Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
INDEKS PERSEPSI KORUPSI HANYA ‘PUNCAK GUNUNG ES’
viva.co.id
Indeks Persepsi Korupsi (IPK)i atau Corruption Perception Index (CPI) tahun 2012, yang dirilis Transparency International Indonesia (TII) menunjukkan negeri ini masih belum lepas
dari budaya korupsi yang sudah mendarah daging. Hal tersebut terlihat dari IPK Indonesia yang
turun dari peringkat 110 menjadi 118 tahun ini. Peringkat IPK Indonesia juga masih kalah
dengan Timor Leste.
Secara regional, Indonesia tidak mengalami banyak perubahan. Masih ada di jajaran
bawah apabila dibandingkan skor CPI (IPK) tiap negara di Asia Tenggara. Skor 32 ini
menunjukkan bahwa Indonesia masih belum keluar dari situasi korupsi yang mengakar.
Peringkat Indonesia sejajar posisinya dengan Republik Dominika, Ekuador, Mesir, dan
Madagaskar. Secara regional, Indonesia masih kalah dengan Singapura (skor IPK 87), Brunei
Darussalam (55), Malaysia (49), Thailand (37), Filipina (34), dan Timor Leste (33).
Jika dilihat secara global, lima negara dengan skor tertinggi adalah Denmark (90),
Finlandia (90), Selandia Baru (90), Swedia (88), dan Singapura (87). Sementara lima negara
dengan skor terbawah yakni Somalia (8), Korea Utara (8), Afghanistan (8), Sudan (13), dan
Myanmar (15).
Meski telah menjadi rujukan untuk penelitian mengenai korupsi, ternyata CPI dianggap
tidak menunjukkan kondisi yang sebenarnya. Monica Tanuhandaru, Koordinator Program Anti
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Pernyataan Monica Tanuhandaru dilandasi pendapat tentang apa yang ada di masyarakat.
Menurutnya, hampir sebagian besar masyarakat Indonesia menganggap bahwa biaya “ekstra”
untuk pelayanan publik, seperti pembuatan akte kelahiran, perizinan, dan lainnya, adalah hal
biasa. Jadi, masyarakat tidak menganggap hal ini sebagai korupsi.
Monica Tanuhandaru lebih jauh menggarisbawahi hasil dari survei yang menyatakan,
sebagian responden menganggap upaya penyuapan, pemerasan, dan nepostime adalah wajar.
Meski mereka tidak mendukung upaya tersebut.
Berbeda dengan Monica Tanuhandaru, Amien Sunaryadi, mantan Wakil Ketua KPK
Periode 2003-2007, justru berkata bahwa CPI yang dihasilkan oleh Transparency International
sudah akurat dan menunjukkan kondisi sebenarnya. Hanya saja, Amien menjelaskan bahwa ada
bias dalam mengartikan korupsi di Indonesia.
“Dari sudut pandang internasional, korupsi biasanya berarti memberi dan menerima suap
[bribery-red]. Namun di Indonesia, korupsi lebih erat kaitannya dengan perbuatan yang
merugikan keuangan negara,” ujar Amien Sunaryadi.
Sebagai contoh, Amien Sunaryadi menyebutkan, jika pejabat publik atau penegak hukum
ditanyakan mengenai apa itu korupsi, mereka akan merujuk pada pengertian korupsi dalam UU
Korupsi, yaitu merugikan keuangan negara. “Padahal kenyataannya, yang terjadi di lapangan
justru lebih banyak kasus bribery dan extortion [pemerasan-red],” lanjut Amien Sunaryadi.
Amien Sunaryadi mengambil contoh riset yang dibuat oleh Kejaksaan Agung di tahun
2010. Berdasarkan riset ini, lanjut Amien Sunaryadi, Kejagung memproses 1.600 kasus korupsi,
dimana 80 persen terkait kerugian negara. Sisanya terkait penyuapan dan pemerasan. “Riset
Kejagung ini membuktikan bahwa jika ada penyuapan, masyarakat belum tentu melihatnya
sebagai korupsi,” pungkas Amien Sunaryadi.
Sumber:
hukumonline.com, 24 April 2013.
Seksi Informasi Hukum – Ditama Binbangkum
Catatan:
Berdasarkan Buku Panduan untuk Memahami Tindak Pidana Korupsi yang diterbitkan
oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, definisi korupsi telah dijelaskan dalam 13 Pasal dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Berdasarkan pasal-pasal tersebut, korupsi dirumuskan ke dalam tiga puluh bentuk/jenis tindak
pidana korupsi. Ketigapuluh bentuk/jenis tindak pidana korupsi tersebut pada dasarnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Kerugian keuangan negara;
2. Suap-menyuap;
3. Penggelapan dalam jabatan;
4. Pemerasan;
5. Perbuatan curang;
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan;
7. Gratifikasi.
i IPK adalah sebuah instrumen pengukuran tingkat korupsi kota-kota di seluruh Indonesia yang dikembangkan oleh
Transparency International Indonesia. IPK Indonesia merupakan hasil survei kuantitatif terhadap pelaku bisnis.
Rentang indeks IPK Indonesia adalah 0 sampai dengan 10, 0 berarti dipersepsikan sangat korup, 10 sangat bersih.
ii UNODC adalah sebuah kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dibentuk pada tahun 1997 sebagai kantor yang