• Tidak ada hasil yang ditemukan

proposal usg (IPP) bab 1,2,3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "proposal usg (IPP) bab 1,2,3"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

Proposal Skripsi

Diajukan dalam rangka seminar proposal untuk pembuatan skripsi Program Studi

Diploma 4 Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politekknik Kesehatan

Kemenkes Jakarta II

DISUSUN OLEH :

YULIATI ROCHMAH NPM : P2.31.30.1.13.036

PROGRAM STUDI DIPLOMA 4

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

Proposal Skripsi Mahasiswa Program Diploma 4 (PS D4 ) Tahun 2017 dengan

judul:

EVALUASI PEMERIKSAAN USG PROTRUSI INTRAVESIKA PROSTAT DENGAN KLINIS BPH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

CENGKARENG JAKARTA

DISUSUN OLEH :

YULIATI ROCHMAH NPM : P2.31.30.1.13.036

Telah disetujui untuk diujikan dihadapan Dewan Penguji Seminar Proposal Program Diploma 4 Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II.

Jakarta, April 2017

Menyetujui :

Pembimbing Materi, Pembimbing Teknis

Drs. Suhartono BP, DFM dr. Tatan Saefudin, SP.Rad, M.Kes

NIP. 195211011977031001 NIP. 195408181980031004

(3)

Dibuat sebagai acuan dan langkah-langkah prosedur penelitian dalam pembuatan skripsi Program Studi Diploma 4 Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politekknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II

DISUSUN OLEH :

YULIATI ROCHMAH NPM : P2.31.30.1.13.036

PROGRAM STUDI DIPLOMA 4

JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II

2017

(4)

HALAMAN PENGESAHAN

Protokol Penelitian Mahasiswa Program Dipoloma 4 dengan judul : EVALUASI PEMERIKSAAN USG PROTRUSI INTRAVESIKA PROSTAT DENGAN

KLINIS BPH DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG JAKARTA

DISUSUN OLEH :

YULIATI ROCHMAH NPM : P2.31.30.1.13.036

Telah diujikan dihadapan dewan Penguji Seminar Proposal Program Diploma 4 Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II dan disyahkan sebagai kerangka acuan dalam penelitian skripsi

Jakarta, April 2017

Pembimbing Materi, Pembimbing Teknis

Drs. Suhartono BP, DFM dr. Tatan Saefudin, SP.Rad, M.Kes

NIP. 195211011977031001 NIP. 195408181980031004

Mengetahui :

Ketua Program Studi Diploma 4

Teknik Radiodiagnostik Dan Radioterapi

Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II

Dra. Hj. Gando Sari, M. Kes

(5)

HALAMAN PERSETUJUAN ii

PROTOKOL PENELITIAN iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

DAFTAR ISI v

DAFTAR GAMBARvi

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

D. Tujuan Penelitian 3

E. Manfaat Penelitian 4

F. Keaslian Penelitian 4

BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP 5

A. Kajian Teori 5

1. Anatomi Prostat 5

2. Fisiologi Prostat 7

3. Patologi Prostat 8

4. Ultrasonografi 10

5. Teknik Skening USG Prostat 12

6. Sonoanatomi Prostat 15

7. Pengaturan Gambar USG 18

8. Artefak gambaran USG 20

9. Sonopatologi Prostat 22

B. Kerangka Konsep 24

BAB III METODELOGI PENELITIAN 25

A. Jenis dan Metode Penelitian 25

(6)

B. Tempat dan Waktu Penelitian 25

C. Populasi dan Sampel 25

D. Metode Pengumpulan Data 26

E. Instrumen Penelitian 26

F. Pengolahan dan Analisis Data 27

DAFTAR PUSTAKA

(7)

Gambar 2. 2 Teknik skening longitudinal 13 Gambar 2. 3 Skening longitudinal kandung kemih dan prostat 13

Gambar 2. 4 Teknik skening transversal 14

Gambar 2. 5 Skening transversal kandung kemih dan prostat 14 Gambar 2. 6 Gambaran sagital pada kandung kemih dan prostat 15 Gambar 2. 7 skening transversal, gambaran sonoanatomi prostat 15 Gambar 2. 8 skening longitudinal, gambaran sonoanatomi prostat 16 Gambar 2. 9 skening transversal, gambaran sonoanatomi prostat 16 Gambar 2. 10 Skening transversal, gambaran sonoanatomi prostat 17

Gambar 2. 11 Sonoanatomi prostat 18

Gambar 2. 12 Time gain compensator (TGC) dan gain 19

Gambar 2. 13 Fokus zone 19

Gambar 2. 14 Penambahan depth dari kiri ke kanan 20

Gambar 2. 15 Posterior acoustic enhancement 21

Gambar 2. 16 Refraksi artefak 21

Gambar 2. 17 Reverberasi artefak 22

Gambar 2. 18 Skening koronal ultrasonografi transrektal dengan kistik tinggi 22 Gambar 2. 19 Skening koronal ultrasonografi transrektal dengan kistik rendah 23 Gambar 2. 20 Skening aksial ultrasonografi transrektal 23

(8)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

USG adalah bentuk energi mekanik yang menggunakan gelombang suara dengan frekuensi melebihi 20.000 Hz. USG membutuhkan media untuk perambatan yaitu jeli (Gupta 2007). Rentan frekuensi yang digunakan dalam pemeriksaan USG transabdominal prostat adalah 3.5-5 MHz (Laauckner 2011).

USG memiliki kelebihan dibandingkan pemeriksaan radiologis yang lain, yaitu bersifat non-invasif, dapat digunakan untuk melihat pergerakan organ, sifat jaringan-jaringan yang dicitrakan dapat dibedakan, tenaga listrik yang diperlukan hanya sedikit, dan memungkinkan tindakan biopsi jaringan yang tepat (Ilyas & Budyatmoko 2005). Ultrasonografi juga dapat bermanfaat mengukur volume prostat dan penuntun pada saat dilakukan biopsi. Ultrasonografi transabdominal dengan kandung kemih penuh biasanya dapat memperlihatkan dan memungkinkan mengukur volume prostat. Pengukuran volume prostat yang lebih akurat dapat dilakukan dengan ultrasonografi transrektal (Kidingallo et al. 2011).

Pembesaran kelenjar prostat ini merupakan salah satu masalah geniutorinari yang prevalensi dan insidennya meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Insiden BPH diperkirakan akan meningkat mencapai 20% pada pria berusia 65 tahun ke atas atau mencapai 20 juta pria pada tahun 2030 (Lajiness 2016). Di Indonesia, penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran kemih, dan jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang berusia di atas 50 tahun, dengan usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan menderita penyakit BPH. Selanjutnya, 5% pria Indonesia sudah masuk ke dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat, dari 200 juta lebih rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta adalah pria berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira sebanyak 5 juta, maka secara umumnya dinyatakan bahwa kira-kira 2.5 juta pria Indonesia menderita penyakit BPH (Amalia 2007).

(9)

Pembesaran prostat lobus media dan lobus lateral, akan memberikan gambaran protrusi pada pemeriksaan ultrasonografi transabdominal (Chia et al. 2003). Protrusi prostat ini dapat menyebabkan obstruksi mekanik dan protrusi prostat akan menjadi semacam katup yang akan menutup leher buli-buli pada setiap buang air kecil (Doyle 1995). Pada pemeriksaan ultrasonografi transabdominal, dapat diketahui berapa volume prostat dan besarnya protrusi prostat ke dalam buli-buli, yang dapat dipakai untuk meramalkan derajat sumbatan, dan dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk melakukan tindakan invasif dalam pengelolaan BPH (Chia et al. 2003)(Rahardjo 1999).

Penelitian berdasarkan Yen Hong Tan (2003) menyatakan bahwa makin besar derajat protrusi prostat maka episode retensi akut berulang makin meningkat (Tan & Foo 2003). Penelitian lain yang dilakukan oleh Chia (2003) menyebutkan protrusi prostat mempunyai korelasi yang signifikan dengan obstruksi intravesika penilaian perkembangan penyakit dan kebutuhan akan intervensi bedah (Chia et al. 2003). Secara fisiologi, perbedaan volume buli-buli berpengaruh terhadap besarnya protrusi prostat ke dalam buli-buli, dengan kata lain buli-buli yang penuh akan menyebabkan protrusi prostat ke dalam buli-buli makin kecil, sedangkan buli-buli kosong akan menyebabkan protrusi prostat ke dalam buli-buli makin besar (Yuen et al. 2002).

Di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng, pemeriksaan prostat dengan klinis BPH hanya menggunakan teknik transabdominal. Penggunaan transabdominal masih sangat efektif untuk mengidentifikasi prostat dengan gambaran yang baik dan pengukuran volume prostat yang akurat (Abu-yousef & Narayana 1982). Tercatat kurang lebih 35 pemeriksaan USG perhari, dengan catatan sekitar 20% per hari pemeriksaan USG pada klinis BPH.

(10)

3

B. Rumusan Masalah

Dari hasil penelitian lapangan mendapati berbagai masalah pada pemeriksaan USG protrusi intravesika prostat pada klinis BPH yang menarik untuk dikaji lebih lanjut. Masalah-masalah tersebut merupakan masalah penelitian yang dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana prosedur pemeriksaan USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta?

2. Bagaimana teknik skening USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengakereng Jakarta?

3. Bagaimana menghasilkan mutu gambar yang baik pada USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta?

4. Bagaimana hasil gambaran USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta?

C. Batasan Masalah

Batasan masalah penilitian yang di teliti adalah mendeskripsikan dan mengevaluasi pemeriksaan USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta. Bagian yang diteliti hanya prosedur, teknik skening, dan hasil gambaran pada USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Umum

Untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta.

(11)

a. Untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi prosedur USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta.

b. Untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi teknik skening USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta.

c. Untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi hasil gambaran USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis

Dapat mengembangkan pengetahuan, wawasan, serta menjadi referensi mengenai USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta.

b. Manfaat Praktis

Hasil penelitian lapangan yang merupakan evaluasi terhadap pemeriksaan USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak sebagai masukan untuk mengembangkan pemeriksaan tersebut di tempat-tempat lain.

F. Keaslian Penelitian

(12)

BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Kajian Teori 1. Anatomi Prostat

Dalam keadaan normal prostat berukuran kira-kira sebesar kenari dengan berat kurang dari 20 gram (Pearce 2009). Dengan ukuran panjang sekitar 4 - 4.5 cm (transversal), lebar 2.5 – 3 cm (AP), dan tebalnya kurang lebih 3 – 4 cm (cephalo caudad) (Srivastava 2006). Karena berat jenis jaringan prostat 1.05 gram/ml maka volume dalam ml dapat disamakan dengan berat kelenjar prostat (Bapat et al. 2006). Letaknya mengelilingi uretra pars prostatika dan di antara leher kandung kemih serta diafragma urogenitalis. Apeks prostat terletak di atas sfingter uretra eksterna kandung kemih. Di anterior berbatasan dengan simfisis pubis namun dipisahkan oleh lemak ekstraperitonial pada rongga retropubis (kavum Retzius). Pembesaran prostat akan membendung uretra dan menyebabkan retensi urin (Pearce 2009). Di posterior, prostat dipisahkan dari rektum oleh fasia Denonvilliers.

a) Menurut Lowsley

Menurut klasifikasi Lowsley prostat terdiri dari empat lobus, lobus depan (anterior), lobus belakang (posterior), lobus tengah (media), dan lobus lateral. Lobus anterior atau isthmus yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus kanan dan lobus kiri bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos, lobus posterior yang terletak di belakang uretra dan dibawah duktus ejakulatorius, lobus media yang terletak diantara uretra dan duktus ejakulatorius banyak mengandung kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan uvula vesicae yang menonjol kedalam kandung kemih apabila lobus medial ini membesar, lobus lateral yang terletak dikanan uretra (Furqan 2003)(McVary & Welliver 2016).

b) Menurut Wibowo dan Paryana (2007)

Menurut Wibowo dan Paryana (2007). Kelenjar prostat terletak dibawah organ kandung kemih. Kelenjar prostat mengelilingi uretra posterior dan di

(13)

sebelah proksimalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital yang sering disebut dengan otot dasar panggul. Kelenjar prostat merupakan kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas empat lobus, lobus pertama adalah lobus posterior, lobus kedua adalah lobus lateral kemudian lobus ketiga adalah lobus anterior, dan lobus yang terakhir adalah lobus medial (Wibowo & Paryana 2007). c) Menurut Mc Neal

Menurul Mc Neal Prostat terbagi atas empat zona dan satu segmen yang terdiri dari zona parifer, zona sentral, zona transisional, zona spingter preprostat dan segmen anterior (Furqan 2003). Prostat normal terdiri dari 50 lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah, duktus tersebut secara terpisah bermuara pada uretra prostatika dan dibagian lateral verumontanum. BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung banyak jaringan kelenjar (Kumar et al. 2005). Pada pemeriksaan ultrasonografi transrektal bisa teraba sulkus medial posterior di antara kedua lobus lateral. Lobus-lobus prostat mengandung banyak kelenjar yang mensekresi basa yang ditambahkan pada cairan semen saat ejakulasi. Kelenjar prostat membuka ke sinus prostatikus. Duktus ejakulatoris adalah saluran yang mengalirkan cairan dari vesika seminalis yang memasuki bagian atas prostat dan kemudian ke uretra pars prostatika di verumontanum (McVary & Welliver 2016).

Pada protat terdapat pasokan darah, limfe dan saraf yang berasal dari arteri vesikalis inferior, arteri pudendalis interna, dan arteri hemoroidalis medialis (Furqan 2003). Pleksus vena prostatika terletak di antara kapsula prostat dan selubung fibrosa bagian luar. Pleksus ini menerima darah dari vena dorsalis penis dan mengalirkan ke vena iliaka interna yang juga berhubungan dengan pleksus vena presakal (Faiz & Moffat 2003). Oleh karena struktur inilah sering dijumpai metastase karsinoma prostat secara hematogen ke tulang pelvis dan vertebra lumbalis. Persarafan kelenjar prostat sama dengan persarafan kandung kemih bagian inferior yaitu fleksus saraf simpatik dan parasimpatis. Aliran getah bening dari prostat dialirkan ke dalam getah bening node iliaka interna (hipogastrika), sacral, vesikal, dan iliaka eksterna (Furqan 2003).

(14)

7

Bagian prostat

(Sumber: Mc Vary KT, 2016)

Keterangan Gambar : 1. Zona transisi 2. Zona central 3. Zona peripheral

4. Anterior fibromuscular stroma

2. Fisiologi Prostat

(15)

3. Patologi Prostat a. Definisi

Pembesaran prostat jinak atau Benign Prostatic Hypertrophy (BPH) adalah pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk dalam prostat, dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa (Wilson & Hillegas 2005).

b. Patologi

Patologis BPH ditandai dengan pertumbuhan kelenjar hiperplastik dan stroma yang bergabung menjadi nodul mikroskopis dan makroskopis di kelenjar prostat. Ada lima jenis umum dari nodul BPH, yaitu fibromyoadenomatous (umum), fibroadenomatous, fibrous/fibrovaskular, fibromuskular, dan muskular (jarang). Umumnya BPH terdiri dari kelenjar (mengandung sebagian besar sel kelenjar prostat), campuran (mengandung stroma dan sel epitel kelenjar), dan stroma (yang hanya berisi sel stroma). Nodul awal yang berkembang pada BPH ditemukan di daerah periuretra dan biasanya stroma, terdiri dari jaringan fibrosa dan beberapa otot polos. Pada beberapa kasus, nodul BPH dapat ditemukan di zona perifer, yang dapat teraba dengan pemeriksaan colok dubur, dan biasanya terdiri dari unsur-unsur kelenjar epitel. Kurangnya unsur kelenjar di nodul stroma BPH, dan pengamatan perbedaan zona di awal nodul BPH menyebabkan etiologi yang berbeda dari nodul stroma dibandingkan dengan BPH komponen kelenjar. Ketika zona transisi membesar secara makroskopik, karena pertumbuhan BPH nodular, keadaan ini dapat menghambat aliran urin melalui uretra prostat dan karenanya menjadi gejala sistem bagian bawah urin (Lower Urinary Tract Symptoms) (Roehrborn 2008).

c. Patofisiologi

(16)

9

iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna pada saat miksi atau pembesaran prostat menyebabkan rangsangan pada kandung kemih, sehingga vesika sering berkontraksi meskipun belum penuh. Gejala dan tanda ini diberi skor untuk menentukan berat keluhan klinik.

Apabila kandung kemih ada kelainan, akan terjadi retensi urin sehingga pada akhir miksi masih ditemukan sisa urin didalam kandung kemih, dan timbul rasa tidak tuntas pada akhir miksi. Jika keadaan ini berlanjut pada suatu saat akan terjadi kemacetan total, sehingga penderita tidak mampu lagi miksi. Karena produksi urin terus terjadi maka pada suatu saat vesika tidak mampu lagi menampung urin sehingga tekanan intravesika terus meningkat. Apabila tekanan vesika menjadi lebih tinggi dari pada tekanan spingter dan obstruksi, akan terjadi ketidak mampuan menahan kencing (inkontinensia paradoks). Retensi kronik menyebabkan refluks vesiko ureter, hidroureter, hidronefrosis, dan gagal ginjal.

Pada waktu miksi penderita harus selalu mengedan sehingga lama kelamaan menyebabkan hernia atau hemoroid. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan di dalam kandung kemih. Batu ini dapat menambah keluhan iritasi atau menimbulkan hematuria. Batu tersebut dapat saja menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi pielonefritis (Furqan 2003).

d. Grade protrusi intravesika prostat (IPP)

Menurut Hiroyuki Nose, (2005) dalam jurnalnya accuracy of two noninvasive methods of diagnosing bladder outlet obstruction using ultrasonography mengatakan bahwa terdapat tiga grade protrusi intravesika prostat yaitu unobstructod, equivocal dan obstructed. kandung kemih dengan IPP 5 mm atau lebih diklasifikasikan grade 1 (unobstructod), kandung kemih dengan IPP 5 mm sampai dengan 10 mm diklasifikasikan grade 2 (equivocal), dan kandung kemih dengan IPP lebih dari 10 mm dapat diklasifikasikan grade 3 (obstructed) (Nose et al. 2005).

e. Faktor Resiko

(17)

seksual dan penyakit-penyakit lain serta obat-obatan belum ditemukan mempunyai korelasi dengan peningkatan kejadian BPH.

4. Ultrasonografi a. Pengertian

Ultrasonografi (USG) merupakan salah satu diagnostik imejing (pencitraan diagnostik) untuk pemeriksaan alat-alat tubuh, di mana pemeriksa dapat mempelajari bentuk, ukuran anatomis, gerakan, serta hubungan dengan jaringan sekitarnya (Boer A 2005). Ultrasonografi menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi (1-10 MHz), yang dihasilkan oleh kristal piezo-elektrik pada transduser (Patel 2007).

b. Cara Kerja USG

(18)

11

konduktor suara yang buruk sehingga tidak dapat divisualisasi dengan baik (Patel 2007).

c. Kelebihan USG

USG memiliki kelebihan dibandingkan pemeriksaan radiologis yang lain, yaitu bersifat non-invasif, dapat digunakan untuk melihat pergerakan organ, sifat jaringan-jaringan yang dicitrakan dapat dibedakan, alat USG kecil dan dapat dibawa ke mana-mana, pemeriksaan tidak memerlukan waktu yang lama, berbagai bidang organ tubuh dapat diperiksa, tenaga listrik yang diperlukan hanya sedikit, tidak memerlukan alat-alat tambahan, memungkinkan tindakan biopsi jaringan yang tepat, serta peralatan relatif lebih murah jika dibandingkan dengan alat rontgen diagnostik khusus, kedokteran nuklir, tomografi komputer, dan alat magnetic resonansi (Ilyas & Budyatmoko 2005).

d. Pemeriksaan pencitraan

Ultrasonografi transabdominal (TAUS) dapat mendeteksi adanya hidronefrosis ataupun kerusakan ginjal akibat adanya obstruksi, dan menilai saluran kemih bagian atas (Angka et al. 2010). Pada pengukuran prostat dibutuhkan volume buli kurang dari 400 mL. Kandung kemih yang penuh dapat bertindak sebagai perantara untuk melihat gambaran organ yang diperiksa yang disebut dengan jendela akustik, sehingga penetrasi gelombang dapat mencapai kelenjar prostat. Kelenjar prostat terletak di dasar buli dan anterior rektum. Transduser yang digunakan adalah kurve linier dengan frekuensi 3.5 sampai dengan 5 MHz. Letakan transduser pada regio suprapubis dengan posisi transversal dan longitudinal. Berdasarkan dari studi Hough dan List, ultrasonografi transabdominal memiliki akurasi cukup baik untuk mendeteksi dan menilai pembesaran prostat. Pada ultrasonografi transabdominal, ukuran normal kelenjar prostat tidak melebihi 3x3x5 cm atau volume tidak melebihi 30 cm3. Pengukuran Volume prostat dapat menggunakan formula, geometrik dan ellipsoid (Insidens 2016). Volume TAUS: (0,52 x transversal x longitudinal x anteroposterior).

(19)

1) Menurut WHO (2011)

Standar transduser yang digunakan untuk skening abdomen menggunakan kurve linier 3 MHz sampai 5 MHz. Kandung kemih dan prostat dapat dinilai pada saat kandung kemih penuh. Pasien harus minum 1 liter air per jam sebelum pemeriksaan agar kandung kemih tidak kosong. Ada beberapa pasien yang tidak memungkinkan. Contohnya pasien yang tidak dapat mengkontrol buang air kecil, dan gagal ginjal sehingga pengisian kandung kemih sangat lambat.

Untuk pasien yang menggunakan kateter, kateter harus di klaim satu jam sebelum pemeriksaan, dan pasien harus minum air 1 liter. Jika kandung kemih pada pasien kateter tidak penuh maka dapat diisi dengan memasukan air melalui kateter. Hati-hati untuk tidak memasukan udara karena akan menyebabkan bayangan artefak (Laauckner 2011).

b. Teknik Skening Pemeriksaan Ultrasonografi Prostat Adapun teknik pemeriksaan USG prostat menurut para ahli: 1) Menurut dr.H.Sidharta,MD (2006)

Menurut dr. H. Sidharta dalam bukunya atlas ultrasonografi mengatakan bahwa USG prostat dapat dilakukan dengan cara transvesikal/transabdominal, diperlukan vesika urinaria yang berisi penuh dan dilakukan dengan posisi transduser transversal dan longitudinal. Dapat juga dilakukan dengan transrektal/endorektal dilakukan dengan vesika urinaria kosong (Sidharta 2006). 2) Menurut Berthold Block, MD (2004)

(20)

13

Gambar 2.2

Teknik skening longitudinal (Sumber: Berthold Block, 2004)

Gambar 2.3

Skening longitudinal kandung kemih dan prostat (Sumber: Berthold Block, 2004)

Keterangan gambar: P. Prostat

Sy. Simphisis Pubis 1. Kandung kemih

(21)

Gambar 2.4

Teknik skening transversal (Sumber: Berthold Block, 2004)

a b c

Gambar 2.5

Skening transversal kandung kemih dan prostat (Sumber: Berthold Block, 2004)

keterangan:

a. Skening transversal menunjukan kandung kemih yang bebas ekho (B) dan prostat (P) yang hipoekhoik.

b. Transduser disudutkan ke cephalad untuk melihat potongan vesika seminalis.

c. Skening dengan batas atas kandung kemih.

3) Menurut S.J Chia (2003)

(22)

15

Gambar 2.6

Gambaran sagital pada kandung kemih dan prostat (sumber: S.J Chia, 2003)

6. Sonoanatomi Prostat

a. Menurut dr. H. Sidharta (2006)

Kelenjar prostat merupakan bangunan berbetuk piramid atau chestnut, ekhostruktur hiperekhoik, homogen, permukaan rata, berlokasi dibelakang bawah kandung kemih, dengan panjang tidak lebih dari 40 mm dan lebar tidak lebih dari 50 mm dan tebal tidak lebih dari 30 mm. Vesika seminalis merupakan bangunan bilateral, berbentuk tubuler berlokasi di atas kiri dan kanan kelenjar prostat, isokekhoik, dan aksis panjang pada umumnya berkisar 20-50 mm (Sidharta 2006).

Gambar 2.7

Skening transversal, gambaran sonoanatomi prostat (Sumber: dr. H. Sidharta, 2006)

Keterangan gambar:

(23)

Gambar 2. 8

Skening longitudinal, gambaran sonoanatomi prostat (Sumber: dr.H.Sidharta, 2006)

Keterangan gambar:

B. Vesica Urinaria VS. Vesica Seminalis Z. Kelenjar Prostat

b. Menurut Berthold Block (2004)

Berikut ini adalah gambaran sonoanatomi dari prostat. Pada gambaran sonoanatomi prostat ini menampilkan letak dan posisi transduser serta bentuk dari sonografi prostat dilihat dari potongan longitudinal dan transversal (Berthold Block 2004).

Gambar 2.9

Skening transversal, gambaran sonoanatomi prostat (Sumber: Berthold Block, 2004)

(24)

17

83. Prostat

Gambar 2.10

Skening longitudinal, gambaran sonoanatomi prostat (Sumber: Berthold Block, 2004)

Keterangan Gambar:

80. kandung kemih 84. Vesika Seminalis

81. Pembukaan dari ureter 89. Rektum

83. Prostat 94. Artefak

c. Menurut Paul Butler (2006)

(25)

Gambar 2.11 Sonoanatomi Prostat (Sumber: Paul Butler, 2006)

7. Pengaturan Gambar USG a. Brightness Mode (B-Mode)

Mode dimana gelombang ekho dan amplitudo sebagai warna. Warna menyesuaikan dari amplitudo sebagai warna hitam, putih, dan abu-abu. Mode ini dipergunakan di sonografi. Dalam ultrasound B-mode, satu array linier dari transduser secara simultan skening satu benda melalui tubuh yang dapat dipandang sebagai suatu gambar dua dimensi pada layar (Imardi & Ramli 2007). b. Kaliper

Kaliper adalah jarak antara kedua titik sumbu berdasarkan sumbu terpanjang. Biasanya digunakan untuk pengukuran suatu jenis organ atau objek (Ayu 2013).

c. Time Gain Compensator (TGC) dan Gain

(26)

19

disesuaikan tingkat penguat sinyalnya berdasarkan wilayah lapangan yang dipindai (Noble & Nelson 2011).

Gambar 2.12

Time Gain Compensator (TGC) dan Gain (Sumber: Vicki E. Noble, 2011)

d. Focus Zone

Organ atau bagian tubuh yang akan diperiksa memiliki kedalaman yang berbeda-beda. Fokus transduser idealnya harus diatur. Penyesuaian fokus yaitu dengan mempersempit bagian gelombang suara dari transduser kebagian organ yang akan dituju, sehingga menghasilkan detail anatomi yang diinginkan. Fokus dapat diatur dengan tombol bulat atau tombol naik turun pada kontrol panel (Noble & Nelson 2011).

(27)

(Sumber: Vicki E. Noble, 2011) e. Depth/size

Depth adalah parameter tambahan yang memungkinkan operator untuk memilih sebagian dari lapangan skening yang akan ditampilkan pada layar monitor. Dengan menyesuaikan kedalaman lapangan yang diperiksa (Noble & Nelson 2011).

Gambar 2.14

Penambahan depth dari kiri ke kanan (Sumber: Vicki E. Noble, 2011)

f. Frekuensi

Frekuensi menentukan resolusi aksial. Resolusi aksial adalah kemampuan untuk mengidentifikasi secara terpisah, dua objek yang pergi kearah gelombang suara. Semakin tinggi frekuensi maka semakin baik resolusi aksialnya (Noble & Nelson 2011).

8. Artefak gambaran USG a. Enhancement

(28)

21

yang dapat digambarkan pada sisi bagian kanan. Pada kandung kemih bagian bawah terlihat gambaran yang lebih terang (Noble & Nelson 2011).

Gambar 2.15

Posterior acoustic enhancement pada kandung kemih (Sumber: Vicki E. Noble, 2011)

b. Refraksi

Refraksi terjadi oleh karena adanya reflektor yang kuat dan bertindak sebagai batas pembiasan dari gelombang suara yang datang sehingga suatu benda tidak pada tempat yang sebenarnya. Contoh gambaran refraksi adalah double image (Noble & Nelson 2011).

Gambar 2.16 Refraksi artefak

(29)

c. Reverberasi

Reverberasi adalah gambaran gema yang tersusun berlapis-lapis sejajar. Hal ini disebabkan oleh gema suara utra yang terpantul berulang-ulang antara transduser dan suatu reflektor yang kuat (Noble & Nelson 2011).

Gambar 2.17 Reverberasi artefak (Sumber: Vicki E. Noble, 2011)

9. Sonopatologi Prostat a. Menurut Griffith (2010)

Menurut Griffith pada nodul hiperplastik tampak pembesaran kelenjar dengan nodul yang hiperekhoik, sedangkan pada degenerasi kistik tampak gambaran dengan hipoekhoik (Griffith et al. 2010).

Gambar 2.18

(30)

23

Gambar 2.19

Skening koronal ultrasonografi transrektal dengan kistik rendah (Sumber: Griffith, 2010)

b. Menurut Carrol M. Rumack, MD, FACR (2011)

Menurut Carrol M. Rumack tampilan sonografi BPH bervariasi dan tergantung pada perubahan histopatologisnya. Fitur sonografi yang khas dari BPH adalah pembesaran kelenjar zona transisi yang menekan zona periferal. Pada BPH zona transisi yang membesar dapat menunjukan pembesaran dengan nodul yang hipoekhoik, isoekhoik, atau hiperekhoik. Nodul BPH biasanya hipoekhoik dengan penonjolan ke dalam kandung kemih (Rumack et al. 2011).

Gambar 2. 20

Skening aksial ultrasonografi transrektal (Sumber: Carrol M. Rumack, MD, FACR, 2011)

Keterangan gambar:

(31)

PZ. Zona periferal

B. Kerangka Konsep

Untuk mempermudah dalam melakukan proses penelitian, maka peneliti membuat suatu kerangka konsep sebagai berikut:

1. Evaluasi pemeriksaan USG protrusi intravesika prostat yaitu mengevaluasi prosedur, teknik dan hasil gambaran dengan adanya penonjolan prostat ke dalam kandung kemih yang disebabkan oleh adanya pembesaran prostat. 2. Evaluasi prosedur pemeriksaan USG protrusi intravesika prostat yaitu

menentukan sejumlah sampel pasien USG Ginjal dan Buli-buli dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng.

3. Evaluasi teknik skening USG protrusi intravesika prostat yaitu melakukan skening USG Ginjal dan Buli-buli terhadap sejumlah pasien dengan klinis BPH.

4. Evaluasi hasil gambaran USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH yaitu hasil skening yang telah dilakukan dilengkapi dengan hasil ekspertise dari dokter spesialis radiologi dan hasil gambaran USG protrusi intravesika prostat pada klinis BPH sehingga diperoleh suatu kesimpulan

Evaluasi Pemeriksaan USG Protrusi Intravesika Prostat Pada Klinis BPH

Evaluasi Prosedur Pemeriksaan USG Protrusi

Intravesika Prostat

Evaluasi Hasil Gambaran USG Protrusi Intravesika

Prostat Evaluasi Teknik Skening

(32)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah survey penatalaksanaan terhadap tindakan pemeriksaan “evaluasi pemeriksaan USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta” yang merupakan salah satu jenis pemeriksaan imejing. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bagian Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada selama bulan desember 2016 sampai dengan bulan januari 2017.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi pada penelitian ini seluruh pasien yang berkunjung di bagian Radiologi RSUD Cengkareng untuk pemeriksaan Ultrasonografi Ginjal dan Buli-buli pada bulan Desember 2016 sampai dengan 7 januari 2017 hingga sebanyak 87 pasien.

2. Sampel

Sampel pada penelitian ini diambil dari pasien yang dilakukan pemeriksaan USG Ginjal dan buli-buli dengan klinis BPH pada bulan Desember 2016 hingga 7 Januari 2017 sebanyak 5 sampel. Sampel diambil dengan teknik purposive random sampling yaitu sampel yang ditemui dan dapat diambil datanya secara lengkap yang ditetapkan oleh peneliti sesuai kriteria sampel.

(33)

Umum Daerah Cengkareng Jakarta” menggunakan metode kualitatif dilakukan sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan

Mengumpulkan semua data yang berhubungan dengan pemeriksaan USG ginjal dan buli-buli pada klinis BPH. Data- data tersebut berupa literatur, artikel, brosur, internet, dan media cetak lainnya yang berkaitan dengan penelitian baik berupa SOP, teknik pemeriksaan, dan hasil gambaran USG serta hal-hal yang berkaitan dengan protrusi prostat yang bertujuan untuk memperkuat kajian teori yang mendukung proposal ini.

2. Observasi Parsipatoris

Observasi Parsipatoris yaitu dengan melakukan penelitian langsung terhadap obyek penelitian (pasien) yang melibatkan semua indera secara langsung dan mencatat hasil pengamatan pada lembar kerja serta keterlibatan penulis secara langsung dalam melakukan prosedur pemeriksaan USG protrusi intravesika prostat pada pasien dengan klinis BPH untuk memperoleh data yang berhubungan dengan penelitian dan mengetahui lebih lanjut mengenai permasalahan yang akan diteliti.

3. Wawancara

Pengumpulan data dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi langsung dari pihak-pihak yang berkompeten di bidang USG serta dokter spesialis urologi yang diberikan sejumlah pertanyaan terbuka berdasarkan pedoman wawancara.

E. Instrumen Penelitian

Dalam penulisan instrumen penelitian yang digunakan antara lain: 1. Alat Tulis

Alat tulis digunakan untuk menulis data yang diperoleh.

2. Lembar kerja

(34)

3. Dokumentasi

Gambaran USG protrusi intravesika prostat dengan klinis BPH yang diperoleh pada bagian RSUD Cengkareng Jakarta.

F. Pengolahan dan Analisis Data

(35)

Amalia, R., 2007. Artikel Publikasi Faktor-Faktor Risiko terjadinya Pembesaran Prostat Jinak (Studi Kasus di RS Dr. Kariadi, RSI Sultan Agung, RS Roemani Semarang). , pp.1–8. Available at: http://eprints.undip.ac.id/.

Angka, P., Benign, K. & Hyperplasia, P., 2010. Perbedaan Angka Kejadian BPH pada usia antara 50-59 tahun dengan usia di atas 60 tahun.

Ayu, P. desiana wulaning, 2013. Deteksi kepala janin pada citra usg dengan ruang warna rgb, ciel*a*b, fuzzy c-means dan iterative randomized hough transform. , p.16.

Bapat, S.S. et al., 2006. Does estimation of prostate volume by abdominal ultrasonography vary with bladder volume : A prospective study with transrectal ultrasonography as a reference. , pp.3–8.

Berthold Block, M.D., 2004. The Practice of Ultrasound, Germany: Thieme. Boer A, 2005. Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Jakarta: Gaya Baru, p: 453-7,

Jakarta: Gaya Baru.

Butler, P., W.M.Mitchell, A. & Elllis, H., 2006. Applied Radiological Anatomy, USA: Cambridge University Press.

Chia, S.J. et al., 2003. Correlation of intravesical prostatic protrusion with bladder outlet obstruction. BJU International, 91(4), pp.371–374.

Doyle, D., 1995. Oxford (1994) 180. , (March), p.1995. Faiz, O. & Moffat, D., 2003. At a Glance Anatomy, Erlangga.

Furqan, 2003. Evaluasi Biakan Urin Pada Penderita BPH Setelah Pemasangan Kateter Menetap: Pertama Kali Dan Berulang. , pp.1–41.

Griffith et al., 2010. Expertddx Ultrasound first., canada: Amirsys.

Gupta, L., 2007. Diagnostic Ultrasound second., New Delhi: Jaypee Brothers Medical.

Ilyas, G. & Budyatmoko, B., 2005. Perkembangan Mutakhir Pencitraan Diagnostik (Diagnostic Imaging) kedua., Jakarta: FKUI-RSCM.

Imardi, S. & Ramli, K., 2007. Pengembangan Dan Pengkayaan Fungsi Antarmuka Perangkat Lunak Untuk Visualisasi Dan Analisis Citra Ultrasonografi.

(36)

Kidingallo, Y. et al., 2011. Kesesuaian ultrasonografi transabdominal dan transrektal pada penentuan karakteristik pembesaran prostat. Universitas Stuttgart, 1(2), pp.158–164.

Kumar, V., Abas, A.K. & Aster, J.C., 2005. Robbin’s and Cotran Pathologic Basis and Disease ninth., Elsevier Saunder’s.

Laauckner, M., 2011. Manual of diagnostic ultrasound second., WHO.

Lajiness, M., 2016. The Nurse Practitioner in Urology S. Quallich, ed., USA: Springer.

Lauralle, S., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Ssitem, Jakarta: EGC.

McVary, K.T. & Welliver, C., 2016. Treatment of Lower Urinary Tract Symptoms and Benign Prostatic Hyperplasia, USA: ELSEVIER.

Noble, vicki E. & Nelson, B., 2011. manual of emergency and critical care ultrasound, USA: Cambridge University Press.

Nose, H. et al., 2005. Accuracy of two noninvasive methods of diagnosing bladder outlet obstruction using ultrasonography: Intravesical prostatic protrusion and velocity-flow video urodynamics. Urology, 65(3), pp.493–497.

Patel, P.R., 2007. Lecture Notes: Radiologi. Edisi kedua., Surabaya.

Pearce, E.C., 2009. Anatomi dan Fisiologis untuk Paramedis, Jakarta: Gramedia. Rahardjo, D., 1999. Prostat: Kelainan-kelainan jinak, diagnosis, dan

penanganan., Jakarta: Asian Medical.

Roehrborn, C.G., 2008. Pathology of benign prostatic hyperplasia.

Rumack, C.M. et al., 2011. DIAGNOSTIC ULTRASOUND 4 th., USA: ELSEVIER.

Sidharta, dr. H., 2006. Atlas Ultrasonografi, Jakarta: Gaya Baru.

Srivastava, P., 2006. An Atlas of Small Parts and Muskculoskeletal Ultrasound with Color Flow Imaging third., New DelhiI: Jaypee Brothers Medical.

Tan, Y.H. & Foo, K.T., 2003. Intravesical prostatic protrusion predicts the outcome of a trial without catheter following acute urine retention. The Journal of urology, 170(6 Pt 1), pp.2339–41. Available at: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/14634410.

Wibowo, D.. & Paryana, W., 2007. Anatomi tubuh manusia. In Yogyakarta: Graha Ilmu.

Wilson, L.. & Hillegas, K.., 2005. Gangguan Sistem Reproduksi Laki-Laki, Jakarta.

(37)

Gambar

Gambar 2.3Skening longitudinal kandung kemih dan prostat
Gambar 2.4Teknik skening transversal
Gambar 2.6Gambaran sagital pada kandung kemih dan prostat
Gambar 2. 8Skening longitudinal, gambaran sonoanatomi prostat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Putusan lebih berat dari Tuntutan Penuntut Umum dalam perkara korupsi belum. pernah diteliti, sehingga penulisan hukum ini adalah hasil karya

Sejauh penelusuran penulis, penelitian terhadap leksikon tradisi ka sawah belum pernah dilakukan, namun ada beberapa penelitian yang dijadikan acuan atau bahan

menyatakan bahwa pada pasien-pasien dengan pemeriksaan USG yang menunjukkan hasil negatif dan memiliki kadar D-Dimer yang normal, pemeriksaan USG ulangan ataupun pemeriksaan

Pemeriksaan lubang ledak (sounding) harus dilakukan sebelum pengisisan bahan peledak. Pemeriksaan ini meliputi kegiatan pemeriksaan kedalaman dan kondisi

Sebagaimana disebutkan pada gambaran umum objek penelitian, bahwa belum pernah dilakukan evaluasi atas penyelenggaraan sertifikasi Sales Operation ini terhadap

Pemeriksaan laporan keuangan tidak dapat dijadikan satu alat untuk menilai kinerja pelayanan publik yang dilakukan oleh pemerintah.. Oleh karena itu, jikalau belum dilakukan

Penelitian ini sudah pernah dilakukan sebelumnya, yaitu penelitian skripsi milik Vivin Alvionita (2016) dengan mengambil judul “Kemampuan Memahami Konflik Batin dalam Film

1.6 Keaslian Penelitian Penelitian tentang pengolahan data pemeriksaan dan pengujian peralatan K3 pesawat uap dan bejana tekan, sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan, dan nilai