• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PERSEPSI DAN PERUBAHAN PERILAKU MASYARAKAT DESA MALINJAK DALAM PRAKSIS TIGA GERAKAN MORAL 5.1. Realitas kehidupan kolektif yang malas, boros, dan tidak aman 5.1.1. Dari Rajin Berkebun ke Sifat Jenuh dan Malas - Institutional Repository | Satya Wacan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB V PERSEPSI DAN PERUBAHAN PERILAKU MASYARAKAT DESA MALINJAK DALAM PRAKSIS TIGA GERAKAN MORAL 5.1. Realitas kehidupan kolektif yang malas, boros, dan tidak aman 5.1.1. Dari Rajin Berkebun ke Sifat Jenuh dan Malas - Institutional Repository | Satya Wacan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

PERSEPSI DAN PERUBAHAN PERILAKU MASYARAKAT DESA MALINJAK DALAM PRAKSIS TIGA GERAKAN MORAL

5.1. Realitas kehidupan kolektif yang malas, boros, dan tidak aman 5.1.1. Dari Rajin Berkebun ke Sifat Jenuh dan Malas

Dari hasil penelitian ditemukan bahwa ada tiga penyebab, sehingga

masyarakat meninggalkan kebun dan jenuh atau malas menjadi petani.

Tiga hal tersebut terjabar dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.1. Realitas dan Alasan Malas Berkebun

No. Realitas Alasan

1. Petani menanam padi di ladang/ sawah hanya dilakukan pada musim penghujan.

Hasil panen ini untuk konsumsi sendiri, sehingga bilamana hasil panen sudah mencukupi, maka petani enggan atau malas mengolah ladang dan sawahnya.

2. Hasil panen rendah Kondisi produksi hasil

pertanian yang tidak sesuai dengan kebutuhan ekonomi. Cuaca yang tidak menentu, petani sering mengalami gagal panen dan usahatani merugi, sehingga mereka meninggalkan kebun untuk mencari penghasilan di sektor lain.

3. Tidak tersedia air yang cukup

Ketersediaan air pada musim kemarau yang tidak mencukupi. Mereka malas bergotong-royong untuk

menyirami tanaman,

sehingga membiarkan tanaman kering.

Seperti yang dikatakan oleh Umbu Neka Lelung sebagai salah seorang

(2)

Menurut bapak Unel (nama sapaan), masyarakat desa Malinjak pada zaman dahulu adalah masyarakat yang rajin berkebun, dikarenakan mata pencaharian masyarakat desa Malinjak adalah pada sektor pertanian. “orang berkebun dan hasil kebunnya untuk kebutuhan makan sehari-hari dan yang lain untuk dijual di pasar”. Zaman dahulu juga masyarakat desa dalam hal bertani khususnya penanaman bibit padi dan pada saat panen dilakukan secara gotong royong. Tetapi pada masa sekarang jiwa gotong royong pada masyarakat desa sudah mulai berkurang. Bahkan anak-anak muda sekarang ini jarang yang mau berkebun dan lebih memilih menjadi pengangguran. Pada zaman dahulu jam 5 pagi orang sudah bangun untuk ke kebun sampai jam 9 atau 10 pagi baru pulang ke rumah dan kembali lagi ke kebun jam 3 sore sampai jam 5 sore. (wawancara pada tanggal 20 april 2017)

Kenyataan di lapangan, masyarakat Desa Malinjak yang bermata

pencaharian sebagai petani berjumlah paling banyak. Akan tetapi mereka

sebagai petani hanya mengolah sawah/ ladang/ kebun pada musim

penghujan, yaitu bercocok tanam padi di ladang. Sedangkan pada musim

kemarau ladang dibiarkan kosong dan tidak ditanami tanaman pangan.

Kondisi cuaca yang tidak menentu mempengaruhi hasil panen. Selain itu

terjadi juga kegagalan hasil panen oleh adanya serangan hama (terutama

tikus). Melihat kondisi hasil panen pertanian yang rendah, maka sebagian

besar petani menjadi jenuh dan malas melakukan intensifikasi pertanian

dan pindah ke pekerjaan lain.

Kesulitan air untuk mengaliri ladang menjadi hambatan utama, sehingga

petani enggan atau malas bercocok tanam di musim kemarau. Pada musim

kemarau petani merasa jenuh dan malas menyirami tanamannya. Akhirnya

mereka mencari pekerjaan lain ke kota (luar desa) yang biasanya bekerja

sebagai buruh/ tukang pada proyek bangunan.

5.1.2. Dari Praktek Adat ke Pemborosan Ekonomi

Pemborosan ekonomi pada praktek adat terlihat pada jumlah hewan cukup

banyak (hingga 10 ekor) yang dikorbankan untuk acara kematian dan

(3)

ternak semakin berkurang, sehingga mereka terpaksa membeli dengan

harga yang sangat mahal.

Tabel 5.2. Realitas Praktek Adat dan Dampak Pemborosan Ekonomi

Realitas Alasan Dampak

Praktek Adat untuk

mengakibatkan pemborosan ekonomi. Seperti yang dilakukan di Desa

Malinjak, pesta adat yang diikuti dengan penyembelihan hewan (kerbau)

secara simbolik menunjukkan harga diri. Mereka berlomba-lomba

melakukan penyembelihan hewan dengan jumlah yang banyak hingga

mencapai 10 ekor. Semakin banyak jumlah hewan yang dikorbankan untuk

disembelih, maka keluarga tersebut mendapatkan status sosial berupa

harga diri lebih tinggi. Tidak heran bilamana acara-acara adat untuk

perkawinan dan kematian memerlukan biaya yang besar bagi masyarakat

Sumba.

Lambat laun, sesuai dengan perkembangan zaman saat ini, jumlah hewan

yang dipelihara semakin sedikit dan berkurang jumlahnya. Untuk

memenuhi hewan pada acara kematian, mereka harus membeli dengan

harga yang tinggi. Padahal uang untuk membeli hewan tersebut berasal

dari iuran atau saling bantu dari keluarga tersebut. Karena menjadi tradisi

adat, maka masyarakat lebih mementingkan kebutuhan pesta adat dan

mengesampingkan kebutuhan pokok keluarga (makan, pendidikan).

Akibatnya masyarakat banyak yang terjerat hutang dan membayarnya

dengan menjual aset (tanah warisannya). Hal inilah yang mengakibatkan

(4)

5.1.3. Kebutuhan Ekonomi Mengakibatkan Ketidakamanan Desa dan Masyarakat

Tingginya kebutuhan ekonomi masyarakat mengakibatkan tindakan yang

kurang menyenangkan. Di desa Malinjak sering terjadi pencurian hewan,

terutama kerbau yang digunakan untuk penyembelihan acara pesta adat.

Jumlah hewan ternak yang dicuri bisa mencapai puluhan ekor. Ini terjadi

karena kebutuhan hewan ternak lebih banyak permintaannya dibanding

dengan jumlah ternak yang tersedia. Adanya ketidak seimbangan ini dan

demi memenuhi permintaan, maka terjadilah pencurian hewan ternak.

Sangat memungkinkan pencurian dilakukan secara besar-besaran dan

terorganisir, mengingat harga jual hewan tersebut tergolong mahal. Bila

ditabelkan sebagai berikut.

Tabel 5.3. Realitas Desa Tidak Aman

Realitas Alasan Dampak

Marak terjadi pencurian

hewan ternak. Tidak ada

penjagaan atau kegiatan

pos kampling, sehingga

desa tidak aman.

Masyarakat

menjadi enggan

memelihara hewan

ternak. Persediaan

hewan ternak

terbatas.

Harga hewan

ternak untuk

upacara adat

sangat mahal

5.2. Kesadaran untuk Kembali pada Jati Diri

5.2.1. Persepsi Masyarakat tentang Gerakan Kembali ke Kebun

Persepsi masyarakat tentang gerakan kembali ke kebun, menjadi keinginan

masyarakat. Petani timbul kesadaran untuk kembali pada jati diri sebagai

petani. Persepsi mereka dapat ditabelkan sebagai berikut:

Tabel 5.4. Persepsi Kesadaran Kembali ke Kebun

(5)

Menjadi petani sudah tidak dianggap berstatus sosial rendah

Hasil dari sawah/ kebun bila diolah dengan baik akan memperoleh sawah secara intensif, sehingga dapat menghasilkan produksi panen yang

Mulanya petani hanya bercocok tanam atau mengolah sawah/ ladang pada

musim penghujan. Adanya gerakan ini telah terjadi pergeseran pola bertani

masyarakat yang sebelumnya berorientasi pada kebun dan sawah yang

dikerjakan secara paralel atau bercocok tanam bersama pada musim

tertentu (penghujan), menjadi sadar untuk tetap bisa memanfaatkan sawah/

ladang bercocok tanam pada musim kemarau. Menurut hasil wawancara

penulis dengan tokoh masyarakat Bapa R.J. Bolu sebagai berikut:

Desa Malinjak sadar bahwa kehidupan pada masa sekarang ini tidak berjalan pada porsi yang benar, Ubbu (panggilan untuk cucu laki-laki), dengan dibuatnya peraturan tentang tiga gerakan moral dalam hal ini gerakan kembali ke kebun, masyarakat sudah sadar bahwa hal ini baik untuk di lakukan demi meningkatkan taraf hidupnya. (wawancara pada tanggal 23 april 2017)

Masyarakat, terutama petani mulai menemukan jati diri yang berfokus

pada proporsi pengelolaan sawah dan kebun yang kurang baik menjadi

lebih rajin demi memperbaiki kebutuhan makan sehari-hari dan kebutuhan

ekonomi.

5.2.2. Persepsi Masyarakat tentang Gerakan Hidup Hemat

Persepsi masyarakat tentang gerakan hidup hemat dihadapkan pada

kenyataan dalam kehidupan sehari-hari masih kesulitan ekonomi. Pola

pembantaian hewan besar-besaran pada zaman dahulu itu didasarkan pada

(6)

Perkembangan zaman akibat dari pembantaian hewan berjumlah banyak

yang tidak ada pembatasannya, maka jumlah populasi hewan di Sumba

mulai berkurang. Oleh karena itu gerakan moral hidup hemat yang

diinstruksikan oleh pemerintah Kabupaten Sumba Tengah diharapkan

dapat menekan pemborosan hewan pada acara-acara adat. Hal ini

dimaksudkan agar populasi hewan (kerbau, kuda, sapi, dan babi) yang

dibutuhkan tetap tersedia. Menurut hasil wawancara penulis dengan bapak

Umbu Neka Lelung, pensiunan PNS sebagai warga yang dituakan oleh

masyarakat:

Menurut saya masyarakat menerima dengan baik program gerakan hidup hemat yang di buat oleh pemerintah daerah, bukan hanya sekedar mengerti tapi betul-betul masyarakat desa malinjak melakukan yang di sebut gerakan hidup hemat. “Sekarang pada acara-acara adat seperti upacara penguburan mayat keluarga yang berduka betul-betul ikut peraturan yang di buat pemerintah tentang batas pemotongan hewan 3 ekor (kerbau dan babi), tidak ada yang melanggar kalau di desa Malinjak sampai saat ini” (wawancara pada tanggal 20 April 2017).

5.2.3. Persepsi Masyarakat tentang Gerakan Desa Aman

Gerakan desa aman adalah gerakan yang paling penting bagi masyarakat

Desa Malinjak. Terjadinya pencurian hewan ternak mengakibatkan

masalah ganda, yaitu: pertama, pencurian ternak telah mengakibatkan kemiskinan bagi masyarakat secara cepat. kedua, menyurutkan minat masyarakat untuk berternak. Pada zaman dahulu orang bebas melepas

hewan di padang karena tidak pernah ada pencurian. Sekarang hewan yang

berada di dalam kandang pun bisa saja hilang dicuri. Jati diri orang Sumba

adalah memelihara hewan dan makan bukan dari hasil curian. Dari hasil

wawancara penulis dengan tokoh masyarakat Desa Malinjak bapak R.J

Bolu, ketua adat di Desa Malinjak:

(7)

melakukan apa yang dimengerti itu yang agak susah. (wawancara pada tanggal 23 April 2017)

Masyarakat Desa Malinjak mulai sadar akan ketidakamanan desa ini

karena beberapa faktor yang berkaitan dengan masalah-masalah yang

menjadi dasar lahirnya tiga gerakan moral di Kabupaten Sumba Tengah,

seperti malas berkebun sehingga orang merasa kelaparan dan muncul

keinginan untuk mencuri.

5.3. Dari Pikiran ke Perubahan Tindakan 5.3.1. Tindakan Kembali ke Kebun

Masyarakat desa Malinjak sadar bahwa gerakan kembali ke kebun menjadi

hal yang penting bagi kehidupan. Desa Malinjak memiliki kondisi

geografis yang sangat baik untuk melakukan kegiatan pertanian

Masyarakat Desa Malinjak mempunyai 3 dusun dan mayoritas

penduduknya adalah petani. Sejak diberlakukannya Tiga Gerakan Moral

yang diterapkan pemerintah daerah Kabupaten Sumba Tengah, masyarakat

yang awalnya memiliki kebiasaan malas sudah mulai sadar akan

pentingnya berkebun agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga

sehari-hari. Sudah banyak masyarakat yang mulai kembali mengelolah kebunnya

tanpa takut gagal panen. Mereka yang sebelumnya bertani hanya dengan

menunggu musim pengujan sekarang mencoba bercocok tanam melalui

diversifikasi pangan tanpa harus menunggu musim penghujan, aneka

tanaman yang di tanam masyarakat seperti jagung dan sayuran, baik

setelah panen padi atau menananmnya di ladang/ kebun yang tanahnya

subur dan berpotensi menghasilkan panen. Pada gambar di bawah ini

adalah salah satu contoh masyarakat desa malinjak sedang mengelolah

(8)

Gambar 5.1. Pengelolaan sawah yang intensif

(gambar diambil pada tanggal 19 April 2017)

5.3.2. Tindakan Hidup Hemat

Tindakan perilaku masyarakat dalam menyikapi gerakan hidup hemat yang

di terapkan pemerintah adalah hal yang baik untuk mengurangi tingkat

kemiskinan. Gerakan hidup hemat dimaksudkan mengurangi pemborosan

pada saat melakukan upacara adat, terutama dalam upacara adat kematian

atau perkawinan.

Gambar 5.2. Acara Pemotongan Hewan pada Upacara Kematian

Sumber: Data pribadi, diambil pada tanggal 19 April 2017

Gambar di atas menunjukkan bagaimana perilaku masyarakat Sumba

Tengah dalam hal pemotongan hewan pada acara adat kematian. Pada

masa lampau pemotongan hewan dalam jumlah banyak tidak bermasalah

karena jumlah hewan pada masa itu masih sangat banyak di pulau

sumba,kalaupun tidak memiliki hewan dikandang bisa dibeli dengan harga

masih relatif murah, jadi bisa dikatakan orang yang mempunyai hewan

yang banyak menganggap pembantaian hewan secara besar-besaran itu

adalah hal yang biasa dan juga untuk meningkatkan harga diri di hadapan

orang banyak.

Masa sekarang, demi meningkatkan atau mempertahankan harga

diri(gengsi) keluarga walaupun tidak mempunyai hewan di kandang dan

tidak mempunyai dana untuk membeli hewan orang rela menggadai

bahkan sampai menjual tanah hanya untuk bisa membeli kerbau untuk

dibawa pada saat acara adat yang dilakukan keluarga. Ini menjadi alasan

(9)

hewan pada saat acara-acara adat yang di tuangkan dalam naskah

akademik tentang 3 gerakan moral melalui sumpah adat yang di lakukan

secara bersama-sama antara pemerintah dan tua-tua adat seleruh kabupaten

sumba tengah dalam hal ini batasan pembantaian hewan yakni tidak boleh

melebihi 3 ekor.

Gerakan moral ini disambut baik oleh masyarakat. Masyarakat mulai

merasakan manfaat gerakan hidup hemat. Mereka tidak merasa malu

dengan jumlah penyembelihan hewan untuk acara adat, terutama

menyangkut harga diri. Disamping itu masyarakat merasakan bisa

berhemat pengeluaran acara adat dan bisa mengalihkan alokasi

penggunaan dana untuk kebutuhan lain yang lebih penting, seperti biaya

pendidikan dan kebutuhan ekonomi.

Gambar 5.3. Pemotongan dua ekor hewan sesuai gerakan hidup hemat

Sumber: Data pribadi, diambil pada tanggal 19 April 2017

Gambar di atas menunjukan pembantaian hewan di Desa Malinjak setelah

di terapkan tiga gerakan moral, dari gambar ini dapat di simpulkan bahwa

masyarakat desa malinjak betul-betul mengikuti dan tidak melanggar

aturan pemerintah daerah kabupaten sumba tengah tentang gerakan hidup

hemat.

5.3.3. Tindakan Mewujudkan Desa Aman

Mewujudkan desa aman menjadi gerakan moral yang diharapkan. Namun

tindakan desa aman belum dilakukan sepenuhnya oleh masyarakat bahkan

tindakan yang dilakukan dengan membangun pos penjagaan, justru

menambah maraknya pencurian di Desa Malinjak.

(10)

Tindakan Wujud Desa Aman

seharusnya pemerintah

desa melakukan tindakan

koordinasi atau gotong

royong antara pemerintah

desa dengan masyarakat

desa aman belum terwujud, bahkan

terjadinya pencurian besar-besaran yang

terjadi di Desa Malinjak dan desa di

sekitarnya. Karena masyarakat lebih

mementingkan kesibukan sendiri dalam

pekerjaannya

Masyarakat Desa Malinjak telah melakukan Pola kamtibmas dengan

membangun pos-pos penjagaan di setiap dusun, tetapi pola penjagaan yang

di terapkan masih sangat tradisional sehingga terkesan lambat dalam

bergerak. Di Desa Malinjak sendiri masing-masing dusun mempunyai

pos-pos jaga tapi sistemnya masih tradisional. Pos jaga dibangun atas dasar

kesadaran masyarakat dan dengan bantuan pemerintah desa, tetapi dalam

hal pelaksanaannya masih jauh dari harapan seperti halnya pos jaga di

bangun sebagai tempat untuk berjaga malam tetapi pos-pos jaga di desa

malinjak hanya sebagai tempat untuk nongkrong di siang hari kalaupun

malam hari waktu berjaga malam tidak di lakukan secara maksimal, warga

yang datang berjaga malam terkususnya para pemuda desa hanya datang

dan bermain kartu di pos jaga, tidak melakukan patroli penjagaan pada

malam hari di setiap kampung-kampung yang berada di seputaran pos. Pos

jaga ramai di datangi para pemuda atau para orang tua pada saat jam-jam

7- 9 malam saja,di atas jam 10 pos sudah mulai sepi. Padahal jika di lihat

dari kejadian-kejadian pencurian itu terjadi pada di atas jam 12 malam,di

sini penulis melihat belum adanya kesadaran masyarakat secara

bersungguh-sungguh dalam hal mewujudkan desa aman.

(11)

Sumber: Data pribadi, 2017.

Gambar di atas menunjukkan 2 pos jaga yang terdapat di Desa Malinjak

yang masih bagus karena pos jaga ini terdapat di pintu masuk dan keluar

desa malinjak.(gambar kiri pos jaga yang bertempat di dusun 1 yang berbatasan dengan Desa Tanamodu, sedangkan gambar kanan pos jaga di dusun 3 yang berbatasan langsung dengan desa Dameka).

5.4. Menakar Keberhasilan Perubahan Perilaku/Tindakan Masyarakat Desa Malinjak dalam Praktik Tiga Gerakan Moral

Indikator keberhasilan terjadinya perubahan perilaku masyarakat terhadap

Tiga Gerakan Moral dapat dilihat dalam praktik kondisi sebelum dan

setelah diberlakukannya gerakan moral itu. Adapaun perubahan tersebut

dapat diringkas dalam tabel di bawah ini.

Tabel 5.5. Perubahan Perilaku Gerakan Moral bibit padi sesuai kebutuhan dan jagung serta tanaman

mengolah sawah/ ladangnya, walau belum semua petani melakukan gerakan kembali ke kebun.

Hidup Hemat

- Jumlah pemotongan hewan di acara adat 10 atau lebih

- Batasan pemotongan hewan maksimal 3 ekor

(12)

jenazah 7-10 hari jenazah maksimal 3 hari

- Pos jaga tempat nongkrong

- Kasus pencurian atau perampokan awal-awal muncul

- Waktu penjagaan tidak teratur

- Semakin banyak kejadian pencurian di desa

- Pos tempat main kartu - Pengawasan pemerintah

kurang

- Adanya batasan jam keluar malam di atas jam 10 malam

Perubahan Gerakan Kembali ke Kebun didasarkan atas potensi kondisi

geografis Desa Malinjak sebagai daerah pertanian yang mengandalkan

hasil pertanian dari ladang/kebun. Pada jaman dahulu masyarakat Desa

Malinjak rajin berkebun karena mereka sadar bahwa mereka adalah petani

yang bergantung hidupnya pada ladang/sawah yang mereka miliki.

Perkembangan jaman merubah pengelolaan kebun/ladang yang tidak lagi

teratur, sehingga tidak dapat menghasilkan panen yang maksimal.

Gerakan kembali ke kebun mulai dilakukan oleh petani Desa Malinjak.

Mereka menemukan jatidirinya sebagai petani, seperti yang terlihat dalam

gambar 5.2. di atas maupun dalam lampiran gambar Kembali ke Kebun.

Mereka berupaya bercocok tanam, walaupun pada musim kemarau tetap

bersedia menyirami tanaman. Hal ini dilakukan untuk tetap mengolah

kembali kebunnya sebagai harapan dapat menjadi penghasilan utama.

Kesulitan pangan dalam keadaan desa rawan pangan dan termasuk daerah

kemiskinan, menumbuhkan semangat pengelolaan kembali sawah/ladang.

Masyarakat mulai mengupayakan penganekaragaman pangan, yang tidak

tergantung pada konsumsi makanan pokok beras.

Pembantaian hewan secara besar-besaran di lakukan semata-mata hanya

(13)

berada, tapi kalau di lihat dari segi ekonomi ini adalah hal

pemborosan.pada saat sekarang ini masyarakat Desa Malinjak dalam hal

gerakan hidup hemat yang di terapkan oleh pemerintah daerah sudah bisa

di lihat dampak positifnya. Seperti halnya masyarakat Desa Malinjak tidak

pernah melanggar peraturan pemerintah tentang batasan pemotongan

hewan tidak boleh lebih dari 3 ekor hewan dalam acara adat kematian atau

pun pesta adat lainnya.

Sementara gerakan desa aman belum sepenuhnya berhasil dilakukan pada

Desa Malinjak. Pencurian ternak masih terjadi, sedangkan keamanan yang

hanya mengandalkan sistem poskampling dan kamtibmas belum bisa

Gambar

Tabel 5.1. Realitas dan Alasan Malas Berkebun
Tabel 5.2. Realitas Praktek Adat dan Dampak Pemborosan Ekonomi
Tabel 5.3. Realitas Desa Tidak Aman
Gambar 5.2. Acara Pemotongan Hewan pada Upacara Kematian
+5

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada penelitian ini formulasi edible film dari campuran 3g tepung tapioka, 3 ml kitosan 2%, 1 ml gliserin, dan 1 g ektrak kulit

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan gliserol 6% dalam pengencer Tris berhasil melindungi spermatozoa dari berbagai cekaman selama proses kriopreservasi

Atau dengan kata lain, ada tempat manusia yang mana dipenuhi dengan semangat manusia- wi, tempat para malaikat, dan kediaman Allah (eternity). Richard mengatakan bahwa kita

(3) kedisiplinan belajar santri berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan menghafal al- Qur’an santri pondok pesantren Al-Aziz Lasem Rembang, hal ini terbukti

Maka dari model regresi ini dapat disimpul- kan bahwa corporate governance (kepemilikan institusional, kualitas audit, komisaris independen, komite audit), profitabilitas

Pertunjukan Nini Thowong merupakan salah satu kesenian yang ada di Desa Panjangrejo Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul.Pada awalnya warga sekitar mempunyai keyakinan bahwa

Semakin meneguhkan bahwa memang misi baru Rumah Ceria ini adalah rencana dan proyek besar TUHAN untuk Yayasan Sungai Kasih di masa yang akan datang.. Sampai Desember 2017 ini,

1) Pengendalian organisasi, yang dapat dicapai bila ada pemisahan tugas dan tanggung jawab yang jelas antar bagian untuk pengotorisasian, penyimpanan, pelaksanaan,