Problem
Based Learning (PBL) sebagai berikut:
Selain mempunyai kelebihan, PBL juga mempunyai kekurangan. Sitiatava
Rizema Putra menyatakan (2013:84) model Problem Based Learning juga
memiliki beberapa kekurangan, antara lain: 1). bagi siswa yang malas, tujuan dari
model tersebut tidak dapat dicapai, 2). membutuhkan banyak waktu dan dana, 3).
tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan model pembelajaran PBL.
Adapun menurut Aris Shoimin (2014:132) kekurangan Problem Based
Learning (PBL) yaitu: Pertama, PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi
pelajaran, ada bagian guru berperan aktif menyampaikan materi. Kedua, dalam
satu kelas memiliki tingkat keberagaman siswa yang tingga akan terjadi kesulitan
dalam pembagian tugas.
Kekurangan model Problem Based Learning juga dikemukakan oleh
Trianto (2011:98-99) antara lain: 1). Persiapan pembelajaran seperti alat, masalah,
konsep yang kompleks. 2). Sulitnya mencari problem yang relevan. 3). Sering
terjadi pemahaman konsep. 4). Konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan
waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak
waktu yang tersita dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan paparan diatas dapat dikaji bahwa dalam suatu model
pembelajaran terdapat kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dari model Problem
Based Learning (PBL) adalah siswa dapat memahami materi yang dipelajari
secara efektif karena siswa diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa dimana
siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui aktifitas
penyelesaian masalah. Masalah yang disajikan tersebut berasal dari dunia nyata
sehingga dapat diterapkan siswa dalam kehidupannya. Sedangkan kekurangan
dari model Problem Based Learning (PBL) adalah memerlukan banyak waktu
dalam kegiatan pembelajaran serta bagi siswa yang malas maka tujuan dari
penerapan model ini tidak akan tercapai.
2.1.3.3Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)
Sintaks disebut juga langkah-langkah atau prosedur yang harus dilalui
dalam menerapkan model Problem Based Learning (PBL). Sitiavana Rizema
ada beberapa langkah utama yaitu: mengorientasikan siswa pada masalah,
mengorganisasikan siswa agar belajar, memandu menyelidiki secara mandiri atau
kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil kerja, serta menganalisis dan
mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011:97) ada beberapa sintak pada
pembelajaran PBL. Sintaks tersebut meliputi: 1). Tahap pertama orientasi siswa
pada masalah, 2). Tahap kedua mengorganisasi siswa untuk belajar, 3). Tahap
ketiga membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4.) Tahap
keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5). Tahap kelima
menganilisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Berikut ini akan disajikan langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)
menurut Ismail dalam Rusman (2011:243) yang akan disajikan pada tabel 3.
Tabel 3
Tahapan atau sintaks Problem Based Learning (PBL)
Fase Indikatir Tingkah Laku Guru
1 Orientasi siswa pada masalah
Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.
2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.
3 Membimbing penyelidikan individual / kelompok
Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka berbagi tugas dengan
Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.
2.1.3.4Sintaks Pendekatan Scientific melalui Model Problem Based Learning (PBL)
Dari beberapa penjabaran mengenai langkah-langkah model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) menurut para ahli tersebut, maka penulis
menyusun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan
Scientific melalui model pembelajaran Problem Based Problem (PBL)
berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.
Pengaplikasian langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan
Scientific melalui model pembelajaran Problem Based Learning ke dalam
Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disajikan pada tabel 4
Pendekatan scientific dalam kegiatan pembelajaran tersebut akan dilakukan
melalui model Problem Based Learning yang disusun dengan disusun dengan
sintaks mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk
belajar, membantu investigasi kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil
karya, dan yang terakhir menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah.
Berikut tabel implementasi pembelajaran menggunkan Pendekatan scientific
melalui model Problem Based Learning (PBL) berdasarkan standar proses:
Tabel 4
Pemetaan Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Pendekatan scaintific melalui Model Problem Based Learning (PBL) berdasarkan
Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses
Sintaks PBL Kegiatan Pembelajaran
Tabel 5
Implementasi pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran IPA
Pendahuluan Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan mengorientasikan siswa pada masalah. (pada tahap ini guru juga melakukan apersepsi dan orientasi kepada siswa dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengkondisikan siswa menjadi beberapa kelompok)
Mengorganisasi siswa untuk belajar.
Eksplorasi Membimbing siswa dalam kelompok merancang aktifitas belajar untuk menyelesaikan masalah yang telah di orientasikan pada tahap awal.
Membantu investigasi kelompok.
Elaborasi Memfasilitasi siswa dalam mengumpulkan informasi yang tepat untuk mencari penjelasan dan solusi. Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya.
Elaborasi Memfasilitasi dan mendampingi siswa menyiapkan karya yang sesuai seperti membuat laporan dan berbagi tugas dengan temannya.
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Konfirmasi Bersama-sama dengan siswa membahas penyelesaian masalah, mengambil keputusan mengenai sebuah konsep yang telah dipelajari.
2.1.4 Hakikat Hasil Belajar
Menurut Nana Sujana (1989:5) Belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses
belajar dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap
dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek
lain yang ada pada individu yang belajar. Sejalan dengan Nana Sujana, Abdul
Kodir (2010:21-22) menyataka bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku
atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan.
Lebih lanjut pengertian belajar dikemukakan oleh Ahmad Sabri (2007:19)
dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik
yang menyangkut pengetahuan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek
kepribadian. Kemampuan membaca dan menulis adalah contoh hasil belajar.
Adapun menurut Hadi Satyagraha (2013:146) belajar adalah suatu proses
dimana terjadi perubahan perilaku sebagai reaksi pengalaman atau situasi yang
dihadapi seseorang. Selanjutnya Hergenhahn dalam Usman Samtowa (2010:104)
mengartikan belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi
dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya.
Berdasarkan pendapat para ahli tentang pengertian belajar, dapat diketahui
bahwa belajar diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang
secara sadar yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Perubahan
tingkah laku tersebut berasal dari proses interaksi dengan lingkungannya.
Antar siswa yang satu dengan siswa yang lain memiliki tipe belajar yang
berbeda-beda. Oleh karena itu pengetahuan tentang tipe belajar siswa sangat
penting diketahui guru agar dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang
efektif. Menurut Marno dan Idris (2008:151) pada umumnya terdapat beberapa
tipe belajar siswa yaitu:
1. Visual, dimana dalam belajar siswa tipe ini lebih mudah belajar dengan
cara melihat atau mengamati.
2. Auditori, dimana siswa lebih mudah belajar dengan mendengarkan.
3. Kinestetik, dimana dalam pembelajaran siswa lebih mudah belajar
dengan melakukan.
Tipe belajar antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda-beda.
Pengetahuan seorang guru tentang tipe belajar anak didiknya sangatlah penting.
Dengan mengetahui karakteristik atau tipe belajar siswa, guru mempunyai bekal
dalam penyusunan rencana kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik siswa. Sehingga pembelajaran yang dilakukan akan lebih efisien dan
siswa dapat lebih mudah memahami suatu materi pembelajaran sehingga hasil
belajar akan meningkat.
Nana Sudjana (2010:22) mendefinisikan hasil belajar adalah
Pendapat lain tentang pengertian hasil belajar dikemukakan oleh Ahmad Susanto
(2013:5) yang menyatakan hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi
pada diri siswa, baik menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai
hasil dari kegiatan hasil belajar. Mulyono Abdurrahman (2003:37-38)
menyebutkan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah
melalui proses kegiatan belajar. Menurut Gagne dan Briggs dalam Jamil
Suprihatiningrum (2013:37) hasil belajar adalah kemampuan-kemanpuan yang
dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui
penampilan siswa (learner’s performance).
Berdasarkan pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan yang dimiliki seseorang baik secara kognitif, afektif maupun
psikomotorik yang di dapat setelah melakukan kegiatan belajar. Dalam penelitian
ini hasil belajar yang akan di ukur adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
secara kognitif. Kemampuan kognitif siswa akan di ukur menggunakan soal atau
pertanyaan dalam bentuk uraian.
2.1.5 Hubungan Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) dengan Hasil Belajar
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model
Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pembelajaran dimana siswa
memiliki peran yang sangat penting. Dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk
aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data kemudian
menyimpulkan. Jadi siswa tidak hanya sekedar mencatat, mendengar, dan
menghafal suatu materi pelajaran, sedangkan peran guru hanya sebatas fasilitator
dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila
siswa mengalami sendiri, bukan hanya menunggu informasi dari guru. Dengan
menggunakan pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning
(PBL) ini siswa dapat berpikir sistematis serta dapat meningkatkan kemampuan
dalam memecahkan masalah karena pembelajaran dilakukan dengan adanya
rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan
Menurut Nana Sujana (1989:5) Belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan yang diharapkan dalam
kegiatan belajar adalah perubahan yang positif. Salah satu karakteristik model
Problem Based Learning (PBL) adalah meningkatkan pemahaman siswa terhadap
suatu materi pelajaran. Ketika pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
meningkat maka hasil belajar juga akan meningkat. Oleh karena itu, dengan
adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA kelas IV
pada saaat pembelajaran menggunakan pendekatan scientific melalui model
Problem Based Learning (PBL) diharapkan hasil belajar siswa juga akan
meningkat.
2.2 Kajian Penelitian yang Relevan
Hasil penelitian yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini adalah
yang dilakukan oleh Frizta Wahyu Pety Perida yang berjudul “Upaya
Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Sumber Daya Alam Melalui
Penggunaan Model Problem Based Learning Siswa Kelas IV SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2012/2013”. Dari hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas 4 di
SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan dengan materi sumber
daya alam setelah menggunakan model Problem Based Learning. Hal ini nampak
pada perbandingan ketuntasan hasil belajar siswa pada kondisi prasiklus sebesar
29,17%, siklus I meningkat menjadi 66,7% dan pada siklus II meningkat menjadi
91,7% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70). Hasil penelitian ini
disarankan untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA di SD terutama dalam
menggunakan model Problem Based Learning.
Penelitian ini juga serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Linda Rachmawati dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelas 5 SDN Pringapus 2 Kecamatan
Dongko kabupaten Trenggalek pada Tahun 2011/2012”. Hasil penelitian ini
dengan peningkatan nilai pada siklus I yaitu 76,65 % menjadi 93,3 % pada siklus
II.
Berdasarkan beberapa penelitian diatas maka peneliti akan menggunakan
pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL). Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri
Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan diperoleh data bahwa
hasilbelajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali tergolong masih sangat rendah. Hal ini terbukti dengan
55,17% atau 16 siswa dari 29 siswa yang hasil belajarnya belum memenuhi
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini bisa disebabkan karena penerapan
pendekatan yang belum sesuai dan pemilihan model pembelajaran belum dapat
memfasilitasi siswa untuk dapat aktif terlibat dalam pembelajaran sehingga hasil
belajar masih rendah.
Pembelajaran IPA akan berjalan dengan baik jika guru dapat menciptakan
suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Pembelajaarn yang demikian
akan melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah
satu caranya adalah dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model
Problem Based Learning (PBL). Dalam pembelajaran menggunakan pendekatan
scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) guru berperan sebagai
fasilitator sehingga pembelajaran yang bersifat informatif dapat dihindari.
Berdasarkan uraian tersebut dapat di asumsikan bahwa pembelajaran
menggunakan pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning
(PBL) dapat meningkatkan kemampuan penguasaan materi sehingga dapat
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat
dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model
Problem Based Learning (PBL) diduga dapat meningkatkan hasil belajar
IPA siswa kelas IV SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten
Boyolali semester II tahun pelajaran 2014/2015.
2. Penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific
melalui model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil
belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel
Kabupaten Boyolali semester II tahun pelajaran 2014/2015 dapat
dilakukan dengan tahapan mengorientasi siswa pada masalah,
mengorganisasi siswa untuk belajar, membantu investigasi kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan