BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode campuran.
Penelitian metode campuran adalah penelitian yang melibatkan penggunaan
dua metode, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif dalam studi tunggal (satu
penelitian). Penggunaan dua metode ini dipandang lebih memberikan pemahaman yang
lebih lengkap tentang masalah penelitian daripada penggunaan salah satu di antaranya.
Penelitian metode campuran merupakan pendekatan penelitian yang mengombinasikan
atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini
melibatkan asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan
kuantitatif, serta pencampuran (mixing) kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian. Pendekatan ini lebih kompleks dari sekadar mengumpulkan dan menganalisis
dua jenis data; tetapi juga melibatkan fungsi dari dua pendekatan penelitian tersebut
secara kolektif sehingga kekuatan penelitian ini secara keseluruhan lebih besar daripada
penelitian kualitatif dan kuantitatif.
Di dalam penelitian campuran, penting kiranya mempertimbangkan terlebih
dahulu sejumlah aspek penting dalam merancang prosedur-prosedur untuk penelitian.
(Creswell:2003), menjelaskan ada beberapa aspek prosedur dalam penelitian metode
1. Timing (waktu)
Peneliti harus mempertimbangkan waktu dalam mengumpulkan data kualitatif dan
kuantitatif. Apakah data akan dikumpulkan secara bertahap (sekuensial) atau
dikumpulkan sekaligus dalam satu waktu (konkuren).
2. Weigthing (bobot)
Bobot dalam penelitian metode campuran ini perlu diprioritaskan, karena bobot itu
bisa saja seimbang dan bisa juga lebih berat ke satu metode daripada metode
lainnya
3. Mixing (pencampuran)
Mencampurkan data, dalam pengertian lebih luas mencampur rumusan masalah,
filosofi, dan interpretasi penelitian. Mencampurkannya bukanlah pekerjaan yang
mudah mengingat data kualitatif terdiri dari teks-teks dan gambar-gambar,
sedangkan data kuantitatif terdiri dari angka-angka.
4. Teorizing (teorisasi)
Dalam prosedur metode campuran, perspektif teoretis yang akan menjadi landasan
bagi keseluruhan proses atau tahap penelitian.
3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2016
3.3. Narasumber (Key Informant)
Tabel. 3.1 Data dan sumber penelitian
3.4.Instrumen Penelitian
1. Hardware
a. Komputer
1) Model : Acer Aspire 4736
2) Processor : Core 3 CPU T6500 @ 2.10GHz (2 CPUs)
3) Memory : 3000MB RAM
4) VGA : Internal 64 MB
2. Software
a. Arc View GIS
3. Operating Sistem : Windows 7 Ultimate 32 – bit ( 6,1, Build 7601)
4. Lain-lain
a. Rekap data bencana dalam waktu 5 tahun terakhir yaitu 2010 – 2015
b. Kamera/Alat perekam suara
3.5. Kerangka Berfikir
BENCANA TANAH LONGSOR DI KABUPATEN SIMALUNGUN
Pemicu Gerakan tanah 1. Curah hujan (mm/tahun) 2. Tutupan lahan
faktor – faktor pengontrol: 1. Geomorfologi penyebab,mendistribusikan lokasi dan untuk mengetahui kebijakan tentang penataan ruang
pada daerah rawan tanah longsor
Analisis kebijakan Orientasi pada pemetaan wilayah di
3.6.Definisi konsep
Konsep adalah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak
kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu
sosial. Dari uraian diatas digunakan konsep pemikiran untuk mempersempit
perhatian yang akan diteliti. Maka definisi konsep, sebagai berikut:
1. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah: “Wadah yang meliputi ruang darat,
ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan
memelihara kelangsungan hidupnya”.
2. Menurut Adisasmita (2005), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan
mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka
usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup manusia.
3. Oldeman (1994), menyatakan lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur
tangan manusia secara langsung, yaitu: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, eksploitasi berlebihan, dan aktivitas industri dan bioindustri. Sejalan dengan
pendapat sebelumnya, Lal (1986), mengemukakan bahwa faktor penyebab tanah
terdegradasi dan rendahnya produktivitas, antara lain: deforestasi, mekanisasi dalam usahatani, kebakaran, penggunaan bahan kimia pertanian, dan penanaman
secara monokultur
4. Menurut Pusat vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Tanah longsor adalah
rombakan, tanah atau mineral campuran yang bergerak ke bawah atau ke luar
lereng
5. Faktor penyebab tanah longsor secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi,
penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan, dan kegempaan. Selain
faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi
suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng, pemotongan
lereng, dan penambangan.
6. Istilah bahaya atau hazard mempunyai pengertian kemungkinan terjadinya bahaya
dalam suatu periode tertentu pada suatu daerah yang berpotensi terjadinya bahaya
tersebut. Bahaya berubah menjadi bencana apabila telah mengakibatkan korban
jiwa, kehilangan atau kerusakan harta dan kerusakan lingkungan (Sutikno, 1997).
Quarantelli (1998) diacu dalam Smith (2001), memberikan pengertian bencana
sebagai suatu kejadian aktual, lebih dari suatu ancaman yang potensial atau
diistilahkan sebagai realisasi dari bahaya.
3.7.Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan dri pada penelitian ialah mendapatkan data. Tanpa mengetahui
teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar data yang ditentukan. Ada beberapa teknik pengumpulan data, diantaranya:
1. Observasi
2. Dokumentasi
3.7.1 Observasi (Pengamatan)
Nasution (1988:118), yaitu, peneliti melakukan pengamatan guna memperoleh
data yang dibutuhkan sebagai bahan penelitian.Baik dalam data primer dan sekunder
pada penelitian.
3.7.2 Dokumentasi
Yaitu, pengambilan data data baik dalam bentuk dokumen tertulis ataupun tidak
tertulis yang ada dalam data primer dan sekunder.
1. Data Primer
Yakni pengumpulan data yang dilakukan secara langsung terhadap objek penelitian
atau objek yang diteliti. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara
yaitu mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan berhadapan langsung dengan
informan atau narasumber.
2. Data Sekunder
Yakni pengumpulan data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti yang
diperoleh dari buku dan referensi serta naskah lainnya. Data yang diperoleh
merupakan data sekunder dan digunakan sebagai data pendukung dalam
menganalisa data.
3.8 Metode Analisis Data
3.8.1 Analisis (SWOT)
Setelah pengisian data primer dan sekunder, maka akan didapatkan persepsi ahli
atas faktor faktor internal dan eksternal yang ada di lingkungan pemerintah daerah
Kabupaten Simalungun, sehingga kemudian akan didapatkan tabel indikator
faktor-faktor internal dan eksternal, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi
unsur-unsur yang dikategorikan sebagai kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan dan peluang (opportunity) yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Simalungun.
Tabel 3.2 Indikator faktor Dalam SWOT
Penilaian Terhadap Indikator-Indikator Faktor Internal dan Eksternal Faktor internal
Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 dst
Faktor eksternal Faktor 1
Faktor 2 Faktor 3 dst Sumber : Soesilo (2002)
3.8.2 Tumpang Tindih(Overlay)
Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa data campuran,
dengan mengelola data primer dan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui
pengumpulan data kemudian akan diinterprestasikan sesuai dengan tujuan penelitian
yang telah dirumuskan. Datanya disajikan berdasarkan fakta yang saling berkaitan yang
dapat di ambil, sehingga memberi gambaran yang jelas tentang implementasi
kebijaksanaan pelaksanaan otonomi daerah, kemudian apa yang tejadi untuk menarik
kesimpulan. Menurut Bogdan (2010 : 244), analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan diinformasikan kepada
orang lain. Teknik analisis data yang digunakan dalam pembuatan penelitian ini adalah
menggunakan teknik overlay (Tumpang Tindih) peta. Proses overlay sendiri dibagi kedalam 3 tahap. Pertama peta tematik dari data curah hujan dan kemiringan lereng.
Gambar 3.2 Bagan pembuatan peta rawan longsor
3.9 Pembobotan Parameter
Tabel. 3.3 Kriteria Penilaian Curah Hujan
No Besar Curah Hujan
(mm/tahun) Kategori Harkat
1 Sumber : Taufik, dkk (2008) dan modifikasi penulis (2016)
Tabel. 3.4 Kriteria Penilaian Kemiringan Lereng
No Kemiringan lereng % kategori Harkat
1 Sumber : SK Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/UM/1980
Tabel. 3.5 Vegetasi dan Pemanfaatan Lahan
Tidak peka terhadap erosi Kurang peka terhadap erosi
Agak peka terhadap erosi Peka terhadap erosi Sangat peka terhadap erosi
1
Tabel. 3.6 Kepadatan Penduduk
No Jumlah Kepadatan
penduduk/km²
Anak cabang sungai induk Cabang sungai induk Sungai induk / Bottle neck Pasang laut
3.9.1 Tanah Longsor
Tabel. 3.8 Skoring variabel kerawanan bencana tanah longsor
1 Curah hujan (tahun) 1001-1500mm
sungai ( perbendungan oleh percabangan sungai)
Tidak ada
Anak cabang sungai induk Cabang sungai induk
Sungai induk / Bottle neck Pasang air laut
Tabel. 3.9 Parameter dan nilai bobot
Parameter Nilai Bobot
Curah Hujan 35% 35/120×100 =29,167%
Kepadatan penduduk 20% 20/120×100 =16,667%
Kemiringan lereng 25% 25/120×100 =20,833%
Penggunaan Lahan 20% 20/120×100 =16,667%
Das dan Sub Das 20% 20/120×100 =16,667%
Total 120% 100%
Sumber : Direktorat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) dan modifikasi penuli,2016
Sumber : Direktorat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) dan modifikasi penulis,2016
Tabel. 3. 10 Perhitungan skor komulatif dan pengklasifikasian bencana
No Skor Komulatif Klasifikasi Bencana
1 ≤2,5 Kurang Rawan
2 ≥ 2,6−≤3,6 Rawan
3 ≥3,7 Sangat Rawan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Simalungun
4.1.1.1Letak Geografis Kabupaten Simalungun
Kabupaten Simalungun letaknya diapit oleh 8 kabupaten yaitu Kabupaten
Serdang Bedagai, Deli Serdang, Karo, Tobasa, Samosir, Asahan, Batu Bara, dan Kota
Pematangsiantar. Letak astronomisnya antara 02°36'- 03°18' Lintang Utara dan 98°32'
99°35' Bujur Timur dengan luas 4.372,50 km² berada pada ketinggian yang
beragam dari 0-50 meter diatas permukaan laut hingga di ketinggian lebih dari
1.500 meter dengan kemiringan 0-2% seluas 236.176 ha, kemiringan lebih dari
40% seluas 27.845Ha, selebihnya di kemiringan 2-40% atau 75 persen lahannya
berada pada kemiringan 0-15%.
Kabupaten Simalungun merupakan Kabupaten terluas ke-3 setelah Kabupaten
Madina dan Kabupaten Langkat di Sumatera Utara dengan memiliki letak yang cukup
strategis serta berada di kawasan wisata Danau Toba-Parapat. Kecamatan terluas adalah
Kecamatan Hatonduhan sedangkan terkecil adalah kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi
dengan rata rata jarak tempuh ke ibukota Kabupaten 51,42 km dimana jarak
Kecamatan
Sub regency
Luas wilayah
Total Area Jumlah penduduk Number of Population 4.1.1.2 Kepadatan Penduduk tahun 2014-2015
Penduduk Simalungun pertengahan tahun 2014 sebesar 844.033 jiwa
Penduduk Simalungun tersebar di 31 kecamatan dimana penduduk terbesar di
Kecamatan Bandar 67.376 jiwa (7,98%), disusul oleh Kecamatan Siantar 65.335 jiwa
(7,74%) dan Kecamatan Tanah Jawa 47.361 jiwa (5,61%).
Tabel 4.1 Luas kecamatan dan Kepadatan penduduk tahun 2015
Silimakuta 74,16 1,70 15 114 1,79 203.80
4.1.1.3 Jarak Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan
Tabel 4. 2 Jarak Ibukota Kabupaten dengan ibukota Kecamatan
Kecamatan jarak (km²)
1 2
Raya - Silimakuta 34
Raya - Pamatang Silimahuta 39
Raya - P u r b a 19
Raya - Haranggaol Horison 30
Raya - Dolok Pardamean 35
Raya - Sidamanik 47
Raya - Pamatang Sidamanik 42
Raya - Girsang Sipangan Bolon 74
Raya - Tanah Jawa 51
Raya - Hatonduhan 59
Raya - Dolok Panribuan 45
Raya - Jorlang Hataran 40
Raya - P a n e i 18
Raya - Panombeian Panei 20
Raya - R a y a 0
Raya - Dolok Silou 54
Raya - Silou Kahean 127
Raya - Raya Kahean 30
Raya - Dolok Batu Nanggar 42
Raya - Tapian Dolok 56
Raya - S i a n t a r 30
Raya - Gunung Malela 46
Raya - Gunung Maligas 51
Raya - Hutabayu Raja 66
Raya - Jawa Maraja Bah Jambi 55
Raya - Pamatang Bandar 67
Raya - Bandar Huluan 60
Raya - B a n d a r 71
Raya - Bandar Masilam 87
Raya - Bosar Maligas 86
Raya - Ujung Padang 113
Jarak Ibukota Kecamatan terjauh ialah Kecamatan Silou Kahean dengan jarak
127 km² sedangkan jarak Ibukota Kecamatan terdekat ialah Kecamatan Raya Sendiri,
dikarenakan Ibukota Kabupaten terletak di Raya.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi bencana tanah longsor di Kabupaten
Simalungun
1. Curah Hujan
Kabupaten Simalungun memiliki tingkat dan intensitas hujan yang cukup tinggi
yang hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pemicu tanah longsor.
Ditahun 2014 -2015 intensitas Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu
560 mm dan 115 mm pada bulan juni.
Tabel. 4.3 Data curah hujan
Bulan/Month Curah Hujan
Rainfall (mm)
Hari Hujan Rainy day
( hari)
Terpanjang tidak Hujan Longest no
rain ( hari) 1 2 3 4
Januari
480 20 3
Pebruari 367 18 5
Maret 208 10 9
April 386 17 4
Mei 246 13 5
Juni 115 8 17
Juli 133 10 6
Agustus 235 13 6
September 221 12 7
Oktober 427 23 2
November 392 16 4
Rata-rata 314 15 -
Minimum 115 8 2
Maksimum 560 23 17
Sumber/ Source : Badan Meteorologi dan Geofisika Statiun Pusat Penelitian Marihat (MRS) Pematangsiantar/ Meteorology and Geophysics Agency Marihat (MRS) Pematangsiantar
Berdasarkan data- data yang dapat di rangkum oleh penulis ada beberapa bulan
yang cukup tinggi intensitasnya terjadi pada data 2014-2015 yang dapat menjadi salah
satu faktor penyebab terjadinya bencana tanah longsor di Kabupaten Simalungun
diantaranya :
a. Januari dengan curah hujan 480 mm, hari hujan 20 hari dan terpanjang hujan 3 hari
b. Oktober dengan curah hujan 427 mm, hari hujan 23 hari dan terpanjang hujan 2 hari
c. November dengan curah hujan 392 mm, hari hujan 16 hari dan terpanjang hujan 4
hari
d. Desember dengan curah hujan 560 mm, hari hujan 14 hari dan terpanjang hujan 4
hari
Dengan rata-rata curah hujan 314 mm/ tahun dan besaran maksimum curah
hujan sebesar 560 mm dan besar minimum 115 mm.
Tabel. 4.4. Distribusi Kerawanan Tanah Longsor Berdasarkan curah hujan di wilayah administrasi Kabupaten Simalungun tahun 2015
No Kelas intensitas
curah hujan Kecamatan
Curah hujan mm Tingkat
intensitas 1 Sangat rendah Pematang Silimahuta 1001-1500 Sangat
rendah 1001-1500 mm
2 Rendah Silimakuta 1501-2000 Rendah
Haranggaol horison 1501-2000
Bandar 1501-2000
Bandar Masilam 1501-2000 Dolok Batu Nanggar 1501-2000
3 Sedang Silau Kahean 2001-2500 Sedang
2001-2500 Dolok Silau 2001-2500
Tapian Dolok 2001-2500 Gunung Maligas 2001-2500 Gunung Malela 2001-2500 Huta Bayu Raja 2001-2500 Jawa Maraja Bah Jambi 2001-2500 Ujung Padang 2001-2500 Bosar Maligas 2001-2500 Bandar Huluan 2001-2500 Pamatang Bandar 2001-2500
4 Menengah Raya Kahean 2501-3000 Menengah
2501-3000 mm Raya 2501-3000
Dolok Panribuan 2501-3000 Pamatang Sidamanik 2501-3000
Sidamanik 2501-3000
Girsang Sipangan Bolon 2501-3000 Jorlang Hataran 2501-3000 Panombean Panei 2501-3000
Hatonduhan 2501-3000
Tanah Jawa 2501-3000
Siantar 2501-3000
Dolok Pardamean 2501-3000
5 Tinggi Panei 3001-3500 Tinggi
2. Tata Guna Lahan ( Tutupan lahan)
A. Luas sawah
Lahan sawah di Kabupaten Simalungun 43.896 Ha yang tersebar di 26
kecamatan. Kecamatan Hutabayu Raja dan Kecamatan Tanah Jawa merupakan
kecamatan yang memiliki lahan sawah terluas mencapai 21,38 persen, masing masing
5.031 Ha dan 4.356 Ha dan seluruhnya telah menggunakan irigasi teknis sedangkan
kecamatan Purba, Haranggaol Horison, Dolok Pardamean, Silou Kahean dan Bosar
Maligas tidak memiliki lahan sawah.
B. Tanaman bahan makanan
Kabupaten Simalungun menghasilkan padi sawah sebesar 526.331 ton dan
padi ladang sebesar 49.982 ton selama tahun 2014. Berarti Kabupaten Simalungun
menghasilkan padi sebesar 576.313 ton selama tahun 2014. Produksi padi sawah
tertinggi berasal dari kecamatan Hutabayu Raja sebesar 61.662 Tanah Jawa
sebesar 56.358 ton. Produksi padi ladang tertinggi berasal dari Kecamatan Dolok Silou
yaitu sebesar 11.066 dan Pematang Silimahuta 5.386 ton. Namun produktivitas padai
sawah terbesar di Kecamatan Pematang Bandar yaitu 62,47 Kw per hektarnya
kemudian Kecamatan Siantar 61,95 kw per hektar sedangkan untuk padi ladang
produktivitas tertinggi di Kecamatan Silou Kahean mencapai 33,91 kw per hektar dan
Kecamatan Silimakuta 33,90 kw per hektarnya. Tanaman Bahan Makanan lainnya
adalah jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu,dan ubi jalar.
Penghasil jagung terbesar adalah Kecamatan Ujung Padang sebesar 61.748 ton,
sementara tahun lalu adalah Kecamatan Hatonduhan selanjutnya Sidamanik sebesar
sedangkan produktivitas terendah di Kecamatan Tapian dolok dan ujung padang,
masing-masing sebesar 54,85 dan 55,51 kwintal per hektarnya.
C. Tanaman holtikultura
Kabupaten Simalungun merupakan daerah potensi produksi tanaman
hortikultura Produksi antara lain bawang pada tahun 2014 sebesar 1.602 ton dimana
produksi terbanyak ada di kecamatan Pamatang Silimahuta. Cabe, kentang,
kubis produksinya masing-masing 16.806 ton, 44.672 ton dan kubis 78.812 ton
dimana produksi terbesar berasal dari kecamatan Purba. Keunggulan produksi lain
dari kecamatan purba adalah tomat, petsai, dan buncis.
D.Tanaman perkebunan
Sektor perkebunan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap
perekonomian Kabupaten Simalungun yaitu perkebunan besar/Negara dan perkebunan
rakyat. Namun yang disajikan pada publikasi ini adalah hasil perkebunan rakyat. Hasil
perkebunan rakyat di Kabupaten Simalungun terdiri dari karet, kelapa sawit,
kopi rabusta/arabika, kelapa, coklat, cengkeh, kulit manis, kemiri, lada ,aren, pinang,
vanili dan tembakau. Luas area perkebunan rakyat terbesar adalah tanaman kelapa
sawit sebesar
38.109,85 Ha dan tanaman karet seluas 14.410,87 Ha.
E. Peternakan
Populasi ternak sapi pada tahun 2014 sebesar 100.798 ekor, k e r b a u 7.723
ekor, kuda 234 ekor dan sapi perah 37 ekor. Kecamatan Dolok Batu Nanggar dan
Kecamatan Bandar Huluan merupakan kecamatan terbesar menghasilkan produksi
terbesar dari Kecamatan Purba dan Dolok Panribuan, daging babi di Kecamatan Raya
dan Purba.
Populasi unggas Ayam Ras pedaging pada tahun 2014 sebesar 939.925 ekor,
ayam ras petelur 147.680 ekor, ayam bukan ras 1.075.961 ekor dan itik 51.730 ekor.
Kecamatan Gunung Maligas dan Kecamatan Bandar Masilam merupakan kecamatan
terbesar menghasilkan produksi ayam ras petelur . Sementara untuk ayam ras pedaging
produksi terbesar dari Kecamatan Tapian Dolok. Produksi daging ayam bukan ras
terbesar dari kecamatan Tapian Dolok yaitu sebesar 157.674 ekor dan Kecamatan
Jorlang Hataran sebesar 93.826. Produksi daging itik manila terbesar dari Kecamatan
Tapian Dolok dan Hatonduhan.
F. Perikanan
Produksi ikan di Simalungun bersumber dari danau toba, kolam dan sawah.
Produksi ikan di Simalungun pada tahun 2014 sebesar 18.872,4 ton, yang
dibudidayakan di danau toba 1.292,4 ton, di kolam air tenang 8.500 ton, sawah 2.440
ton dan KJA 6.640 ton. Sumber ikan dari danau toba berasal dari 4 kecamatan yaitu
Kecamatan Haranggaol Horison, Dolok Pardamean, Pematang Sidamanik dan Girsang
Sipangan Bolon. Sumber produksi ikan dari kolam air deras terdapat di 8 kecamatan
dimana kecamatan Gunung Malela merupakan produksi terbesar yaitu 300 ton
sedangkan kolam air tenang ada setiap kecamatan kecuali Kecamatan Pamatang
Tabel 4.5 Lahan di Kabupaten Simalungun
2. Hutan Produksi Terbatas
3. Kemiringan Lereng ( Topografi)
Tabel 4.6. Kemiringan lereng berdasarkan wilayah administrasi Kabupaten Simalungun
Berdasarkan pada tabel kemiringan tanah diatas dapat kita lihat bahwasannya
kemiringan tanah di Kabupaten Simalungun diatas > 40% sebahagian besar terdapat di
Kecamatan Raya 5.202 ha. Raya Kahean 3.383 ha dan Girsang Sipangan Bolon dengan
3.442 ha. Sedangkan beberapa wilayah yang ketinggian daerahnya mencapai 0-2%
ialah Kecamatan Tanah Jawa 20.318 ha. Bosar maligas 17.854 ha dan Ujung Padang
dengan 15.513 ha.
Kabupaten Simalungun
Berdasarkan pada data yang tertera diatas dapat penulis lihat bahwasannya
daerah Kecamatan yang berada pada ketinggian lebih dari >1500 diatas permukaan laut
ialah kecamatan Girsang Sipangan bolon dengan 830 ha, Silimakuta dengan 377
4. Faktor Kepadatan Penduduk
Penduduk Simalungun tersebar di 31 kecamatan dimana penduduk terbesar di
Kecamatan Bandar 67.376 jiwa (7,98%), disusul oleh Kecamatan Siantar 65.335 jiwa
(7,74%) dan Kecamatan Tanah Jawa 47.361 jiwa (5,61%) sedangkan Kecamatan
terkecil jumlah penduduknya adalah Kecamatan Haranggaol Horison yaitu 5.058 jiwa.
Kepadatan penduduk Simalungun 192 jiwa/km² atau bertambah 1 orang per km²
dibanding tahun lalu, sedangkan menurut kecamatan, maka Kecamatan Siantar
merupakan daerah terpadat penduduknya yaitu 826 jiwa/km² dan yang terjarang
penduduknya di Kecamatan Dolok Silou hanya 49 jiwa/ km²
Penduduk Simalungun pertengahan tahun 2014 sebesar 844.033 jiwa
yang terdiri dari 420.591 laki-laki dan 423.442 perempuan dengan rasio jenis
kelamin 99,33, yang berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 orang laki-laki.
Jumlah Rumahtangga 215.694 atau rata-rata penduduk per rumah tangga 3,91 jiwa.
Berdasarkan kelompok umur maka penduduk Simalungun 63,59 persen (536.684)
berada di usia produktif (15-64 tahun) sedangkan penduduk Balita (0-4 tahun) 90.542
(10,73%) dan 44.830 (5,31%) pada usia lansia (> 64 tahun).
Kepadatan penduduk setiap tahunnya di Kabupaten Simalungun mengalami
peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kelahiran yang lebih tinggi di setiap
tahunnya. Hal inilah yang harus menjadi faktor penting yang harus diperhatikan oleh
Tabel. 4.8 Distribusi kerawanan tanah longsor berdasarkan Luas dan kepadatan penduduk di Kabupaten Simalungun
No
Silimahuta 79,68 1,82
135.33 Purba 172,71 3,95
123.46 Haranggaol
340.16 Sidamanik 80,88 1,85
271.68 Tanah Jawa 174,33 3,99
Lanjutan tabel. 4.8
263.85 Panombean
Panei 73,74 1,69
335.62 Tapian
Dolok 119,89 2,74
377.01 Dolok Batu
Nanggar 106,91 2,45
353.13 Gunung
Malela 96,74 2,21
358.42 Pamatang
Bandar 88,16 2,02
271.08 Bandar
Masilam 91,22 2,09
4
Tinggi >400
883.02 Siantar 73,99 1,69
533.47 Gunung
Maligas 51,39 1,18
549.22
Jawa Maraja Bah
Jambi 38,97
0,89
669.14 Bandar 100,69 2,30
5. Das dan Wilayah Sungai
Berikut ini merupakan Daerah Aliran Sungai berdasarkan wilayah administrasi
kabupaten simalungun.
Tabel 4.9 Daerah Aliran Sungai berdasarkan daerah kerawanan wilayah administrasi Kabupaten Simalungun
No Daerah Aliran
Sungai Kecamatan
Luas
Ha %
1 Das Asahan 6.839,62 1,61
Girsang Sipangan Bolon 35,94
Hatonduhan 6.803,68
2 Das Bah Bolon 170.172,20 40,00
Bandar 11.192,21
Bandar Masilam 1.758,34
Bosar Maligas 7.220,86
Dolok Panribuan 16.574,24
Dolok Pardamean 9.404,90
Girsang Sipangan bolon 5.638,96
Gunung Malela 4.423,09
Hatonduhan 18.180,88
Hutabayu raja 16.446,40
Jawa Maraja Bahjambi 4.576,41
Jorlang Hataran 9.084,74
Panei 7.762,95
Panombean Panei 2.098,98
Pematang Bandar 3.650,41
Pematang Sidamanik 7.595,46
Purba 1.134,84
Raya 5.240,91
Siantar 7.537,93
Sidamanik 11.765,89
Tanah Jawa 18.883,82
3 Das Bah Kapul 60.228,41 14,16
Bandar 2.826,50
Bandar Huluan 7.333,17 Bandara Masilam 4.429,64 Dolok Batu Nanggar 7.681,04 Lanjutan Tabel 4.9
Sungai Ha %
Ujung Padang 806,31
9 Das Ular 59.412,13 13,97
Dolok Silau 25.603,91 Pematang Silimahuta 336,76
Purba 10.295,53
Lanjutan Tabel. 4.9
No Daerah Aliran
Sungai Kecamatan
Luas
Ha %
Silau Kahean 11.272,57 Silimakuta 5.180,16
Total 425.420,34 100,00
Kemudian selain dari Wilayah das yang terdapat di Sumatera Utara. Terdapat
das yang mengaliri beberapa daerah di Kabupaten Simalungun. Berikut ini adalah das
yang terdapat di Kabupaten Simalungun :
Tabel. 4.10 Wilayah Sungai berdasarkan daerah kerawanan wilayah administrasi Kabupaten Simalungun
No Wilayah Sungai Kecamatan
Luas
Ha %
1 Bah Bolon 280.260,50 65,88
Bandar 14.018,71
Bandar Huluan 7.333,17 Bandar Masilam 6.187,98 Bosar Maligas 29.579,16 Dolok Batu Nanggar 7.681,04 Dolok Panribuan 16.574,24 Dolok Pardamean 9.404,90 Girsang Sipangan Bolon 5.638,96 Gunung Malela 8.340,93 Gunung Maligas 4.632,47 Hatonduhan 18.899,50 Huta Bayu Raja 18.027,98 Jawa Maraja Bahjambi 4.576,41 Jorlang Hataran 9.084,74
Panei 7.850,15
Panombean Panei 7.895,21 Pematang Bandar 9.686,31 Pematang Sidamanik 7.595,46
Purba 1.134,84
Raya 16.556,43
Sidamanik 11.765,89
Lanjutan Tabel 4.10
No Wilayah Sungai Kecamatan Luas
Ha %
Tanah Jawa 19.771,83 Tapian Dolok 3.965,52 Ujung Padang 24.313,38
2 Belawan- Ular- Padang 116.385,57 27,36
Dolok Batu Nanggar 972,80 Dolok Silau 25.603,91 Panombean Panei 98,96 Pematang Silimahuta 336,76
Purba 10.295,53
Raya 19.200,11
Raya Kahean 31.650,21 Silau Kahean 23.047,13 Silimakuta 5.180,16
3 Toba Asahan 28.774,27 6,76
Dolok Pardamean 1.012,27 Girsang Sipangan Bolon 35,94 Haranggaol Horison 962,47 Hatonduhan 7.317,10 Pematang Sidamanik 67,04 Pematang Silimahuta 2.809,87
Purba 6.940,28
Sidamanik 8.671,48 Silimakuta 957,82
4.2.2 Distribusi tingkat kerawanan tanah longsor di Kabupaten Simalungun
Tabel. 4.11 Distribusi Kerawanan Tanah Longsor Berdasarkan Wilayah administrasi Kabupaten Simalungun
Bandar Masilam 1.066,82
Bosar Maligas 3.622,74
Ujung Padang 5.525,68
2 Rendah 169.104,65 39,05
Bandar 10.744,74
Bandar Huluan 7.072,62
Bandar Masilam 3.844,08
Bosar Maligas 25.951,51
Dolok Batu Nanggar 8.652,09
Dolok Panribuan 279,79
Gunung Malela 8.340,93
Gunung Maligas 4.632,47
Hatonduhan 7.920,41
Hutabayu Raja 18.027,98
Jawa Maraja Bah Jambi 4.576,41
Jorlang Hataran 807,22
Panombean Panei 548,64
Pematang Bandar 9.946,86
Raya 5,13
Raya Kahean 13,19
Siantar 8.797,13
Tanah Jawa 18.328,19
Tapian Dolok 12.727,64
Ujung Padang 17.887,64
3 Menengah 215.991,95 49,88
Dolok Panribuan 13.201,59
Dolok Pardamean 5.440,83
Dolok Silau 26.270,98
Girsang SipanganBolon 10.330,24
Haranggaol Horizon 757,44
Hatonduhan 17.618,22
Jorlang Hataran 4.982,91
Panombean Panei 7.445,53
Lanjutan Tabel. 4.11
No Tingkat
kerawanan Kecamatan Luas
Ha %
Pematang Sidamanik 5.281,72
Pematang Silimahuta 4.814,08
Purba 11.730,80
Raya 35.751,41
Raya Kahean 22.188,53
Siantar 948,19
Sidamanik 9.322,84
Silau Kahean 22.967,89
Silimakuta 7.156,06
Tanah Jawa 1.443,64
Tapian Dolok 488,90
Tinggi 34.233,85 7,91
Dolok Panribuan 3.092,86
Dolok Pardamean 4.976,31
Dolok Silau 4.653,11
Girsang SipanganBolon 2.117,20
Haranggaol Horizon 408,45
Jorlang Hataran 3.294,61
Pematang Sidamanik 2.380,78
Pematang Silimahuta 1.916,32
Purba 6.436,44
Sidamanik 4.106,65
Silimakuta 851,12
Tabel. 4.12 Distribusi Kerawanan Tanah Longsor Berdasarkan Parameter tanah longsor
Penggunaan lahan Das dan WS
123.46 >40% Dominan kawasan hutan lindung
134.19 25-40% Dominan kawasan hutan lindung
Wampu Tinggi
P u r b a 2001-2500
135.33 25-40% Dominan kawasan hutan konservasi
113.40 >40% Dominan kawasan hutan lindung
156.80 >40% Dominan kawasan hutan lindung
46.96 25-40% Dominan kawasan hutan konservasi
166.21 2-15 % Perkebunan,pesawahan dan pemukiman
76.08 25-40% Dominan kawasan hutan produksi dan
Bah bolon Menengah
Panombeian
Bah bolon Menengah
Siantar
Tapian
Penggunaan lahan DAS dan WS
353.13 0-2% Perkebunan,pesawahan dan pemukiman
154.78 0-2% Dominan kawasan hutan produksi terbatas
669.14 0-2% Pesawahan,pemukima n
140.39 0-2% Dominan kawasan hutan produksi
1. Daerah kerawanan tanah longsor sangat rendah
Daerah kerawanan sangat rendah adalah daerah yang memiliki potensi longsor
yang paling kecil dan mungkin tidak akan terjadi. hal ini dikarenakan hasil olah data
dari parameter- parameter yang ada menunjukan angka ≤ 2,5 Skor komulatif yang telah
di tetapkan oleh Direktorat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi. Wilayah yang
termasuk dalam kategori daerah kerawanan longsor sangat rendah dengan luas
2. Daerah kerawanan tanah longsor rendah
Daerah kerawanan tanah longsor rendah merupakan daerah yang memiliki potensi
longsor rendah. Dan biasanya tanah yang berbentuk dataran sehingga resiko longsor
tidak signifikan. Kecamatan yang tingkat kerawanan rendah dengan luas 169.104,65 Ha
39,05 %
3. Daerah kerawanan tanah longsor menengah
Daerah sangat kerawanan tanah longsor menengah merupakan daerah yang yang
cukup berpotensi mengalami longsor. Daerah kerawanan menengah longsor di
Kabupaten Simalungun dengan luas 215.991,95 Ha 49,88 %
4. Daerah kerawanan tanah longsor tinggi
Daerah kerawanan tanah longsor tinggi merupakan daerah yang sangat rentan
dan rawan terjadinya tanah longsor. Hal tersebut terjadi dikarenakan keseluruhan
parameter-parameter tersebut menunjukan nilai kerentanan yang cukup tinggi≤ 3,7.
Wilayah Kabupaten Simalungun yang menunujukan kerawanan cukup tinggi dengan
luasan 34.233,85 Ha 7,91 % ialah Kecamatan :
1. Haranggaol Horison 408,45 Ha dengan ( curah hujan 2001-2500 mm, kepadatan
penduduk 123.46 orang/km², kemiringan lereng >40% penggunaan lahan di
dominasi oleh kawasan hutan lindung kemudian dialiri oleh Sungai Toba
Asahan),
2. Pamatang Silimakuta 1.916,32 Ha dengan (curah hujan 1001-1500 mm,
lahan di dominasi oleh kawasan hutan lindung kemudian dialiri oleh Sungai
Wampu),
3. Purba 6.436,44 Ha dengan (curah hujan 2001-2500 mm, kepadatan penduduk
135.33 orang/km², kemiringan lereng 25- 40% penggunaan lahan di dominasi
oleh kawasan hutan konservasi kemudian dialiri oleh Sungai Ular ,
4. Girsang Sipangan Bolon 2.117,20 Ha dengan (curah hujan 2501-3000 mm,
kepadatan penduduk 113.40 orang/km², kemiringan lereng >40% penggunaan
lahan di dominasi oleh kawasan hutan lindung kemudian dialiri oleh Sungai
Toba Asahan
5. Dolok Pardamean 4.976,31 Ha dengan (curah hujan 2501-3000 mm, kepadatan
penduduk 156.80 orang/km², kemiringan lereng >40% penggunaan lahan di
dominasi oleh kawasan hutan lindung kemudian dialiri oleh Sungai Bah bolon ,
6. Dolok Silou 4.653,11 Ha dengan (curah hujan 2001-2500 mm, kepadatan
penduduk 46.96 orang/km², kemiringan lereng 25-40% penggunaan lahan di
dominasi oleh kawasan hutan konservasi kemudian dialiri oleh Sungai Ular.
7. Pematang Sidamanik Ha dengan (curah hujan 2501-3000 mm, kepadatan
penduduk 120.96 orang/km², kemiringan lereng 2-15% penggunaan lahan di
dominasi oleh kawasan hutan lindung dan perkebunan kemudian dialiri oleh
Bah Bolon.
8. Sidamanik Ha dengan (curah hujan 3001-3500 mm, kepadatan penduduk
340.16 orang/km², kemiringan lereng 2-15% penggunaan lahan di dominasi
Bah Bolon.
9. Silimakuta Ha dengan (curah hujan 1501-2000 mm, kepadatan penduduk
203.80 orang/km², kemiringan lereng 2-15% penggunaan lahan di dominasi
oleh kawasan hutan lindung kemudian dialiri oleh Sungai Ular.
10.Dolok Panribuan Ha dengan (curah hujan 3001-3500 mm, kepadatan
penduduk 122.82 orang/km², kemiringan lereng 2-15% penggunaan lahan di
dominasi oleh kawasan hutan produksi dan perkebunan kemudian dialiri oleh
Bah Bolon.
11.Jorlang Hataran Ha dengan (curah hujan 2501-3000 mm, kepadatan penduduk
166.21 orang/km², kemiringan lereng 2-15% penggunaan lahan di dominasi
oleh kawasan perkebunan, pesawahan dan pemukiman kemudian dialiri oleh
4.2.3 Analisis kebijakan tentang penataan ruang pada daerah rawan bencana tanah longsor
Tata ruang di Kabupaten Simalungun diatur dalam Peraturan Daerah
Kabupaten Simalungun Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten Simalungun Tahun 2011-2031. Secara Umum, Rencana Pola Ruang
Kabupaten Simalungun Terdiri dari 2 pola ruang, yaitu pola ruang kawasan lindung
dan pola ruang kawasan budidaya.
Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Simalungun
Penelitian ini diarahkan kepada kondisi fisik dan teritorial wilayah Kabupaten
Simalungun yaitu melihat pola ruang kawasan lindung yang sebahagian besar berupa
lereng dan fungsi hutan yang melindungi beberapa kawasan di kabupaten Simalungun.
Yang kemudian dapat diarahkan kepada pola kawasan budidaya seperti permukiman
penduduk dengan peregerakan dan fungsi lahan sebagai lahan pertanian dan
perkebunan. Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
kawasan hutan lindung, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan
bawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan konservasi, kawasan rawan
bencana alam, kawasan lindung geologi.
Kemudian Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
terdiri atas: kawasan hutan produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan pertanian,
kawasan perkebunan, kawasan perikanan, kawasan peternakan, kawasan pertambangan,
kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan permukiman, kawasan peruntukan
lainnya. “Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Simalungun adalah mewujudkan
pertanian, agroindustri dan pariwisata melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya
alam dan memperhatikan kelestarian lingkungan berdasarkan falsafah “Habonaron do
Bona”.
Pemanfaatan lahan dan peruntukan lahan di kalangan masyarakat masih banyak
kita lihat terutama dikawasan fungsi lindung yang memiliki potensi terjadinya bencana
tanah longsor. Karena pada hakikatnya ialah kawasan lindung merupakan kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya :
1. Kawasan Hutan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a,
meliputi sebagian wilayah pada Kecamatan Purba, Haranggaol Horison, Dolok
Pardamean, Pematang Sidamanik, Girsang Sipangan Bolon, Hatonduhan, Dolok
Panribuan, Pamatang Silimahuta, Silimakuta, Dolok Silou, Purba, Silou Kahean,
Raya Kahean, dan Sidamanik.
Didalam RTRW Kabupaten Simalungun dapat kita perhatikan ada beberapa daerah
yang akan direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun atau peruntukan
lahan. Seperti kawasan Haranggaol horison, Pamatang Sidamanik dan Girsang
Sipangan Bolon yang akan di Zonasikan menjadi Kawasan Danau Toba dsk.
Kemudian di daerah Kecamatan Pamatang Silimahuta dan Silimakuta di Zonasikan
untuk wilayah Kawasan Strategi Ekonomi yaitu Kawasan Agropolitan Dataran
Tinggi yang merupakan Kawasan Strategi Propinsi kemudian Kecamatan Dolok
Silou yang akan direncanakan menjadi Kawasan Strategis fungsi daya dukung
lingkungan yaitu PPA Gungung Simacik
2. Kawasan hutan lindung yang diusulkan direvisi melalui Surat Gubsu no 522/8939
28.317,08 Ha (dua puluh delapan ribu tiga ratus tujuh belas koma kosong delapan
hektar)
3. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b, meliputi kawasan resapan
air, diperuntukkan bagi daerah-daerah untuk melindungi ketersediaan air bagi mata
air, sungai dan danau, terutama di daerah tangkapan air Danau Toba.
4. Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)
huruf c, meliputi :
a. sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 meter kiri-kanan sungai besar dan 50
meter di kiri-kanan sungai kecil yang berada di luar permukiman.
b. untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang
diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter.
c. pengelolaan kawasan sempadan sungai adalah dengan cara membuat papan
larangan penggunaan lahan sempadan sungai.
d. sempadan danau sekurang-kurangnya 100 meter dari pasang tertinggi kearah
darat.
e. pengelolaan kawasan sempadan danau adalah dengan cara membuat papan
larangan penggunaan lahan sempadan danau.
Kemudian hal yang dapat kita lihat fenomena yang kini terjadi hampir di seluruh
daerah di Indonesia yang berkaitan dengan lahan dan aktifitas masyarakat diantaranya
ialah pendirian bangunan dan usaha yang dikelola di masyarakat. Terkadang dapat kita
lihat dan rasakan banyak usaha dan bangunan yang tidak sepenuhnya memperhatikan
sungai dan danau. Hal inilah yang harus kita fahami sebagai masyarakat. Yang
terpenting lagi peruntukan lahan yang dilakukan oleh masyarakat memiliki izin kepada
pemerintah daerah Kabupaten Simalungun sehingga pelaksanaan pembangunan usaha
ataupun bangunan lainnya dapat sama-sama dipantau pergerakannya sehingga dapat
disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Simalungun. Seperti beberapa bangunan yang
masih saja kita lihat dibeberapa wilayah di Kabupaten Simalungun yang belum
sepenuhnya mematuhi kawasan perlindungan Sungai dan danau mendirikan bangunan
tanpa memiliki izin usaha.
Dengan demikian diterbitkannya IMB diharapkan semua bangunan yang
akan dibangun dapat menyesuaikan dengan persyaratan teknis yang telah
ditetapkan pada ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang yang ada sehingga
pertumbuhan dan perkembangan wilayah dapat dikendalikan dan dihindarkan dari
kerusakan. Diharapkan Perizinan yang terkait secara langsung dengan pengendalian
pemanfaatan ruang seperti : Rekomendasi Peruntukan Penggunaan Lahan (izin
peruntukan), Izin Lokasi, Izin Perencanaan, dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB),
termasuk perizinan dan/atau pertimbangan kelayakan yang masih erat kaitannya adalah
Izin Undang-undang Gangguan (IUUG/HO) serta izin lingkungan (AMDAL, UKL,
UPL, SPPL). Terutama dikawasan-kawasan industri ataupun Kawasan sempadan Danau
di daerah yang memiliki tingkat kelerengan tinggi dan Kepadatan aktifitas yang mulai
ramai seperti : Kecamatan Girsang Sipangan Bolon merupakan daerah rawan bencana
disamping kawasan hutan lindung dan konservasi Hal inilah menjadi bentuk Mitigasi
Didalam RTRW Kabupaten Simalungun kemungkinan besar kawasan fungsi
lindung akan dilaksanakan pembangunan fisik di beberapa daerah seperti pembangunan
sarana prasarana, infrastruktur jalan dan pembangunan fisik lainnya sesuai dengan
pergerakan manusia dan kebutuhan masyarakat setempat. Hal terpenting dalam proses
mitigasi bencana alam terutama bencana tanah longsor yaitu tidak merubah fungsi dan
peruntukan kawasan fungsi lindung itu sendiri. Pemerintah daerah telah menzonasikan
beberapa wilayah dalam status rawan bencana alam Kawasan rawan bencana alam
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf e, meliputi :
a. potensi bencana longsor terdapat di daerah tangkapan air Danau Toba, daerah
perbatasan Kecamatan Raya dengan Kecamatan Raya Kahean, Kecamatan
Dolok Silou, dan Kecamatan Silou Kahean.
b. kawasan rawan banjir terdapat di Kecamatan Silou Kahean, Raya Kahean,
Bandar, Pematang Bandar, Dolok Batu Nanggar, Tapian Dolok, Siantar, Bosar
Maligas, Ujung Padang, Hutabayu Raja dan Tanah Jawa.
c. kawasan rawan angin puting beliung terdapat di Kecamatan Panei, Gunung
Malela, Jawa Maraja Bah Jambi, Tapian Dolok dan Dolok Batu Nanggar.
d. Kawasan rawan kebakaran hutan meliputi sepanjang kawasan Danau Toba.
Setelah dapat di zonasikan kawasan-kawasan di Kabupaten Simalungun yang
rawan terhadap bencana alam, diharapakan instansi terkait dan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah dapat bekerjasama dengan kooperatif sehingga tahap awal yang dapat
dilakukan dalam memitigasi bencana dapat disosialisasikan kepada masyarakat di
legalitas hukum ini dapat menjadi dan menciptakan kenyamanan dan menimbulkan rasa
cinta masyarakat terhadap lingkungannya. Kemudian Pemerintah Kabupaten
Simalungun dapat mendistribusikan daerah- daerah rawan bencana melalui zonasi
daerah rawan bencana dengan bantuan pemerintah Kecamatan masing-masing. Dalam
hal ini kaedah yang terpenting dalam mitigasi ialah bagaimana masyarakat dan
pemerintah dapat memberikan keseimbangan terhadap alam, agar keseimbangan
terhadap pergerakan manusia dapat menjadi impact yang baik dalam bentuk ekonomi dan aksesbilitas terhadap perkembangan ekonomi.
4.2.4 Analisis SWOT
Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi dan juga analisis yang dilakukan.
maka,dapat disimpulkan yang menjadi perumusan faktor internal dan eksternal yang
terjadi dan terdapat di Kabupaten Simalungun. Analisis ini digunakan untuk melihat
bagaimana arahan strategis yang dapat digunakan untuk nelihat dan pentingnya sebuah
mitigasi yang diarahkan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun. Melihat strategis yang
harus digunakan untuk melihat prioritas yang dapat dilakukan sebagai sebuah kebijakan
Tabel. 4.13 Hasil Penilaian
Responden atas Kuisioner SWOT
FAKTOR INTERNAL
Bobot Penilaian Responden
Karakteristik pertanyaan Karakt
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rata-Rata Ket 1 2 3 4 5 6
1 8 7 7 8 7 6 6 7 7 8 5 8 7 - b a a b a a
2 8 6 7 8 6 6 5 8 6 8 5 7 6,66 - b a a b a a
3 7 7 8 7 7 7 6 7 6 8 6 7 6,91 - a a b a a a
4 8 7 8 8 6 6 6 8 7 7 6 7 7 - b a b b a a
5 8 8 8 8 7 6 7 7 6 7 6 7 7,08 - b b b b a a
6 9 7 7 8 7 5 7 7 7 7 5 7 6,91 - b a a b a a
7 8 7 8 9 6 6 7 6 5 6 6 8 6,83 - b a b b a a
8 7 8 6 8 6 6 7 7 5 7 5 7 6,58 - a b a b a a
9 7 7 6 7 6 6 6 8 6 6 5 7 6,41 - a a a a a a
10 8 7 7 8 7 6 7 6 7 8 6 7 7 - b a a b a a
Rata-Rata 6,84 Rata
Tabel. 4. 14 Hasil Penilaian Responden atas Kuisioner SWOT
FAKTOR EKSTERNAL
Bobot Penilaian Responden
Karakteristik pertanyaan Karakt
Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rata-Rata Ket 1 2 3 4 5 6
1 8 7 7 7 6 6 5 5 6 5 6 5 6,08 - a a b a a a
3 8 7 7 7 5 6 6 5 6 6 6 6 6,25 - a b a a a a
4 8 7 7 7 6 7 6 6 6 5 5 5 6,25 - a a a a a a
5 7 8 7 7 5 7 6 6 6 6 6 6 6,41 - a a a a a a
6 7 7 7 7 6 6 5 6 6 5 6 5 6,08 - a b a a b a
7 8 7 7 7 5 6 6 5 7 5 5 6 6,16 - a a a a a a
8 8 7 7 7 6 6 6 6 6 6 5 5 6,25 - a a a a a a
9 8 8 7 7 6 7 5 5 7 6 5 5 6,33 - a a b a a a
10 7 7 7 7 6 6 6 6 7 5 5 6 6,25 - a a a a a a
Opportunity O
(-,+) 2 (+,+)
1 Weakness
W Strength
S -3 -2 -1 1 2 3
1
(+,-)
( -,-) 2
T
Threath
Gambar. 4.9 Diagram analisi SWOT
Kuadran I
Kuadran II Kuadran III
Kuadran IV
2,95
115
Tabel. 4.15 Pembobotan Faktor Strategis Internal
Faktor- faktor strategis Internal Bobot Rating Bobot x Rating KEKUATAN
1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun 0,25 4 1
yang stategis dalam penataan ruang.
2. Sudah adanya dinas/instansi terkait yang 0,20 4 0,80
memiliki kapasitas dan kinerja kelembagaan di Kabupaten Simalungun dalam menentukan Zonasi dan kawasan strategis
3. Telah terarah di Rencana Tata Ruang Wilayah 0,15 3 0,45
Kabupaten Simalungun tahun 2011-2031 KELEMAHAN
1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang 0,10 2 0,20
bervariasi ( Dataran tinggi,dataran rendah,dan daerah susunan bebatuan yang berbeda-beda)
2. Kualitas dan Kuantitas SDM di Kabupaten 0,10 2 0,20
Simalungun dalam mendayagunakan lahan masih perlu ditingkatkan
3. Ketersediaan infrastruktur dasar dalam 0,08 2 0,16
memanfaatkan lahan masih kurang
4. Belum adanya dasar hukum/ Perda yang 0,12 2 0,14
mengatur tentang bencana Tanah longsor
Total 1,00 19 2,95
Sumber : Analisis Data Primer,2016
Dari matriks evaluasi faktor internal diketahui terdapat tiga kekuatan yang
dapat dimanfaatkan dalam melakukan mitigasi terhadap bencana tanah longsor yaitu
posisi geografis Kabupaten Simalungun yang strategis dalam penataan ruang, sudah
adanya dinas/ instansi terkait yang memiliki kapasitas dan kinerja kelembagaan di
terarah didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun tahun
2011-2031. Kemudian ada empat kelemahan yang diidentifikasi dalam upaya memitigasi
bencana diantaranya Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang bervariasi (dataran
tinggi, dataran rendah, dan daerah susunan bebatuan yang berbeda-beda), Kualitas
dan kuantitas SDM di Kabupaten Simalungun dalam upaya mendayagunakan lahan
masih perlu di tingkatkan, ketersediaan infrastruktut dasar dalam memanfaatkan lahan
masih kurang dan belum adanya dasar hukum atau Perda yang mengatur tentang
bencana tanah longsor. Selain faktor Internal juga dapat diidentifikasi faktor ekternal
berikut ini adalah Tabel pembobotan faktor strategis eksternal.
Tabel 4.16 Pembobotan Faktor Strategis Eksternal
Faktor- faktor strategis ekternal Bobot Rating Bobot x Rating PELUANG
1. Adanya Undang-undang tentang otonomi 0,15 4 0.60
daerah untuk mengatur dan mengelola anggaran daerah dalam menyusun rencana strategis daerah
2. Undang-undang Penataan ruang 0,15 3 0,45
nasional Nomor 26 Tahun 2007
3. Peraturan Kepala BNPB Nasional Nomor 0,15 3 0,45
02 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian resiko bencana
4. Keberadaan perusahaan-perusahaan baik 0,13 3 0,39
PTPN maupun Swasta di Kabupaten
Simalungun dalam meberikan anggaran CSR ( Corporated Social Responsibility)
5. Kemajuan tehnologi yang sangat pesat 0,11 3 0,33
sehingga memberikan edukasi dan informasi terhadap bencana.seperti GIS ANCAMAN
ataupun profil Kecamatan di beberapa Wilayah di Kabupaten Simalungun.
2. Kemajuan Pembangunan yang dimiliki 0,08 1 0,08
oleh beberapa wilayah sehingga rentannya pembangunan fisik dan non fisik
3. Belum terciptanya kerjasama yang kooperatif 0,07 2 0,14
antara pemerintah Kabupaten Simalungun dengan perusahaan pemerintah dan swasta dalam mengevaluasi AMDAL
4. Terbatasnya anggaran teknologi daerah 0,08 1 0,08
dalam mengantisipasi dan memitigasi Tanah longsor.
Total 1,00 22 2,68 Sumber : Analisis data primer 2016
Ada lima peluang yang diidentifikasi dalam memitigasi wilayah tanah longsor
yaitu Adanya Undang-undang tentang otonomi daerah untuk mengatur dan
mengelola anggaran daerah dalam menyusun rencana strategis daerah,
Undang-undang Penataan Ruang Nasional Nomor 26 Tahun 2007, Peraturan Kepala
BNPB Nasional Nomor 02 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian
resiko bencana, keberadaan perusahaan-perusahaan baik PTPN maupun
swasta di Kabupaten Simalungun dalam memberikan anggaran CSR
(Corporated Social Responsibility) dan kemajuan tehnologi yang sangat
pesat sehingga memberikan edukasi dan informasi terhadap bencana seperti
GIS. Kemudian setelah mengidentifikasi peluang, pada penelitian ini juga
dapat diidentifikasi empat ancaman atau tantangan yaitu Belum tersedia
seluruhnya RDTR maupun profil kecamatan dibeberapa wilayah Kabupaten
Simalungun, Kemajuan Pembangunan yang dimiliki oleh beberapa wilayah
kerjasama yang kooperatif antara pemerintah Kabupaten Simalungun dengan
perusahaan pemerintah dan swasta dalam mengevaluasi AMDAL, terbatasnya
anggaran tehnologi daerah dalam mengantisipasi dan memitigasi daerah rawan
tanah longsor.
1. Penentuan Alternatif Strategi
Strategi Mitigasi benncana tanah longsor dilakukan dengan cara membuat
matriks SWOT. Matriks ini digunakan dan di susun berdasarkan faktor-faktor
strategi, baik internal (kekuatan dan kelemahan) maupun eksternal ( peluang dan ancaman). Berdasarkan matriks posisi analisis SWOT yang ada, maka disusun
empat strategi prioritas, yaitu strategi prioritas I : Strategi Strength – Opportunity
(SO), Strategi Prioritas II: Strategi Weakness – Opportunity (WO), Strategi Prioritas
III : Strength – Threat (ST), dan Strategi Prioritas IV : Weakness – Threat (WT).
Setelah dapat dianalisiskan dari masing- masing analisis internal dan eksternal.
Tabel 4.17. Strategi Prioritas I: Strategi Strength – Opportunity (SO)
Strength Opportuniy
1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang stategis dalam penataan ruang.
2. Sudah adanya dinas/instansi terkait yang memiliki kapasitas dan kinerja kelembagaan di Kabupaten Simalungun dalam menentukan Zonasi dan
kawasan strategis
3. Telah terarah di rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun tahun 2011-2031
1. Adanya Undang-undang tentang otonomi daerah untuk mengatur dan mengelola anggaran daerah dalam menyusun rencana strategis daerah
2. Undang-undang Penataan ruang nasional Nomor 26 Tahun 2007
3. Peraturan Kepala BNPB Nasional Nomor 02 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian resiko bencana
4. Keberadaan perusahaan-perusahaan baik PTPN maupun Swasta di Kabupaten Simalungun dalam memberikan anggaran CSR ( Corporated Social Responsibility) 5. Kemajuan tehnologi yang sangat pesat
sehingga memberikan edukasi dan informasi terhadap bencana, seperti GIS
1. Dengan adanya undang- undang yang mengatur tentang Penataan ruang nasional, Perka BNPB Nasional dan kemudian teratah kembali terhadap Peraturan daerah Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Simalungun diharapkan pemerintah Kabupaten Simalungun dapat lebih aktif dan selektif dalam dalam memitigasi Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan dengan upaya memberikan informasi dan sosialisasi terhadap masyarakat agar masyarakat sadar dan mengerti akan upaya dan bahaya tanah longsor.
2. Dengan adanya intansi/dinas terkait yang memiliki kapasitas dan kinerja kelembagaan di Kabupaten Simalungun,diharapkan para stakholder tersebut dapat memberikan informasi dan edukasi terhadap masyarakat sesuai dengan tupoksi dan kaedah penataan ruang guna mengurangi jumlah bencana. Memiliki pembelajaran khusus terhadap bencana dengan memanfaatkan anggaran mitigasi Bencana.
Tabel. 4.18. Strategi Prioritas II: Strategi Weakness – Opportunity (WO)
Weakness Opportunity
1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang bervariasi ( Dataran tinggi,dataran rendah,dan daerah susunan bebatuan yang berbeda-beda)
2. Kualitas dan Kuantitas SDM di Kabupaten Simalungun dalam mendayagunakan lahan masih perlu ditingkatkan
3. Ketersediaan infrastruktur dasar dalam memanfaatkan lahan masih kurang 4. Belum adanya dasar hukum/ Perda yang
mengatur tentang bencana Tanah longsor
1. Adanya Undang-undang tentang otonomi daerah untuk mengatur dan mengelola anggaran daerah dalam menyusun rencana strategis daerah 2. Undang-undang Penataan ruang
nasional Nomor 26 Tahun 2007 3. Peraturan Kepala BNPB Nasional
Nomor 02 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian resiko bencana
4. Keberadaan perusahaan-perusahaan baik PTPN maupun Swasta di Kabupaten Simalungun dalam
meberikan anggaran CSR ( Corporated Social Responsibility)
5. Kemajuan tehnologi yang sangat pesat sehingga memberikan edukasi dai informasi terhadap bencana.
Strategi WO (Weakness – Opportunity)
1. Memperbaiki infrastruktur dasar sebagai modal awal dan aksesibilitas pembangunan dalam upaya memitigasi lahan dengan memanfaatkan dan mengupayakan kemajuan dan anggaran pembangunan .
2. Melakukan upaya peningkatan Kualitas dan kuantitas SDM di Kabupaten Simalungun dengan memanfaatkan teknologi dan mendayagunakan keberadaan perusahaan- perusahaan baik PTPN dan Swasta sebagai bentuk sosial dan upaya pembangunan wilayah dan pengendaliannya dengan memperhatikan AMDAL dan rencana strategis daerah sesuai dengan bugeting dan Penataan ruang.
3. Memeratakan hasil-hasil pembangunan, dan membuat prioritas pembangunan yang paling tepat, mengingat kondisi topografi Kabupaten Simalungun yang bervariasi, dengan memanfaatkan kemajuan tehnologi dan dukungan dari pemerintah
pusat,maupun program- program nasional yang diharapkan dapat menyentuh masyarakat luas di Kabupaten Simalungun.
Tabel. 4.19. Strategi Prioritas III: Strategi Strength – Threat (ST)
Strength Threat
1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang stategis dalam penataan ruang. 2. Sudah adanya dinas/instansi terkait
yang memiliki kapasitas dan kinerja kelembagaan di Kabupaten Simalungun dalam menentukan Zonasi dan kawasan strategis
3. Telah terarah di rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun tahun 2011-2031
1. Belum tersedia seluruhnya RDTR ataupun profil Kecamatan di beberapa Wilayah di Kabupaten Simalungun.
2. Kemajuan Pembangunan yang dimiliki oleh beberapa wilayah sehingga rentannya pembangunan fisik dan non fisik
3. Belum terciptanya kerjasama yang kooperatif antara pemerintah Kabupaten Simalungun dengan perusahaan pemerintah dan swasta dalam mengevaluasi AMDAL 4. Terbatasnya anggaran teknologi
daerah dalam mengantisipasi dalam memitigasi Tanah longsor.
Strategi ST (Strength – Threat)
1. Menciptakan kerjasama yang lebih baik lagi dengan perusahaan pemerintah dan swasta dalam upaya memitigasi bencana guna menciptakan pembangunan yang sesuai dengan penataan ruang dan AMDAL, kondisi geografis yang strategis dalam penataan ruang diharapkan bisa dimanfaatkan dan dikendalikan pembangunannya dengan baik, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan,
2. Mensosialisasikan RTRW Kabupaten Simalungun,menyusun kembali dan evaluasi RDTR, diharapkan mampu memberikan pemahaman agar tidak terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam pembangunan wilayah
3. Mengembangkan dan meningkatkan anggaran teknologi dalam meningkatkan kemampuan dan kinerja instansi dan dinas terkait agar mampu menentukan zonasi dan kawasan yang strategis dengan upaya memitigasi daerah tanah longsor.
123
Tabel. 4.20. Strategi Prioritas IV: Strategi Weakness – Threat (WT)
Weakness Threat
1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang bervariasi ( Dataran tinggi,dataran rendah, dan daerah susunan
bebatuan yang berbeda-beda) 2. Kualitas dan Kuantitas SDM di
Kabupaten Simalungun dalam mendayagunakan lahan masih perlu ditingkatkan
3. Ketersediaan infrastruktur dasar dalam memanfaatkan lahan masih kurang 4. Belum adanya dasar hukum/ Perda yang
mengatur tentang bencana Tanah longsor
1. Belum tersedia seluruhnya RDTR dan profil kecamatan di beberapa Wilayah di Kabupaten
Simalungun.
2. Kemajuan Pembangunan yang dimiliki oleh beberapa wilayah sehingga rentannya pembangunan fisik dan non fisik
3. Belum terciptanya kerjasama yang kooperatif antara pemerintah Kabupaten Simalungun dengan perusahaan pemerintah dan swasta dalam mengevaluasi AMDAL 4. Terbatasnya anggaran teknologi
daerah dalam mengantisipasi dalam memitigasi Tanah longsor.
Strategi WT (Weakness – Threat)
1. Meningkatkan kualitas SDM di Instansi pemerintahan di Kabupaten Simalungun untuk lebih memahami terhadap Bencana tanah longsor,meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah,dan memperbaiki sarana prasarana guna mengupayakan dan mengurangi resiko bencana tanah longsor. 2. Menetapakan peraturan yang lebih spesifikasi tentang bencana tanah
longsor dalam bentuk peraturan daerah diharapakan menjadi acuan pokok dalam penganggaran (buggeting) hal ini bisa meningkatkan teknologi dan kinerja instansi pemerintahan.
Sumber : Hasil analisis data 2016
Dari gambar di atas dan keterangan koordinat pada sumbu x dan y berada
pada kuadran I. Berarti strategi pada hasil SWOT ini ialah memaksimalkan unsur
kekuatan (S) dan peluang (O) yang ada.
Maka strategi yang akan direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah ialah :
nasional , Perka BNPB Nasional dan kemudian teratah kembali terhadap
Peraturan daerah Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Simalungun
diharapkan pemerintah Kabupaten Simalungun dapat lebih aktif dan selektif
dalam dalam memitigasi Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan dengan
upaya memberikan informasi dan sosialisasi terhadap masyarakat agar
masyarakat sadar dan mengerti akan upaya dan bahaya tanah longsor.
b. Memperbaiki infrastruktur dasar sebagai modal awal dan aksesibilitas pembangunan dalam upaya memitigasi lahan dengan memanfaatkan dan
mengupayakan kemajuan dan anggaran pembangunan .
c. Menciptakan kerjasama yang lebih baik lagi dengan perusahaan pemerintah dan swasta dalam upaya memitigasi bencana guna menciptakan pembangunan yang
sesuai dengan penataan ruang dan AMDAL, kondisi geografis yang strategis
dalam penataan ruang diharapkan bisa dimanfaatkan dan dikendalikan
pembangunannya dengan baik, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia
yang perlu ditingkatkan
d. Meningkatkan kualitas SDM di Instansi pemerintahan di Kabupaten
Simalungun untuk lebih memahami terhadap Bencana tanah longsor,
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan daerah,dan memperbaiki sarana prasarana guna mengupayakan
Tabel. 4.20. Key-informant dan Narasumber
No Jumlah Instansi
1 1 Bappeda Sumatera Utara
2 1 BWS Sumatera Utara
3 2 Bappeda Simalungun
4 2 Dinas PSDA Simalungun
5 2 BPBD Simalungun
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan dari apa yang dibahas dalam penelitian ini, maka ada beberapa
hal yang dapat penulis simpulkan di antaranya sebagai berikut :
1. Tiap parameter penyebab terjadinya longsor memiliki karakteristik yang
berbeda-beda.
a. Faktor curah hujan dan intensitas hujan yang cukup dominan menyebabkan
terjadinya pergerakan tanah dikarenakan curah hujan mencapai rata- rata 314
mm pertahun dengan curah hujan maksimum 560 mm minimum 115 mm, curah
hujan terbesar terjadi pada bulan Desember dengan 560 mm pertahun.
b. Kemiringan lereng atau kemiringan tanah merupakan faktor yang sangat
dominan tingkat kelerengan atau kemiringan tanah yang relatif tinggi sekitar
27.845 Ha wilayah di Simalungun. Dolok panribuan dengan luasan 863 Ha,
Dolok Pardamean 1575 Ha, Dolok Silou 3236 Ha, Girsang Sipangan Bolon
3442 Ha, Haranggaol horison 1676 Ha, Jorlang Hataran kemiringan 15-25 %
2694 Ha, Pamatang Sidamanik 1044 Ha, Purba 191 Ha, Silimakuta 1271 Ha
dan Raya 5202 Ha.
c. Penggunaan lahan di Kabupaten Simalungun masih di dominasi oleh Hutan