• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tata Guna Lahan Dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kabupaten Simalungun) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tata Guna Lahan Dalam Memitigasi Daerah Rawan Tanah Longsor Dengan Menggunakan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Studi Kabupaten Simalungun) Chapter III V"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Pada penelitian ini penulis menggunakan metode campuran.

Penelitian metode campuran adalah penelitian yang melibatkan penggunaan

dua metode, yaitu metode kuantitatif dan metode kualitatif dalam studi tunggal (satu

penelitian). Penggunaan dua metode ini dipandang lebih memberikan pemahaman yang

lebih lengkap tentang masalah penelitian daripada penggunaan salah satu di antaranya.

Penelitian metode campuran merupakan pendekatan penelitian yang mengombinasikan

atau mengasosiasikan bentuk kualitatif dan bentuk kuantitatif. Pendekatan ini

melibatkan asumsi-asumsi filosofis, aplikasi pendekatan-pendekatan kualitatif dan

kuantitatif, serta pencampuran (mixing) kedua pendekatan tersebut dalam satu penelitian. Pendekatan ini lebih kompleks dari sekadar mengumpulkan dan menganalisis

dua jenis data; tetapi juga melibatkan fungsi dari dua pendekatan penelitian tersebut

secara kolektif sehingga kekuatan penelitian ini secara keseluruhan lebih besar daripada

penelitian kualitatif dan kuantitatif.

Di dalam penelitian campuran, penting kiranya mempertimbangkan terlebih

dahulu sejumlah aspek penting dalam merancang prosedur-prosedur untuk penelitian.

(Creswell:2003), menjelaskan ada beberapa aspek prosedur dalam penelitian metode

(2)

1. Timing (waktu)

Peneliti harus mempertimbangkan waktu dalam mengumpulkan data kualitatif dan

kuantitatif. Apakah data akan dikumpulkan secara bertahap (sekuensial) atau

dikumpulkan sekaligus dalam satu waktu (konkuren).

2. Weigthing (bobot)

Bobot dalam penelitian metode campuran ini perlu diprioritaskan, karena bobot itu

bisa saja seimbang dan bisa juga lebih berat ke satu metode daripada metode

lainnya

3. Mixing (pencampuran)

Mencampurkan data, dalam pengertian lebih luas mencampur rumusan masalah,

filosofi, dan interpretasi penelitian. Mencampurkannya bukanlah pekerjaan yang

mudah mengingat data kualitatif terdiri dari teks-teks dan gambar-gambar,

sedangkan data kuantitatif terdiri dari angka-angka.

4. Teorizing (teorisasi)

Dalam prosedur metode campuran, perspektif teoretis yang akan menjadi landasan

bagi keseluruhan proses atau tahap penelitian.

3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2016

(3)

3.3. Narasumber (Key Informant)

Tabel. 3.1 Data dan sumber penelitian

(4)

3.4.Instrumen Penelitian

1. Hardware

a. Komputer

1) Model : Acer Aspire 4736

2) Processor : Core 3 CPU T6500 @ 2.10GHz (2 CPUs)

3) Memory : 3000MB RAM

4) VGA : Internal 64 MB

2. Software

a. Arc View GIS

3. Operating Sistem : Windows 7 Ultimate 32 – bit ( 6,1, Build 7601)

4. Lain-lain

a. Rekap data bencana dalam waktu 5 tahun terakhir yaitu 2010 – 2015

b. Kamera/Alat perekam suara

(5)

3.5. Kerangka Berfikir

BENCANA TANAH LONGSOR DI KABUPATEN SIMALUNGUN

Pemicu Gerakan tanah 1. Curah hujan (mm/tahun) 2. Tutupan lahan

faktor – faktor pengontrol: 1. Geomorfologi penyebab,mendistribusikan lokasi dan untuk mengetahui kebijakan tentang penataan ruang

pada daerah rawan tanah longsor

Analisis kebijakan Orientasi pada pemetaan wilayah di

(6)

3.6.Definisi konsep

Konsep adalah yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak

kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu

sosial. Dari uraian diatas digunakan konsep pemikiran untuk mempersempit

perhatian yang akan diteliti. Maka definisi konsep, sebagai berikut:

1. Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan

Ruang, yang dimaksud dengan ruang adalah: “Wadah yang meliputi ruang darat,

ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan

wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan

memelihara kelangsungan hidupnya”.

2. Menurut Adisasmita (2005), pengembangan wilayah merupakan suatu tindakan

mengembangkan wilayah atau membangun daerah atau kawasan dalam rangka

usaha memperbaiki tingkat kesejahteraan hidup manusia.

3. Oldeman (1994), menyatakan lima faktor penyebab degradasi tanah akibat campur

tangan manusia secara langsung, yaitu: deforestasi, overgrazing, aktivitas pertanian, eksploitasi berlebihan, dan aktivitas industri dan bioindustri. Sejalan dengan

pendapat sebelumnya, Lal (1986), mengemukakan bahwa faktor penyebab tanah

terdegradasi dan rendahnya produktivitas, antara lain: deforestasi, mekanisasi dalam usahatani, kebakaran, penggunaan bahan kimia pertanian, dan penanaman

secara monokultur

4. Menurut Pusat vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Tanah longsor adalah

(7)

rombakan, tanah atau mineral campuran yang bergerak ke bawah atau ke luar

lereng

5. Faktor penyebab tanah longsor secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi,

penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan, dan kegempaan. Selain

faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi

suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng, pemotongan

lereng, dan penambangan.

6. Istilah bahaya atau hazard mempunyai pengertian kemungkinan terjadinya bahaya

dalam suatu periode tertentu pada suatu daerah yang berpotensi terjadinya bahaya

tersebut. Bahaya berubah menjadi bencana apabila telah mengakibatkan korban

jiwa, kehilangan atau kerusakan harta dan kerusakan lingkungan (Sutikno, 1997).

Quarantelli (1998) diacu dalam Smith (2001), memberikan pengertian bencana

sebagai suatu kejadian aktual, lebih dari suatu ancaman yang potensial atau

diistilahkan sebagai realisasi dari bahaya.

3.7.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan dri pada penelitian ialah mendapatkan data. Tanpa mengetahui

teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi

standar data yang ditentukan. Ada beberapa teknik pengumpulan data, diantaranya:

1. Observasi

2. Dokumentasi

(8)

3.7.1 Observasi (Pengamatan)

Nasution (1988:118), yaitu, peneliti melakukan pengamatan guna memperoleh

data yang dibutuhkan sebagai bahan penelitian.Baik dalam data primer dan sekunder

pada penelitian.

3.7.2 Dokumentasi

Yaitu, pengambilan data data baik dalam bentuk dokumen tertulis ataupun tidak

tertulis yang ada dalam data primer dan sekunder.

1. Data Primer

Yakni pengumpulan data yang dilakukan secara langsung terhadap objek penelitian

atau objek yang diteliti. Dalam hal ini data diperoleh dengan melakukan wawancara

yaitu mendapatkan data dengan cara tanya jawab dan berhadapan langsung dengan

informan atau narasumber.

2. Data Sekunder

Yakni pengumpulan data yang relevan dengan permasalahan yang diteliti yang

diperoleh dari buku dan referensi serta naskah lainnya. Data yang diperoleh

merupakan data sekunder dan digunakan sebagai data pendukung dalam

menganalisa data.

3.8 Metode Analisis Data

3.8.1 Analisis (SWOT)

Setelah pengisian data primer dan sekunder, maka akan didapatkan persepsi ahli

atas faktor faktor internal dan eksternal yang ada di lingkungan pemerintah daerah

Kabupaten Simalungun, sehingga kemudian akan didapatkan tabel indikator

(9)

faktor-faktor internal dan eksternal, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi

unsur-unsur yang dikategorikan sebagai kekuatan (strength), kelemahan (weakness), kesempatan dan peluang (opportunity) yang dimiliki oleh pemerintah daerah Kabupaten Simalungun.

Tabel 3.2 Indikator faktor Dalam SWOT

Penilaian Terhadap Indikator-Indikator Faktor Internal dan Eksternal Faktor internal

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 dst

Faktor eksternal Faktor 1

Faktor 2 Faktor 3 dst Sumber : Soesilo (2002)

3.8.2 Tumpang Tindih(Overlay)

Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa data campuran,

dengan mengelola data primer dan data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui

pengumpulan data kemudian akan diinterprestasikan sesuai dengan tujuan penelitian

yang telah dirumuskan. Datanya disajikan berdasarkan fakta yang saling berkaitan yang

dapat di ambil, sehingga memberi gambaran yang jelas tentang implementasi

kebijaksanaan pelaksanaan otonomi daerah, kemudian apa yang tejadi untuk menarik

kesimpulan. Menurut Bogdan (2010 : 244), analisis data adalah proses mencari dan

menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami dan diinformasikan kepada

orang lain. Teknik analisis data yang digunakan dalam pembuatan penelitian ini adalah

menggunakan teknik overlay (Tumpang Tindih) peta. Proses overlay sendiri dibagi kedalam 3 tahap. Pertama peta tematik dari data curah hujan dan kemiringan lereng.

(10)

Gambar 3.2 Bagan pembuatan peta rawan longsor

3.9 Pembobotan Parameter

Tabel. 3.3 Kriteria Penilaian Curah Hujan

No Besar Curah Hujan

(mm/tahun) Kategori Harkat

1 Sumber : Taufik, dkk (2008) dan modifikasi penulis (2016)

Tabel. 3.4 Kriteria Penilaian Kemiringan Lereng

No Kemiringan lereng % kategori Harkat

1 Sumber : SK Menteri Pertanian Nomor 837/KPTS/UM/1980

(11)

Tabel. 3.5 Vegetasi dan Pemanfaatan Lahan

Tidak peka terhadap erosi Kurang peka terhadap erosi

Agak peka terhadap erosi Peka terhadap erosi Sangat peka terhadap erosi

1

Tabel. 3.6 Kepadatan Penduduk

No Jumlah Kepadatan

penduduk/km²

Anak cabang sungai induk Cabang sungai induk Sungai induk / Bottle neck Pasang laut

3.9.1 Tanah Longsor

Tabel. 3.8 Skoring variabel kerawanan bencana tanah longsor

(12)

1 Curah hujan (tahun) 1001-1500mm

sungai ( perbendungan oleh percabangan sungai)

Tidak ada

Anak cabang sungai induk Cabang sungai induk

Sungai induk / Bottle neck Pasang air laut

Tabel. 3.9 Parameter dan nilai bobot

Parameter Nilai Bobot

Curah Hujan 35% 35/120×100 =29,167%

Kepadatan penduduk 20% 20/120×100 =16,667%

Kemiringan lereng 25% 25/120×100 =20,833%

Penggunaan Lahan 20% 20/120×100 =16,667%

Das dan Sub Das 20% 20/120×100 =16,667%

Total 120% 100%

Sumber : Direktorat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) dan modifikasi penuli,2016

(13)

Sumber : Direktorat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi (2005) dan modifikasi penulis,2016

Tabel. 3. 10 Perhitungan skor komulatif dan pengklasifikasian bencana

No Skor Komulatif Klasifikasi Bencana

1 ≤2,5 Kurang Rawan

2 ≥ 2,6−≤3,6 Rawan

3 ≥3,7 Sangat Rawan

(14)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Simalungun

4.1.1.1Letak Geografis Kabupaten Simalungun

Kabupaten Simalungun letaknya diapit oleh 8 kabupaten yaitu Kabupaten

Serdang Bedagai, Deli Serdang, Karo, Tobasa, Samosir, Asahan, Batu Bara, dan Kota

Pematangsiantar. Letak astronomisnya antara 02°36'- 03°18' Lintang Utara dan 98°32'

99°35' Bujur Timur dengan luas 4.372,50 km² berada pada ketinggian yang

beragam dari 0-50 meter diatas permukaan laut hingga di ketinggian lebih dari

1.500 meter dengan kemiringan 0-2% seluas 236.176 ha, kemiringan lebih dari

40% seluas 27.845Ha, selebihnya di kemiringan 2-40% atau 75 persen lahannya

berada pada kemiringan 0-15%.

Kabupaten Simalungun merupakan Kabupaten terluas ke-3 setelah Kabupaten

Madina dan Kabupaten Langkat di Sumatera Utara dengan memiliki letak yang cukup

strategis serta berada di kawasan wisata Danau Toba-Parapat. Kecamatan terluas adalah

Kecamatan Hatonduhan sedangkan terkecil adalah kecamatan Jawa Maraja Bah Jambi

dengan rata rata jarak tempuh ke ibukota Kabupaten 51,42 km dimana jarak

(15)
(16)

Kecamatan

Sub regency

Luas wilayah

Total Area Jumlah penduduk Number of Population 4.1.1.2 Kepadatan Penduduk tahun 2014-2015

Penduduk Simalungun pertengahan tahun 2014 sebesar 844.033 jiwa

Penduduk Simalungun tersebar di 31 kecamatan dimana penduduk terbesar di

Kecamatan Bandar 67.376 jiwa (7,98%), disusul oleh Kecamatan Siantar 65.335 jiwa

(7,74%) dan Kecamatan Tanah Jawa 47.361 jiwa (5,61%).

Tabel 4.1 Luas kecamatan dan Kepadatan penduduk tahun 2015

Silimakuta 74,16 1,70 15 114 1,79 203.80

(17)

4.1.1.3 Jarak Ibukota Kabupaten ke Ibukota Kecamatan

Tabel 4. 2 Jarak Ibukota Kabupaten dengan ibukota Kecamatan

Kecamatan jarak (km²)

1 2

Raya - Silimakuta 34

Raya - Pamatang Silimahuta 39

Raya - P u r b a 19

Raya - Haranggaol Horison 30

Raya - Dolok Pardamean 35

Raya - Sidamanik 47

Raya - Pamatang Sidamanik 42

Raya - Girsang Sipangan Bolon 74

Raya - Tanah Jawa 51

Raya - Hatonduhan 59

Raya - Dolok Panribuan 45

Raya - Jorlang Hataran 40

Raya - P a n e i 18

Raya - Panombeian Panei 20

Raya - R a y a 0

Raya - Dolok Silou 54

Raya - Silou Kahean 127

Raya - Raya Kahean 30

Raya - Dolok Batu Nanggar 42

Raya - Tapian Dolok 56

Raya - S i a n t a r 30

Raya - Gunung Malela 46

Raya - Gunung Maligas 51

Raya - Hutabayu Raja 66

Raya - Jawa Maraja Bah Jambi 55

Raya - Pamatang Bandar 67

Raya - Bandar Huluan 60

Raya - B a n d a r 71

Raya - Bandar Masilam 87

Raya - Bosar Maligas 86

Raya - Ujung Padang 113

(18)

Jarak Ibukota Kecamatan terjauh ialah Kecamatan Silou Kahean dengan jarak

127 km² sedangkan jarak Ibukota Kecamatan terdekat ialah Kecamatan Raya Sendiri,

dikarenakan Ibukota Kabupaten terletak di Raya.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi bencana tanah longsor di Kabupaten

Simalungun

1. Curah Hujan

Kabupaten Simalungun memiliki tingkat dan intensitas hujan yang cukup tinggi

yang hal ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pemicu tanah longsor.

Ditahun 2014 -2015 intensitas Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Desember yaitu

560 mm dan 115 mm pada bulan juni.

Tabel. 4.3 Data curah hujan

Bulan/Month Curah Hujan

Rainfall (mm)

Hari Hujan Rainy day

( hari)

Terpanjang tidak Hujan Longest no

rain ( hari) 1 2 3 4

Januari

480 20 3

Pebruari 367 18 5

Maret 208 10 9

April 386 17 4

Mei 246 13 5

Juni 115 8 17

Juli 133 10 6

Agustus 235 13 6

September 221 12 7

Oktober 427 23 2

November 392 16 4

(19)

Rata-rata 314 15 -

Minimum 115 8 2

Maksimum 560 23 17

Sumber/ Source : Badan Meteorologi dan Geofisika Statiun Pusat Penelitian Marihat (MRS) Pematangsiantar/ Meteorology and Geophysics Agency Marihat (MRS) Pematangsiantar

Berdasarkan data- data yang dapat di rangkum oleh penulis ada beberapa bulan

yang cukup tinggi intensitasnya terjadi pada data 2014-2015 yang dapat menjadi salah

satu faktor penyebab terjadinya bencana tanah longsor di Kabupaten Simalungun

diantaranya :

a. Januari dengan curah hujan 480 mm, hari hujan 20 hari dan terpanjang hujan 3 hari

b. Oktober dengan curah hujan 427 mm, hari hujan 23 hari dan terpanjang hujan 2 hari

c. November dengan curah hujan 392 mm, hari hujan 16 hari dan terpanjang hujan 4

hari

d. Desember dengan curah hujan 560 mm, hari hujan 14 hari dan terpanjang hujan 4

hari

Dengan rata-rata curah hujan 314 mm/ tahun dan besaran maksimum curah

hujan sebesar 560 mm dan besar minimum 115 mm.

Tabel. 4.4. Distribusi Kerawanan Tanah Longsor Berdasarkan curah hujan di wilayah administrasi Kabupaten Simalungun tahun 2015

No Kelas intensitas

curah hujan Kecamatan

Curah hujan mm Tingkat

intensitas 1 Sangat rendah Pematang Silimahuta 1001-1500 Sangat

rendah 1001-1500 mm

2 Rendah Silimakuta 1501-2000 Rendah

(20)

Haranggaol horison 1501-2000

Bandar 1501-2000

Bandar Masilam 1501-2000 Dolok Batu Nanggar 1501-2000

3 Sedang Silau Kahean 2001-2500 Sedang

2001-2500 Dolok Silau 2001-2500

Tapian Dolok 2001-2500 Gunung Maligas 2001-2500 Gunung Malela 2001-2500 Huta Bayu Raja 2001-2500 Jawa Maraja Bah Jambi 2001-2500 Ujung Padang 2001-2500 Bosar Maligas 2001-2500 Bandar Huluan 2001-2500 Pamatang Bandar 2001-2500

4 Menengah Raya Kahean 2501-3000 Menengah

2501-3000 mm Raya 2501-3000

Dolok Panribuan 2501-3000 Pamatang Sidamanik 2501-3000

Sidamanik 2501-3000

Girsang Sipangan Bolon 2501-3000 Jorlang Hataran 2501-3000 Panombean Panei 2501-3000

Hatonduhan 2501-3000

Tanah Jawa 2501-3000

Siantar 2501-3000

Dolok Pardamean 2501-3000

5 Tinggi Panei 3001-3500 Tinggi

(21)
(22)

2. Tata Guna Lahan ( Tutupan lahan)

A. Luas sawah

Lahan sawah di Kabupaten Simalungun 43.896 Ha yang tersebar di 26

kecamatan. Kecamatan Hutabayu Raja dan Kecamatan Tanah Jawa merupakan

kecamatan yang memiliki lahan sawah terluas mencapai 21,38 persen, masing masing

5.031 Ha dan 4.356 Ha dan seluruhnya telah menggunakan irigasi teknis sedangkan

kecamatan Purba, Haranggaol Horison, Dolok Pardamean, Silou Kahean dan Bosar

Maligas tidak memiliki lahan sawah.

B. Tanaman bahan makanan

Kabupaten Simalungun menghasilkan padi sawah sebesar 526.331 ton dan

padi ladang sebesar 49.982 ton selama tahun 2014. Berarti Kabupaten Simalungun

menghasilkan padi sebesar 576.313 ton selama tahun 2014. Produksi padi sawah

tertinggi berasal dari kecamatan Hutabayu Raja sebesar 61.662 Tanah Jawa

sebesar 56.358 ton. Produksi padi ladang tertinggi berasal dari Kecamatan Dolok Silou

yaitu sebesar 11.066 dan Pematang Silimahuta 5.386 ton. Namun produktivitas padai

sawah terbesar di Kecamatan Pematang Bandar yaitu 62,47 Kw per hektarnya

kemudian Kecamatan Siantar 61,95 kw per hektar sedangkan untuk padi ladang

produktivitas tertinggi di Kecamatan Silou Kahean mencapai 33,91 kw per hektar dan

Kecamatan Silimakuta 33,90 kw per hektarnya. Tanaman Bahan Makanan lainnya

adalah jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu,dan ubi jalar.

Penghasil jagung terbesar adalah Kecamatan Ujung Padang sebesar 61.748 ton,

sementara tahun lalu adalah Kecamatan Hatonduhan selanjutnya Sidamanik sebesar

(23)

sedangkan produktivitas terendah di Kecamatan Tapian dolok dan ujung padang,

masing-masing sebesar 54,85 dan 55,51 kwintal per hektarnya.

C. Tanaman holtikultura

Kabupaten Simalungun merupakan daerah potensi produksi tanaman

hortikultura Produksi antara lain bawang pada tahun 2014 sebesar 1.602 ton dimana

produksi terbanyak ada di kecamatan Pamatang Silimahuta. Cabe, kentang,

kubis produksinya masing-masing 16.806 ton, 44.672 ton dan kubis 78.812 ton

dimana produksi terbesar berasal dari kecamatan Purba. Keunggulan produksi lain

dari kecamatan purba adalah tomat, petsai, dan buncis.

D.Tanaman perkebunan

Sektor perkebunan mempunyai peranan yang cukup besar terhadap

perekonomian Kabupaten Simalungun yaitu perkebunan besar/Negara dan perkebunan

rakyat. Namun yang disajikan pada publikasi ini adalah hasil perkebunan rakyat. Hasil

perkebunan rakyat di Kabupaten Simalungun terdiri dari karet, kelapa sawit,

kopi rabusta/arabika, kelapa, coklat, cengkeh, kulit manis, kemiri, lada ,aren, pinang,

vanili dan tembakau. Luas area perkebunan rakyat terbesar adalah tanaman kelapa

sawit sebesar

38.109,85 Ha dan tanaman karet seluas 14.410,87 Ha.

E. Peternakan

Populasi ternak sapi pada tahun 2014 sebesar 100.798 ekor, k e r b a u 7.723

ekor, kuda 234 ekor dan sapi perah 37 ekor. Kecamatan Dolok Batu Nanggar dan

Kecamatan Bandar Huluan merupakan kecamatan terbesar menghasilkan produksi

(24)

terbesar dari Kecamatan Purba dan Dolok Panribuan, daging babi di Kecamatan Raya

dan Purba.

Populasi unggas Ayam Ras pedaging pada tahun 2014 sebesar 939.925 ekor,

ayam ras petelur 147.680 ekor, ayam bukan ras 1.075.961 ekor dan itik 51.730 ekor.

Kecamatan Gunung Maligas dan Kecamatan Bandar Masilam merupakan kecamatan

terbesar menghasilkan produksi ayam ras petelur . Sementara untuk ayam ras pedaging

produksi terbesar dari Kecamatan Tapian Dolok. Produksi daging ayam bukan ras

terbesar dari kecamatan Tapian Dolok yaitu sebesar 157.674 ekor dan Kecamatan

Jorlang Hataran sebesar 93.826. Produksi daging itik manila terbesar dari Kecamatan

Tapian Dolok dan Hatonduhan.

F. Perikanan

Produksi ikan di Simalungun bersumber dari danau toba, kolam dan sawah.

Produksi ikan di Simalungun pada tahun 2014 sebesar 18.872,4 ton, yang

dibudidayakan di danau toba 1.292,4 ton, di kolam air tenang 8.500 ton, sawah 2.440

ton dan KJA 6.640 ton. Sumber ikan dari danau toba berasal dari 4 kecamatan yaitu

Kecamatan Haranggaol Horison, Dolok Pardamean, Pematang Sidamanik dan Girsang

Sipangan Bolon. Sumber produksi ikan dari kolam air deras terdapat di 8 kecamatan

dimana kecamatan Gunung Malela merupakan produksi terbesar yaitu 300 ton

sedangkan kolam air tenang ada setiap kecamatan kecuali Kecamatan Pamatang

(25)

Tabel 4.5 Lahan di Kabupaten Simalungun

2. Hutan Produksi Terbatas

(26)
(27)

3. Kemiringan Lereng ( Topografi)

Tabel 4.6. Kemiringan lereng berdasarkan wilayah administrasi Kabupaten Simalungun

Berdasarkan pada tabel kemiringan tanah diatas dapat kita lihat bahwasannya

kemiringan tanah di Kabupaten Simalungun diatas > 40% sebahagian besar terdapat di

Kecamatan Raya 5.202 ha. Raya Kahean 3.383 ha dan Girsang Sipangan Bolon dengan

3.442 ha. Sedangkan beberapa wilayah yang ketinggian daerahnya mencapai 0-2%

ialah Kecamatan Tanah Jawa 20.318 ha. Bosar maligas 17.854 ha dan Ujung Padang

dengan 15.513 ha.

(28)

Kabupaten Simalungun

Berdasarkan pada data yang tertera diatas dapat penulis lihat bahwasannya

daerah Kecamatan yang berada pada ketinggian lebih dari >1500 diatas permukaan laut

ialah kecamatan Girsang Sipangan bolon dengan 830 ha, Silimakuta dengan 377

(29)
(30)

4. Faktor Kepadatan Penduduk

Penduduk Simalungun tersebar di 31 kecamatan dimana penduduk terbesar di

Kecamatan Bandar 67.376 jiwa (7,98%), disusul oleh Kecamatan Siantar 65.335 jiwa

(7,74%) dan Kecamatan Tanah Jawa 47.361 jiwa (5,61%) sedangkan Kecamatan

terkecil jumlah penduduknya adalah Kecamatan Haranggaol Horison yaitu 5.058 jiwa.

Kepadatan penduduk Simalungun 192 jiwa/km² atau bertambah 1 orang per km²

dibanding tahun lalu, sedangkan menurut kecamatan, maka Kecamatan Siantar

merupakan daerah terpadat penduduknya yaitu 826 jiwa/km² dan yang terjarang

penduduknya di Kecamatan Dolok Silou hanya 49 jiwa/ km²

Penduduk Simalungun pertengahan tahun 2014 sebesar 844.033 jiwa

yang terdiri dari 420.591 laki-laki dan 423.442 perempuan dengan rasio jenis

kelamin 99,33, yang berarti setiap 100 penduduk perempuan terdapat 99 orang laki-laki.

Jumlah Rumahtangga 215.694 atau rata-rata penduduk per rumah tangga 3,91 jiwa.

Berdasarkan kelompok umur maka penduduk Simalungun 63,59 persen (536.684)

berada di usia produktif (15-64 tahun) sedangkan penduduk Balita (0-4 tahun) 90.542

(10,73%) dan 44.830 (5,31%) pada usia lansia (> 64 tahun).

Kepadatan penduduk setiap tahunnya di Kabupaten Simalungun mengalami

peningkatan. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kelahiran yang lebih tinggi di setiap

tahunnya. Hal inilah yang harus menjadi faktor penting yang harus diperhatikan oleh

(31)

Tabel. 4.8 Distribusi kerawanan tanah longsor berdasarkan Luas dan kepadatan penduduk di Kabupaten Simalungun

No

Silimahuta 79,68 1,82

135.33 Purba 172,71 3,95

123.46 Haranggaol

340.16 Sidamanik 80,88 1,85

271.68 Tanah Jawa 174,33 3,99

(32)

Lanjutan tabel. 4.8

263.85 Panombean

Panei 73,74 1,69

335.62 Tapian

Dolok 119,89 2,74

377.01 Dolok Batu

Nanggar 106,91 2,45

353.13 Gunung

Malela 96,74 2,21

358.42 Pamatang

Bandar 88,16 2,02

271.08 Bandar

Masilam 91,22 2,09

4

Tinggi >400

883.02 Siantar 73,99 1,69

533.47 Gunung

Maligas 51,39 1,18

549.22

Jawa Maraja Bah

Jambi 38,97

0,89

669.14 Bandar 100,69 2,30

(33)
(34)

5. Das dan Wilayah Sungai

Berikut ini merupakan Daerah Aliran Sungai berdasarkan wilayah administrasi

kabupaten simalungun.

Tabel 4.9 Daerah Aliran Sungai berdasarkan daerah kerawanan wilayah administrasi Kabupaten Simalungun

No Daerah Aliran

Sungai Kecamatan

Luas

Ha %

1 Das Asahan 6.839,62 1,61

Girsang Sipangan Bolon 35,94

Hatonduhan 6.803,68

2 Das Bah Bolon 170.172,20 40,00

Bandar 11.192,21

Bandar Masilam 1.758,34

Bosar Maligas 7.220,86

Dolok Panribuan 16.574,24

Dolok Pardamean 9.404,90

Girsang Sipangan bolon 5.638,96

Gunung Malela 4.423,09

Hatonduhan 18.180,88

Hutabayu raja 16.446,40

Jawa Maraja Bahjambi 4.576,41

Jorlang Hataran 9.084,74

Panei 7.762,95

Panombean Panei 2.098,98

Pematang Bandar 3.650,41

Pematang Sidamanik 7.595,46

Purba 1.134,84

Raya 5.240,91

Siantar 7.537,93

Sidamanik 11.765,89

Tanah Jawa 18.883,82

3 Das Bah Kapul 60.228,41 14,16

Bandar 2.826,50

Bandar Huluan 7.333,17 Bandara Masilam 4.429,64 Dolok Batu Nanggar 7.681,04 Lanjutan Tabel 4.9

(35)

Sungai Ha %

Ujung Padang 806,31

9 Das Ular 59.412,13 13,97

Dolok Silau 25.603,91 Pematang Silimahuta 336,76

Purba 10.295,53

(36)

Lanjutan Tabel. 4.9

No Daerah Aliran

Sungai Kecamatan

Luas

Ha %

Silau Kahean 11.272,57 Silimakuta 5.180,16

Total 425.420,34 100,00

Kemudian selain dari Wilayah das yang terdapat di Sumatera Utara. Terdapat

das yang mengaliri beberapa daerah di Kabupaten Simalungun. Berikut ini adalah das

yang terdapat di Kabupaten Simalungun :

Tabel. 4.10 Wilayah Sungai berdasarkan daerah kerawanan wilayah administrasi Kabupaten Simalungun

No Wilayah Sungai Kecamatan

Luas

Ha %

1 Bah Bolon 280.260,50 65,88

Bandar 14.018,71

Bandar Huluan 7.333,17 Bandar Masilam 6.187,98 Bosar Maligas 29.579,16 Dolok Batu Nanggar 7.681,04 Dolok Panribuan 16.574,24 Dolok Pardamean 9.404,90 Girsang Sipangan Bolon 5.638,96 Gunung Malela 8.340,93 Gunung Maligas 4.632,47 Hatonduhan 18.899,50 Huta Bayu Raja 18.027,98 Jawa Maraja Bahjambi 4.576,41 Jorlang Hataran 9.084,74

Panei 7.850,15

Panombean Panei 7.895,21 Pematang Bandar 9.686,31 Pematang Sidamanik 7.595,46

Purba 1.134,84

Raya 16.556,43

(37)

Sidamanik 11.765,89

Lanjutan Tabel 4.10

No Wilayah Sungai Kecamatan Luas

Ha %

Tanah Jawa 19.771,83 Tapian Dolok 3.965,52 Ujung Padang 24.313,38

2 Belawan- Ular- Padang 116.385,57 27,36

Dolok Batu Nanggar 972,80 Dolok Silau 25.603,91 Panombean Panei 98,96 Pematang Silimahuta 336,76

Purba 10.295,53

Raya 19.200,11

Raya Kahean 31.650,21 Silau Kahean 23.047,13 Silimakuta 5.180,16

3 Toba Asahan 28.774,27 6,76

Dolok Pardamean 1.012,27 Girsang Sipangan Bolon 35,94 Haranggaol Horison 962,47 Hatonduhan 7.317,10 Pematang Sidamanik 67,04 Pematang Silimahuta 2.809,87

Purba 6.940,28

Sidamanik 8.671,48 Silimakuta 957,82

(38)
(39)
(40)

4.2.2 Distribusi tingkat kerawanan tanah longsor di Kabupaten Simalungun

Tabel. 4.11 Distribusi Kerawanan Tanah Longsor Berdasarkan Wilayah administrasi Kabupaten Simalungun

Bandar Masilam 1.066,82

Bosar Maligas 3.622,74

Ujung Padang 5.525,68

2 Rendah 169.104,65 39,05

Bandar 10.744,74

Bandar Huluan 7.072,62

Bandar Masilam 3.844,08

Bosar Maligas 25.951,51

Dolok Batu Nanggar 8.652,09

Dolok Panribuan 279,79

Gunung Malela 8.340,93

Gunung Maligas 4.632,47

Hatonduhan 7.920,41

Hutabayu Raja 18.027,98

Jawa Maraja Bah Jambi 4.576,41

Jorlang Hataran 807,22

Panombean Panei 548,64

Pematang Bandar 9.946,86

Raya 5,13

Raya Kahean 13,19

Siantar 8.797,13

Tanah Jawa 18.328,19

Tapian Dolok 12.727,64

Ujung Padang 17.887,64

3 Menengah 215.991,95 49,88

Dolok Panribuan 13.201,59

Dolok Pardamean 5.440,83

Dolok Silau 26.270,98

Girsang SipanganBolon 10.330,24

Haranggaol Horizon 757,44

Hatonduhan 17.618,22

Jorlang Hataran 4.982,91

(41)

Panombean Panei 7.445,53

Lanjutan Tabel. 4.11

No Tingkat

kerawanan Kecamatan Luas

Ha %

Pematang Sidamanik 5.281,72

Pematang Silimahuta 4.814,08

Purba 11.730,80

Raya 35.751,41

Raya Kahean 22.188,53

Siantar 948,19

Sidamanik 9.322,84

Silau Kahean 22.967,89

Silimakuta 7.156,06

Tanah Jawa 1.443,64

Tapian Dolok 488,90

Tinggi 34.233,85 7,91

Dolok Panribuan 3.092,86

Dolok Pardamean 4.976,31

Dolok Silau 4.653,11

Girsang SipanganBolon 2.117,20

Haranggaol Horizon 408,45

Jorlang Hataran 3.294,61

Pematang Sidamanik 2.380,78

Pematang Silimahuta 1.916,32

Purba 6.436,44

Sidamanik 4.106,65

Silimakuta 851,12

(42)

Tabel. 4.12 Distribusi Kerawanan Tanah Longsor Berdasarkan Parameter tanah longsor

Penggunaan lahan Das dan WS

123.46 >40% Dominan kawasan hutan lindung

134.19 25-40% Dominan kawasan hutan lindung

Wampu Tinggi

P u r b a 2001-2500

135.33 25-40% Dominan kawasan hutan konservasi

113.40 >40% Dominan kawasan hutan lindung

156.80 >40% Dominan kawasan hutan lindung

46.96 25-40% Dominan kawasan hutan konservasi

166.21 2-15 % Perkebunan,pesawahan dan pemukiman

76.08 25-40% Dominan kawasan hutan produksi dan

Bah bolon Menengah

Panombeian

Bah bolon Menengah

Siantar

(43)

Tapian

Penggunaan lahan DAS dan WS

353.13 0-2% Perkebunan,pesawahan dan pemukiman

154.78 0-2% Dominan kawasan hutan produksi terbatas

669.14 0-2% Pesawahan,pemukima n

140.39 0-2% Dominan kawasan hutan produksi

1. Daerah kerawanan tanah longsor sangat rendah

Daerah kerawanan sangat rendah adalah daerah yang memiliki potensi longsor

yang paling kecil dan mungkin tidak akan terjadi. hal ini dikarenakan hasil olah data

dari parameter- parameter yang ada menunjukan angka ≤ 2,5 Skor komulatif yang telah

di tetapkan oleh Direktorat Vulkanologi Dan Mitigasi Bencana Geologi. Wilayah yang

termasuk dalam kategori daerah kerawanan longsor sangat rendah dengan luas

(44)

2. Daerah kerawanan tanah longsor rendah

Daerah kerawanan tanah longsor rendah merupakan daerah yang memiliki potensi

longsor rendah. Dan biasanya tanah yang berbentuk dataran sehingga resiko longsor

tidak signifikan. Kecamatan yang tingkat kerawanan rendah dengan luas 169.104,65 Ha

39,05 %

3. Daerah kerawanan tanah longsor menengah

Daerah sangat kerawanan tanah longsor menengah merupakan daerah yang yang

cukup berpotensi mengalami longsor. Daerah kerawanan menengah longsor di

Kabupaten Simalungun dengan luas 215.991,95 Ha 49,88 %

4. Daerah kerawanan tanah longsor tinggi

Daerah kerawanan tanah longsor tinggi merupakan daerah yang sangat rentan

dan rawan terjadinya tanah longsor. Hal tersebut terjadi dikarenakan keseluruhan

parameter-parameter tersebut menunjukan nilai kerentanan yang cukup tinggi≤ 3,7.

Wilayah Kabupaten Simalungun yang menunujukan kerawanan cukup tinggi dengan

luasan 34.233,85 Ha 7,91 % ialah Kecamatan :

1. Haranggaol Horison 408,45 Ha dengan ( curah hujan 2001-2500 mm, kepadatan

penduduk 123.46 orang/km², kemiringan lereng >40% penggunaan lahan di

dominasi oleh kawasan hutan lindung kemudian dialiri oleh Sungai Toba

Asahan),

2. Pamatang Silimakuta 1.916,32 Ha dengan (curah hujan 1001-1500 mm,

(45)

lahan di dominasi oleh kawasan hutan lindung kemudian dialiri oleh Sungai

Wampu),

3. Purba 6.436,44 Ha dengan (curah hujan 2001-2500 mm, kepadatan penduduk

135.33 orang/km², kemiringan lereng 25- 40% penggunaan lahan di dominasi

oleh kawasan hutan konservasi kemudian dialiri oleh Sungai Ular ,

4. Girsang Sipangan Bolon 2.117,20 Ha dengan (curah hujan 2501-3000 mm,

kepadatan penduduk 113.40 orang/km², kemiringan lereng >40% penggunaan

lahan di dominasi oleh kawasan hutan lindung kemudian dialiri oleh Sungai

Toba Asahan

5. Dolok Pardamean 4.976,31 Ha dengan (curah hujan 2501-3000 mm, kepadatan

penduduk 156.80 orang/km², kemiringan lereng >40% penggunaan lahan di

dominasi oleh kawasan hutan lindung kemudian dialiri oleh Sungai Bah bolon ,

6. Dolok Silou 4.653,11 Ha dengan (curah hujan 2001-2500 mm, kepadatan

penduduk 46.96 orang/km², kemiringan lereng 25-40% penggunaan lahan di

dominasi oleh kawasan hutan konservasi kemudian dialiri oleh Sungai Ular.

7. Pematang Sidamanik Ha dengan (curah hujan 2501-3000 mm, kepadatan

penduduk 120.96 orang/km², kemiringan lereng 2-15% penggunaan lahan di

dominasi oleh kawasan hutan lindung dan perkebunan kemudian dialiri oleh

Bah Bolon.

8. Sidamanik Ha dengan (curah hujan 3001-3500 mm, kepadatan penduduk

340.16 orang/km², kemiringan lereng 2-15% penggunaan lahan di dominasi

(46)

Bah Bolon.

9. Silimakuta Ha dengan (curah hujan 1501-2000 mm, kepadatan penduduk

203.80 orang/km², kemiringan lereng 2-15% penggunaan lahan di dominasi

oleh kawasan hutan lindung kemudian dialiri oleh Sungai Ular.

10.Dolok Panribuan Ha dengan (curah hujan 3001-3500 mm, kepadatan

penduduk 122.82 orang/km², kemiringan lereng 2-15% penggunaan lahan di

dominasi oleh kawasan hutan produksi dan perkebunan kemudian dialiri oleh

Bah Bolon.

11.Jorlang Hataran Ha dengan (curah hujan 2501-3000 mm, kepadatan penduduk

166.21 orang/km², kemiringan lereng 2-15% penggunaan lahan di dominasi

oleh kawasan perkebunan, pesawahan dan pemukiman kemudian dialiri oleh

(47)
(48)

4.2.3 Analisis kebijakan tentang penataan ruang pada daerah rawan bencana tanah longsor

Tata ruang di Kabupaten Simalungun diatur dalam Peraturan Daerah

Kabupaten Simalungun Nomor 10 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Simalungun Tahun 2011-2031. Secara Umum, Rencana Pola Ruang

Kabupaten Simalungun Terdiri dari 2 pola ruang, yaitu pola ruang kawasan lindung

dan pola ruang kawasan budidaya.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Simalungun

Penelitian ini diarahkan kepada kondisi fisik dan teritorial wilayah Kabupaten

Simalungun yaitu melihat pola ruang kawasan lindung yang sebahagian besar berupa

lereng dan fungsi hutan yang melindungi beberapa kawasan di kabupaten Simalungun.

Yang kemudian dapat diarahkan kepada pola kawasan budidaya seperti permukiman

penduduk dengan peregerakan dan fungsi lahan sebagai lahan pertanian dan

perkebunan. Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

kawasan hutan lindung, kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan

bawahnya, kawasan perlindungan setempat, kawasan konservasi, kawasan rawan

bencana alam, kawasan lindung geologi.

Kemudian Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

terdiri atas: kawasan hutan produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan pertanian,

kawasan perkebunan, kawasan perikanan, kawasan peternakan, kawasan pertambangan,

kawasan industri, kawasan pariwisata, kawasan permukiman, kawasan peruntukan

lainnya. “Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Simalungun adalah mewujudkan

(49)

pertanian, agroindustri dan pariwisata melalui optimalisasi pemanfaatan sumber daya

alam dan memperhatikan kelestarian lingkungan berdasarkan falsafah “Habonaron do

Bona”.

Pemanfaatan lahan dan peruntukan lahan di kalangan masyarakat masih banyak

kita lihat terutama dikawasan fungsi lindung yang memiliki potensi terjadinya bencana

tanah longsor. Karena pada hakikatnya ialah kawasan lindung merupakan kawasan yang

memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya :

1. Kawasan Hutan Lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf a,

meliputi sebagian wilayah pada Kecamatan Purba, Haranggaol Horison, Dolok

Pardamean, Pematang Sidamanik, Girsang Sipangan Bolon, Hatonduhan, Dolok

Panribuan, Pamatang Silimahuta, Silimakuta, Dolok Silou, Purba, Silou Kahean,

Raya Kahean, dan Sidamanik.

Didalam RTRW Kabupaten Simalungun dapat kita perhatikan ada beberapa daerah

yang akan direncanakan oleh Pemerintah Kabupaten Simalungun atau peruntukan

lahan. Seperti kawasan Haranggaol horison, Pamatang Sidamanik dan Girsang

Sipangan Bolon yang akan di Zonasikan menjadi Kawasan Danau Toba dsk.

Kemudian di daerah Kecamatan Pamatang Silimahuta dan Silimakuta di Zonasikan

untuk wilayah Kawasan Strategi Ekonomi yaitu Kawasan Agropolitan Dataran

Tinggi yang merupakan Kawasan Strategi Propinsi kemudian Kecamatan Dolok

Silou yang akan direncanakan menjadi Kawasan Strategis fungsi daya dukung

lingkungan yaitu PPA Gungung Simacik

2. Kawasan hutan lindung yang diusulkan direvisi melalui Surat Gubsu no 522/8939

(50)

28.317,08 Ha (dua puluh delapan ribu tiga ratus tujuh belas koma kosong delapan

hektar)

3. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf b, meliputi kawasan resapan

air, diperuntukkan bagi daerah-daerah untuk melindungi ketersediaan air bagi mata

air, sungai dan danau, terutama di daerah tangkapan air Danau Toba.

4. Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2)

huruf c, meliputi :

a. sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 meter kiri-kanan sungai besar dan 50

meter di kiri-kanan sungai kecil yang berada di luar permukiman.

b. untuk sungai di kawasan permukiman berupa sempadan sungai yang

diperkirakan cukup untuk dibangun jalan inspeksi antara 10-15 meter.

c. pengelolaan kawasan sempadan sungai adalah dengan cara membuat papan

larangan penggunaan lahan sempadan sungai.

d. sempadan danau sekurang-kurangnya 100 meter dari pasang tertinggi kearah

darat.

e. pengelolaan kawasan sempadan danau adalah dengan cara membuat papan

larangan penggunaan lahan sempadan danau.

Kemudian hal yang dapat kita lihat fenomena yang kini terjadi hampir di seluruh

daerah di Indonesia yang berkaitan dengan lahan dan aktifitas masyarakat diantaranya

ialah pendirian bangunan dan usaha yang dikelola di masyarakat. Terkadang dapat kita

lihat dan rasakan banyak usaha dan bangunan yang tidak sepenuhnya memperhatikan

(51)

sungai dan danau. Hal inilah yang harus kita fahami sebagai masyarakat. Yang

terpenting lagi peruntukan lahan yang dilakukan oleh masyarakat memiliki izin kepada

pemerintah daerah Kabupaten Simalungun sehingga pelaksanaan pembangunan usaha

ataupun bangunan lainnya dapat sama-sama dipantau pergerakannya sehingga dapat

disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Simalungun. Seperti beberapa bangunan yang

masih saja kita lihat dibeberapa wilayah di Kabupaten Simalungun yang belum

sepenuhnya mematuhi kawasan perlindungan Sungai dan danau mendirikan bangunan

tanpa memiliki izin usaha.

Dengan demikian diterbitkannya IMB diharapkan semua bangunan yang

akan dibangun dapat menyesuaikan dengan persyaratan teknis yang telah

ditetapkan pada ruang yang sesuai dengan rencana tata ruang yang ada sehingga

pertumbuhan dan perkembangan wilayah dapat dikendalikan dan dihindarkan dari

kerusakan. Diharapkan Perizinan yang terkait secara langsung dengan pengendalian

pemanfaatan ruang seperti : Rekomendasi Peruntukan Penggunaan Lahan (izin

peruntukan), Izin Lokasi, Izin Perencanaan, dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB),

termasuk perizinan dan/atau pertimbangan kelayakan yang masih erat kaitannya adalah

Izin Undang-undang Gangguan (IUUG/HO) serta izin lingkungan (AMDAL, UKL,

UPL, SPPL). Terutama dikawasan-kawasan industri ataupun Kawasan sempadan Danau

di daerah yang memiliki tingkat kelerengan tinggi dan Kepadatan aktifitas yang mulai

ramai seperti : Kecamatan Girsang Sipangan Bolon merupakan daerah rawan bencana

disamping kawasan hutan lindung dan konservasi Hal inilah menjadi bentuk Mitigasi

(52)

Didalam RTRW Kabupaten Simalungun kemungkinan besar kawasan fungsi

lindung akan dilaksanakan pembangunan fisik di beberapa daerah seperti pembangunan

sarana prasarana, infrastruktur jalan dan pembangunan fisik lainnya sesuai dengan

pergerakan manusia dan kebutuhan masyarakat setempat. Hal terpenting dalam proses

mitigasi bencana alam terutama bencana tanah longsor yaitu tidak merubah fungsi dan

peruntukan kawasan fungsi lindung itu sendiri. Pemerintah daerah telah menzonasikan

beberapa wilayah dalam status rawan bencana alam Kawasan rawan bencana alam

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2) huruf e, meliputi :

a. potensi bencana longsor terdapat di daerah tangkapan air Danau Toba, daerah

perbatasan Kecamatan Raya dengan Kecamatan Raya Kahean, Kecamatan

Dolok Silou, dan Kecamatan Silou Kahean.

b. kawasan rawan banjir terdapat di Kecamatan Silou Kahean, Raya Kahean,

Bandar, Pematang Bandar, Dolok Batu Nanggar, Tapian Dolok, Siantar, Bosar

Maligas, Ujung Padang, Hutabayu Raja dan Tanah Jawa.

c. kawasan rawan angin puting beliung terdapat di Kecamatan Panei, Gunung

Malela, Jawa Maraja Bah Jambi, Tapian Dolok dan Dolok Batu Nanggar.

d. Kawasan rawan kebakaran hutan meliputi sepanjang kawasan Danau Toba.

Setelah dapat di zonasikan kawasan-kawasan di Kabupaten Simalungun yang

rawan terhadap bencana alam, diharapakan instansi terkait dan Badan Penanggulangan

Bencana Daerah dapat bekerjasama dengan kooperatif sehingga tahap awal yang dapat

dilakukan dalam memitigasi bencana dapat disosialisasikan kepada masyarakat di

(53)

legalitas hukum ini dapat menjadi dan menciptakan kenyamanan dan menimbulkan rasa

cinta masyarakat terhadap lingkungannya. Kemudian Pemerintah Kabupaten

Simalungun dapat mendistribusikan daerah- daerah rawan bencana melalui zonasi

daerah rawan bencana dengan bantuan pemerintah Kecamatan masing-masing. Dalam

hal ini kaedah yang terpenting dalam mitigasi ialah bagaimana masyarakat dan

pemerintah dapat memberikan keseimbangan terhadap alam, agar keseimbangan

terhadap pergerakan manusia dapat menjadi impact yang baik dalam bentuk ekonomi dan aksesbilitas terhadap perkembangan ekonomi.

4.2.4 Analisis SWOT

Berdasarkan hasil observasi dan dokumentasi dan juga analisis yang dilakukan.

maka,dapat disimpulkan yang menjadi perumusan faktor internal dan eksternal yang

terjadi dan terdapat di Kabupaten Simalungun. Analisis ini digunakan untuk melihat

bagaimana arahan strategis yang dapat digunakan untuk nelihat dan pentingnya sebuah

mitigasi yang diarahkan oleh pemerintah Kabupaten Simalungun. Melihat strategis yang

harus digunakan untuk melihat prioritas yang dapat dilakukan sebagai sebuah kebijakan

(54)

Tabel. 4.13 Hasil Penilaian

Responden atas Kuisioner SWOT

FAKTOR INTERNAL

Bobot Penilaian Responden

Karakteristik pertanyaan Karakt

Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Rata-Rata Ket 1 2 3 4 5 6

1 8 7 7 8 7 6 6 7 7 8 5 8 7 - b a a b a a

2 8 6 7 8 6 6 5 8 6 8 5 7 6,66 - b a a b a a

3 7 7 8 7 7 7 6 7 6 8 6 7 6,91 - a a b a a a

4 8 7 8 8 6 6 6 8 7 7 6 7 7 - b a b b a a

5 8 8 8 8 7 6 7 7 6 7 6 7 7,08 - b b b b a a

6 9 7 7 8 7 5 7 7 7 7 5 7 6,91 - b a a b a a

7 8 7 8 9 6 6 7 6 5 6 6 8 6,83 - b a b b a a

8 7 8 6 8 6 6 7 7 5 7 5 7 6,58 - a b a b a a

9 7 7 6 7 6 6 6 8 6 6 5 7 6,41 - a a a a a a

10 8 7 7 8 7 6 7 6 7 8 6 7 7 - b a a b a a

Rata-Rata 6,84 Rata

Tabel. 4. 14 Hasil Penilaian Responden atas Kuisioner SWOT

FAKTOR EKSTERNAL

Bobot Penilaian Responden

Karakteristik pertanyaan Karakt

Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Rata-Rata Ket 1 2 3 4 5 6

1 8 7 7 7 6 6 5 5 6 5 6 5 6,08 - a a b a a a

(55)

3 8 7 7 7 5 6 6 5 6 6 6 6 6,25 - a b a a a a

4 8 7 7 7 6 7 6 6 6 5 5 5 6,25 - a a a a a a

5 7 8 7 7 5 7 6 6 6 6 6 6 6,41 - a a a a a a

6 7 7 7 7 6 6 5 6 6 5 6 5 6,08 - a b a a b a

7 8 7 7 7 5 6 6 5 7 5 5 6 6,16 - a a a a a a

8 8 7 7 7 6 6 6 6 6 6 5 5 6,25 - a a a a a a

9 8 8 7 7 6 7 5 5 7 6 5 5 6,33 - a a b a a a

10 7 7 7 7 6 6 6 6 7 5 5 6 6,25 - a a a a a a

(56)

Opportunity O

(-,+) 2 (+,+)

1 Weakness

W Strength

S -3 -2 -1 1 2 3

1

(+,-)

( -,-) 2

T

Threath

Gambar. 4.9 Diagram analisi SWOT

Kuadran I

Kuadran II Kuadran III

Kuadran IV

2,95

(57)

115

Tabel. 4.15 Pembobotan Faktor Strategis Internal

Faktor- faktor strategis Internal Bobot Rating Bobot x Rating KEKUATAN

1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun 0,25 4 1

yang stategis dalam penataan ruang.

2. Sudah adanya dinas/instansi terkait yang 0,20 4 0,80

memiliki kapasitas dan kinerja kelembagaan di Kabupaten Simalungun dalam menentukan Zonasi dan kawasan strategis

3. Telah terarah di Rencana Tata Ruang Wilayah 0,15 3 0,45

Kabupaten Simalungun tahun 2011-2031 KELEMAHAN

1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang 0,10 2 0,20

bervariasi ( Dataran tinggi,dataran rendah,dan daerah susunan bebatuan yang berbeda-beda)

2. Kualitas dan Kuantitas SDM di Kabupaten 0,10 2 0,20

Simalungun dalam mendayagunakan lahan masih perlu ditingkatkan

3. Ketersediaan infrastruktur dasar dalam 0,08 2 0,16

memanfaatkan lahan masih kurang

4. Belum adanya dasar hukum/ Perda yang 0,12 2 0,14

mengatur tentang bencana Tanah longsor

Total 1,00 19 2,95

Sumber : Analisis Data Primer,2016

Dari matriks evaluasi faktor internal diketahui terdapat tiga kekuatan yang

dapat dimanfaatkan dalam melakukan mitigasi terhadap bencana tanah longsor yaitu

posisi geografis Kabupaten Simalungun yang strategis dalam penataan ruang, sudah

adanya dinas/ instansi terkait yang memiliki kapasitas dan kinerja kelembagaan di

(58)

terarah didalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun tahun

2011-2031. Kemudian ada empat kelemahan yang diidentifikasi dalam upaya memitigasi

bencana diantaranya Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang bervariasi (dataran

tinggi, dataran rendah, dan daerah susunan bebatuan yang berbeda-beda), Kualitas

dan kuantitas SDM di Kabupaten Simalungun dalam upaya mendayagunakan lahan

masih perlu di tingkatkan, ketersediaan infrastruktut dasar dalam memanfaatkan lahan

masih kurang dan belum adanya dasar hukum atau Perda yang mengatur tentang

bencana tanah longsor. Selain faktor Internal juga dapat diidentifikasi faktor ekternal

berikut ini adalah Tabel pembobotan faktor strategis eksternal.

Tabel 4.16 Pembobotan Faktor Strategis Eksternal

Faktor- faktor strategis ekternal Bobot Rating Bobot x Rating PELUANG

1. Adanya Undang-undang tentang otonomi 0,15 4 0.60

daerah untuk mengatur dan mengelola anggaran daerah dalam menyusun rencana strategis daerah

2. Undang-undang Penataan ruang 0,15 3 0,45

nasional Nomor 26 Tahun 2007

3. Peraturan Kepala BNPB Nasional Nomor 0,15 3 0,45

02 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian resiko bencana

4. Keberadaan perusahaan-perusahaan baik 0,13 3 0,39

PTPN maupun Swasta di Kabupaten

Simalungun dalam meberikan anggaran CSR ( Corporated Social Responsibility)

5. Kemajuan tehnologi yang sangat pesat 0,11 3 0,33

sehingga memberikan edukasi dan informasi terhadap bencana.seperti GIS ANCAMAN

(59)

ataupun profil Kecamatan di beberapa Wilayah di Kabupaten Simalungun.

2. Kemajuan Pembangunan yang dimiliki 0,08 1 0,08

oleh beberapa wilayah sehingga rentannya pembangunan fisik dan non fisik

3. Belum terciptanya kerjasama yang kooperatif 0,07 2 0,14

antara pemerintah Kabupaten Simalungun dengan perusahaan pemerintah dan swasta dalam mengevaluasi AMDAL

4. Terbatasnya anggaran teknologi daerah 0,08 1 0,08

dalam mengantisipasi dan memitigasi Tanah longsor.

Total 1,00 22 2,68 Sumber : Analisis data primer 2016

Ada lima peluang yang diidentifikasi dalam memitigasi wilayah tanah longsor

yaitu Adanya Undang-undang tentang otonomi daerah untuk mengatur dan

mengelola anggaran daerah dalam menyusun rencana strategis daerah,

Undang-undang Penataan Ruang Nasional Nomor 26 Tahun 2007, Peraturan Kepala

BNPB Nasional Nomor 02 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian

resiko bencana, keberadaan perusahaan-perusahaan baik PTPN maupun

swasta di Kabupaten Simalungun dalam memberikan anggaran CSR

(Corporated Social Responsibility) dan kemajuan tehnologi yang sangat

pesat sehingga memberikan edukasi dan informasi terhadap bencana seperti

GIS. Kemudian setelah mengidentifikasi peluang, pada penelitian ini juga

dapat diidentifikasi empat ancaman atau tantangan yaitu Belum tersedia

seluruhnya RDTR maupun profil kecamatan dibeberapa wilayah Kabupaten

Simalungun, Kemajuan Pembangunan yang dimiliki oleh beberapa wilayah

(60)

kerjasama yang kooperatif antara pemerintah Kabupaten Simalungun dengan

perusahaan pemerintah dan swasta dalam mengevaluasi AMDAL, terbatasnya

anggaran tehnologi daerah dalam mengantisipasi dan memitigasi daerah rawan

tanah longsor.

1. Penentuan Alternatif Strategi

Strategi Mitigasi benncana tanah longsor dilakukan dengan cara membuat

matriks SWOT. Matriks ini digunakan dan di susun berdasarkan faktor-faktor

strategi, baik internal (kekuatan dan kelemahan) maupun eksternal ( peluang dan ancaman). Berdasarkan matriks posisi analisis SWOT yang ada, maka disusun

empat strategi prioritas, yaitu strategi prioritas I : Strategi Strength – Opportunity

(SO), Strategi Prioritas II: Strategi Weakness – Opportunity (WO), Strategi Prioritas

III : Strength – Threat (ST), dan Strategi Prioritas IV : Weakness – Threat (WT).

Setelah dapat dianalisiskan dari masing- masing analisis internal dan eksternal.

Tabel 4.17. Strategi Prioritas I: Strategi Strength – Opportunity (SO)

Strength Opportuniy

1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang stategis dalam penataan ruang.

2. Sudah adanya dinas/instansi terkait yang memiliki kapasitas dan kinerja kelembagaan di Kabupaten Simalungun dalam menentukan Zonasi dan

kawasan strategis

3. Telah terarah di rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun tahun 2011-2031

1. Adanya Undang-undang tentang otonomi daerah untuk mengatur dan mengelola anggaran daerah dalam menyusun rencana strategis daerah

2. Undang-undang Penataan ruang nasional Nomor 26 Tahun 2007

3. Peraturan Kepala BNPB Nasional Nomor 02 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian resiko bencana

4. Keberadaan perusahaan-perusahaan baik PTPN maupun Swasta di Kabupaten Simalungun dalam memberikan anggaran CSR ( Corporated Social Responsibility) 5. Kemajuan tehnologi yang sangat pesat

sehingga memberikan edukasi dan informasi terhadap bencana, seperti GIS

(61)

1. Dengan adanya undang- undang yang mengatur tentang Penataan ruang nasional, Perka BNPB Nasional dan kemudian teratah kembali terhadap Peraturan daerah Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Simalungun diharapkan pemerintah Kabupaten Simalungun dapat lebih aktif dan selektif dalam dalam memitigasi Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan dengan upaya memberikan informasi dan sosialisasi terhadap masyarakat agar masyarakat sadar dan mengerti akan upaya dan bahaya tanah longsor.

2. Dengan adanya intansi/dinas terkait yang memiliki kapasitas dan kinerja kelembagaan di Kabupaten Simalungun,diharapkan para stakholder tersebut dapat memberikan informasi dan edukasi terhadap masyarakat sesuai dengan tupoksi dan kaedah penataan ruang guna mengurangi jumlah bencana. Memiliki pembelajaran khusus terhadap bencana dengan memanfaatkan anggaran mitigasi Bencana.

(62)

Tabel. 4.18. Strategi Prioritas II: Strategi Weakness – Opportunity (WO)

Weakness Opportunity

1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang bervariasi ( Dataran tinggi,dataran rendah,dan daerah susunan bebatuan yang berbeda-beda)

2. Kualitas dan Kuantitas SDM di Kabupaten Simalungun dalam mendayagunakan lahan masih perlu ditingkatkan

3. Ketersediaan infrastruktur dasar dalam memanfaatkan lahan masih kurang 4. Belum adanya dasar hukum/ Perda yang

mengatur tentang bencana Tanah longsor

1. Adanya Undang-undang tentang otonomi daerah untuk mengatur dan mengelola anggaran daerah dalam menyusun rencana strategis daerah 2. Undang-undang Penataan ruang

nasional Nomor 26 Tahun 2007 3. Peraturan Kepala BNPB Nasional

Nomor 02 tahun 2012 tentang pedoman umum pengkajian resiko bencana

4. Keberadaan perusahaan-perusahaan baik PTPN maupun Swasta di Kabupaten Simalungun dalam

meberikan anggaran CSR ( Corporated Social Responsibility)

5. Kemajuan tehnologi yang sangat pesat sehingga memberikan edukasi dai informasi terhadap bencana.

Strategi WO (Weakness – Opportunity)

1. Memperbaiki infrastruktur dasar sebagai modal awal dan aksesibilitas pembangunan dalam upaya memitigasi lahan dengan memanfaatkan dan mengupayakan kemajuan dan anggaran pembangunan .

2. Melakukan upaya peningkatan Kualitas dan kuantitas SDM di Kabupaten Simalungun dengan memanfaatkan teknologi dan mendayagunakan keberadaan perusahaan- perusahaan baik PTPN dan Swasta sebagai bentuk sosial dan upaya pembangunan wilayah dan pengendaliannya dengan memperhatikan AMDAL dan rencana strategis daerah sesuai dengan bugeting dan Penataan ruang.

3. Memeratakan hasil-hasil pembangunan, dan membuat prioritas pembangunan yang paling tepat, mengingat kondisi topografi Kabupaten Simalungun yang bervariasi, dengan memanfaatkan kemajuan tehnologi dan dukungan dari pemerintah

pusat,maupun program- program nasional yang diharapkan dapat menyentuh masyarakat luas di Kabupaten Simalungun.

(63)

Tabel. 4.19. Strategi Prioritas III: Strategi Strength – Threat (ST)

Strength Threat

1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang stategis dalam penataan ruang. 2. Sudah adanya dinas/instansi terkait

yang memiliki kapasitas dan kinerja kelembagaan di Kabupaten Simalungun dalam menentukan Zonasi dan kawasan strategis

3. Telah terarah di rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Simalungun tahun 2011-2031

1. Belum tersedia seluruhnya RDTR ataupun profil Kecamatan di beberapa Wilayah di Kabupaten Simalungun.

2. Kemajuan Pembangunan yang dimiliki oleh beberapa wilayah sehingga rentannya pembangunan fisik dan non fisik

3. Belum terciptanya kerjasama yang kooperatif antara pemerintah Kabupaten Simalungun dengan perusahaan pemerintah dan swasta dalam mengevaluasi AMDAL 4. Terbatasnya anggaran teknologi

daerah dalam mengantisipasi dalam memitigasi Tanah longsor.

Strategi ST (Strength – Threat)

1. Menciptakan kerjasama yang lebih baik lagi dengan perusahaan pemerintah dan swasta dalam upaya memitigasi bencana guna menciptakan pembangunan yang sesuai dengan penataan ruang dan AMDAL, kondisi geografis yang strategis dalam penataan ruang diharapkan bisa dimanfaatkan dan dikendalikan pembangunannya dengan baik, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang perlu ditingkatkan,

2. Mensosialisasikan RTRW Kabupaten Simalungun,menyusun kembali dan evaluasi RDTR, diharapkan mampu memberikan pemahaman agar tidak terjadinya pelanggaran-pelanggaran dalam pembangunan wilayah

3. Mengembangkan dan meningkatkan anggaran teknologi dalam meningkatkan kemampuan dan kinerja instansi dan dinas terkait agar mampu menentukan zonasi dan kawasan yang strategis dengan upaya memitigasi daerah tanah longsor.

(64)

123

Tabel. 4.20. Strategi Prioritas IV: Strategi Weakness – Threat (WT)

Weakness Threat

1. Posisi geografis Kabupaten Simalungun yang bervariasi ( Dataran tinggi,dataran rendah, dan daerah susunan

bebatuan yang berbeda-beda) 2. Kualitas dan Kuantitas SDM di

Kabupaten Simalungun dalam mendayagunakan lahan masih perlu ditingkatkan

3. Ketersediaan infrastruktur dasar dalam memanfaatkan lahan masih kurang 4. Belum adanya dasar hukum/ Perda yang

mengatur tentang bencana Tanah longsor

1. Belum tersedia seluruhnya RDTR dan profil kecamatan di beberapa Wilayah di Kabupaten

Simalungun.

2. Kemajuan Pembangunan yang dimiliki oleh beberapa wilayah sehingga rentannya pembangunan fisik dan non fisik

3. Belum terciptanya kerjasama yang kooperatif antara pemerintah Kabupaten Simalungun dengan perusahaan pemerintah dan swasta dalam mengevaluasi AMDAL 4. Terbatasnya anggaran teknologi

daerah dalam mengantisipasi dalam memitigasi Tanah longsor.

Strategi WT (Weakness – Threat)

1. Meningkatkan kualitas SDM di Instansi pemerintahan di Kabupaten Simalungun untuk lebih memahami terhadap Bencana tanah longsor,meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah,dan memperbaiki sarana prasarana guna mengupayakan dan mengurangi resiko bencana tanah longsor. 2. Menetapakan peraturan yang lebih spesifikasi tentang bencana tanah

longsor dalam bentuk peraturan daerah diharapakan menjadi acuan pokok dalam penganggaran (buggeting) hal ini bisa meningkatkan teknologi dan kinerja instansi pemerintahan.

Sumber : Hasil analisis data 2016

Dari gambar di atas dan keterangan koordinat pada sumbu x dan y berada

pada kuadran I. Berarti strategi pada hasil SWOT ini ialah memaksimalkan unsur

kekuatan (S) dan peluang (O) yang ada.

Maka strategi yang akan direkomendasikan kepada Pemerintah Daerah ialah :

(65)

nasional , Perka BNPB Nasional dan kemudian teratah kembali terhadap

Peraturan daerah Rencana tata ruang wilayah Kabupaten Simalungun

diharapkan pemerintah Kabupaten Simalungun dapat lebih aktif dan selektif

dalam dalam memitigasi Wilayah yang memiliki tingkat kerawanan dengan

upaya memberikan informasi dan sosialisasi terhadap masyarakat agar

masyarakat sadar dan mengerti akan upaya dan bahaya tanah longsor.

b. Memperbaiki infrastruktur dasar sebagai modal awal dan aksesibilitas pembangunan dalam upaya memitigasi lahan dengan memanfaatkan dan

mengupayakan kemajuan dan anggaran pembangunan .

c. Menciptakan kerjasama yang lebih baik lagi dengan perusahaan pemerintah dan swasta dalam upaya memitigasi bencana guna menciptakan pembangunan yang

sesuai dengan penataan ruang dan AMDAL, kondisi geografis yang strategis

dalam penataan ruang diharapkan bisa dimanfaatkan dan dikendalikan

pembangunannya dengan baik, kualitas dan kuantitas sumber daya manusia

yang perlu ditingkatkan

d. Meningkatkan kualitas SDM di Instansi pemerintahan di Kabupaten

Simalungun untuk lebih memahami terhadap Bencana tanah longsor,

meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan

pembangunan daerah,dan memperbaiki sarana prasarana guna mengupayakan

(66)

Tabel. 4.20. Key-informant dan Narasumber

No Jumlah Instansi

1 1 Bappeda Sumatera Utara

2 1 BWS Sumatera Utara

3 2 Bappeda Simalungun

4 2 Dinas PSDA Simalungun

5 2 BPBD Simalungun

(67)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan dari apa yang dibahas dalam penelitian ini, maka ada beberapa

hal yang dapat penulis simpulkan di antaranya sebagai berikut :

1. Tiap parameter penyebab terjadinya longsor memiliki karakteristik yang

berbeda-beda.

a. Faktor curah hujan dan intensitas hujan yang cukup dominan menyebabkan

terjadinya pergerakan tanah dikarenakan curah hujan mencapai rata- rata 314

mm pertahun dengan curah hujan maksimum 560 mm minimum 115 mm, curah

hujan terbesar terjadi pada bulan Desember dengan 560 mm pertahun.

b. Kemiringan lereng atau kemiringan tanah merupakan faktor yang sangat

dominan tingkat kelerengan atau kemiringan tanah yang relatif tinggi sekitar

27.845 Ha wilayah di Simalungun. Dolok panribuan dengan luasan 863 Ha,

Dolok Pardamean 1575 Ha, Dolok Silou 3236 Ha, Girsang Sipangan Bolon

3442 Ha, Haranggaol horison 1676 Ha, Jorlang Hataran kemiringan 15-25 %

2694 Ha, Pamatang Sidamanik 1044 Ha, Purba 191 Ha, Silimakuta 1271 Ha

dan Raya 5202 Ha.

c. Penggunaan lahan di Kabupaten Simalungun masih di dominasi oleh Hutan

Gambar

Tabel. 3.1 Data dan sumber penelitian
Gambar 3.1 Kerangka berfikir
Tabel. 3.4  Kriteria Penilaian Kemiringan Lereng
Tabel. 3.6   Kepadatan Penduduk
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saran yang dapat diberikan oleh peneliti untuk penelitian lanjutan adalah melihat variabel lain yang dapat mempengaruhi ketrampilan seorang pengasuh dalam

Pengaruh Variasi Komposisi Sorbitol dan Gliserol Terhadap Kuat Tarik Plastik Biodegradable dari Pati Singkong Karet dan Kulit Singkong Karet ... Pengaruh Variasi Komposisi Sorbitol

[r]

Berdasarkan rumusan permasalahan yakni Pusat Seni dan Budaya Dayak Kalimantan Barat di Pontianak yang komunikatif dan rekreatif melalui pengolahan ruang dalam dan ruang

Scope If useful, may be summarised at this level. Records the critical hardware used in the applied process. Records the critical hardware used in the applied

Skripsi dengan judul “ Penerapan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray Untuk Peningkatan Hasil Belajar Pada Mata Pelajaran PKn Kelas IV SD 1 Gamong Kudus ” oleh

- Harga atau biaya produksi relatif mahal. - Pada saat film dipertunjukkan, gambar-gambar bergerak terus sehingga tidak semua penonton mampu mengikuti informasi yang

Pertumbuhan populasi Branchionus plicatilis pada masing-masing perlakuan dan ulangan selama penelitian disajikan pada tabel 2, yang menunjukkan bahwa jumlah populasi