• Tidak ada hasil yang ditemukan

162428549 Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "162428549 Dasar Teori Penilaian Prestasi Kerja"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kinerja

2.1.1. Pengertian kinerja

Hasibuan, (2007) menyatakan kinerja merupakan perwujudan kerja yang dilakukan oleh karyawan yang biasanya dipakai sebagai dasar penilaian terhadap karyawan atau organisasi. Kinerja yang baik merupakan langkah untuk tercapainya tujuan organisasi. Sehingga perlu diupayakan usaha untuk meningkatkan kinerja. Tetapi hal ini tidak mudah sebab banyak faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja seseorang. As’ad, (2000) menyatakan kinerja adalah hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan. Dharma, (2001) menyatakan sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau diberikan seseorang atau sekelompok orang.

Bernardin dan Russel, (2000) menyatakan kinerja adalah catatan perolehan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama satu periode pekerjaan tertentu. Simamora, (2004) menyatakan kinerja mengacu kepada kadar pencapaian tugas-tugas yang membentuk sebuah pekerjaan karyawan. Kinerja merefleksikan seberapa baik karyawan memenuhi persyaratan sebuah pekerjaan. Rivai, (2008) menyatakan kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja karyawan

(2)

merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.

Dari beberapa uraian tersebut, dapat dikemukakan bahwa kinerja adalah hasil kerja nyata yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya sesuai dengan kriteria dan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi.

2.1.2. Penilaian kinerja

Dharma, (2001) menyatakan bahwa hampir seluruh cara penilaian kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut.

1) Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikan 2) Kualitas yaitu mutu yang dihasilkan

3) Ketepatan waktu yaitu sesuai atau tidaknya dengan waktu yang telah direncanakan.

Selanjutnya Simamora, (2004) menyatakan bahwa : “Penilaian kinerja seyogyanya tidak dipahami secara sempit, tetapi dapat menghasilkan beraneka ragam jenis kinerja yang diukur melalui berbagai cara. Kuncinya adalah dengan sering mengukur kinerja dan menggunakan informasi tersebut untuk koreksi pertengahan periode”.

Mitchell (dalam Sedarmayanti, 2001) menyatakan bahwa : “kinerja meliputi beberapa aspek, sebagai berikut.

(3)

4) Capability 5) Communication

Sedangkan Simamora, (2004) menyatakan bahwa kinerja karyawan sesungguhnya dinilai atas lima dimensi.

1) Mutu

2) Kuantitas

3) Penyelesaian proyek 4) Kerjasama

5) Kepemimpinan

Tohardi, (2002) mengajukan unsur-unsur kinerja yang dinilai adalah sebagai berikut.

1) Kesetiaan (loyalitas) 2) Prestasi kerja 3) Tanggung jawab 4) Ketaatan

5) Kejujuran 6) Prakarsa 7) Kepemimpinan

Berkaitan dengan pengukuran tersebut, Swanto (1999) mengemukakan pengukuran kinerja secara umum, yang kemudian diterjemahkan dalam penilaian perilaku secara mendasar, sebagai berikut.

(4)

3) Pengetahuan tentang pekerjaan 4) Pendapat atau pernyataan 5) Keputusan yang diambil 6) Perencanaan kerja 7) Daerah organisasi kerja

Tidak semua kriteria pengukuran kinerja dipakai dalam suatu penilaian kinerja karyawan dimana hal ini harus disesuaikan dengan jenis pekerjaan yang akan dimulai.

Bernardin dan Russel (dalam Martoyo, 2000) mengajukan enam kriteria primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja sebagai berikut.

1) Quality

Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.

2) Quantity

Merupakan jumlah yang dihasilkan misalnya : jumlah rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan.

3) Timeliness

Merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan yang lain.

4) Cost Effective

(5)

5) Need for Supervisor

Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan suatu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang diinginkan.

6) Interpersonal Import

Merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga diri, nama baik dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.

Penerapan standar diperlukan untuk mengetahui apakah kriteria karyawan telah sesuai dengan sasaran yang telah diharapkan, sekaligus melihat besarnya penyimpangan dengan cara membandingkan antara hasil pekerjaan aktual dengan hasil yang diharapkan. Oleh karena itu adanya suatu standar yang baku merupakan tolak ukur bagi kinerja yang akan dievaluasi.

Dalam perusahaan jasa, pengukuran kinerja yang digunakan disesuaikan dengan situasi dan kondisi kerja. Menurut Swanto (1999) terdapat 7 poin penilaian perilaku kinerja, dimana ke 7 pengukuran kinerja tersebut yang dijadikan dasar oleh perusahaan sebagai alat ukur kinerja adalah kuantitas kerja. Kuantitas kerja ini dalam bentuk satuan rupiah. Walaupun demikian dari ke 7 poin penilaian kerja tersebut saling berkaitan dan pada dasarnya dapat dinilai atau diukur pada setiap poin tersebut. Namun pada dasarnya ke 7 poin tersebut dapat dicerminkan oleh satu poin yaitu kuantitas kerja yang merupakan hasil akhir dari kinerja yang dilakukan oleh karyawan.

(6)

kinerja yang tidak efektif adalah dengan memperhatikan/menilai beberapa faktor, diantaranya seperti terlihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1

Beberapa Faktor Untuk Mengetahui Tingkat Kinerja (Pegawai Yang Tidak Efektif)

(7)

kinerja individu adalah bagaimana seorang pegawai melaksanakan pekerjaannya atau untuk kerjanya. Kinerja pegawai yang meningkat akan turut mempengaruhi/ meningkatkan prestasi organisasi tempat pegawai yang bersangkutan bekerja, sehingga tujuan organisasi yang telah ditentukan dapat dicapai.

2.1.3 Metode-metode penilaian kinerja

Aspek penting dari suatu sistem penilaian kinerja adalah standar yang jelas. Sasaran utama dari adanya standar tersebut ialah teridentifikasinya unsur-unsur kritikal suatu pekerjaan. Standar itulah yang merupakan tolok ukur seseorang melaksanakan pekerjaannya. Standar yang telah ditetapkan tersebut harus mempunyai nilai komparatif yang dalam penerapannya harus dapat berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja seorang karyawan dengan karyawan lain yang melakukan pekerjaan sejenis.

Metode penilaian prestasi kinerja pada umumnya dikelompokkan menjadi 3 macam, yakni: (1) Result-based performance evaluation, (2) Behavior-based performance evaluation, (3) Judgment-based performance evaluation, sebagai berikut, (Robbins, 2003).

(8)

melibatkan para pekerja, akan jauh berdampak positif terhadap peningkatan produktivitas organisasi. Praktek penetapan tujuan secara partisipatif, yang biasanya dikenal dengan istilah Management By Objective (MBO), dianggap sebagai sarana motivasi yang sangat strategis karena para pekerja langsung terlibat dalam keputusan-keputusan perihal tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Para pekerja akan cenderung menerima tujuan-tujuan itu sebagai tujuan mereka sendiri, dan merasa lebih bertanggung jawab untuk dan selama pelaksanaan pencapaian tujuan-tujuan itu.

(9)

dari berbagai departemen. Sifatnya kolaboratif memakan waktu yang banyak dan biasa pada jenis pekerjaan tertentu, adalah job specific, tidak dapat dipindahkan dari satu organisasi ke organisasi lain.

3) Penilaian performansi berdasarkan judgement (Judgement-Based Performance Evaluation) Tipe kriteria performansi yang menilai dan/atau mengevaluasi perfomansi kerja pekerja berdasarkan deskripsi perilaku yang spesifik, quantity of work, quality of work, job knowledge, cooperation, initiative, dependability, personal qualities dan yang sejenis lainnya. Dimensi-dimensi ini biasanya menjadi perhatian dari tipe yang satu ini.

(1) Quantity of work, jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan;

(2) Quality of work, kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya;

(3) Job knowledge, luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan ketrampilannya;

(4) Cooperation, kesediaan untuk bekerja sama dengan orang lain (sesama anggota organisasi).

(5) Initiative, semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggung jawabnya;

(6) Personal qualities, menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramah-tamahan dan integritas pribadi.

(10)

Penilaian yang dilakukan dengan baik sesuai fungsinya akan sangat menguntungkan organisasi, yaitu akan dapat meningkatkan kinerja. Akan tetapi, dalam proses melakukan penilaian kinerja yang baik terdapat beberapa penyebab kesalahan dalam penilaian kinerja (Sedarmayanti, 2009) sebagai berikut.

1) Efek halo. Terjadi bila pendapat pribadi penilai tentang karyawan mempengaruhi pengumuman kinerja.

2) Kesalahan kecenderungan terpusat. Disebabkan oleh penilai yang menghindari penilaian sangat baik atau sangat buruk. Penilaian kinerja cenderung dibuat rata-rata.

3) Bisa terlalu lemah dan bisa terlalu keras. Bisa terlalu lemah disebabkan oleh kecenderungan penilai untuk terlalu mudah memberikan nilai baik dalam evaluasi. Bisa terlalu keras adalah penilai cenderung terlalu kental dalam evaluasi. Kedua kesalahan ini pada umumnya terjadi bila standar kinerja tidak jelas.

4) Prasangka pribadi. Faktor yang membentuk prasangka pribadi (seperti faktor senioritas, suku, agama, kesamaan kelompok dan status social) dapat mengubah penilaian.

5) Pengaruh kesan terakhir. Penilaian dipengaruhi oleh kegiatan yang paling akhir. Kegiatan terakhir baik/buruk cenderung lebih diingat oleh penilai.

2.1.5 Manfaat penilaian kinerja

Mengenai manfaat penilaian kinerja, Sedarmayanti (2009) mengemukakan adalah sebagai berikut.

(11)

Dengan adanya penilaian, baik pimpinan maupun karyawan memperoleh umpan balik dan mereka dapat memperbaiki pekerjaan/prestasinya.

2) Memberikan kesempatan kerja yang adil.

Penilaian akurat dapat menjamin karyawan memperoleh kesempatan menempati posisi pekerjaan sesuai kemampuannya.

3) Kebutuhan pelatihan dan pengembangan.

Melalui penilaian kinerja, terdeteksi karyawan yang kemampuannya rendah sehingga memungkinkan adanya program pelatihan untuk meningkatkan kemampuan mereka.

4) Penyesuaian kompensasi.

Melalui penilaian, pimpinan dapat mengambil keputusan dalam menentukan perbaikan pemberian kompensasi, dan sebagainya.

5) Keputusan promosi dan demosi

Hasil penilaian kinerja dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan untuk mempromosikan atau mendemosikan karyawan.

6) Mendiagnosis kesalahan desain pekerjaan.

Kinerja yang buruk mungkin merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan tersebut.

7) Menilai proses rekrutmen dan seleksi.

Kinerja karyawan baru yang rendah dapat mencerminkan adanya penyimpangan proses rekruitmen dan seleksi.

(12)

Para pimpinan organisasi sangat menyadari adanya perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya, yang berada di bawah kontrol walaupun karyawan-karyawan bekerja pada tempat yang sama namun produktifitas mereka tidaklah sama. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor (As’ad,1998), yaitu: faktor individu dan situasi kerja.

Menurut Mahmudi (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah terdiri dari lima faktor, sebagai berikut.

1) Faktor personal/individual, meliputi: pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu.

2) Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan semangat, arahan dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. 3) Faktor tim, meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh

rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan anggota tim.

4) Faktor sistem, meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi.

5) Faktor kontekstual (situasional), meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.

(13)

1) Penelitian oleh Mawar (2007), yang mengungkapkan betapa pentingnya mengelola sumber daya manusia dan menunjukkan pula bahwa sukses atau tidaknya sebuah organisasi sangat tergantung pada tenaga kerja yang dimiliki oleh organisasi tersebut. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa kompensasi, pelatihan, kepemimpinan dan lingkungan kerja secara simultan mempengaruhi kinerja pegawai PT. Askes (Persero) Kantor Cabang Denpasar.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Krisna (2008), menyatakan bahwa lingkungan kerja, stress kerja dan konflik kerja secara simultan berpengaruh terhadap kinerja karyawan di PT. Bank Sri Partha Kantor Pusat Denpasar.

3) Penelitian yang telah dilakukan oleh Widana (2004), menyimpulkan bahwa karakteristik individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja secara bersama-sama mempunyai pengaruh secara nyata terhadap kinerja karyawan.

4) Penelitian yang telah dilakukan oleh Wiarti (2004), menyimpulkan bahwa secara bersama-sama pelatihan, motivasi dan kepuasan kerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan pada PDAM Kabupaten Jembrana

(14)

6) Penelitian yang dilaksanakan oleh Arnami (2009), menyimpulkan bahwa lingkungan kerja, Stres kerja dan kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi kerja karyawan PT. Wijaya Tribwana. Lingkungan kerja dan stres kerja berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kinerja karyawan karyawan PT. Wijaya Tribwana. Kompensasi berpengaruh posoitif tidak signifikan terhadap kinerja karyawan dan motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja karyawan PT. Wijaya Tribwana.

7) Penelitian oleh Sudiarta (2007), menyimpulkan bahwa variabel pendidikan dan pelatihan, motivasi, kompensasi, kepemimpinan, penegakan disiplin dan kepuasan kerja secara simultan dan parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PDAM Kota Denpasar.

(15)

2.2.1. Pengertian motivasi

Motivasi merupakan dorongan batin yang menjadi titik tolak bagi setiap organisasi dalam melakukan sesuatu guna mencapai tujuan yang diinginkan. Agar lebih jelasnya mengenai pengertian motivasi dalam organisasi terutama untuk mendorong semangat kerja karyawan dibawah ini akan diuraikan beberapa pengertian mengenai motivasi.

(16)

Hasibuan (2007) menyatakan motivasi merupakan suatu cara bagaimana mendorong gairah kerja bawahan agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mengwujudkan tujuan perusahaan. Robbins (2003) menyatakan motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kebutuhan individual.

Dari keenam pendapat tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa motivasi merupakan:

1) suatu kondisi yang menggerakan manusia ke arah suatu tujuan tertentu;

2) suatu keahlian dalam mengarahkan karyawan dan perusahaan agar mau bekerja secara berhasil, sehingga keinginan karyawan dan tujuan perusahaan sekaligus tercapai;

3) sebagai inisiasi dan pengarahan tingkah laku;

4) sebagai energi untuk membangkitkan dorongan dalam diri;

5) sebagai kondisi yang berpengaruh membangkitkan, mengarahkan dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja;

2.2.2. Jenis motivasi

Heidjrachman dan Husnan (2000) menyatakan bahwa motivasi dapat dibagi menjadi dua, sebagai berikut.

1) Motivasi positif

(17)

kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan hadiah. Ada beberapa cara positif yang bisa digunakan untuk memotivasi karyawan, sebagai berikut. (1) Penghargaan terhadap pekerjaan yang dilakukan

Cara ini sering diabaikan oleh pimpinan sebagai alat motivasi yang sangat berguna. Umumnya pimpinan akan memberikan suatu teguran atau kritik apabila karyawan tidak melaksanakan pekerjaan dengan baik, akan tetapi pimpinan tidak memberikan suatu penghargaan atau pujian apabila karyawan bekerja dengan baik. Padahal bagaimanapun juga pujian atau penghargaan terhadap pekerjaan yang terselesaikan dengan baik akan menyenangkan karyawan yang bersangkutan.

(2) Informasi

Seseorang pada umumnya ingin mengetahui latar belakang atau alasan suatu tindakan. Karena sifat ingin tahu tersebut, maka pemberian informasi tentang mengapa suatu perintah diberikan bisa memberikan suatu motivasi yang positif. Selain itu pemberian informasi yang jelas akan berguna untuk menghindari adanya gosip, desas-desus dan sebagainya.

(3) Persaingan

Umumnya orang senang bersaing dengan jujur. Sikap ini sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh para pimpinan dengan memberikan rangsangan (motivasi) persaingan yang sehat dalam melaksanakan pekerjaan diantara para karyawan.

(18)

Apabila karyawan dilibatkan dalam kejadian-kejadian di perusahaan, maka karyawan-karyawan tersebut akan termotivasi untuk bekerja dengan baik di perusahaan tersebut. Karena karyawan tersebut merasa punya arti penting bagi perusahaan. Selain itu karyawan juga merasa ikut memiliki perusahaan.

(5) Kebanggaan

Pemberian tantangan yang wajar pada karyawan terhadap pekerjaan mereka dapat menimbulkan motivasi positif bagi karyawan. Karena apabila karyawan tersebut berhasil mengalahkan tantangan tersebut dalam arti dapat menyelesaikan pekerjaan yang diberikan akan menimbulkan rasa puas dan bangga dalam diri karyawan.

(6) Uang

Dalam banyak hal alasan utama bagi karyawan untuk bekerja adalah untuk mendapatkan uang. Oleh karena itu, uang merupakan alat motivasi yang berguna untuk memuaskan kebutuhan ekonomi karyawan.

(7) Integrasi

Tujuan dan kepentingan masing-masing karyawan maupun tujuan kelompok, tujuan sosial dan tujuan organisasi perlu diintegrasikan untuk mencapai tujuan akhir organisasi. Sehingga karyawan akan merasa diperlakukan secara adil, merata dan layak.

2) Motivasi negatif

(19)

seseorang melakukan sesuatu. Motif yang timbul pada karyawan adalah untuk melindungi agar kenikmatan yang telah diperoleh (seperti gaji yang tinggi, penghargaan, dsb) tidak berkurang.

Seorang pimpinan hendaknya menerapkan kedua jenis motivasi tersebut pada perusahaan. Masalah utama dari penggunaan kedua jenis motivasi tersebut adalah proporsi penggunaannya dan kapan kita akan menggunakannya. Para pimpinan yang lebih percaya bahwa ketakutan akan mengakibatkan seseorang segera berkehendak, mereka akan lebih banyak menggunakan motivasi negatif. Sebaliknya kalau pimpinan percaya kesenangan akan menjadi dorongan bekerja, ia akan menggunakan motivasi positif. Penggunaan masing-masing jenis motivasi harus mempertimbangkan situasi dan orangnya.

(20)

1) Motivasi positif (insentif positif) manajer memotivasi bawahan dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan motivasi positif ini semangat kerja bawahan akan meningkat, karena manusia pada umumnya senang menerima yang baik-baik saja.

2) Motivasi negatif (insentif negatif) manajer memotivasi bawahannya dengan memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaanya kurang baik (prestasinya rendah). Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat, karena mereka takut dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dapat berakibat kurang baik.

Wursanto (1999) menyatakan motivasi itu sendiri muncul dalam dua bentuk dasar, sebagai berikut.

1) Motivasi Instrinsik

Merupakan suatu proses yang timbul di dalam diri seseorang yang akan mendorong untuk bertindak guna mencapai apa yang diinginkan sehingga dapat memberi kepuasan. Motivasi ini dapat berupa pengakuan, kemajuan, tanggung jawab, kemungkinan berkembang, dll.

2) Motivasi Ekstrinsik

(21)

2.2.3. Asas motivasi

Adapun yang mendorong manusia bekerja adalah harapan untuk dapat imbalan yang pantas dengan tenaga maupun pikiran yang telah dikeluarkan. Hampir bisa dipastikan setiap perbuatan manusia didasarkan atas keinginan untuk mendapatkan balasan yang setimpal dengan demikian setiap pimpinan berkewajiban memperhatikan dan memahami para bawahannya terutama yang berhubungan dengan daya dorongan pada setiap bawahannya tersebut.

Oleh karena manusia tidak ada yang sama, maka cukup sulit untuk merumuskan motivasi yang dapat berlaku untuk semua bawahan dan berlaku setiap saat. Justru kesulitan inilah yang mendorong para pimpinan perusahaan untuk mencari jalan dalam memotivasi bawahannya yang mempunyai banyak perbedaan. Oleh karena itu dalam memotivasi bawahannya seorang pimpinan harus mengetahui asas-asas motivasi.

Hasibuan (2007) menyatakan bahwa ada 6 (enam) asas motivasi, sebagai berikut.

1) Asas mengikutsertakan

Artinya mengajak bawahan untuk ikut berpartisipasi dan memberikan kesempatan kepada mereka mengajukan pendapat, rekomendasi dalam proses pengambilan keputusan.

2) Asas komunikasi

(22)

3) Asas pengakuan

Artinya memberikan penghargaan, pujian dan pengakuan yang tepat serta wajar kepada bawahan atas prestasi kerja yang dicapainya.

4) Asas wewenang yang didelegasikan

Artinya memberikan kewenangan dan kepercayaan diri pada bawahan, bahwa dengan kemampuan dan kreativitasnya ia mampu mengerjakan tugas-tugas itu dengan baik.

5) Asas adil dan layak

Artinya alat dan jenis motivasi yang diberikan harus berdasarkan atas “asas keadilan dan kelayakan” terhadap semua karyawan.

6) Asas perhatian timbal-balik

Artinya bawahan yang berhasil mencapai tujuan dengan baik maka pimpinan harus bersedia memberikan alat dan jenis motivasi. Tegasnya kerja sama yang saling menguntungkan kedua belah pihak.

2.2.4.. Teori motivasi

Pada dasarnya teori motivasi dibagi menjadi tiga yaitu: teori isi, teori proses dan teori pengukuhan.

1) Teori isi (content theory)

(23)

dengan mengamati perilaku mereka dan memilih cara yang dapat digunakan agar mereka mau bertindak sesuai dengan keinginannya.

Heidjrachman dan Husnan (2000) menyatakan teori ini juga menjawab pertanyaan tentang kebutuhan apa yang diperlukan oleh bawahan untuk mencapai kepuasan dan dorongan apa saja yang menyebabkan bawahan atau karyawan itu berprilaku.

(1) Teori hierarki kebutuhan dari Maslow

Inti dari teori Maslow adalah bahwa kebutuhan individu tersusun dalam suatu hierarki atau tingkatan. Kebutuhan-kebutuhan tersebut terlihat pada Gambar 2.1.

Aktualisasi Diri Kebutuhan Penghargaan

Kebutuhan Sosial Kebutuhan Keamanan

Kebutuhan Fisiologis Sumber : Stoner, (1999)

Gambar 2.1. Hierarki Kebutuhan Maslow

a) Kebutuhan fisiologis

Kebutuhan yang diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang seperti makan, minum, udara, perumahan, dll. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan fisik ini merangsang seseorang berprilaku dan bekerja giat. Kebutuhan fisik ini termasuk kebutuhan utama, tetapi merupakan tingkat kebutuhan yang bobotnya paling rendah.

(24)

Adalah kebutuhan akan keamanan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melakukan pekerjaan.

c) Kebutuhan sosial

Karena manusia adalah makhluk sosial, mereka membutuhkan pergaulan dengan orang lain dan untuk diterima sebagai bagian dari orang lain.

d) Kebutuhan penghargaan

Kebutuhan akan penghargaan diri, pengakuan serta penghargaan prestise dari karyawan dan masyarakat lingkungannya atas hasil pekerjaannya selama ini.

e) Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kecakapan, kemampuan, keterampilan dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa yang sulit dicapai orang lain. Maslow memandang kebutuhan ini sebagai hierarki yang paling tinggi. (2) Teori kebutuhan akan prestasi McClelland

McClelland mengelompokkan tiga kebutuhan manusia yang dapat memotivasi gairah bekerja, sebagai berikut.

a) Kebutuhan akan prestasi

Kebutuhan akan prestasi merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang karena mendorong seseorang untuk mengembangkan kreativitas dan mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimiliknya demi mencapai prestasi kerja yang optimal.

(25)

Kebutuhan akan hubungan merangsang gairah kerja sebab setiap individu mempunyai empat kebutuhan, sebagai berikut.

(a) Kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain (b) Kebutuhan akan perasaan dihormati

(c) Kebutuhan akan perasaan maju (d) Kebutuhan akan perasaan ikut serta c) Kebutuhan akan kekuasaan

Kebutuhan akan kekuasaan ini merangsang dan memotivasi gairah kerja seseorang serta mengerahkan semua kemampuan demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik dalam organisasi.

(3) Teori X dan Y menurut Douglas McGregor

McGregor (dalam Hasibuan 2007) menyatakan ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam perusahaan. Masing-masing pendekatan itu mendasarkan diri pada serangkaian asumsi mengenai sikap manusia yang diberi nama teori X dan teori Y.

Teori X berasumsi bahwa orang-orang pada umumnya lebih suka diarahkan, enggan memikul tanggung jawab dan lebih menginginkan keselamatan diatas segalanya. Penerapan teori X ini bagi manajer tercermin pada sikap pandangan terhadap karyawan berupa :

(26)

b) Karyawan pada dasarnya tidak mau bekerja dan akan senantiasa berusaha untuk menghindar apabila terdapat kesempatan untuk menghindari pekerjaan yang menjadi tugasnya.

c) Karyawan terpaksa harus diarahkan, diawasi dan apabila perlu diberi ancaman dan hukuman agar tujuan perusahaan dapat tercapai.

Teori Y berasumsi bahwa orang-orang pada hakekatnya tidak malas dan dapat dipercaya. Penerapan teori Y bagi manajer tercermin dalam sikap dan tindakan sebagai berikut.

a) Sedapat mungkin karyawan diberi kebebasan untuk bekerja dan bernisiatif. b) Kreativitas karyawan dikembangkan karena pada hakekatnya karyawan

tidak hanya ingin memperoleh tanggung jawab dari orang lain tetapi juga mencari tanggung jawab sendiri.

c) Pelaksanaan dan pengawasan intern tidak banyak dilakukan, tetapi lebih banyak diadakan persetujuan dan kesepakatan bersama, karena dengan kesepakatan itu akan timbul dorongan dari dalam diri karyawan sendiri.

(27)

Penerapan teori Y ini menjadikan manajer lebih bersifat terbuka dan berusaha memberikan informasi yang diperlukan untuk peningkatan kegiatan kerja.

2) Teori proses (process theory)

Teori ini menekankan pada bagaimana dan dengan tujuan apa setiap individu dimotivasi. Teori ini merupakan proses sebab akibat bagaimana seseorang bekerja serta hasil apa yang akan diperolehnya. Jika bekerja baik saat ini, maka hasilnya akan diperoleh baik untuk esok hari. Jadi hasil yang dicapai tercermin dalam bagaimana proses kegiatan yang dilakukan seseorang, hasil hari ini merupakan kegiatan hari kemarin.

3) Teori pengukuhan (reinforcement theory)

Teori ini tidak menggunakan konsep suatu motif atau proses motivasi. Tetapi teori ini menjelaskan tentang bagaimana perilaku di masa yang lalu mempengaruhi tindakan di masa yang akan datang dalam suatu siklus proses belajar.

Dalam pandangan teori ini, individu bertingkah laku tertentu karena di masa lalu mereka belajar bahwa perilaku tersebut akan menghasilkan akibat yang menyenangkan ataupun akibat yang tidak menyenangkan. Karena individu lebih suka pada akibat yang menyenangkan, maka mereka akan mengulangi perilaku yang akan mengakibatkan konsekuensi yang menyenangkan.

(28)

Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan motivasi adalah sebagai berikut.

1) Penelitian yang dilakukan oleh Suhardi (2006), menyatakan bahwa terdapat hubungan yang cukup kuat antara kepuasan kerja pegawai akan pekerjaannya dengan motivasi kerja pegawai.

2) Penelitian yang dilakukan oleh McCrarey (2005), menyatakan bahwa untuk memotivasi tenaga kerja dengan budaya yang sederhana, ada banyak hal yang dapat dilakukan oleh perusahaan antara lain dengan membantu dengan tim, lakukan dengan sederhana, tentukan goal perusahaan, satu kata dalam penghargaan. Hal penting dalam penyelenggaran ini adalah program menurunkan “turnover” meningkatkan modal dan juga kepuasan karyawan disamping itu juga dengan menciptakan lingkungan kerja yang menyenangkan akan dapat meningkatkan motivasi, loyalitas dan sikap produktivitas karyawan.

(29)

Sementara, aspek yang kedua adalah hubungan antara individu yang terjadi di dalam lingkungan pekerjaan tersebut. Banyak perusahaan meyakini kunci bagi motivasi adalah dengan memberikan uang, bonus sebagai hadiah bagi para pekerja.

2.3. Penempatan

2.3.1. Pengertian penempatan

Semua karyawan baru yang telah selesai menjalankan program orientasi harus segera mendapatkan tempat pekerjaan yang sesuai dengan bakat dan keahlian yang dimilikinya. Salah satu fungsi manajemen sumber daya manusia untuk mengurus hal ini adalah penempatan (placement) karyawan. Hasibuan, (2007) menyatakan penempatan (placement) karyawan adalah tindak lanjut dari seleksi, yaitu menempatkan calon karyawan yang diterima (lulus seleksi) pada jabatan/pekerjaan yang membutuhkannya dan sekaligus mendelegasikan authority kepada orang tersebut. Dengan demikian, calon karyawan itu akan dapat mengerjakan tugas-tugasnya pada jabatan bersangkutan. Penempatan yang tepat merupakan motivasi yang menimbulkan antusias dan moral kerja yang tinggi bagi karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. Jadi, penempatan karyawan yang tepat merupakan salah satu kunci untuk memperoleh prestasi kerja optimal dari setiap karyawan selain moral kerja, kreativitas dan prakarsanya juga akan berkembang.

(30)

termasuk sasaran fungsi penempatan karyawan dalam arti mempertahankan pada posisinya atau memindahkan pada posisi yang lain.

Sedangkan Tohardi, (2002) menyatakan penempatan adalah menempatkan seseorang pada pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan atau pengetahuannya di organisasi atau perusahaan atau dengan kata lain proses mengetahui karakter atau syarat-syarat yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan (tugas) selanjutnya menjadi orang (pekerjaan/pegawai) yang cocok dengan pekerjaan yang ada dalam arti kata orang tersebut sesuai dengan persyaratan pekerjaan yang ada dalam job spesification.

2.3.2. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan tenaga kerja

Tohardi (2002) menyatakan dasar yang digunakan untuk melakukan penempatan adalah job analysis yang tergambar pada job description dan job specification. Dari job specification tergambar persyaratan apa yang diperlukan untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Sementara karakteristik pekerjaan tergambar dalam job description.

Hasibuan (2007) menyatakan penempatan ini harus didasarkan job description dan job specification yang telah ditentukan serta berpedoman kepada prinsip “Penempatan orang-orang yang tepat pada tempat yang tepat dan penempatan orang yang tepat untuk jabatan yang tepat“ atau “The right man in the right place and the right man behind the right job”

(31)

1) Lowongan kerja

Dasar pertama dari penempatan adalah pekerjaan. Apakah ada lowongan pekerjaan ? jika ada lowongan pekerjaan tersebut, berapa orang yang dibutuhkan untuk pekerjaan tersebut. Kebutuhan untuk satu macam (tingkat pekerjaan) dapat satu orang dan dapat juga seribu orang.

2) Dari informasi lowongan pekerjaan yang ada di atas, selanjutnya kita lihat job deskripsinya, maksudnya ada apa tugas dan tanggung jawab orang yang akan mengerjakan pekerjaan tersebut, demikian juga wewenangnya, siapa yang menjadi atasan, bawahan dan sebagainya yang dapat dibaca pada job description pekerjaan itu. Selanjutnya dilihat karakter orang yang bagaimana yang cocok untuk mengerjakan pekerjaan itu, hal itu dapat dibaca pada job specification.

3) Selanjutnya dasar yang ketiga adalah mencari orang, calon pekerja, calon pegawai yang sesuai atau cocok dengan tuntutan pekerjaan yang ada. Dalam mencari orang tersebut dapat digunakan konsep dari penarikan dan seleksi. 4) Setelah proses mendapatkan orang selesai, selanjutnya menempatkan orang

tersebut pada pekerjaan yang ada di organisasi atau perusahaan.

Sastrohadiwiryo (2002) menyatakan bahwa sebelum menempatkan tenaga kerja di tempat mereka bekerja terlebih dahulu mempertimbangkan beberapa faktor sebagai berikut.

(32)

Latar belakang pendidikan mempunyai kaitan erat dengan hasil seleksi yang telah dilaksanakan oleh manajer SDM. SDM yang memiliki latar belakang pendidikan tertentu biasanya akan terlihat prestasinya pada seleksi tentang bidang yang dikuasainya. Dengan kata lain hasil seleksi dapat memperkuat dan meyakinkan manajer SDM untuk menempatkan orang yang bersangkutan pada tempat yang tepat. Di samping itu, latar belakang pendidikan dengan prestasi akademis yang diraihnya dapat menjadi acuan pemberian beban kerja dan tanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan. Prestasi akademik yang telah dicapai oleh tenaga kerja selama mengikuti jenjang pendidikan harus mendapatkan pertimbangan dalam penempatan, dimana tenaga kerja seharusnya melaksanakan tugas dan pekerjaan serta mengemban wewenang dan tanggung jawab. Prestasi akademis yang menjadi pertimbangan bukan saja prestasi pada jenjang pendidikan terakhir, tetapi lebih dari itu dengan melihat perkembangan prestasi akademis sebelumnya.

2) Pengalaman Kerja

(33)

tambah apabila SDM atau tenaga kerja yang diterimanya sudah memiliki pengalaman bekerja. Pengalaman bekerja yang sudah dimiliki seseorang lebih banyak membantunya dalam mengerjakan sesuatu dibandingkan dengan pendidikan yang diikutinya.

3) Kesehatan Fisik dan Mental

Tes kesehatan berdasarkan laporan dari dokter yang dilampirkan pada surat lamaran pekerjaan dan tes kesehatan khusus yang diselenggarakan dalam seleksi tenaga kerja tidak menjamin yang bersangkutan benar-benar sehat jasmani dan rohani. Kadang-kadang hasil pengujian kesehatan yang dilakukan oleh tim dokter hanya formalitas saja. Oleh karena itu, faktor kesehatan fisik dan mental perlu mendapatkan pertimbangan dalam penempatan tenaga kerja. Karena tanpa pertimbangan yang matang pasti akan muncul hal-hal yang dapat merugikan perusahaan. Pekerjaan-pekerjaan yang berat dan berbahaya hanya mungkin dikerjakan oleh orang-orang yang mempunyai fisik sehat dan kuat. Demikian juga pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan tingkat kejujuran yang tinggi diperlukan orang-orang yang memiliki mental yang sehat. SDM yang fisiknya lemah, tetapi berotak cerdas dapat ditempatkan pada bidang administrasi, pembuatan konsep-konsep atau perhitungan dan analisis yang memerlukan ketekunan dan kecerdasan yang luar biasa. Usahakan pekerjaan yang akan dilakukannya sesuai dengan kemampuan fisik dan mental.

4) Status Perkawinan

(34)

pertimbangan manajer tenaga kerja dalam menempatkan tenaga kerja yang bersangkutan. Misalnya, tenaga kerja wanita yang telah bersuami dan mempunyai anak perlu mendapat pertimbangan. Sebaiknya tenaga kerja tersebut tidak ditempatkan jauh di tempat tinggal suaminya. Kadang-kadang status perkawinan sumber daya manusia menjadi bahan pertimbangan dalam penerimaan SDM dan penempatannya. Karena banyak pekerjaan yang memerlukan tenaga kerja dengan status perkawinan yang mensyaratkan sumber daya manusia yang belum menikah.

5) Faktor Umur

Yang memerlukan pekerjaan bukan saja tenaga kerja muda yang baru lulus sekolah, tetapi juga tenaga kerja yang sudah umur tua. Dalam rangka penempatan tenaga kerja, faktor usia kerja yang lulus seleksi perlu mendapatkan pertimbangan. Hal ini untuk menghindarkan rendahnya produktivitas tenaga kerja yang bersangkutan. Tenaga kerja yang usianya agak tua sebaiknya ditempatkan pada pekerjaan yang tidak begitu mempunyai resiko dan bahaya tinggi dan tanggung jawab berat. Dengan demikian, tenaga kerja usia tua ditempatkan pada pekerjaan dengan tuntutan fisik yang ringan. Sebaliknya tenaga kerja dengan usia yang masih muda dan energik diberikan tugas dan pekerjaan yang lebih berat dan resiko yang lebih besar. Dari segi fisik tenaga kerja muda masih prima dan mampu melaksanakan tugas yang berat.

(35)

Jenis kelamin tenaga kerja perlu menjadi bahan pertimbangan dalam penempatannya. Untuk pekerjaan yang membutuhkan gerak fisik tertentu yang lebih cocok adalah tenaga kerja pria. Seperti tenaga satpam, waker, tukang kebun, pesuruh, sedangkan untuk pekerjaan sekretaris, loket pelayanan, kasir, penerima tamu, operator telepon yang lebih cocok adalah wanita. Demikian juga untuk pekerjaan malam hari, lebih cocok tenaga kerja pria, karena tenaga kerja wanita yang dipekerjakan pada malam hari lebih banyak mendatangkan resiko tinggi daripada manfaat yang diperolehnya.

7) Minat dan Hoby

Dalam penempatan tenaga kerja perlu mempertimbangkan minat dan hoby yang bersangkutan. Seseorang akan bekerja rajin, tekun, disiplin dan produktif bila apa yang dikerjakan ditekuni dengan baik sesuai dengan minat dan hobinya. Bagi tenaga kerja yang melaksanakan tugas dan pekerjaan sesuai dengan minat dan hobinya akan bersedia bekerja walaupun penuh dengan tantangan dan rintangan dan bahkan berani mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk pekerjaannya. Oleh karena itu, diusahakan agar menempatkan tenaga kerja sesuai dengan minat dan hobinya.

(36)

secara parsial berpengaruh positif terhadap disiplin pegawai pada Sekretariat Daerah Kabupaten Badung.

2.4. Karakteristik Pekerjaan

2.4.1. Pengertian karakteristik pekerjaan

Dalam suatu organisasi keberadaan pekerjaan disusun mulai dari desain pekerjaan, yaitu penetapan kegiatan-kegiatan individu atau kelompok karyawan secara organisasi (Handoko, 2004) Tujuannya adalah untuk mengatur penugasan-penugasan kerja yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan organisasi, teknologi dan keperilakuan. Jadi karakteristik pekerjaan adalah uraian pekerjaan yang menjadi pedoman dalam bekerja dan dalam pelaksanaannya bisa mencapai kepuasan.

Sujak (1990) menyatakan manajer (pimpinan) dapat merangsang kepuasan kerja bawahan dengan cara mengetahui karakteristik pekerjaan menjadi tugas-tugas dalam pekerjaan yang bervariasi, lebih menuntut tanggung jawab dan memungkinkan pemberian timbal balikan (umpan balik) secara jelas bagi prestasi kerja yang telah diperoleh karyawan sebagai salah satu alat motivasi individu agar mereka mau menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan kepadanya sebaik mungkin dan dengan hasil yang optimal.

2.4.2. Pengukuran karakteristik pekerjaan

(37)

1) Keaneka ragaman ketrampilan, adalah tingkat variasi kegiatan-kegiatan dan ketrampilan yang dibutuhkan oleh seorang pemegang kerja dalam menyelesaikan tugasnya.

2) Identitas pekerjaan, adalah tingkat sejauhmana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat dikenali sebagi kinerja seseorang. 3) Signifikansi tugas atau pentingnya pekerjaan, adalah tingkat sejauh mana

pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik orang itu merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun orang lain dilingkungan sekitar.

4) Otonomi, adalah tingkat kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidak tergantungan dan keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya.

5) Umpan balik, adalah tingkat kinerja dari kegiatan kerja dalam memperoleh informasi tentang keefektifan kegiatannya.

Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan karakteristik pekerjaan adalah sebagai berikut.

(38)

2) Penelitian yang telah dilakukan oleh Widana (2004), menyimpulkan bahwa karakteristik individu, karakteristik pekerjaan dan karakteristik situasi kerja secara bersama-sama mempunyai pengaruh secara nyata terhadap kinerja karyawan.

3) Penelitian yang dilaksanakan oleh Wirawati (2009), menyimpulkan bahwa faktor kompensasi, faktor suasana organisasi, faktor kepemimpinan dan faktor karakteristik pekerjaan berpengaruh signifikan secara parsial dan simultan terhadap kepuasan kerja karyawan PT. Kasmil Kosmos Bali.

2.5. Lingkungan Kerja

Masalah lingkungan kerja merupakan salah satu hal yang sangat penting. Hal ini sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran operasi perusahaan. Salah satu cara yang ditempuh agar karyawan dapat juga melaksanakan tugasnya adalah memperbaiki lingkungan kerja di tempat kerja. Lingkungan kerja yang buruk merupakan salah satu penyebab penggunaan waktu yang tidak efektif.

Lingkungan kerja mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap para kinerja karyawan dan jalannya operasi perusahaan, sehingga dengan demikian baik secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi tingkat produktivitas perusahaan. Lingkungan kerja yang baik tentu akan dapat meningkatkan produktivitas kerja para karyawan begitu pula sebaliknya lingkungan kerja yang buruk akan mengakibatkan produktivitas kerja karyawan ikut menurun.

(39)

Berikut ini akan disajikan beberapa pendapat dari para ahli tentang pengertian lingkungan kerja. Nitisemito (2000) menyatakan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan. Misalnya : kebersihan, musik dan lain-lain. Manullang, (2000) bahwa lingkungan kerja fisik adalah kondisi-kondisi pekerjaan yang menyenangkan terlebih lagi semasa jam kerja akan memperbaiki moral pegawai dan kesungguhan bekerja. Peralatan-peralatan yang baik dan perlindungan terhadap para bahaya, ventilasi yang baik, penerangan yang cukup dan kebersihan, bukan saja menambah kegairahan kerja tetapi pula akan meningkatkan efisiensi. Lingkungan kerja perusahaan dapat diartikan sebagai keseluruhan faktor-faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi perusahaan baik organisasi maupun kegiatannya.

Berdasarkan kedua pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa lingkungan kerja adalah keseluruhan dari faktor intern dan ekstern yang mempengaruhi karyawan di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya sehari-hari.

2.5.2. Faktor-faktor lingkungan kerja

Nitisemito (dalam Tohardi 2002) menyatakan hubungan antar pimpinan dengan pegawai, hubungan sosial di antara karyawan, sugesti dari teman sekerja, emosi dan situasi kerja merupakan lingkungan kerja sosial yang perlu mendapat perhatian dalam usaha meningkatkan kinerja pegawai.

(40)

(noisy), keadaan udara (kelembaban, temperatur, sirkulasi udara), warna, kebersihan, sedangkan yang termasuk linkungan kerja non fisik adalah hubungan antar karyawan dan hubungan karyawan dengan atasan.

Adanya penjelasan dari faktor-faktor lingkungan kerja adalah sebagai berikut.

1) Ruangan

Ruangan atau ruang tempat bekerja harus didesain sedemikian rupa, jangan sampai ruangan memberikan kesan tidak nyaman, kumuh, berantakan dan sebagainya. Sebagai contoh ruangan kantor, disusun dengan perabot seperti meja, kursi, lemari, lukisan dan sebagainya yang berantakan, hal tersebut akan mempengaruhi pada aliran kerja, dimana menyangkut perpindahan bahan yang dikerjakan oleh masing-masing pegawai yang otomatis berpengaruh pula kepada efisiensi dan efektivitas kerja. Untuk Itu ruangan harus ditata sedemikian rupa yang mengacu kepada aliran kerja, guna meraih peningkatan efisiensi, efektivitas atau produktivitas kerja.

2) Penerangan

(41)

Untuk itulah diperlukan adanya penerangan yang baik karena akan memberikan keuntungan, seperti yang dikemukakan oleh Assauri dikutip Tohardi, (2002) menyatakan ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari adanya penerangan yang baik, sebagai berikut.

(1) Menaikkan produksi dan menekan biaya

(2) Memperbesar ketepatan sehingga akan memperbaiki kualitas dari barang yang dihasilkan.

(3) Meningkatkan pemeliharaan gedung dan pabrik secara umum (4) Mengurangi tingkat kecelakaan yang terjadi

(5) Memudahkan pengamatan/pengawasan (6) Memperbaiki moral para pekerja

(7) Lebih mudah untuk melihat, sehingga lebih memudahkan untuk melanjutkan kegiatan produksi oleh para pekerja terutama para pekerja yang telah tua umurnya dan mengurangi ketegangan mata di antara para pekerja.

(8) Penggunaan ruang lantai (floor space) yang lebih baik. (9) Mengurangi turn over buruh/pegawai

(10) Mengurangi terjadinya kerusakan dari barang-barang yang dikerjakan dan mengurangi hasil yang perlu dikerjakan kembali.

Dikatakan selanjutnya oleh Tohardi, (2002) bahwa ciri-ciri dari penerangan yang baik (good linghting) adalah sebagai berikut.

(1) Sinar atau cahaya yang cukup

(42)

(3) Tidak terdapat kontras yang tajam (4) Cahaya terang

(5) Distribusi cahaya yang merata (6) Warna yang sesuai

3) Gangguan Dalam Ruangan Kerja (Noisy)

Bunyi ribut atau noisy dapat mengganggu konsentrasi dalam bekerja, untuk itu suara-suara ribut (bising) harus diredam kalau perlu dihilangkan sama sekali. Turunnya konsentrasi dalam bekerja dapat berdampak kepada stress para pegawai dan jika ini terjadi tentunya dapat menurunkan produktivitas kerja karyawan.

4) Keadaan Udara

Berbicara mengenai kondisi udara, maka ada dua hal yang menjadi fokus perhatian yaitu kelembaban, suhu (temperatur) dan sirkulasi udara (ventilasi).

(1) Kelembaban

Wignjosoebroto (dalam Tohardi, 2002) menyatakan kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung di dalam udara yang dinyatakan dalam persen. Kelembaban ini sangat berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udaranya. Suatu keadaan dimana temperatur udara yang sangat panas dan kelembaban tinggi akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran karena sistem penguapan. Pengaruh lainnya adalah semakin cepat denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen.

(43)

Bahwa tubuh manusia akan selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi diluar tubuh tersebut. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar adalah jika perubahan temperatur luar tubuh tersebut tidak melebihi 20 persen untuk kondisi panas, dan 35 persen untuk kondisi dingin. Dalam keadaan normal setiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur yang berbeda-beda, seperti pada bagian mulut kurang lebih 37 derajat celcius, pada bagian dada kurang lebih 35 derajat celcius, pada bagian kaki kurang lebih 28 derajat celsius.

(3) Sirkulasi Udara

Wignjosoebroto dalam Tohardi, (2002) menyatakan bahwa : “udara di sekitar kita mengandung sekitar 21 persen oksigen, 78 persen nitrogen, 0,03 persen karbondioksida dan 0,79 persen gas lainnya”. Oksigen merupakan gas yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup terutama untuk menjaga kelangsungan hidupnya (untuk proses metabolisme). Udara di sekitar kita dikatakan kotor apabila keadaan oksigen di dalam udara tersebut telah berkurang dan bercampur gas-gas lainnya yang membahayakan kesehatan tubuh. Sirkulasi udara dengan memberikan ventilasi yang cukup akan dapat menggantikan udara yang kotor dengan udara yang bersih.

5) Warna

(44)

interior yang ada di sekitar tempat kerja. Warna yang berbeda-beda akan memberi pengaruh yang lain pula terhadap manusia seperti :

(1) Warna merah

Warna merah akan bersifat merangsang (2) Warna kuning

Warna kuning akan memberikan kesan luas, terang dan leluasa (3) Warna hijau atau biru

Warna hijau atau biru akan memberi kesan sejuk, aman dan menyegarkan (4) Warna gelap

Warna gelap akan memberikan kesan sempit (5) Warna terang

Warna terang akan memberi kesan leluasa (luas)

Dengan adanya sifat-sifat warna itu maka pengaturan warna ruangan tempat bekerja perlu diperhatikan dalam arti harus disesuaikan dengan kegiatan kerjanya.

6) Kebersihan

(45)

konsentrasi yang cukup tinggi, maka pegawai tersebut akan merasa terganggu sehingga pekerjaan tidak dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam lingkungan kantor hendaknya masalah kebersihan sudah ditanamkan yang berupa tanggung jawab bagi semua pegawai dan bukan membebankan masalah kebersihan tersebut pada petugas saja, melainkan semua pegawai menyadari bahwa kebersihan lingkungan kantor perlu dijaga bersama.

7) Hubungan Antar Karyawan

Tulus (1999), menyatakan bahwa: “Hubungan antar karyawan dalam perusahan juga ikut menentukan semangat dan kegairahan kerja karyawan”. 8) Hubungan Karyawan dengan Atasan

Hubungan yang harmonis antara karyawan dengan atasan akan dapat memudahkan kinerja karyawan dalam menjalankan aktivitas kerja dan tugas-tugasnya dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.

Gambar

Tabel 2.1Beberapa Faktor Untuk Mengetahui Tingkat Kinerja
Gambar 2.1.Aktualisasi Diri

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pengukuran kualitas pelayanan pada Tabel 6 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan tingkat kepuasan konsumen terhadap pelayanan swalayan masih dibawah harapan

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir ini yang berjudul “RANCANG

Dapat dilihat bahwa generator cooler desain baru mempunyai harga effectiveness sebesar 0,88 (lebih besar dari effectiveness generator cooler desain lama pada kondisi

Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara. Data ini diperoleh dari studi dokumentasi yang

Tetapi kamu jangan meminta partisipasi mereka pada waktu kamu mau tidur, untuk hal itu kamu harus berkata : saya mau tidur lindungilah saya reksanen pada waktu saya tidur, kalau

[r]

Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data dan informasi tentang teknik penyulingan akarwangi, luas areal bahan baku, kondisi produksi, faktor yang mempengaruhi produksi,

Dari hasil uji mekanik yang dilakukan diperoleh bahwa plastik berbahan dasar ubi jelarut hampir mnyerupai PBAT eastman (easter bio 14766) pada komposisi pati jelarut