BAB V
PERSEPSI DAN PERUBAHAN PERILAKU MASYARAKAT DESA MALINJAK DALAM PRAKSIS TIGA GERAKAN MORAL
5.1. Realitas kehidupan kolektif yang malas, boros, dan tidak aman 5.1.1. Dari Rajin Berkebun ke Sifat Jenuh dan Malas
Dari hasil penelitian ditemukan bahwa ada tiga penyebab, sehingga
masyarakat meninggalkan kebun dan jenuh atau malas menjadi petani.
Tiga hal tersebut terjabar dalam tabel di bawah ini.
Tabel 5.1. Realitas dan Alasan Malas Berkebun
No. Realitas Alasan
1. Petani menanam padi di ladang/ sawah hanya dilakukan pada musim penghujan.
Hasil panen ini untuk konsumsi sendiri, sehingga bilamana hasil panen sudah mencukupi, maka petani enggan atau malas mengolah ladang dan sawahnya.
2. Hasil panen rendah Kondisi produksi hasil
pertanian yang tidak sesuai dengan kebutuhan ekonomi. Cuaca yang tidak menentu, petani sering mengalami gagal panen dan usahatani merugi, sehingga mereka meninggalkan kebun untuk mencari penghasilan di sektor lain.
3. Tidak tersedia air yang cukup
Ketersediaan air pada musim kemarau yang tidak mencukupi. Mereka malas bergotong-royong untuk
menyirami tanaman,
sehingga membiarkan tanaman kering.
Seperti yang dikatakan oleh Umbu Neka Lelung sebagai salah seorang
Menurut bapak Unel (nama sapaan), masyarakat desa Malinjak pada zaman dahulu adalah masyarakat yang rajin berkebun, dikarenakan mata pencaharian masyarakat desa Malinjak adalah pada sektor pertanian. “orang berkebun dan hasil kebunnya untuk kebutuhan makan sehari-hari dan yang lain untuk dijual di pasar”. Zaman dahulu juga masyarakat desa dalam hal bertani khususnya penanaman bibit padi dan pada saat panen dilakukan secara gotong royong. Tetapi pada masa sekarang jiwa gotong royong pada masyarakat desa sudah mulai berkurang. Bahkan anak-anak muda sekarang ini jarang yang mau berkebun dan lebih memilih menjadi pengangguran. Pada zaman dahulu jam 5 pagi orang sudah bangun untuk ke kebun sampai jam 9 atau 10 pagi baru pulang ke rumah dan kembali lagi ke kebun jam 3 sore sampai jam 5 sore. (wawancara pada tanggal 20 april 2017)
Kenyataan di lapangan, masyarakat Desa Malinjak yang bermata
pencaharian sebagai petani berjumlah paling banyak. Akan tetapi mereka
sebagai petani hanya mengolah sawah/ ladang/ kebun pada musim
penghujan, yaitu bercocok tanam padi di ladang. Sedangkan pada musim
kemarau ladang dibiarkan kosong dan tidak ditanami tanaman pangan.
Kondisi cuaca yang tidak menentu mempengaruhi hasil panen. Selain itu
terjadi juga kegagalan hasil panen oleh adanya serangan hama (terutama
tikus). Melihat kondisi hasil panen pertanian yang rendah, maka sebagian
besar petani menjadi jenuh dan malas melakukan intensifikasi pertanian
dan pindah ke pekerjaan lain.
Kesulitan air untuk mengaliri ladang menjadi hambatan utama, sehingga
petani enggan atau malas bercocok tanam di musim kemarau. Pada musim
kemarau petani merasa jenuh dan malas menyirami tanamannya. Akhirnya
mereka mencari pekerjaan lain ke kota (luar desa) yang biasanya bekerja
sebagai buruh/ tukang pada proyek bangunan.
5.1.2. Dari Praktek Adat ke Pemborosan Ekonomi
Pemborosan ekonomi pada praktek adat terlihat pada jumlah hewan cukup
banyak (hingga 10 ekor) yang dikorbankan untuk acara kematian dan
ternak semakin berkurang, sehingga mereka terpaksa membeli dengan
harga yang sangat mahal.
Tabel 5.2. Realitas Praktek Adat dan Dampak Pemborosan Ekonomi
Realitas Alasan Dampak
Praktek Adat untuk
mengakibatkan pemborosan ekonomi. Seperti yang dilakukan di Desa
Malinjak, pesta adat yang diikuti dengan penyembelihan hewan (kerbau)
secara simbolik menunjukkan harga diri. Mereka berlomba-lomba
melakukan penyembelihan hewan dengan jumlah yang banyak hingga
mencapai 10 ekor. Semakin banyak jumlah hewan yang dikorbankan untuk
disembelih, maka keluarga tersebut mendapatkan status sosial berupa
harga diri lebih tinggi. Tidak heran bilamana acara-acara adat untuk
perkawinan dan kematian memerlukan biaya yang besar bagi masyarakat
Sumba.
Lambat laun, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, jumlah hewan
yang dipelihara semakin sedikit dan berkurang jumlahnya. Untuk
memenuhi hewan pada acara kematian, mereka harus membeli dengan
harga yang tinggi. Padahal uang untuk membeli hewan tersebut berasal
dari iuran atau saling bantu dari keluarga tersebut. Karena menjadi tradisi
adat, maka masyarakat lebih mementingkan kebutuhan pesta adat dan
mengesampingkan kebutuhan pokok keluarga (makan, pendidikan).
Akibatnya masyarakat banyak yang terjerat hutang dan membayarnya
dengan menjual aset (tanah warisannya). Hal inilah yang mengakibatkan
5.1.3. Kebutuhan Ekonomi Mengakibatkan Ketidakamanan Desa dan Masyarakat
Tingginya kebutuhan ekonomi masyarakat mengakibatkan tindakan yang
kurang menyenangkan. Di desa Malinjak sering terjadi pencurian hewan,
terutama kerbau yang digunakan untuk penyembelihan acara pesta adat.
Jumlah hewan ternak yang dicuri bisa mencapai puluhan ekor. Ini terjadi
karena kebutuhan hewan ternak lebih banyak permintaannya dibanding
dengan jumlah ternak yang tersedia. Adanya ketidak seimbangan ini dan
demi memenuhi permintaan, maka terjadilah pencurian hewan ternak.
Sangat memungkinkan pencurian dilakukan secara besar-besaran dan
terorganisir, mengingat harga jual hewan tersebut tergolong mahal. Bila
ditabelkan sebagai berikut.
Tabel 5.3. Realitas Desa Tidak Aman
Realitas Alasan Dampak
Marak terjadi pencurian
hewan ternak. Tidak ada
penjagaan atau kegiatan
pos kampling, sehingga
desa tidak aman.
Masyarakat
menjadi enggan
memelihara hewan
ternak. Persediaan
hewan ternak
terbatas.
Harga hewan
ternak untuk
upacara adat
sangat mahal
5.2. Kesadaran untuk Kembali pada Jati Diri
5.2.1. Persepsi Masyarakat tentang Gerakan Kembali ke Kebun
Persepsi masyarakat tentang gerakan kembali ke kebun, menjadi keinginan
masyarakat. Petani timbul kesadaran untuk kembali pada jati diri sebagai
petani. Persepsi mereka dapat ditabelkan sebagai berikut:
Tabel 5.4. Persepsi Kesadaran Kembali ke Kebun
Menjadi petani sudah tidak dianggap berstatus sosial rendah
Hasil dari sawah/ kebun bila diolah dengan baik akan memperoleh sawah secara intensif, sehingga dapat menghasilkan produksi panen yang
Mulanya petani hanya bercocok tanam atau mengolah sawah/ ladang pada
musim penghujan. Adanya gerakan ini telah terjadi pergeseran pola bertani
masyarakat yang sebelumnya berorientasi pada kebun dan sawah yang
dikerjakan secara paralel atau bercocok tanam bersama pada musim
tertentu (penghujan), menjadi sadar untuk tetap bisa memanfaatkan sawah/
ladang bercocok tanam pada musim kemarau. Menurut hasil wawancara
penulis dengan tokoh masyarakat Bapa R.J. Bolu sebagai berikut:
Desa Malinjak sadar bahwa kehidupan pada masa sekarang ini tidak berjalan pada porsi yang benar, Ubbu (panggilan untuk cucu laki-laki), dengan dibuatnya peraturan tentang tiga gerakan moral dalam hal ini gerakan kembali ke kebun, masyarakat sudah sadar bahwa hal ini baik untuk di lakukan demi meningkatkan taraf hidupnya. (wawancara pada tanggal 23 april 2017)
Masyarakat, terutama petani mulai menemukan jati diri yang berfokus
pada proporsi pengelolaan sawah dan kebun yang kurang baik menjadi
lebih rajin demi memperbaiki kebutuhan makan sehari-hari dan kebutuhan
ekonomi.
5.2.2. Persepsi Masyarakat tentang Gerakan Hidup Hemat
Persepsi masyarakat tentang gerakan hidup hemat dihadapkan pada
kenyataan dalam kehidupan sehari-hari masih kesulitan ekonomi. Pola
pembantaian hewan besar-besaran pada zaman dahulu itu didasarkan pada
Perkembangan zaman akibat dari pembantaian hewan berjumlah banyak
yang tidak ada pembatasannya, maka jumlah populasi hewan di Sumba
mulai berkurang. Oleh karena itu gerakan moral hidup hemat yang
diinstruksikan oleh pemerintah Kabupaten Sumba Tengah diharapkan
dapat menekan pemborosan hewan pada acara-acara adat. Hal ini
dimaksudkan agar populasi hewan (kerbau, kuda, sapi, dan babi) yang
dibutuhkan tetap tersedia. Menurut hasil wawancara penulis dengan bapak
Umbu Neka Lelung, pensiunan PNS sebagai warga yang dituakan oleh
masyarakat:
Menurut saya masyarakat menerima dengan baik program gerakan hidup hemat yang di buat oleh pemerintah daerah, bukan hanya sekedar mengerti tapi betul-betul masyarakat desa malinjak melakukan yang di sebut gerakan hidup hemat. “Sekarang pada acara-acara adat seperti upacara penguburan mayat keluarga yang berduka betul-betul ikut peraturan yang di buat pemerintah tentang batas pemotongan hewan 3 ekor (kerbau dan babi), tidak ada yang melanggar kalau di desa Malinjak sampai saat ini” (wawancara pada tanggal 20 April 2017).
5.2.3. Persepsi Masyarakat tentang Gerakan Desa Aman
Gerakan desa aman adalah gerakan yang paling penting bagi masyarakat
Desa Malinjak. Terjadinya pencurian hewan ternak mengakibatkan
masalah ganda, yaitu: pertama, pencurian ternak telah mengakibatkan kemiskinan bagi masyarakat secara cepat. kedua, menyurutkan minat masyarakat untuk berternak. Pada zaman dahulu orang bebas melepas
hewan di padang karena tidak pernah ada pencurian. Sekarang hewan yang
berada di dalam kandang pun bisa saja hilang dicuri. Jati diri orang Sumba
adalah memelihara hewan dan makan bukan dari hasil curian. Dari hasil
wawancara penulis dengan tokoh masyarakat Desa Malinjak bapak R.J
Bolu, ketua adat di Desa Malinjak:
melakukan apa yang dimengerti itu yang agak susah. (wawancara pada tanggal 23 April 2017)
Masyarakat Desa Malinjak mulai sadar akan ketidakamanan desa ini
karena beberapa faktor yang berkaitan dengan masalah-masalah yang
menjadi dasar lahirnya tiga gerakan moral di Kabupaten Sumba Tengah,
seperti malas berkebun sehingga orang merasa kelaparan dan muncul
keinginan untuk mencuri.
5.3. Dari Pikiran ke Perubahan Tindakan 5.3.1. Tindakan Kembali ke Kebun
Masyarakat desa Malinjak sadar bahwa gerakan kembali ke kebun menjadi
hal yang penting bagi kehidupan. Desa Malinjak memiliki kondisi
geografis yang sangat baik untuk melakukan kegiatan pertanian
Masyarakat Desa Malinjak mempunyai 3 dusun dan mayoritas
penduduknya adalah petani. Sejak diberlakukannya Tiga Gerakan Moral
yang diterapkan pemerintah daerah Kabupaten Sumba Tengah, masyarakat
yang awalnya memiliki kebiasaan malas sudah mulai sadar akan
pentingnya berkebun agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga
sehari-hari. Sudah banyak masyarakat yang mulai kembali mengelolah kebunnya
tanpa takut gagal panen. Mereka yang sebelumnya bertani hanya dengan
menunggu musim pengujan sekarang mencoba bercocok tanam melalui
diversifikasi pangan tanpa harus menunggu musim penghujan, aneka
tanaman yang di tanam masyarakat seperti jagung dan sayuran, baik
setelah panen padi atau menananmnya di ladang/ kebun yang tanahnya
subur dan berpotensi menghasilkan panen. Pada gambar di bawah ini
adalah salah satu contoh masyarakat desa malinjak sedang mengelolah
Gambar 5.1. Pengelolaan sawah yang intensif
(gambar diambil pada tanggal 19 April 2017)
5.3.2. Tindakan Hidup Hemat
Tindakan perilaku masyarakat dalam menyikapi gerakan hidup hemat yang
di terapkan pemerintah adalah hal yang baik untuk mengurangi tingkat
kemiskinan. Gerakan hidup hemat dimaksudkan mengurangi pemborosan
pada saat melakukan upacara adat, terutama dalam upacara adat kematian
atau perkawinan.
Gambar 5.2. Acara Pemotongan Hewan pada Upacara Kematian
Sumber: Data pribadi, diambil pada tanggal 19 April 2017
Gambar di atas menunjukkan bagaimana perilaku masyarakat Sumba
Tengah dalam hal pemotongan hewan pada acara adat kematian. Pada
masa lampau pemotongan hewan dalam jumlah banyak tidak bermasalah
karena jumlah hewan pada masa itu masih sangat banyak di pulau
sumba,kalaupun tidak memiliki hewan dikandang bisa dibeli dengan harga
masih relatif murah, jadi bisa dikatakan orang yang mempunyai hewan
yang banyak menganggap pembantaian hewan secara besar-besaran itu
adalah hal yang biasa dan juga untuk meningkatkan harga diri di hadapan
orang banyak.
Masa sekarang, demi meningkatkan atau mempertahankan harga
diri(gengsi) keluarga walaupun tidak mempunyai hewan di kandang dan
tidak mempunyai dana untuk membeli hewan orang rela menggadai
bahkan sampai menjual tanah hanya untuk bisa membeli kerbau untuk
dibawa pada saat acara adat yang dilakukan keluarga. Ini menjadi alasan
hewan pada saat acara-acara adat yang di tuangkan dalam naskah
akademik tentang 3 gerakan moral melalui sumpah adat yang di lakukan
secara bersama-sama antara pemerintah dan tua-tua adat seleruh kabupaten
sumba tengah dalam hal ini batasan pembantaian hewan yakni tidak boleh
melebihi 3 ekor.
Gerakan moral ini disambut baik oleh masyarakat. Masyarakat mulai
merasakan manfaat gerakan hidup hemat. Mereka tidak merasa malu
dengan jumlah penyembelihan hewan untuk acara adat, terutama
menyangkut harga diri. Disamping itu masyarakat merasakan bisa
berhemat pengeluaran acara adat dan bisa mengalihkan alokasi
penggunaan dana untuk kebutuhan lain yang lebih penting, seperti biaya
pendidikan dan kebutuhan ekonomi.
Gambar 5.3. Pemotongan dua ekor hewan sesuai gerakan hidup hemat
Sumber: Data pribadi, diambil pada tanggal 19 April 2017
Gambar di atas menunjukan pembantaian hewan di Desa Malinjak setelah
di terapkan tiga gerakan moral, dari gambar ini dapat di simpulkan bahwa
masyarakat desa malinjak betul-betul mengikuti dan tidak melanggar
aturan pemerintah daerah kabupaten sumba tengah tentang gerakan hidup
hemat.
5.3.3. Tindakan Mewujudkan Desa Aman
Mewujudkan desa aman menjadi gerakan moral yang diharapkan. Namun
tindakan desa aman belum dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat bahkan
tindakan yang dilakukan dengan membangun pos penjagaan, justru
menambah maraknya pencurian di Desa Malinjak.
Tindakan Wujud Desa Aman
seharusnya pemerintah
desa melakukan tindakan
koordinasi atau gotong
royong antara pemerintah
desa dengan masyarakat
desa aman belum terwujud, bahkan
terjadinya pencurian besar-besaran yang
terjadi di Desa Malinjak dan desa di
sekitarnya. Karena masyarakat lebih
mementingkan kesibukan sendiri dalam
pekerjaannya
Masyarakat Desa Malinjak telah melakukan Pola kamtibmas dengan
membangun pos-pos penjagaan di setiap dusun, tetapi pola penjagaan yang
di terapkan masih sangat tradisional sehingga terkesan lambat dalam
bergerak. Di Desa Malinjak sendiri masing-masing dusun mempunyai
pos-pos jaga tapi sistemnya masih tradisional. Pos jaga dibangun atas dasar
kesadaran masyarakat dan dengan bantuan pemerintah desa, tetapi dalam
hal pelaksanaannya masih jauh dari harapan seperti halnya pos jaga di
bangun sebagai tempat untuk berjaga malam tetapi pos-pos jaga di desa
malinjak hanya sebagai tempat untuk nongkrong di siang hari kalaupun
malam hari waktu berjaga malam tidak di lakukan secara maksimal, warga
yang datang berjaga malam terkususnya para pemuda desa hanya datang
dan bermain kartu di pos jaga, tidak melakukan patroli penjagaan pada
malam hari di setiap kampung-kampung yang berada di seputaran pos. Pos
jaga ramai di datangi para pemuda atau para orang tua pada saat jam-jam
7- 9 malam saja,di atas jam 10 pos sudah mulai sepi. Padahal jika di lihat
dari kejadian-kejadian pencurian itu terjadi pada di atas jam 12 malam,di
sini penulis melihat belum adanya kesadaran masyarakat secara
bersungguh-sungguh dalam hal mewujudkan desa aman.
Sumber: Data pribadi, 2017.
Gambar di atas menunjukkan 2 pos jaga yang terdapat di Desa Malinjak
yang masih bagus karena pos jaga ini terdapat di pintu masuk dan keluar
desa malinjak.(gambar kiri pos jaga yang bertempat di dusun 1 yang berbatasan dengan Desa Tanamodu, sedangkan gambar kanan pos jaga di dusun 3 yang berbatasan langsung dengan desa Dameka).
5.4. Menakar Keberhasilan Perubahan Perilaku/Tindakan Masyarakat Desa Malinjak dalam Praktik Tiga Gerakan Moral
Indikator keberhasilan terjadinya perubahan perilaku masyarakat terhadap
Tiga Gerakan Moral dapat dilihat dalam praktik kondisi sebelum dan
setelah diberlakukannya gerakan moral itu. Adapaun perubahan tersebut
dapat diringkas dalam tabel di bawah ini.
Tabel 5.5. Perubahan Perilaku Gerakan Moral bibit padi sesuai kebutuhan dan jagung serta tanaman
mengolah sawah/ ladangnya, walau belum semua petani melakukan gerakan kembali ke kebun.
Hidup Hemat
- Jumlah pemotongan hewan di acara adat 10 atau lebih
- Batasan pemotongan hewan maksimal 3 ekor
jenazah 7-10 hari jenazah maksimal 3 hari
- Pos jaga tempat nongkrong
- Kasus pencurian atau perampokan awal-awal muncul
- Waktu penjagaan tidak teratur
- Semakin banyak kejadian pencurian di desa
- Pos tempat main kartu - Pengawasan pemerintah
kurang
- Adanya batasan jam keluar malam di atas jam 10 malam
Perubahan Gerakan Kembali ke Kebun didasarkan atas potensi kondisi
geografis Desa Malinjak sebagai daerah pertanian yang mengandalkan
hasil pertanian dari ladang/kebun. Pada jaman dahulu masyarakat Desa
Malinjak rajin berkebun karena mereka sadar bahwa mereka adalah petani
yang bergantung hidupnya pada ladang/sawah yang mereka miliki.
Perkembangan jaman merubah pengelolaan kebun/ladang yang tidak lagi
teratur, sehingga tidak dapat menghasilkan panen yang maksimal.
Gerakan kembali ke kebun mulai dilakukan oleh petani Desa Malinjak.
Mereka menemukan jatidirinya sebagai petani, seperti yang terlihat dalam
gambar 5.2. di atas maupun dalam lampiran gambar Kembali ke Kebun.
Mereka berupaya bercocok tanam, walaupun pada musim kemarau tetap
bersedia menyirami tanaman. Hal ini dilakukan untuk tetap mengolah
kembali kebunnya sebagai harapan dapat menjadi penghasilan utama.
Kesulitan pangan dalam keadaan desa rawan pangan dan termasuk daerah
kemiskinan, menumbuhkan semangat pengelolaan kembali sawah/ladang.
Masyarakat mulai mengupayakan penganekaragaman pangan, yang tidak
tergantung pada konsumsi makanan pokok beras.
Pembantaian hewan secara besar-besaran di lakukan semata-mata hanya
berada, tapi kalau di lihat dari segi ekonomi ini adalah hal
pemborosan.pada saat sekarang ini masyarakat Desa Malinjak dalam hal
gerakan hidup hemat yang di terapkan oleh pemerintah daerah sudah bisa
di lihat dampak positifnya. Seperti halnya masyarakat Desa Malinjak tidak
pernah melanggar peraturan pemerintah tentang batasan pemotongan
hewan tidak boleh lebih dari 3 ekor hewan dalam acara adat kematian atau
pun pesta adat lainnya.
Sementara gerakan desa aman belum sepenuhnya berhasil dilakukan pada
Desa Malinjak. Pencurian ternak masih terjadi, sedangkan keamanan yang
hanya mengandalkan sistem poskampling dan kamtibmas belum bisa