• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva Caplak Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva Caplak Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

EFIKASI INSEKTISIDA SIPERMETRIN

TERHADAP LARVA CAPLAK

Boophilus microplus

DARI

DESA PANGUMBAHAN KECAMATAN CIRACAP

KABUPATEN SUKABUMI

EKO PRASETYO NUGROHO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva Caplak Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014

Eko Pasetyo Nugroho

(4)

ABSTRAK

EKO PRASETYO NUGROHO. Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva Caplak Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi. Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUPRIYONO.

Desa Pangumbahan merupakan daerah pesisir pantai yang warganya bekerja sebagai nelayan. Kegiatan lain yang dilakukan adalah beternak sapi. Boophilus microplus

merupakan ektoparasit utama yang menginfestasi sapi pada wilayah tropis dan subtropis.

B. microplus juga dapat ditemukan juga pada anjing, kambing, dan kerbau. Infestasi caplak pada sapi menyebabkan dampak langsung seperti iritasi kulit dan hilang bobot badan serta dampak tidak langsung yaitu sebagai vektor penyakit. Pengendalian ektoparasit ini pada umumnya menggunakan insektisida. Sipermetrin merupakan insektisida golongan piretroid sintetis yang banyak digunakan untuk mengendalikan serangga kesehatan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efikasi insektisida Sipermetrin terhadap larva caplak sapi B. microplus. Sebanyak 20 larva caplak dalam kain kassa masing-masing dicelupkan selama 1 menit pada 8 kelompok konsentrasi, yaitu 0.125 gr/L; 0.25 gr/L; 0.5 gr/L; 1 gr/L; 1.5 gr/L; 2 gr/L; 2.5gr/L; dan 3 gr/L. Kelompok kontrol dilakukan dengan cara yang sama tetapi tanpa kontak dengan insektisida. Pengamatan kematian larva dilakukan pada 1; 2; 3; 4; 5; 6; 12; 24; dan 48 jam pasca kontak. Setiap konsentrasi dilakukan tiga kali pengulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi efektif adalah 2 gr/L yang merupakan konsentrasi terendah yang menghasilkan persentase rata-rata sebesar 91.67 % pada 24 jam pasca kontak. Semakin tinggi konsentrasi insektisida yang diberikan akan mempercepat kematian larva caplak.

Kata kunci: B. microplus, efikasi, Pangumbahan, Sipermetrin

ABSTRACT

EKO PRASETYO NUGROHO. The Efficacy of Cypermethrin Insecticide Against on Cattle Ticks Larva Boophilus microplus Collected from Pangumbahan Village Ciracap Sub-district Sukabumi Regency. Supervised by UPIK KESUMAWATI HADI and SUPRIYONO.

Pangumbahan is a village located in a coastal areas that people there mostly works as fisherman. Other people activities undertaken are raising cattle. The cattle tick

Boophilus microplus is considered the most importance cattle ectoparasite in tropics and

subtropics region. B. microplus was also found on dog, goat and buffalo. Tick infestations in cattle causes direct impact such as skin irritation and loss of body weight and indirect impact such as vectors of diseases. This ectoparasite generally controled by using insecticide. Cypermethrin is synthetic pyretroids insecticide that mostly used to control household insect. The aim of this research was to determine the effication of Cypermethrin against cattle ticks larva of B. microplus. A number of 20 ticks larvae in gauze were dipped during 1 minute into 8 concentrations (0.125 gr/L; 0.25 gr/L; 0.5 gr/L; 1 gr/L; 1.5 gr/L; 2 gr/L; 2.5gr/L; and 3 gr/L). Control group done by the same method without any contact to the insecticide. The tick mortality observed at 1; 2; 3; 4; 5; 6; 12; 24; and 48 hours post exposure. The result showed that the effective concentration was 2 gr/L with average of mortality was 91.67% in 24 hours post exposure. The higher concentration of the insecticide caused the fastest death of the tick larvae.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

EFIKASI INSEKTISIDA SIPERMETRIN

TERHADAP LARVA CAPLAK

Boophilus microplus

DARI

DESA PANGUMBAHAN KECAMATAN CIRACAP

KABUPATEN SUKABUMI

EKO PRASETYO NUGROHO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva Caplak

Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi

Nama : Eko Prasetyo Nugroho

NIM : B04090074

Disetujui oleh

Prof drh Upik Kesumawati Hadi, MS, PhD Pembimbing I

drh Supriyono, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Efikasi Insektisida Sipermetrin terhadap Larva Caplak Boophilus microplus dari Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi berhasil dilaksanakan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 sampai dengan September 2013 ini menguji efektivitas insektisida tersebut sehingga nantinya diharapkan mampu mengatasi kejadian infestasi caplak pada peternakan sapi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. drh. Upik Kesumawati Hadi, MS, PhD dan Bapak drh. Supriyono MSi. selaku pembimbing, serta Yanida Yusup Setiawan dan Novita Elfrida Br Depari sebagai rekan satu tim penelitian. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Fahmi Khairi dan Septian Rahardiantoro yang telah banyak membantu selama pengumpulan dan pengolahan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Orang tua serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Caplak Sapi Boophilus microplus 2

Caplak Sebagai Vektor Penyakit dan Pengganggu 3

Pengendalian Caplak 4

METODE 5

Waktu dan Tempat Penelitian 5

Koleksi Caplak Sapi B. microplus 5

Teknik Aplikasi Insektisida 5

Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Keadaan Peternakan Sapi Rakyat Desa Pangumbahan 6

Hasil Uji Efikasi Terhadap Larva Caplak 7

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 12

LAMPIRAN 15

(11)

DAFTAR TABEL

1 Persentase Rata-rata Kematian larva caplak B. microplus setelah

paparan Sipermetrin mulai jam 1-48 9

2 Persentase Kematian Larva Caplak pada 24 Jam Setelah Perlakuan 9

3 Nilai LT50 dan LT90 Setiap Konsentrasi 10

DAFTAR GAMBAR

1 Caplak sapi B. microplus 2

2 Sapi Peranakan Ongole terinfestasi caplak 6

3 a. Keropeng pada kulit sapi oleh infestasi caplak; b. Infestasi caplak daerah gelambir; c. Infestasi caplak daerah gumba ; dan d. Infestasi caplak

daerah ambing dan diantara kaki belakang 7

4 Persentase Kematian Larva Caplak setiap Dosis terhadap Jam ke- 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Statistik Deskriptif 14

2 Analisa Ragam Faktor Dosis, Jam ke-, dan kombinasinya 16

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat Indonesia akan pangan asal hewan terutama daging selalu meningkat. Menurut badan pusat statistik (BPS) (2012), jumlah populasi sapi potong yang ada di Indonesia pada tahun 2012 adalah sebanyak 15.980.697 ekor. Pemenuhan konsumsi masyarakat akan daging sapi masih terkendala akan ketersediaannya di pasaran. Pemerintah mengupayakan ketersediaan daging konsumsi masyarakat melalui peningkatan kegiatan peternakan dan impor sapi. Usaha lain dapat berupa perbaikan manajemen serta rekayasa genetika untuk mendapatkan keturunan yang lebih baik. Tindakan pemeliharaan juga mutlak diperhatikan karena menjadi faktor pencegah timbulnya penyakit pada ternak. Penyakit ternak yang sering terjadi adalah penyakit parasitik sehingga membutuhkan perhatian khusus untuk menanganinya.

Beberapa jenis arthropoda seperti lalat dan caplak merupakan vektor penyakit yang paling penting pada hewan. Boophilus microplus merupakan ektoparasit yang paling banyak menyerang sapi, rusa, kerbau, kuda, domba, babi, keledai, dan beberapa mamalia liar (Benitez et al. 2012). Caplak ini merupakan dibedakan menjadi dua yaitu dampak langsung dan tidak langsung. Dampak langsung dari infestasi caplak antara lain iritasi, hilang bobot badan, dan kerusakan kulit, sedangkan dampak tidak langsung adalah peran caplak sebagai vektor penyakit dan dapat menyebabkan miasis pada titik gigitan (Benitez et al.

2012; Fernandez-Salas et al. 2012). Oleh karena itu, upaya pengendalian terhadap infestasi ektoparasit tersebut perlu dilakukan. Pengendalian dapat dilakukan dengan penggunaan bahan kimia seperti pestisida. Satu diantara pestisida yang sering digunakan adalah insektisida Sipermetrin.

Sipermetrin merupakan golongan insektisida piretroid sintetis dengan spektrum yang luas dan efek neurotosik yang cepat. Daya kerja insektisida ini sangat cepat untuk membunuh serangga dengan cara memengaruhi sistem syaraf pusat. Insektisida ini memiliki struktur kimia yang serupa dengan Piretrin. Piretrin adalah senyawa yang terkandung dalam bunga Chrysanthemum cinerariaefolium

(13)

2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efikasi insektisida Sipermetrin terhadap larva caplak sapi B. microplus.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat efektifitas insektisida Sipermetrin terhadap caplak sapi B. microplus, sehingga dapat digunakan dalam pengendalian.

TINJAUAN PUSTAKA

Caplak Sapi Boophilus microplus

B. microplus merupakan caplak keras yang termasuk Kelas Arachnida, Famili Ixodidae. Boophilus merupakan subgenus dari genus Rhipicephalus

(Barker dan Murrell 2004). Tubuh caplak keras berbentuk bulat telur dan mempunyai kulit (integumen) yang liat dan mempunyai 4 pasang kaki. Kapitulum terdiri dari sepasang hipostom, sepasang khelisera, dan sepasang pedipalpus. Basis kapitulum caplak ini memiliki batas lateral angular (berbentuk heksagonal). Bagian dorsal caplak ini mempunyai skutum atau perisai yang menutupi seluruh bidang dorsal tubuh pada caplak jantan, sedangkan pada betina skutum hanya menutupi sepertiga bagian tubuh anterior. Oleh karena itu tubuh caplak betina dapat berkembang lebih besar dari pada yang jantan setelah mengisap darah. Matanya baik pada yang jantan maupun betina terletak pada sisi lateral skutum. Caplak jantan dan betina tidak terdapat festoon (Hadi dan Soviana 2010; Walker

et al. 2003).

Berdasarkan jumlah inang yang diperlukan caplak dalam melengkapi satu siklus daur hidupnya dikenal istilah caplak berumah satu, berumah dua dan berumah tiga. B. microplus merupakan caplak berumah satu yang perkembangbiakan stadium larva hingga dewasa terjadi dalam satu induk semang (inang). Stadium kehidupan caplak ini terdiri dari stadium parasitik dan non-parasitik. Stadium parasitik dimulai pada saat larva menempel pada tubuh inang sampai dengan caplak tumbuh dewasa. Caplak dewasa akan mengisap darah inang kemudian setelah kenyang dengan darah maka caplak akan jatuh dari tubuh inang.

(14)

3 Pada stadium non-parasitik dimulai saat caplak dewasa kenyang darah yang jatuh sampai dengan stadium larva generasi berikutnya sebelum menempel pada tubuh inang (Hadi dan Soviana 2010; Walker et al. 2003).

Caplak dewasa setelah kawin akan mengisap darah sampai kenyang, lalu jatuh ke tanah kemudian bertelur. Caplak betina tersebut akan mati setelah bertelur. Larva yang baru menetas segera akan menunggu dan mencari inangnya melalui rumput vegetasi serta dengan bantuan alat olfaktoriusnya. Caplak dapat bertahan terhadap cekaman seperti perubahan fisik misalnya terendam air, kekeringan atau ketiadaan makanan dalam waktu berbulan-bulan (Hadi 2011). Pada musim panas caplak ini dapat bertahan selama 3-4 bulan tanpa makan, sedangkan pada temperatur yang lebih dingin bisa bertahan sampai dengan 6 bulan. Manurung (2002) memaparkan bahwa infestasi caplak pada sapi di Indonesia paling sering terjadi 70% pada akhir musim hujan (April-Mei), diikuti 25% pada musim penghujan (Oktober-Maret), dan 5% pada musim kemarau (Juni- September). Caplak yang tidak mendapat inang akan mati karena kelaparan. Saat berada pada inangnya, ia akan mengisap darah inang hingga kenyang (enggorged) lalu tetap tinggal pada tubuh inang tersebut dan segera berganti kulit (molting) menjadi nimfa. Nimfa pun mengisap darah kembali, setelah kenyang akan molting menjadi caplak dewasa. Satu siklus daur hidup berkisar antara 6 minggu sampai 3 tahun, dan caplak dewasa dapat bertelur sekitar 100-18.000 butir/caplak (Hadi 2011). Akan tetapi, menurut Gunandini (2006) seekor caplak sapi betina dapat menghasilkan telur sebanyak 4400 butir dan akan menetas menjadi larva setelah 14-146 hari.

Caplak Sebagai Vektor Penyakit dan Pengganggu

Caplak adalah arthropoda pengisap darah yang dapat menyerang hewan dan manusia, baik secara langsung dengan aktivitas mengisap dan secara tidak langsung dengan menjadi vektor dari berbagai patogen mulai dari virus sampai dengan parasit protozoa kompleks lainnya (Bastos et al. 2010). Akibat dari aktivitas mengisap darah tersebut, inang yang terserang menjadi anemia dan teriritasi. Garukan yang hebat dapat menimbulkan infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa jenis caplak keras berperan sebagai vektor berbagai penyakit, beberapa jenis caplak ini juga menghasilkan toksin (ixovotoxin) seperti Ixodes holocyclus

dan Dermacentor andersoni yang memengaruhi susunan syaraf pusat dan

neuromuscular junction sehingga menimbulkan kelumpuhan (tick paralysis) (Hadi 2011). Infestasi caplak menyebabkan anemia sebagai salah satu penyebab penurunan produksi susu, dan penampilan reproduksi sapi, penurunan produksi daging, kerusakan kulit, dan sebagai vektor Babesia bovis, Babesia bigemina, dan

(15)

4

Pengendalian Caplak

Upaya pengendalian dilakukan untuk mengurangi dan meniadakan infestasi caplak pada tubuh inang. Banyak hal yang memengaruhi jumlah infestasi caplak pada sapi, satu di antaranya adalah penggembalaan ternak secara bebas di padang rumput, sehingga tindakan preventif harus dilakukan untuk meminimalisir tingkat infestasi. Aplikasi dengan bahan kimia (akarisida) adalah metode paling umum digunakan dalam pengendalian caplak.

Pestisida yang digunakan untuk mengendalikan caplak antara lain adalah Doramectin. Doramectin adalah senyawa lakton makrosiklik alami dan semi alami yang diisolasi dari kapang Streptomyces avermitilis yang ditemukan di Jepang (Praag 2003). Keunggulan insektisida ini memiliki spektrum luas yang dapat mengendalikan ektoparasit dan endoparasit. Doramectin efektif terhadap infestasi caplak B. microplus di Brazil pada konsentrasi 200 mcg/kg dengan nilai reduksi mencapai 94% pada hari ke-12 setelah paparan (Caproni et al. 1998). Ueno et al.

(2012) juga melaporkan di Sao Paolo, Brazil bahwa penggunaan Amitraz 0.25 mg/mL, Deltametrin 0.025 mg/mL, dan Sipermetrin 0.15 mg/mL dalam pengendalian caplak R. microplus dengan metode immersion test secara berurutan menunjukkan nilai reduksi rata-rata sebesar 73.32%, 17.38%, dan 26.61%. Pengendalian infestasi caplak R. microplus di barat daya Amazon, Brazil menggunakan Sipermetrin 0.00015% memiliki nilai reduksi sebesar 48.35-76.84%, dan Moxidectin 0.0001% yang menghasilkan efektifitas tertinggi yaitu dengan nilai reduksi 95.84-100% (Brito et al. 2011). Sementara itu Mendes et al.

(2007) melaporkan B. microplus dari 12 peternakan di wilayah Vale do Paraiba, Sao Paolo, Brazil yang diuji dengan larval packet test (LPT) menunjukkan

established resistence terhadap Piretroid (Sipermetrin: 16.7% sensitif, 8.3% resisten level 1, dan 75% resisten level 2; Deltametrin: 25% sensitif, 33.3% resisten level 2, dan 41.7% resisten level 3) dan emerging resistence terhadap organofosfat (Klorpirifos: 58.3% sensitif, 33.3% resisten level 1, dan 8.4% resisten level 2).

(16)

5 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan September 2013 di Laboratorium Entomologi Kesehatan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Koleksi Caplak Sapi B. microplus

Caplak dewasa kenyang darah yang dikoleksi dari sapi potong di Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi disimpan dalam tabung penyimpanan khusus. Saat koleksi caplak di lapang, dilakukan pengamatan terhadap gejala klinis pada sapi dan cara pemeliharaan sapi oleh peternak. Pencatatan waktu dilakukan saat caplak bertelur sampai dengan menetas menjadi larva. Kondisi kelembaban dan suhu tabung penyimpanan dijaga dengan pemberian kapas basah secukupnya dan menggunakan lampu untuk menghangatkan pada saat sebelum dan setelah caplak tersebut bertelur sampai dengan menetas menjadi larva selama 6-7 hari. Tabung penyimpanan diletakkan di atas genangan air agar terhindar dari gangguan serangga lain.

Teknik Aplikasi Insektisida Sipermetrin

Sipermetrin yang digunakan pada penelitian ini adalah Sipermetrin 40 WP (Maxkiller®). Penelitian ini menggunakan 8 kelompok perlakuan dan 1 kelompok kontrol. Konsentrasi yang digunakan adalah 0.125 gr/L, 0.25 gr/L, 0.5 gr/L, 1 gr/L, 1.5 gr/L, 2 gr/L, 2.5 gr/L, dan 3 gr/L. Sebanyak 20 ekor larva caplak diletakkan pada kain kassa lalu diikat, kemudian dicelupkan pada masing-masing konsentrasi selama satu menit (Adventini 2006). Setelah itu larva caplak diletakkan pada cawan petri. Kelompok kontrol dilakukan dengan cara yang sama tetapi tanpa kontak dengan insektisida. Kematian larva caplak diamati pada 1, 2, 3, 4, 5, 6, 12, 24, dan 48 jam setelah perlakuan. Setiap konsentrasi dilakukan tiga kali pengulangan.

Analisis Data

(17)

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Peternakan Sapi Rakyat Desa Pangumbahan

Desa Pengumbahan adalah satu di antara desa yang berada di Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi. Desa yang berada di Kecamatan Ciracap tersebut merupakan daerah pesisir pantai yang mayoritas warganya bekerja sebagai nelayan. Kegiatan lain yang dilakukan warga adalah beternak sapi potong. Sapi Peranakan Ongole (PO) banyak dipelihara oleh peternak di Kecamatan Ciracap (Gambar 2). Umumnya cara pemeliharaannya secara digembalakan di sawah kering, tegalan atau padang rumput dan kebun kelapa. Sapi tersebut mulai digembalakan pukul 09.00 sampai dengan pukul 17.00 yang kemudian dibawa pulang dan diletakkan pada kandang sederhana. Sapi yang dipelihara banyak terinfestasi caplak. Dari tiga sapi yang diamati dari satu peternak, ketiganya menunjukkan positif terinfestasi caplak. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa caplak yang menginfestasi sapi peternak adalah B. microplus.

Jumlah populasi sapi dan kerbau tertinggi di Kabupaten Sukabumi terdapat di Kecamatan Ciracap dengan jumlah populasi sebanyak 2997 ekor (BPS 2013). Jumlah populasi yang tinggi tersebut dapat berpotensi terserang penyakit ektoparasit pada ternak yaitu infestasi caplak B. microplus. Apabila kasus infestasi caplak ini tidak segera diatasi dapat menyebabkan kerugian ekonomi peternak akibat nilai jual sapi yang menurun. Sapi yang terinfestasi caplak akan menunjukkan gejala klinis yaitu sapi tersebut terlihat kurus dan akan mengalami kegatalan sehingga akan menimbulkan perlukaan akibat sapi yang menggosokkan bagian tubuhnya yang gatal pada permukaan benda yang kasar seperti pada permukaan pohon. Perlukaan tersebut dapat menarik serangga lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi sekunder, serangga tersebut misalnya lalat. Lalat akan bertelur pada luka tersebut dan menetas menjadi larva sehingga terjadi proses belatungan (miasis). Infeksi sekunder juga dapat disebabkan oleh tidak sterilnya permukaan benda yang menjadi media sapi menggosokkan tubuhnya. Perlukaan tersebut lambat laun akan berkembang menjadi keropeng (Gambar 3a). Hal itu dapat memperparah kondisi sapi yang menyebabkan pengobatan yang lebih kompleks. Daerah yang paling banyak terserang adalah pada permukaan kulit gelambir, gumba, dan dekat ambing serta diantara 2 kaki belakang (Gambar 3b, 3c, 3d).

(18)

7

B. microplus adalah caplak berumah satu, yaitu mulai dari stadium larva, nimfa, dan dewasa hidup pada satu ekor hewan. Satu siklus daur hidup berkisar antara 6 minggu sampai 3 tahun, dan caplak dewasa dapat bertelur sekitar 100-18.000 butir/caplak (Hadi 2011). Setiap caplak mengisap darah sapi 0.5 ml dan apabila populasi caplak pada sapi mencapai 6.000-10.000 ekor maka dapat membunuh sapi dewasa (Barnett 1968). Sapi yang terinfestasi caplak ini juga beresiko untuk tertular penyakit akibat caplak yang membawa mikroorganisme patogen satu diantaranya B. bovis. Sapi juga akan mengalami anemia jika infestasi caplak ini terjadi terus menerus dan tidak segera ditangani yang akan memengaruhi penurunan produksi daging.

Gambar 3 a. Keropeng pada kulit sapi akibat infestasi caplak; b. Infestasi caplak daerah gelambir; c. Infestasi caplak daerah gumba; d. Infestasi caplak daerah ambing dan diantara kaki belakang.

Hasil Uji Efikasi terhadap Larva Caplak

Konsentrasi Sipermetrin yang digunakan dalam penelitian ini bervariasi. Hasil yang diperoleh disajikan pada Tabel 1. Persentase kematian di atas 50% terjadi pada 24 jam setelah kontak untuk semua konsentrasi. Persentase rata-rata kematian larva caplak tertinggi tejadi saat pemberian konsentrasi 3 gr/L yang dapat membunuh 100% larva caplak pada 24 jam setelah paparan. Konsentrasi lain memberikan total persentase rata-rata kematian larva caplak lebih rendah. Hal tersebut dapat disebabkan nilai konsentrasi yang lebih rendah memengaruhi daya bunuh insektisida terhadap serangga target. Semakin tinggi konsentrasi akan menghasilkan persentase rata-rata kematian yang lebih tinggi dan membutuhkan waktu yang lebih singkat. Insektisida dikatakan efektif apabila dengan konsentrasi yang rendah mampu menghasilkan persentase rata-rata kematian tidak kurang dari 90% dalam waktu 24 jam pasca kontak (KEMENTAN 2012). Walaupun konsentrasi 3 gr/L memberikan persentase rata-rata kematian yang tinggi, jumlah tersebut terlalu banyak untuk diaplikasikan yang menyebabkan tingginya resiko yang ditimbulkan. Hal ini sesuai dengan Setyolaksono (2013) yang menyatakan bahwa terdapat 5 prinsip yang harus digunakan dalam penggunaan pestisida,

A.

D. C.

(19)

8

antara lain: tepat sasaran; tepat jenis; tepat waktu; tepat konsentrasi; dan tepat cara. Konsentrasi 2 gr/L merupakan konsentrasi terendah yang mampu menghasilkan persentase rata-rata kematian sebesar 91.67% pada 24 jam pasca kontak. Hasil tersebut juga digambarkan dalam grafik (Gambar 4).

Hasil pengolahan data diperoleh nilai LC50 adalah 2.15 gr/L dan nilai LC90

adalah 6.61 gr/L (Lampiran 3). Berdasarkan hal tersebut, Sipermetrin membutuhkan konsentrasi yang cukup tinggi dalam membunuh larva caplak B. microplus. Jika dibandingkan dengan Setiawan (2013) melaporkan bahwa Sipermetrin dengan konsentrasi efektif yang rendah yaitu 0.5 gr/L sudah mampu mengendalikan kutu ayam dengan reduksi mencapai 100% pada 24 jam setelah perlakuan menggunakan metode spray. Faktor lain yang dapat memengaruhi efektivitas suatu insektisida adalah lamanya waktu paparan. Terdapat perbedaan onset insektisida pada setiap aplikasi. Perbedaan tersebut menyebabkan waktu kematian caplak yang berbeda. Semakin lama serangga target terpapar suatu insektisida akan menghasilkan rata-rata kematian yang lebih tinggi. Hasil yang diperoleh menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap lama waktu paparan dan konsentrasi (p<0.05) (Tabel 1 dan 2). Konsentrasi 3 gr/L menghasilkan kematian 100% pada 24 jam pasca kontak, sedangkan konsentrasi lain menunjukkan kematian 100% pada 48 jam.

Nilai lethal time (LT) menunjukkan waktu yang dibutuhkan suatu insektisida mematikan serangga target. Setiap konsentrasi memiliki nilai LT50 dan

LT90 yang bervariasi (Tabel 3). Kecenderungan yang muncul pada pemberian

setiap konsentrasi akan menyebabkan kematian tinggi (100%) pada sampel larva caplak setelah pemberian 48 jam perlakuan (Gambar 4). Semakin tinggi konsentrasi suatu insektisida akan membutuhkan waktu yang lebih singkat dalam mematikan serangga target. Konsentrasi 3 gr/L memiliki nilai LT50 tercepat.

Konsentrasi lain memiliki nilai LT50 yang serupa yaitu berkisar antara 19 sampai

dengan 23 jam. Dari semua konsentrasi yang diuji, konsentrasi 2 gr/L memiliki nilai LT50 sebesar 20.44 jam dan telah mampu memberikan kematian sebesar

91.67% pada 24 jam pasca kontak (Tabel 2 dan 3). Oleh karena itu konsentrasi tersebut memiliki nilai efektivitas yang baik karena mampu mematikan lebih dari 50% populasi larva caplak dengan waktu yang cepat.

Gambar 4 Persentase Kematian Larva Caplak setiap Konsentrasi terhadap Jam ke-

(20)

9

Tabel 1 Persentase Rata-rata Kematian Larva Caplak B. microplus setelah Paparan Sipermetrin mulai jam 1-48

Keterangan : Huruf superscript pada kolom rataan menunjukan pengaruh yang sama pada taraf 5%

Tabel 2 Persentase Kematian Larva Caplak pada 24 Jam Setelah Perlakuan

Konsentrasi (gr/L)

Ulangan Rata-rata

Kematian(%)

1 2 3

Kontrol 0 0 0 0± 0.000

0.125 55 65 60 60a±0.050

0.25 75 85 85 81.67c±0.058

0.5 70 70 65 68.33b±0.029

1 70 70 80 73.33b±0.058

1.5 85 80 85 83.33c±0.029

2 95 90 90 91.67d±0.029

2.5 90 90 95 91.67d±0.029

3 100 100 100 100e±0.000

Keterangan : Huruf superscript pada kolom rataan menunjukan pengaruh yang sama pada taraf 5% Jam

ke-

Konsentrasi (gr/L)

Kontrol 0.125 0.25 0.5 1 1.5 2 2.5 3

1 0± 0.000 0a ± 0.000 8.33a ± 0.029 6.67a ± 0.058 15a ± 0.050 20a ± 0.050 28.33a ± 0.076 6.67a ± 0.029 8.33a ± 0.029

2 0± 0.000 0a ± 0.000 8.33a ± 0.029 8.33a± 0.076 15a ± 0.050 20a ± 0.050 30a ± 0.100 10a ± 0.050 11.67a ± 0.076

3 0± 0.000 1.67a ± 0.029 8.33a ± 0.029 8.33a ± 0.076 15a ± 0.050 20a ± 0.050 30a ± 0.100 11.67a ± 0.029 15a ± 0.050

4 0± 0.000 3.33b ± 0.029 8.33b ± 0.029 8.33b ± 0.076 18.33b ± 0.029 26.67b ± 0.029 30b ± 0.100 21.67b ± 0.029 38.33b ± 0.029

5 0± 0.000 3.33b ± 0.029 10b ± 0.050 10b ± 0.050 18.33b ± 0.029 26.67b ± 0.029 31.67b ± 0.076 21.67b ± 0.029 38.33b ± 0.029

6 0± 0.000 10c ± 0.000 18.33c ± 0.029 10c ± 0.050 21.67c ± 0.029 28.33c ± 0.029 35c ± 0.050 26.67c ± 0.029 41.67c ± 0.029

12 0± 0.000 31.67d ± 0.029 46.67d ± 0.029 40d ± 0.132 51.67d ± 0.058 55d ± 0.087 66.67d ± 0.029 65d ± 0.050 88.33d ± 0.076

24 0± 0.000 60e ± 0.050 81.67e ± 0.058 68.33e ± 0.029 73.33e ± 0.058 83.33e ± 0.029 91.67e ± 0.029 91.67e ± 0.029 100e ± 0.000

(21)

10

Sipermetrin adalah golongan piretroid sintetis yang termasuk dalam insektisida generasi ke-empat. Kerja insektisida ini lebih spesifik sebagai racun kontak dan racun perut (Wirawan 2006). Racun kontak bekerja secara langsung dengan menembus kutikula, trachea, dan kelenjar sensoris serangga. Racun perut bekerja ketika insektisida tertelan dan melalui saluran pencernaan serangga. Penggunaan Sipermetrin sangat populer karena efektivitasnya dan murah harganya (Wirawan 2006). Sebagai insektisida golongan piretroid sintetis, Sipermetrin memiliki efek sebagai racun kontak yang sangat kuat. Insektisida ini merupakan racun yang memengaruhi saraf serangga (racun saraf) dengan berbagai macam cara kerja pada susunan saraf sentral (Djojosumarto 2008). Wirawan (2006) menyatakan karakteristik utama dari insektisida Sipermetrin yaitu: onset yang cepat; dosis yang dibutuhkan relatif rendah, bertindak sebagai repelen; tidak berbau; mudah larut dalam air; dan toksisitas pada mamalia rendah serta sangat toksik pada ikan.

Beberapa penelitian menunjukkan perbedaan konsentrasi efektif Sipermetrin terhadap caplak sapi. Di Tanzania, Petro et al. (2012) menjelaskan bahwa R. appendiculatus sensitif dengan insektisida ini pada konsentrasi 0.0027%. Insektisida ini juga mampu mengurangi daya tetas telur B. microplus yang berusia 10 hari mencapai 100% dengan konsentrasi 0.1% AI (Active Ingredient) (Davey 1995). Sharma et al. (2012) mendapatkan konsentrasi efektif terhadap caplak tersebut sebesar 242.4 ppm (LC50) dan 350.7 ppm (LC95). Al-Ramahi (2011)

melaporkan bahwa konsentrasi 0.015% sebagai konsentrasi efektif dalam mengatasi kasus infestasi caplak pada sapi di Provinsi Al-Najaf, Iraq. Selain itu, Abdullah et al. (2013) melaporkan terdapat variasi konsentrasi efektif (LC50)

Sipermetrin (Tick-out® 10%) dari beberapa lokasi di India utara, konsentrasi tersebut berkisar 0.0007% - 0.0345%. Perbedaan konsentrasi tersebut dapat dipengaruhi berbagai faktor, di antaranya terdapat perbedaan suhu dan kelembaban pada setiap wilayah.

Tabel 3 Nilai LT50 dan LT90 Setiap Konsentrasi

Konsentrasi (gr/L) LT50 LT90

(22)

11 SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis caplak yang umum ditemukan pada sapi yang terdapat di Desa Pangumbahan Kecamatan Ciracap Kabupaten Sukabumi adalah satu jenis yaitu B. microplus. Konsentrasi efektif Sipermetrin adalah 2 gr/L yang menghasilkan persentase rata-rata kematian untuk larva caplak (B. microplus) sebesar 91.67% pada 24 jam pasca kontak.

Saran

(23)

12

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Populasi Sapi Potong Menurut Provinsi: Buffalo Population by Province. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah Sapi dan kerbau Bedasarkan Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 dan Sensus Pertanian 2013 Menurut Kecamatan (ekor). Sukabumi (ID): Badan Pusat Statistik.

[KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2012. Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Rumah Tangga dan Pengendalian Vektor. Jakarta (ID): Direktorat Pupuk dan Pestisida, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementerian Pertanian RI.

Abdullah S, Yadav CL, Vatsya S. 2013. Comparative efficacy of two synthetic pyrethroids against Rhipicephalus (Boophilus) microplus. Acarina. 21(1): 84-87.

Adventini M. 2006. Beberapa aspek biologi caplak anjing (Rhipicephalus sanguineus) dan pengaruh pestisida sumilarv® 0.5G terhadap larva caplak [skripsi]. Bogor (ID): FKH IPB.

Al-Ramahi HM. 2011. Study of acariasis in cattle and ticks resistance against cypermethrin in Al-Najaf province. Iraq (IR): College of Veterinary Medicine, University of Babylon.

Barker SC, Murrell. 2004. Systematics and evolution of ticks with a list of valid genus and species name. Australia (AUS): Department of Microbiology and Parasitology, and Institute of Molecular Biosciences, University of Queensland.

Barnett SF. 1968. The Control of Ticks on Livestock. Di dalam Manurung J. Studi prevalensi infeksi caplak sapi di Kecamatan Ciracap dan Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dan cara-cara peternak menaggulanginya.

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Balai Penelitian Veteriner.

Bastos RG, Ueti MW, Knowels DP, Scoles GA. 2010. The Rhipicephalus

(Boophilus) microplus Bm86 gene plays a critical role in the fitness of ticks fed on cattle during acute Babesia bovis infections. Parasites & Vectors. 3:111.

Bellgard MI, Paula MM, Felix DG, David S, Manuel RV, Daniel GP, Scot ED, Roberto B, Adam H, Robert JM, Ala ELT. 2012. Cattletickbase: an integrated internet-based bioinformatics resource for Rhipicephalus

(Boophilus) microplus. Int J Parasitology. 42:161-169.

Benitez D, Bibiana C, Monica FC.2012. Rhipicephalus (Boophilus) microplus

ticks can complete their life cycle on the water buffalo (Bubalus bubalis). J Buffalo Sci. 1:693-705.

Brito LG, Barbieri FS, Rocha RB, Oliveira MCS, Ribeiro ES. 2011. Evaluation of the efficacy of acaricides used to control the cattle tick, Rhipicephalus microplus, in dairy herds raised in the Brazilian southwestern amazon.

(24)

13 Caproni LJr, Umehara O, Moro E, Goncalves LCB. 1998. Field efficacy of doramectin and ivermectin against natural infestation of the cattle tick

Boophilus microplus. Brazil. J. Vet. Parasitol. 7(2): 151-155.

Couvillon CE, Pote LMW, Siefker C, Logan NB. 1996. Efficacy of doramectin for treatment of experimentally induced infection gastrointestinal nematodes incalves. AJVR. 58(3): 282-285.

Davey RB. 1995. Efficacy of topically applied pyrethroids against eggs of

Boophilus microplus (Canestrini) (Acari; Ixodidae). J. Agric. Entomol. 12(1): 67-73.

Djojosumarto P. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Fernandez-Ruvalcaba M, Pena-Cora G, Romo-Martinez A, Hernandez-Velazquez V, Alejandra BP, Diego PR. 2010. Evaluation of Bacillus thuringiensis

pathogenicity for a strain of the tick, Rhipicephalus microplus, resistant to chemical pesticides. J Insect Sci. 10: 186.

Fernandez-Salas A, Rodriguez-Vivas RI, Alonso-Diaz MA. 2012. Resistance of

Rhipicephalus microplus to amitraz and cypermethrin in tropical cattle farms in Veracrus, Mexico. J. Parasitol. 98(5): 1010-1014.

Gunandini DJ. 2006. Caplak dan Sengkenit. Di dalam Hadi UK dan Sigit SH, editor. Hama Permukiman Indonesia: Pengenalan , Biologi, dan Pengendalian. Bogor (ID): Unit Kajian Pengendalian Hama Permukiman (UKPHP) FKH IPB.

Hadi UK. 2011. Bioekologi berbagai jenis serangga pengganggu pada hewan ternak di Indonesia dan pengendaliannya. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut pertanian Bogor [Internet]. [diunduh 2013 Juli 20]. Tersedia pada: http://upikke.staff.ipb.ac.id/files/2011/03/Bioekologi-Berbagai-Jenis-Serangga-Pengganggu-Peternakan-di-Indonesia-dan-Pengendaliannya.pdf. Hadi UK, Sigit SH. 2006. Hama Pemukiman Indonesia: Pengenalan , Biologi,

dan Pengendalian. Bogor (ID): FKH IPB

Hadi UK, Soviana S. 2010. Ektoparasit : Pengenalan, Identifikasi, dan

Manurung J, Beriajaya. 2002. Efikasi ekstrak tanaman tembakau, srikaya, dan mimba terhadap caplak Boophilus microplus secara in vitro. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Balai Penelitian Veteriner.

Manurung J. 2002 Studi prevalensi infeksi caplak sapi di Kecamatan Ciracap dan Kecamatan Surade Kabupaten Sukabumi Jawa Barat dan cara-cara peternak menaggulanginya. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor (ID): Balai Penelitian Veteriner.

Mendes MC, Pereira JR, Prado AP. 2007. Sensitivity of Boophilus microplus (acari: ixodidae) to pyrethroids and organophosphate in farms in the vale do paraiba region, sao paulo, brazil. Arq. Inst. Biol. 74(2): 81-85.

(25)

14

ticks in Tanzania. Journal of Biology, Agriculture and Healthcare. 2(11): 98-104.

Praag EV. 2003. Ivermectin [Internet]. [diunduh 2013 November 27]. Tersedia pada: http: // www. Medirabbit. Com. /drugs/ ivermectin.htm.

Setiawan YY. 2013. Efektifitas sipermetrin terhadap kutu Menopon gallinae dengan metode penyemprotan pada ayam petelur [skripsi]. Bogor(ID): FKH IPB.

Setyolaksono MP. 2013. Mengatasi resistensi hama terhadap pestisdia [internet]. [diunduh 2013 September 11]. Tesedia pada: http:// ditjenbun.deptan.go.id/bbpptpambon/berita-251-mengatasi-resistensi-hama-terhadap-pestisida-.html.

Sharma AK, Kumar R, Kumar S, Nagar G, sigh NK, Rawat SS, Dhakad ML, Rawat AKS, Ray dd, Ghosh S. 2012. Deltamethrin and cypermethtin resistance status of Rhipicephalus (Boophilus) microplus collected from six agro-climatic regions of India. Veterinary Parasitology. 188: 337-345. Ueno THE, Mendes EEB, Pomaro SHK, Lima CKP, Gulloux AGA, Mendes MC.

2012. Sensitivity profile of Rhiphicephalus (Boophilus) microplus ticks of diary cattle to acaricides in small farms in the northwestern Sao Paulo state, Brazil. Arq. Inst. Biol. 79(2): 177-183.

Walker AR, Bouattour A, Camicas JL, Estrada-Pena A, Horak IG, Latif AA, Pegram RG, Preston PM. 2003. Ticks of Domestic Animals in Africa: a Guide to Identification of Species. United Kingdom (UK): Bioscience Reports, Edinburgh Scotland.

(26)
(27)
(28)

17

Lampiran 2 Analisa Ragam Faktor Dosis, Jam ke-, dan kombinasinya

Faktor F P-value

Dosis 100.484 0.000a

Jam ke- 1.065x103 0.000a

Dosis*Jam ke- 5.564 0.000a

(29)

18

0.45 1.712 0.82 2.332

0.5 2.149 1.376 2.735

0.55 2.586 1.909 3.162

0.6 3.031 2.42 3.627

0.65 3.49 2.911 4.144

0.7 3.974 3.392 4.726

0.75 4.496 3.876 5.389

0.8 5.077 4.386 6.156

0.85 5.755 4.957 7.073

0.9 6.608 5.653 8.249

0.91 6.814 5.819 8.536

0.92 7.038 5.999 8.848

0.93 7.284 6.196 9.191

0.94 7.559 6.414 9.576

0.95 7.872 6.663 10.015

0.96 8.24 6.954 10.533

0.97 8.693 7.311 11.17

0.98 9.295 7.783 12.02

(30)

19

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kabupaten Wonogiri Jawa Tengah pada tanggal 03 Maret 1991. Penulis merupakan anak semata wayang dari ayah yang bernama Wahyu Nugroho dan ibu bernama Sri Asih Rohmani. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Anyelir 1 Depok pada tahun 1997 dan lulus pada 2003. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 10 Depok dan tamat pada tahun 2006. Kemudian penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2009 di SMA Negeri 1 Depok.

Gambar

Gambar 3  a. Keropeng pada kulit sapi akibat infestasi caplak; b. Infestasi caplak daerah
Gambar 4 Persentase Kematian Larva Caplak setiap Konsentrasi terhadap Jam ke-
Tabel 1 Persentase Rata-rata Kematian Larva Caplak B. microplus setelah Paparan Sipermetrin mulai jam 1-48

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil observasi menunjukkan bahwa proses pembelajaran fisika masih dominan dengan metode konvensional, Metode pembelajaran seperti ini menyebabkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana cara bidang kewirausahaan ikatan pelajar Muhammadiyah mampu mengajarkan serta meningkatkan jiwa kewirausahaan yang

Sebuah Disertasi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Doktor Pendidikan (Dr.) pada Sekolah Pasca Sarjana. © Heny Djoehaeni

Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Propinsi Jawa Timur Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama Propinsi Jawa Timur. a) Kepala Dinas Sosial Propinsi Jawa Timur b) Kepala

[r]

Bakteri yang digunakan yakni Bacillus licheniformis menghasilkan enzim khitinase dan enzim protease dengan sifat deproteinasi dimana enzim tersebut mendegradasi

Setelah mempelajari bab ini siswa diharapkan dapat menjelaskan pengertian beriman kepada hari akhir, menyebutkan ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan hari akhir dan menceritakan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di perairan wilayah Morosari Desa Bedono Kecamatan Sayung, Demak telah teridentifikasi sebanyak 39 jenis makrozoobenthos