• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Sampetan Semester II Tahu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peningkatan Hasil Belajar IPA dengan Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) bagi Siswa Kelas IV SD Negeri Sampetan Semester II Tahu"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

7 2.1.1 IPA dan Pembelajaran IPA di SD 2.1.1.1Pengertian IPA

Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata dalam bahasa

inggris yaitu natural science yang berarti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Abu

Ahmadi dan Supatmo (2008:6) menyatakan bahwa awal dari Ilmu Pengetahuan

Alam adalah pada saat manusia memperhatikan gejala-gejala alam, mencatatnya,

kemudian mempelajarinya. Melalui IPA diharapkan siswa dapat mengetahui

segala sesuatu tentang diri sendiri dan alam sekitar.

Berikut ini merupakan definisi IPA menurut para ahli. Wahyana dalam

Trianto (2013:136) mengemukakan bahwa IPA adalah suatu kumpulan tersusun

secara sistematik, dan dalam penggunaannya secara umun terbatas pada

gejala-gejala alam. Perkembangannya tidak hanya ditandai oleh adanya kumpulan fakta,

tetapi oleh adanya metode ilmiah dan sikap ilmiah. Lebih lanjut Ribkahwati, dkk.

(2012:37) menyatakan Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan dari hasil

kegiatan manusia yang diperoleh dengan menggunakan langkah-langkah ilmiah

yang berupa metode ilmiah dan didapatkan dari hasil eksperimen atau observasi

yang bersifat umum sehingga akan terus disempurnakan.

Abu Ahmadi dan Supatmo (2008:2) menjelaskan IPA sebagai suatu

pengetahuan teori yang diperoleh/disusun dengan cara khas-khusus yaitu

melakukan observasi eksperimen, penyimpulan, penyusunan teori,

eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait mengait antara cara yang

satu dengan cara yang lain. Cara untuk memperoleh ilmu secara demikianlah yang

dikenal dengan nama metode ilmiah. Metode ilmiah pada dasarnya adalah cara

yang logis untuk memecahkan suatu permasalahan tertentu.

Berdasarkan paparan mengenai pengertian IPA diatas maka menurut

pemikiran penulis dapat diketahui bahwa IPA merupakan usaha manusia

mempelajari tentang gejala-gejala yang terdapat di alam semesta menggunkan

(2)

Pengetahuan tentang alam yang dipelajari ini didapat secara empiris atau berasal

dari pengamatan langsung atas kejadian di alam. IPA merupakan salah satu mata

pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia yang diberikan sejak

tingkat Sekolah Dasar (SD).

2.1.1.2Pembelajaran IPA di SD

Jamal Ma’mur Asmani (2012:19) mengartikan kegiatan pembelajaran sebagai suatu aktifitas untuk mentransformasikan bahan pelajaran kepada subyek

belajar. Yang dimaksud subyek belajar disini adalah siswa. Pembelajaran

merupakan upaya pengembangan sumber daya manusia yang harus dilakukan

secara terus menerus selama manusia hidup. Artinya pembelajaran merupakan

suatu proses yang terus berlangsung tanpa ada batasan waktu.

Dalam melaksanakan pembelajaran IPA di SD guru harus mampu

menciptakan pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan. Menurut Sumaji

dkk. (1998:34) Fokus program pengajaran IPA di SD hendaknya ditujukan untuk

memupuk pengertian, minat, dan penghargaan anak didik terhadap dunia dimana

mereka hidup. Dengan adanya pendidikan IPA diharapkan peserta didik dapat

mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, kemudian dapat menerapkan apa yang

telah dipelajari di dalam kehidupan sehari-hari.

Menurut Usman Samatowa (2010:104) tujuan utama pembelajaran IPA SD

adalah membantu siswa memperoleh ide, pemahaman, dan keterampilan (life

skills) sebagai warga negara. Lebih jelasnya sesuai dengan Permendiknas No. 22

tahun 2006 mata pelajaran IPA di SD/MI bertujuan agar peserta didik memiliki

kemampuan sebagai berikut:

1. Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa

berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya.

2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang

bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang

adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan,

(3)

4. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam

sekitar,memecahkan masalah dan membuat keputusan.

5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,

menjaga danmelestarikan lingkungan alam.

6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala

keteraturannyasebagai salah satu ciptaan Tuhan.

7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai

dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs.

Penerapan pembelajaran IPA di SD bukan tanpa alasan. Sumaji dkk.

(1998:35) menjabarkan tujuan IPA menjadi 7 fungsi, yaitu:

1. Memberi bekal pengetahuan dasar, baik untuk dapat melanjutkan

kejenjang pendidikan lebih tinggi maupun untuk diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari.

2. Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan dalam memperoleh,

mengembangkan, dan menerapkan konsep-konsep IPA.

3. Menanamkan sikap ilmiah dan melatih siswa dalam menggunkan metode

ilmiah untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

4. Menyadarkan siswa akan keteraturan alam dan segala keindahannya,

sehingga siswa terdorong untuk mencintai dan mengagungkan

penciptanya.

5. Memupuk daya kreatif dan inovativ siswa.

6. Membantu siswa memahami gagasan atau informasi baru dalam bisang

IPTEK,

7. Memupuk serta mengembangkan minat siswa terhadap IPA.

Pelaksanaan pembelajaran IPA di SD mempunyai batasan-batasan materi

yang mendasar. Adapun batasan-batasan atau ruang lingkup bahan kajian IPA

sesuai dengan Permendiknas No. 22 tahun 2006 untuk SD/MI meliputi

aspek-aspek berikut:

1. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu manusia, hewan, tumbuhan

dan interaksinya dengan lingkungan, serta kesehatan.

(4)

3. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet, listrik,

cahaya dan pesawat sederhana.

4. Bumi dan alam semesta meliputi: tanah, bumi, tata surya, dan

benda-benda langit lainnya.

Ruang lingkup pembelajaran IPA dan tujuan pembelajaran IPA mempunyai

hubungan yang signifikan. Ruang lingkup yang dipelajari dalam IPA digunakan

untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk memperjelas ruang lingkup

pembelajaran IPA pemerintah menetapkan Standar Kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD). Sebagai upaya peningkatan hasil belajar siswa kelas IV

SD Negeri Sampetan, maka akan dilakukan penelitian dengan menggunakan

pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (IPA) pada mata

pelajaran IPA. Adapun perincian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

yang digunakan sebagai materi dalam pelaksanaan penelitian kelas IV semester II

sebagai berikut ini (KTSP 2006).

Tabel 1

Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)

Kelas IV Semester II

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

10. Memahami perubahan lingkungan fisik dan pengaruhnya terhadap daratan

10.1Mendeskripsikan berbagai penyebab perubahan lingkungan fisik (angin, hujan, cahaya matahari, dan gelombang air laut). 10.2Menjelaskan pengaruh perubahan

lingkungan fisik terhadap daratan (erosi, abrasi, banjir, dan longsor)

Pembelajaran merupakan salah satu unsur penentu baik tidaknya lulusan

yang dihasilkan oleh suatu sistem pendidikan. Pembelajaran yang baik, cenderung

menghasilkan lulusan dengan hasil belajar yang baik pula, demikian juga

sebaliknya. Oleh karena itu pemilihan pendekatan pembelajaran yang berpusat

(5)

2.1.2 Hakikat Pendekatan Scientific

Rusman (2011:132) mengartikan pendekatan sebagai titik tolak atau sudut

pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada

pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Roy

Kellen dalam Rusman (2011:132) mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam

pembelajaran yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-centered

approaches), dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered

approaches). Pada pembelajaran yang berpusat pada guru dalam pelaksanaan

kegiatan pembelajaran yang menjadi pemeran utama adalah guru, guru lebih aktif

dibandingkan dengan siswa yang diajar. Namun berbeda halnya dengan

pembelajaran yang berpusat pada siswa karena dengan pendekatan ini merupakan

pendekatan yang mengutamakan keaktifan siswa dan peran guru hanya sebatas

fasilitator. Salah satu jenis pendekatan yang berpusat pada siswa adalah scientific

approach.

Scientific dalam bahasa Inggris yang berarti ilmiah, sedangkan approach

berarti pendekatan sehingga scientific approach disebut juga pendekatan ilmiah.

Permendikbud No. 65 tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan

Menengah telah mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang

dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan scientific atau ilmiah.

Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014:29) menyatakan bahwa pendekatan

scientific adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar

peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui

tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan masalah),

merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan

data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan

mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan.

Adapun Menurut Daryanto (2014:51) penerapan pembelajaran scaintific

dalam pembelajaran melibatkan ketrampilan proses seperti mengamati,

mengklasifikasi, mengukur, meramalkan, menjelaskan, dan menyimpulkan.

Berdasarkan pengertian yang telah dijabarkan diatas maka menurut pemikiran

(6)

didik aktif mengkonstruk mengkonstruk konsep, hukum, atau prinsip melalui

tahapan-tahapan ilmiah sehingga siswa terdorong untuk mencari tahu informasi

dari berbagai sumber melalui usahanya sendiri dan bukan hanya diberi tahu

sehingga siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

Terdapat beberapa prinsip pendekatan scientitic dalam kegiatan

pembelajaran menurut Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014:34) adalah sebagai

berikut :

1. Pembelajaran berpusat pada siswa.

2. Pembelajaran berbentuk student self concept. 3. Pembelajaran terhindar dari verbalisme.

4. Pembelajaran memberikan kesempatan pada siswa untuk mengasimilasi dan mengakomodasi konsep, hukum, dan prinsip.

5. Pembelajaran mendorong terjadinya peningkatan kemampuan berfikir siswa.

6. Pembelajaran meningkatkan motivasi belajar siswa dan motivasi mengajar guru.

7. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan dan komunikasi.

8. Adanya proses validasi terhadap konsep, hukum, dan prinsip yang dikonstruksi siswa dalam struktur kognitifnya.

Selain beberapa prinsip yang telah dikemukakan Imas Kurniasih dan Berlin

Sani diatas dalam pembelajaran dengan pendekatan scientific juga terdapat

beberapa tujuan. Adapun tujuan pembelajaran dengan pendekatan scientific

menurut Daryanto (2014:54) antara lain sebagai berikut:

1. Untuk mengaitkan kemampuan intelek, khususnya kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa.

2. Untuk membentuk kemampuan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah secara sistematik.

3. Terciptanya kondisi pembelajaran dimana siswa merasa bahwa belajar itu merupakan suatu kebutuhan.

4. Diperoleh hasil belajar yang tinggi.

5. Untuk melatih siswa dalam mengomunikasikan ide-ide, khususnya dalam menulis artikel ilmiah.

6. Untuk mengembangkan karakter siswa.

Kemudian Daryanto (2014:53) menyatakan pembelajaran dengan

pendekatan scientific memiliki karakteristik sebagai berikut: 1). berpusat pada

(7)

hukum atau prinsip, 3). Melibatkan proses-proses kognitif yang potensial dalam

merangsang perkembangan intelek, khususnya ketrampilan berpikir tingkat tinggi

siswa. 4). Dapat mengembangkan karakter siswa.

Berdasarkan kajian teori di atas, maka menurut pemikiran pendekatan

scientific memiliki beberapa kelebihan yaitu:

1. Memungkinkan siswa aktif dalam pembelajaran.

2. Memberi peluang guru untuk lebih kreatif.

3. Meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi.

Selain kelebihan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific

juga memiliki kekurangan yaitu dibutuhkan kreativitas tinggi dari guru untuk

menciptakan lingkungan belajar dengan menggunakan pendekatan scientific

sehingga apabila guru tidak mau kreatif, maka pembelajaran tidak dapat

dilaksanakan sesuai dengan tujuan pembelajaran.

Sesuai dengan Permendikbud Nomor 81 A Tahun 2013 lampiran IV,

Pendekatan scientific pada kurikulum 2013 yang diterapkan di Indonesia

menjabarkan langkah-langkah pembelajaran tersebut menjadi lima, yaitu:

mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mencoba, dan

mengkomunikasikan. Berikut ini merupakan tabel tentang langkah-langkah

pembelajaran dengan pendekatan scientific beserta kompetensi yang ingin

(8)

Tabel 2

Sintaks Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific

Langkah Pembelajaran dengan Pendekatan Scientific

Kegiatan Belajar

Mengamati Membaca, mendengar, menyimak, melihat (dengan atau tanpa alat).

Menanya Mengajukan pertanyaan tentang informais yang tidak dipahami dari apa yang diamati atau pertanyaan untuk mendapatkan informasi tambahan tentang apa yang diamati.

Mengolah informasi yang telah dikumpulkan baik terbatas dari hasil kegiatan mengumpulkan atau eksperimen maupun dari hasil kegiatan mengamati dan kegiatan mengumpulkan informasi.

Mengkomunikasikan Menyampaikan haisl pengamatan, kesimpulan berdasarkan hasil analisis secara lisan, tertulis maupun media lainnya.

Sumber: Imas kurniasih dan Berlin Sani (2014:53-56)

Imas Kurniasih dan Berlin Sani (2014:64) menyatakan bahwa terdapat

beberapa model pembelajaran yang dipandang dan cocok dengan prinsip-prinsip

pendekatan scientifik/ilmiah antara lain model pembelajaran: Discovery Learning,

Problem Based Learning (PBL), Projec Based Learning, dan model-model

pembelajaran kooperatif. Pada penelitian ini peneliti akan memfokuskan

penelitian dengan menggunakan model Problem Based Learning (PBL).

Pemilihan Problem Based Learning (PBL) dalam penelitian ini didasarkan pada

pertimbangan bahwa salah satu karakteristik PBL dalam pembelajaran adalah

penyajian masalah yang kontekstual. Masalah yang disajikan berasal dari

lingkungan sekitar peserta didik. Hal ini sesuai dengan salah satu karakteristik

peserta didik yaitu adanya minat terhadap kehidupan praktis sehari-hari yang

konkret. Dengan demikian kemampuan memahami materi siswa akan meningkat

(9)

2.1.3 Model Problem Based Learning (PBL)

Agus Suprijono (2013:46) menyatakan model pembelajaran ialah pola yang

digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran dikelas maupun

tutorial. Rusman (2011:133) menyatakan dalam pemilihan model pembelajaran

terdapat beberapa pertimbangan yang menjadi dasar guru untuk memilih model

pembelajaran. Pertama, pertimbangan terhadap tujuan yang hendak dicapai.

Kedua, pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran

yang akan digunakan. Ketiga, pertimbangan dari sudut peserta didik yang melihat

tingkat kematangan gaya belajar, minat, kondisi, dan bakat peserta didik.

Keempat, pertimbangan lainnya yang bersifat non tekhnis yang meliputi barapa

jumlah model pembelajaran yang akan digunakan dan keefektifan serta efisiensi

model pembelajaran yang dipilih.

Seorang guru dituntut dapat memilih model pembelajaran yang dapat

memacu semangat setiap siswa untuk secara aktif ikut terlibat dalam pengalaman

belajarnya. Salah satu alternatif model yang dapat mengembangkan peran aktif

siswa melalui proses pemecahan masalah adalah model Pembelajaran Berbasis

Masalah (PBM) yang bahasa asingnya kerap disebut Problem Based Learning

(PBL). Pada penelitian ini model pembelajaran yang akan digunakan adalah PBL.

Menurut Jamil Suprihatinigrum (2013:65-66) PBL adalah suatu model

pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi

siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan

masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi

pelajaran.

Selanjutnya menurut Tan dalam Rusman (2011:229) menyatakan bahwa:

PBL merupakan inovasi dalam pembelajaran karena di dalam PBL kemampuan siswa betul-betul dioptimalisaikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Ibrahim dan Nur dalam Trianto (2011:241) mengemukakan Pembelajaran

Berbasis Masalah atau istilah asingnya Problem Based Learning merupakan salah

(10)

siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di

dalamnya belajar dan bagaimana belajar.

Berdasarkan pengertian model Problem Based Learning (PBL) menurut

para ahli dapat dikaji bahwa model Problem Based Learning (PBL) adalah adalah

model pembelajaran yang mengakomodasikan keterlibatan siswa dalam belajar

dan melatih kemampuan berpikir kritis siswa melalui aktifitas pemecahan masalah

yang kontekstual.

2.1.3.1Ciri dan Karakteristik Model Problem Based Learning (PBL)

Menurut Rusman (2011:232) Karakteristik model Pembelajaran Berbasis

Masalah atau yang sering disebut PBL sebagai berikut:

1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar.

2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di dunia nyata yang tidak terstruktur.

3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective). 4. Permasalahan menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap,

dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar.

5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama.

6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam, penggunaanya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBL. 7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi dan kooperatif.

8. Pengembangan ketrampilan inquiry dan pemecahan masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan.

9. Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar.

10. PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Adapun karakteristik Problem Based Learning menurut Arends dalam

Trianto (2011:349) karakteristik sebagai berikut:

1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.

(11)

3. Penyeledikan autentik. Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata.

4. Menghasilkan produk dan memamerkannya. PBL menuntut siswa menghasilkan produk tertentu dalam bentu karya nyata atau artefak (poster, puisi, laporan, gambar dan lain-lain) guna menjelaskan tau mewakili peyelesaian masalah yang ditemukan, kemudian memamerkan produk tersebut.

5. Kolaborasi PBL dicirikan oleh siswa yang bekerja sama secara berpasangan maupun kelompok kecil guna memberikan motivasi sekaligus mengembangkan keterampilan berpikir melalui tukar pendapat serta berbagai penemuan.

Lebih lanjut, Sitiava Rizema Putra (2013:72) menjelaskan bahwa model

Problem Based Learning memiliki karakteristik sebagai berikut:

1. Belajar dimulai dengan satu masalah.

2. Memastikan bahwa masalah tersebut berhubungan dengan dunia nyata siswa.

3. Mengorganisasikan pelajaran seputar masalah, bukan disiplin ilmu. 4. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam membentuk

dan menjalankan secara langsung proses belajar. 5. Menggunakan kelompok kecil

6. Menuntut siswa untuk mendemostrasikan telah dipelajari dalam bentuk produk atau kinerja.

Trianto (2011:94-95) mengatakan bahwa ciri-ciri utama model Problem

Based Learning adalah meliputi suatu pengajuan pertanyaan atau masalah,

memusatkan keterkaitan antardisiplin. Ciri-ciri Problem Based Learning juga

dikemukakan oleh Ibrahim dan Nur dalam Sitiava Rizema Putra (2013:73)

sebagai berikut: 1). pengajuan pertanyaan atau masalah, 2). berfokus pada

keterkaitan antardisiplin ilmu, 3). penyelidikan autentik, 4). menghasilkan produk

atau karya dan memamerkannya, 5). kerjasama.

Berdasarkan uraian tentang ciri dan karakteristik yang telah dipaparkan

dapat dinyatakan bahwa pembelajaran dengan model PBL dimulai oleh adanya

masalah yang dapat dimunculkan oleh guru maupun siswa, kemudian siswa

memperdalam pengetahuannya untuk memecahkan masalah itu. Masalah yang

disajikan bersumber dari dunia nyata. Dalam memecahkan masalah yang disajikan

siswa mendapat bekal terkait dengan masalah tersebut sehingga siswa dapat

(12)

2.1.3.2Kelebihan dan kekurangan model Problem Based Learning (PBL) Terdapat berbagai macam model pembelajaran. Dalam penerapan model

pembelajaran yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar guru harus pandai

memilih model yang sesuai. Setiap model mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Menurut Trianto (2011:96-97) kelebihan Problem Based Learning sebagai model

pembelajaran adalah: 1). nyata dengan kehidupan siswa, 2). konsep sesuai dengan

kebutuhan siswa, 3). memupuk sifat kreativitas siswa, 4). meningkatkan

pemahaman siswa, 5). memupuk kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.

Sedangkan menurut Rizema Putra (2013:82-83) Model pembelajaran PBL

ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya ialah sebagai berikut :

1. Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi.

2. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna.

3. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan dengan kehidupan nyata.

4. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, pengkondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling berinteraksi terhadap pembelajaran dan temannya sehingga pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan.

5. PBL diyakini dapat menumbuhkan kemapuan kreativitas siswa, baik secara individual maupun kelompok, karena hampir di setiap langkah menuntut adanya keaktifan siswa.

Lebih lanjut Aris Shoimin (2014:132) menyatakan kelebihan Problem

Based Learning (PBL) sebagai berikut:

(13)

Selain mempunyai kelebihan, PBL juga mempunyai kekurangan. Sitiatava

Rizema Putra menyatakan (2013:84) model Problem Based Learning juga

memiliki beberapa kekurangan, antara lain: 1). bagi siswa yang malas, tujuan dari

model tersebut tidak dapat dicapai, 2). membutuhkan banyak waktu dan dana, 3).

tidak semua mata pelajaran bisa diterapkan dengan model pembelajaran PBL.

Adapun menurut Aris Shoimin (2014:132) kekurangan Problem Based

Learning (PBL) yaitu: Pertama, PBM tidak dapat diterapkan untuk setiap materi

pelajaran, ada bagian guru berperan aktif menyampaikan materi. Kedua, dalam

satu kelas memiliki tingkat keberagaman siswa yang tingga akan terjadi kesulitan

dalam pembagian tugas.

Kekurangan model Problem Based Learning juga dikemukakan oleh

Trianto (2011:98-99) antara lain: 1). Persiapan pembelajaran seperti alat, masalah,

konsep yang kompleks. 2). Sulitnya mencari problem yang relevan. 3). Sering

terjadi pemahaman konsep. 4). Konsumsi waktu, dimana model ini memerlukan

waktu yang cukup lama dalam proses penyelidikan. Sehingga terkadang banyak

waktu yang tersita dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan paparan diatas dapat dikaji bahwa dalam suatu model

pembelajaran terdapat kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dari model Problem

Based Learning (PBL) adalah siswa dapat memahami materi yang dipelajari

secara efektif karena siswa diperlakukan sebagai pribadi yang dewasa dimana

siswa secara aktif membangun pengetahuannya sendiri melalui aktifitas

penyelesaian masalah. Masalah yang disajikan tersebut berasal dari dunia nyata

sehingga dapat diterapkan siswa dalam kehidupannya. Sedangkan kekurangan

dari model Problem Based Learning (PBL) adalah memerlukan banyak waktu

dalam kegiatan pembelajaran serta bagi siswa yang malas maka tujuan dari

penerapan model ini tidak akan tercapai.

2.1.3.3Sintaks Model Problem Based Learning (PBL)

Sintaks disebut juga langkah-langkah atau prosedur yang harus dilalui

dalam menerapkan model Problem Based Learning (PBL). Sitiavana Rizema

(14)

ada beberapa langkah utama yaitu: mengorientasikan siswa pada masalah,

mengorganisasikan siswa agar belajar, memandu menyelidiki secara mandiri atau

kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil kerja, serta menganalisis dan

mengevaluasi hasil pemecahan masalah.

Menurut Ibrahim dalam Trianto (2011:97) ada beberapa sintak pada

pembelajaran PBL. Sintaks tersebut meliputi: 1). Tahap pertama orientasi siswa

pada masalah, 2). Tahap kedua mengorganisasi siswa untuk belajar, 3). Tahap

ketiga membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, 4.) Tahap

keempat mengembangkan dan menyajikan hasil karya, 5). Tahap kelima

menganilisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Berikut ini akan disajikan langkah-langkah Problem Based Learning (PBL)

menurut Ismail dalam Rusman (2011:243) yang akan disajikan pada tabel 3.

Tabel 3

Tahapan atau sintaks Problem Based Learning (PBL)

Fase Indikatir Tingkah Laku Guru

1 Orientasi siswa pada masalah

Menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang diperlukan, dan memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah.

2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3 Membimbing penyelidikan individual / kelompok

Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4 Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan, dan membantu mereka berbagi tugas dengan

Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

(15)

2.1.3.4Sintaks Pendekatan Scientific melalui Model Problem Based Learning (PBL)

Dari beberapa penjabaran mengenai langkah-langkah model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) menurut para ahli tersebut, maka penulis

menyusun langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan pendekatan

Scientific melalui model pembelajaran Problem Based Problem (PBL)

berdasarkan Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses.

Pengaplikasian langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan

Scientific melalui model pembelajaran Problem Based Learning ke dalam

Permendiknas No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses disajikan pada tabel 4

Pendekatan scientific dalam kegiatan pembelajaran tersebut akan dilakukan

melalui model Problem Based Learning yang disusun dengan disusun dengan

sintaks mengorientasikan siswa pada masalah, mengorganisasikan siswa untuk

belajar, membantu investigasi kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil

karya, dan yang terakhir menganalisis dan mengevaluasi pemecahan masalah.

Berikut tabel implementasi pembelajaran menggunkan Pendekatan scientific

melalui model Problem Based Learning (PBL) berdasarkan standar proses:

Tabel 4

Pemetaan Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Pendekatan scaintific melalui Model Problem Based Learning (PBL) berdasarkan

Permendiknas No 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses

Sintaks PBL Kegiatan Pembelajaran

(16)

Tabel 5

Implementasi pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) dalam pembelajaran IPA

Pendahuluan Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan mengorientasikan siswa pada masalah. (pada tahap ini guru juga melakukan apersepsi dan orientasi kepada siswa dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan mengkondisikan siswa menjadi beberapa kelompok)

Mengorganisasi siswa untuk belajar.

Eksplorasi Membimbing siswa dalam kelompok merancang aktifitas belajar untuk menyelesaikan masalah yang telah di orientasikan pada tahap awal.

Membantu investigasi kelompok.

Elaborasi Memfasilitasi siswa dalam mengumpulkan informasi yang tepat untuk mencari penjelasan dan solusi. Mengembangkan

dan menyajikan hasil karya.

Elaborasi Memfasilitasi dan mendampingi siswa menyiapkan karya yang sesuai seperti membuat laporan dan berbagi tugas dengan temannya.

Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

Konfirmasi Bersama-sama dengan siswa membahas penyelesaian masalah, mengambil keputusan mengenai sebuah konsep yang telah dipelajari.

2.1.4 Hakikat Hasil Belajar

Menurut Nana Sujana (1989:5) Belajar adalah suatu proses yang ditandai

dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses

belajar dalam berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap

dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek

lain yang ada pada individu yang belajar. Sejalan dengan Nana Sujana, Abdul

Kodir (2010:21-22) menyataka bahwa belajar merupakan perubahan tingkah laku

atau penampilan, dengan serangkaian kegiatan.

Lebih lanjut pengertian belajar dikemukakan oleh Ahmad Sabri (2007:19)

(17)

dan pelatihan. Artinya tujuan kegiatan belajar adalah perubahan tingkah laku, baik

yang menyangkut pengetahuan, sikap, bahkan meliputi segenap aspek

kepribadian. Kemampuan membaca dan menulis adalah contoh hasil belajar.

Adapun menurut Hadi Satyagraha (2013:146) belajar adalah suatu proses

dimana terjadi perubahan perilaku sebagai reaksi pengalaman atau situasi yang

dihadapi seseorang. Selanjutnya Hergenhahn dalam Usman Samtowa (2010:104)

mengartikan belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi

dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya.

Berdasarkan pendapat para ahli tentang pengertian belajar, dapat diketahui

bahwa belajar diartikan sebagai suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang

secara sadar yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku. Perubahan

tingkah laku tersebut berasal dari proses interaksi dengan lingkungannya.

Antar siswa yang satu dengan siswa yang lain memiliki tipe belajar yang

berbeda-beda. Oleh karena itu pengetahuan tentang tipe belajar siswa sangat

penting diketahui guru agar dapat menciptakan kegiatan pembelajaran yang

efektif. Menurut Marno dan Idris (2008:151) pada umumnya terdapat beberapa

tipe belajar siswa yaitu:

1. Visual, dimana dalam belajar siswa tipe ini lebih mudah belajar dengan

cara melihat atau mengamati.

2. Auditori, dimana siswa lebih mudah belajar dengan mendengarkan.

3. Kinestetik, dimana dalam pembelajaran siswa lebih mudah belajar

dengan melakukan.

Tipe belajar antara siswa yang satu dengan siswa yang lain berbeda-beda.

Pengetahuan seorang guru tentang tipe belajar anak didiknya sangatlah penting.

Dengan mengetahui karakteristik atau tipe belajar siswa, guru mempunyai bekal

dalam penyusunan rencana kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik siswa. Sehingga pembelajaran yang dilakukan akan lebih efisien dan

siswa dapat lebih mudah memahami suatu materi pembelajaran sehingga hasil

belajar akan meningkat.

Nana Sudjana (2010:22) mendefinisikan hasil belajar adalah

(18)

Pendapat lain tentang pengertian hasil belajar dikemukakan oleh Ahmad Susanto

(2013:5) yang menyatakan hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi

pada diri siswa, baik menyangkut aspek kognitif, afektif dan psikomotor sebagai

hasil dari kegiatan hasil belajar. Mulyono Abdurrahman (2003:37-38)

menyebutkan hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah

melalui proses kegiatan belajar. Menurut Gagne dan Briggs dalam Jamil

Suprihatiningrum (2013:37) hasil belajar adalah kemampuan-kemanpuan yang

dimiliki siswa sebagai akibat perbuatan belajar dan dapat diamati melalui

penampilan siswa (learner’s performance).

Berdasarkan pengertian diatas dapat dinyatakan bahwa hasil belajar adalah

kemampuan yang dimiliki seseorang baik secara kognitif, afektif maupun

psikomotorik yang di dapat setelah melakukan kegiatan belajar. Dalam penelitian

ini hasil belajar yang akan di ukur adalah kemampuan yang dimiliki seseorang

secara kognitif. Kemampuan kognitif siswa akan di ukur menggunakan soal atau

pertanyaan dalam bentuk uraian.

2.1.5 Hubungan Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Scientific Melalui Model Problem Based Learning (PBL) dengan Hasil Belajar

Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model

Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu pembelajaran dimana siswa

memiliki peran yang sangat penting. Dalam pembelajaran ini siswa dituntut untuk

aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data kemudian

menyimpulkan. Jadi siswa tidak hanya sekedar mencatat, mendengar, dan

menghafal suatu materi pelajaran, sedangkan peran guru hanya sebatas fasilitator

dalam kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran akan lebih efektif apabila

siswa mengalami sendiri, bukan hanya menunggu informasi dari guru. Dengan

menggunakan pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning

(PBL) ini siswa dapat berpikir sistematis serta dapat meningkatkan kemampuan

dalam memecahkan masalah karena pembelajaran dilakukan dengan adanya

rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan

(19)

Menurut Nana Sujana (1989:5) Belajar adalah suatu proses yang ditandai

dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan yang diharapkan dalam

kegiatan belajar adalah perubahan yang positif. Salah satu karakteristik model

Problem Based Learning (PBL) adalah meningkatkan pemahaman siswa terhadap

suatu materi pelajaran. Ketika pemahaman siswa terhadap materi pelajaran

meningkat maka hasil belajar juga akan meningkat. Oleh karena itu, dengan

adanya peningkatan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran IPA kelas IV

pada saaat pembelajaran menggunakan pendekatan scientific melalui model

Problem Based Learning (PBL) diharapkan hasil belajar siswa juga akan

meningkat.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Hasil penelitian yang relevan atau hampir sama dengan penelitian ini adalah

yang dilakukan oleh Frizta Wahyu Pety Perida yang berjudul “Upaya

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Sumber Daya Alam Melalui

Penggunaan Model Problem Based Learning Siswa Kelas IV SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan Semester II Tahun 2012/2013”. Dari hasil penelitian ini menunjukan adanya peningkatan hasil belajar IPA siswa kelas 4 di

SDN 6 Depok Kecamatan Toroh Kabupaten Grobogan dengan materi sumber

daya alam setelah menggunakan model Problem Based Learning. Hal ini nampak

pada perbandingan ketuntasan hasil belajar siswa pada kondisi prasiklus sebesar

29,17%, siklus I meningkat menjadi 66,7% dan pada siklus II meningkat menjadi

91,7% dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM=70). Hasil penelitian ini

disarankan untuk diterapkan dalam pembelajaran IPA di SD terutama dalam

menggunakan model Problem Based Learning.

Penelitian ini juga serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh oleh Linda Rachmawati dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning untuk meningkatkan pembelajaran IPA siswa kelas 5 SDN Pringapus 2 Kecamatan

Dongko kabupaten Trenggalek pada Tahun 2011/2012”. Hasil penelitian ini

(20)

dengan peningkatan nilai pada siklus I yaitu 76,65 % menjadi 93,3 % pada siklus

II.

Berdasarkan beberapa penelitian diatas maka peneliti akan menggunakan

pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning (PBL). Tujuan dari

penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri

Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan observasi yang telah dilakukan diperoleh data bahwa

hasilbelajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel

Kabupaten Boyolali tergolong masih sangat rendah. Hal ini terbukti dengan

55,17% atau 16 siswa dari 29 siswa yang hasil belajarnya belum memenuhi

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Hal ini bisa disebabkan karena penerapan

pendekatan yang belum sesuai dan pemilihan model pembelajaran belum dapat

memfasilitasi siswa untuk dapat aktif terlibat dalam pembelajaran sehingga hasil

belajar masih rendah.

Pembelajaran IPA akan berjalan dengan baik jika guru dapat menciptakan

suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan. Pembelajaarn yang demikian

akan melibatkan peserta didik secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Salah

satu caranya adalah dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model

Problem Based Learning (PBL). Dalam pembelajaran menggunakan pendekatan

scientific melalui model Problem Based Learning (PBL) guru berperan sebagai

fasilitator sehingga pembelajaran yang bersifat informatif dapat dihindari.

Berdasarkan uraian tersebut dapat di asumsikan bahwa pembelajaran

menggunakan pendekatan scientific melalui model Problem Based Learning

(PBL) dapat meningkatkan kemampuan penguasaan materi sehingga dapat

(21)

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas, dapat

dirumuskan hipotesis penelitian ini sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific melalui model

Problem Based Learning (PBL) diduga dapat meningkatkan hasil belajar

IPA siswa kelas IV SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel Kabupaten

Boyolali semester II tahun pelajaran 2014/2015.

2. Penerapan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan scientific

melalui model Problem Based Learning (PBL) untuk meningkatkan hasil

belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Sampetan Kecamatan Ampel

Kabupaten Boyolali semester II tahun pelajaran 2014/2015 dapat

dilakukan dengan tahapan mengorientasi siswa pada masalah,

mengorganisasi siswa untuk belajar, membantu investigasi kelompok,

mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan

Gambar

Tabel 1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Tabel 2
Tahapan atau sintaks Tabel 3 Problem Based Learning (PBL)
Pemetaan Pembelajaran IPA dengan Menggunakan Pendekatan Tabel 4 scaintific
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk soal nomor 7–11, pilihlah kata-kata atau frasa yang yang merupakan padanan kata atau padanan pengertian yang paling dekat dengan kata yang dicetak dengan huruf kapital

Pembelajaran matematika yang diharapkan dalam praktek pembelajaran di kelas adalah (1) pembelajaran berpusat pada aktivitas siswa, (2) siswa diberi kebebasan berpikir

(1) Ketentuan lebih larijut mengenai pelaksanaan penyerahan urusan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota yang diserahkan pengaturannya kepada Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal

usaha kecil baru dengan upaya pengurangan kemiskinan sangat kuat/erat, dimana setiap penambahan satu unit usaha kecil baru akan berpotensi meningkatkan pendapatan perkapita

Results of the study " The Influence of Nurse's Interpersonal Relationship on Perioperative Patient's Family Uncertainty Based on Hildegard Peplau's Theory" [5] in

(1994) dinamika Cladocera dan Diptera pada sawah di Filipina dipengaruhi oleh pemberian pupuk nitrogen dan pestisida Selain itu indeks keanekaragaman (Tabel 2) juga tergolong

4. Anggaran Belanja Negara, Penetapan formasi PNS bagi suatu organisasi pada akhirnya sangat ditentukan oleh tersedianya anggaran. Oleh karena itu

Hipertensi masih menjadi masalah terbesar bagi kesehatan terutama pada lansia, karena hipertensi lebih banyak dialami oleh lansia dibandingkam dengan para usia