• Tidak ada hasil yang ditemukan

T PPB 1302409 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "T PPB 1302409 Chapter1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Penelitian

Guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam sistem pendidikan nasional dinyatakan sebagai salah satu kualifikasi pendidik, sejajar dengan kualifikasi guru, dosen, pamong belajar, tutor, widyaswara, fasilitator dan instruktur (Undang-Undang No. 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat 6). Dalam kesejajaran posisi ini, konselor memiliki konteks tugas, ekspektasi kinerja, dan setting pelayanan spesifik yang satu dan yang lainnya mengandung kekhasan dan perbedaan (Depdiknas, 2008, hlm. 135). Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 (2008, hlm. 23) tentang Guru, tenaga pendidik di bidang bimbingan dan konseling disebut dengan Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 111, (2014, hlm. 1) menyatakan Guru Bimbingan dan Konseling adalah pendidik yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan memiliki kompetensi di bidang bimbingan dan konseling, sedangkan Konselor adalah pendidik profesional yang berkualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling dan telah lulus pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling atau konselor.

(2)

Guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah hari ini dihadapkan dengan perubahan lingkungan dalam hal peran, tanggung jawab, peserta didik, masalah administrasi, peluang serta tantangan pendidikan ke depan. Steve F. Bain, (2014, hlm. 1) menyatakan bahwa konselor sekolah hari ini harus menjawab dengan deskripsi pekerjaan yang jauh lebih rumit. Dengan perubahan yang konstan dalam masyarakat dunia, maka harapan dan persepsi individu terhadap layanan bimbingan dan konseling telah berubah dari waktu ke waktu. Keberadaan guru bimbingan dan konseling atau konselor tidak hanya dibutuhkan oleh lingkungan sekolah. The American School Counselor Association (ASCA), (2005. hlm. 21) menyatakan bahwa fungsi layanan bimbingan dan konseling sebagai layanan transformatif di sekolah, menuntut konselor sekolah muncul sebagai pemimpin pendidikan dalam merubah paradigma pendidikan dan kerangka kerja serta posisi konselor sekolah berada di garis depan bagi perbaikan sekolah dan prestasi peserta didik.

Peningkatan mutu pendidikan secara umum dan layanan bimbingan dan konseling secara khusus merupakan hal amat penting. Dalam hal ini berbagai informasi diperlukan untuk menjamin bahwa layanan bimbingan dan konseling telah dilaksanakan secara efektif, efisien dan akuntabel. Inilah yang mendasari diperlukannya informasi normal maupun nonformal, salah satunya lewat penelitian untuk melaporkan kinerja guru bimbingan dan konseling yang memiliki posisi strategis dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Tuntutan terhadap kinerja guru bimbingan dan konseling yang profesional saat ini semakin mengemuka.

(3)

dengan gelar profesi Konselor, disingkat Kons. Dalam hal ini pendidikan konselor berlangsung pada dua tahap. Tahap pertama ialah pembentukan kompetensi akademik konselor, yaitu proses pendidikan formal jenjang strata satu (S-1) bidang bimbingan dan konseling, yang bermuara pada penganugerahan ijazah akademik Sarjana Pendidikan (S.Pd) bidang bimbingan dan konseling. Tahap kedua, pembentukan kompetensi profesional sebagai proses penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling atau konselor yang berorientasi pada pengalaman dan kemampuan praktik lapangan.

Baswedan, Anis (2015, hlm. 1) menyatakan bahwa kinerja guru perlu sejalan dengan kompetensi guru, sertifikasi guru dan penghargaan yang diberikan kepada guru. Dalam mendorong kinerja guru, bahwa penilaian kinerja dan kompetensi guru harus menjadi syarat pemberian tunjangan profesi. Pemberian penghargaan kepada guru bimbingan dan konseling atau konselor telah diberikan oleh pemerintah. Namun demikian, pendapatan yang besar itu sering kali tidak dibarengi dengan kinerja yang baik serta peningkatan layanan bimbingan dan konseling. Hal ini sejalan dengan Kartadinata, Sunaryo (2014, hlm. 21) menyatakan bahwa pemberian tunjangan dari pemerintah baru mengurangi sebagian beban ekonomi guru, tetapi belum diikuti dengan peningkatan prestasi. Hal ini menandakan bahwa peningkatan mutu tidak hanya berkaitan dengan penyediaan anggaran, dan salah satu yang menentukan adalah kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling atau konselor itu sendiri.

(4)

(2012, hlm. 41) menjelaskan bahwa seiring dengan tuntutan untuk menjadi konselor efektif, maka salah satu komponen penting adalah kualitas kepribadian guru bimbingan dan konseling. Johnson C.D, (2005, hlm. 3) menjelaskan bahwa elemen dasar yang kuat akan menggambarkan hasil yang diinginkan, maka diperlukan kontribusi guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memiliki kualitas kepribadian. Hal ini menandakan bahwa konselor yang memiliki kepribadian berkualitas, akan merasa nyaman bekerja dalam lingkungan konseling karena latar belakang minat dan kemampuannya.

Kinerja profesional guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling juga sangat berbeda antara satu dengan lainnya, begitu juga dalam kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling atau konselor. Ditilik dari sifatnya, perbedaan kinerja profesional dan kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling atau konselor itu disebabkan oleh karakteristik biografis guru bimbingan dan konseling atau konselor itu sendiri yang meliputi usia, jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan dan pelatihan. Perbedaan ini tercermin dari kemampuan dan cara berpikir guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam mengimplementasikan seluruh pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dan pengaruh lingkungan yang mendukung sehingga menimbulkan reaksi afektifnya berbeda satu sama lain.

(5)

mencoba untuk membentuk persepsi mereka tentang nilai pelayanan dan sebagai salah satu ragam eksistensi konselor semakin terkuatkan.

Berdasarkan data dari Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Kebudayaan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP) kemendikbud, sebanyak 1.611.251 guru hanya memperoleh rata-rata nilai Uji Kompetensi Guru (UKG) sebesar 47. Dari jumlah tersebut, sebanyak 88% di Kabupaten atau Kota di luar pulau Jawa nilai dibawah 47 (Syawal Gultom, 2015, hlm. 1). Selanjutnya analisis hasil Ujian Kompetensi Awal (UKA) calon guru sertifikasi 2012 yang digelar kementerian pendidikan, diperoleh data kemampuan guru-guru di daerah NTB masih berada di bawah rata-rata nasional. Data ini diperkuat oleh hasil penelitian Darwis, HAR. (2014, hlm. 67) tentang pelayanan publik oleh guru pada bidang pendidikan di Kota Bima, diperoleh hasil yang belum memuaskan. Dalam hal ini mengandung arti bahwa bila kompetensi guru tidak memenuhi standar yang ada, maka layanan pendidikan yang baik tidak akan terwujud.

Beberapa penelitian terkait dengan penampilan konselor di sekolah menunjukkan perilaku yang kurang profesional. Penelitian terhadap guru bimbingan dan konseling atau konselor di Kota Bima oleh Nurhayati (2008, hlm. 94) tentang pemahaman konsep dasar konselor, menyatakan bahwa pemahaman konselor umumnya atau rata-rata 69,48% baik, pada aspek pemahaman keterampilan konseling dinyatakan cukup (53,22%), sedangkan pada kemampuan guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam mengaplikasikan layanan bimbingan dan konseling tergolong pada kategori baik, yaitu rata-rata 68,70%. Pada aspek karakteristik pribadi guru bimbingan dan konseling atau konselor di Kota Bima juga memiliki nilai yang rendah dengan presentase 54.23%.

(6)

penyelenggaraan bimbingan dan konseling profesional di sekolah. Dari uji kompetensi terhadap keseluruhan pendidik tersebut, dapat diinformasikan bahwa kompetensi yang ditunjukkan oleh guru bimbingan dan konseling tersebut paling rendah di antara guru-guru lain (guru mata pelajaran ).

Penelitian oleh Abdul Rahman, Malek, et al. (2014, hlm. 8) untuk mengetahui tingkat kompetensi konselor di sekolah menengah di Negara Perak, Malaysia, menjelaskan bahwa tingkat kompetensi konselor sekolah menengah secara keseluruhan berada dalam tingkat sedang dengan persentase 64,16 persen. Lebih lanjut menurut Hajati (2010) menjelaskan hasil uji kompetensi konselor di wilayah DKI Jakarta, dari 385 responden, kepemilikan keseluruhan rumpun kompetensinya: 2% sangat baik (A), 9% baik (B), 47% sedang (C), 38% kurang (D), dan 4% sangat kurang (E). Lebih lanjut diinformasikan, bahwa kompetensi yang ditunjukkan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor tersebut paling rendah di antara guru-guru lain. Penelitian itu merekomendasikan pentingnya program pembinaan terhadap guru bimbingan dan konseling atau konselor. Hal ini dilakukan sebagai upaya pembinaan terhadap pengembangan kompetensi dan tindak lanjut pasca uji kompetensi guru bimbingan dan konseling atau konselor yang telah dilakukan untuk diterapkan dalam upaya pengembangan kompetensi konselor lebih lanjut.

(7)

Upaya peningkatan kompetensi guru di propinsi NTB telah dicanangkan di Kota Bima tahun 2013 sebagai tahun kebangkitan pendidik dan tenaga kependidikan (PTK). Dalam Sumbawa Barat post Kasim, Musliar (2013. hlm. 1) menekankan kepada para guru di Kota Bima untuk terus berupaya meningkatkan kompetensinya. Hal ini mempertimbangkan kondisi kualitas guru di Kota Bima dan NTB pada umumnya masih berada dibawah standar nasional sebesar 42,25. Sementara nilai rata-rata guru di Provinsi NTB 39,9 dan nilai rata rata pengawas pendidikan masih di bawah standar yakni 32,58. Hal ini dapat dijelaskan, dengan melihat hasil uji kompetensi guru itu bisa disimpulkan bahwa kemampuan kompetensi guru dan pengawas pendidikan di NTB masih jauh di bawah kompetensi profesionalisme guru (Laporan LPMP NTB. 2013).

Keterandalan guru bimbingan dan konseling atau konselor menjadi penting bagi profesi, karena secara langsung terkait dengan perolehan kepercayaan publik (public trust) maupun akuntabilitas. Sehingga dengan demikian profesi ini semakin diakui tidak hanya sampai pada tataran kebijakan legalitas formal, tetapi sampai pada tataran praksis yakni pemanfaatan keberadaannya. Oleh karena itu, intervensi yang ditujukan untuk mengembangkan profesionalitas konselor disamping dilakukan melalui pendidikan prajabatan, juga penting dilakukan dalam jabatan yang diselenggarakan secara kontinu. Terlepas dari ekspektasi semua orang terhadap kualitas guru bimbingan dan konseling atau konselor yang memiliki kepribadian mumpuni, sebenarnya bahwa guru bimbingan dan konseling atau konselor adalah manusia biasa yang juga mengalami kesulitan yang sama seperti yang dialami oleh peserta didik di sekolah.

(8)

pekerja, sehingga layak untuk mengetahui seberapa erat kaitannya terhadap pentingnya hasil kerja. Dalam hal ini faktor biografis merupakan bagian yang memberikan warna dan perbedaan pada guru bimbingan dan konseling dalam memberikan layanan bimbingan dan konseling. Perdebatan tentang personil bimbingan dan konseling saat ini masih terus mengemuka, apakah usia, jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan dan pelatihan yang diperoleh guru bimbingan dan konseling atau konselor erat kaitannya dengan kualitas pribadi dan kinerja profesional.

Dari paparan di atas tampak dengan jelas tentang pentingnya pelayanan yang maksimal dalam memenuhi tugas perkembangan peserta didik, semakin menuntut guru bimbingan dan konseling atau konselor untuk menunjukkan kinerja profesionalnya. Guru bimbingan dan konseling atau konselor sebagai penentu dan ujung tombak keberhasilan pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, maka peneliti ingin mengeksplorasi kinerja profesional guru bimbingan dan konseling atau konselor dilihat dari kualitas pribadi dan faktor biografisnya. Karakteristik biografis guru bimbingan dan konseling diekstraksi dari segi usia, jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan dan pelatihan yang diperoleh. Hasil eksplorasi akan menjadi acuan bagi para pengembangan program pembinaan guru bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhannya secara tepat. Sehingga kebijakan pemerintah, organisasi profesi dapat merencanakan upaya peningkatan kompetensi guru bimbingan dan konseling atau konselor terrencana dengan baik dan berimbas pada pelayanan bimbingan dan konseling kepada peserta didik dan masyarakat secara maksimal.

1.2.Rumusan Masalah

(9)

atau konselor mengacu pada aspek melaksanakan konseling yang memandirikan. Salah satu penentu keberhasilan guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah adalah kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling itu sendiri.

Dari uraian masalah di atas, teridentifikasi bahwa kinerja profesional dan kualitas pribadi yang ditampilkan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor saat ini agak mengecewakan. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian terdahulu. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ilfiandra (2006) dan Furqon, et al. (2001) tentang kinerja profesional konselor sekolah mengimplikasikan urgensi pembinaan para konselor sekolah di lapangan untuk dapat meningkatkan profesionalisme mereka. Penelitian ilfiandra menemukan bahwa 64% kinerja guru bimbingan dan konseling tidak memuaskan, sedangkan Furqon menemukan lebih dari 48% dari seluruh kelompok yang dinilai secara independen menunjukkan tingkat keefektifan yang rendah. Jika mutu kinerja guru bimbingan dan konseling tidak ditingkatkan, dikhawatirkan citra profesi konselor sekolah semakin sulit ditingkatkan (Nurhudaya, 2012, hlm. 5).

(10)

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian di atas, maka rumusan masalah penelitian ini dapat dipaparkan sebagai berikut:

1.2.1. Seperti apakah profil biografis guru bimbingan dan konseling di Kota Bima?

1.2.2. Seperti apakah profil kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling di Kota Bima?

1.2.3. Seperti apakah profil kinerja profesional guru bimbingan dan konseling di Kota Bima?

1.2.4. Apakah terdapat hubungan antara kinerja profesional dengan kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling di Kota Bima?

1.2.5. Apakah terdapat hubungan antara kinerja profesional dengan faktor biografis guru bimbingan dan konseling di Kota Bima?

1.2.6. Apakah terdapat hubungan antara kualitas pribadi dengan faktor biografis guru bimbingan dan konseling di Kota Bima?

1.3.Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui hal-hal sebagai berikut :

1.3.1. Profil biografis guru bimbingan dan konseling di Kota Bima. 1.3.2. Profil kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling di Kota Bima. 1.3.3. Profil kinerja profesional guru bimbingan dan konseling di Kota Bima. 1.3.4. Hubungan antara kinerja profesional dengan kualitas pribadi guru

bimbingan dan konseling di Kota Bima.

1.3.5. Hubungan antara kinerja profesional dengan faktor biografis guru bimbingan dan konseling di Kota Bima.

(11)

1.4.Manfaat Penelitian

Berdasarkan permasalahan pada rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini dapat dibagi menjadi manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut :

1.4.1.Manfaat Secara Teoritis

1.4.1.1. Memberikan wawasan keilmuan tentang gambaran kinerja profesional guru bimbingan dan konseling dilihat dari kualitas pribadi dan faktor biografisnya yang berkenaan dengan aspek usia, jenis kelamin, masa kerja, pendidikan dan pelatihan di Kota Bima. 1.4.1.2. Memberikan informasi tentang hubungan antara kinerja profesional

dengan kualitas pribadi guru bimbingan dan konseling dan faktor biografis dalam aspek usia, jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan dan pelatihan guru bimbingan dan konseling di Kota Bima.

1.4.1.3. Memberikan gambaran kompetensi yang harus dipenuhi dalam merancang program pembinaan bagi guru bimbingan dan konseling di Kota Bima.

1.4.2.Manfaat Secara Praktis.

1.4.2.1. Bagi guru bimbingan dan konseling dapat mengetahui gambaran kinerja profesional, kualitas pribadi berdasarkan karakteristik biografisnya untuk mendapatkan program pembinaan bagi guru bimbingan dan konseling di Kota Bima.

1.4.2.2. Bagi pemerintah dan organisasi profesi untuk menindaklanjuti hasil penelitian bagi perencanaan kegiatan peningkatan kualitas pribadi dan kinerja profesional guru bimbingan dan konseling atau konselor di Kota Bima.

(12)

1.5.Struktur Organisasi Tesis

Penulisan tesis ini terdiri dari lima bab. Berikut adalah penjelasan mengenai pembagian lima bab tersebut:

1.5.1. Bab I merupakan bagian pendahuluan yang akan memuat hal-hal mengenai latar belakang penelitian, Identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang meliputi dari segi teori, kebijakan, praktik, isu serta tindakan yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

1.5.2. Bab II merupakan bagian kajian pustaka yang akan menjelaskan kajian teori mengenai kinerja profesional guru bimbingan dan konseling, kualitas pribadi dan karakteristik biografis guru bimbingan dan konseling atau konselor sekolah yang berkenaan dengan aspek usia, jenis kelamin, masa kerja dan pendidikan dan pelatihan yang melekat. Selanjutnya adalah kajian tentang kinerja profesional guru bimbingan dan konseling dilihat dari kualitas pribadi dan faktor biografis secara komperehensif.

1.5.3. Bab III merupakan bagian yang menjelaskan metode penelitian yang meliputi desain penelitian, partisipan, instrumen penelitian, prosedur penelitian, dan analisis data.

1.5.4. Bab IV merupakan bagian temuan dan pembahasan yang meliputi penjelasan mengenai temuan penelitian berdasarkan hasil penelitian, pengolahan, dan evaluasi, serta pembahasan temuan penelitian dilakukan secara tematik untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.

Referensi

Dokumen terkait

Agen perubahan yang dapat memengaruhi subjek penelitian dalam mempraktikkan keterampilan adalah teman sesama anggota WE. Di sini peran pemimpin hanya memberi fasilitas

Undang – Undang Republik Indonesia Pasal 14 Nomor 26 Tahun 2007, Penataan Ruang.. http://www.bloomberg.com/features/2015- the-edge-the-worlds-greenest-building

Peningkatan pemahaman matematik siswa paket c Pada pokok bahasan barisan dan deret Melalui pendekatan keterampilan proses.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Membimbing siswa sehingga dapat mengklasifikasikan mana barisan dan deret aritmetika mana yang bukan, dari contoh soal yang diberikan.. Membimbing siswa untuk

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kandungan Fe didalam param yang dikonsumsi masing-masing adalah 11,814 mg/kg; 38,6 mg/kg, kandungan Cu didalam param

Skripsi yang berjudul “Efektifitas Model Pembelajaran Berbasis Proyek Terhadap Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Pada Materi Bangun Ruang Kelas VIII MTs Negeri

Sistem ini dirancang dan dibuat untuk membantu pihak Surat Kabar Harian Swara Lampung dalam penyebaran informasi berita secara meluas. Dengan system pemberitaan

Tanda dan gejalanya seperti haid tidak teratus, ketegangan menstrual yang terus meningkat, darah menstrual banyak dengan nyeri tekanan pada payudara, menopause dini, rasa tidak