• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efikasi Sipermetrin Terhadap Larva Caplak Anjing (Rhipicephalus sanguineus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efikasi Sipermetrin Terhadap Larva Caplak Anjing (Rhipicephalus sanguineus"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

EFIKASI SIPERMETRIN TERHADAP LARVA CAPLAK

ANJING (

Rhipicephalus sanguineus

)

NOVITA ELFRIDA BR DEPARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul efikasi sipermetrin terhadap larva caplak anjing (Rhipicephalus sanguineus) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

NOVITA ELFRIDA BR DEPARI. Efikasi sipermetrin terhadap larva caplak anjing (Rhipicephalus sanguineus). Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO.

Pemanfaatan anjing di kalangan masyarakat Indonesia saat ini semakin meningkat. Biasanya, anjing dimanfaatkan sebagai teman bermain, penjaga dan membantu pihak kepolisian. Ektoparasit yang sering menyebabkan penyakit pada anjing adalah caplak Rhipicephalus sanguineus. Insektisida sipermetrin adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk pengendalian caplak pada anjing tersebut. Larva caplak dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Setiap kelompok dibagi menjadi 3 pengulangan dengan jumlah larva caplak sebanyak 20 tiap pengulangan. Konsentrasi perlakuan untuk masing-masing kelompok adalah 0.5 g/L; 1 g/L; 1.5 g/L; 2 g/L, dan kelompok kontrol menggunakan air. Kain dibasahi dengan konsentrasi berbeda dari sipermetrin yang sudah dibuat dan larva caplak diletakkan di atasnya. Pengamatan terhadap mortalitas dilakukan pada 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, 24, dan 48 jam setelah paparan. Hasil penelitian menunjukkan konsentrasi efektif sipermetrin terhadap larva caplak adalah 2 g/L, karena konsentrasi tersebut mampu mematikan 93.33 % larva pada 24 jam setelah perlakuan.

Kata kunci: Sipermetrin, ektoparasit, insektisida, larva, Rhipicephalus sanguineus

ABSTRACT

NOVITA ELFRIDA BR DEPARI. Efficacy of cypermethrin against dogs larval tick (Rhipicephalus sanguineus). Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI and SUPRIYONO.

The usage of dogs among the people of Indonesia is currently increasing. Usually, dogs are used as playmate, guard and police partner. Ectoparasite that often cause problem in dog was Rhipicephalus sanguineus ticks. Cypermethrin insecticide is a chemical that can be used to control of ticks on dogs. Ticks larvae were divided into 4 treatment groups and one control group. Each group was divided into 3 repititions with the number of ticks larvae were 20 per repeated. The concentration for each treatment group were 0.5 g/L, 1 g/L; 1.5 g/L, 2 g/L, and a control group using water. Fabric drabbled with different concentrations of cypermethrin were prepared and the ticks larvae were put on it. Observation on larval mortality was done on 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, 24, and 48 hours post treatments. The result showed that the effective concentration of cypermethrin was 2 g/L, because this concentration was able to kill 93.33% of tick larvae at 24 hours post treatment.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

EFIKASI SIPERMETRIN TERHADAP LARVA CAPLAK

ANJING (

Rhipicephalus sanguineus

)

NOVITA ELFRIDA BR DEPARI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Efikasi Sipermetrin Terhadap Larva Caplak Anjing (Rhipicephalus sanguineus)

Nama : Novita Elfrida Br Depari NIM : B04090050

Disetujui oleh

Prof, Drh Upik Kesumawati Hadi, MS, PhD Pembimbing I

Drh Supriyono, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2012 ini ialah Efikasi Sipermetrin Terhadap Larva Caplak Anjing (Rhipicephalus sanguineus).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Drh Upik Kesumawati Hadi, MS PhD dan Drh Supriyono, MSi selaku dosen pembimbing, serta teman-teman satu tim penelitian Yanida Yusup Setiawan dan Eko Prasetyo Nugroho. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah (Pengarapen Sembiring) dan Ibu (Peringetten br Surbakti), orang tua angkat di Bogor (Anndy Sinarta Sembiring dan Ruth Saberina br Tarigan), abang Ville Sembiring, adik-adik (Hendri Sembiring, Chrisnatanael Sembiring, Pandinata Sembiring, Adinda Mayang br Sembiring dan Sepri Aginta Sembiring), sahabat Cyntia Sihombing, Pengurus permata GBKP Bogor 2013-2015, adik kelompok kecil Vitis, Yulinda, Fikky, Tri, Pinni dan Era, beserta Permata GBKP Bogor dan seluruh pihak yang telah membantu dan memberi dukungan sehingga terselesaikannya karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Klasifikasi Caplak Anjing (R. sanguineus) 2

Morfologi Caplak Anjing (R. sanguineus) 3

Siklus Hidup Caplak Anjing 4

Pengendalian Caplak dengan akarisida 5

METODE 6

Waktu dan Tempat Penelitian 6

Koleksi dan Pemeliharaan Caplak 6

Uji Efikasi Larva Caplak terhadap Insektisida 7

Analisis Data 7

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 10

Simpulan 10

Saran 10

DAFTAR PUSTAKA 10

LAMPIRAN 13

(11)

DAFTAR TABEL

1 Persentase Rata-rata Kematian Larva Caplak R. sanguineus selama

Paparan Sipermetrin 8

2 Persentase Kematian Larva Caplak Selama 24 Jam Paparan Sipermetrin 8

3 Nilai LT50 dan LT90 Setiap Konsentrasi 9

DAFTAR GAMBAR

1 Caplak Anjing (R. sanguineus) 3

2 Siklus Hidup Caplak Anjing 5

3 Anjing yang Terinfestasi Caplak 6

4 Caplak Betina Mati Setelah Bertelur 6

5 Telur Caplak yang Menetas 6

6 Larva Caplak 6

7 Larutan Sipermetrin 7

8 Larva di Dalam Kain 7

9 Persentase Kematian Larva Caplak Anjing Setiap Konsentrasi Terhadap

Waktu Kontak (jam) 9

DAFTAR LAMPIRAN

1 Statistik Deskriptif 13

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Di Indonesia hewan yang diminati oleh masyarakat sebagai hewan kesayangan diantaranya adalah anjing. Anjing diminati sebagai hewan peliharaan karena dapat menjadi teman bermain, menjaga tempat tinggal dan peternakan serta bermanfaat dalam bidang kepolisian. Anjing memiliki kemampuan yang sangat unik dan habitus yang bersahabat dengan manusia. Pada awalnya anjing hanya digunakan sebagai hewan pemburu, namun sekarang sudah terjadi perkembangan dalam fungsi dan pemanfaatan anjing. Peningkatan pemanfaatan anjing di masyarakat juga meningkatkan peluang seekor anjing mengalami gangguan kesehatan.

Caplak merupakan ektoparasit pengisap darah dan berperan penting terhadap kesehatan hewan. Anjing dapat mengalami anemia, penurunan berat badan, kerusakan kulit, tidak tenang dan reaksi alergi. Caplak anjing (Rhipicephalus sanguineus) dapat menjadi vektor beberapa patogen penting pada anjing. Penyakit penting pada anjing akibat infestasi caplak ini adalah babesiosis oleh Babesia vogeli, ehrlichiosis oleh Ehrlichia canis (Dantas-Torres et al. 2012), dan hepatozoonosis oleh Hepatozoon canis (Baneth 2011).

Caplak berukuran besar dan melekat pada kulit anjing, sehingga sangat mudah ditemukan pada seluruh tubuh yang terinfestasi. Bagian tubuh anjing yang paling disukai caplak adalah leher, sela-sela jari dan bagian dalam telinga (Hadi dan Soviana 2000). Secara umum caplak R. sanguineus ditemukan pada anjing, tetapi caplak sering juga terdapat pada mamalia lain (Audy et al. 2000).

Pencegahan dan pengendalian infestasi caplak dapat dilakukan dengan cara menghindari anjing peliharaan yang terinfestasi caplak, pengendalian dengan bahan alami, dan dengan insektisida. Penggunaan insektisida pada umumnya dengan semprot, bedak, injeksi, shampo, dan memandikan hewan (Klarenbeek 2010). Bahan alami yang dapat digunakan untuk mengendalikan caplak adalah ekstrak tangkai bunga cengkeh (Puspitasari 2007), minyak sereh wangi (Hedianto 2007), dan ekstrak biji bengkuang (Kartika 2002). Akarisida yang biasa digunakan dalam pengendalian caplak anjing adalah pyriproxifen, deltametrin, ivermectin (Morsy dan Haridy 2000), fipronil, amitraz, dan permetrin 2.5% (Blagburn dan Dryden 2009).

(13)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi insektisida sipermetrin sebagai larvasida caplak anjing (R. sanguineus).

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi masyarakat tentang efektivitas insektisida sipermetrin sebagai larvasida caplak anjing (R. sanguineus).

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi caplak anjing (R. sanguineus)

Caplak merupakan ektoparasit pengisap darah yang mempunyai peranan penting dalam masalah kesehatan hewan khususnya anjing. Penyebaran caplak di seluruh dunia sangat luas dan sangat umum ditemukan di daerah teritorial meliputi gunung, hutan, rawa, dan padang rumput (Levine 1994). Bahkan, R. sanguineus merupakan caplak yang distribusi geografisnya terluas dibandingkan dengan spesies caplak lain (Walker et al. 2000). Penyebaran R. sanguineus pada umumnya di sekitar perkotaan dan pinggiran kota (Shimada et al. 2003), dimana caplak hidup berhubungan erat dengan anjing dan manusia. Di daerah sekitar perkotaan dan pinggiran kota, infestasi caplak pada anjing biasanya berat, khususnya anjing yang mendiami daerah terbatas dan tidak sistematis diobati dengan antiektoparasit (Lorusso et al. 2010).

(14)

3

Morfologi caplak anjing

Caplak anjing memiliki tubuh keras, bentuknya bulat telur, dan mempunyai kulit luar (integumen) yang liat. Bagian dorsal (atas) caplak ini mempunyai skutum atau perisai yang menutupi seluruh bidang dorsal tubuh pada caplak jantan, sedangkan pada caplak betina hanya menutupi sepertiga bagian tubuh depan. Skutum terdiri dari lapisan kitin yang tebal dan keras. Oleh karena itu caplak betina mampu berkembang lebih besar daripada caplak jantan setelah mengisap darah. Mata caplak jantan dan betina terletak pada lateral skutum.

Caplak anjing (R. sanguineus) terbagi atas dua bagian, yaitu gnatosoma (kepala dan toraks) dan idiosoma (abdomen). Pada bagian gnatosoma terdapat kapitulum (kepala) dan bagian-bagian mulut yang berada dalam suatu rongga yang disebut kamerostom. Bidang dorsal basis kapituli caplak betina terdapat daerah yang berpori. Pada bagian dasar dari kapitulum adalah basis kapituli yang akan berhubungan dengan idiosoma. Bagian mulut caplak terdiri dari sepasang hipostom, pedipalpus, dan kelisera. Hipostom memiliki barisan gerigi yang arahnya ke belakang mirip jangkar. Hipostom berfungsi untuk memperkokoh pertautan caplak pada inangnya. Kelisera terdiri dari dua ruas, dan ujungnya juga dilengkapi dengan dua atau lebih kait yang dapat digerakkan. Kait pada kelisera ini berfungsi untuk menyayat secara horizontal kulit inangnya supaya hipostom dapat ditusukkan ke dalam kulit inang. Pedipalpus merupakan alat sensoris sederhana berfungsi untuk membantu proses makan pada caplak. Pedipalpus ini terdiri dari tiga atau empat ruas yang terletak di sisi hipostom.

Bagian posterior caplak (idiosoma) yaitu daerah abdomen terdapat kaki atau tungkai. Ruas tungkai caplak terdiri dari koksa yang tidak dapat digerakkan, trokanter, femur, genu, tibia dan tarsus. Pada pasangan tungkai pertama terdapat sebuah organ sensori yang disebut haller. Haller berfungsi untuk reseptor kelembaban, kimia, olfaktori, dan mekanis. Organ haller ini dapat mendeteksi adanya inang yang cocok dan dapat menterjemahkan bau feromon yang dikeluarkan caplak yang lain. Pada bagian batas posterior bawah tubuh caplak dapat ditemukan celah-celah pinggir yang dinamakan marginal festoon. Marginal festoon mempunyai nilai penting dalam taksonomi caplak. Lubang kelamin caplak jantan dan betina terletak pada bidang ventral di tengah antara koksa I dan II (Hadi dan Soviana 2000).

(15)

4

Siklus hidup

Caplak anjing merupakan caplak sejati dan metamorfosis caplak ini tidak lengkap (Levine 1994). Caplak anjing memiliki siklus hidup yang terdiri dari empat tahap yaitu telur, larva, nimfa, dan dewasa. Masing-masing stadium caplak harus menemukan inang. Caplak dewasa yang telah kawin kenyang darah akan jatuh ke tanah dan bertelur. Caplak betina kenyang darah dapat bertelur sampai 4000 butir. Telur akan menetas setelah 17 sampai 30 hari menjadi larva. Larva akan segara mencari inang pertamanya dengan pertolongan benda-benda sekitarnya dan juga dengan bantuan alat olfaktoriusnya. Larva caplak memiliki tiga pasang tungkai. Larva akan mengisap darah sampai kenyang sekitar 2 sampai 4 hari dan akan menjatuhkan diri untuk berganti kulit menjadi nimfa dalam waktu 5 sampai 23 hari. Nimfa dan caplak dewasa memiliki empat pasang tungkai. Nimfa akan segera mencari inang kedua untuk mengisap darah sampai kenyang selama 4 sampai 9 hari. Nimfa kenyang darah akan menjatuhkan diri ke tanah untuk ganti kulit untuk menjadi caplak dewasa setelah 11 sampai 73 hari. Caplak dewasa juga akan segera mencari inang ketiga untuk mengisap darah. Pada tubuh inang ini caplak betina akan melakukan perkawinan dengan caplak jantan untuk meneruskan keturunan. Caplak jantan akan mati setelah terjadi kopulasi. Caplak betina bertelur di tanah dan kemudian mati (Gunandini 2006). Caplak jantan mengisap darah dalam waktu yang lebih singkat. Caplak jantan tidak mengisap darah sebanyak caplak betina, tetapi caplak jantan mengisap darah hanya untuk melanjutkan spermatogenesis dan menyelesaikan proses perkawinan (Sanches et al. 2012).

Periode makan caplak secara langsung dipengaruhi oleh faktor biotik (misalnya inang) dan faktor abiotik (misalnya cahaya dan kelembaban) (Dantas-Torres et al. 2011 ). Pada lingkungan domestik, caplak bisa hidup pada anjing yang sama, tetapi bisa juga memiliki kesempatan untuk bisa hidup pada beberapa hewan yang berbeda. R. sanguineus dapat hidup pada kelinci pada stadium larva dan stadium nimfa dapat hidup pada hewan lain yaitu domba dan sapi (Astyawati 2002).

(16)

5

Gambar 2 Siklus hidup caplak anjing (R. sanguineus) Sumber : Lord 2008

Pengendalian caplak dengan akarisida

Pengendalian caplak secara kimia yaitu dengan penggunaan akarisida. Cara penggunaan akarisida yang dilaporkan efektif antara lain spraying (penyemprotan) dengan fipronil, collar dengan amitraz, dan shampoo dengan permetrin, dan deltametrin (Lord 2008). Akarisida yang juga biasa digunakan dalam pengendalian caplak adalah pyriproxifen, deltametrin, ivermectin (Morsy dan Haridy 2000).

Sipermetrin merupakan golongan insektisida sintetis piretroid. Daya kerja insektisida ini sangat cepat untuk membunuh serangga dengan cara mempengaruhi sistem syaraf pusat. Sipermetrin bekerja sebagai racun kontak dan perut (Jin dan Webster 1998). Sipermetrin digunakan untuk pengendalian rayap, serangga perusak kayu, nyamuk, lalat, lipas, semut dan kecoa (Wirawan 2006). Menurut Nagarjuna dan Doss (2009) bahwa sipermetrin biasa digunakan untuk mengendalikan hama perumahan, sektor industri, dan pertanian.

Penggunaan sipermetrin untuk pengendalian caplak juga sudah banyak dilaporkan. Di Iraq provinsi Al-Najaf, Al-Ramahi (2011) melaporkan bahwa pada konsentrasi 0.015% efektif untuk mengatasi kasus infestasi caplak pada sapi. Pada konsentrasi 2 g/L mengakibatkan kematian larva caplak sapi B. microplus sebesar 91.67% pada 24 jam setelah pemaparan sipermetrin (Nugroho 2013). Insektisida sipermetrin juga mampu mengurangi daya tetas telur caplak sapi B. microplus pada telur berusia 10 hari mencapai 100% dengan konsentrasi 0.1% AI (active ingredient) (Davey 1995). Pengendalian caplak dengan konsentrasi yang berbeda pada beberapa negara dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

(17)

6

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2012 di Laboratorium Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Koleksi dan pemeliharaan Caplak

Caplak betina yang sudah kenyang darah dikoleksi dari anjing peliharaan terinfestasi caplak (Gambar 3) di perumahan Bogor Raya Permai, kota Bogor. Caplak tersebut disimpan dalam tabung plastik dan dipelihara sampai bertelur di laboratorium Entomologi Kesehatan FKH IPB. Tabung penyimpanan di letakkan di atas nampan yang diisi air untuk menghindari serangga lain. Caplak betina akan mati setelah bertelur (Gambar 4). Setelah bertelur maka ditunggu sampai telur menetas (Gambar 5) dan menjadi larva (Gambar 6). Larva caplak yang digunakan dalam penelitian ini berumur 7 hari dan selama pemeliharaan caplak dewasa dan larva tidak diberikan darah.

Gambar 4 Caplak betina mati setelah bertelur

Gambar 5 Telur caplak yang menetas

Gambar 6 Larva caplak Gambar 3 Anjing yang terinfestasi

(18)

7

Uji efikasi larva caplak terhadap insektisida

Total larva caplak yang digunakan dalam uji efektivitas insektisida ini sebanyak 300 larva. Larva caplak dibagi ke dalam 4 kelompok perlakuan dapat dilihat pada Gambar 7 dan 1 kelompok kontrol. Setiap kelompok pengujian menggunakan sebanyak 20 larva dan di ulang 3 kali. Kelompok pertama dengan konsentrasi 0.5 g/L; kelompok kedua dengan konsentrasi 1 g/L; kelompok ketiga dengan konsentrasi 1.5 g/L; kelompok keempat dengan konsentrasi 2 g/L, dan kelompok kontrol dengan menggunakan air.

Pengujian dilakukan dengan modifikasi metoda Maurin (2006). Kain disemprot dengan larutan insektisida Maxkiller® 40 WP (sipermetrin) sebanyak 1 mL sesuai dengan konsentrasi yang sudah dibuat. Larva caplak diletakkan di atas kain, kemudian semua ujung kain disatukan dan diikat supaya larva caplak tidak keluar (Gambar 8). Pengamatan terhadap mortalitas dilakukan pada: 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, 24, dan 48 jam selama kontak dengan sipermetrin. Pengamatan kematian larva caplak dilakukan dengan menggunakan mikroskop stereo.

Analisis Data

Data penelitian dianalisis dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan pola faktorial. Faktor-faktor penentu kematian larva caplak dianalisis dengan menggunakan Analisis Sidik Ragam (ANOVA). Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase kematian larva caplak anjing selama dipapar dengan insektisida sipermetrin dipengaruhi oleh waktu dan konsentrasi yang digunakan. Persentase kematian larva caplak berdasarkan faktor waktu dan konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 1.

(19)

8

Tabel 1 Persentase Rata-rata Kematian Larva Caplak anjing R. sanguineus Selama Paparan Sipermetrin

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan hasil yang berbeda nyata taraf 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa waktu dan konsentrasi paparan suatu insektisida mempengaruhi kematian larva caplak selama perlakuan dengan sipermetrin (Tabel 1). Pada 1-3 jam selama kontak dengan insektisida sipermetrin ternyata tidak ada perbedaan nyata pada semua konsentrasi (p 0.05), namun berbeda nyata dengan 4-48 jam selama kontak dengan insektisida sipermetrin. Pada 4-6 jam selama kontak dengan insektisida sipermetrin tidak terjadi perbedaan nyata antara semua konsentrasi, namun berbeda nyata dengan 1-3 jam dan 12-48 jam selama kontak (p 0.05). Pada 12 jam selama kontak dengan insektisida sipermetrin tidak ada perbedaan nyata antara semua konsentrasi, namun terjadi perbedaan nyata dengan sebelum dan setelah 12 jam selama kontak. Pada 24 jam kontak dengan insektisida sipermetrin berbeda nyata dengan sebelum 24 jam dan 48 jam selama kontak. Pada 48 jam kontak berbeda nyata dengan 1-24 jam selama kontak dengan insektisida sipermetrin (p<0.05) dan pada jam ini kematian larva mencapai 100%.

Tabel 2 Persentase Kematian Larva Caplak Selama 24 Jam Paparan Sipermetrin Konsentrasi

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan hasil yang berbeda nyata taraf 5%.

(20)

9 persamaan konsentrasi sipermetrin yang digunakan pada larva caplak sapi B. microplus. Pada konsentrasi 2 g/L mengakibatkan kematian larva caplak B. microplus sebesar 91.67% pada 24 jam setelah pemaparan sipermetrin (Nugroho 2013). Semakin tinggi konsentrasi kadar bahan aktif, maka semakin cepat dan banyak larva caplak yang mati.

Semua perlakuan menunjukkan semakin lama larva caplak terpapar insektisida menyebabkan jumlah kematian yang lebih tinggi. Waktu paparan mempengaruhi kematian serangga target. Dapat juga dilihat dalam penelitian efektivitas insektisida sipermetrin 0.01 g/L terhadap kutu ayam petelur dengan metode dipping (perendaman), menghasilkan efektivitas mencapai 100% pada 72 jam setelah perlakuan (Ardhani 2013). Di Iraq provinsi Al-Najaf, Al-Ramahi (2011) melaporkan bahwa pada konsentrasi 0.015% efektif untuk mengatasi kasus infestasi caplak pada sapi. Konsentrasi sipermetrin 0.125-0.5 g/L yang diaplikasikan dengan metode spray efektif mengendalikan kutu ayam dengan nilai reduksi 66.35-100% pada 24 jam setelah perlakuan (Setiawan 2013).

Lethal time (LT) keempat konsentrasi dapat dilihat pada Tabel 3 dan persentase kematian larva caplak setiap konsentrasi terhadap waktu kontak disajikan pada Gambar 13. Pada Tabel ini menunjukkan bahwa untuk mematikan 50% dan 90% larva caplak membutuhkan waktu yang berbeda-beda. Hasil perlakuan menunjukkan semakin lama larva caplak terpapar insektisida akan menyebabkan jumlah kematian yang semakin tinggi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada 48 jam selama kontak kematian larva mencapai 100% untuk semua konsentrasi.

Tabel 3 Nilai LT50 dan LT90 Setiap Konsentrasi

Konsentrasi (g/L) LT50 (jam) LT90 (jam)

0.5 16.22 26.61

1 15.22 26.16

1.5 12.71 22.52

2 11.21 19.47

(21)

10

Karakteristik utama dari insektisida sipermetrin yaitu: onset yang cepat, konsentrasi yang dibutuhkan relatif rendah, bertindak sebagai repelen, tidak berbau, mudah larut dalam air, dan toksisitas pada mamalia rendah. Sipermetrin merupakan jenis insektisida golongan piretroid sintetis yang termasuk generasi ke empat. Insektisida ini merupakan racun yang mempengaruhi saraf serangga (racun saraf) dengan berbagai macam cara kerja pada susunan saraf sentral (Djojosumarto 2008). Kematian larva caplak pada penelitian ini diakibatkan karena insektisida ini bekerja mempengaruhi saraf serangga. Menurut Wirawan (2006), cara kerja dari insektisida ini yaitu racun kontak masuk ke dalam tubuh serangga secara langsung menembus kutikula, trakhea, dan kelenjar sensoris dengan minyak atau komponen lain yang terdapat dalam formulasinya. Setelah masuk ke dalam tubuh serangga, maka insektisida ini terikat pada satu protein dalam saraf yang dikenal dengan voltage-gated sodium channel. Keadaan normal protein ini membuka untuk memberi rangsangan pada saraf dan akan menutup untuk menghentikan sinyal saraf. Insektisida yang terikat akan mencegah penutupan rangsangan secara normal yang menghasilkan rangsangan saraf berkelanjutan pada serangga. Keadaan ini mengakibatkan serangga mengalami tremor dan gerakan inkoordinasi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Konsentrasi sipermetrin yang efektif adalah 2 g/L dengan angka mortalitas larva caplak 93.33% pada 24 jam setelah kontak.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lapang penggunaan sipermetrin dalam pengendalian caplak pada anjing.

DAFTAR PUSTAKA

Adventini M. 2006. Beberapa Aspek Biologi Caplak Anjing (Rhipicephalus sanguineus) dan Pengaruh Pestisida Sumilarv® 0,5 G [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Al-Rahami HM. 2011. Study of acariasis in cattle and tick resistance against cypermethrin in Al-Najaf province. Iraq: College of Veterinary Medicine, University of Babylon.

Ardhani WN. 2013. Efektivitas Aplikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Kutu Ayam Petelur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(22)

11 Audy JR, Nadchatram M, Lim Boo Liat. 2000. Malaysia Parasites XLLX, Host Distribution of Malayan Ticks (Ixodoidea) B.T. Fudge, Government Printer, Federation of Malaya.

Baneth G. 2011. Perspectives on canine and feline hepatozoonosis. Vet. Parasitol. 181: 3–11.

Blagburn BL, Dryden MW. 2009. Biology, treatment and control of flea and tick infestations. Vet. Clin Smal Animal.39: 1173-1200.

Dantas-Torres F, Chomel BB, Otranto D. 2012. Ticks and tick-borne diseases: a One Health perspective. Trends Parasitol. 28: 437–446.

Dantas-Torres F, Figueredo LA, Otranto D. 2011. Seasonal variation in the effect of climate on the biology of Rhipicephalus sanguineus in southern Europe. Parasitology 138: 527–536.

Davey RB. 1995. Efficacy of topically applied pyrethroids against eggs of Boophilus microplus (Canestrini) (Acari; Ixodidae). J. Agric. Entomol. 12(1): 67-73.

Djojosumarto P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Gunandini DJ. 2006. Caplak dan Sengkenit. Di dalam Sigit SH dan Hadi UK, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan, Biologi, dan Pengendalian. Bogor (ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman (UKPHP) FKH IPB.

Hadi UK, Soviana S. 2000. Ektoparasit. Pengenalan, Diagnosis dan Pengendaliannya. Laboratorium Entomologi. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor.

Hedianto P. 2007. Pemberian Minyak Sereh Wangi (Cymbopogon nardus) terhadap mortalitas larva caplak anjing Rhipicephalus sanguineus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. cypermethrin and its major degradation products in elm bark. J. Agric. Food Chem. 46:2851-2857.

Kartika D. 2002. Studi Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Terhadap Kemampuan Hidup Larva Caplak Anjing (Rhipicephalus sanguineus) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2012. Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah Tangga dan Pengendalian Vektor. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian RI.

Klarenbeek MM. 2010. Rhipicephalus sanguineus, Ehrlichia canis and current tick control methods on Curaçao. Faculty of Veterinary Medicine, Utrecht University.

Levine ND. 1994. Buku Pelajaran Parasitologi Veteriner. Terjemahan G. Ashadi Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Lord CC. 2008. Brown dog tick, Rhipicephalus sanguineus Latreille (Arachnida: Acari: Ixodidae). Featured Creatures from Entomology and Nematology Department: University of Florida.

(23)

12

sanguineus, on a confined dog population in Italy. Med. Vet. Entomol. 24: 309–315.

Morsy TA, Haridy FM. 2000. Effect of ivermectin on the brown dog tick, Rhipicephalus sanguineus. J E Soc Parasitol.30: 117-24.

Nagarjuna A, Doss PJ. 2009. Acute oral toxicity and histopathological studies of Cypermethrin in rats. Indian J. Anim. Res. 43(4) : 235-240.

Nugroho EP. 2013. Efektivitas Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva Caplak Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Puspitasari MD. 2007. Pengaruh Ekstrak Tangkai Bunga Cengkeh (Eugenia aromatica) dengan pelarut air terhadap mortalitas larva caplak anjing R. sanguineus [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sanches GS, de Oliveira PR, André MR, Machado RZ, Bechara GH, Camargo-Mathias MI. 2012. Copulation is necessary for the completion of a gonotrophic cycle in the tick Rhipicephalus sanguineus (Latreille, 1806) (Acari: Ixodidae). J. Insect Physiol. 58: 1020–1027.

Setiawan YY. 2013. Efektivitas Sipermetrin terhadap Kutu Menopon gallinae dengan Metode Penyemprotan pada Ayam Petelur [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Shimada Y, Beppu T, Inokuma H, Okuda M, Onishi T. 2003. Ixodid tick species recovered from domestic dogs in Japan. Med. Vet. Entomol. 17, 38–45. Walker JB, Keirans JE, Horak IG. 2000. The Genus Rhipicephalus (Acari,

Ixoidae). A Guide to the Brown Ticks of the World. Cambridge Univ. Press, Cambridge, UK.

Williams RE, Hall RD, Broce AB, Scholl PJ. 1985. Livestock Entomology. A Wiley Interscience Publication. John Wiley & Sons. Newyork.

(24)
(25)

14

Konsentrasi Jam_ke Rataan (%)

Std. Deviasi Jumlah Ulangan

3 0 0.00000 4

4 20.00 0.04787 4

5 26.67 0.02500 4

6 31.67 0.02887 4

12 60.00 0.11087 4

24 93.33 0.02887 4

48 100 0.00000 4

Total 36.25 0.37213 36

1 0 0.00000 13

2 0 0.00000 13

Total 3 0 0.00000 13

4 15.38 0.05938 13

5 21.54 0.08263 13

6 26.15 0.07679 13

12 46.15 0.12442 13

24 85.38 0.07763 13

48 100 0.00000 13

Total 32.74 0.35915 117

Lampiran 2 Analisa Ragam Faktor Konsentrasi, Jam ke-, dan kombinasinya

Faktor F P-value

Konsentrasi 19.338 0.000a

Jam ke- 819.282 0.000a

Konsentrasi*Jam 2.915 0.000a

Keterangan : Huruf superscript yang berbeda menunjukan hasil yang berbeda nyata terhadap

dependent value pada taraf 5%.

(26)

15

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Gambar 1  Caplak anjing ( R. sanguineus)
Gambar 2  Siklus hidup caplak anjing (R. sanguineus)
Gambar 4  Caplak betina mati
Gambar 8  Larva di dalam kain
+3

Referensi

Dokumen terkait

Adapun Tema yang dipilih dalam karya ilmiah yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 sampai dengan September 2012 berjudul Evaluasi Saccharomyces cerevisiae Teradaptasi

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Juli 2014 di Laboratorium Terpadu IPB ini ialah inhibitor korosi dengan judul

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2009 sampai April 2010 ini ialah teknologi transgenesis rumput laut, dengan judul Introduksi

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 hingga Maret 2013 ini ialah enzim, dengan judul Isolasi dan Pencirian Xilanase

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2019 sampai bulan Maret 2020 ini ialah pangan fungsional, dengan judul Aktivitas Antioksidan dan

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober sampai November 2004 dan Juli 2005 sampai Maret 2006 ini ialah iradiasi pangan, dengan judul Aplikasi

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 sampai Desember 2012 ini ialah anatomi, dengan judul Morfologi Kelenjar Lingualis Walet

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah transplantasi dengan judul Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan