BAB 3. METODE PENELITIAN
3.1. Desain
Penelitian ini merupakan randomized controlled study yang menilai efek pemberian madu dan obat batuk putih untuk gejala batuk pada anak dengan rinitis.
3.2. Tempat dan waktu
Penelitian dilakukan di Puskesmas Tanjung Tiram, Puskesmas Kedai Sianam dan Puskesmas Labuhan Ruku Kabupaten Batubara Sumatera Utara, dan Poliklinik Anak RSUD Tengku Sulung Kecamatan Reteh Kabupaten Indragiri Hilir Riau, dilaksanakan pada tahun 2016. Penelitian di Kabupaten Batubara dilaksanakan sejak bulan Februari sampai Maret 2016, dan penelitian di RSUD Tengku Sulung Indragiri Hilir dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2016.
3.3. Populasi dan sampel
kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria eksklusi. Pengambilan sampel dilakukan secara consecutive sampling.
3.4. Perkiraan besar sampel
Besar sample dihitung dengan menggunakan rumus uji proporsi untuk dua populasi yaitu sebagai berikut:
n1=n2 = �
2 +� 1 1+ 2 2
1− 2
2
dimana :
n = jumlah sampel yang dibutuhkan masing-masing grup, P1 = Proporsi kesembuhan dengan obat A = 42%
Q1= 1 – 42% = 58%
P2 = Proporsi kesembuhan dengan obat B = 17%5
Q2= 1 – 17% = 83%
P1-P2 = perbedaan klinis yang bermakna yaitu 25% P= (P1+P2)/2 = (42% + 17%)/2 = 29,5%
Q= (Q1+Q2)/2= (58% + 83%)/2 = 70,5%
Z : 1.64 (level of significance 5%)
Z : 0.84 (power 80%)
n = jumlah sampel
= kesalahan tipe 1 = 0,05 (tingkat kepercayaan 95%) Z = 1,64
= kesalahan tipe 2 = 0,2 (power 80%) Z = 0,84
maka didapatkan:
n= 40 untuk masing-masing grup
3.5. Kriteria inklusi dan eksklusi
3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Anak usia 2-5 tahun yang menderita rinitis 2. Mempunyai gejala batuk
3. Skor batuk minimal 3 pada masing-masing item
3.5.2. Kriteria Eksklusi
1. Anak yang menderita penyakit infeksi saluran nafas lain 2. Onset batuk lebih dari tiga hari
3. Konsumsi madu atau obat batuk lainnya 1 hari sebelum terlibat dalam penelitian
4. Gizi Buruk
3.6. Persetujuan / Informed Consent
3.7. Etika penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan nomor surat: 151/KOMET/FK USU/2016 tertanggal 9 februari 2016.
3.8. Cara kerja
1. Orang tua dan anak diberikan penjelasan dan informed consent yang menyatakan setuju mengikuti penelitian ini.
2. Data dasar diperoleh dari wawancara dan kuisioner.
3. Dilakukan pengukuran antropometri yang terdiri dari pengukuran berat badan dan tinggi / panjang badan anak. Berat badan diukur dalam satuan kg, menggunakan timbangan merk Camry buatan Cina, dengan ketelitian 0.1 cm. Tinggi badan diukur dalam satuan cm, menggunakan stadiometer bagi anak yang dapat berdiri. Sedangkan untuk anak yang tidak dapat berdiri, dilakukan pengukuran panjang badan dengan menggunakan kayu pengukur, dengan pengurangan 0.5 - 1.5 cm dari hasil pengukuran.
5. Semua anak yang memenuhi kriteria inklusi akan diberikan madu atau obat batuk putih.
6. Pembagian kelompok berdasarkan pembagian obat. Kelompok pertama pemberian madu, dan kelompok kedua pemberian obat batuk putih. Randomisasi dilakukan dengan randomisasi blok, dengan besar blok = 6.
7. Pemberian madu dan obat batuk putih diberikan selama tiga hari, tiga kali sehari dengan dosis 2.5 cc untuk madu dan dosis tiga kali sehari lima cc untuk OBP.
8. Dilakukan penilaian skor batuk sebelum terapi dan setiap hari selama 3 hari berturut setelah terapi
3.10. Identifikasi Variabel
Variabel bebas Skala
Kelompok intervensi nominal
Variabel tergantung Skala
Skor batuk ordinal
Kesembuhan nominal
Variabel perancu Skala
Polusi udara nominal
Status gizi nominal
3.11. Definisi Operasional
a. Madu : cairan yang banyak mengandung gula pada sarang
lebah10, madu yang digunakan adalah madu yang telah terdaftar oleh
BP-POM dan tidak dalam masa kadaluarsa. Penelitian ini
menggunakan madu randu merk Nusantara ukuran 100 ml dengan
Nomor Registrasi: MD. 152111002054.
b. Obat batuk putih: obat batuk putih yang dijual bebas di pasaran dan
telah terdaftar oleh BP-POM. Penelitian ini menggunakan OBP merk
Itrasal dengan Nomor Registrasi: DBL 9910903937 A1.
c. Skor batuk :Penilaian batuk secara subjektif melalui penilaian
menggunakan skoring batuk tipe Likert.36 Item yang dinilai pada
kuesioner ini adalah: 1)seberapa sering anak anda batuk tadi malam?
2)seberapa besar pengaruh batuk anak anda terhadap bisa tidaknya
dia tidur? 3) seberapa besar pengaruh batuk anak anda terhdap bisa
tidaknya anda tidur?. Semua item memiliki tingkat skor mulai dari 0
sampai 5.
Skoring batuk tipe Likert
1. Seberapa sering anak anda batuk tadi malam ? Amat sangat
2. Seberapa besar pengaruh batuk anak anda tadi malam terhadap bisa tidaknya dia tidur ? Amat sangat
3. Seberapa besar pengaruh batuk anak anda tadi malam terhadap bias tidaknya anda tidur ? Amat sangat
Minimal skor dari masing-masing item adalah satu, dikategorikan
sembuh. Salah satu item, memiliki skor lebih dari satu, dikategorikan
belum sembuh.
d. Rinitis : infeksi saluran pernafasan-atas ringan dengan gejala
utama hidung buntu, adanya secret hidung, bersin, nyeri tenggorok
dan batuk1. Anamnesa tidak ada riwayat atopi, pada pemeriksaan fisik
tidak ditemukan ronki atau mengi dan centor score ≤2.
e. Polusi udara : paparan asap rokok pada anak
untuk usia 2 tahun – 5 tahun, dimana gizi normal bila 2SD< BB/ TB<
-2SD; gizi kurang bila -2SD< BB/ TB< -3SD dan gizi buruk bila BB/ TB
<-3SD.
3.12. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan SPSS, analisis data untuk mengetahui perbandingan antara dua variabel numerik dan kategorik yang tidak berpasangan digunakan uji t tidak berpasangan bila distribusi data normal, bila distribusi data tidak normal maka digunakan uji Mann-Whitnety, untuk mengetahui perbandingan antara dua variabel kategorik tidak berpasangan digunakan uji chi-square bila memenuhi syarat, bila tidak memenuhi syarat digunakan uji fischer exact untuk kelompok 2 x 2 dan Kolmogorov-Smirnov untuk 2 x k, untuk mengetahui manfaat madu ataupun obat batuk putih sebelum dan sesudah terapi digunakan uji Friedman, untuk mengetahui perbedaan pemberian madu dan obat batuk putih terhadap gejala batuk digunakan
BAB 4. HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Kabupaten Batubara dan RSUD
Tengku Sulung Kabupaten Indragiri Hilir Riau. Sejak bulan Februari 2016 sampai
dengan Mei 2016 terdapat 86 pasien rinitis dengan gejala batuk, diantaranya
enam orang tidak bersedia mengikuti penelitian karena jarak rumah yang jauh
dari fasilitas kesehatan, dan sisanya 80 orang diikutkan dalam penelitian ini.
Penelitian di Kabupaten Batubara dilaksanakan sejak bulan Pebruari sampai
Maret 2016, dan penelitian di RSUD Tengku Sulung Indragiri Hilir dilaksanakan
pada bulan Maret sampai Mei 2016. Seluruh sampel dilakukan pemeriksaan fisik
dan penilaian skor batuk sebelum pemberian terapi. Alur pelaksanaan penelitian
dapat dilihat pada gambar 3.
4.1. Karakteristik Sampel Penelitian
Pada sampel penelitian terdapat sebanyak 37 sampel berjenis kelamin laki-laki
dan 43 sampel berjenis kelamin perempuan. Rerata usia sampel 40,7 bulan.
Rerata durasi munculnya gejala batuk 2,1 hari. Pada sampel penelitian
didapatkan 19 sampel dengan gizi kurang dan 61 sampel dengan gizi baik,
sebanyak 73 anak mengalami paparan asap rokok. Distribusi dan karakteristik
sampel yang mendapat perlakuan terlihat pada tabel 6.
Sampel penelitian dibagi kedalam dua kelompok terapi, madu dan obat
batuk putih (OBP) yang sebelumnya dipilih secara acak. Sampel yang diberikan
madu sebanyak 40 sampel dan kelompok OBP 40 sampel. Pada kelompok
madu, terdapat 19 anak laki-laki, 21 anak perempuan, dengan rerata usia 39.8
bulan. Kelompok OBP terdiri dari 18 laki-laki, 22 perempuan dengan rerata usia
41.6 bulan. Terdapat 33 anak gizi baik, tujuh anak gizi kurang, 35 dengan
paparan asap rokok dan rerata onset batuk 2.1 bulan pada kelompok madu. Dan
terdapat 28 anak gizi baik, 12 anak gizi kurang, 38 dengan paparan asap rokok
dan rerata onset batuk 2.1 bulan pada kelompok OBP. Tidak ada perbedaan
dalam hal jenis kelamin (p= 0.823), usia (p= 0.406), status gizi (p=0.189),
paparan asap rokok (p=0.432), onset batuk (p=0.271), frekuensi dan keparahan
batuk (p=0.759; p=0.573; p=0.913), antara kelompok madu dan OBP sebelum
Tabel 6. Karakteristik sampel penelitian
Karakteristik Kelompok Madu Kelompok Obat
Batuk Putih
Onset batuk (hari), n; Rerata (SB) 1 hari
Skor batuk untuk frekuensi batuk, n Skor 3
dievaluasi skor batuk. Sampel penelitian dikategorikan sembuh jika nilai skor
batuk masing-masing item sedikitnya satu. 80 sampel penelitian, 24 anak
sembuh dan 56 anak belum sembuh, setelah tiga hari terapi. Lima anak loss
Jenis kelamin, usia dan status gizi tidak ada perbedaaan dalam hal
kesembuhan (p=0.156; p=0.137; p=0.863), Onset batuk (antara 1 – 3 hari) tidak
berhubungan dengan kesembuhan (p=0.451), dan skor batuk pada saat sebelum
terapi, dimana tidak ada perbedaan bermakna antara skor tiga, empat atau lima
terhadap kesembuhan (p=1.000). Terdapat perbedaan paparan asap rokok
terhadap kesembuhan(p=0.002).
4.2. Skor Klinis Batuk Sebelum dan Sesudah Terapi
Setelah pemberian terapi selama tiga hari, tampak terjadi penurunan skor batuk,
yang berarti pengurangan gejala batuk pada semua sampel penelitian. Pada
kelompok madu untuk skor batuk sebarapa sering batuk pada anak, dijumpai
perbaikan skor batuk mulai dari hari pertama, hari kedua dan hari ketiga (rerata
skor batuk hari 0 = 3.6; rerata skor batuk hari 1 = 2.93; rerata skor batuk hari 2 =
2.45; rerata skor batuk hari 3 = 1.8; p<0.001). Dan pada kelompok OBP juga
dijumpai perbaikan mulai dari hari pertama, hari kedua dan hari ketiga (rerata
skor batuk hari 0 = 3.4; rerata skor batuk hari 1 = 3.13; rerata skor batuk hari 2 =
Pada kelompok madu untuk skor batuk sebarapa parah batuk
mempengaruhi tidur anak, dijumpai perbaikan skor batuk mulai dari hari pertama,
hari kedua dan hari ketiga (rerata skor batuk hari 0 = 3.53; rerata skor batuk hari
1.78 p<0.001). Dan pada kelompok OBP juga dijumpai perbaikan mulai dari hari
pertama, hari kedua dan hari ketiga (rerata skor batuk hari 0 = 3.4; rerata skor
batuk hari 1 = 2.93; rerata skor batuk hari 2 = 2.55; rerata skor batuk hari 3 =
Pada kelompok madu untuk skor batuk sebarapa parah batuk
mempengaruhi tidur orang tua, dijumpai perbaikan skor batuk mulai dari hari
pertama, hari kedua dan hari ketiga (rerata skor batuk hari 0 = 3.45; rerata skor
batuk hari 1 = 2.60; rerata skor batuk hari 2 = 1.88; rerata skor batuk hari 3 =
1.65; p<0.001). Dan pada kelompok OBP juga dijumpai perbaikan mulai dari hari
batuk hari 1 = 3.00; rerata skor batuk hari 2 = 2.28; rerata skor batuk hari 3 =
2.05; p<0.001)
Perbandingan skor batuk dari hari ke hari pada kelompok madu dan OBP
berdasarkan skor batuk masing-masing item, dapat dilihat pada gambar 4, 5 dan
6.
4.3. Perbandingan Efektivitas Madu dan OBP
Kelompok perlakuan yang diberikan madu sebanyak 40 sampel dan yang
diberikan obat batuk putih sebanyak 40 sampel. Sebanyak 40 sampel yang
diberikan madu, 16 sampel sembuh dan 24 sampel lainnya tidak sembuh,
sedangkan 40 sampel yang mendapat obat batuk putih, delapan sampel sembuh
dan yang lainnya tidak sembuh dalam pengobatan selama tiga hari. Pemberian
madu memberikan hasil kesembuhan dua kali dibandingkan OBP, walaupun
perbedaan ini secara statistik tidak signifikan (p=0.051; RR=2.000;
IK=0.967-4.137). Perbedaan efektivitas madu dan OBP dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 7. Perbedaan efektivitas madu dan OBP
Kesembuhan Total P RR (IK=95%) NNT
Proporsi kesembuhan pada kelompok madu (experimental event rate
atau EER) sebesar 40%, dan proporsi kesembuhan pada kelompok OBP (control
event rate atau CER) sekitar 20%. Hal ini menunjukkan secara klinis bahwa
pemberian madu memberikan hasil kesembuhan dua kali lipat dibandingkan OBP
4.4. Efek Samping
Efek samping ditemukan pada kelompok OBP sebanyak satu anak berupa
mencret yang berlangsung selama satu hari, dan setelah obat dihentikan,
mencret berhenti. Selama mencret pasien tidak mengalami dehidrasi dan
diberikan larutan oralit untuk mengganti kehilangan cairan tubuh selama mencret.
BAB 5. PEMBAHASAN
Pada penelitian ini terdapat penurunan skor batuk sebelum dan sesudah terapi, mulai dari hari pertama sampai hari ketiga terapi, pada kelompok madu dan OBP (p<0.01), walaupun penurunan skor pada pada kelompok madu lebih baik (gambar 4,5,dan 6). Hasil ini sama dengan penelitian sebelumnya, yaitu penelitian di Amerika Serikat tahun 2005-2006, penelitian di Iran tahun 2008-2009, dan penelitian di Israel tahun 2009, pada ketiga penelitian ini follow-up dilakukan hanya satu hari.2,29,63 Penelitian yang lain yaitu di Kenya tahun 2010-2012 yang melakukan
follow-up selama tiga hari, juga ditemukan penurunan skor batuk yang berarti untuk terapi madu, dekstrometorfan dan salbutamol. Perbedaan yang bermakna terhadap penurunan skor batuk yang lebih baik pada kelompok madu dibandingkan dekstrometorfan.35
Perbaikan skor batuk pada kelompok madu dan pada kelompok kontrol, tidak terlepas dari proses alamiah perjalanan penyakit rinitis yang
self limited.1,14 Disisi lain terdapat perbedaan bermakna antara kelompok madu dan kontrol dalam hal pengurangan skor batuk, dimana pengurangan skor batuk pada kelompok madu pada semua penelitian lebih baik.2,29,35,63
efektivitas madu yang baik untuk gejala batuk pada anak dengan rinitis dibandingkan dengan kontrol. Ini merupakan penelitian pertama yang mengevaluasi efektivitas madu dengan menggunakan NNT. Penelitian-penelitian sebelumnya, baik yang melakukan follow-up 1 hari ataupun dengan follow-up 3 hari, hanya menggunakan uji komparatif untuk melihat efektivitas madu dibandingkan kontrol.2,29,35,63
Madu merupakan demulcent untuk gejala batuk pada anak yang berhubungan dengan infeksi saluran nafas bagian atas dalam hal ini rinitis.2,12,29,35,63 Madu akan melumasi saluran nafas atas yang mengalami inflamasi sehingga membantu meredakan hiperrekativitas refleks batuk dan mengurangi inflamasi.23,25,29 Efek potensial lainnya yaitu kandungan enzim proteolitik, sifat hiperosmolaritas, antimikroorganisme, memiliki kandungan anti oksidan dan efek immunomodulator.17,46,50-54
immunomodulator madu dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh untuk melawan infeksi virus dan menekan inflamasi yang terjadi.13,15,33,56,58 Madu merangsang angiogenesis, granulasi dan epitelialisasi pada penelitian hewan, ini menjelaskan bahwa madu dapat mempercepat proses penyembuhan, yaitu sel epitel saluran pernafasan.20,61
Penelitian ini menggunakan kontrol OBP merk Itrasal yang mengandung
ammonium chlorida, dan rasa peppermint, karena simple linctus tidak tersedia di
Indonesia. Ammonia chloride meangsang sekresi cairan bronkus sehingga
meningkatkan sol layer dan menurunkan viskositas mukus, dan mukus mudah
untuk dibatukkan.67 Penelitian sebelumnya, di Amerika Setikat tahun 2005-2006
menggunakan kontrol dekstrometorfan dan no treatment, penelitian di Iran tahun
2008-2009 menggunakan kontrol dekstrometorfasn, dipenhidramin dan terapi
suportif, penelitian di Israel tahun 2009 menggunakan kontrol plasebo dan
penelitian di Kenya tahun 2010-2012 menggunakan kontrol dekstrometorfan dan
salbutamol.2,29,35,63 Sejauh ini belum ada penelitian yang melaporkan kejadian
fatal akibat penggunaan ammonium chlorida untuk pengobatan batuk.67
tahun.12, 15 Efek samping penggunaan madu jangka panjang berupa caries dentis, tidak ditemukan pada sampel penelitian yang mendapat terapi madu tiga kali sehari 2.5 ml selama 3 hari berturut.2
Sampel penelitian ini memiliki rentang usia 24 bulan – 60 bulan, dengan rerata usia 40.7 bulan, pada rentang usia ini bisanya anak mengalami rinitis sekitar delapan kali per tahun.19 Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai Mei 2016, Februari – Maret masih dalam musim hujan, sedangkan April – Mei merupakan awal dari musim kemarau. Kejadian rinitis di daerah tropis seperti Indonesia, meningkat pada musim hujan, dan insiden rinovirus mencapai puncak pada bulan April – Mei.1
Rerata skor batuk pada sampel penelitian ini sebelum terapi untuk item frekuensi batuk 3.5, untuk item seberapa parah batuk mengganggu tidur anak 3.5 dan untuk item seberapa parah batuk mengganggu tidur orang tua 3.4. Hasil ini lebih kecil dari rerata skor batuk pada penelitian di Amerika Serikat tahun 2005-2006 dengan rerata skor batuk yaitu 3.8 untuk item frekuensi batuk, 3.9 untuk item seberapa parah batuk mengganggu tidur anak dan 3.9 untuk item seberapa parah batuk mengganggu tidur orang tua.29 Sementara penelitian di Iran tahun 2008 – 2009 memiliki skor sebelum terapi 4.15, 3.6, dan 3.9 berturut-turut untuk masing-masing item.63
Rerata onset batuk pada penelitian ini 2.1 hari, hal ini lebih singkat dari penelitian sebelumnya yaitu 4.6 hari dan 3.1 hari. Hal ini menunjukkan bahwa gejala batuk pada sampel penelitian ini lebih ringan daripada penelitian sebelumnya, namun tetap dalam rentang yang mengganggu kualitas hidup anak dan orang tua.29,39,64
kesembuhan yang terkait status nutrisi.
Jumlah anak yang terpapar asap rokok pada penelitian ini 73 orang, hanya 7 anak yang tidak terpapar asap rokok. Paparan asap rokok akan menurunkan kemampuan melawan infeksi influenza pada penelitian dengan tikus.65 Paparan asap rokok, lingkungan yang padat dan polusi lingkungan merupakan faktor risiko batuk yang menetap.66 Pada kami tidak menilai seberapa sering paparan asap rokok, dan disisi lain lingkungan penelitian bukan merupakan lingkungan yang padat.
Penelitian ini tidak melakukan histopatologi sekret hidung yang merupakan standar emas untuk kemungkinan rinitis alergi tetapi menyingkirkan kemungkinan rinitis alergi melalui tidak dijumpainya riwayat atopi pada anak dan keluarga.14 Alasan peneliti tidak melakukan histopatologi sekret hidung karena akan mengkonsumsi waktu yang cukup lama untuk konfirmasi dan memulai terapi sehingga kemungkinan besar pasien akan memulai dengan terapi lain sehingga keluar dari penelitian, disisi lain pada kenyataannya untuk kasus batuk pada rinitis jarang sekali klinisi melakukan histopatologi sekret hidung kecuali untuk pasien dengan keluhan rinitis yang lama dan sulit sembuh, yaitu klinis yang mengarah ke rinitis alergika.14
batuk lain dan follow-up kuesioner diisi oleh orang tua. Penelitian sebelumnya juga memiliki setting rawat jalan, tetapi penelitian di Amerika Serikat tahun 2006, di Israel tahun 2009 dan di Kenya tahun 2012 melakukan follow-up melalui telefon oleh petugas yang sudah dilatih sebelumnya, sedangkan penelitian di Iran sama halnya dengan penelitian ini yaitu follow-up kuesioner diisi oleh orang tua.2,29,35,63
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Pada penelitian ini didapatkan bahwa pemberian madu selama tiga hari lebih
efektif dibandingkan OBP untuk gejala batuk pada anak dengan rinitis dengan
NNT adalah lima.
6.2. Saran
Melalui penelitian ini, maka penggunaan madu untuk gejala batuk pada anak dapat direkomendasikan. Hanya saja jumlah sampel yang sedikit dan masih kurangnya penelitian tentang madu ini, maka diperlukan penelitian berikutnya dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan