• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetika - Analisa Metanol, Etanol dan Triklosan dalam Sabun CAir Sirih Sumber Ayu Orchid secara Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetika - Analisa Metanol, Etanol dan Triklosan dalam Sabun CAir Sirih Sumber Ayu Orchid secara Kromatografi Gas dan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kosmetika

Kosmetika berasal dari kata kosmein (Yunani) yang berarti “berhias”. Bahan

yang dipakai dalam usaha untuk mempercantik diri ini, dahulu diramu dari bahan –

bahan alami yang terdapat disekitarnya. Sekarang kosmetika dibuat manusia tidak

hanya dari bahan alami tetapi juga bahan buatan untuk maksud meningkatkan

kecantikan. Sejak semula kosmetik merupakan salah satu segi ilmu pengobatan atau

ilmu kesehatan, sehingga para pakar kosmetik dahulu adalah juga pakar kesehatan

seperti para tabib, dukun, bahkan penasihat keluarga istana. Oleh karena itu tidak

mengherankan bila antara kosmetika dan obat sejak dahulu sampai sekarang pun

sangat sukar untuk ditarik garis batasnya.

Sejak tahun 1938, di Amerika Serikat dibuat Akta tentang defenisi kosmetika

yang kemudian menjadi acuan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

220/Menkes/Per/X/76 tanggal 6 September 1976 yang menyatakan bahwa :

Kosmetika adalah bahan atau campuran bahan untuk digosokkan, dilekatkan,

dituangkan, dipercikkan atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, dipergunakan

pada badan atau bagian badan manusia dengan maksud untuk membersihkan,

memelihara, menambah daya tarik atau mengubah rupa, dan tidak termasuk golongan

obat.

Defenisi tersebut jelas menunjukkan bahwa kosmetika bukan suatu obat yang

(2)

Dewasa ini terdapat ribuan kosmetika di pasar bebas. Kosmetika tersebut

adalah produk kosmetika di dalam dan luar negeri yang jumlahnya telah mencapai

ribuan. Data terakhir menunjukkan lebih dari 300 pabrik kosmetika terdaftar secara

resmi di Indonesia, dan diperkirakan ada sejumlah dua kali lipat pabrik kosmetika

yang tidak terdaftar secara resmi yang berupa usaha rumahan atau salon kecantikan.

Jumlah yang demikian banyak memerlukan usaha penyederhanaan kosmetika, baik

untuk tujuan pengaturan maupun pemakaian. Usaha tersebut berupa penggolongan

kosmetika. Sub Bagian Kosmetika Medik Bagian Ilmu Kulit dan Kelamin

FKUI/RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, membagi kosmetika atas :

1. Kosmetika pemeliharaan dan perawatan, yang terdiri atas :

a. Kosmetika pembersih (cleansing)

b. Kosmetika pelembab (moisturizing)

c. Kosmetika pelindung (protecting)

d. Kosmetika penipis (thinning)

2. Kosmetika rias/dekoratif, yang terdiri atas :

a. Kosmetika rias kulit terutama wajah

b. Kosmetika rias rambut

c. Kosmetika rias kuku

d. Kosmetika rias bibir

e. Kosmetika rias mata

3. Kosmetika pewangi/parfum, yang terdiri atas :

a. Deodoran dan antiperspiran

b. Pelembab

(3)

Dengan penggolongan yang sangat sederhana ini, setiap jenis kosmetika akan

dapat dikenal kegunaannya dan akan menjadi bahan acuan bagi konsumen di dalam

bidang kosmetologi. Penggolongan ini juga dapat menampung setiap jenis sediaan

kosmetika (bedak, cairan, krim, pasta, semprotan, dan lainnya) dan setiap tempat

pemakaian kosmetika (kulit, mata, kuku, rambut, seluruh badan, alat kelamin, dan

lainnya).

Kosmetika pembersih digunakan untuk menghilangkan berbagai zat yang tidak

berguna lagi yang terdapat pada permukaan kulit yang telah tercemar kotoran. Namun

bukan berarti harus membersihkan seluruh zat yang ada, karena ada zat yang tetap

diperlukan untuk kulit agar kulit tetap sehat seperti lapisan lemak permukaan kulit.

Kosmetika pembersih mengandung bahan dasar dalam beberapa bentuk yaitu cair,

minyak, dan padat. Bahan dasar cair yang banyak digunakan adalah air yang

merupakan pelarut yang baik untuk sebagian besar zat/kotoran yang menmpel pada

kulit. Air mudah didapat dan murah harganya, sehingga penggunaannya dalam

kosmetika cukup efektif dan efisien. Oleh karena itu pada setiap tindakan pembersihan

kulit, membersihkan dengan air biasanya dilakukan pada awal dan akhir tahap

pembersihan. Namun untuk membersihkan kulit hanya dengan air dirasakan kurang

estesis sehingga ditambahkan wewangian, penyegar dan alkohol atau lainnya.

Pembersihan dengan bahan dasar air mempunyai beberapa keuntungan dan

kerugian. Keuntungannya adalah air dapat melunakkan lapisan tanduk sehingga

mudah dibersihkan, tidak toksik bagi umumnya kulit sensitif, tidak menimbulkan efek

samping selain mudah didapat dan murah harganya. Kerugian pemakaian air sebagai

pembersih adalah tidak dapat membersihkan seluruh kotoran yang melekat pada kulit,

tidak membersihkan jasad renik yang terdapat pada permukaan kulit, bukan

(4)

Oleh karena alasan tersebut pembersih dengan bahan dasar air sering ditambah

dengan alkohol (20% - 40%) sebagai bahan dasar lain. Penggunaan alkohol

mempunyai beberapa keuntungan namun tidak terlepas pula beberapa kerugian.

Keuntungan penambahan alkohol adalah bukan saja sebagai pelarut lemak ringan

yang bersifat menyegarkan, tetapi juga pelarut parfum dan warna yang baik,

mempunyai efek desinfektan lemah dan merupakan astrigen lemah. Kedua hal yang

terakhir tidak dapat ditingkatkan dengan meningkatkan kadar alkohol lebih dari 40%

oleh karena dapat menimbulkan iritasi kulit dan mengeringkan kulit.

Kosmetik pengharum digunakan untuk menghilangkan bau badan yang

bersumber dari kulit, rambut, hidung (saluran napas), mulut (saluran cerna atas), anus

(saluran cerna bawah), vagina (saluran kelamin luar), dan terutama ketiak. Bahan aktif

yang digunakan dalam kosmetik pengharum dapat berupa :

1. Pewangi (parfum) untuk menutupi bau yang tidak disukai.

2. Pembunuh mikroba yang dapat mengurangi jumlah mikroba pada tempat asal bau.

Contohnya adalah antiseptik yang dapat membunuh kuman apatogen atau patogen

misalnya triklosan. (Wasitaatmadja, S.M. 1997)

2.2 Antiseptik

Antiseptik berasal dari bahasa Yunani (sepsis = busuk) adalah zat – zat yang

dapat mematikan atau menghentikan pertumbuhan mikroba setempat/lokal di jaringan

– jaringan hidup, khususnya di atas kulit atau selaput lendir seperti mulut,

tenggorokan, vagina, hidung, telinga, dan lain – lain. (Mansjoer,S dan Fauzia. 1989)

Bahan atau zat yang digunakan untuk mencegah pertumbuhan atau aktivitas

mikroorganisme dengan cara menghambat atau menghambat pertumbuhan

(5)

Faktor-faktor yang berpengaruh pada efektivitas antiseptik antara lain ialah

sebagai berikut :

1. Konsentrasi

2. Lamanya paparan antiseptik

3. Tipe populasi mikroba yang akan dibunuh

4.Kondisi lingkungan seperti suhu, pH dan tipe dari material dimana bakteri berada

Secara umum antiseptik adalah desinfektan yang nontoksik karena digunakan

kulit, mukosa, atau jaringan hidup lainnya. Sebagai antiseptik haruslah memiliki

persyaratan diantaranya :

1. Memiliki spektrum luas yang artinya efektif untuk membunuh bakteri, virus, jamur

dan sebagainya.

2. Tidak merangsang kulit ataupun mukosa.

3. Toksisitas atau daya absorbsi melalui kulit dan mukosa rendah.

4. Efek kerjanya cepat dan bertahan lama.

5. Efektivitasnya tidak berpengaruh oleh adanya darah atau pus.

Bahan tersebut harus bersifat homogen, tidak mudah dinetralisir atau diinaktivasi oleh

bahan lain, dapat bekerja pada suhu biasa dan mempunyai kemampuan penetrasi. Saat

ini belum ada antiseptik yang ideal, tidak jarang bersifat toksik bagi jaringan,

menghambat penyembuhan luka, dan menimbulkan sensifitas. Khasiatnya seringkali

berkurang oleh adanya cairan tubuh seperti darah atau pus. Adapun jenis larutan

antiseptik seperti alkohol 60% - 90%, stremid atau klorheksidglukonat (savlon),

klorheksidinglukonat 4% (hibiscrub, hibitane, hibiclens), heksalorofen 3% (phisohex),

triklosan, paraklorometaksilenol (PCMX atau klorosilenol/dettol), iodine 1 - 3% serta

iodofor berbagai konsentrasi (betadine). Antiseptik juga dapat terkontaminasi,

(6)

digunakan untuk mencuci tangan. Cara untuk mencegah kontaminasi tersebut seperti

menggunakan air matang untuk mengencerkan jika diperlukan pengenceran, hati-hati

pada saat menuangkan larutan kewadah yang lebih kecil, mengosongkan dan mencuci

wadah sabun dan air serta membiarkannya kering dengan cara di angin-anginkan

minimal sekali dalam seminggu, tempelkan label bertuliskan tanggal pengisian ulang,

serta menyimpan larutan ditempat yang diinginkan dan gelap.

(http://www.scribd.com/doc/50741093/jack-dewa)

2.2.1 Alkohol

Alkohol banyak digunakan sebagai antiseptik/desinfektan untuk disinfeksi

permukaan dan kulit yang bersih, tetapi tidak untuk luka. Alkohol sebagai disinfektan

mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja terhadap berbagai jenis bakteri, tetapi tidak

terhadap virus dan jamur. Akan tetapi karena merupakan pelarut organik maka alkohol

dapat melarutkan lapisan lemak dan sebum pada kulit, dimana lapisan tersebut

berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme.

(http://www.mfi.farmasi.ugm.ac.id/files/news/1._17-4-2007 retnosari.pdf)

Alkohol yang digunakan pada sediaan kosmetik adalah etil alkohol atau

isopropil alkohol.

1. Etil alkohol atau lebih dikenal dengan etanol (CH3CH2OH) merupakan salah

satu antiseptik yang bekerja cepat pada konsentrasi yang tepat. Kemampuan

bakterisidnya akan lebih baik bila ada air. Etanol 70% mempunyai potensi

antiseptik yang optimum, karena air membantu denaturasi protein bakteri.

Penggunaan etanol 70% pada umumnya untuk antiseptik kulit sebelum

penyuntikan dapat membasmi hampir 90% bakteri pada kulit dalam waktu 2

(7)

2. Isopropil alkohol (CH3CH2CH2OH) mempunyai aktivitas bakterisid lebih

besar dibanding etil alkohol atau etanol, karena lebih efektif dalam

menurunkan tegangan permukaan sel bakteri dan denaturasi protein. Isopropil

alkohol lebih efektif sebagai antiseptik pada kadar 50% - 95% tetapi bersifat

lebih iritatif dibandingkan etil alkohol atau etanol.

(http://www.isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6208260268.pdf)

Kedua alkohol tersebut segera aktif membunuh bakteri vegetatif, M.

tuberculosis, dan banyak jamur dan virus lipofilik yang tidak aktif. Alkohol ini tidak

digunakan sebagai sterilan karena tidak bersifat sporisid, tidak mempenetrasi materi

organik yang mengandung protein, mungkin tidak aktif melawan virus hidrofilik, dan

tidak memiliki sisa kerja karena agen tersebut menguap seluruhnya. Disamping itu

alkohol mudah terbakar dan pada pemakaian berulang menyebabkan kekeringan dan

iritasi pada kulit. (Katzung, B.G. 2001)

2.2.2 Triklosan

Triklosan merupakan antiseptik non-ionik dari golongan bisphenolsintesis,

bisphenol yaitu gabungan 2 fenol yang dihubungkan oleh rantai yang bermacam

macam. Triklosan tersusun dari 2 cincin benzene, tiap cincin terdiri dari 6 atom

karbon. Terdapat dua kelompok antiseptik yang sering digunakan pada golongan ini

yaitu triklosan dan hexachlorophene. Namun karena toksisitasnya, maka saat ini

penggunaan hexachlorophene sangat terbatas. Saat ini triklosan telah digunakan secara

luas dalam berbagai produk seperti sabun, obat kumur, pasta gigi, kosmetik dan

(8)
(9)

mikroorganisme setelah pemakaian suatu bahan antiseptik. Efek persisten disebut

disebut juga dengan efek residual. Sabun yang mengandung bahan antiseptik akan

meninggalkan lapisan tipis bahan antikbakteri pada permukaan kulit yang akan

menghambat pertumbuhan bakteri secara berkelanjutan. Villalain menemukan bahwa

triklosan juga mempunyai efek membranotropik, yaitu menggangu stabilitas struktur

membran yang mengakibatkan penurunan integritas fungsional membran sel tanpa

menginduksi terjadinya lisis tersebut. Pada konsentrasi bakterisidal, triklosan

menyebabkan kebocoran kalium yang menandakan terjadinya kerusakan membran.

Kelebihan triklosan dibanding dengan antiseptik yang lain adalah

kemampuannya menghilangkan MRSA secara efektif dari tangan petugas kesehatan

setelah kontak 30 detik, sedangkan chlorhexidine 4% tidak dapat melakukan hal ini.

Penelitian Loho U dan Utami (2007) mengenai efektivitas antiseptik larutan triklosan

1% secara in vitro terhadap Staphylococcus aureus, Enterococcusfaecalis, Echericiha

coli dan Pseudomonas aeruginosa tampak bahwa triklosan tidak efektif terhadap

Pseudomonas aeruginosa.

Triklosan relatif tidak toksik terhadap manusia. Hingga saat ini tidak ada bukti

yang menyatakan bahwa triklosan memiliki efek karsinogenik, mutagenik ataupun

teratogenik. Sabun yang mengandung triklosan 1% lebih sedikit menimbulkan

masalah kulit dibandingkan dengan formula yang mengandung iodophore, etanol

70%, chlorohexidine gluconate 0,5 % dan chlorhexidine gluconate 4%. Namun

terdapat beberapa laporan mengenai terjadinya iritasi kulit dan dermatitis kontak

fotoalergik akibat pemakaian triklosan. Dermatitis ini terjadi apabila bagian kulit yang

terpajan triklosan terkena sinar matahari.

(10)

2.3 Kromatografi

Kromatografi adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk

bermacam-macam teknik pemisahan yang didasarkan atas partisi sampel diantara suatu fase

gerak yang bisa berupa gas ataupun cair dan fase diam yang juga bisa berupa cairan

ataupun suatu padatan. Penemu Kromatografi adalah Tswett yang pada tahun 1903,

mencoba memisahkan pigmen-pigmen dari daun dengan menggunakan suatu kolom

yang berisi kapur (CaSO4). lstilah kromatografi diciptakan oleh Tswett untuk

melukiskan daerah - daerah yang berwarna yang bergerak kebawah kolom. Pada

waktu yang hampir bersamaan, D. T. Day juga menggunakan kromatografi untuk

memisahkan fraksi - fraksi petroleum, namun Tswett lah yang pertama diakui sebagai

penemu dan yang menjelaskan tentang proses kromatografi.

Penyelidikan tentang kromatografi menurun untuk beberapa tahun sampai

digunakan suatu teknik dalam bentuk kromatografi padatan cair (Liquid Solid

Chromatography). Kemudian pada akhir tahun 1930-an dan permulaan tahun 1940-an,

kromatografi mulai berkembang. Dasar kromatografi lapisan tipis (Thin Layer

Chromatography) diletakkan pada tahun 1938 oleh Izmailov dan Schreiber, dan

kemudian diperhalus oleh Stahl pada tahun 1958. Hasil karya yang baik sekali dari

Martin dan Synge pada tahun 1941 (untuk ini mereka memenangkan Nobel) tidak

hanya mengubah dengan cepat kromatografi cair tetapi seperangkat umum langkah

untuk pengembangan kromatografi gas dan kromatografi kertas. Pada tahun 1952

Martin dan James mempublikasikan makalah pertama mengenai kromatografi gas.

Diantara tahun 1952 dan akhir tahun 1960-an kromatografi gas dikembangkan

(11)

Kromatografi cair, dalam prakteknya ditampilkan dalam kolom gelas

berdiameter besar, dibawah kondisi atmosfer., waktu analisis lama dan segala

prosedur biasanya sangat membosankan. Pada akhir tahun 1960-an, semakin banyak

usaha dilakukan untuk pengembangan kromatografi cair sebagai suatu teknik dalam

mengimbangi kromatografi gas. High Performance Liquid Chromatography (HPLC)

atau Kromatografi Cair Kinerja Tinggi telah berhasil dikembangkan dari usaha ini.

Kemajuan keduanya dalam instrumentasi dan pengepakan kolom terjadi dengan cepat

sehingga sulit untuk mempertahankan suatu bentuk hasil keahlian dalam membuat

instrumentasi dan pengepakan kolom dalam keadaan tertentu. Tentu saja, saat ini

dengan teknik yang sudah matang dan cepat kromatografi cair kinerja tinggi telah

mencapai suatu keadaan yang sederajat dengan kromatografi gas.

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3616/1/farmasi-effendy2.pdf)

2.3.1 Kromatografi Gas (KG)

Kromatografi gas (KG) merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan

deteksi senyawa-senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. KG

merupakan teknik instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an, dan

saat ini merupakan alat utama yang digunakan oleh laboratorium untuk melakukan

analisis. Perkembangan teknologi yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer,

dan kolom telah menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi

senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat.

KG merupakan teknik analisis yang telah digunakan dalam bidang-bidang

(12)

Kegunaan umum KG adalah untuk melakukan pemisahan dinamis dan

identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah menguap dan juga melakukan

analisis kualitatif dan kuantitatif senyawa dalam suatu campuran. KG dapat bersifat

destruktif dan dapat bersifat non-destruktif tergantung pada detektor yang digunakan.

KG dapat diotomatisasi untuk analisis sampel - sampel padat, cair, dan gas.

Sampel padat dapat diekstraksi atau dilarutkan dalam suatu pelarut sehingga dapat

diinjeksikan ke dalam sistem KG; demikian juga sampel gas dapat langsung diambil

dengan penyuntik (syringe) yang ketat terhadap gas.

KG merupakan teknik pemisahan dimana solut - solut yang mudah menguap,

dan stabil terhadap panas bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase diam

dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya

solut akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada

interaksi khusus antara solut dengan fase diam. Pemisahan pada kromatografi gas

didasarkan pada tititk didih suatu senyawa dikurangi dengan semua interaksi yang

mungkin terjadi antara solut dengan fase diam. Fase gerak yang merupakan gas akan

mengelusi solut dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan

suhu yang meningkat (biasanya pada kisaran 50 - 350oC) bertujuan untuk menjamin

bahwa solut akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi.

Ada dua jenis kromatografi gas, yaitu:

1. Kromatografi gas - cair (KGC)

Pada KGC ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan pada suatu

pendukung sehingga solut akan terlarut dalam fase diam. Mekanismenya sorpsi-nya

(13)

2. Kromatografi gas - padat (KGP)

Pada KGP ini, digunakan fase diam padatan (kadang - kadang polimerik).

Mekanisme sorpsi-nya adalah adsorpsi.

2.3.2 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kromatografi Cair Kinerja Tinggi atau KCKT atau biasa juga disebut HPLC (High

Performance Liquid Chromatography) dikembangkan pada akhit tahun 1960-an dan

awal tahun 1970-an. Saat ini, KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima

secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel dalam

sejumlah bidang, antara lain seperti farmasi, lingkungan, bioteknologi, polimer, dan

industri - industri makanan. Beberapa perkembangan KCKT terbaru antara lain

miniturisasi sistem KCKT, penggunaan KCKT untuk analisis asam-asam nukleat,

analisis protein, analisis karbohidrat, dan analisis senyawa - senyawa kiral.

Kegunaan umum KCKT adalah untuk pemisahan sejumlah senyawa organik,

anorganik, maupun senyawa biologis; analisis ketidakmurnian (impurities); analisis

senyawa - senyawa tidak mudah menguap (non - volatil); penentuan molekul -

molekul netral, ionik, maupun zwitter ion; isolasi dan pemurnian senyawa; pemisahan

senyawa - senyawa yang strukturnya hampir sama; pemisahan senyawa - senyawa

dalam jumlah sekelumit (trace elements), dalam jumlah banyak, dan dalam skala

proses industri. KCKT merupakan metode yang tidak destruktif dan dapat digunakan

baik untuk analisa kualitatif maupun kuantitatif.

KCKT paling sering digunakan untuk menetapkan kadar senyawa - senyawa

tertentu seperti asam-asam amino, asam - asam nukleat, dan protein - protein dalam

fisiologis; menentukan kadar senyawa - senyawa aktif obat, produk hasil samping

(14)

sampel - sampel yang berasal dari lingkungan; memurnikan senyawa dalam suatu

campuran; memisahkan polimer dan menentukan distribusi berat molekulnya dalam

suatu campuran; kontrol kualitas; dan mengikuti jalannya reaksi sintesis.

Keterbatasan metode KCKT adalah untuk identifikasi senyawa, kecuali jika

KCKT dihubungkan dengan spektrometer massa (MS). Keterbatasan lainnya adalah

jika sampelnya sangat kompleks, maka resolusi yang baik sulit diperoleh. (Rohman,

Referensi

Dokumen terkait

dalam pembuatan desain grafis lingkungan penulis mengambil mengambil bentuk dari bangunan yang terdapat pada Museum dan salah satu alat tradisional wastra yang terdapat

Surat Pemberitahuan Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut SPTPD, adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran

Melihat permasalahan yang terjadi pada mitra, maka kegiatan yang akan dijalankan dalam Program Pengabdian kepada Masyarakat ini disesuaikan dengan kondisi mitra

dengan menerapkan pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan organisasi untuk bergeser dari kondisi sekarang menuju kondisi yang diinginkan, yaitu menuju kinerja yang

Pertama, perilaku perajin keramik Mayong Lor dalam memproduksi seni gerabah ini merupakan hasil pewarisan tradisi turun-temurun dari para orang tuanya melalui proses enkulturasi di

Hasil dari penelitian ini adalah WebGIS Industri Kreatif Berbasis Budaya Kota Surakarta yang menyajikan informasi mengenai lokasi, atribut, serta industri kreatif

8 Modul Komputer Akuntansi : Praktik MYOB Versi 18 EDU (Perusahaan Dagang) 4) Tambahkan nama akun Header pada bagian “Account Name”, 5) Klik “OK”. Perhatikan gambar

Halaw mula sa: Araling Panlipunan, EASE Module 9, Sistemang Piyudal sa Gitnang Panahon sa Europa; at Kasaysayan ng Daigdig, Batayang Aklat sa Araling Panlipunan, Ikatlong Taon