BAB II
PENGATURAN MENGENAI KONSOLIDASI BUMN PERSERO DI INDONESIA
A. Pengertian, Jenis, dan Bentuk BUMN
Pada saat menyusun UUD 1945, para perintis kemerdekaan menyadari
bahwa Indonesia sebagai kolektivitas politik masih belum memiliki modal yang
cukup untuk melaksanakan pembangunan ekonomi.Dimana Indonesia hanya
memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia, sementara faktor produksi
yang lain, seperti modal dan teknologi, belum terserdia.Atas dasr kenyataan inilah
kemudian dirumuskan landasan hukum tentang asas keadilan di bidang ekonomi
dan kesejahteraan sebagaimana tertera dalam Pasal 33 UUD 1945.Dan berawal
dari Pasal 33 ini, dirumuskanlah strategi politik ekonomi Indonesia.Dalam strategi
ini Negara mengambil peran penting di bidang ekonomi untuk mewujudkan
kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan mendirikan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui nasionalisasi
perusahaaan-perusahaan eks pemerintah Belanda.19
Secara jelas Pasal 33 UUD 1945 mengatur bahwa Negara akan mengambil
peran dalam kegiatan ekonomi, oleh karena itu selama Pasal 33 UUD 1945 masih
tercantum dalam konsitusi maka selama itu pula pemerintah akan terlibat dalam
19
perekonomian Indonesia. Keterlibatan pemerintah dalam perekonomian di
Indonesia dapat dilihat dari keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).20
1. Indinesische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 417) sebagaimana
telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1955 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955
Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 850),
Badan Usaha Milik Negaradiatur dalam UU BUMN (Lembaran Negara
Nomor 70 tahun 2003) yang diundangkan serta mulai berlaku pada 19 Juni 2003.
Kehadiran undang-undang ini menggantikan undang-undang sebelumnya yang
sudah dinyatakan dicabut (tidak berlaku lagi), yaitu :
2. Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 1989)
3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904).21
Badan Usaha Milik Negara adalah persekutuan yang berbadan hukum
yang didirikan dan dimiliki oleh negara.Dalam hal ini, perusahaan negara adalah
semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modal seluruhnya merupakan
20Ibid,
hlm. 1-2. 21
kekayaan Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang.Dengan demikian, perusahaan negara adalah badan hukum yang dengan
kekayaan dan modalnya merupakan kekayaan sendiri (kekayaan negara yang
dipisahkan) dan tidak terbagi-bagi dalam saham-saham.22
Perbedaan antara BUMN dengan badan hukum lainnya sebagaimana yang
dikemukakan dalam pengertian, adalah:
Pasal 1 angka 1 UU BUMNmenyebutkan bahwa, Badan Usaha Milik
Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.
23
1. Seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara;
2. Melalui penyertaan modal secara langsung;
3. Berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.
Salah satu letak perbedaan yang sangat jelas antara BUMN dengan Badan
Usaha lainnya adalah terletak pada pemodalannya, dimana pemodalan dalam
BUMN seluruh atau sebagian besar dimiliki oleh Negara yang adalah Pemerintah
namun berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Yang dimaksud dengan
kekayaan negara yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dengan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal
negara pada BUMN dan untuk melanjutkan sistem pembinaan dan
pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, namun pelaksanaan pembinaan dan pengelolaannya harus sesuai
22
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Op.Cit.,hlm. 81. 23
Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan (Pola Kemitraan dan Badan Hukum)
dengan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Dan pemisahan itu sesuai dengan
kedudukannya sebagai badan hukum, yang harus mempunyai kekayaan sendiri
terlepas dari pada kekayaan umum negara.Dengan demikian dapat dikelola
terlepas dari pengaruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.24
Modal BUMN yang berasal dari negara tersebut berasal dari beberapa
sumber keuangan yaitu sebagai berikut:25
1. Modal BUMN berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam
hal ini proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola
oleh BUMN dan atau piutang Negara.
2. Cadangan modal yang disetorkan sebagai penambah modal.
3. Keuntungan yang diperoleh dari revaluasi aset.
Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN yang
dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan
peraturan pemerintah.Dan juga setiap terjadi perubahan penyertaan modal Negara,
baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan strukutur
kepemilikan negara atas saham persero, ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.Hal ini dilakukan dengan tujuan mempermudah dalam memonitor dan
penatausahaan kekayaan negara yang tertanam pada BUMN. Namun dalam hal
penambahan penyertaan modal negara yang dananya bersumber dari yang lain,
tidak perlu ditetapkan dengan peraturan pemerintah, dalam hal ini cukup
keputusan RUPS bagi persero dan menteri bagi perum. 26
24
Mulhadi, Op.Cit., hlm. 164. 25
Engga Prayogi dan RN Superteam, 233 Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis
(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011), hlm. 77-78. 26
Sebagaimana diketahui, bahwa BUMN mempunyai peranan penting dalam
penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan
masyarakat27, BUMN pun memiliki tujuan dalam keberadaannya di Indonesia.
Ada 5 (lima) tujuan pendirian BUMN yang diatur dalam Pasal 2 UU BUMN,
yaitu:28
1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada
umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.
BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat
sekaligus memberi kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi
nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.
2. Mengerjar keuntungan.
Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan,
namun dalam beberapa hal-hal tertentu untuk meakukan pelayanan umum,
persero dapat dilberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip
pengelolaan yang sehat.Dengan demikian, penugasan pemerintah harus
disertai dengan pembiayaan (kompensasi) berdasarkan pertimbangan.
3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang
banyak.
Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik
barang atau jasa dapat memenuhi kebutuhan dari masyarakat.
27
Republik Indonesia, Konsideran Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.
28
4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh
sektor swasta dan koperasi.
Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan untuk menyediakan barang dan
jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat
dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak
menguntungkan.Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui
penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang
mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai
fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan
dengan penguasa golongan ekonomi lemah.
5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Tujuan daripada keberadaan BUMN di Indonesia ini lebih lengkap dan
ideal jika dibandingkan dengan tujuan pendirian Perusahaan Negara yang diatur
pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960,
tentang Perusahaan Negara. Dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960, disebutkan bahwa tujuan dari
Perusahaan Negara adalah untuk membangun ekonomi nasional sesuai dengan
mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam
perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spiritual.
Serta dalam penjelasan Pasal 4 ayat (2) dikatakan bahwa Perusahaan Negara
tersebut dalam menunaikan tugasnya selalu memperhatikan daya guna
ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin.Maka dapat dilihat dari
tujuan BUMN maupun perusahaan Negara yang terdapat dalam kedua
undang-undang tersebut, keduanya merupakan pengimplementasian dari Pasal 33 UUD
1945, dimana keberadaan BUMN ini adalah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia,
meskipun tidak dapat dipungkiri dalam perkembangannya saat ini terdapat
BUMN yang juga mengejar keuntungan.Dalam UU BUMN terdapat 2 jenis
BUMN, yaitu Perusahaan Umum atau disebut dengan perum dan juga Perusahaan
Perseroan atau yang disebut dengan persero.
Keberadaan perum memiliki makna usaha untuk melayani kepentingan
umum (kepentingan produksi, distribusi dan konsumsi, secara keselurugan) dan
sekaligus untuk memupuk keuntungan.29
Sedangkan keberadaan persero memiliki makna usaha untuk memupuk keuntungan (keuntungan dalam arti, karena baiknya pelayanan dan pembinaan
organisasi yang baik, efisien dan ekonomis secara business-zakelijk, cost accounting principles, management effectiveness dan pelayanan umum yang baik
dan memuaskan memperoleh surplus atau laba).
Hal ini dapat dilihat dari pengertian
Perum menurut Pasal 1 angka 3 UU BUMN yaitu,Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh
negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
30
29Ibid,
hlm. 160. 30
Ibid.
Hal ini juga dapat kita lihat dari
yaitu,Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN
yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh
negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
B. Pendirian BUMN Persero di Indonesia
Berdasarkan pengertian Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut
dengan Persero dalam UU BUMN, maka dapat disimpulkan unsur-unsur dari
Persero sebagi berikut:31
1. merupakan BUMN,
2. berbentuk PT,
3. minimum 51% atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara,
4. melalui penyertaan modal secara langsung (yang ditetapkan melalui Peraturan
Pemerintah).
Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden.Pengusulan itu
disertai dengan dasar pertimbangan atas pengkajian bersama antara menteri teknis
dan menteri leuangan.32
Maksud dan tujuan Persero dalam ketentuan Pasal 12 UU BUMN sedikit
berubah dari maksud dan tujuannya pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Mengingat persero pada dasarnya merupakan perseroan
terbatas, maka terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang
berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UUPT termasuk pula
segala peraturan pelaksananya.
31
I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan: Undang-Undang dan Peraturan Pelaksana di Bidang Usaha (Bekasi : Kesaint Blanc, 2006), hlm. 105.
32
Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) (selanjutnya
disebut dengan PP No. 12 Tahun 1998). Dimana dalam Pasal 4 ayat (1)PP No. 12
Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) maksud tujuan pendirian
Persero adalah :
1. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
yang kuat, baik di pasar dalam negeri ataupun internasional; dan
2. memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Sedangkan dalam Pasal 12 UU BUMN, maksud dan tujuan pendirian
persero adalah :
1. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing
kuat;
2. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.
Dari perubahan maksud dan tujuan pendirian Persero, disini tampak jelas
bahwa Persero pada awal-awal pendirannya dimaksudkan untuk
menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, tapi lambat laun dengan
perkembangan yang terjadi dan sesuai dengan prinsip yang dianutnya yang
berpedoman pada ketentuan UUPT, maka maksud dan tujuan itu bergeser searah
dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas, yaitu mengejar keuntungan guna
meningkatkan nilai perusahaan. Dalam Pasal 10 UU BUMN diatur bahwa:
1. Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan
dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan
2. Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan
ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam UU BUMN tersebut maka
dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UUPT,
sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa persero adalah perseroan terbatas
maka prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuannya sama dengan perseroan
terbatas.Sebagaimana dalam persero berlaku prinsip-prinsip perseroan terbatas,
persero juga memiliki organ persero sebagaimana perseroan terbatas memiliki
organ perseroan terbatas, yaitu :
1. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS,
Peran dan kewenangan RUPS dalam BUMN tidaklah jauh berbeda dengan
peran dan kewenangan RUPS dalam Perseroan Terbatas.Rapat Umum Pemegang
Saham adalah organ dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak
diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.33 Dalam BUMN, Menteri bertindak
sebagai RUPS bila seluruh kepemilikan saham dimiliki oleh Negara. Dalam
BUMN persero juga Menteri bertindak sebagai pemegang saham, meskipun
saham tidak seluruhnya dimiliki oleh Negara dan keputusan diambil dengan
pemegang saham lainnya dalam RUPS.34 Menteri bisa memberi kuasa kepada
orang lain dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk
mewakilinya dalam RUPS.35
33
Mulhadi, Op.Cit.,hlm. 169. 34Ibid.
35
Engga Prayogi dan RN Superteam, Op.Cit.,hlm. 80.
Perorangan adalah seseorang yang menduduki
jabatan dibawah menteri secara teknis bertugas membantu menteri selaku
perlu, tidak menutup kemungkinan kuasa juga dapat diberikan kepada badan
hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.36
2. Direksi
Direksi adalah organ BUMN (Perseroan dan Perum) yang bertanggung
jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta
mewakili BUMN, baik di dalam maupun diluar pengadilan.37Keberadaan direksi
dalam BUMN persero diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Sebagai RUPS,
Menteri yang melakukan pengangkatan dan pemberhentian atas direksi, dimana
pengangkatan dan pemberhentiannya cukup dilakukan dengan Keputusan
Menteri.38
Menteri mengangkat anggota direksi berdasarkan pertimbangan keahlian,
integritas, kepemimpinan, pengalaman, kejujuran, perilaku baik, serta dedikasi
yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan persero. Masa jabatan
anggota direksi selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali satu kali masa
jabatan.39
a. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang
merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan persero
yang hendak dicapai dalam jangka waktu lima tahun. Rancangan rencana
jangka panjang memuat antara lain:
Dalam UU BUMN terdapat beberapa kewajiban yang dipenuhi Direksi
dalam menjalankan tugasnya, yaitu sebagai berikut :
1) Evaluasi pelaksanaan rencana jangka panjang sebelumnya;
36
Mulhadi, Op.Cit.,hlm. 169-170. 37
Ibid, hlm. 170. 38
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab II, Pasal 18.
39
2) Posisi perusahaan saat ini;
3) Asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan rencana jangka
panjang;
4) Penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan dan program kerja rencana
jangka panjang
b. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran
perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka
panjang. Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan memuat
antara lain:
1) Misi persero, sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan perusahaan, dan
program kerja/kegiatan;
2) Anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program
kerja/kegiatan;
3) Proyeksi keuangan persero dan anak perusahaannya;
4) Hal-hal lain yang membutuhkan keputusan RUPS.
c. Menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada
RUPS untuk memperoleh pengesahan.
d. Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS untuk
memperoleh pengesahan dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku
e. Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan
Persero. Risalah rapat yang dimaksud adalah risalah rapat Direksi,
Komisaris dan risalah RUPS.40
Selain dari pada kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh Direksi,
Pasal 25 dari UU BUMN juga melarang direksi untuk memiliki jabatan rangkap
sebagai berikut :41
a. anggota direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik
swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;
b. jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga
pemerintah pusat dan daerah.
Dengan adanya larangan ini diharapkan direksi agar dapat benar-benar
mencurahkan segala tenaga dan pikirannya serta perhatian penuh pada tugas,
kewahiban dan pencapaian tujuan persero serta menghindari benturan
kepentingan.
3. Komisaris
Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan
persero.42
Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, dan
memahami masalah-masalah manajemen perusahaan ang berkaitan dengan salah Sama halnya dengan direksi, pengangkatan dan pemberhentian
komisaris dilakukan oleh RUPS.
40
Mulhadi, Op.Cit.,hlm. 173. 41
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab II, Pasal 25.
42
satu fungsi manajemen perusahaan, memiliki pengetahuan yang memadai di
bidang usaha Perseroan yang dijalankan, dan mempunyai waktu yang cukup
untuk melaksanakan tugasnya. Komisaris tidaklah boleh memiliki kepentingan
yang dapat mengganggu kemampuannya untuk mrlaksanakan tugasnya secara
mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan direksi.43 Masa jabatan
Komisaris adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa
jabatan.44
Selanjutnya dalam UU BUMN diatur juga mengenai kewajiban dari
Komisaris Perseroan, yaitu:45
a. Komisaris bertugas mewakili direksi dalam menjalankan kepengurusan
Persero serta memberikan nasihat kepada direksi.
b. Dalam melaksanakan tuganya, komisaris memiliki kewajiban sebagai
berikut :
1) Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana
kerja dan anggaran perusahaan yang diusulkan direksi.
2) Mengikuti perkembangan kegiatan persero, memberikan pendapat
dan saran kepada RUPS mengenai setiap masalah yang dianggap
penting bagi pengurusan persero.
3) Melaporkan dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi
penurunan kinerja persero.
43
Ibid.
44
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab II, Pasal 28 ayat (3).
45
4) Memberikan nasihat keapda direksi dalam melaksanakan pengurusan
persero.
5) Melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar
Persero atau berdasarkan keputusan RUPS.
Selain daripada kewajiban yang dimilikinya agar dapat melaksanakan
tugasnya dengan baik, komisaris juga memiliki wewenang, yaitu :46
a. Melihat buku-buku, surat-surat, serta dokumen-dokumen lainnya,
memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan
Persero.
b. Memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan oleh
Perseo.
c. Meminta penjelasan dari direksi atau pejabat lainnya mengenai segala
persoalan yang menyangkut pengelolaan persero.
d. Meminta direksi atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan direksi untuk
mengahadiri rapat komisaris.
e. Menghadiri rapat direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap
hal-hal yang dibicarakan.
f. Memberhentikan sementara direksi, dengan menyebutkan alasannya.
Sama halnya dengan direksi, anggota komisaris juga dilarang untuk
memangku jabatan rangkap agar anggota komisaris dapat mencurahkan segala
tenaga dan pikirannya serta perhatiannya pada tugas, kewajiban dan pencapaian
tujuan Persero, dan juga untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan.
46
C. Pengertian Konsolidasi (Peleburan)
Konsolidasi sudah dikenal sejak adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas, bersama dengan merger dan akusisi. Namun
dalam undang-undang ini tidak dikenal istilah konsolidasi, merger, dan akuisisi
melainkan dikenal dengan istilah peleburan, penggabungan, dan
pengambilalihan.Sejak hadirnya undang-undang ini maka kegiatan konsolidasi
mulai mewarnai kegiatan berbagai perusahaan di Indonesia. Namun
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tidak memberikan pengertian mengenai
penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, namun pengertian dari
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan terdapat dalamPP No. 27 Tahun
1998 merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ini
kemudian mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas.Dan pengertian dari penggabungan, peleburan dan
pengambilalihan perseroan terbatas sudah terdapat sejak adanya UUPT.
Bagi kebanyakan masyarakat awam, pelaksanaan merger dan konsolidasi
biasanya dianggap sama, namun diantara kedua peristiwa hukum tersebut terdapat
perbedaan yang mendasar meskipun kedua peristiwa hukum tersebut memiliki
tujuan yang sama untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi dari suatu
perusahaan. Pada dasarnya pelaksanaan peleburan maupun penggabungan
merupakan perbuatan hukum yang memiliki akibat fundamental terhadap struktur
Encyclopedia of Banking and Fiance memberikan defensi terhadap merger
adalah, “a combination of two or more corporations, where the dominant unit
absorbs the passive unit, the former continuing operations, usually under the
same name”.47Dan yang dibedakan dari konsolidasi dimana,“in a consolidation
two units combine and are succeeded by a new corporation usually with new
title”.48
Berdasarkan rumusan mengenai peleburan dan penggabungan, jelas bahwa
merger merupakan suatu bentuk penggabungan dua badan usaha, dimana badan
usaha yang menggabungkan diri bubar demi hukum, dan masuk ke dalam badan
usaha lainnya yang tetap ada dengan nama yang sama. Walaupun demikian Pasal 1 ayat (10) UUPT dikatakan bahwa, Peleburan adalah perbuatan
hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan Terbatas atau lebih untuk meleburkan
diri dengan cara mendirikan satu Perseroan Terbatas baru yang karena hukum
memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan Terbatas yang meleburkan diri dan
status badan perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Sedangkan yang menjadi defenisi penggabungan yang terdapat dalam
Pasal 1 ayat (9) dari UUPT, Penggabungan adalah perbuatan hukum yang
dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan
perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari
perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang
menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang
menggabungkan diri berakhir karena hukum.
47
F.L Garcia, Encyclopedia of Banking and Finance (Boston: Bankers Publishing Co, 1956).
48
seluruh asset , hak dan kewajiban dari badan hukum yang bubar tersebut tidaklah
menjadi hilang sama sekali, melainkan diabsorp atau dengan kata lain diambil alih
oleh perusahaan yang masih tetap ada tersebut. Dan yang berbeda dari konsolidasi
atau peleburan adalah kedua perusahaan yang bergabung menjadi bubar demi
hukum, dan sebagai gantinya didirikan suatu perusahaan baru dengan nama yang
baru meskipun secara finansial mengambil aset, hak dan kewajiban dari kedua
perusahaan yang bubar tersebut.49 Dan menjadi perbedaan yang cukup jelas
dengan penggabungan, dalam perbuatan hukum peleburan ini muncul Perseroan
Terbatas yang baru, karena terjadi peleburan Perseroan Terbatas, dan akibatnya
Perseroan Terbatas yang meleburkan diri itu menjadi bubar.50
1. Peleburan adalah perbuatan hukum;
Dari defenisi
peleburan yang terdapat dalam UUPT dapat diambil kesimpulan mengenai
unsur-unsur dalam peleburan, yaitu :
2. Melibatkan dua perseroan atau lebih;
3. Perseroan yang meleburkan dirinya dan melahirkan suatu perseroan baru;
4. Perseroan yang baru tersebut adalah hasil peleburan dan perseroan yang baru
ini mendapat aktiva dan pasiva dari perseroan-perseroan yang meleburkan
diri;
5. Para pemegang saham perseroan yang meleburkan diri menjadi pemegang
saham pada perseroan hasil peleburan;
49
Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), 128.
50
6. Status badan hukum perseoran-perseroan yang meleburkan diri berakhir
karena hukum.51
Secara konseptual, peleburan Perseroan seringkali disimbolkan sebagai
berikut :52
Dari simbol ini tergambar bahwa setelah proses peleburan hanya ada satu
entitas hukum baru (PT D) yang sebelum proses peleburan belum ada. Sedangkan
entitas hukum yang lain (PT A, PT B, PT C, dst) berakhir demi hukum setelah
proses peleburan. Hal lain yang tersirat dari simbolisasi tersebut adalah aktiva dan
pasiva dari Perseroan yang dileburkan beralih menjadi aktiva dan pasiva PT D.53
51
Handri Raharjo, Hukum Perusahaan (Yogyakarta: Pustaka Yustitia, 2009), hlm. 122. 52
Tri Budiyono, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Salatiga: Griya Media, 2011), hlm. 211.
53
Ibid.
Lebih lanjut Peleburan dalam perseroan diatur dalam PP No. 27 Tahun
1998. Dimana dalam Pasal 1 angka 2 PP No. 27 Tahun 1998 yaitu,Peleburan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk
meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing
perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar.Dalam hal peleburan pada sektor
BUMN, UU BUMN, tidak mengatur dan menjelaskan pengertian daripada
penggabungan, peleburan pengambilalihan, dan pembubaran BUMN, namun
mengizinkan untuk dilaksanakannya peleburan, dimana pelaksanaannya dalam
upaya penciptaan iklim yang sehat dan efisien bagi BUMN. Pengaturan mengenai peleburan BUMN diatur dalam PP No. 43 Tahun 2005.
Definisi dari peleburan dalam sektor BUMN terdapat dalamPasal 1 angka
5 PP No. 43 Tahun 2005 dikatakan bahwa,Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua BUMN atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara
membentuk satu BUMN baru dan masing-masing BUMN yang meleburkan diri menjadi bubar.Sesuai dengan pengertian peleburan dalam PP No. 43 Tahun 2005 maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan dari peleburan suatu BUMN dapat
dilakukan dengan BUMN lain yang telah ada, dan dengan adanya peleburan maka BUMN yang saling meleburkan diri menjadi bubar dan membentuk BUMN
baru.Dengan demikian dapat dilihat bahwa keberadaan penggabungan dan peleburan perseroan sama-sama memperkecil jumlah perseroan yang ada, tetapi
justru mempebesar kekuasaan, finansial, dan sinergi perseroan.54
D. Tujuan Konsolidasi
Dapat dilihat bersama, dalam perjalanan suatu kegiatan bisnis kadangkala
suatu badan usaha kurang mampu menjalankan sendiri tanpa adanya kerjasama
dengan badan usaha ada banyak jenis daripada kerjasama badan usaha, dan antara
satu perusahaan dan perusahaan lain memiliki perbedaan dalam melaksanakan
kerjasama tersebut, namun secara umum tujuan daripada pelaksanaan kerjasama
dalam badan usaha adalah:55
1. Memperbesar perusahaan; 2. Meningkatkan efisiensi;
3. Menghilangkan/mengurangi risiko persaingan;
4. Menjamin tersedia pasokan atau penjualan dan distribusi; 5. Diversifikasi produk dan pelayanan;
54
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.,hlm. 152.
55
6. Upaya defensit terhadap kemungkinan take over; 7. Penyaluran modal yang tidak digunakan.
Selain itu, menurut Sukanto Reksohadiprodjo, motivasi pelaksanaan dari
restrukturisasi perseroan, adalah:56
1. Untuk memperbaiki struktur modal.
2. Untuk memperbaiki teknologi yang telah kedaluwarsa.
3. Untuk mengastasi ketergantungan terhadap kebutuhan bahan baku (bahan mentah).
4. Untuk mendapatkan pangsa pasar yang jauh lebih besar. 5. Untuk mengurangi tingkat persaingan.
6. Untuk mengembangkan inovasi yang mendukung pengembangan perseroan.
7. Untuk meningkatkan skala usaha.
8. Untuk meningkatkan kemampuan managerial perseroan.
Hal yang menjadi tujuan konsolidasi ataupun peleburan secara khusus dan
spesifik tidak ada diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun secara
umum tujuan peleburan diatur bersama-sama dengan tujuan penggabungan dan
pengambilalihan juga. Alasan peleburan sama halnya dengan penggabungan, yaitu
karena beberapa perseroan sulit berkembang baik karena kekurangan modal
ataupun karena manajemen lemah yang membuat mereka tidak mampu bersaing.
Apabila beberapa perseroan itu bergabung dan meleburkan diri menjadi satu
perseroan yang baru, maka perseroan baru hasil peleburan tersebut secara
finansial maupun sinergi menjadi besar dan kuat, sehingga berdaya saing kuat dan
bisa berkedudukan monopoli.Namun, peleburan yang menuju kepada monopoli
usaha bertentangan dengan GBHN, karena monopoli hanya menguntungan satu
56
kelompok orang, oleh karena itu peleburan yang demikian perlu dibatasi atau
dilarang.57
Selanjutnya, dengan merujuk kepada dasar pertimbangan dari PP No. 27
Tahun 1998 dapat dilihat yang menjadi tujuan dari pelaksanaan peleburan.
Pelaksanaan penggabungan, peleburan, dan penggambilalihan dilaksanakan dalam
rangka pembinaan dan pengembangan usaha agar mampu menghadapi arus
globalisasi di bidang ekonomi, perlu diciptakan iklim usaha yang sehat dan
efisien. Dan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan efisien antara lain
dapat ditempuh dengan melakukan penggabungan, peleburan, atau
pengambilalihan Perseroan Terbatas.58
Sebagaimana halnya dengan penggabungan, maka peleburan juga
bertujuan untuk mencapai hal-hal berikut ini :59
a. memperbesar jumlah modal;
b. memperbesar sinergi perseroan;
c. menyelamatkan kelangsungan produksi;
d. mengamankan jalur distribusi;
e. mengurangi pesaing dan mampu bersaing secara monopolistik.
Dan secara khusus dalam ruang lingkup Badan Usaha Milik Negara, dapat
dilihat dalam Pasal 2 PP No. 43 Tahun 2005, yang menjadi tujuan pelaksanaan
penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, yaitu :
57
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.,hlm. 152. 58
Republik Indonesia, konsideran Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilaliha Perseroan Terbatas.
59
1. meningkatkan efisiensi, transparansi dan profesionalisme guna menyehatkan BUMN;
2. meningkatkan kinerja dan nilai BUMN;
3. memberikan manfaat yang optimal kepada negara berupa dividen dan pajak; dan
4. menghasilkan produk dan layanan dengan kualitas dan harga yang kompetitif kepada konsumen.
Tidak ada penjelasan lebih lanjut yang menjelaskan tujuan daripada
pelaksanaan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN ini, namun sebagaimana yang terdapat dalam konsideran Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan PT yang adalah untuk
menghadapi arus globalisasi di bidang ekonomi, demikian juga halnya dalam penjelasan PP No. 43 Tahun 2005 tersebut, dengan melakukan tindakan
penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan BUMN maka diharapkan tercipta iklim usaha yang sehat dan efisien, dengan tetap memperhatikan kepentingan perusahaan, pemegang saham/pemilik modal, karyawan dan masyarakat termasuk
pihak ketiga yang berkepentingan.
Sedangkan menurut Munir Fuady yang telah meninventarisir alasan
perseroan melakukan konsolidasi adalah sebagai berikut:60 1. untuk meningkatkan konsentrasi pasar
2. untuk meningkatkan efisiensi perseroan 3. untuk mengembangkan inovasi baru 4. sebagai alat investasi
5. sebagai sarana alih teknologi 6. mendapatkan akses internasional 7. meningkatkan daya saing
8. memaksimalkan sumber daya, dan 9. menjamin pemasokan bahan baku.
60
Secara khusus apabila dilaksanakan suatu peleburan maka pada dasarnya
terbentuklah suatu perseroan baru dan diharapkanperseroan yang baru dibentuk akan menjadi lebih baik dan dapat berpengaruh dalam perekonomian nasional.
E. Tata Cara Konsolidasi BUMN Persero
Pengaturan mengenai peleburan BUMN diatur dalam PP No. 43 Tahun
2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pembubaran Badan
Usaha Milik Negara.Dalam Pasal 5 PP No. 43 Tahun 2005, Penggabungan,
Peleburan dan Pengambilalihan dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Penggabungan yang dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya, atau Persero dengan Persero lainnya;
2. Peleburan yang dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya, atau Persero dengan Persero lainnya; atau
3. Pengambilalihan yang dilakukan Perum terhadap Persero, Perum terhadap perseroan terbatas, Persero terhadap Persero lainnya, atau Persero terhadap perseroan terbatas.
Pelaksanaan peleburan bagi BUMN persero haruslah dilaksanakan dengan
BUMN persero juga dan tidak dapat dilaksanakan dengan perum. Dalam hal
persero ingin melakukan peleburan dengan perum, salah satu dari BUMN tersebut
haruslah beralih menjadi perum atau persero.Dan pelaksanaan peleburan BUMN
persero sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 UU BUMN, bahwa tata cara Penggabungan dan Peleburan Persero dengan Persero dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.
Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dilakukan atas usulan menteri kepada presiden disertai dengan alasan pertimbangan setelah dikaji
kepada presiden, antara lain berisi penjelasan mengenai keberatan kreditor atas
rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN, apabila ada. Pengkajian bersama dengan menteri keuangan dilakukan karena
tindakan-tindakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan terhadap struktur penyertaan modal negara. Pengkajian terhadap rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN juga dapat mengikut sertakan menteri teknis dan/atau
menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu, dan hal ini adalah sehubungan dengan kebijakan sektoral pada bidang usaha BUMN.61
Dan sesuai dengan Pasal 10 PP No. 43 Tahun 2005 bahwa, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN dilaksanakan oleh Menteri setelah diterbitkannya peraturan pemerintah mengenai Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan BUMN yang bersangkutan.62
Selanjutnya pengaturan tentang peleburan BUMN merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan peleburan
dalam Perseroan Terbatas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11PP No. 43 Tahun 2005, dan dalam hal ini pengaturannya merujuk kepada UUPT. Dalam ketentuan Pasal 124 UUPT dikatakan bahwa, ketentuan sebagaimana dimaksud
Dalam hal ini berarti pelaksanaan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN baru dapat dilaksanakan
oleh Menteri apabila sudah diterbitkan peraturan pemerintah mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN tersebut sebagi dasar hukumnya.
61
Wawan Zulmawan, Panduan Praktis Merger atau Akuisisi Perusahaan (Jakarta: Permata Aksara, 2013), hlm. 57.
62
dalam Pasal 123 mutatis mutandis berlaku bagi Perseroan yang akan meleburkan
diri, sehingga pengaturan mengenai penggabungan Persero dan peleburan Persero
tidak jauh berbeda, namun tetap memiliki perubahan seperlunya dalam pengaturan
tersebut terhadap pelaksanaan peleburan, yang berarti juga terdapat sedikit
perbedaan dalam pelaksanaan peleburan BUMN persero dengan penggabungan
BUMN persero.
Hal ini berarti bahwa dalam pelaksanaan peleburan dapat dilaksanakan
dengan menyusun rancangan peleburan oleh Direksi yang akan melakukan
meleburkan diri, sebagaimana mengatur rancangan penggabungan oleh Direksi
perseroan yang akan menggabungkan diri. Rancangan peleburan tersebut
sekurang-kurangnya memuat:63
1. Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan melakukan
peleburan.
2. Alasan serta penjelasan direksi perseroan yang akan melakukan peleburan dan
persyaratan peleburan.
3. Tata cara penilaian dan konversi saham antar perseroan yang meleburkan diri.
4. Rancangan perubahan anggaran dasar antar perseroan yang meleburkan diri
apabila ada.
5. Laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap perseroan yang akan
melakukan peleburan.
6. Rencana pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan yang akan melakukan
Peleburan.
63
7. Neraca performa antar perseroan yang akan melakukan peleburan sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.
8. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota direksi, dewan
komisaris, dan karyawan perseroan yang akan melakukan peleburan diri.
9. Cara penyelesaian hak dan kewajian perseroan yang akan meleburkan diri
terhadap pihak ketiga.
10.Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap peleburan
perseroan.
11.Nama anggota direksi dan dewan komisaris serta gaji, honorarium dan
tunjangan bagi anggota direksi dan dewan komisaris perseroan yang akan
melakukan peleburan.
12.Perkiraan jangka waktu pelaksanaan peleburan.
13.Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari sertiap
Perseroan yang akan melakukan peleburan.
14.Kegiatan utama dari setiap perseroan yang melakukan peleburan dan
perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan.
15.Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang
mempengaruhi kegiatan perseroan yang akan melakukan peleburan.
Setelah Rancangan Peleburan selesai disusun oleh direksi, sebagaimana
yang terdapat dalam Pasal 123 ayat (2) UUPT yang berlaku juga bagi
pelaksanaan peleburan, maka haruslah meminta persetujuan Dewan Komisaris
dan kemudian diajukan kepada RUPS untuk mendapat persetujuan.64
64
Pasal 127 UUPT mengatur bahwa, keputusan RUPS tersebut akan sah
apabila diambil sesuai dengan Pasal 87 ayat (1) yaitu dilaksanakan dengan
musyawarah mufakat. Dan juga keputusan RUPS tersebut akan sah apabila sesuai
dengan ketentuan pada Pasal 89 yaitu, jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili
dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga
perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar
menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan
pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Namun apabila kuorum
kehadiran tidak tercapai maka dapat dilakukan RUPS kedua. Keputusan dalam
RUPS kedua sah apabila dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari
jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan
keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian
dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum
kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS
yang lebih besar.65
Namun sebelum pelaksanaan RUPS haruslah dilaksanakan pengumuman
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 127 UUPT. Untuk menindak rancangan
yang sudah dibuat untuk pelaksanaan peleburan maka wajib untuk mengumumkan
ringkasan rancangan peleburan tersebut, paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar
di Indonesia. Selain itu, direksi haruslah juga mengumumkan secara tertulis
65
kepada karyawan dari Perseroan yang akan melaksanakan peleburan dalam jangka
waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.66
Tujuan daripada pengumuman tersebut adalah memberi kesempatan
kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar mengetahui adanya rencana
peleburan tersebut dan mereka dapat mengajukan keberatan jika mereka merasa
kepentingannya dirugikan. Namun terkhusus kepada para kreditur dari perseroan
yang akan melakukan peleburan, dapat mengajukan keberatan paling lambat 14
(empat belas) hari setelah pengumuman mengenai peleburan. Apabila dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud pihak para kreditur tidak mengajukan
keberatan, amak secara otomatis dianggap menyetujui peleburan. Namun jika
pihak para kreditur mengajukan keberatan, dan sampai pada tanggal dilaksanakan
RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, maka keberatan tersebut harus
disampaikan oleh Direksi dalam RUPS guna mendapatkan penyelesaian, dan
selama penyelesaian belum tercapai maka peleburan tidak dapat dilaksanakan.67
Selanjutnya dalam Pasal 128 UUPT diatur bahwa, rancangan peleburan
yang sudah disetujui oleh RUPS kemudian dituangkan ke dalam akta peleburan
yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia, dan dapat
dialihbahasakan apabila menyangkut kepentingan pihak asing.68
66
Ibid, Pasal 127 ayat (2). 67
Wawan Zulmawan, Op.Cit.,hlm. 49-50. 68
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab VIII, Pasal 128.
Selanjutnya
untuk mendapatkan persetujuan menteri mengenai pengesahan perseroan, dan
permohonan dilakukan dengan melampirkan akta peleburan perseroan.69
Selanjutnyabagi direksi hasil peleburan berkewajiban mengumumkan hasil
peleburan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lama
30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya peleburan. Pengumuman
ini bertujuan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa peleburan
sudah dilakukan.70
KetentuanPasal 122UUPT menyebutkan bahwa, peleburan berakibat
perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum, dan berakhirnya
perseroan dilakukan tanpa likuidasi terlebih dahulu.Berdasarkan PP No. 43 Tahun 2005 dalam Pasal 7, pelaksanaan peleburan BUMN mesti dilakukan dengan
memperhatikan:71
1. Kepentingan Persero dan/atau Perum yang bersangutan, pemegang saham
minoritas dan karyawan Persero dan/atau Perum bersangkutan;
2. Asas persaingan usaha yang sehat dan asas kepentingan masyarakat. Yang dimaksud dengan memperhatikan “asas persaingan uaha yang sehat” adalah
agar penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN dilakukan dengan menghindari terjadinya kemungkinan terjadi monopoli, ogliopoli, atau
monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.
3. Kepentingan para kreditur. Ketentuan ini merupakan pelaksanaan dari prinsip-prinsip hukum perjanjian. Kreditur dalam hal ini adalah kreditur BUMN yang
akan melakukan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.
69Ibid,
Pasal 130. 70Ibid,
Pasal 133. 71