• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1-2-3 oke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1-2-3 oke"

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN TEKNIS PELEDAKAN UNTUK MENGOPTIMALKAN

PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT PADA PIT CENTRAL TUTUPAN 2

PT SAPTAINDRA SEJATI JOBSITE PT ADARO INDONESIA DESA

BATA, KABUPATEN TABALONG, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pada Program Studi Teknik Pertambangan

Oleh :

FERDIYAN CHRISSANDI GIRSANG

NIM. H1C111031

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN DIKTI

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

FAKULTAS TEKNIK

BANJARBARU

(2)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT Saptaindra Sejati merupakan perusahaan kontraktor tambang batubara yang bekerja melayani produksi batubara dan overburden untuk PT. Adaro Indonesia selaku perusahaan owner tambang. Sistem penambangan yang diterapkan oleh PT Saptaindra Sejati adalah sistem tambang terbuka (Surface Mining) yang kegiatan penambangannya meliputi pembukaan lokasi tambang dan pembersihan lahan, pengupasan lapisan penutup, penggalian dan pengangkutan batubara. Salah satu kegiatan penambangan yang dilakukan adalah pengupasan lapisan penutup dengan cara pemboran dan peledakan.

Dalam proses peledakan, terdapat 3 indikator yang mempengaruhi keberhasilan dari suatu peledakan itu sendiri. Diantaranya adalah angka produktivitas, tingkat keselamatan (safety), serta biaya oerasional peledakan. Kegiatan peledakan yang dilakukan oleh PT Saptaindra Sejati memegang peranan penting dalam kemajuan produksi tambang, terutama Pit Central Tutupan 2.

Bila ditinjau dari kondisi geologi sekitar, bahwa batuan yang menutupi lapisan batubara merupakan batuan yang bersifat heterogen. Ditambah lagi lokasi penambangan yang berada dekat dengan daerah kritis, sehingga ada pembatasan jumlah muatan bahan peledak agar tidak menimbulkan efek getaran yang lebih berdasarkan ketetapan pihak owner PT Adaro Indonesia. Dari kondisi tersebut, perlu ditinjau kembali mengenai penentuan geometri peledakan yang sesuai dengan memperhatikan parameter batuan dan kondisi geologi setempat, guna menghasilkan energi ledak optimal untuk memberaikan batuan dengan sempurna.

Hal di atas melatarbelakangi saya untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai peledakan pada Pit CT.2 dengan judul ”Kajian Teknis Peledakan Untuk Mengoptimalkan Produktivitas Alat Gali Muat Pada Pit Central Tutupan 2 PT Saptaindra Sejati Jobsite PT Adaro Indonesia, Desa Bata, Kabupaten Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan”.

(3)

Permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah geometri peledakan yang

digunakan sudah memperhatikan parameter batuan lokal untuk menghasilkan produktivitas pembokaran alat gali muat sesuai standar perusahaan?

1.3 Batasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pembahasan masalah sebagai berikut:

1. Penelitian befokus pada CT.2 OB 1 Roof

110 block 14832 – 15404, strip 5373 - 6013, elevasi (-14) – 32.

2. Tidak membahas masalah biaya operasi

pemboran.

3. Tidak membahas masalah biaya

produksi pembongkaran overburden.

4. Tidak membahas ground vibration hasil

kegiatan peledakan.

5. Alat yang diteliti mencakup alat muat

excavator R9400, R9250, dan PC2000.

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui tingkat keakurasian pemboran lubang ledak.

2. Merancang desain peledakan dengan memperhatikan parameter batuan yang ada.

3. Mengetahui distribusi fragmentasi melalui perhitungan matematis Kuzram. 4. Mengetahui produktivitas alat gali muat hasil kegiatan peledakan.

5. Mengetahui waktu penggalian alat mekanis (digging time) dari lokasi penelitian.

6. Menghitung biaya peledakan yang digunakan pada lokasi penelitian.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Peneliti

a. Mengetahui keseluruhan tahapan kegiatan peledakan dan faktor-faktor yang mempengaruhi hasil peledakan.

(4)

c. Memperoleh pengalaman dalam dunia kerja industri pertambangan.

2. Perusahaan

a. Turut berperan dalam pembangunan nasional pada bidang pendidikan sebagai salah satu program CSR (Corporate Social Responsibility).

b. Memberikan rekomendasi untuk perbaikan material hasil peledakan dilokasi Pit CT 2 roof 110, sehingga memperoleh nilai recovery peledakan yang optimal.

(5)

BAB II TINJAUAN UMUM

2.1. Sejarah Umum Perusahaan

PT Saptaindra Sejati merupakan perusahaan kontraktor yang diberikan hak pengelolaan oleh PT Adaro Indonesia. Secara administratif lokasi pertambangan PT Adaro Indonesia masuk ke dalam dua propinsi, tiga kabupaten dan tiga belas kecamatan.

Propinsi Kalimantan Selatan, meliputi Kabupaten Tabalong yang terdiri dari: Kecamatan Muara Harus, Murung Pundak, Upau, Tanta, Kelua, dan Tanjung. Sedangkan Kabupaten Balangan terdiri dari Kecamatan Paringin, Juai, Awayan, Lampihung dan Batu Mandi. Di Propinsi Kalimantan Tengah meliputi Kabupaten Barito Timur yang meliputi Kecamatan Kelanis, Murung Ilung, dan Pasar Panas.

Daerah operasional PT Adaro Indonesia secara geografis berada pada 115º 26’ 10” sampai dengan 115º 33’ 30” Bujur Timur dan 2º 7’ 30” sampai dengan 2º 25’ 30” Lintang Selatan. Lokasi penambangannya berjarak 210 km ke arah Timur Laut Kota Banjarmasin.

Dari Banjarmasin, ibukota provinsi Kalimantan Selatan, tambang PT Adaro Indonesia dipisahkan oleh jarak sepanjang 220 km yang biasanya ditempuh menggunakan kendaraan roda 4 atau roda 2 selama 4-5 jam dengan kecepatan 60 km/jam dan 15 km dari kota Tanjung dengan kondisi jalan beraspal. Kemudian diteruskan dengan jalan khusus PT Adaro Indonesia menuju

office PT Saptaindra Sejati sepanjang 16 Km selama 24 menit dengan kondisi

jalan beraspal, dilanjutkan dengan jalan menuju pit CT 2 sepanjang 2 Km dengan kondisi jalan perkerasan dan hanya diperbolehkan menggunakan kendaraan roda 4.

(6)

Sumber : Engineering Department PT Saptaindra Sejati, 2015. Gambar 2.1.

Mining Area PT Saptaindra Sejati Jobsite ADMO

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012* 0 100 200 300 400 500 600 700 Gambar 2.2.

(7)

Equipment Population Growth PT Saptaindra Sejati

2.2. Produksi Batubara

PT Adaro Indonesia memulai kegiatan eksplorasi pada tahun 1982. Studi kelayakan dibuat pada tahun 1988, dan pada tahun 1990 kegiatan konstruksi tambang dimulai, Adapun jumlah batubara yang telah diproduksi oleh PT Saptaindra Sejati dari tahun 2005 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada gambar 2.3. Sejalan dengan peningkangkatan produksi, kegiatan eksplorasi terus dilakukan untuk mengetahui cadangan batubara yang layak tambang. Saat ini produksi, kegiatan eksplorasi terus dilakukan untuk mengetahui cadangan batubara yang layak tambang. Saat ini produksi tambang batubara PT Adaro Indonesia sekitar berasal dari tambang Tutupan.

- 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000 140,000

Overburden & Coal Production

Volume (in Kbcm & Kton)

Gambar 2.3.

Jumlah Produksi Batubara dan OB PT Saptaindra Sejati Tabel 2.1.

Jumlah Produksi Batubara PT Adaro Indonesia

Tahun Coal OB 1991 248,081 280,785 1992 963,024 996,807 1993 1,356,798 1,013,036 1994 2,414,286 2,171,551 1995 5,553,146 5,108,332 1996 8,635,118 12,879,857

(8)

1997 9,408,379 30,072,826 1998 10,930,042 26,381,599 1999 13,600,893 22,255,285 2000 15,481,193 24,880,619 2001 17,707,965 40,354,363 2002 20,804,230 52,896,279 2003 22,523,247 55,640,073 2004 24,330,581 65,171,565 2005 26,686,197 86,370,884 2006 34,368,053 124,493,459 2007 36,037,866 117,702,924 2008 38,482,461 160,050,624 2009 40,590,189 208,069,765 2010 42,198,608 225,866,093 2011 47,667,466 299,272,608 2.3. Kegiatan Penambangan

Kegiatan penambangan batubara yang dilakukan oleh PT Saptaindra Sejati menggunakan metode tambang terbuka. Adapun urutan kegiatan Penambangan PT Saptaindra Sejati dapat dilihat pada gambar business process dibawah ini.

Gambar 2.4.

Business Process Produksi Mining

Berikut penjelasan tahapan kegiatan penambangan dari gambar di atas, yaitu :

(9)

Pembukaan lahan adalah tahap awal kegiatan penambangan, dengan membersihkan lahan dari semak-semak dan pohon-pohon. Pembersihan lahan dilakukan dengan menggunakan alat mekanis (bulldozer) dan menggunakan gen saw untuk memotong pohon yang berdiameter lebih dari 30 cm. Pembersihan lahan dilakukan secara bertahap dengan luas tertentu sesuai dengan kemajuan penambangan yang telah direncanakan.

2. Pengupasan tanah pucuk (pre stripping top soil)

Setelah pembukaan dan pembersihan lahan, kegiatan selanjutnya adalah pengupasan lapisan tanah pucuk (top soil) yang sangat kaya akan unsur hara. Biasanya ketebalan tanah pucuk adalah ± 10 sampai 30 cm.

Tanah pucuk tersebut dipisahkan dari tanah penutup yang bersifat subur dan dan disimpan untuk keperluan reklamasi di kemudian hari. Pengupasan lapisan tanah pucuk memerlukan alat mekanis yaitu Bulldozer,

Backhoe dan Power Shovel sebagai alat gali. 3. Pengupasan lapisan tanah penutup (Overburden)

Pengupasan tanah penutup harus sesuai dengan desain yang sudah direncanakan oleh perusahaan, biasanya pengupasan tanah penutup dibuat jenjang-jenjang dengan tinggi rata-rata 12 meter, lebar 5 meter, dengan kemiringan untuk low wall 40° atau mengikuti kemiringan batubara, sedangkan untuk high wall biasanya lebih curam yaitu antara 50° sampai 60°. Pengupasan tanah penutup dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

a. Direct-Digging

Pengupasan tanah penutup dapat dilakukan dengan penggalian langsung oleh Shovel atau Backhoe. Penggalian langsung ini hanya untuk material tanah penutup yang sangat lunak sampai lunak.

b. Riping dan Dozing

Pengupasan tanah penutup dilakukan dengan Ripper untuk menggali hingga tanah terbongkar dan Dozzer untuk mendorong tanah penutup yang relatif lunak untuk kemudian diangkut oleh Dump Truck.

c. Drilling dan Blasting

Apabila kedua cara di atas sudah tidak efektif untuk membongkar maka batuan tersebut harus dibongkar dengan menggunakan cara peledakan. Sebelum kegiatan peledakan dilakukan, maka diperlukan kegiatan penyediaan lubang ledak yang dalam hal ini dilakukan dengan cara pemboran (drilling).

(10)

Pada PT Saptaindra Sejati kegiatan pengupasan tanah penutup menggunakan metoda “Drilling dan Blasting”. Alat gali yang digunakan untuk pengupasan tanah penutup yaitu Big Fleet PC 3000, Liebherr 9350, Liebherr 9250, Liebherr 9400, Komatsu PC 2000 dan Hitachi 3600 serta PC 4000. Lokasi kegiatan peledakan overburden berada pada Formasi Warukin bagian atas berumur Miosen yang banyak mengandung endapan batubara yang diselingi oleh batulempung dan batupasir.

Gambar 2.5

Proses Kegiatan Drill and Blast

4. Penimbunan Tanah Penutup Ke Disposal

Setelah tanah penutup dikupas maka perlu suatu tempat untuk lokasi penumpukan dan penyimpanan tanah penutup tersebut (disposal) dari lokasi penambangan (pit). Jarak pengangkutan dari pit ke disposal dengan jarak rata-rata 3,4 km dengan dump truck yang besarnya disesuaikan dengan volume lapisan tanah penutup. Alat yang digunakan dalam pengangkutan lapisan tanah penutup menggunakan Komatsu HD 785, Komatsu HD 1500, Hitachi Euclid 1700, Hitachi Euclid 3500, dan Cat 785C, serta Cat 789C. Untuk desain lokasi penimbunan ini diatur oleh PT Adaro Indonesia dengan mempertimbangkan daerah yang sudah dibebaskan.

5. Pengupasan Dan Pengangkutan Batubara

Batubara dikupas setelah lapisan tanah penutup di atasnya diambil untuk mendapatkan batubara yang bersih dari pengotor dan batubara halus, maka lapisan batubara biasanya disisakan sekitar 30 cm dengan

(11)

menggunakan alat gali ukuran kecil (PC 200/PC 300) untuk mencegah kontaminasi, cara ini disebut cleaning batubara. Penggalian batubara biasanya dengan menggunakan alat, yaitu Big Fleet PC 2000 dan PC 1250. Jarak pengangkutan dari pit ke ROM dengan jarak rata-rata 3 km. Alat yang digunakan untuk pengangkutan yaitu Big Coal HD 785, HD 1500, dan Hitachi Euclid 1700.

6. Pengangkutan Batubara Dari Rom Ke Crushing Plant

Dari ROM batubara tambang Tutupan diangkut ke Crushing Plant di Kelanis menggunakan Trailer roda 54 yang biasanya membawa 2 vessel, dengan kapasitas satu vessel rata-rata 70 ton menggunakan hauling road sejauh 82 km.

7. Pengolahan Batubara

Dalam perjalanan ke Crushing Plant di Kelanis pada kilometer 35 akan ada penimbangan batubara pada tiap Vessel, sekaligus untuk menentukan Hopper mana yang akan digunakan untuk dumping batubara. Selanjutnya batubara ditumpahkan ke Hopper. Di Kelanis terdapat 5 Hopper, dengan masing-masing Hopper mempunyai kapasitas sebagai berikut:

a. Hopper 1 dan Hopper 2 mempunyai kapasitas 1200 – 1300 ton per jam b. Hopper 3 dan Hopper 4 mempunyai kapasitas 1500 – 1700 ton per jam

c. Hopper 5 mempunyai kapasitas 2000 – 2500 ton per jam

Setelah dimasukkan ke lima unit Hopper, batubara dihancurkan oleh

primary crusher dengan ukuran maksimum 200 mm, setelah keluar dari primary crusher batubara selanjutnya diayak di vibrating screen untuk

mendapatkan ukuran batubara yang maksimal sebesar 50 mm. Batubara dengan ukuran lebih besar dari 50 mm, akan dimasukkan ke secondary

crusher yang dilanjutkan dengan pengayakan pada vibrating screen kembali.

Untuk batubara yang berukuran kurang dari 50 mm langsung diangkut ke

(12)

Sumber : PT Adaro Indonesia, 2015

Gambar 2.6

(13)

Cleaning batubara (memisahkan OB dan batubara)

Penggalian batubara

OB dan Batubara Kotor

Pengangkutan OB dan Batubara kotor ke Disposal

Pembentukan Disposal ROM (Run Of Mine)

Kelanis (Crushing Plant)

Pengapalan di Kelanis Reklamasi

Land Clearing (pembukaan dan perbersihan lahan)

Pengupasan tanah penutup berupa top soil

Pengupasan OB (pemboran, peledakan dan penggalian)

Batubara bersih 8. Pengapalan

Batubara yang telah di crushing pada primary crusher dapat digunakan dimasukkan di stockpile atau langsung dimasukkan menggunakan

conveyor ke tongkang yang kemudian akan ditarik oleh kapal motor.

Tongkang membawa batubara menyusuri Sungai Barito sepanjang 240 km ke hilir, sebelum dialihkan ke kapal-kapal berbobot sampai 225.000 DWT bagi konsumen internasional, sedangkan untuk konsumen domestik tongkang dapat langsung berlayar menuju pelabuhan tujuan di Indonesia.

Pemindahan batubara dari tongkang ke kapal dilakukan di Taboneo, 15 mil dari lepas pantai Banjarmasin, dengan menggunakan empat unit derek terapung (floating crane), yaitu :

a. Donna Anna berkapasitas 4000 mt/day b. Donna Clara berkapasitas 10000 mt/day c. Donna Floor berkapasitas 10000 mt/day

d. Donna Maria berkapasitas 10000 mt/day

Adapun penggolongan kapal berdasarkan kapasitas muat yang digunakan untuk memasarkan batubara ke Negara konsumen adalah :

a. Handymax berkapasitas 20 - 40 KMT b. Panamax berkapasitas 40 - 70 KMT c. Cape Size berkapasitas 70 - 120 KMT

(14)

Sumber : Engineering Department PT Saptaindra Sejati, 2015. Gambar 2.7

Skema Kegiatan Penambangan PT Saptaindra Sejati

(15)

2.4.1. Kegiatan Pemboran Lubang Ledak

Sebelum dilakukan peledakan terlebih dahulu dilakukan pemboran untuk penyediaan lubang ledak. Kegiatan pemboran menggunakan tricone bit dengan sistem pemboran secara rotary, mesin bor ini menggunakan mata bor berdiameter 6 3/4 inch (17,1 cm). Adapun tahapan kegiatan pemboran untuk penyediaan lubang ledak yang dilakukan oleh PT Saptaindra Sejati, antara lain : a. Persiapan lahan (preparation)

Kegiatan preparation ini bertujuan untuk mempersiapkan lokasi sebelum dilakukan kegiatan pemboran. Batasan lokasi yang harus di prepare ditandai dengan pemasangan patok berpita kuning oleh pit control pada setiap ujung sudut lokasi yang akan diprepare. Suatu lokasi pemboran harus dipastikan dalam kondisi bersih dan rata karena akan berpengaruh pada hasil pemboran lubang ledak. Sehingga suatu lokasi harus dipersiapkan sebelum pemboran dilakukan.

Kegiatan preparation yang pertama kali dilakukan adalah pembersihan lumpur apabila terdapat lumpur pada area pemboran dan loading tanggul jika lokasi tersebut bekas front loading. Setelah lokasi bersih dari lumpur, kegiatan selanjutnya adalah pemerataan lahan pemboran dan pembersihan batuan lepas (batuan yang harus dibersihkan dari area pemboran) yang bertujuan agar alat bor aman dalam melakukan pemboran dan hasil pemboran yang didapatkan lebih seragam. Setelah area bersih dan rata, maka dilakukan kegiatan pembuatan tanggul (bundwall) di sekitar area pemboran. Tinggi tanggul sesuai

Standard Operation Procedure Drilling PT Saptaindra Sejati adalah 3/4 dari tinggi

ban unit terbesar di sekitar area pemboran. Hal ini bertujuan agar menghindari unit tersebut memasuki area pemboran. Dan jarak tanggul dari rencana titik bor terluar adalah 10 meter. Alat berat yang digunakan untuk pembersihan lahan ini adalah bulldozer.

(16)

Gambar 2.1 Persiapan Lahan

b. Persiapan pemboran (drilling preparation)

Kegiatan persiapan pemboran mencakup beberapa kegiatan, yaitu penentuan geometri peledakan, pemasangan titik bor dan pembatasan area pemboran.

Penentuan geometri peledakan merupakan penentuan burden dan spasi dari titik lubang ledak yang akan dibor. Burden dan spasi yang digunakan pada lokasi pengamatan adalah 7 meter dan 8 meter. Kegiatan ini bertujuan untuk mempermudah kegiatan pemasangan titik bor.

Pemasangan titik bor adalah kegiatan menentukan titik-titik lubang ledak yang akan dibor dengan memberikan tanda menggunakan kertas yang diletakkan batu di atasnya. Pemasangan titik bor diawali dengan pemasangan patok acuan titik oleh survey drill and blast sesuai dengan drill design yang dibuat oleh drill and blast engineering dan kemudian crew drilling melanjutkan memasang tititk bor mengikuti acuan awal dari patok survey dengan metode menggunakan tali segitiga.

(17)

Gambar 2.2 Patok drill design

Gambar 2.3

(18)

Gambar 2.4

Kegiatan Pemasangan Titik Bor dengan Tali Segitiga

Pembatasan area pemboran merupakan kegiatan memberikan rambu dan mengisolasi area pemboran agar tidak terganggu oleh aktivitas penambangan yang lain. Hal tersebut akan membuat area pemboran tetap terjaga dengan baik. Pembatasan area pemboran ini menggunakan rambu drill area dan tali safety

line merah putih yang diletakkan pada bundwall.

Gambar 2.5

(19)

Gambar 2.6 Rambu Drill Area

c. Pemboran (drilling)

Setelah tahapan-tahapan di atas dilakukan dengan baik, maka area tersebut siap untuk dilakukan pemboran. Dalam kegiatan pemboran, alat bor harus dalam posisi horizontal agar lubang ledak yang dihasilkan relatif lurus dan seragam antar lubang. Jika posisi unit tidak dalam posisi horizontal, maka akan menghasilkan lubang ledak yang tidak seragam. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap hasil peledakan, yaitu kemungkinan akan menghasilkan bongkah. Oleh karena itu, operator alat bor sebelum melakukan pemboran harus mengatur

leveling jack alat bor sampai posisi nivo tepat berada di tengah (Gambar 4.4)

agar unit dalam posisi horizontal.

Gambar 2.7 Posisi Nivo pada Alat Bor

Langkah-langkah yang dilakukan operator alat bor pada saat kegiatan pemboran, antara lain :

(20)

1) Memposisikan jack agar posisi alat bor dalam keadaan horizontal. 2) Menaikkan mast

3) Melakukan pemboran 4) Menaikan jack

5) Melipat mast *

6) Travel (perjalanan) hingga ke titik bor selanjutnya

*apabila daerah pemboran relatif berbahaya seperti titik bor yang berada di dekat

free face.

Gambar 2.8 Kegiatan Pemboran

2.4.2. Kegiatan Peledakan

Urutan-urutan kegiatan peledakan sebagai berikut : a. Persiapan peledakan (blasting preparation)

Kegiatan persiapan peledakan (blasting preparation) dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu :

1) Pemasangan tanda blasting area

Lokasi yang akan dilakukan kegiatan peledakan harus diberi tanda blast

area, yaitu safety line berwarna merah putih dan rambu blast area yang

menunjukkan adanya kegiatan peledakan. Hal ini bertujuan agar saat kegiatan pengisian lubang ledak dapat berjalan dengan lancar, aman, dan bebas dari aktivitas lain dalam kegiatan penambangan.

(21)

Gambar 2.9 Rambu Blast Area

2) Pemeriksaan lubang ledak

Pemeriksaan lubang ledak (sounding) harus dilakukan sebelum pengisisan bahan peledak. Pemeriksaan ini meliputi kegiatan pemeriksaan kedalaman dan kondisi lubang ledak. Pemeriksaan lubang ledak ini menggunakan alat bantu berupa meteran yang diujungnya diikat dengan batu sebagai pemberatnya. Sehingga dengan bantuan meteran ini dapat diketahui kedalaman lubang actual dan kondisi lubang ledak apakah dalam keadaan kering atau basah sebelum diisi bahan peledak. Apabila dalam pemeriksaan lubang ledak tersebut didapatkan kedalaman lubang lebih dalam dari kedalaman lubang yang direncanakan, maka dilakukan penimbunan sampai kedalaman lubang yang direncanakan.

3) Pembuatan primer

Proses pembuatan primer (priming) dilakukan pada masing-masing lubang ledak. Primer akan memberikan energi cukup kuat untuk menginisiasi bahan peledak utama di sepanjang kolom lubang ledak. Pembuatan primer dengan cara memasukkan detonator Down The Hole (DTH) ke dalam booster.

(22)

Gambar 2.10 Proses Pembuatan Primer

4) Pengisian lubang ledak

Setelah dilakukan kegiatan pembuatan primer, maka dilakukan pengisian bahan peledak ke dalam lubang ledak. Langkah-langkah pengisian lubang ledak yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a) Memasukkan primer ke dalam lubang ledak

Gambar 2.11

Proses Memasukkan Primer

b) Mengisi lubang ledak dengan bahan peledak sesuai dengan kondisi lubang ledak sampai kedalaman tertentu menggunakan truck MMU. Bahan peledak yang digunakan PT Saptaindra Sejati adalah emulsi untuk keadaan lubang yang kering maupun basah.

(23)

Gambar 2.12 Proses Pengisian Emulsi

c) Menutup lubang ledak (stemming)

Material stemming yang digunakan PT Saptaindra Sejati adalah cutting hasil pemboran yang terdapat di sekitar lubang ledak. Stemming berfungsi untuk menutupi bahan peledak pada lubang ledak agar terjadi kesetimbangan, dan mengurung gas yang ditimbulkan oleh proses ledakan agar hasil peledakan optimal. Proses penutupan dilakukan dengan menggunakan cangkul dan stik pemadat (tamper). Proses stemming dilakukan setelah bahan peledak mengalami proses gassing dan mencapai

density sekitar 1,15 gr/cc.

Gambar 2.13

(24)

Gambar 2.14

Proses Pemadatan Material Stemming

5) Perangkaian

Kegiatan perangkaian peledakan dilakukan berdasarkan blast design yang telah ditentukan. Kegiatan perangkaian ini dilakukan oleh blaster yang diawasi oleh koordinator peledakan.

Keuntungan peledakan dengan waktu tunda (delay) adalah : a) Fragmentasi batuan hasil peledakan lebih optimal dan lebih baik. b) Mengurangi besar getaran yang terjadi akibat peledakan.

c) Menyediakan bidang bebas yang cukup untuk peledakan pada baris berikutnya.

b. Peledakan

Kegiatan peledakan dilakukan setelah primer dan bahan peledak dimasukkan ke dalam lubang ledak serta aksesoris peledakan telah dirangkai sesuai blast design yang direncanakan. Kegiatan peledakan pada PT Saptaindra Sejati dilakukan pada jam istirahat kerja, yaitu pada pukul 12.00-13.00 WITA. Namun pada kondisi tertentu peledakan bisa dilakukan pukul 15.00-16.00 WITA.

Prosedur peledakan yang dilakukan di PT Saptaindra Sejati adalah sebagai berikut :

1) Evakuasi dengan jarak aman 150 meter untuk alat yang memiliki pelindung (bendera kuning), 300 meter untuk shelter dan alat yang tidak memiliki pelindung (bendera merah), dan 500 meter untuk manusia (bendera hijau).

2) Pengamanan channel radio untuk kegiatan peledakan.

3) Pengamanan lokasi oleh blast blocker dengan memblokir jalan-jalan yang menuju lokasi peledakan. Pemblokiran jalan-jalan pada jarak 500 meter dari area peledakan.

(25)

4) Para blast blocker melaporkan kondisi di area masing-masing, jika sudah aman maka coordinator peledakan membunyikan sirine pendek 3x dan mempersilahkan blaster untuk melakukan peledakan.

5) Koordinator peledakan akan menghitung mundur yang dimulai dari hitungan dari lima mundur ke satu diakhiri dengan kata ledak. 6) Blaster menekan tombol shotgun (detonator nonel) atau base

station (detonator elektronik) sesuai prosedur pemakaian alat dan

terjadilah peledakan.

7) Jalur komunikasi masih dikuasai tim peledakan sebelum dilakukan pemeriksaan hasil peledakan sampai dinyatakan bahwa peledakan aman dan terkendali. Jalur komunikasi peledakan di Pit CT 2 menggunakan channel radio Pit North.

8) Jika peledakan dinyatakan aman dan terkendali maka dibunyikan 1x sirine panjang tanda peledakan telah aman.

c. Geometri peledakan

Geometri peledakan menjadi parameter yang sangat penting untuk menentukan tingkat fragmentasi yang didapat. Geometri peledakan yang dianggap sudah sesuai di Pit CT 2 adalah burden 7 meter dengan spasi 8 meter. Kedalaman lubang yang direncanakan bervariasi antara 4 – 8 meter sesuai

request level dari engineering department.

d. Pemakaian bahan peledak

Pemakaian bahan peledak juga merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi hasil peledakan. Bahan peledak yang digunakan untuk peledakan menggunakan emulsi berjenis Dabex produk dari Dahana dan emulsi berjenis T2070G produk dari DNX. Densitas kedua emulsi tersebut sama yaitu 1,15 gr/cc, namun yang membedakan adalah Relative Weight Strength (RWS). RWS Dabex Dahana sebesar 77 sedangkan RWS T2070G DNX sebesar 78,37.

BAB III

(26)

Dalam operasi penambangan terutama pada tambang terbuka, peledakan merupakan metode yang paling sering digunakan untuk memberaikan batuan. Energi yang dihasilkan oleh bahan peledak akan ditransmisikan kedalam massa batuan sehingga batuan tersebut terberaikan.

Beberapa aspek yang harus diperhatikan dalam peledakan jenjang yang dapat dikelompokkan kedalam 3 aspek, yaitu:

1. Aspek teknis

Dalam hal ini tolak ukurnya adalah keberhasilan target produksi. Parameter penting yang harus diperhitungkan terutama adalah diameter lubang ledak dan tinggi jenjang, kemudian parameter lainnya diperhitungkan berdasarkan 2 parameter tersebut.

2. Aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3).

Pertimbangannya bertumpu pada seluruh aspek kegiatan kerja pengeboran dan peledakan, termasuk medan kerjanya.

3. Aspek Lingkungan

Dampak negatif peledakan menjadi kritis ketika pekerjaan peledakan menghasilkan vibrasi tinggi, menimbulkan gangguan akibat suara/getaran yang sangat keras serta banyaknya batu terbang.

Ketiga aspek tersebut merupakan satu kesatuan dan tidak dapat meninggalkan salah satu diantaranya. Suatu operasi peledakan dibidang pertambangan dinyatakan berhasil dengan baik apabila:

1. Target produksi terpenuhi (dinyatakan dalam ton/hari atau ton/bulan).

2. Penggunaan bahan peledak efisien yang dinyatakan dalam jumlah batuan yang berhasil dibongkar per kilogram bahan peledak (disebut powder factor). 3. Diperoleh fragmentasi batuan berukuran merata dengan sedikit bongkah

(kurang dari 15% dari jumlah batuan yang terbongkar per peledakan). 4. Diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada retakan–retakan). 5. Aman.

6. Dampak terhadap lingkungan minimal. (Koesnaryo, 2001; 4)

(27)

Yang dimaksud geometri pemboran meliputi diameter lubang ledak, kedalaman lubang ledak, Inklinasi lubang ledak, tinggi jenjang dan pola pemboran (Koesnaryo, 2001 ; 41)

3.1.1 Diameter Lubang Ledak

Penentuan diameter lubang ledak yang ideal tergantung pada factor: a. Volume massa batuan yang akan dibongkar

b. Tinggi jenjang dan konfigurasi isian c. Tingkat fragmentasi yang diinginkan d. Mesin bor yang tersedia

e. Kapasitas alat muat yang akan menangani material hasil peledakan.

3.1.2 Kedalaman Lubang Ledak

Disesuaikan dengan tinggi jenjang, pada prinsipnya kedalaman lubang ledak harus lebih besar daripada tinggi jenjang. Kelebihan kedalaman lubang ledak (subdrilling) dimaksudkan untuk memperoleh lantai jenjang yang rata.

3.1.3 Inklinasi Lubang Ledak

Arah lubang ledak dapat tegak atau miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus sejajar untuk menjamin keseragaman burden dan spasi dalam geometri peledakan. Lubang ledak yang dibuat tegak, maka bagaian lantai jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar. Gelombang tekan sebagian akan dipantulkan pada bagian bebas dan sebagian lagi akan diteruskan pada bagian bawah lanatai jenjang (Gambar 2.2).

Gambar 3.1

Perbandingan antara lubang ledak tegak dan miring (Koesnaryo, 2001; 42)

3.1.4 Pola Pemboran

Pola pemboran merupakan suatu pola pada kegiatan pemboran dengan menempatkan lubang–lubang tembak secara sistematis. Berdasarkan letak–letak

(28)

lubang bor maka pola pemboran pada umumnya dibedakan menjadi dua macam, yaitu :

a. Pola pemboran sejajar (paralel pattern)

b. Pola pemboran selang-seling (staggered pattern)

Gambar 3.2

Pola pemboran (Koesnaryo, 2001; 44)

Gambar 3.3

Pengaruh energi ledak pada pola pemboran (Koesnaryo, 2001; 53)

3.2 Peledakan 3.2.1 Faktor Batuan

Faktor batuan ditinjau berdasarkan nilai blastability index dan sifat umum batuan.

(29)

a. Rock blastability

Rock blastability adalah daya tahan batuan terhadap peledakan,

dipengaruhi oleh keadaan batuan dan tingkat sedimentasi. Menurut Lilly (1966), pembobotan massa batuan yang berhubungan dengan peledakan adalah pembobotan massa batuan berdasarkan nilai indeks peledakan dan parameter-parameter untuk pembobotan tersebut meliputi deskripsi massa batuan, spasi bidang kekar, orientasi bidang kekar, pengaruh specific gravity dan kekerasan (Tabel 3.1).

Tabel 3.1

Pembobotan Massa Batuan untuk Peledakan (Hustrulid, 1999; 107)

1. Rock Mass Description (RMD)

PEMBOBOTAN

1.1 Powder/friable

10

1.2 Blocky

20

1.3 Totally massive

50

2. Joint Plane Spacing (JPS)

PEMBOBOTAN

2.1 Close (< 0,1m)

10

2.2 Intermediate (0,1 - 1,0 m)

20

2.3 Wide (>1,0 m)

50

3. Joint Plane Orientation (JPO)

PEMBOBOTAN

3.1 Horizontal

10

3.2 Dip out of face

20

3.3 Strike normal to face

30

3.4 Dip into face

40

4. SpecificGravity Influence (SGI)

SGI = (25 X bobot isi) - 50

5. Hardness (H)

1-10

Indeks peledakan diperoleh dari pembobotan parameter tersebut, sehingga diperoleh persamaan untuk nilai indeks peledakan:

b. Sifat Batuan

Sifat batuan ditinjau berdasarkan beberapa faktor yang memepengaruhi sebagai berikut:

1) Kekerasan (Hardness)

Indeks peledakan (BI) = 0.5 (RMD + JPS + JPO + SGI + H)

(30)

Kekerasan adalah tahanan dari suatu bidang permukaan halus terhadap abrasi. Kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat teknis dari material batuan dan dapat juga dipakai untuk menyatakan berapa besarnya tegangan yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada batuan.

2) Kekuatan (Strength)

Kekuatan mekanik suatu batuan adalah suatu sifat dari kekuatan batuan terhadap gaya luar. Pada prinsipnya kekuatan batuan tergantung pada komposisi mineralnya.

3) Elastisitas

Elastisitas batuan adalah sifat yang dimiliki batuan untuk kembali ke bentuk atau keadaan semula setelah gaya yang diberikan kepada batuan tersebut dihilangkan. Secara umum batuan dapat dihancurkan apabila mengalami regangan yang melewati batas elastisitasnya.

4) Plastisitas

Plastisitas batuan merupakan perilaku batuan yang menyebabkan deformasi permanen yang besar setelah tegangan dikembalikan ke kondisi awal, sebelum batuan tersebut hancur.

5) Abrasivitas

Abrasivitas adalah sifat batuan untuk menggores permukaan material lain. Faktor yang berpengaruh terhadap abrasivitas batuan adalah kekerasan butir batuan, bentuk butir, ukuran butir, porositas batuan dan ketidaksamaan.

6) Struktur Geologi

Struktur geologi seperti patahan, rekahan, kekar, bidang perlapisan berpengaruh pada penyesuaian kelurusan lubang ledak, aktifitas pemboran dan kemantapan lubang ledak (Singgih, 2006 ; 14).

(31)

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang bor dalam satu baris dengan lubang-lubang bor pada baris berikutnya ataupun antara lubang bor yang satu dengan lubang bor lainnya (lihat gambar 2.1).

Berdasarkan arah runtuhan batuan maka pola peledakan dibedakan menjadi:

a. Box cut, yaitu arah runtuhan batuannya ke depan dan membentuk kotak. b. Echelon, yaitu arah runtuhan batuannya ke salah satu sudut dari bidang

bebasnya.

c. “V” cut, yaitu arah runtuhan batuannya ke depan dan membentuk huruf V. Berdasarkan urutan waktu peledakan maka pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut.

a. Pola peledakan serentak, yaitu pola yang menerapkan peledakan secara serentak untuk semua lubang ledak.

b. Pola peledakan beruntun, yaitu pola yang menerapkan peledakan dengan waktu tunda/delay antara baris yang satu dengan baris lainnya

(Saptono, 2006; 75-76)

Sumber: Koesnaryo, 2001; 55

Gambar 3.4 Pola Peledakan

(32)

1. H K O L O M L U B A N G L E D A K ( L ) PC T J Sumber: Koesnaryo, 2001; 50 Gambar 3.5

(33)

Geometri peledakan menurut C.J. Konya adalah sebagai berikut (Konya, 1990; 114-194).

a. Burden (B)

Burden adalah jarak tegak lurus antara lubang dengan bidang bebas

terdekat dan merupakan arah terjadinya pemindahan batuan (displacement) ketika terjadi proses peledakan. Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi ledakan dapat secara maksimal bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik batuan sehingga akan terjadi penghancuran batuan.

B=3,15 De

(

SGe

SGe

)

1 3 ... (2.1) Dimana : B = Burden

SGe = berat jenis bahan Peledak SGr = berat jenis batuan

De = Diameter lubang ledak (inchi)

Menurut C.J. Konya setelah diketahui burden dasar maka harus dikoreksi dengan beberapa faktor penentu, yaitu seperti pada tabel berikut.

Tabel 3.2

Faktor Koreksi Terhadap Jumlah Baris

Sumber: Saptono, 2006; 72

Tabel 3.3

Faktor Koreksi Terhadap Posisi Perlapisan Batuan

Sumber: Saptono, 2006; 72

Koreksi terhadap jumlah baris Kr Satu atau dua baris lubang ledak

Tiga lubang ledak dan seterusnya

1,00 0,90

Koreksi terhadap posisi perlapisan batuan Kd Kemiringan perlapisan sampai memotong

Kemiringan perlapisan sampai permukaan Keadaan lain dari endapan

1,18 0,95 1,00

(34)

Tabel 3.4

Faktor Koreksi Terhadap Struktur Geologi

Sumber: Saptono, 2006; 72

b. Spasi (S)

Spacing adalah jarak di antara lubang ledak dalam satu garis yang sejajar

dengan bidang bebas. Menurut Konya untuk menentukan jarak spacing, didasarkan pada jenis detonator listrik yang digunakan dan berapa besar nilai perbandingan antara tinggi jenjang dan jarak burden. Jika perbandingan antara H/B lebih kecil dari 4 maka digolongkan jenjang rendah dan bila lebih besar dari 4 maka digolongkan jenjang tinggi.

Tabel 3.5

Persamaan Untuk Menentukan Jarak Spacing

Sumber: Saptono, 2006; 72 Dimana : S = Spacing (ft) H = Tinggi Jenjang (ft) B = Burden (ft) c. Stemming (T)

Stemming adalah kolom material penutup lubang ledak di atas kolom

isian bahan peledak. Secara teoritis panjang stemming sama dengan panjang

burden, agar tekanan ke arah bidang bebas atas dan samping seimbang.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung jarak stemming adalah:

T = 0,70 x B ... (2.2) dimana :

T = Stemming (ft) B = Burden (ft)

d. Subdrilling (J)

Subdrilling merupakan panjang lubang ledak yang berada di bawah garis Koreksi terhadap struktur geologi Ks

Retak berat, banyak kekar, lapisan perekat lemah Lapisan perekat tipis dengan kekar rapat

Batuan utuh massive

1,30 1,10 0,95 Tipe Detonator H/B < 4 H/B > 4 Serentak S = (H + 2B) / 3 S = 2B Delay / Tunda S = (H + 7B) / 8 S = 1,4B

(35)

lantai jenjang yang berfungsi untuk membuat lantai jenjang relatif rata setelah peledakan. Adapun persamaan untuk mencari jarak subdrilling menurut Konya adalah: J = 0,30 x B ... (2.3) dimana: J = Subdrilling (ft) B = Burden (ft) d. Powder Factor (PF)

Powder Factor adalah suatu bilangan yang menyatakan perbandingan

antara penggunaan bahan peledak terhadap jumlah material yang diledakkan atau dibongkar dinyatakan dalam kg/m3. Adapun persamaannya adalah sebagai berikut.

PF=(de x PC x n)/v ...

(2.4)

dimana: de = Loading density (kg/m)

v = Volume batuan yang diledakkan (m3) n = Jumlah lubang ledak

PC = Tinggi kolom isian (m)

e. Pemakaian Bahan Peledak

Dalam menentukan bahan peledak yang digunakan dalam setiap lubang ledak maka terlebih dahulu ditentukan loading density. Untuk menentukan

loading density digunakan rumus :

de = 0,34 x SGe x De2 ... (2.5)

dimana: de = Loading density (lb/ft) SGe = Berat jenis bahan peledak De = Diameter bahan peledak (inchi)

Banyaknya bahan peledak yang digunakan dalam setiap lubang digunakan rumus :

E = Pc x de x N ... (2.6) dimana: E = Jumlah bahan peledak (kg)

Pc = Tinggi kolom isian (m) de = Loading density (Kg/m)

(36)

N = Jumlah lubang ledak 3.3 Fragmentasi batuan

Fragmentasi adalah bentuk material hasil peledakan berdasarakan ukuran tertentu. Energi yang diperlukan dalam fragmentasi batuan dapat dihitung dengan menganalogikan proses peledakan dengan penggerusan mekanik dan menerapkan teori Rittinger (1867) yang menyatakan bahwa selalu terdapat hubungan proporsional antara energi yang diserap dalam proses kominusi dengan keterbentukan permukaan baru dalam proses tersebut.

Analogi dengan mekanisme penggerusan, energi diteruskan pada batuan oleh bahan peledak dan terjadi pemantulan gelombang kejut berkali-kali yang melibatkan serangkaian interaksi dalam individual blok. Hal tersebut mengakibatkan blok tersebut pecah menjadi ukuran yang lebih kecil dan terbentuklah permukaan-permukaan baru. Proses ini berlangsung kontinu selama energi yang tersedia dalam batuan masih mampu untuk memecahkan batuan.

Tiga metode pengukuran fragmentasi peledakan (JKMRC, 1996): 1. Sieving

Gambar 3.6

(37)

Sulit dilakukan, namun beberapa kasus pernah dipublikasikan (Bhandari & Tanwar, 1993)

2. Production statistics

‘Digging rate’, ‘secondary breakage’, produktivitas ‘crusher’ 3. Image analysis

FragSize, Split Engineering, gold size, power sieve, dll 4. Manual

Dilakukan Pengamatan Secara Manual dilapangan, dalam satuan luas tertentu yang di anggap mewakili (representatif).

Tingkat fragmentasi batuan yang diinginkan dapat diperoleh dari percobaan peledakan di lapangan dengan mengevaluasi perubahan variabel-variabel peledakan. Variabel tersebut adalah sifat-sifat batuan, pola peledakan, dan jumlah pengisian bahan peledak. Sebuah model yang banyak dipakai oleh para ahli untuk memperkirakan fragmentasi hasil peledakan adalah model Kuz-Ram. Kuznetsov membuat rumusan untuk memperkirakan fragmentasi batuan hasil peledakan, yaitu :

X

= A 8 , 0





Q

V

x Q0.17 x 63 , 0

115

E

Keterangan :

X

= Ukuran rata – rata fragmentasi batuan, meter A = Faktor batuan

V = Volume batuan yang terbongkar, m3 Q = Berat bahan peledak tiap lubang ledak, kg E = Relatif Weight Strength (ANFO = 100)

Sedangkan untuk mengetahui distribusi ukuran fragmentasi dipergunakan persamaan Cunningham yang digabungkan dengan persamaan Kuznetsov, yaitu : Xc = n

x

1

693

,

0

(38)

R =

xXcn

e

Dimana :

R = Bagian material yang tertahan pada ayakan.

x = Ukuran ayakan (m). Xc = Karakteristik Ukuran (m). n = Indeks keseragaman n =       De B 14 2 , 2 x        B W 1 x 5 , 0

2

1

 

A

x       L PC Keterangan : n = indeks keseragaman De = diameter isian, mm B = burden, meter

W = standar deviasi pemboran, meter S = spacing, meter

PC = panjang isian, meter L = tinggi jenjang, meter

A = nisbah spacing dan burden (Singgih, 2006).

3.4 Productivity Alat Gali Muat

Rumus yang dipakai untuk menghitung produktivitas alat gali-muat adalah (Handbook Komatsu, 2006):

E

CT

3600

K

q

Q

Keterangan :

Q = Produktivitas alat gali muat (m3/jam) q = Kapasitas bucket (m3)

(39)

K = Bucket fill factor E = Effisiensi kerja CT = Cycle time (detik)

Tabel 3.6

Bucket Fill Factor (Backhoe)

Material Excavating Conditions Bucket fill factor

Easy Excavating natural ground of clayeysoil, clay, or soft soil 1.1 ~ 1.2

Average Excavating natural ground of soil

such as sandy soil and dry soil 1.0 ~ 1.1 Rather

Difficult

Excavating natural ground of sandy

soil with gravel 0.8 ~ 0.9

Difficult Loading blasted rock 0.7 ~ 0.8

Sumber : Handbook Komatsu, hal 15A-9

3.4.1 Faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Alat Gali Muat Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Alat Gali Muat a. Waktu Edar (Cycle Time)

Waktu edar adalah waktu yang diperlukan oleh suatu alat untuk melakukan siklus kegiatan. Waktu edar alat gali muat ialah menggali dan mengisi material ke dalam bucket (digging), berputar dengan muatan (swing on), mengosongkan bucket (dumping), berputar kembali kosong, posisi siap gali (swing off). Besar kecilnya nilai cycle time alat gali muat dipengaruhi oleh :

1) Kondisi Fisik Alat, apabila alat gali muat dalam kondisi yang masih baru, maka akan jarang mengalami kerusakan, sehingga tenaga dan kemampuannya baik untuk melakukan kegiatan.

2) Keadaan Alam, keadaan iklim dan cuaca dapat mempengaruhi kondisi kerja, jika cuaca panas dan jalan kering maka dampak yang akan timbul ialah dapat mengurangi daya tahan operator. Ketinggian tempat dari permukaan laut juga berpengaruh terhadap kinerja suatu mesin, semakin tinggi elevasi maka semakin rendah tekanan, oksigen semakin sedikit sehingga pembakaran pada ruang mesin kurang sempurna.

3) Sudut Ayun (Swing Angle) dan Kedalaman, semakin besar sudut ayun, maka waktu yang diperlukan untuk mengayun akan semakin besar pula sehingga akan memperbesar waktu edar. Begitu juga untuk kedalaman,

(40)

semakin dalam pemotongan yang diukur dari permukaan alat gali muat yang sedang beroperasi maka semakin sulit pula pengisian bucket secara optimal sehingga akan menambah waktu edar.

b. Kapasitas Bucket

Merupakan nilai volume dari bucket alat gali muat (excavator) tipe

shovel dalam keadaan munjung (heaped). Apabila suatu alat gali muat memiliki

kapasitas bucket yang besar, maka produktivitas alat tersebut juga akan besar. c. Faktor Isian Bucket

Merupakan perbandingan kapasitas nyata bucket alat gali muat dengan kapasitas munjung alat gali muat yang dinyatakan dalam persen (%). Semakin tinggi faktor pengisian semakin tinggi pula kapasitas nyata alat gali muat tersebut.

d. Keadaan dan Jenis Material

Material di alam ditemukan dalam keadaan padat dan terkonsolidasi dengan baik, sehingga jika material digali dari tempat aslinya, maka akan terjadi pengembangan atau pemuaian volume (swell factor).

e. Efisiensi Kerja

Efisiensi kerja adalah perbandingan antara waktu produktif dengan waktu kerja yang tersedia. Faktor ini yang paling sulit untuk ditentukan karena dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain oleh kecakapan operator menggerakkan alat, suasana kerja dan keadaan cuaca.

3.5 Recovery Hasil Peledakan

Recovery adalah suatu angka atau besaran yang menunjukkan

seberapa efektif batuan yang dibongkar dalam suatu kegiatan peledakan. Angka

recovery ditunjukkan dalam bentuk persentase (%). Semakin besar angka recovery maka semakin efektif peledakannya. Operasi peledakan dikatakan

berhasil apabila target produksi atau recovery hasil peledakan terpenuhi, diperoleh dinding batuan yang stabil dan rata (tidak ada overbreak, overhang, retakan-retakan, dsb). Rumus yang digunakan untuk menghitung recovery hasil peledakan yaitu :

Recovery=

Volume Survey

(41)

Adapun perhitungan volume batuan terbongkar secara teori yaitu :

V

R

= B x S x L x n

Keterangan :

VR = volume batuan terbongkar (m3) B = burden (m)

S = spacing (m) L = tinggi jenjang (m) N = jumlah lubang

Volume survey pada PT Saptaindra Sejati didapatkan dari pengukuran

luas area peledakan dan beda elevasi sebelum dengan sesudah peledakan pada

saat selesai melakukan pengangkutan overburden dan prepare pada lantai

jenjang hasil peledakan. Alat yang digunakan untuk mengukur perbedaan elevasi

yaitu GPS (Global Positioning System) untuk penentuan koordinat lokasi

peledakan.

Volume Survey=L x T

Keterangan :

L = Luas area peledakan dari data GPS (m2)

T = perbedaan tinggi antara sebelum dan setelah peledakan (m)

Gambar 3.7

(42)

Distribusi ukuran fragmentasi mempengaruhi recovery hasil peledakan. Semakin kecil dan merata ukuran fragmentasi semakin tinggi recovery peledakan yang diperoleh, karena derajat fragmentasi mempengaruhi efisiensi dan kemampuan alat gali muat dan angkut.

Gambar

Gambar 2.1 Persiapan Lahan b. Persiapan pemboran (drilling preparation)
Gambar 2.2 Patok drill design
Gambar 2.7 Posisi Nivo pada Alat Bor
Gambar 2.8 Kegiatan Pemboran
+5

Referensi

Dokumen terkait

formulir pemeriksaan meliputi nama, umur, jenis kelamin dan tanggal pemeriksaan. c) Selanjutnya dilakukan pemeriksaan klinis awal dengan menggunakan bahan pewarna khusus

Pihak PUSLABFOR ditugaskan untuk membuktikan kebenaran apakah barang bukti tersebut merupakan petasan (bahan peledak) dengan cara mengidentifikasi unsur kimia (komponen bahan

1) Persiapan yang dilakukan nelayan meliputi pemeriksaan alat tangkap, kondisi mesin, bahan bakar kapal, perbekalan, es dan tempat untuk menyimpan hasil tangkapan.

Sedangkan dengan menggunakan perhitungan menurut teori R.L.Ash didapat dalam pemakaian bahan peledak setiap lubang ledaknya 16,82 kg/lubang dengan nilai powder

Dalam suatu operasi peledakan batuan, kegiatan pemboran merupakan pekerjaan yang pertama kali dilakukan dengan tujuan untuk membuat sejumlah lubang ledak dengan

Ö Primer (booster + detonator listrik) minimal sebanyak lubang yang akan diledakkan dengan jumlah booster sesuai dengan diameter lubang ledak atau sekitar 1% dari berat bahan peledak

pemekanya terbuat dari bukan bahan peledak, maka produknya disebut “agen peledakan lumpur” atau slurry blasting agent ; bila pemekanya dari bahan peledak, misalnya TNT, maka

Dalam suatu operasi peledakan batuan, kegiatan pemboran merupakan pekerjaan yang pertama kali dilakukan dengan tujuan untuk membuat sejumlah lubang ledak dengan