TINJAUAN PUSTAKA
Gunung Api Burni Telong
Gunung api Burni Telong merupakan gunung berapi aktif di dataran tinggi
Gayo, Kabupaten Bener Meriah, Aceh. Secara geografis puncak gunung Burni
Telong adalah 4°38'47" - 4°88'32" LU dan 96°44'42" - 96°55'03" BT. Gunung api
ini tercatat melakukan erupsi terakhir pada tahun 1924.
Deposit bahan vulkanik gunung Burni Telong merupakan bahan volkanik
muda. Perkembangan tanah masih terbatas dan tekstur tanah kasar beralih ke
tekstur halus/halus sedang pada lereng bawah dan yang paling jauh dari pusatnya
(Sukma, dkk., 1990). Lereng bawah bertekstur halus sangat intensif dimanfaatkan
oleh masyarakat setempat untuk perkebunan kopi, bercocok tanam padi dan
hortikultura. Di lereng atas dan tengah deposit Burni Telong didominasi oleh
kerikil dan bongkah-bongkah batu. Lahar muda ini ditutupi oleh hutan primer
yang sedang ditebang dan ditanami kembali. Pada kawasan ini masyarakat mulai
memanfaatkan kawasan tersebut untuk bercocok tanam kopi.
Data iklim yang digunakan adalah data curah hujan selama 10 tahun
pengamatan dari tahun 2002 – 2012 yang tertera pada Lampiran 1. Data ini
diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Penyuluhan Pertanian Arul
Gading (UP-TD BPP), Kabupaten Bener Meriah.
Menurut Schmidt dan Ferguson dalam Guslim (2009), bulan basah terjadi
jika curah hujan > 100 mm dan bulan kering terjadi jika curah hujan < 60 mm.
rata-rata bulan kering 1,36 dan bulan basah 9,86 sehingga dapat diperoleh nilai Q
sebagai batas dari golongan iklim dengan rumus :
Q = (Rata-rata Bulan Kering / Rata-rata Bulan Basah) X 100%
Dari rumus diatas maka diperoleh nilai Q sebesar 13,79% yang terletak pada
range Q < 14,3%, sehingga iklim pada wilayah ini tergolong iklim A yaitu
beriklim sangat basah.
Pada umumnya relief gunung Burni Telong adalah landau sampai curam.
Pada lereng atas reliefnya adalah curam sampai sangat curam dengan kemiringan
lereng >25%. Pada lereng tengah reliefnya adalah cukup curam sampai curam
dengan kemiringan lereng 16-25%. Sedangkan pada lereng bawah / kaki gunung
Burni Telong reliefnya datar sampai melandai dengan kemiringan lereng <16%.
Klasifikasi Tanah
Klasifikasi tanah ditemukan sekitar tahun 1880 oleh ilmuwan Rusia yang
bernama Dokuchaev. Kemudian dikembangkan oleh peneliti-peneliti Eropa dan
Amerika. Sistem ini didasarkan teori bahwa setiap tanah mempunyai morfologi
yang pasti (bentuk dan struktur) dan berkaitan dengan kombinasi faktor
pembentuk tanah tertentu. Sistem ini mencapai perkembangan pesat pada tahun
1949 dan dalam penggunaan utama (terutama di Amerika Serikat) sampai tahun
1960. Pada tahun 1960, Departemen Pertanian Amerika Serikat menerbitkan Soil
Classification, a Comprehensive System. Sistem klasifikasi ini lebih menekankan
pada morfologi tanah dan memberi sedikit tekanan pada genesis atau faktor-faktor
pembentuk tanah dibandingkan dengan sistem sebelumnya (Foth, 1994).
Klasifikasi tanah adalah pemilahan tanah yang didasarkan pada sifat-sifat
tanah tersebut. Klasifikasi ini memberikan gambaran dasar terhadap sifat-sifat
fisik, kimia, mineral tanah yang dimiliki masing-masing kelas yang selanjutnya
dapat digunakan sebagai dasar untuk pengelolaan bagi penggunaan tanah
(Hardjowigeno, 2003).
Tujuan klasifikasi tanah adalah :
- Mengorganisasi (menata) pengetahuan kita tentang tanah,
- Untuk mengetahui hubungan masing-masing individu tanah satu sama
lain,
- Memudahkan mengingat sifat-sifat tanah,
- Mengelompokkan tanah untuk tujuan-tujuan yang lebih praktis dalam hal :
menaksir sifat-sifatnya, menentukan lahan-lahan terbaik (prime land),
menaksir produktivitasnya, dan menentukan areal-areal untuk penelitian, atau
kemungkinan ekstrapolasi hasil penelitian di suatu tempat, dan
- Mempelajari hubungan-hubungan dan sifat-sifat tanah yang baru.
(Hardjowigeno, 2003).
Suatu sistem klasifikasi tanah harus memiliki dasar pemikiran sebagai
berikut :
- Dasar klasifikasi harus jelas untuk setiap kategori/setiap tingkat. Misalnya,
pembeda yang dipergunakan diuraikan dengan jelas,
- Pembagian akan menjadi lengkap pada setiap tingkat. Misalnya, semua
klas terbagi lagi menjadi subklas-subklas, dan
- Suatu klas akan selalu dibagi menjadi subklas-subklas yang
non- overlapping.
Kegiatan penelitian tanah di Indonesia mulai meningkat semenjak
berdirinya Pusat Penelitian Tanah pada tahun 1905. Sistem klasifikasi tanah yang
digunakan oleh Mohr (1910) berdasar atas prinsip genesis, dan tanah-tanah diberi
nama atas dasar warna. Kemudian semenjak tahun 1955, Pusat Penelitian Tanah
Bogor menggunakan sistem klasifikasi tanah yang kemudian dikenal dengan
sistem Dudal – Supraptohardjo (1957). Di samping sistem Pusat Penelitian Tanah,
pada saat ini di Indonesia banyak digunakan sistem FAO/UNESCO (1974)
ataupun Soil Taxonomy (USDA, 1975) untuk survai tanah di berbagai tempat.
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) dalam Kongres yang ke-5 di Medan
(1989) telah memutuskan untuk menggunakan Taksonomi Tanah secara nasional
di Indonesia (Hardjowigeno, 2003).
Taksonomi Tanah
Taksonomi tanah adalah bagian dari klasifikasi tanah baru yang
dikembangkan oleh Amerika Serikat dengan nama Soil Taxonomy (USDA, 1975)
menggunakan 6 kategori yaitu ordo, sub ordo, great group, sub group, family dan
seri. Sistem ini merupakan sistem yang benar-benar baru baik mengenai cara-cara
penamaan (tata nama) maupun definisi mengenai horizon penciri ataupun sifat
penciri lain yang dugunakan untuk menentukan jenis tanah. Dari kategori tertinggi
(ordo) ke kategori terendah (seri) uraian mengenai sifat-sifat tanah semakin detail
(Rayes, 2007).
Sifat umum dari taksonomi tanah adalah :
1. Taksonomi tanah merupakan sistem multikategori,
2. Taksonomi tanah harus memungkinkan modifikasi karena adanya
3. Taksonomi tanah harus mampu mengklasifikasikan semua tanah dalam
suatu landscape dimanapun ditemukan,
4. Taksonomi tanah harus dapat digunakan untuk berbagai jenis survai
tanah. Kemampuan penggunaan Taksonomi Tanah untuk survai tanah harus
dibuktikan dari kemampuannya untuk interpretasi berbagai jenis penggunaan
tanah.
(Hardjowigeno, 2003).
Taksonomi tanah terdiri dari 6 kategori dengan sifat-sifat faktor pembeda
mulai dari kategori tertinggi ke kategori terendah, sebagai berikut :
1. Ordo
Terdiri dari 12 taksa. Faktor pembeda adalah ada tidaknya horison penciri
serta jenis (sifat) dari horison penciri tersebut.
2. Sub Ordo
Faktor pembeda adalah keseragaman genetik, misalnya ada tidaknya sifat-sifat
tanah yang berhubungan dengan pengaruh air, regim kelembaban, bahan
induk utama, pengaruh vegetasi yang ditunjukkan oleh adanya sifat-sifat
tanah tertentu, tingkat pelapukan bahan organik (untuk tanah-tanah organik).
3. Great Group
Faktor pembeda adalah kesamaan jenis, tingkat perkembangan dan susunan
horison, kejenuhan basa, regim suhu dan kelembaban, ada tidaknya
lapisan-lapisan penciri lain seperti plinthite, fragipan dan duripan.
4. Sub Group
Jumlah taksa masih terus bertambah. Faktor pembeda terdiri dari sifat-sifat
tanah peralihan ke great group peralihan ke great group lain, subordo atau
ordo; (3) sifat-sifat tanah peralihan ke bukan tanah.
5. Famili
Jumlah taksa dalam famili juga masih terus bertambah. Faktor pembedanya
adalah sifat-sifat tanah yang penting untuk pertanian atau engineering.
Sifat-sifat tanah yang sering digunakan sebagai faktor pembeda untuk famili antara
lain adalah : sebaran besar butir, susunan mineral (liat), regim temperatur pada
kedalaman 50 cm.
6. Seri
Faktor pembedanya adalah : jenis dan susunan horison, warna, tekstur,
struktur, konsistensi, reaksi tanah dari masing-masing horison, sifat-sifat
kimia dan mineral masing-masing horison.
Kategori ordo sampai subgroup disebut kategori tinggi, sedangkan kategori famili
dan seri disebut kategori rendah. Jenis dan jumlah faktor pembeda meningkat dari
kategori tinggi ke kategori rendah (Hardjowigeno, 2003).
Kunci Taksonomi Tanah 2014
Berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014)
terdapat 8 epipedon penciri yaitu : Mollik, Antropik, Umbrik, Folistik, Histik,
Melanik, Okrik dan Plagen.
A. Epipedon Mollik
Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat,
terletak di atas permukaan, mempunyai value warna 3 atau kurang (lembab)
kejenuhan basa (ekstrak NH4Oac) sebesar 50% atau lebih, kandungan
C-organik 0,6% atau lebih, P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7.
B. Epipedon Antropik
Epipedon antropik menunjukkan beberapa tanda-tanda adanya gangguan
manusia, dan memenuhi persyaratan mollik kecuali P2O5 < 250 ppm.
C. Epipedon Umbrik
Epipedon mollik mempunyai sifat perkembangan struktur tanah cukup kuat,
terletak di atas permukaan, mempunyai value warna ≤ 3.5 (lembab) dan kroma
warna ≤ 3.5 (lembab), kejenuhan basa < 50%, kandungan C-organik > 0.6%,
P2O5 < 250 ppm, dan n-value < 0.7.
D. Epipedon Folistik
Epipedon Folistik didefinisikan sebagai suatu lapisan (terdiri dari satu horison
atau lebih) yang jenuh air selama kurang dari 30 hari kumulatif dan
tahun-tahun normal (dan tidak ada didrainase). Sebagian besar epipedon folistik
tersusun dari bahan tanah organik.
E. Epipedon Histik
Epipedon Histik merupakam suatu lapisan yang dicirikan oleh adanya saturasi
(selama 30 hari atau lebih, secara kumulatif) dan reduksi selama sebagian
waktu dalam sebagian waktu dalam tahun-tahun normal (dan telah drainase).
Sebagian besar epipedon histik tersusun dari bahan tanah organik.
F. Epipedon Okrik
Epipedon Okrik mempunyai tebal permukaan yang sangat tipis dan kering,
horison-horison bahan organik yang terlampau tipis untuk memenuhi persyaratan
epipedon histik atau folistik.
G. Epipedon Plagen
Epipedon Plagen adalah suatu lapisan permukaan buatan manusia setebal 50
cm atau lebih, yang telah terbentuk oleh pemupukan (pupuk kandang) secara
terus menerus dalam jangka waktu yang lama. Biasanya epipedon plagen
mengandung artifak seperti pecahan-pecahan bata dan keramik pada seluruh
kedalamannya.
Berdasarkan Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014),
terdapat 20 horison bawah penciri yaitu : horison Agrik, Albik, Anhydritik,
Argilik, Kalsik, Kambik, Duripan, Fragipan, Glosik, Gipsik, Kandik, Natrik,
Orstein, Oksik, Petrokalsik, Petrogipsik, Placik, Salik, Sombrik, dan Spodik.
A. Horison Agrik
Horison Agrik adalah suatu horison iluvial yang telah terbentuk akibat
pengolahan tanah dan mengandung sejumlah debu, liat, dan humus yang telah
tereluviasi nyata.
B. Horison Albik
Pada umumnya Horison Albik terdapat di bawah horison A, tetapi mungkin
juga berada pada permukaan tanah mineral. Horison ini merupakan horison
eluvial dengan tebal 1.0 cm dan mempunyai 85% atau lebih bahan-bahan
andik.
C. Horison Anhydritik
Horison anhydritik merupakan horison tanpa air dengan akumulasi neoformasi
D. Horison Argilik
Horison Argilik secara normal merupakan suatu horison bawah permukaan
dengan kandungan liat phylosilikat secara jelas lebih tinggi. Horison tersebut
mempunyai sifat adanya gejala eluviasi liat, KTK tinggi (> 6 cmol/kg).
E. Horison Kalsik
Horison Kalsik merupakan horison iluvial mempunyai akumulasi kalsium
karbonat sekunder atau karbonat yang lain dalam jumlah yang cukup nyata.
F. Horison Kambik
Horison kambik adalah horison yang terbentuk sebagai hasil alterasi secara
fisik, transformasi secara kimia, atau pemindahan bahan, atau merupakan hasil
kombinasi dari dua atau lebih proses-proses tersebut.
G. Horison Duripan
Horison Duripan merupakan horison yang memadas paling sedikit
setengahnya dengan perekat SiO2, dan tidak mudah hancur dengan air atau
HCl.
H. Horison Fragipan
Horison Fragipan mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih adanya
tanda-tanda pedogenesis didalam horison serta perkembangan struktur tanah
lemah.
I. Horison Glosik
Horison Glosik terbentuk sebagai hasil degradasi suatu horison argilik, kandik
J. Horison Gipsik
Horison Gipsik adalah suatu horison iluvial yang senyawa gypsum
sekundernya telah terakumulasi dalam jumlah yang nyata, dimana tebalnya
lebih dari 15 cm.
K. Horison Kandik
Horison Kandik memiliki sifat adanya gejala iluviasi liat, kandungan liat
tinggi dan KTK rendah (<6 cmol/kg).
L. Horison Natrik
Horison Natrik adalah horison iluvial yang banyak mengandung natrium,
memiliki struktur prismatik atau tiang, lebih 15% KTK didominasi oleh
natrium.
M. Horison Orstein
Horison Orstein tersusun dari bahan spodik, berada didalam suatu lapisan
yang 50% atau lebih (volumenya) tersementasi dan memiliki ketebalan
25 cm atau lebih
N. Horison Oksik
Horison Oksik merupakan horison bawah permukaan yang tidak memiliki
sifat-sifat tanah andik dan KTK rendah (< 6 cmol/kg)
O. Horison Petrokalsik
Horison Petrokalsik merupakan suatu horison iluvial dimana kalsium karbonat
sekunder atau senyawa karbonat lainnya telah terakumulasi mencapai tingkat,
P. Horison Petrogipsik
Horison Petrogipsik merupakan suatu horison iluvial dengan ketebalan 10 cm
atau lebih dimana gypsum sekundernya telah terakumulasi mencapai tingkat,
seluruh horison tersebut, tersementasi atau mengeras.
Q. Horison Placik
Horison Placik adalah suatu padas tipis yang berwarna hitam sampai merah
gelap, yang tersementasi oleh senyawa besi serta bahan organik.
R. Horison Salik
Horison Salik mempunyai ketebalan 15 cm atau lebih dan banyak
mengandung garam mudah larut.
S. Horison Sombrik
Horison Sombrik berwarna gelap, mempunyai sifat-sifat seperti epipedon
umbrik dengan mengandung iluviasi humus yang berasosiasi dengan
Al atau yang terdispersi dengan natrium.
T. Horison Spodik
Horison Spodik adalah suatu lapisan iluvial yang tersusun 85% atau lebih dari
bahan spodik.
Kunci Taksonomi Tanah 2014 (Soil Survey Staff, 2014) membagi ordo
tanah menjadi 12 ordo, yaitu :
A. Gelisol
Tanah yang mempunyai permafrost (lapisan tanah beku) dan bahan-bahan
B. Histosol
Tanah yang tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60% atau lebih
ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm.
C. Spodosol
Tanah lain yang memiliki horison spodik, albik pada 50% atau lebih dari
setiap pedon, dan regim suhu cryik.
D. Andisol
Ordo tanah yang mempunyai sifat-sifat andik pada 60% atau lebih dari
ketebalannya.
E. Oksisol
Tanah lain yang memiliki horison oksik (tanpa horison kandik) yang
mempunyai batas atas didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan
kandungan liat sebesar 40% atau lebih dalam fraksi tanah.
F. Vertisol
Tanah yang memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih, dengan batas atas
didalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidang kilir
atau ped berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat dalam fraksi tanah halus
sebesar 30% atau lebih.
G. Aridisol
Tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik dan epipedon okrik
dan antropik atau horison salik dan jenuh air pada satu lapisan atau lebih di
H. Ultisol
Tanah lain yang memiliki horison argilik atau kandik, tetapi tanpa fragipan
dan kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 180 cm.
I. Mollisol
Tanah lain yang memiliki epipedon mollik dan kejenuhan basa sebesar 50%
atau lebih pada keseluruhan horison.
J. Alfisol
Tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik,
kandik, natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan liat tipis setebal 1 mm
atau lebih di beberapa bagian.
K. Inceptisol
Tanah yang mempunyai sifat penciri horison kambik, epipedon plagen,
umbrik, mollik serta regim suhu cryik atau gelic dan tidak terdapat bahan
sulfidik didalam 50 cm dari permukaan tanah mineral.
L. Entisol
Tanah yang memiliki epipedon okrik, histik atau albik tetapi tidak ada horison
penciri lain.
Klasifikasi Tanah Abu Gunung Api
Tanah abu vulkan pertama dimasukkan dengan nama Andept sebagai sub
ordo dari tanah Inceptisol pada sistem klasifikasi Seven Approximation tahun
1960. Nama sub ordo Andept ini juga digunakan pada sistem klasifikasi Soil
Taxonomy tahun 1975. Pada tahun 1978 Smith mengusulkan untuk reklasifikasi
Andept menjadi ordo tanah baru yaitu Andisol sebagai ordo tanah ke-11 pada
Sub ordo Andept terdiri dari 7 great group yaitu Cryandept, Durandept,
Hydrandept, Placandept, Vitrandept, Entrandept, dan Dystrandept (Soil Survey
Staf, 1975). Sub ordo ini dipertahankan pada Keys to Soil Taxonomy tahun 1983
(edisi pertama), tahun 1985 (edisi kedua) dan tahun 1987 (edisi ketiga). Namun
pada Keys to Soil Taxonomy tahun 1990 (edisi keempat) sub ordo Andept
diklasifikasikan menjadi ordo tanah Andisol. Ordo Andisol ini terbagi atas 7 sub
ordo, berdasarkan rejim temperatur dan rejim kelembaban dan sifat retensi air
yaitu Aquand, Cryand, Torrand, Xerand, Vitrand, Ustand, dan Udand.
Pengklasifikasian ini tidak mengalami perubahan pada Keys to Soil Taxonomy
tahun 1992 (edisi ke-5), tahun 1994 (edisi ke-6), tahun 1996 (edisi ke-7), dan
tahun 1998 (edisi ke-8). Pada Keys to Soil Taxonomy tahun 2003 (edisi ke-9)
ordo Andisol mengalami penambahan 1 sub ordo menjadi 8 sub ordo yaitu
Geland, klasifikasi ini tidak berubah hingga Keys to Soil Taxonomy tahun 2006
(edisi ke-10) dan tahun 2010 (edisi ke-11) (Mukhlis, 2011). Klasifikasi ini juga
tidak berubah hingga Keys to Soil Taxonomy tahun 2014 (edisi ke-12).
Menurut Soil Taxonomy, Andisol adalah tanah yang memiliki sifat tanah
andik setebal ≥ 60 % dari 60 cm tanah teratas atau ≥ 60 % dari ketebalan tanah
hingga kontak densik, litik atau paraliti, duripan atau horizon petroklasik
(kedalaman kontak densik, litik atau paralitik, duripan atau horizon petrokalsik
< 60 cm).
Suatu tanah memiliki sifak Andik bila kandungan C-organiknya < 25 %,
1. Pada fraksi tanah halus / fraksi liat (< 2,00 mm) kadar Al + ½ Fe ekstrak
amonium oksalat asam ≥ 2 %, bobot isi (33 kPa) ≤ 0,9 g/cc dan retensi fosfat
≥ 85 % atau,
2. Pada fraksi tanah halus mempunyai retensi fosfat ≥ 25 % dan fraksi 0,02 –
2,00 mm jumlahnya ≥ 30 % ; dan (a) kadar Al + ½ Fe ekstrak amonium
oksalat asam ≥ 4 % dengan gelas volkan (fraksi 0,02 – 2,00 mm) ≥ 30 %, atau
(b) kadar Al + ½ Fe ekstrak amonium oksalat asam ≥ 2 % dengan gelas volkan
(fraksi 0,02 – 2,00 mm) ≥ 5 %, atau (c) bila kadar Al + ½ Fe ekstrak amonium
oksalat asam 0,4 – 2,0 % dengan gelas volkan (fraksi 0,02 – 2,00 mm) antara