• Tidak ada hasil yang ditemukan

Knowlegde Management Dalam Rangka Mening (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Knowlegde Management Dalam Rangka Mening (1)"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

MATA KULIAH : ENTERPRENERUSHIP & LEADERSHIP

Dosen : Dr. Ida Ketut Kusumawijaya, SE.,MM

PAPER :

KNOWLEDGE MANAGEMENT DALAM RANGKA MENINGKATKAN

KINERJA PELAYANAN PEMERINTAH DAERAH

Oleh :

I Nengah Simpen, A.Par / 021.17.0351 I Dewa Made Rai Mahardika, SE / 021.17.0352

I Komang Ari Merta, S.T / 021.17.0353 I Gede Made Dwi Atmika, S.E / 021.17.0354

I Wayan Darma Kartika, S.T / 021.17.0355

PROGRAM PASCASARJANA STIE TRIATMA MULYA

DENPASAR

(2)

1. PENDAHULUAN

Pelaksanaan otonomi daerah diarahkan untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Daerah juga diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonasia. Oleh karena itu Pemerintah Daerah harus meningkatkan kapasitas untuk memberdayakan masyarakat melalui pelayanan masyarakat secara lebih efektif, efesien, akuntabel, transparan dan responsif.

Dalam rangka pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat, Pemerintah Daerah memiliki keterbatasan, terutama ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas yang memiliki kompetensi dalam pengelolaan manajemen pemerintahan serta mampu melakukan kegiatan – kegiatan inovatif dalam rangka memajukan Daerah. Disamping itu, salah satu kelemahan dalam pengelolaan SDM di Daerah adalah tingginya perputaran posisi pegawai antar instansi teknis yang tentunya memiliki job description dan job specification yang berbeda. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan menginventarisasi dan

menjaga aset pengetahuan yang ada di setiap instansi, dan berdampak pada sulitnya pegawai yang menempati posisi baru untuk mempelajari tata kelola yang dijalankan oleh pegawai sebelumnya. Kondisi ini menggambarkan betapa pentingnya knowledge sharing baik pada tingkat pimpinan maupun pada setiap level dibawahnya. Knowledge sharing dapat juga sebagai bagian dari kaderisasi yang sering diibaratkan sebagai jantungnya sebuah organisasi. Tanpa adanya kaderisasi, suatu organisasi sulit untuk maju dan dinamis. Kaderisasi akan memunculkan embrio baru yang akan melanjutkan perjuangan organisasi yang mampu melakukan inovasi, memberikan solusi atas permasalahan yang dihadapi organisasi, dan menjadi teladan bagi yang lainnya.

Organisasi pemerintahan yang efektif dan efesien dapat terwujud apabila setiap instansi pemerintah mampu memanfaatkan kekayaan pengetahuan yang dimilikinya, termasuk pengalaman – pengalaman dalam pelaksanaan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.

(3)

Manajemen Pengetahuan atau Knowledge Management merupakan juga upaya untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset intelektualnya berupa pengetahuan dan pengalaman yang ada. Tujuannya tentu saja adalah memanfaatkan aset tersebut untuk mencapai kinerja organisasi yang lebih baik untuk mempercepat pencapaian tujuan pelaksanaan reformasi birokrasi. (PERMENPAN & RB No. 14 Tahun 2011)

Dengan demikian Pemerintah Daerah dapat berpartisipasi aktif dalam knowledge sharing yang dapat dimanfaatkan dalam perumusan kebijakan dan benchmarking pelaksanaan reformasi birokrasi.

2. KAJIAN LITERATUR

Knowledge Management

Menurut Spender and Grant dalam (Kusumawijaya I. A., Model Bisnis Organisasi Berbasis Pengetahuan, 2017) Knowledge organisasi merupakan dasar membangun strategi organisasi dan menjadi sumberdaya penting profitabilitas organisasi untuk memperkuat dan mempertahankan keunggulan kompetitif. Knowldege merupakan campuran dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, pandangan pakar dan intuisi mendasar yang memberikan lingkungan dan kerangka untuk mengevaluasi dan menyatukan pengalaman baru dan informasi. Dua jenis knowledge, yaitu :

a. Tacit knowledge merupakan knowledge yang tidak mudah dilihat dan dinyatakan, bersifat sangat pribadi, sulit diformulasikan dan dikodifikasikan, serta tersimpan di otak manusia, sehingga sulit dikomunikasikan dan dibagi ke orang lain.

b. Explicit Knowledge merupakan sesuatu yang formal dan sistematis, dapat dinyatakan dalam kata maupun angka, dan mudah dikomunikasikan dalam berbagai bentuk. (Kusumawijaya I. A., Model Bisnis Organisasi Berbasis Pengetahuan, 2017).

Knowledge management merupakan proses menciptakan, memperoleh, memahami, membagi, dan menggunakan knowledge, dimanapun knowledge tersebut berada untuk meningkatkan pembelajaran dan kinerja organisasi, meliputi identifikasi, penciptaan, akuisisi, transfer, sharing, dan eksploitasi pengetahuan. (Astuti, 2012)

Dalam (Amriani, 2014) disebutkan bahwa istilah manajemen pengetahuan (knowledge management) yang dikenal luas di dunia bisnis adalah suatu pengelolaan sumber daya

(4)

pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki organisasi untuk menjadikan organisasi lebih baik dari waktu ke waktu (Smith, 1971 dalam Wallace 2007; Dalkir, 2005; Nonaka dan Takeuchi, 1995).

(Ningky, 2001) menyebutkan bahwa knowledge management merupakan strategi untuk meningkatkan efektivitas dan kesempatan dalam pengembangan kompetensi. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan budaya berbagi pengetahuan di antaranya adalah :

a. Menciptakan know-how dimana setiap pegawai berkesempatan dan bebas menentukan cara baru untuk menyelesaikan tugas dan berinovasi serta peluang untuk mensinergikan pengetahuan eksternal kedalam institusi.

b. Menangkap dan mengidentifikasi pengetahuan yang diangap bernilai dan direpresentasikan dengan cara yang logis.

c. Penempatan pengetahuan yang baru dalam format yang mudah diakses oleh seluruh pegawai dan pejabat.

d. Pengelolaan pengetahuan untuk menjamin informasi yang terkini agar dapat diperiksa untuk kesesuaian dan ketepatannya.

e. Format pengetahuan yang disediakan di website adalah format dengan pengguna bebas dan tertentu agar semua pegawai dapat mengakses dan mengembangkan setiap saat.

Wiig (1993) membagi knowledge management dalam organisasi ke dalam tiga perspektif, dengan batasan dan tujuan yang berbeda, yaitu :

a. Business Perspective—berfokus pada mengapa, dimana dan sejauh mana organisasi harus berinvestasi dan mengekploitasi pengetahuan. Strategi, produk dan layanan, aliansi, akuisisi, atau divestasi harus dipertimbangkan dari sudut pandang yang

berhubungan dengan pengetahuan

b. Management Perspective—berfokus pada penentuan, pengorganisasian, directing, fasilitasi, dan pemantauan praktik dan kegiatan terkait pengetahuan yang diperlukan

untuk mencapai strategi dan tujuan bisnis yang diinginkan.

c. Hands-on Perspective— berfokus pada penerapan keahlian untuk melakukan

pekerjaan dan tugas yang berhubungan dengan pengetahuan eksplisit. (Dalkir, 2005) Business perspective merupakan pemetaan landasan strategi knowledge management,

management perspective merupakan tingkatan taktis, dan hands-on perspective

(5)

Bontis dan Fitz-enz (2002) dalam (Primasari, 2018), menyatakan bahwa manajemen ilmu pengetahuan terdiri

dari:

a. Knowledge generation, yang menggambarkan cara karyawan meningkatkan dan

memperbaiki pekerjaan dan melakukan inovasi.

b. Knowledge integration, menggambarkan bagaimana karyawan mentransformasikan

tacit knowledge menjadi explicit knowledge melalui pengkodean ide ke dalam sistem organisasi.

c. Knowledge sharring, menggambarkan proses sosialisasi dan penyebaran knowledge. Klasifikasi terhadap manajemen ilmu pengetahuan tersebut di atas pada hakekatnya adalah suatu proses pengembangan, pemeliharaan, dan penggunaan knowledge dalam perusahaan/organisasi sehingga mereka menegaskan bahwa manajemen ilmu pengetahuan adalah leverage human capital perusahaan/ organisasi.

Masih dalam (Primasari, 2018) Darroch dan Naughton (2002) menyatakan bahwa fungsi dari manajemen pengetahuan adalah menciptakan pengetahuan, mengelola arus pengetahuan dalam organisasi dan menjamin bahwa pengetahuan tersebut digunakan secara efektif dan effisien untuk keuntungan jangka panjang organisasi. Fungsi ini memberikan tempat belajar (learing) dalam organisasi yang pada gilirannya dapat meningkatkan stok ilmu pengetahuan organisasi tersebut. Selanjutnya dapat dikatakan bahwa organisasi belajar adalah organisasi yang mengelola ilmu pengetahuan dan human capital nya secara efektif. Peter Senge dalam Sedarmayanti (2010) menjelaskan bahwa organisasi pembelajar (learning organization) adalah “organisasi yang orang-orangnya secara terus-menerus meningkatkan kapasitas yang mereka dambakan, pola pikir baru dipelihara, aspirasi kolektif dibiarkan bebas, dan setiap orang secara terus-menerus belajar untuk bagaimana belajar bersama.” Adapun lima disiplin organisasi pembelajaran adalah :

a. System thinking (Berpikir serba sistem). Berpikir serba sistem merupakan disiplin yang mengintegrasikan keempat disiplin lainnya, dan bersama-sama mencampurnya dalam teori yang logis dan praktis. Teori sistem mampu mengenali dan menerangkan keseluruhan, dan mempelajari interelasi antar bagian yang ada. Proses berpikir serba sistem merupakan suatu bentuk sistem pembelajaran yang baik dalam proses peningkatan kinerja organisasi.

(6)

memusatkan energi untuk membangun kesabaran dan melihat realitas secara objektif.

c. Mental Models (model mental) adalah asumsi yang diresapkan dengan sangat dalam, memandang secara umum atau merupakan gambaran/bayangan yang mempengaruhi bagaimana memahami dunia dan bagaimana cara bertindak.

d. Building shared vision (membangun visi bersama) mencakup keterampilan untuk menemukan gambaran masa depan bersama yang mendukung komitmen dan keterlibatan murni, bukan sekedar kesepakatan/kemufakatan. Visi tersebar disebabkan oleh proses penguatan, yaitu meningkatnya kegiatan, antusiasme dan komitmen saling mempengaruhi dalam organisasi.

e. Team Learning (Tim Pembelajaran) sebagai proses pencerahan dan pembangunan kapasitas tim untuk menciptakan hasil yang benar-benar mereka dambakan.. Tim yang anggotanya belajar bersama tidak saja akan memberikan hasil baik bagi organisasi, tetapi juga bagi anggotanya akan tumbuh lebih cepat dan berhasil.

Konversi Pengetahuan

Menurut (Nonaka, 1995) Ada empat model konversi pengetahuan, seperti yang diilustrasikan pada Gambar dibawah ini

a. Dari tacit knowledge ke tacit knowledge : proses sosialisasi. b. Dari tacit knowledge ke explicit knowledge : proses eksternalisasi. c. Dari explicit knowledge ke explicit knowledge : proses kombinasi.

d. Dari explixit knowledge ke tacit knowledge : proses internalisasi. (Dalkir, 2005)

(7)

Proses sosialisasi merupakan konversi pengetahuan dari tacit knowledge ke tacit knowledge dapat dilakukan melalui tatap muka seperti diskuri, pertemuan, magang,

pelatihan, rapat, maupun pada saat ngobrol antar karyawan yang dapat memunculkan juga dapat memunculkan ide – ide ataupun pengetahuan yang bermutu.

Proses eksternalisasi merupakan konversi pengetahuan dari tacit ke explicit, terwujud melalui pewujudan pengetahuan kedalam bentuk dokumen yang merupakan bentuk explicit dari pengetahuan saat proses sosialisasi. Pendokumentasian pengetahuan dapat

berupa pencatatan maupun pembuatan dokumen elektronik yang dapat disimpan dan dipublikasikan bagi komponen organisasi yang membutuhkan informasi atau pengetahuan tersebut. Sedangkan proses kombinasi terjadi ketika konvensi dari explicit ke explicit, sedangkan Internalisasi terbentuk melalui konversi explicit ke tacit.

Knowledge Sharing

Dalam proses konversi pengetahuan akan terjadi knowledge sharing, sehingga terbentuk budaya organisasi saling berbagi pengetahuan diantara semua anggota organisasi. Menurut Tobing, Paul, L, (2007) dalam (Kusumawijaya I. A., Knowlegde Sharing Dalam Organisasi Berbasis Ilmu Pengetahuan, 2013) budaya knowledge sharing dalam organisasi tergantung :

a. Peranan pemimpin dalam merumuskan visi, keterlibatan langsung, pemberian dukungan.

b. Budaya organisasi yang memberikan iklim kepercayaan dan keterbukaan.

c. Adanya kemauan dari pimpinan organisasi untuk mempromosikan knowledge sharing dan kolaborasi.

d. Penghargaan organisas atas knowledge, pembelajaran dan inovasi.

e. Kemampuan struktur organsiasi untuk beradaptasi dan mengeksekusi proses transformasi dan perubahan dengan efektif.

Knowlegde Sharing merupakan salah satu bagian dari knowlegde management untuk memberikan kesempatan kepada anggota organisasi untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, teknik, pengalaman, ide yang dimiliki oleh komponen organisasi lainnya dalam rangka memajukan organisasi.

(8)

Faktor Deskripsi

Sistem Informasi Sistem informasi dan teknologi, membagi informasi, pemetaan pengetahuan, komunikasi, arsip organisasi, explicit, tacit knowlegde

Struktur Organisasi Struktur organisasi, organisasi, infrastruktur organisasi, fungsi, struktur sosial, ekologi sosial, sistem sosial, bisnis perusahaan, kebijakan organisasi, tim, masyarakat

Sistem Rewards Sistem penghargaan, instentif, pengakuan, motivator, bonus, pendanaan kinerja

Proses Proses bisnis, operasi, program, prosedur, sistem pendukung, proses pekerjaan, alur kerja

Orang SDM, modal intelektual, strategi community based, humas

Kepemimpinan Kepemimpinan dan manajerial

(Holowetzky, 2001)

Knowledge Management Pada Pemerintahan

Dalam Laporan (TRP, 2016) menyebutkan bahwa dalam konteks pemerintahan atau organisasi publik, perubahan yang terjadi di era globalisasi dan otonomi menjadi tantangan dan tanggung jawab besar pemerintah dalam melaksanakan pelayanan publik. Hal ini menuntut terciptanya organisasi pemerintah yang semakin cerdas dan mampu melakukan berbagai inovasi. Manajemen pengetahuan (knowledge management) saat ini tidak hanya dikenal dalam perusahaan swasta (private sector), tetapi juga sudah dikenal pada organisasi pemerintahan (public sector). Setiadi, dkk (2011) mengungkapkan bahwa penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) di organisasi pemerintahan hampir sama dengan organisasi swasta. Perbedaannya, organisasi swasta tujuannya adalah profit, sedangkan organisasi pemerintahan tujuan akhirnya adalah peningkatan layanan publik. Sejumlah literatur menunjukkan bahwa organisasi pemerintahan telah menginisiasi penerapan manajemen pengetahuan. Penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) pada organisasi pemerintahan ditujukan untuk mempermudah proses penciptaan, pengumpulan, penyimpanan, dan berbagi-tukar pengetahuan (knowledge sharing), menutup kesenjangan pengetahuan antara satu karyawan dengan karyawan lainnya dan meningkatkan kemampuan organisasi dalam mengelola aset intelektual, pengetahuan dan pengalaman yang ada (Bappenas, 2011; Ningky, 2010).

Peningkatan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah

(9)

selaras dengan perubahan lingkungan akan bergantung pada kemampuan organisasi dalam meyesuaikan diri terhadap lingkungan. Artinya suatu organisasi mampu menyusun strategi dan kebijakan yang ampuh untuk mengatasi setiap perubahan yang terjadi. Dalam sebuah organisasi dalam proses mencapai tujuan serta reformasi dalam rangka peningkatan kemampuan aparatur harus diikuti oleh peningkatan kinerja. Jika kinerja aparatur pemerintah baik dan maksimal maka tujuan organisasi akan tercapai dan organisasi tersebut dapat dikatakan berhasil dalam menjalankan tugasnya. Kinerja aparatur juga dapat menunjukkan kemampuan aparatur tersebut, aparatur yang menciptakan dan mewujudkan kinerja aparatur yang baik maka setidaknya memiliki kemampuan yang baik pula dan sebaliknya (Primasari,2018)

Pelayanan Publik

Sesuai dengan Paratuaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20/M.PAN/04/2006 tentang Pedoman Penyusunan Standar Pelayanan Publik disebutkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan hak – hak sipil warga negara dan penduduk atas suatu barang, jasa, dan/atau pelayanan administrasi yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Sedangkan manajemen pelayanan adalah penataan penyelenggaraan pelayanan secara efektif dan efesien guna mencapai kinerja pelayanan yang optimal.

Dasar teoritis pelayanan publik yang ideal menurut paradigma New Public Service sebagaimana didiskusikan diatas adalah bahwa pelayanan publik harus responsif

terhadap berbagai kepentingan dan nilai yang ada. Tugas pemerintah adalah melakukan negosiasi dan mengelaborasi berbagai kepentingan di antara warga negara dan kelompok komunitas. Ini mengandung makna bahwa karakter dan nilai yang terkandung dalam pelayanan publik tersebut harus berisi preferensi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Karena masyarakat bersifat dinamis, maka karakter pelayanan publik juga harus selalu berubah mengikuti perkembangan masyarakat. (Prasetyani, 2009)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

(10)

tersebut guna memajukan dan mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini sharing knowlegde merupakan salah satu bagian dari knowlegde management yang memegang peran penting keberhasilan penerapan knowlegde management dalam suatu organisasi.

Inti dari hasil yang ingin diperoleh dari penerapan konsep knowlegde management adalah meningkatkan kinerja anggota organisasi melalui penguasaan

pengetahuan oleh seluruh anggota organisasi, sehingga setiap anggota organisasi dapat sinergi untuk mewujudkan kinerja yang lebih baik untuk mencapai tujuan bersama. Keberhasilan penerapan knowlegde sharing juga akan menjamin kedepan organisasi akan tetap survive sepanjang masa.

Pada umumnya pegawai pada Pemerintah Daerah mengalami mobilitas yang cukup tinggi antar instansi di daerah dengan tugas pokok dan fungsi yang beragam. Oleh karena itu diperlukan kemampuan adaptasi yang tinggi oleh seorang pegawai untuk dapat menjalankan tugas di tempat baru secepat mungkin. Kondisi ini mengakibatkan suatu instansi sangat penting untuk mengelola sumber daya yang dimiliki agar mendukung setiap pegawai (SDM) yang dimiliki dapat melaksanakan tugas dengan baik walaupun pegawai yang bersangkutan baru masuk ke instansinya. Disinilah dapat dirasakan pentingnya pengelolaan pengetahuan organisasi / knowlegde management untuk menjaga organisasi tetap maju walau menghadapi berbagai situasi yang mempengaruhi kinerja pencapaian tujuan organisasi.

Ditetapkannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Regormasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowlegde Management) merupakan salah satu langkah pelaksanaan reformasi di tubuh birokrasi dimana bagi Kementerian / Lembaga dan Pemerintah Daerah didorong untuk mewujudkan organisasi yang efektif dan efisien. Untuk itu setiap instansi pemerintah harus siap untuk memanfaatkan kekayaan pengetahuan yang dimilikinya, termasuk belajar dari pengalaman-pengalaman di masa lampau. Secara umum hal itu diwujudkan dalam bentuk peraturan dan prosedur kerja dalam organisasi masing-masing, serta rangkaian kegiatan untuk perubahan dan penyempurnaanya. Kendala yang sering dihadapi adalah bahwa pengetahuan dan pengalaman dalam organisasi sering kali tersebar dan, tidak terdokumentasikan dan bahkan mungkin masih ada sebatas dalam pikiran masing-masing individu dalam organisasi.

(11)

tersebut untuk mencapai kinerja organisasi yang lebih baik untuk mempercepat pencapaian tujuan dilaksanakannya reformasi birokrasi. Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional UPRBN) mengelola forum knowlegde management yang dimanfaatkan sebagai knowlegde sharing yang berguna naik dalam perumusan kebijakan reformasi birokrasi nasional maupun sebagai benchmarking bagi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah. Sedangkan Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam memberikan knowlegde sharing pengalaman pelaksanaan reformasi birokrasi dalam forum knowlegde management. Oleh karena itu pedoman yang disediakan oleh Kementerian PAN & RB memberikan gambaran mengenai penerapan manajemen pengetahuan (knowlegde management). Walaupun penerapan manajemen pengetahuan tidak menjadi aspek yang dinilai dalam pelaksanaan reformasi birokrasi, namun dapat membantu dalam rangka pelaksanaan reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik.

Dalam (Amriani, 2014) beberapa tahapan dalam melaksanakan knowlegde management pada pemerintah daerah dapat diuraikan sebagai berikut :

a. Knowlegde Creation

Knowlegde Creation atau penciptaan pengetahuan malalui proses konversi

pengetahuan (knowlegde conversion) yang terdiri dari empat bentuk yaitu Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi dan Internalisasi.

1) Sosialisasi

Proses sosialisasi pada organisasi pemerintah daerah dilakukan melalui pembicaraan informal seperti diskusi, tukar pendapat/pengalaman (best practice) antar pegawai, observasi, komunikasi dengan stakeholders dan pengalaman instansi lainnya. Proses sosialisasi juga didapatkan dari pegawai melalui bimbingan teknis, pendidikan dan pelatihan, training atau magang yang kemudian membagi ilmu yang didapat kepada rekan kerja ataupun team work dalam satu instansi. Dengan demikian, ilmu yang didapat dan ditransfer akan menjadi pengetahuan bersama organisasi. Proses sosialisasi juga dapat diperolah dalam rapat – rapat koordinasi, rapat rutin.

2) Eksternalisasi

(12)

dari pengetahuan akan memerlukan tempat penyimpanan dan pemeliharaan dari dokumen yang dihasilkan sehingga kedepan dapat menjadi bahan pembelajaran bagi pegawai yang baru masuk ke instansi ataupun juga pegawai yang bergeser menggantikan prosisi rekan kerja secara internal dalam rangka penyegaran. Bentuk eksplisit dari pengetahuan dapat disimpan dalam bentuk dokumen hardcopy maupun soft copy. Dengan kemajuan teknologi informasi bahkan

sebagian instansi telah mewujudkan bentuk eksplisit dari pengetahuan tersebut ke dalam sistem yang terintegrasi sehingga dapat mempermudah pegawai yang akan menuangkan pengetahuan tacit ke dalam pengetahuan explicit, serta memberi kemudahan bagi pegawai yang membutuhkan pengetahuan dalam organisasi untuk dipelajari. Kemudahan – kemudahan yang disediakan instansi / organisasi ini tentu akan sangat bermanfaat bagi keberlangsungan peningkatan kinerja organisasi.

3) Kombinasi

Proses kombinasi merupakan konversi pengetahuan explicit menjadi pengetahuan

explicit dilakukan melalui penyusunan sistem knowlegde management

berdasarkan topik, penerapan konsep misi dan operasionalisasi konsep dalam fungsi manajemen. Secara kasat mata, proses kombinasi dapat dilakukan berupa pertukaran dokumen yang menyangkut pengetahuan antar pegawai ataupun antar instansi yang melakukan kerja sama pertukaran pengetahuan atau sharing knowlegde. Pengetahuan yang sudah terdokumentasikan melalui proses

(13)

(database) maupun tidak terstruktur (dokumen, laporan dan notulen) dapat mendukung proses kombinasi.

4) Internalisasi

Proses internalisasi merupakan konversi dari explicit ke tacit yang dilakukan dengan cara memperoleh pengetahuan melaui media (dapat berupa internet, media masa, media elektronik). Proses internalisasi merupakan bagian dari knowlegde creation yang penting, karena pencarian pengetahuan dilakukan

melalui berbagai media untuk menambah pengetahuan. Semua dokumen, data dan informasi serta pengetahuan yang terdokumentasikan dengan baik bisa dibaca oleh pegawai lain, dapat meningkatkan pegawai yang membacanya sehingga setiap pegawai dapat meningkatkan pengetahuan dengan lebih mudah serta membandingkannya dengan pengetahuan yang didapatkan dari sumber / media yang lainnya. Teknologi informasi yang berkembang telah mendukung proses internalisasi yaitu dalam pencarian pengetahuan dan pengambilan dokumen sebagai bentuk eksplisit pengetahuan. Content management disamping mendukung bentuk kombinasi juga menjadi fasilitas yang dibutuhkan dalam proses internalisasi. Proses ini dipicu oleh penerapan learning by doing.

b. Knowlegde Sharing

Dalam kegiatan pemerintah daerah, knowlegde sharing dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu :

1) Dokumentasi hasil rapat, seminar, workshop, focus group discussion (FGD), yang disebarluarkan kepada pegawai di instansi sebagai acuan / pedoman pelaksnaan tugas – tugas instansi.

2) Melalui media komunikasi dan korespondensi instansi yang berlaku dalam instansi, seperti nota dinas, group media sosial yang dibentuk dalam suatu instansi (group whatsup, BBM, Massenger, dll) yang disesuaikan dengan kondisi umum instansi. Model chat gorup biasanya lebih diminati karena antara satu dengan yang lainnya dapat berlangsung interaktif walaupun sedang berada pada tempat yang terpisah sehingga lebih efektif dan efesien dalam proses sharing pengetahuan.

(14)

c. Knowlegde Implementing

Adapun langkah – langkah dalam penerapan knowlegde management dapat dibagi menjadi empat tahapan yaitu :

1) Tahan evaluasi infrastruktur

Terdiri dari kegiatan menganalisis infrastruktur yang tersedia dan menyesuaikan dengan strategi bisnis.

2) Merancang knowlegde management sistem (KMS)

Merancang KMS meliputi : mendesain infrastruktur KMS, menilai pengetahuan – pengetahuan yang ada, mendesain tim KMS, membuat cetak biru KM, dan mengembangkan KMS serta merancang pengembangannya.

3) Tahap pengembangan

Tahap pengembangan meliputi : penyebaran Knowlegde Management, penerapan metodologi KMS, mengelola dan menyusun perubahan, budaya dan reward system.

4) Tahap evaluasi

Evalusi kinerja dan dampak KMS bagi organisasi bertujuan untuk dapat melakukan perbaikan dan pengembangan KMS.

(15)

Knowlegde Implementating pada Pemerintah Daerah

Aktivitas yang dilakukan oleh aparatur pemerintah daerah dapat menyebabkan beroperasinya organisasi pemerintahan. Prawirosentono (1999) menjelaskan dalam (Primasari, 2018), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan/aparatur adalah sebagai berikut :

a. Efektivitas dan efisiensi

Efektivitas dapat terwujud bila tujuan dapat tercapai sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Sedangkan efisien berkaitan dengan jumlah biaya/beban yang dikeluarkan dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

b. Otoritas dan tanggung jawab

Dalam organisasi yang baik wewenang telah didelegasikan dengan baik tanpa adanya tumpang tindih dan tugas. Kejelasan wewenang dan tanggungjawab setiap orang dalam sebuah organisasi akan mendukung kinerja karyawan. Kinerja karyawan akan dapat terwujud bila karyawan mempunyai komitmen dengan organisasinya dan ditunjang dengan disiplin kerja yang tinggi. Begitu juga dengan organisasi pemerintahan.

c. Disiplin

Disiplin meliputi ketaatan terhadap aturan dan berkaitan erat dengan sanksi yang perlu dijatuhkan kepada pihak yang melanggar.

d. Inisiatif

Inisiatif seseorang berkaitan dengan daya pikir, kreativitas dalam bentuk ide untuk merencanakan seseuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi.

Penilaian terhadap kinerja aparatur diperlukan untuk mengetahui dan melihat kinerja aparatur. Bernardin dan Russel dalam (Sutrisno, 2010) menjelaskan, Enam kinerja primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu :

a. Quality

merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati tujuan yang diharapkan.

b. Quantity

Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah, unit dan siklus kegiatan yang dilakukan.

(16)

c. Timeliness

Merupakan sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki, dengan memperhatikan output serta waktu yang dibutuhkan oleh orang lain untuk menyelesaikan kegiatan yang sama.

d. Cost efektiveness

Merupakan tingkat sejauh mana penggunaan sumberdaya organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan material) dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan sumberdaya.

e. Need for supervision

Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

f. Interpersonal inpact

Merupakan tingkat sejauh mana pegawai memelihara harga diri, nama baik dan kerjasama dengan rekan kerja dan bawahan.

Penerapan knowledge management pada organisasi sektor publik terdiri dari 4 (empat) tahap, yang terdiri dari secara keseluruhan 10 (sepuluh) langkah. Keempat tahap knowledge management tersebut adalah (Tiwana, Amrit, 2000) dalam (Kusumawijaya I. ,

2015) :

Tahap I: Evaluasi Infrastruktur

Langkah 1. Analisis infrastruktur organisasi. Pada langkah awal diperlukan pemahaman atas berbagai komponen yang ada pada strategi dan kerangka tekonologi yang dipergunakan, dengan menganalisis dan menghitung komponen yang telah siap di organisasi. Mengidentifikasi kesenjangan pada infrastruktur yang ada, sehingga dapat ditetapkan dan dikembangkan secara akurat sistem manajemen pengetahuan lebih lanjut.

Langkah 2. Menyesuaikan manajemen pengetahuan dan strategi bisnis. Pengetahuan menjadi pedoman untuk merancang strategi, dan strategi memandu implementasi manajemen pengetahuan. Tanpa ada kejelasan dalam menterjemahkan keterkaitan antara manajemen pengetahuan dan strategi bisnis, tidak akan tercipta hubungan antara rancangan sistem manajemen pengetahuan dengan strategi organisasi untuk membangun keunggulan bersaing jangka panjang.

(17)

Langkah 3. Merancang manajemen pengetahuan dan mengintegrasikan infrastruktur yang ada. Langkah untuk penyebaran manajemen pengetahuan, seharusnya dipilih komponen infrastruktur terintegrasi pada rancang bangun sistem manajemen pengetahuan. Pemilihan komponen infrastruktur sistem manajemen pengetahuan sangat ditentukan oleh budaya dan norma kerja organisasi.

Langkah 4. Mengaudit dan menganalisis pengetahuan yang ada. Aktivitas manajemen pengetahuan dimulai dengan pengetahuan yang dimiliki organisasi. Analisis dan audit pengetahuan diawali oleh pemahaman mengapa audit pengetahuan dibutuhkan, selanjutnya mempekerjakan tim audit yang merepresentasikan berbagai bagian di organisasi. Tim audit pengetahuan menilai aset pengetahuan yang ada dalam organisasi untuk mengidentifikasi pengetahuan organisasi.

Langkah 5. Merancang tim manajemen pengetahuan. Pada langkah ini yaitu merancang tim manajemen pengetahuan yang akan merancang, membangun, mengimplementasikan dan menyebarkan sistem manajemen pengetahuan organisasi. Merancang tim manajemen pengetahuan yang efektif dengan mengidentifikasi stakeholder kunci baik dalam maupun di luar organisasi, dan mengidentifikasi sumberdaya individu yang kompeten untuk menyeimbangkan kebutuhan manajerial.

Langkah 6. Menciptakan cetak biru manajemen pengetahuan. Cetak biru sistem manajemen pengetahuan terdiri dari sebuah rencana pembangunan dan peningkatan sistem manajemen pengetahuan guna mengoptimalkan kinerja organisasi melalui pengintegrasian kolaborasi platform internet organisasi. Langkah 7. Mengembangkan sistem manajemen pengetahuan. Mengembangkan sistem

manajemen pengetahuan dengan membangun kolaborasi sistem dokumen yang digunakan pada organisasi berbasis web yang mudah digunakan yang dilandasi oleh rancang bangun komputer organisasi.

Tahap III : Penyebaran Sistem

(18)

Langkah 9. Manajemen perubahan, budaya, rancangan struktur reward dan pemilihan CKO. Ada banyak asumsi salah bahwa nilai intrinsic inovasi seperti sistem manajemen pengetahuan akan menciptakan adopsi yang dilakukan oleh individu organisasi. Meningkatkan dukungan individu membutuhkan integrasi proses bisnis organisasi dengan penggunaan sistem manajemen pengetahuan dan struktur kompensasi yang dapat memotivasi individu organisasi.

Tahap IV: Evaluasi

Langkah 10. Mengukur hasil manajemen pengetahuan, merencanakan pengukuran ROI dan mengevaluasi sistem kinerja. Pengukuran Return on Knowledge Investment (RoKI) seharusnya dihitung untuk dampak persaingan dan

keuangan dari manajemen pengetahuan organisasi, dengan melakukan pemilihan pengukuran yang bisa dipercaya.

4. SIMPULAN

Knowlegde Management (KM) pada pemerintah daerah sangat dibutuhkan

mengingat sangat tingginya frekwensi mutasi antar intansi dalam Pemerintah Daerah serta sumber daya manusia yang terbatas. Apabila knowlegde management pada Pemerintah Daerah telah berjalan dengan baik, maka roda pemerintahan dan peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat akan tetap dapat ditingkatkan dalam berbagai kondisi.

Pelaksanaan knowlegde management pada Pemerintah Daerah telah digariskan dengan diberlakukannya Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management).

Pengembangan tahapan pelaksanaan knowlegde management dalam reformasi birokrasi pada Pemerintah Daerah dilakukan dengan tahapan :

a. Langkah-langkah yang harus dilakukan pada tahap Kesatu :

1) Mengidentifikasi konteks manajemen pengetahuan dalam organisasi; 2) Mengidentifikasi praktekmanajemen pengetahuan dalam organisasi;

3) Mengidentifikasi dan melakukan analisis terhadap para pemangku kepentingan;

(19)

6) Mengembangkan strategi implementasi manajemen pengetahuan. b. Langkah – langkah yang harus dilakukan pada tahap Kedua :

1) Pembentukan kebiasaan; 2) Penyediaan payung regulasi; 3) Pemanfaatan teknologi;

4) Penyelarasan dengan strategi manajemen perubahan. c. Langkah – langkah yang harus dilakukan pada tahap Ketiga :

1) Mekanisme berkala untuk penyempurnaan dan pengembangan pengetahuan; 2) Pembangunan Community of Practices;

3) Terus menerus menyempurnakan Tata Kelola dan strategi manajemen pengetahuan.

Dalam implementasi knowlegde management pada Pemerintah Daerah tetap menghindari bocornya pengetahuan tertentu keluar dari instansi pemerintahan yang memilikinya. Hal ini disebabkan karena terdapat pengetahuan yang bersifat khusus menyangkut ketentuan perundang – undangan yang mengatur data dan informasi yang bersifat rahasia jabatan dan rahasia instansi. Untuk pengetahuan yang semacan ini akan memerlukan integritas yang kuat bagi pegawai yang memiliki pengetahuan tersebut agar tidak menimbulkan kerugian instansi, walaupun sudah keluar dari instansi yang memiliki pengetahuan itu.

Perkembangan teknologi informasi sangat membantu pengembangan knowlegde management dalam suatu organisasi pemerintahan. Kemudahan dalam sistem

pengelolaan data dan iformasi, penyimpanan dan akses terhadap kebutuhan pengetahuan dapat dikelola dalam satu sistem knowlegde management, salah satunya dapat berupa database yang dapat diakses melalui situs website perangkat daerah. Teknik praktis

knowlegde sharing yang paling mudah dilakukan dan efesien dewasa ini, salah satunya

adalah penyebaran pengetahuan dan diskusi melalui group media sosial (seperti group whatsapp, BBM, massenger, dll). Suatu komunitas pegawai membentuk satu group sesuai dengan kebutuhan knowlegde sharing masing – masing pegawai.

(20)
(21)

DAFTAR PUSTAKA

Amriani, T. N. (2014, Mei 14). Knowledge Management (KM) Dalam Organisasi Publik. Dipetik April 8, 2018, dari http://www.bppk.depkeu.go.id/berita-makasar/19407-knowledge-management-km-dalam-organisasi-publik

Astuti, P. K. (2012). Implementasi knowledge management pada usaha kecil menengah: perspektif critical succes factor (csf). 113-119.

Dalkir, K. (2005). Knowledge Management in theory and Practice. USA: Elsevier Butterworth–Heinemann .

Holowetzky, A. (2001). The relationship between knowledge management and organizational culture: An examination of cultural factors that support the flow and management of knowledge within an organization. Beaverton: University of Oregon Applied Information Management Program.

https://id.wikipedia.org. (t.thn.). Dipetik April 13, 2018, dari https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Manajemen_pengetahuan&action=submit

Kusumawijaya, I. (2015). Upaya Meningkatkan Kinerja Organisasi Sektor Publik Berbasis Knowlegde Management. Optimalisasi Peran Industri Kreatif dalam Menghadapi

Masyarakat Ekonomi ASEAN (hal. 9-10). Semarang: Universitas 17 Agustus

Semarang.

Kusumawijaya, I. A. (2013). Knowlegde Sharing Dalam Organisasi Berbasis Ilmu Pengetahuan. Sustainable Competitive Advantage (SCA).

Kusumawijaya, I. A. (2017). Model Bisnis Organisasi Berbasis Pengetahuan. Sustainable Competitive Advantage (SCA).

Ningky, M. (2001). Proses Penciptaan Pengetahuan di Perusahaan. Seminar Ikatan Pustakawan Indonesia, (hal. 14 hal). Jakarta.

Nonaka, I. a. (1995). The Knowledge Creating Company: How Japanese Companies Create the Dynamics of Innovation. Oxforrd: Oxford University Press.

Prasetyani, N. (2009). Analisis Kinerja Pelayanan Publik Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kebupaten Demak. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang.

Primasari, S. D. (2018). Knowledge Management sebagai Bentuk Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Meningkatkan Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah. Dipetik April 09, 2018, dari:http://www.sumbarprov.go.id/images/1448811591-(1)%20Dr.%20Andin%20NP, %20S.IP,%20M.Si.pdf

(22)

TRP, D. (2016). Kajian Internalisasi Manajemen Pengetahuan Dalam Penyusunan Kebijakan Bidang Tata Ruang dan Pertanahan. Jakarta: Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Kementerian PPN/Bappenas.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management).

Gambar

Gambar : Tahapan Penerapan Knowledge Management Sumber : Amrit Tiwana (2002) (dimodifikasi)

Referensi

Dokumen terkait

Jakarta: Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No.40 Tahun 2018. Tentang pedoman

Untuk itu, berpedoman Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penyusunan

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2013 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Buku Saku Data dan Informasi tahun 2016 merupakan salah satu bentuk publikasi data dan informasi yang menyajikan secara ringkas gambaran situasi upaya kesehatan,

Dengan kolaborasi antara PHP, MySQL pada Google Maps maka layer-layer yang dibuat pada peta berbentuk Polygon, Polyline atau Placemark, akan menghasilkan tampilan

1) Analisa Perbandingan Laporan Keuangan, adalah metode dan teknik analisa dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih. 2) Trend atau

Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini adalah berupa eksperimen yang terdiri dari tes awal pembelajaran dribbling bola basket dan

Pengolahan data pernikahan, yang meliputi pendaftaran nikah, cerai dan rujuk, yang dilakukan pada Instansi Kantor urusan Agama disini pegawai masih dikerjakan secara