• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN MENGENAI KONSOLIDASI BUMN PERSERO DI INDONESIA A. Pengertian, Jenis, dan Bentuk BUMN - Akibat Hukum Atas Konsolidasi Bumn Persero Terhadap Pemegang Saham Minoritas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II PENGATURAN MENGENAI KONSOLIDASI BUMN PERSERO DI INDONESIA A. Pengertian, Jenis, dan Bentuk BUMN - Akibat Hukum Atas Konsolidasi Bumn Persero Terhadap Pemegang Saham Minoritas"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGATURAN MENGENAI KONSOLIDASI BUMN PERSERO DI INDONESIA

A. Pengertian, Jenis, dan Bentuk BUMN

Pada saat menyusun UUD 1945, para perintis kemerdekaan menyadari

bahwa Indonesia sebagai kolektivitas politik masih belum memiliki modal yang

cukup untuk melaksanakan pembangunan ekonomi.Dimana Indonesia hanya

memiliki sumber daya alam dan sumber daya manusia, sementara faktor produksi

yang lain, seperti modal dan teknologi, belum terserdia.Atas dasr kenyataan inilah

kemudian dirumuskan landasan hukum tentang asas keadilan di bidang ekonomi

dan kesejahteraan sebagaimana tertera dalam Pasal 33 UUD 1945.Dan berawal

dari Pasal 33 ini, dirumuskanlah strategi politik ekonomi Indonesia.Dalam strategi

ini Negara mengambil peran penting di bidang ekonomi untuk mewujudkan

kesejahteraan rakyat dan pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan mendirikan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) melalui nasionalisasi

perusahaaan-perusahaan eks pemerintah Belanda.19

Secara jelas Pasal 33 UUD 1945 mengatur bahwa Negara akan mengambil

peran dalam kegiatan ekonomi, oleh karena itu selama Pasal 33 UUD 1945 masih

tercantum dalam konsitusi maka selama itu pula pemerintah akan terlibat dalam

19

(2)

perekonomian Indonesia. Keterlibatan pemerintah dalam perekonomian di

Indonesia dapat dilihat dari keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).20

1. Indinesische Bedrijvenwet (Staatsblad Tahun 1927 Nomor 417) sebagaimana

telah beberapa kali diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1955 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1955

Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 850),

Badan Usaha Milik Negaradiatur dalam UU BUMN (Lembaran Negara

Nomor 70 tahun 2003) yang diundangkan serta mulai berlaku pada 19 Juni 2003.

Kehadiran undang-undang ini menggantikan undang-undang sebelumnya yang

sudah dinyatakan dicabut (tidak berlaku lagi), yaitu :

2. Undang-Undang Nomor 19 Prp Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan

Lembaran Negara Nomor 1989)

3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 (Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran

Negara Nomor 2890) tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara menjadi

Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 40,

Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904).21

Badan Usaha Milik Negara adalah persekutuan yang berbadan hukum

yang didirikan dan dimiliki oleh negara.Dalam hal ini, perusahaan negara adalah

semua perusahaan dalam bentuk apapun yang modal seluruhnya merupakan

20Ibid,

hlm. 1-2. 21

(3)

kekayaan Negara Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain dalam

undang-undang.Dengan demikian, perusahaan negara adalah badan hukum yang dengan

kekayaan dan modalnya merupakan kekayaan sendiri (kekayaan negara yang

dipisahkan) dan tidak terbagi-bagi dalam saham-saham.22

Perbedaan antara BUMN dengan badan hukum lainnya sebagaimana yang

dikemukakan dalam pengertian, adalah:

Pasal 1 angka 1 UU BUMNmenyebutkan bahwa, Badan Usaha Milik

Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau

sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung

yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.

23

1. Seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Negara;

2. Melalui penyertaan modal secara langsung;

3. Berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan.

Salah satu letak perbedaan yang sangat jelas antara BUMN dengan Badan

Usaha lainnya adalah terletak pada pemodalannya, dimana pemodalan dalam

BUMN seluruh atau sebagian besar dimiliki oleh Negara yang adalah Pemerintah

namun berasal dari kekayaan Negara yang dipisahkan. Yang dimaksud dengan

kekayaan negara yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan negara dengan

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk dijadikan penyertaan modal

negara pada BUMN dan untuk melanjutkan sistem pembinaan dan

pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara, namun pelaksanaan pembinaan dan pengelolaannya harus sesuai

22

Elsi Kartika Sari dan Advendi Simangunsong, Op.Cit.,hlm. 81. 23

Johannes Ibrahim, Hukum Organisasi Perusahaan (Pola Kemitraan dan Badan Hukum)

(4)

dengan prinsip-prinsip perusahaan yang sehat. Dan pemisahan itu sesuai dengan

kedudukannya sebagai badan hukum, yang harus mempunyai kekayaan sendiri

terlepas dari pada kekayaan umum negara.Dengan demikian dapat dikelola

terlepas dari pengaruh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.24

Modal BUMN yang berasal dari negara tersebut berasal dari beberapa

sumber keuangan yaitu sebagai berikut:25

1. Modal BUMN berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Dalam

hal ini proyek-proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dikelola

oleh BUMN dan atau piutang Negara.

2. Cadangan modal yang disetorkan sebagai penambah modal.

3. Keuntungan yang diperoleh dari revaluasi aset.

Setiap penyertaan modal negara dalam rangka pendirian BUMN yang

dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara ditetapkan dengan

peraturan pemerintah.Dan juga setiap terjadi perubahan penyertaan modal Negara,

baik berupa penambahan maupun pengurangan, termasuk perubahan strukutur

kepemilikan negara atas saham persero, ditetapkan dengan peraturan

pemerintah.Hal ini dilakukan dengan tujuan mempermudah dalam memonitor dan

penatausahaan kekayaan negara yang tertanam pada BUMN. Namun dalam hal

penambahan penyertaan modal negara yang dananya bersumber dari yang lain,

tidak perlu ditetapkan dengan peraturan pemerintah, dalam hal ini cukup

keputusan RUPS bagi persero dan menteri bagi perum. 26

24

Mulhadi, Op.Cit., hlm. 164. 25

Engga Prayogi dan RN Superteam, 233 Tanya Jawab Seputar Hukum Bisnis

(Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2011), hlm. 77-78. 26

(5)

Sebagaimana diketahui, bahwa BUMN mempunyai peranan penting dalam

penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan

masyarakat27, BUMN pun memiliki tujuan dalam keberadaannya di Indonesia.

Ada 5 (lima) tujuan pendirian BUMN yang diatur dalam Pasal 2 UU BUMN,

yaitu:28

1. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada

umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.

BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat

sekaligus memberi kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi

nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.

2. Mengerjar keuntungan.

Meskipun maksud dan tujuan persero adalah untuk mengejar keuntungan,

namun dalam beberapa hal-hal tertentu untuk meakukan pelayanan umum,

persero dapat dilberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip

pengelolaan yang sehat.Dengan demikian, penugasan pemerintah harus

disertai dengan pembiayaan (kompensasi) berdasarkan pertimbangan.

3. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau

jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang

banyak.

Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik

barang atau jasa dapat memenuhi kebutuhan dari masyarakat.

27

Republik Indonesia, Konsideran Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

28

(6)

4. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh

sektor swasta dan koperasi.

Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan untuk menyediakan barang dan

jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat

dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak

menguntungkan.Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui

penugasan kepada BUMN. Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang

mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai

fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan

dengan penguasa golongan ekonomi lemah.

5. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan

ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

Tujuan daripada keberadaan BUMN di Indonesia ini lebih lengkap dan

ideal jika dibandingkan dengan tujuan pendirian Perusahaan Negara yang diatur

pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960,

tentang Perusahaan Negara. Dalam Pasal 4 ayat (2) Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960, disebutkan bahwa tujuan dari

Perusahaan Negara adalah untuk membangun ekonomi nasional sesuai dengan

mengutamakan kebutuhan rakyat dan ketentraman serta kesenangan kerja dalam

perusahaan, menuju masyarakat yang adil dan makmur materiil dan spiritual.

Serta dalam penjelasan Pasal 4 ayat (2) dikatakan bahwa Perusahaan Negara

tersebut dalam menunaikan tugasnya selalu memperhatikan daya guna

(7)

ekonomi nasional sesuai dengan ekonomi terpimpin.Maka dapat dilihat dari

tujuan BUMN maupun perusahaan Negara yang terdapat dalam kedua

undang-undang tersebut, keduanya merupakan pengimplementasian dari Pasal 33 UUD

1945, dimana keberadaan BUMN ini adalah untuk kesejahteraan rakyat Indonesia,

meskipun tidak dapat dipungkiri dalam perkembangannya saat ini terdapat

BUMN yang juga mengejar keuntungan.Dalam UU BUMN terdapat 2 jenis

BUMN, yaitu Perusahaan Umum atau disebut dengan perum dan juga Perusahaan

Perseroan atau yang disebut dengan persero.

Keberadaan perum memiliki makna usaha untuk melayani kepentingan

umum (kepentingan produksi, distribusi dan konsumsi, secara keselurugan) dan

sekaligus untuk memupuk keuntungan.29

Sedangkan keberadaan persero memiliki makna usaha untuk memupuk keuntungan (keuntungan dalam arti, karena baiknya pelayanan dan pembinaan

organisasi yang baik, efisien dan ekonomis secara business-zakelijk, cost accounting principles, management effectiveness dan pelayanan umum yang baik

dan memuaskan memperoleh surplus atau laba).

Hal ini dapat dilihat dari pengertian

Perum menurut Pasal 1 angka 3 UU BUMN yaitu,Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh

negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.

30

29Ibid,

hlm. 160. 30

Ibid.

Hal ini juga dapat kita lihat dari

(8)

yaitu,Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN

yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh

negara yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

B. Pendirian BUMN Persero di Indonesia

Berdasarkan pengertian Perusahaan Perseroan yang selanjutnya disebut

dengan Persero dalam UU BUMN, maka dapat disimpulkan unsur-unsur dari

Persero sebagi berikut:31

1. merupakan BUMN,

2. berbentuk PT,

3. minimum 51% atau seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara,

4. melalui penyertaan modal secara langsung (yang ditetapkan melalui Peraturan

Pemerintah).

Pendirian persero diusulkan oleh menteri kepada presiden.Pengusulan itu

disertai dengan dasar pertimbangan atas pengkajian bersama antara menteri teknis

dan menteri leuangan.32

Maksud dan tujuan Persero dalam ketentuan Pasal 12 UU BUMN sedikit

berubah dari maksud dan tujuannya pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Mengingat persero pada dasarnya merupakan perseroan

terbatas, maka terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang

berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UUPT termasuk pula

segala peraturan pelaksananya.

31

I.G. Rai Widjaya, Hukum Perusahaan: Undang-Undang dan Peraturan Pelaksana di Bidang Usaha (Bekasi : Kesaint Blanc, 2006), hlm. 105.

32

(9)

Nomor 12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) (selanjutnya

disebut dengan PP No. 12 Tahun 1998). Dimana dalam Pasal 4 ayat (1)PP No. 12

Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan (Persero) maksud tujuan pendirian

Persero adalah :

1. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing

yang kuat, baik di pasar dalam negeri ataupun internasional; dan

2. memupuk keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Sedangkan dalam Pasal 12 UU BUMN, maksud dan tujuan pendirian

persero adalah :

1. menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing

kuat;

2. mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perusahaan.

Dari perubahan maksud dan tujuan pendirian Persero, disini tampak jelas

bahwa Persero pada awal-awal pendirannya dimaksudkan untuk

menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum, tapi lambat laun dengan

perkembangan yang terjadi dan sesuai dengan prinsip yang dianutnya yang

berpedoman pada ketentuan UUPT, maka maksud dan tujuan itu bergeser searah

dengan maksud dan tujuan Perseroan Terbatas, yaitu mengejar keuntungan guna

meningkatkan nilai perusahaan. Dalam Pasal 10 UU BUMN diatur bahwa:

1. Pendirian Persero diusulkan oleh Menteri kepada Presiden disertai dengan

dasar pertimbangan setelah dikaji bersama dengan Menteri Teknis dan

(10)

2. Pelaksanaan pendirian Persero dilakukan oleh Menteri dengan memperhatikan

ketentuan peraturan perundangan-undangan.

Berdasarkan pengaturan yang terdapat dalam UU BUMN tersebut maka

dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang digunakan adalah UUPT,

sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa persero adalah perseroan terbatas

maka prinsip-prinsip dan ketentuan-ketentuannya sama dengan perseroan

terbatas.Sebagaimana dalam persero berlaku prinsip-prinsip perseroan terbatas,

persero juga memiliki organ persero sebagaimana perseroan terbatas memiliki

organ perseroan terbatas, yaitu :

1. Rapat Umum Pemegang Saham atau RUPS,

Peran dan kewenangan RUPS dalam BUMN tidaklah jauh berbeda dengan

peran dan kewenangan RUPS dalam Perseroan Terbatas.Rapat Umum Pemegang

Saham adalah organ dalam Persero dan memegang segala wewenang yang tidak

diserahkan kepada Direksi atau Komisaris.33 Dalam BUMN, Menteri bertindak

sebagai RUPS bila seluruh kepemilikan saham dimiliki oleh Negara. Dalam

BUMN persero juga Menteri bertindak sebagai pemegang saham, meskipun

saham tidak seluruhnya dimiliki oleh Negara dan keputusan diambil dengan

pemegang saham lainnya dalam RUPS.34 Menteri bisa memberi kuasa kepada

orang lain dengan hak substitusi kepada perorangan atau badan hukum untuk

mewakilinya dalam RUPS.35

33

Mulhadi, Op.Cit.,hlm. 169. 34Ibid.

35

Engga Prayogi dan RN Superteam, Op.Cit.,hlm. 80.

Perorangan adalah seseorang yang menduduki

jabatan dibawah menteri secara teknis bertugas membantu menteri selaku

(11)

perlu, tidak menutup kemungkinan kuasa juga dapat diberikan kepada badan

hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan.36

2. Direksi

Direksi adalah organ BUMN (Perseroan dan Perum) yang bertanggung

jawab atas pengurusan BUMN untuk kepentingan dan tujuan BUMN, serta

mewakili BUMN, baik di dalam maupun diluar pengadilan.37Keberadaan direksi

dalam BUMN persero diangkat dan diberhentikan oleh RUPS. Sebagai RUPS,

Menteri yang melakukan pengangkatan dan pemberhentian atas direksi, dimana

pengangkatan dan pemberhentiannya cukup dilakukan dengan Keputusan

Menteri.38

Menteri mengangkat anggota direksi berdasarkan pertimbangan keahlian,

integritas, kepemimpinan, pengalaman, kejujuran, perilaku baik, serta dedikasi

yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan persero. Masa jabatan

anggota direksi selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali satu kali masa

jabatan.39

a. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana jangka panjang yang

merupakan rencana strategis yang memuat sasaran dan tujuan persero

yang hendak dicapai dalam jangka waktu lima tahun. Rancangan rencana

jangka panjang memuat antara lain:

Dalam UU BUMN terdapat beberapa kewajiban yang dipenuhi Direksi

dalam menjalankan tugasnya, yaitu sebagai berikut :

1) Evaluasi pelaksanaan rencana jangka panjang sebelumnya;

36

Mulhadi, Op.Cit.,hlm. 169-170. 37

Ibid, hlm. 170. 38

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab II, Pasal 18.

39

(12)

2) Posisi perusahaan saat ini;

3) Asumsi-asumsi yang dipakai dalam penyusunan rencana jangka

panjang;

4) Penetapan misi, sasaran, strategi, kebijakan dan program kerja rencana

jangka panjang

b. Direksi wajib menyiapkan rancangan rencana kerja dan anggaran

perusahaan yang merupakan penjabaran tahunan dari rencana jangka

panjang. Rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan memuat

antara lain:

1) Misi persero, sasaran usaha, strategi usaha, kebijakan perusahaan, dan

program kerja/kegiatan;

2) Anggaran perusahaan yang dirinci atas setiap anggaran program

kerja/kegiatan;

3) Proyeksi keuangan persero dan anak perusahaannya;

4) Hal-hal lain yang membutuhkan keputusan RUPS.

c. Menyampaikan rancangan rencana kerja dan anggaran perusahaan kepada

RUPS untuk memperoleh pengesahan.

d. Direksi wajib menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS untuk

memperoleh pengesahan dalam waktu 5 (lima) bulan setelah tahun buku

(13)

e. Direksi wajib memelihara risalah rapat dan menyelenggarakan pembukuan

Persero. Risalah rapat yang dimaksud adalah risalah rapat Direksi,

Komisaris dan risalah RUPS.40

Selain dari pada kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh Direksi,

Pasal 25 dari UU BUMN juga melarang direksi untuk memiliki jabatan rangkap

sebagai berikut :41

a. anggota direksi pada BUMN, badan usaha milik daerah, badan usaha milik

swasta, dan jabatan lain yang dapat menimbulkan benturan kepentingan;

b. jabatan struktural dan fungsional lainnya pada instansi/lembaga

pemerintah pusat dan daerah.

Dengan adanya larangan ini diharapkan direksi agar dapat benar-benar

mencurahkan segala tenaga dan pikirannya serta perhatian penuh pada tugas,

kewahiban dan pencapaian tujuan persero serta menghindari benturan

kepentingan.

3. Komisaris

Komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan

dan memberikan nasihat kepada direksi dalam menjalankan kegiatan pengurusan

persero.42

Komisaris diangkat berdasarkan pertimbangan integritas, dedikasi, dan

memahami masalah-masalah manajemen perusahaan ang berkaitan dengan salah Sama halnya dengan direksi, pengangkatan dan pemberhentian

komisaris dilakukan oleh RUPS.

40

Mulhadi, Op.Cit.,hlm. 173. 41

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab II, Pasal 25.

42

(14)

satu fungsi manajemen perusahaan, memiliki pengetahuan yang memadai di

bidang usaha Perseroan yang dijalankan, dan mempunyai waktu yang cukup

untuk melaksanakan tugasnya. Komisaris tidaklah boleh memiliki kepentingan

yang dapat mengganggu kemampuannya untuk mrlaksanakan tugasnya secara

mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan direksi.43 Masa jabatan

Komisaris adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu kali masa

jabatan.44

Selanjutnya dalam UU BUMN diatur juga mengenai kewajiban dari

Komisaris Perseroan, yaitu:45

a. Komisaris bertugas mewakili direksi dalam menjalankan kepengurusan

Persero serta memberikan nasihat kepada direksi.

b. Dalam melaksanakan tuganya, komisaris memiliki kewajiban sebagai

berikut :

1) Memberikan pendapat dan saran kepada RUPS mengenai rencana

kerja dan anggaran perusahaan yang diusulkan direksi.

2) Mengikuti perkembangan kegiatan persero, memberikan pendapat

dan saran kepada RUPS mengenai setiap masalah yang dianggap

penting bagi pengurusan persero.

3) Melaporkan dengan segera kepada pemegang saham apabila terjadi

penurunan kinerja persero.

43

Ibid.

44

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Bab II, Pasal 28 ayat (3).

45

(15)

4) Memberikan nasihat keapda direksi dalam melaksanakan pengurusan

persero.

5) Melakukan tugas pengawasan lain yang ditetapkan anggaran dasar

Persero atau berdasarkan keputusan RUPS.

Selain daripada kewajiban yang dimilikinya agar dapat melaksanakan

tugasnya dengan baik, komisaris juga memiliki wewenang, yaitu :46

a. Melihat buku-buku, surat-surat, serta dokumen-dokumen lainnya,

memeriksa kas untuk keperluan verifikasi dan memeriksa kekayaan

Persero.

b. Memasuki pekarangan, gedung, dan kantor yang dipergunakan oleh

Perseo.

c. Meminta penjelasan dari direksi atau pejabat lainnya mengenai segala

persoalan yang menyangkut pengelolaan persero.

d. Meminta direksi atau pejabat lainnya dengan sepengetahuan direksi untuk

mengahadiri rapat komisaris.

e. Menghadiri rapat direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap

hal-hal yang dibicarakan.

f. Memberhentikan sementara direksi, dengan menyebutkan alasannya.

Sama halnya dengan direksi, anggota komisaris juga dilarang untuk

memangku jabatan rangkap agar anggota komisaris dapat mencurahkan segala

tenaga dan pikirannya serta perhatiannya pada tugas, kewajiban dan pencapaian

tujuan Persero, dan juga untuk menghindari terjadinya benturan kepentingan.

46

(16)

C. Pengertian Konsolidasi (Peleburan)

Konsolidasi sudah dikenal sejak adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1995 tentang Perseroan Terbatas, bersama dengan merger dan akusisi. Namun

dalam undang-undang ini tidak dikenal istilah konsolidasi, merger, dan akuisisi

melainkan dikenal dengan istilah peleburan, penggabungan, dan

pengambilalihan.Sejak hadirnya undang-undang ini maka kegiatan konsolidasi

mulai mewarnai kegiatan berbagai perusahaan di Indonesia. Namun

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tidak memberikan pengertian mengenai

penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan, namun pengertian dari

penggabungan, peleburan dan pengambilalihan terdapat dalamPP No. 27 Tahun

1998 merupakan peraturan pelaksana dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas ini

kemudian mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas.Dan pengertian dari penggabungan, peleburan dan

pengambilalihan perseroan terbatas sudah terdapat sejak adanya UUPT.

Bagi kebanyakan masyarakat awam, pelaksanaan merger dan konsolidasi

biasanya dianggap sama, namun diantara kedua peristiwa hukum tersebut terdapat

perbedaan yang mendasar meskipun kedua peristiwa hukum tersebut memiliki

tujuan yang sama untuk peningkatan efektivitas dan efisiensi dari suatu

perusahaan. Pada dasarnya pelaksanaan peleburan maupun penggabungan

merupakan perbuatan hukum yang memiliki akibat fundamental terhadap struktur

(17)

Encyclopedia of Banking and Fiance memberikan defensi terhadap merger

adalah, “a combination of two or more corporations, where the dominant unit

absorbs the passive unit, the former continuing operations, usually under the

same name”.47Dan yang dibedakan dari konsolidasi dimana,“in a consolidation

two units combine and are succeeded by a new corporation usually with new

title”.48

Berdasarkan rumusan mengenai peleburan dan penggabungan, jelas bahwa

merger merupakan suatu bentuk penggabungan dua badan usaha, dimana badan

usaha yang menggabungkan diri bubar demi hukum, dan masuk ke dalam badan

usaha lainnya yang tetap ada dengan nama yang sama. Walaupun demikian Pasal 1 ayat (10) UUPT dikatakan bahwa, Peleburan adalah perbuatan

hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan Terbatas atau lebih untuk meleburkan

diri dengan cara mendirikan satu Perseroan Terbatas baru yang karena hukum

memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan Terbatas yang meleburkan diri dan

status badan perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

Sedangkan yang menjadi defenisi penggabungan yang terdapat dalam

Pasal 1 ayat (9) dari UUPT, Penggabungan adalah perbuatan hukum yang

dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan

perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari

perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang

menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang

menggabungkan diri berakhir karena hukum.

47

F.L Garcia, Encyclopedia of Banking and Finance (Boston: Bankers Publishing Co, 1956).

48

(18)

seluruh asset , hak dan kewajiban dari badan hukum yang bubar tersebut tidaklah

menjadi hilang sama sekali, melainkan diabsorp atau dengan kata lain diambil alih

oleh perusahaan yang masih tetap ada tersebut. Dan yang berbeda dari konsolidasi

atau peleburan adalah kedua perusahaan yang bergabung menjadi bubar demi

hukum, dan sebagai gantinya didirikan suatu perusahaan baru dengan nama yang

baru meskipun secara finansial mengambil aset, hak dan kewajiban dari kedua

perusahaan yang bubar tersebut.49 Dan menjadi perbedaan yang cukup jelas

dengan penggabungan, dalam perbuatan hukum peleburan ini muncul Perseroan

Terbatas yang baru, karena terjadi peleburan Perseroan Terbatas, dan akibatnya

Perseroan Terbatas yang meleburkan diri itu menjadi bubar.50

1. Peleburan adalah perbuatan hukum;

Dari defenisi

peleburan yang terdapat dalam UUPT dapat diambil kesimpulan mengenai

unsur-unsur dalam peleburan, yaitu :

2. Melibatkan dua perseroan atau lebih;

3. Perseroan yang meleburkan dirinya dan melahirkan suatu perseroan baru;

4. Perseroan yang baru tersebut adalah hasil peleburan dan perseroan yang baru

ini mendapat aktiva dan pasiva dari perseroan-perseroan yang meleburkan

diri;

5. Para pemegang saham perseroan yang meleburkan diri menjadi pemegang

saham pada perseroan hasil peleburan;

49

Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), 128.

50

(19)

6. Status badan hukum perseoran-perseroan yang meleburkan diri berakhir

karena hukum.51

Secara konseptual, peleburan Perseroan seringkali disimbolkan sebagai

berikut :52

Dari simbol ini tergambar bahwa setelah proses peleburan hanya ada satu

entitas hukum baru (PT D) yang sebelum proses peleburan belum ada. Sedangkan

entitas hukum yang lain (PT A, PT B, PT C, dst) berakhir demi hukum setelah

proses peleburan. Hal lain yang tersirat dari simbolisasi tersebut adalah aktiva dan

pasiva dari Perseroan yang dileburkan beralih menjadi aktiva dan pasiva PT D.53

51

Handri Raharjo, Hukum Perusahaan (Yogyakarta: Pustaka Yustitia, 2009), hlm. 122. 52

Tri Budiyono, Hukum Perusahaan : Telaah Yuridis terhadap Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Salatiga: Griya Media, 2011), hlm. 211.

53

Ibid.

Lebih lanjut Peleburan dalam perseroan diatur dalam PP No. 27 Tahun

1998. Dimana dalam Pasal 1 angka 2 PP No. 27 Tahun 1998 yaitu,Peleburan

adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk

meleburkan diri dengan cara membentuk satu perseroan baru dan masing-masing

perseroan yang meleburkan diri menjadi bubar.Dalam hal peleburan pada sektor

BUMN, UU BUMN, tidak mengatur dan menjelaskan pengertian daripada

penggabungan, peleburan pengambilalihan, dan pembubaran BUMN, namun

mengizinkan untuk dilaksanakannya peleburan, dimana pelaksanaannya dalam

upaya penciptaan iklim yang sehat dan efisien bagi BUMN. Pengaturan mengenai peleburan BUMN diatur dalam PP No. 43 Tahun 2005.

(20)

Definisi dari peleburan dalam sektor BUMN terdapat dalamPasal 1 angka

5 PP No. 43 Tahun 2005 dikatakan bahwa,Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua BUMN atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara

membentuk satu BUMN baru dan masing-masing BUMN yang meleburkan diri menjadi bubar.Sesuai dengan pengertian peleburan dalam PP No. 43 Tahun 2005 maka dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan dari peleburan suatu BUMN dapat

dilakukan dengan BUMN lain yang telah ada, dan dengan adanya peleburan maka BUMN yang saling meleburkan diri menjadi bubar dan membentuk BUMN

baru.Dengan demikian dapat dilihat bahwa keberadaan penggabungan dan peleburan perseroan sama-sama memperkecil jumlah perseroan yang ada, tetapi

justru mempebesar kekuasaan, finansial, dan sinergi perseroan.54

D. Tujuan Konsolidasi

Dapat dilihat bersama, dalam perjalanan suatu kegiatan bisnis kadangkala

suatu badan usaha kurang mampu menjalankan sendiri tanpa adanya kerjasama

dengan badan usaha ada banyak jenis daripada kerjasama badan usaha, dan antara

satu perusahaan dan perusahaan lain memiliki perbedaan dalam melaksanakan

kerjasama tersebut, namun secara umum tujuan daripada pelaksanaan kerjasama

dalam badan usaha adalah:55

1. Memperbesar perusahaan; 2. Meningkatkan efisiensi;

3. Menghilangkan/mengurangi risiko persaingan;

4. Menjamin tersedia pasokan atau penjualan dan distribusi; 5. Diversifikasi produk dan pelayanan;

54

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.,hlm. 152.

55

(21)

6. Upaya defensit terhadap kemungkinan take over; 7. Penyaluran modal yang tidak digunakan.

Selain itu, menurut Sukanto Reksohadiprodjo, motivasi pelaksanaan dari

restrukturisasi perseroan, adalah:56

1. Untuk memperbaiki struktur modal.

2. Untuk memperbaiki teknologi yang telah kedaluwarsa.

3. Untuk mengastasi ketergantungan terhadap kebutuhan bahan baku (bahan mentah).

4. Untuk mendapatkan pangsa pasar yang jauh lebih besar. 5. Untuk mengurangi tingkat persaingan.

6. Untuk mengembangkan inovasi yang mendukung pengembangan perseroan.

7. Untuk meningkatkan skala usaha.

8. Untuk meningkatkan kemampuan managerial perseroan.

Hal yang menjadi tujuan konsolidasi ataupun peleburan secara khusus dan

spesifik tidak ada diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun secara

umum tujuan peleburan diatur bersama-sama dengan tujuan penggabungan dan

pengambilalihan juga. Alasan peleburan sama halnya dengan penggabungan, yaitu

karena beberapa perseroan sulit berkembang baik karena kekurangan modal

ataupun karena manajemen lemah yang membuat mereka tidak mampu bersaing.

Apabila beberapa perseroan itu bergabung dan meleburkan diri menjadi satu

perseroan yang baru, maka perseroan baru hasil peleburan tersebut secara

finansial maupun sinergi menjadi besar dan kuat, sehingga berdaya saing kuat dan

bisa berkedudukan monopoli.Namun, peleburan yang menuju kepada monopoli

usaha bertentangan dengan GBHN, karena monopoli hanya menguntungan satu

56

(22)

kelompok orang, oleh karena itu peleburan yang demikian perlu dibatasi atau

dilarang.57

Selanjutnya, dengan merujuk kepada dasar pertimbangan dari PP No. 27

Tahun 1998 dapat dilihat yang menjadi tujuan dari pelaksanaan peleburan.

Pelaksanaan penggabungan, peleburan, dan penggambilalihan dilaksanakan dalam

rangka pembinaan dan pengembangan usaha agar mampu menghadapi arus

globalisasi di bidang ekonomi, perlu diciptakan iklim usaha yang sehat dan

efisien. Dan untuk menciptakan iklim usaha yang sehat dan efisien antara lain

dapat ditempuh dengan melakukan penggabungan, peleburan, atau

pengambilalihan Perseroan Terbatas.58

Sebagaimana halnya dengan penggabungan, maka peleburan juga

bertujuan untuk mencapai hal-hal berikut ini :59

a. memperbesar jumlah modal;

b. memperbesar sinergi perseroan;

c. menyelamatkan kelangsungan produksi;

d. mengamankan jalur distribusi;

e. mengurangi pesaing dan mampu bersaing secara monopolistik.

Dan secara khusus dalam ruang lingkup Badan Usaha Milik Negara, dapat

dilihat dalam Pasal 2 PP No. 43 Tahun 2005, yang menjadi tujuan pelaksanaan

penggabungan, peleburan dan pengambilalihan, yaitu :

57

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit.,hlm. 152. 58

Republik Indonesia, konsideran Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilaliha Perseroan Terbatas.

59

(23)

1. meningkatkan efisiensi, transparansi dan profesionalisme guna menyehatkan BUMN;

2. meningkatkan kinerja dan nilai BUMN;

3. memberikan manfaat yang optimal kepada negara berupa dividen dan pajak; dan

4. menghasilkan produk dan layanan dengan kualitas dan harga yang kompetitif kepada konsumen.

Tidak ada penjelasan lebih lanjut yang menjelaskan tujuan daripada

pelaksanaan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN ini, namun sebagaimana yang terdapat dalam konsideran Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan PT yang adalah untuk

menghadapi arus globalisasi di bidang ekonomi, demikian juga halnya dalam penjelasan PP No. 43 Tahun 2005 tersebut, dengan melakukan tindakan

penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan BUMN maka diharapkan tercipta iklim usaha yang sehat dan efisien, dengan tetap memperhatikan kepentingan perusahaan, pemegang saham/pemilik modal, karyawan dan masyarakat termasuk

pihak ketiga yang berkepentingan.

Sedangkan menurut Munir Fuady yang telah meninventarisir alasan

perseroan melakukan konsolidasi adalah sebagai berikut:60 1. untuk meningkatkan konsentrasi pasar

2. untuk meningkatkan efisiensi perseroan 3. untuk mengembangkan inovasi baru 4. sebagai alat investasi

5. sebagai sarana alih teknologi 6. mendapatkan akses internasional 7. meningkatkan daya saing

8. memaksimalkan sumber daya, dan 9. menjamin pemasokan bahan baku.

60

(24)

Secara khusus apabila dilaksanakan suatu peleburan maka pada dasarnya

terbentuklah suatu perseroan baru dan diharapkanperseroan yang baru dibentuk akan menjadi lebih baik dan dapat berpengaruh dalam perekonomian nasional.

E. Tata Cara Konsolidasi BUMN Persero

Pengaturan mengenai peleburan BUMN diatur dalam PP No. 43 Tahun

2005 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pembubaran Badan

Usaha Milik Negara.Dalam Pasal 5 PP No. 43 Tahun 2005, Penggabungan,

Peleburan dan Pengambilalihan dapat dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Penggabungan yang dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya, atau Persero dengan Persero lainnya;

2. Peleburan yang dilakukan antara Perum dengan Perum lainnya, atau Persero dengan Persero lainnya; atau

3. Pengambilalihan yang dilakukan Perum terhadap Persero, Perum terhadap perseroan terbatas, Persero terhadap Persero lainnya, atau Persero terhadap perseroan terbatas.

Pelaksanaan peleburan bagi BUMN persero haruslah dilaksanakan dengan

BUMN persero juga dan tidak dapat dilaksanakan dengan perum. Dalam hal

persero ingin melakukan peleburan dengan perum, salah satu dari BUMN tersebut

haruslah beralih menjadi perum atau persero.Dan pelaksanaan peleburan BUMN

persero sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11 UU BUMN, bahwa tata cara Penggabungan dan Peleburan Persero dengan Persero dilakukan sesuai dengan

peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.

Penggabungan, peleburan dan pengambilalihan dilakukan atas usulan menteri kepada presiden disertai dengan alasan pertimbangan setelah dikaji

(25)

kepada presiden, antara lain berisi penjelasan mengenai keberatan kreditor atas

rencana penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN, apabila ada. Pengkajian bersama dengan menteri keuangan dilakukan karena

tindakan-tindakan tersebut dapat mengakibatkan perubahan terhadap struktur penyertaan modal negara. Pengkajian terhadap rencana penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN juga dapat mengikut sertakan menteri teknis dan/atau

menteri lain dan/atau pimpinan instansi lain yang dianggap perlu, dan hal ini adalah sehubungan dengan kebijakan sektoral pada bidang usaha BUMN.61

Dan sesuai dengan Pasal 10 PP No. 43 Tahun 2005 bahwa, penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN dilaksanakan oleh Menteri setelah diterbitkannya peraturan pemerintah mengenai Penggabungan, Peleburan dan

Pengambilalihan BUMN yang bersangkutan.62

Selanjutnya pengaturan tentang peleburan BUMN merujuk kepada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan peleburan

dalam Perseroan Terbatas sebagaimana yang diatur dalam Pasal 11PP No. 43 Tahun 2005, dan dalam hal ini pengaturannya merujuk kepada UUPT. Dalam ketentuan Pasal 124 UUPT dikatakan bahwa, ketentuan sebagaimana dimaksud

Dalam hal ini berarti pelaksanaan penggabungan, peleburan dan pengambilalihan BUMN baru dapat dilaksanakan

oleh Menteri apabila sudah diterbitkan peraturan pemerintah mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN tersebut sebagi dasar hukumnya.

61

Wawan Zulmawan, Panduan Praktis Merger atau Akuisisi Perusahaan (Jakarta: Permata Aksara, 2013), hlm. 57.

62

(26)

dalam Pasal 123 mutatis mutandis berlaku bagi Perseroan yang akan meleburkan

diri, sehingga pengaturan mengenai penggabungan Persero dan peleburan Persero

tidak jauh berbeda, namun tetap memiliki perubahan seperlunya dalam pengaturan

tersebut terhadap pelaksanaan peleburan, yang berarti juga terdapat sedikit

perbedaan dalam pelaksanaan peleburan BUMN persero dengan penggabungan

BUMN persero.

Hal ini berarti bahwa dalam pelaksanaan peleburan dapat dilaksanakan

dengan menyusun rancangan peleburan oleh Direksi yang akan melakukan

meleburkan diri, sebagaimana mengatur rancangan penggabungan oleh Direksi

perseroan yang akan menggabungkan diri. Rancangan peleburan tersebut

sekurang-kurangnya memuat:63

1. Nama dan tempat kedudukan dari setiap perseroan yang akan melakukan

peleburan.

2. Alasan serta penjelasan direksi perseroan yang akan melakukan peleburan dan

persyaratan peleburan.

3. Tata cara penilaian dan konversi saham antar perseroan yang meleburkan diri.

4. Rancangan perubahan anggaran dasar antar perseroan yang meleburkan diri

apabila ada.

5. Laporan keuangan 3 (tiga) tahun buku terakhir dari setiap perseroan yang akan

melakukan peleburan.

6. Rencana pengakhiran kegiatan usaha dari perseroan yang akan melakukan

Peleburan.

63

(27)

7. Neraca performa antar perseroan yang akan melakukan peleburan sesuai

dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.

8. Cara penyelesaian status, hak dan kewajiban anggota direksi, dewan

komisaris, dan karyawan perseroan yang akan melakukan peleburan diri.

9. Cara penyelesaian hak dan kewajian perseroan yang akan meleburkan diri

terhadap pihak ketiga.

10.Cara penyelesaian hak pemegang saham yang tidak setuju terhadap peleburan

perseroan.

11.Nama anggota direksi dan dewan komisaris serta gaji, honorarium dan

tunjangan bagi anggota direksi dan dewan komisaris perseroan yang akan

melakukan peleburan.

12.Perkiraan jangka waktu pelaksanaan peleburan.

13.Laporan mengenai keadaan, perkembangan, dan hasil yang dicapai dari sertiap

Perseroan yang akan melakukan peleburan.

14.Kegiatan utama dari setiap perseroan yang melakukan peleburan dan

perubahan yang terjadi selama tahun buku yang sedang berjalan.

15.Rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang sedang berjalan yang

mempengaruhi kegiatan perseroan yang akan melakukan peleburan.

Setelah Rancangan Peleburan selesai disusun oleh direksi, sebagaimana

yang terdapat dalam Pasal 123 ayat (2) UUPT yang berlaku juga bagi

pelaksanaan peleburan, maka haruslah meminta persetujuan Dewan Komisaris

dan kemudian diajukan kepada RUPS untuk mendapat persetujuan.64

64

(28)

Pasal 127 UUPT mengatur bahwa, keputusan RUPS tersebut akan sah

apabila diambil sesuai dengan Pasal 87 ayat (1) yaitu dilaksanakan dengan

musyawarah mufakat. Dan juga keputusan RUPS tersebut akan sah apabila sesuai

dengan ketentuan pada Pasal 89 yaitu, jika dalam rapat paling sedikit 3/4 (tiga

perempat) bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili

dalam RUPS dan keputusan adalah sah jika disetujui paling sedikit 3/4 (tiga

perempat) bagian dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar

menentukan kuorum kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan

pengambilan keputusan RUPS yang lebih besar. Namun apabila kuorum

kehadiran tidak tercapai maka dapat dilakukan RUPS kedua. Keputusan dalam

RUPS kedua sah apabila dalam rapat paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari

jumlah seluruh saham dengan hak suara hadir atau diwakili dalam RUPS dan

keputusan adalah sah jika disetujui oleh paling sedikit 3/4 (tiga perempat) bagian

dari jumlah suara yang dikeluarkan, kecuali anggaran dasar menentukan kuorum

kehadiran dan/atau ketentuan tentang persyaratan pengambilan keputusan RUPS

yang lebih besar.65

Namun sebelum pelaksanaan RUPS haruslah dilaksanakan pengumuman

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 127 UUPT. Untuk menindak rancangan

yang sudah dibuat untuk pelaksanaan peleburan maka wajib untuk mengumumkan

ringkasan rancangan peleburan tersebut, paling sedikit dalam 1 (satu) surat kabar

di Indonesia. Selain itu, direksi haruslah juga mengumumkan secara tertulis

65

(29)

kepada karyawan dari Perseroan yang akan melaksanakan peleburan dalam jangka

waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sebelum pemanggilan RUPS.66

Tujuan daripada pengumuman tersebut adalah memberi kesempatan

kepada pihak-pihak yang bersangkutan agar mengetahui adanya rencana

peleburan tersebut dan mereka dapat mengajukan keberatan jika mereka merasa

kepentingannya dirugikan. Namun terkhusus kepada para kreditur dari perseroan

yang akan melakukan peleburan, dapat mengajukan keberatan paling lambat 14

(empat belas) hari setelah pengumuman mengenai peleburan. Apabila dalam

jangka waktu sebagaimana dimaksud pihak para kreditur tidak mengajukan

keberatan, amak secara otomatis dianggap menyetujui peleburan. Namun jika

pihak para kreditur mengajukan keberatan, dan sampai pada tanggal dilaksanakan

RUPS tidak dapat diselesaikan oleh Direksi, maka keberatan tersebut harus

disampaikan oleh Direksi dalam RUPS guna mendapatkan penyelesaian, dan

selama penyelesaian belum tercapai maka peleburan tidak dapat dilaksanakan.67

Selanjutnya dalam Pasal 128 UUPT diatur bahwa, rancangan peleburan

yang sudah disetujui oleh RUPS kemudian dituangkan ke dalam akta peleburan

yang dibuat di hadapan notaris dalam bahasa Indonesia, dan dapat

dialihbahasakan apabila menyangkut kepentingan pihak asing.68

66

Ibid, Pasal 127 ayat (2). 67

Wawan Zulmawan, Op.Cit.,hlm. 49-50. 68

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Bab VIII, Pasal 128.

Selanjutnya

(30)

untuk mendapatkan persetujuan menteri mengenai pengesahan perseroan, dan

permohonan dilakukan dengan melampirkan akta peleburan perseroan.69

Selanjutnyabagi direksi hasil peleburan berkewajiban mengumumkan hasil

peleburan dalam 1 (satu) surat kabar atau lebih dalam jangka waktu paling lama

30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berlakunya peleburan. Pengumuman

ini bertujuan agar pihak ketiga yang berkepentingan mengetahui bahwa peleburan

sudah dilakukan.70

KetentuanPasal 122UUPT menyebutkan bahwa, peleburan berakibat

perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum, dan berakhirnya

perseroan dilakukan tanpa likuidasi terlebih dahulu.Berdasarkan PP No. 43 Tahun 2005 dalam Pasal 7, pelaksanaan peleburan BUMN mesti dilakukan dengan

memperhatikan:71

1. Kepentingan Persero dan/atau Perum yang bersangutan, pemegang saham

minoritas dan karyawan Persero dan/atau Perum bersangkutan;

2. Asas persaingan usaha yang sehat dan asas kepentingan masyarakat. Yang dimaksud dengan memperhatikan “asas persaingan uaha yang sehat” adalah

agar penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan BUMN dilakukan dengan menghindari terjadinya kemungkinan terjadi monopoli, ogliopoli, atau

monopsoni dalam berbagai bentuk yang merugikan masyarakat.

3. Kepentingan para kreditur. Ketentuan ini merupakan pelaksanaan dari prinsip-prinsip hukum perjanjian. Kreditur dalam hal ini adalah kreditur BUMN yang

akan melakukan penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.

69Ibid,

Pasal 130. 70Ibid,

Pasal 133. 71

Referensi

Dokumen terkait

1) Penyelesaian proses restrukturisasi BUMN terutama dalam rangka mendorong sinergi dan melakukan konsolidasi BUMN, transformasi bisnis dan kelanjutan rencana pengelompokan

perusahaan BUMN, Pemerintah merestrukturisasi BUMN sub sektor, perkebunan dengan melakukan penggabungan usaha berdasarkan wilayah eksploitasi dan perampingan

Pada tahap ini, perawat mengumpulkan informasi untuk mengkaji Pada tahap ini, perawat mengumpulkan informasi untuk mengkaji kebutuhan pasien dari berbagai

Vegetative character of peanuts planted in the exs Merapi eruption versus hot clouds versus was not significanly different, except the number of leaves (P<0.05), meanwhile

Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap tingkat pengetahuan dan sikap tentang resiko pernikahan usia remaja, bila data tersebut normal rumus yang digunakan adalah

Dalam penelitian ini telah dilakukan skrining fitokimia dan uji kromatografi lapis tipis beberapa ekstrak tanaman obat di Provinsi Lampung, yaitu ekstrak kamboja

PERANAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENUNJANG PEMBANGUNAN DAERAH DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (Studi

Jika pemberian ekstrak daun ketapang ( Terminalia catappa L.) mengandung antioksidan yang dapat memperbaiki kerusakan hepatosit serta menurunkan kadar enzim SGOT