1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 1
ANALISIS MIKROBIOLOGI (TPC) PADA IKAN CAKALANG (Katsuwonus pelamis)
SEGAR YANG DIAWETKAN DENGAN ES AIR KELAPA YANG DIFERMENTASI
1,2
Yahya Suara, 2Asri Silvana Naiu, 2Lukman Mile
1
onaldyahya@gmail.com
2
Jurusan Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas
Negeri Gorontalo
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik mutu organoleptik ikan
cakalang segar yang diawetkan dengan es air kelapa yang difermentasi. Metode yang
digunakan adalah metode eksperimen (Experimental Method) dengan menggunakan analisis
data Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 4 × 5, dengan 2 perlakuan yaitu (1) es air
kelapa yang difermentasi pada taraf fermentasi (3 hari, 6 hari, 9 hari), dan (2) lama
penyimpanan (0 hari, 3 hari, 6 hari, 9 hari, dan 12 hari). Hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa penggunaan es air kelapa fermentasi memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
karakteristik mutu mikrobiologi ikan cakalang selama penyimpanan. Hasil perlakuan terbaik
adalah penggunaan es air kelapa yang difermentasi selama 9 hari yang dapat
mempertahankan mutu mikrobiologi hingga penyimpanan 6 hari dengan jumlah bakteri
(TPC) yaitu 5,34 cfu/g, meskipun tidak dapat mempertahankan nilai organoleptik pada mata
dan tekstur.
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 2
I. PENDAHULUAN
Ikan cakalang merupakan hasil perikanan jenis pelagis. Ikan cakalang berukuran sedang
dari familia Scombridae (tuna), satu-satunya spesies dari genus Katsuwonus. Ikan berukuran
terbesar, panjang tubuhnya bisa mencapai 1 m dengan berat lebih dari 18 kg. Cakalang yang
banyak tertangkap berukuran panjang sekitar 50 cm. Penyebarannya dapat meliputi skala
ruang (wilayah geografis) yang cukup luas, termasuk diantaranya beberapa spesies yang
dapat menyebar dan bermigrasi lintas samudra.
Ikan cakalang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Skipjack tuna (Supadiningsih &
Rosana, 2004 dalam Fausan 2011).
Menurut Saanin (1984) dalam Fausan (2011), klasifikasi ikan cakalang adalah sebagai
berikut :
Komposisi gizi ikan cakalang per 100 g daging dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi gizi ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dalam 100 g daging.
Komposisi Ikan
Sumber: Departement of Health, Education andWalfare (1972 dalam Maghfiroh, 2000)
Ikan cakalang bersifat mudah rusak dan membusuk (perishable), memiliki daging
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 3 Morrissey, 2005 dalam Litaay dan Santoso, 2011). Selain mudah busuk ikan cakalang juga
dapat memproduksi racun skombrotoksin atau disebut juga racun histamin yang timbul akibat
penanganan pasca penangkapan yang tidak baik biasanya karena proses pengawetan yang
tidak memadai.
Pengesan adalah salah satu metode pengawetan dengan suhu rendah yang paling luas
dan umum diterapkan dalam industri perikanan. Namun, dalam prakteknya, metode ini masih
memiliki kekurangan dan kelemahan, salah satunya adalah masih banyaknya jumlah bakteri
psikrofilik (bakteri yang tahan pada suhu dingin) termasuk diantaranya Pseudomonas,
Flavobacterium, dan Acinetobacter (Connel, 1990 dalam Mile 2008).
Menurut Hadiwiyoto (1993), beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengesan
hasil perikanan adalah (1) jumlah es yang digunakan, (2) cara menambahkan es, (3) lamanya
pengesan, (4) ukuran wadah yang digunakan dan (5) menghindari pengesan ikan yang masih
kotor dan luka. Untuk menurunkan jumlah bakteri psikrofilik pada pengesan, dapat
dikombinasikan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan penggunaan air kelapa
(Seke, 2005).
Untuk lebih mengefektifkan penggunaan air kelapa dalam pengawetan ikan maka air
kelapa tersebut diproses lebih lanjut dengan fermentasi yang akan menghasilkan asam. Salah
satu asam yang dapat dihasilkan dengan fermentasi air kelapa adalah asam sitrat yang mampu
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 4
II.METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari hingga Maret 2014 di Laboratorium
Pengendalian dan Pengembangan Mutu Hasil Perikanan (LPPMHP) dan Stasiun Karantina
Ikan Provinsi Gorontalo.
Bahan yang digunakan adalah ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) yang berukuran 330
g/ekor, air kelapa yang sudah difermentasi, air, media PCA (Plate Count Agar), Aquades,
larutan Buffer Field Phosphate (BFP).
Alat yang digunakan adalah cool box yang berukuran 40x30x50 cm sebanyak 4 buah,
timbangan, pisau kecil, tissue, talenan, erlenmeyer, hot plate dan magnetic stirer, timbangan
analitik, plastik steril, stomacher, pipet steril, cawan petri, inkubator, coloni counter, pH
meter, blender, waterbath, labu ukur 100 ml, kertas saring, beaker glass 250 ml, autoclave,
labu takar 50 ml, tabung reaksi, vortex.
2.1Penelitian Tahap I
Tahap ini diawali dengan mempersiapkan alat dan bahan yang digunakan yaitu 3 buah
galon plastik yang berukuran 24 liter dan air buah kelapa yang dipisahkan dari kotoran
kemudian difermentasi secara aerob. Teknik fermentasi yang dilakukan pada air kelapa
tersebut adalah fermentasi secara spontan. Proses fermentasi dilakukan selama 3 hari, 6 hari,
dan 9 hari.
Langkah selanjutnya adalah pembuatan es air kelapa yang sudah difermentasi.
Perbandingan jumlah air kelapa fermentasi dan air tawar (berasal dari air sumur) yang
digunakan adalah 1:1 dan selanjutnya dibekukan dalam lemari es (Freezer).
2.2Penelitian Tahap II
Ikan cakalang yang digunakan dengan berat 330 g/ekor, diawali dengan pencucian
menggunakan air mengalir. Sebagian sampel ikan di uji total bakteri (TPC) awal, pH, dan
organoleptik sebagai kontrol. Sampel ikan yang lain kemudian di es menggunakan es air
tawar, dan sebagian lagi dies menggunakan air kelapa yang di fermentasi dengan
perbandingan antara ikan dan es adalah 1:2 dalam 4 cool box dengan masing-masing cool box
berisi 9 kg. Pergantian es dalam masing-masing cool box dilakukan setiap 24 jam dengan
tujuan untuk mempertahankan suhu agar tetap dingin (< 5O C).
Skema prosedur skema prosedur penelitian tahap I dan tahap II dapat dilihat pada
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 5 Gambar 1 Skema prosedur penelitian tahap I dan tahap II
Keterangan: proses, perlakuan, pengujian, hasil Tahap I
Air Kelapa
Fermentasi 3, 6, dan 9 Hari Uji Asam Asetat
Pencampuran air kelapa fermentasi 3 hari + air tawar
1 : 1
Pencampuran air kelapa fermentasi 6 hari + air tawar
1 : 1
Pencampuran air kelapa fermentasi 9 hari + air tawar
1 : 1
Es Air Kelapa Fermentasi 3, 6, dan 9 hari
Ikan Cakalang
Cuci dan Tiris
Pendinginan dalam cool box dengan perbandingan 2 : 1
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 6
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1Hasil Fermentasi Air Kelapa
Pada penelitian tahap I melakukan proses fermentasi air kelapa yang menghasilkan
asam-asam organik yang salah satunya adalah asam asetat. Kadar asam asetat yang di uji
berasal dari hasil fermentasi air kelapa hari ke-3, hari ke-6, dan hari ke-9. Hasil fermentasi air
kelapa dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Grafik Jumlah Asam Asetat Pada Air Kelapa Fermentasi
Gambar 2 menunjukkan bahwa kandungan asam asetat selama fermentasi cenderung
meningkat sejak hari ke-0 hingga hari ke-9. Pada hari ke-0 kadar asam asetatnya adalah 0,073
% dan pada hari ke-9 meningkat menjadi 0,110 %. Pembentukan asam asetat pada fermentasi
air kelapa diduga dipengaruhi oleh kandungan glukosa dan alkohol yang terdapat pada air
kelapa dan tidak adanya penambahan agen fermentasi. Menurut Sijabat (2001) bahwa pada
fermentasi air kelapa kandungan glukosanya semakin berkurang seiring dengan lamanya
fermentasi. Sedangkan Child (1964) dalam Sijabat (2001) menyatakan bahwa kandungan
glukosa pada air kelapa mulai menurun seiring dengan umur kelapa sehingga keterlibatan
mikroba Acetobacter yang memanfaatkan alkohol (hasil fermentasi gula menjadi alkohol)
menjadi asam asetat terjadi sangat lambat.
Menurut hasil penelitian Hidayat (1997) bahwa air kelapa yang difermentasi
memberikan hasil yang baik jika kadar alkohol tidak lebih dari 6 % dengan kadar asam asetat
yang diperoleh yaitu 1,04 % pada penyimpanan 12 hari. Sedangkan Melliawati (2007)
menyatakan bahwa air kelapa yang difermentasi menggunakan starter yaitu Acetobacter
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 7 3.2 Analisis TPC (Total Plate Count)
Data hasil penelitian pengaruh penggunaan es air kelapa fermentasi terhadap Total
Plate Count (TPC) ikan cakalang dapat dilihat pada Lampiran 11. Adapun rata-rata TPC
ikan cakalang selama penyimpanan 12 hari dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Histogram Log TPC ikan cakalang
Keterangan:
= Kontrol (es air tawar) (A1)
= Es air tawar + air kelapa fermentasi 3 hari (A2)
= Es air tawar + air kelapa fermentasi 6 hari (A3)
= Es air tawar + air kelapa fermentasi 9 hari (A4)
Histogram pada Gambar 3 menunjukan bahwa terjadi peningkatan jumlah TPC pada
ikan cakalang selama penyimpanan, namun cenderung menurun seiring dengan lamanya
fermentasi pada es air kelapa. Jumlah bakteri (TPC) ikan cakalang tertinggi adalah pada
perlakuan es air tawar (kontrol) dengan lama penyimpanan 12 hari yaitu 8,28 dan nilai
terendah adalah pada perlakuan dengan penyimpanan 0 hari pada semua taraf fermentasi air
kelapa yaitu 4,18.
Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 12) untuk perlakuan penggunaan es air kelapa
fermentasi (A), lama penyimpanan (B), dan interaksi antar kedua faktor (AB) menunjukan
pengaruh yang sangat nyata (p < 0,01).
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 8 Pada faktor lama penyimpanan (B) dan interaksi antar kedua perlakuan (A dan B) (Lampiran
13b) menunjukan bahwa semua hasil perlakuan berbeda nyata (p < 0,01).
Hasil perlakuan terbaik yang mampu mencegah laju pertumbuhan mikroba adalah
penggunaan es pada perlakuan penambahan air kelapa yang difermentasi selama 9 hari.
Semua hasil perlakuan dapat mempertahankan mutu mikrobiologi ikan cakalang dan masih
dapat dikonsumsi hingga hari ke-6, tetapi jumlah cemaran bakteri dari masing-masing
perlakuan berbeda berdasarkan jumlah kandungan asam asetat yaitu pada fermentasi 3 hari
0,085 %, 6 hari 0,073% dan 9 hari 0,110 % yang terdapat pada es yang digunakan. Pada hari
ke-6 jumlah cemaran bakteri dari masing-masing perlakuan meningkat dikarenakan bahan
baku yang digunakan pada penelitian ini diduga sudah terkontaminasi bakteri karena jumlah
bakteri pada hari ke-0 yaitu 4,17 cfu/g. Selain bahan baku yang digunakan, diduga
peningkatan bakteri juga berasal dari air yang digunakan dalam pembuatan es mengingat air
yang digunakan berasal dari air tanah. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2006) bahwa
batas maksimum jumlah cemaran mikroba TPC pada ikan segar adalah 5 x 105 koloni/g (nilai
logaritma = 5,7 cfu/g).
Perlakuan dengan menggunakan es air kelapa yang difermentasi mampu menghambat
pertumbuhan bakteri karena mengandung asam-asam organik yang salah satunya adalah asam
asetat. Adanya kandungan asam dari air kelapa fermentasi masuk kedalam daging ikan
cakalang sehingga menyebabkan nilai pH daging ikan pun menurun. Akibat rendahnya nilai
pH tersebut bakteri mengalami kesulitan terutama dalam asupan nutrien. Hasil uji pH pada
penelitian ini mendukung penekanan pertumbuhan bakteri, dimana jumlah bakteri antar
perlakuan penggunaan es air tawar (kontrol) dan perlakuan yang menggunakan es air kelapa
fermentasi 9 hari berbeda. Perbedaan jumlah peningkatan bakteri disebabkan jumlah
konsentrasi kandungan asam pada es yang digunakan berbeda.
Menurut Freddi, et al. (2012), bahwa nilai pH erat pula kaitannya dengan tingkat
pertumbuhan bakteri. Rendahnya nilai pH akan menyebabkan kemampuan bakteri TPC untuk
melakukan pertumbuhan menurun. Sedangkan menurut Meilani et al. (2012), bahwa asam
asetat merupakan bahan pengawet yang dapat diketahui sebagai anti bakteri. Semakin tinggi
konsentrasi larutan asam asetat yang digunakan semakin rendah pula bakteri yang
beraktivitas. Sedangkan menurut Brauen dkk. dalam Aritonang dan Mihrani (2008),
menyatakan bahwa penggunaan asam asetat yang semakin tinggi mengakibatkan prosentase
asam asetat yang tidak terurai meningkat sehingga jumlah bakteri pada bahan makanan akan
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 9 Mile (2008), menyatakan bahwa kondisi asam menyebabkan pH daging ikan menurun
sehingga aktivitas mikroba menjadi terhambat. Pada kondisi pH rendah, mikroba tidak dapat
berkembang dengan baik, sebaliknya pada kondisi pH netral ataupun tinggi, mikroba dapat
berkembang dengan baik. Selanjutnya menurut Pia (2008), bahwa kondisi asam
memungkinkan terjadinya denaturasi pada protein penyusun sel bakteri sehingga membuat
pertumbuhan bakteri terganggu.
Menurut Afrianto dan Liviawaty (2010), bahwa banyak bakteri yang tidak dapat
beradaptasi dengan baik pada suasana asam sehingga tidak terjadi pertumbuhan bakteri dan
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 10 SIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa:
1. Perlakuan pengesan dengan es air kelapa yang difermentasi memberikan pengaruh yang
signifikan terhadap karakteristik mutu mikrobiologi khususnya bakteri TPC.
2. Hasil perlakuan terbaik adalah penggunaan es air kelapa yang difermentasi selama 9
hari yang dapat mempertahankan mutu mikrobiologi hingga penyimpanan 6 hari
dengan jumlah bakteri (TPC) yaitu 5,34 cfu/g, meskipun tidak dapat mempertahankan
nilai organoleptik pada mata dan tekstur.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan beberapa hal sebagai berikut.
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang pengesan ikan cakalang atau jenis ikan
lainnya menggunakan es air kelapa yang difermentasi tanpa pencampuran air tawar (air
kelapa 100 %).
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang efektivitas air kelapa yang difermentasi
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo
2. Tenaga Pengajar/Dosen Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Page 11 DAFTAR PUSTAKA
Afrianto, E, dan Liviawaty, E. 2010. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Kanisius.Yogyakarta.
Aritonang, S.N., dan Mihrani. 2008. Pengaruh Pencucian Dengan Larutan Asam Asetat Terhadap Nilai pH, Kadar Protein, Jumlah Koloni Bakteri dan Daya Simpan Daging Ayam Kampung Pada Penyimpanan Suhu Ruang. Jurnal Agrisistem 4 (1), Hal: 19-25
Badan Standarisasi Nasional. 2006. SNI 01–2332–3–2006, Cara Uji Mikrobiologi Bagian 3: Penentuan angka lempeng total (ALT) pada Produk Perikanan. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta.
Fausan. 2011. Pemetaan Daerah Potensial Penangkapan Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) Berbasis Sistem Informasi Geografis Diperairan Teluk
Tomini Provinsi Gorontalo. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Hasanuddin Makassar.
Freddi, Edison,dan Suparmi. 2012. A Study on the Shelf Life of Frozen Catfish Fillet
(Pangasius hypopthalmus) Added with Ginger Powder. Technology and Food
Chemistry Faculty of Fisheries and Marine Science University of Riau. Riau.
Hadiwiyoto, S.1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Jilid 1. Liberty. Yogyakarta.
Litaay dan Santoso. 2013. Pengaruh perbedaan metode perendaman dan lama perendaman terhadap karakteristik fisiko-kimia tepung ikan cakalang
(Katsuwonus pelamis). [Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis], 5 (1), hal.
85-92.
Meilani R.D, Wulandari, M., dan Astuti. R. 2012. Pengaruh Perendaman Beberapa Dosis Larutan Asam Asetat dan Larutan Bawang Putih Terhadap Jumlah Bakteri Pada Daging Ayam. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang.
Melliawati. R. 2007. Fermentasi air kelapa dan ekstrak buah nanas oleh bakteri acetobacter. Rmg-1 sebagai penghasil asam asetat dan bioselulosa. [Hasil Penelitian]. SIGMA, 10, (1) : 55-60.
Mile. L. 2008. Penggunaan es air kelapa terhadap daya awet ikan layang
(Decapterus macrosoma) dan Ikan Kakap Merah (Lutjanus Sp). [Tesis]. Ilmu
Perairan. Program Pascasarjana. Universitas Sam Ratulangi. Manado.
Seke, D.C. 2005. Aplikasi Konsentrasi Air Kelapa Terhadap Lama Penyimpanan Ikan Layang (Decapterus macroosoma) Dihubungkan dengan Tingkat Kemunduran Mutu. [Tesis]. Teknologi Hasil Industri Laut. Program Pascasarjana UNSRAT. Manado.
1. Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Perikanan Universitas Negeri Gorontalo