BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Remaja
2.1.1 Defenisi Remaja
Remaja dan ilmu Psikologis diperkenalkan dengan istilah lain, seperti
pubertied, adolescence dan youth. Remaja atau adolescence (Inggris), berasal dari
bahasa Latin “ adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan. Kematangan yang dimaksud adalah bukan kematangan fisik saja tetapi juga kematangan sosial
dan psikologis. (Kumalasari, 2013).
Menurut WHO, masa remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-
kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa itu terjadi pertumbuhan yang
pesat termasuk fungsi reproduksi. Sehingga mempengaruhi terjadinya perubahan-
perubahan perkembangan, baik fisik, mental, maupun peran sosial (Kumalasari,
2013).
Pieget (1991) menyatakan bahwa secara psikologis remaja adalah suatu
usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia
dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih
tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar (Kumalasari, 2013)
Batasan usia remaja berbeda-beda sesuai budaya setempat. Ditinjau dari
bidang kesehatan WHO, masalah yang disarankan paling mendesak berkaitan
dengan kesehatan remaja adalah kehamilan dini. Berangkat dari masalah ini,
WHO menetapkan batas usia 10 – 20 tahun sebagai batasan usia remaja dan
membagi umur kurun usia tersebut dalam dua bagian yaitu remaja awal usia 10 –
14 tahun dan usia akhir 15 – 20 tahun, dengan demikian dari segi program
pelayanan defenisi remaja yang digunakan oleh Departemen Kesehatan adalah 10
– 19 tahun dan belum kawin. Sementara itu menurut BkkbN (Direktorat Remaja
dan Perlindungan Hak Reproduksi) batasan usia remaja adalah 10 – 21 tahun
(BkkbN, 2006). Sedangkan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan usia
15 – 24 tahun sebagai usia remaja( youth).
2.1.3 Tahapan Remaja
Depkes RI (2007) mengelompokkan tahapan remaja menjadi 3 (tiga)
dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1) Remaja Awal (10-13 tahun)
a. Cemas terhadap penampilan badannya yang berdampak pada meningkatnya kesadaran diri (self consciousness).
b. Perubahan hormonal berdampak sebagai individu yang mudah berubah-ubah emosinya seperti mudah marah, mudah tersinggung
atau agresif.
d. Perilaku memberontak membuat remaja sering konflik dengan lingkungannya.
e. Kawan lebih penting sehingga remaja berusaha menyesuaikan dengan mode sebayanya.
f. Perasaan memiliki terhadap teman sebaya berdampak punya geng/ kelompok sahabat, remaja tidak mau berbeda dengan teman
sebayanya.
g. Sangat menuntut keadilan dari sisi pandangannya sendiri dengan membandingkann segala sesuatunya sebagai buruk/ hitam atau baik/
putih berdampak sulit bertoleransi dan sulit berkompromi.
2) Remaja Pertengahan (14 – 16 tahun)
a. Lebih mampu untuk berkompromi, berdampak tenang, sabar dan
lebih toleran untuk menerima pendapat orang lain.
b. Belajar berpikir independen dan memutuskan sendiri berdampak
menolak mencampur tangan orang lain termasuk orang tua.
c. Bereksperimen untuk mendapatkan citra diri yang dirasa nyaman
berdampak pada gaya baju, gaya rambut, sikap dan pendapat
berubah- ubah.
d. Merasa perlu mengumpulkan pengalaman baru walaupun beresiko
yang berdampak mulai bereksperimen dengan merokok, alkohol,
seks bebas dan mungkin NAPZA.
e. Tidak lagi terfokus pada diri sendiri yang berdampak pada lebih
f. Membangun nilai, norma dam moralitas yang berdampak pada
mempertanyakan kebenaran ide, norma yang dianut keluarga.
g. Mulai membutuhkan lebih banyak teman dan solidaritas yang
berdampak pada ingin banyak memghabiskan waktu untuk
berkumpul dengan teman- teman.
h. Mulai membina hubungan dengan lawan jenis yang berdampak pada
berpacaran tetapi tidak menjurus serius.
i. Mampu berpikir secara abstrak mulai berhipotesa yang berdampak
pada mulai peduli yang sebelumnya tidak terkesan dan ingin
mendiskusikan atau berdebat.
3) Remaja Akhir (17- 19 tahun)
a. Ideal berdampak cenderung menggeluti masalah sosial politik
termasuk agama.
b. Terlibat dalam kehidupan, pekerjaan dan hubungan diluar stress
keluarga yang berdampak pada mulai belajar mengatasi, dihadapi
dan sulit berkumpul dengan keluarga.
c. Belajar mencapai kemandirian secara finansial maupun emosional
yang berdampak pada kecemasan dan ketidak pastian masa depan
yang dapat merusak keyakinan diri sendiri.
d. Lebih mampu membuat hubungan yang stabil dengan lawan jenis
berdampak mempunyai pasangan yang lebih serius dan banyak
menyita waktu.
e. Merasa sebagai orang dewasa berdampak cenderung mengemukakan
f. Hampir siap menjadi orang dewasa yang berdampak mulai ingin
meninggalkan rumah atau hidup sendiri.
2.1.4 Perkembangan Fisik Remaja
Pada masa remaja, pertumbuhan fisik berlangsung sangat pesat. Dalam
perkembangan seksualitas remaja, ditandai dengan dua ciri yaitu ciri-ciri seks
primer dan ciri-ciri seks sekunder. Berikut ini adalah uraian lebih lanjut mengenai
kedua hal tersebut.
a. Ciri-ciri seks primer
Dalam modul kesehatan reproduksi remaja (Depkes RI, 2002) disebutkan
bahwa ciri-ciri seks primer pada remaja adalah:
1. Remaja laki-laki
Remaja laki-laki sudah bisa melakukan fungsi reproduksi bila telah
mengalami mimpi basah. Mimpi basah biasanya terjadi pada remaja
laki-laki usia antara 10-15 tahun.
2. Remaja perempuan
Jika remaja perempuan sudah mengalami menarche (menstruasi), menstruasi adalah peristiwa keluarnya cairan darah dari alat kelamin
perempuan berupa luruhnya lapisan dinding dalam rahim yang banyak
mengandung darah.
Menurut Sarwono (2003), Ciri-ciri seks sekunder pada masa remaja
adalah sebagai berikut :
1. Remaja laki-laki
a) Bahu melebar, pinggul menyempit.
b) Petumbuhan rambut disekitar alat kelamin, ketiak, dada, tangan,
dan kaki .
c) Kulit menjadi lebih kasar dan tebal.
d) Produksi keringat menjadi lebih banyak.
2. Remaja perempuan
a) Pinggul lebar, bulat, dan membesar, puting susu membesar dan
menonjol, serta berkembangnya kelenjar susu, payudara menjadi
lebih besar dan lebih bulat.
b) Kulit menjadi lebih kasar, lebih tebal, agak pucat, lubang pori-pori
bertambah besar, kelenjar lemak dan kelenjar keringat menjadi
lebih aktif.
c) Otot semakin besar dan semakin kuat, terutama pada pertengahan
dan menjelang akhir masa puber, sehingga memberikan bentuk
pada bahu, lengan, dan tungkai.
d) Suara menjadi lebih penuh dan semakin merdu.
Perubahan-perubahan yang berkaitan dengan kejiwaan pada remaja adalah
sebagai berikut:
1. Perubahan emosi
a. Sensitif: Perubahan kebutuhan, konflik nilai antara keluarga
dengan lingkungan dan perubahan fisik menyebabkan remaja
sangat sensitif, misalnya mudah menangis, cemas, frustasi dan
sebaliknya bisa tertawa tanpa alasan yang jelas. Utamanya
sering terjadi pada remaja putri terlebih sebelum menstruasi.
b. Mudah bereaksi bahkan agresif terhadap gangguan atau
rangsangan dari luar yang memengaruhinya, sering bersikap
rasional, mudah tersinggung sehingga mudah terjadi
perkelahian/ tawuran pada laki-laki, suka mencari perhatian
dan bertindak tanpa berpikir dahulu.
c. Ada kecenderungan tidak patuh kepada orang tua dan lebih
senang pergi bersama temannya daripada tinggal dirumah.
2. Perkembangan Intelegensi
a. Cenderung mengembangkan cara berpikir abstrak, suka
memberikan kritik.
b. Cenderung ingin mengetahui hal-hal baru, sehingga muncul
perilaku ingin mencoba-coba.
Perilaku ingin coba- coba merupakan hal penting bagi kesehatan
reproduksi remaja. Beberapa permasalahan prioritas terkait
a. Kehamilan yang tidak dikehendaki akan menjurus pada aborsi
tidak aman dan komplikasinya.
b. Kehamilan dan persalinan usia muda akan menambahkan risiko
kesakitan dan kematian ibu dan bayi (2-4 kali lebih tinggi dari
masa usia subur).
c. Penularan penyakit kelamin, termasuk HIV/AIDS.
d. Ketergantungan Narkotik,Psikotropika dan Zat Adiktif.
e. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan
seksual dan transaksi seks komersil. (Hurlock,2004:196-199).
2.2 Perilaku
2.2.1 Pengertian Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil segala macam pengalaman serta
interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.
Perilaku merupakan suatu tindakan yang mempunyai frekuensi, lama, dan tujuan
khusus, baik yang dilakukan secara sadar maupun tidak sadar (Green. L, 2000).
Menurut Skinner (2001) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa
perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Perilaku manusia dari segi biologis adalah tindakan atau aktivitas dari
manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas seperti berjalan,
berbicara, menangis, bekerja dan sebagainya. Dilihat dari bentuk respon terhadap
stimulus Skinner membedakan perilaku menjadi dua:
Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau
tertutup. Respon terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan atau kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang
yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas
oleh orang lain.
b. Perilaku terbuka (Overt Behavior)
Repon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau
terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk
tindakan atau praktik yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat orang
lain.
Proses pembentukan atau perubahan perilaku dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik dari dalam maupun dari luar individu. Aspek-aspek dalam
diri individu yang sangat berperan/berpengaruh dalam perubahan perilaku adalah
persepsi, motivasi dan emosi. Persepsi adalah pengamatan yang merupakan
kombinasi dari penglihatan, pendengaran, penciuman serta pengalaman masa lalu.
Motivasi adalah dorongan bertindak untuk memuaskan sesuatu kebutuhan.
Dorongan dalam motivasi diwujudkan dalam bentuk tindakan (Sarwono, 2003).
2.2.2 Perilaku Seksual Pra Nikah Remaja
Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat
laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku
berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain,
orang dalam hayalan atau diri sendiri (Sarwono, 2008).
Perilaku seks pranikah adalah hubungan seks yang dilakukan oleh remaja
sebelum menikah, yang dapat berakibat kehilangan keperawanan/keperjakaan,
tertular dan menularkan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS), Kehamilan yang
Tidak Diinginkan (KTD), aborsi atau terpaksa dikawinkan (Depkes, 2007).
2.2.3 Tahapan Perilaku Seksual
Menurut Masland (2004), bentuk tingkah laku seks bermacam-macam
mulai dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai intercourse.
Tahap perilaku seks ini meliputi :
a. Kissing
Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti
dibibir disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat
menimbulkan rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup
merupakan ciuman yang umum dilakukan. Berciuman dengan mulut dan
bibir terbuka.
Berciuman di sekitar leher bawah. Necking merupakan istilah yang
digunakan untuk menggambarkan ciuman disekitar leher dan pelukan yang
lebih mendalam.
c. Petting
Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara
dan organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari
necking. Ini termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan,
dada, buah dada, kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik dari
dalam atau di luar pakaian.
d. Intercourse
Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria
dan wanita dengan alat kelamin pria masuk ke dalam alat kelamin wanita
untuk mendapatkan kepuasan seksual.
2.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Seksual Pranikah Remaja
2.3.1 Peran Orangtua
Penelitian yang dilakukan Monks, dkk (2002) diperoleh hasil bahwa remaja yang tinggal bersama orangtuanya, memperlihatkan komunikasi antara
yang rendah. Komunikasi yang baik menunjukkan peningkatan pengetahuan
remaja mengenai kesehatan reproduksi, dan terdapat kemungkinan bahwa remaja
akan menghindari seks pranikah.
Menurut Efendy (2000), peran orangtua dalam mendidik anaknya sangat
menentukan dalam pembentukan karakter dan perkembangan kepribadian anak.
Saluran komunikasi yang baik antara orangtua dan anaknya dapat menciptakan
suasana saling memahami terhadap berbagai jenis masalah keluarga, terutama
tentang problematika remaja, sehingga kondisi ini akan berpengaruh terhadap
sikap maupun perilaku yang akan dibawakan anak sesuai dengan nilai yang
ditanamkan orangtua.
2.3.2 Pengetahuan Seks Pranikah Remaja
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung,
telinga dan sebagainya) (Notoadmodjo, 2010).
Pengetahuan seksual pranikah remaja terdiri dari pemahaman tentang
seksualitas yang dilakukan sebelum menikah yang terdiri dari pengetahuan
tentang fungsi hubungan seksual, akibat seksual pranikah, dan faktor yang
mendorong seksual pranikah (Sarwono, 2006). Pengetahuan remaja yang kurang
mengetahui tentang perilaku seks pranikah, maka sangat mungkin membuat
mereka salah dalam bersikap dan kemudian mempunyai perilaku terhadap
Masyarakat masih sangat mempercayai pada mitos-mitos seksual yang
merupakan salah satu pemahaman yang salah tentang seksual. Kurangnya
pemahaman ini disebabkan oleh berbagai faktor antara lain: adat istiadat, budaya,
agama, kurangnya sumber informasi dari sumber yang benar (Soetjiningsih,
2007).
2.3.3 Ketaatan Beragama
Agama adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang ada sejak dalam
kandungan. Keluarga adalah tempat pertama seorang anak mengenal agama.
Keluarga juga dapat menanamkan dan menumbuhkan serta mengembangkan
nilai-nilai agama, sehingga anak menjadi manusia yang berakhlak baik dan
bertaqwa.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Audisti dan Ritandiyono (2008)
dalam Susilawaty (2012), terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas
terhadap perilaku seks pranikah. Hal ini berarti semakin tinggi religiusitas maka
semakin rendah perilaku seks bebasnya, dan sebaliknya semakin rendah
religiusitasnya maka semakin tinggi perilaku seks bebasnya.
Seseorang yang memiliki tingkat religiusitas rendah yang tidak
menghayati agamanya dengan baik sehingga dapat saja perilaku seksualnya tidak
sesuai dengan ajaran agamanya. Orang seperti ini memiliki religiusitas yang rapuh
sehingga dengan mudah dapat ditembus oleh daya atau kekuatan yang ada pada
Menurut Sudarman (2008), media massa merupakan media yang
diperuntukkan untuk massa. Dalam ilmu jurnalistik, media massa yang
menyiarkan berita atau informasi disebut juga istilah pers. Secara psikologis,
massa adalah orang yang memiliki perhatian terhadap sesuatu hal yang sama,
misalnya massanya majalah gadis adalah remaja puteri. Media massa terdiri dari
dua jenis yaitu media cetak dan media elektronik.
Efek media massa dapat mengubah perilaku nyata pada individu atau
khalayak. Larson Otto Nathan dalam Wiryanto (2004) membagi efek perilaku
nyata menjadi dua yaitu: efek yang menggerakkan dan menonaktifkan perilaku
nyata, berikut ini penjelasan lebih lanjutnya:
1. Efek yang menggerakkan perilaku nyata merujuk pada khalayak yang
mengerjakan sesuatu sebagai konsekuensi dari penerimaan
pesan-pesan di media massa.
2. Efek penonaktifan merujuk kepada sikap yang dimiliki, sebaliknya
khalayak melakukan sesuatu bukan sebagai konsekuensi dari
penerimaan pesan-pesan media massa (Wiryanto, 2004)
Di berbagai media massa, ternyata para remaja menemukan informasi,
barangkali jauh melebihi apa yang mereka harapkan. Karena ternyata media
massa telah berkembang, tidak saja jumlahnya tetapi berkembang kearah cara
penyampaian informasi yang sangat permisif. Jenis pilihan dan alternatif
informasi seperti inilah yang tersedia bagi remaja tatkala mereka mengakses
mengontrol para remaja untuk hanya melihat, membaca dan mengakses informasi
yang baik-baik saja (BkkbN, 2010).
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan pemaparan materi pornografi
melalui media massa, termasuk dalam lingkungan diluar individu akan terjadi
interaksi komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebuah proses
komunikasi antara individu dengan media massa tentunya akan menimbulkan
efek-efek tertentu khususnya terhadap perilaku individu tersebut.
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel Independen Variabel Dependen
1. Peran orangtua
2. Pengetahuan seks pranikah
3. Ketaatan beragama
4. Paparan media pornografi
Perilaku seks
pranikah